PENDAHULUAN
dengan baik. Salah satu mikroorganisme yang dapat tumbuh dengan baik di Indonesia
adalah jamur (Arifin, 2006). Namun sayangnya, tidak semua jamur bermanfaat bagi
manusia. Terdapat beberapa jenis jamur yang dapat menyebabkan penyakit pada
manusia. Menurut Hezmela (2006), penyakit kulit yang disebabkan oleh beberapa jenis
jamur merupakan salah satu masalah negara-negara di daerah tropis seperti Indonesia.
Kondisi kulit yang mudah berkeringat dan lembab, kebersihan diri yang tidak terjaga
Rambut yang berketombe hingga kini masih menjadi salah satu penyebab
Ketombe adalah suatu gangguan berupa pengelupasan kulit mati secara berlebihan di
kulit kepala, kadang disertai pula dengan pruritus (gatal-gatal) dan peradangan
(Toruan, I989). Penyebab ketombe dapat berupa sekresi kelenjar keringat yang
1
suatu metabolit yang dapat menginduksi terbentuknya ketombe di kulit kepala
(Harahap, 1990).
Pityrosporum ovale. Jamur ini sebenarnya merupakan flora normal di kulit kepala,
namun pada kondisi rambut dengan kelenjar minyak berlebih, jamur ini dapat tumbuh
pengobatan sekaligus pencegahan ketombe adalah shampo anti ketombe. Shampo cair
memiliki beberapa kekurangan antara lain tidak praktis dan mudah tumpah jika dibawa
bepergian, penggunaanya tidak dapat ditakar dengan baik sehingga pada saat
digunakan tidak dapat terkontrol mengakibatkan shampo cair cepat habis. Selain itu
penggunaan shampo biasa dapat membuat kulit kepala menjadi kering sehingga timbul
iritasi (Diana dkk, 2010). Modifikasi shampo gel diharapkan akan menghasilkan suatu
sediaan yang lebih praktis penggunaanya, tekstur gel yang padat dapat mengontrol
pada saat pemakaian, dan secara estetika tampilan dari gel lebih menarik, serta dengan
Sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav) merupakan salah satu tanaman yang
dapat dimanfaatkan sebagai obat. Manfaat sirih merah telah banyak dibicarakan,
namun penelitian mengenai daun sirih merah masih sangat sedikit (Juliantina et al.,
2009). Daun sirih merah mengandung flavonoid, senyawa polevenolad, tanin, dan
2
minyak atsiri. Daun sirih merah memiliki efek pencegah ejakulasi dini, antikejang,
penelitian yang dilakukan oleh Arishandy (2010) menunjukkan bahwa jenis flavonoid
yang terdapat pada daun sirih merah adalah senyawa flavonol, flavanon, isoflavon, dan
auron.
Dari uraian diatas, maka dilakukan pembuatan sediaan gel shampo sebagai
antiketombe dari ekstrak etanol daun sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav).
1. Bagaimana hasil dari evaluasi gel shampo ekstrak etanol daun sirih merah (Piper
crocatum Ruiz & Pav) selama penyimpanan dua bulan baik secara fisik, kimia?
shampo ekstrak etanol daun sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav) dengan
1. Untuk mengetahui evaluasi formula sediaan gel sampo dari ekstrak etanol daun
sirih merah selama penyimpanan dua bulan baik secara fisik, kimia
3
2. Untuk mengetahui Berapa komposisi optimum gelling agent carbomer untuk
mendapatkan gel shampo ekstrak etanol daun sirih merah (Piper crocatum Ruiz
baik, yang mampu menjadi pengobatan untuk ketombe dan dapat dikembangkan
Daun sirih merupakan obat herbal yang masih sangat sedikit penelitiaanya.
Daun sirih merah mengandung flavonoid, senyawa polevenolad, tanin, dan minyak
atsiri. Daun sirih merah memiliki efek pencegah ejakulasi dini, antikejang, antiseptik,
pengobatan sekaligus pencegahan ketombe adalah shampo anti ketombe. Shampo cair
memiliki beberapa kekurangan antara lain tidak praktis dan mudah tumpah jika dibawa
bepergian, penggunaanya tidak dapat ditakar dengan baik sehingga pada saat
digunakan tidak dapat terkontrol mengakibatkan shampo cair cepat habis. Selain itu
penggunaan shampo biasa dapat membuat kulit kepala menjadi kering sehingga timbul
iritasi (Diana dkk, 2010). Modifikasi shampo gel diharapkan akan menghasilkan suatu
4
sediaan yang lebih praktis penggunaanya, tekstur gel yang padat dapat mengontrol
pada saat pemakaian, dan secara estetika tampilan dari gel lebih menarik, serta dengan
Pada penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan gel shampo yang baik,
Formulasi Prodi Farmasi Sekolah Tinggi Ilmu kesehatan Bakti Tunas Husada.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 1.
Kingdom : Plantae
Divisio : Magnoliophyta
Class : Magnoliopsida
Order : Piperales
Family : Piperaceae
Genus : Piper
6
Species : Piper crocatum Ruiz & Pav (Cronquist, 1981)
Tanaman sirih merah tumbuh dengan menjalar seperti sirih hijau. Batangnya
bulat bertangkai berwarna hujau keunguan dan tidak berbunga. Daunnya bertangkai
membentuk jantung dengan bagian atas meruncing, bertepi rata dan permukaannya
mengkilap atau tidak berbulu. Panjang daunnya bisa mencapai 15-20 cm. warna daun
bagian atas hijau bercorak putih keabu-abuan, bagian bawah daun berwarna merah hati
cerah. Daunnya berlendir, berasa sangat pahit, dan beraroma wangi khas sirih.
Batagnya bersulur dan beruas dengan jarak buku 5-10 cm, disetiap buku tumbuh bakal
minyak atsiri. Efek zat aktif yang terkandung daun sirih merah dapat merangsang saraf
pusat dan daya pikir. Di samping itu, juga memiliki efek pencegah ejakulasi dini,
mempertahankan kekebalan tubuh, dan penghilang bengkak. Daun sirih merah juga
mampu mengatasi radang pada paru, radang pada tenggorokan, radang pada gusi,
radang pada payudara, hidung berdarah, dan batuk berdarah (Sudewo, 2010). Pada
penelitian yang dilakukan oleh Arishandy (2010) menunjukkan bahwa jenis flavonoid
7
yang terdapat pada daun sirih merah adalah senyawa flavonol, flavanon, isoflavon, dan
auron.
2.2 Ketombe
Pengelupasan kulit kepala yang berlebihan dengan bentuk besar -besar seperti sisik-
sisik, disertai dengan adanya kotoran-kotoran yang berlemak, rasa gatal dan
kulit yang disebut dengan dermatitis seboroik (seborrohiec dermatitis) dengan tanda-
1. Seborrhea sicca adalah ketombe jenis ini ditandai dengan kulit kepala yang
kering dan bersisik. Pada keadaan normal, lapisan kulit terluar selalu
menghasilkan sel keratin mati yang terus menerus dalam bentuk keping-keping
kecil (sisik). Biasanya pengelupasan ini seimbang dengan produksi jaringan sel
baru oleh lapisan dibawahnya, jika keseimbangan ini terganggu akan terjadi
pengelupasan sel keratin yang berlebihan. Sel-sel yang terlepas dengan adanya
air atau keringat akan melekat satu sama lain menjadi sisik -sisik yang besar
(Harahap, 1990).
produksi lemak yang berlebihan sehingga kulit kepala menjadi sangat berlemak
8
dan sisik-sisik akan menggumpal dalam massa lemak. Kulit kepala yang
diganti oleh sel-sel dari lapisan di bawahnya. Hal ini terjadi pula pada
kulit kepala yaitu sel keratin (sel yang telah mati) akan terlepas dan diganti
oleh sel-sel dari lapisan yang lebih bawah. Sel-sel basal pada lapisan
basalis akan bergerak ke lapisan yang lebih atas dan akhirnya sampai pada
permukaan kulit (lapisan kulit yang paling atas). Umumnya, proses ini
orang, seluruh kulit kepala berganti setiap bulan, tetapi pada penderita
ketombe proses ini berlangsung lebih cepat menjadi 10−15 hari (Wijaya,
2001).
2. Genetik
9
mungkin menginduksi ketombe pada orang-orang yang tidak berketombe
(Wijaya, 2001).
3. Kelenjar Sebacea
Distribusi usia penderita, dimana ketombe relatif jarang dan ringan pada
(Wijaya, 2001).
4. Diet
Lemak yang dimakan dalam proporsi normal diperlukan oleh tubuh tetapi
2001).
10
5. Variasi musim
Ketombe mencapai keadaan terendah pada musim panas dan pada musim
6. Stress
7. Iritasi
Garukan dan penyisiran yang terlalu keras pada kulit kepala dapat
kelapa merupakan media yang baik bagi P. ovale karena fungi ini bersifat
2.3 Rambut
Rambut merupakan adneksa kulit (kelenjar kulit atau lapisan dermis) yang
tumbuh pada hampir seluruh permukaan kulit mamalia kecuali telapak tangan dan
telapak kaki (Wasitaatmadja, 1997). Rambut tumbuh pada bagian epidermis kulit,
11
terdistribusi merata pada tubuh. Komponen rambut terdiri dari keratin, asam nukleat,
karbohidrat, sistin, sistein, lemak, arginin, sistrulin, dan enzim (Rook dan Dawber,
1991).
2.4 Ekstraksi
2.4.1 Definisi
kandungan kimia yang dapat larut dari suatu serbuk simplisia, sehingga terpisah dari
bahan yang tidak dapat larut. Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair yang
dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang paling cocok,
2.4.2 Metode
1. Maserasi
secara menyeluruh juga dapat menghabiskan sejumlah besar volume pelarut yang
secara efisien jika kurang terlarut pada suhu kamar (27°C). Ekstraksi secara
12
maserasi dilakukan pada suhu kamar (27°C), sehingga tidak menyebabkan
degradasi metabolit yang tidak tahan panas (Departemen Kesehatan RI, 2006).
2. Perkolasi
selular simplisia dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna yang
umumnya dilakukan pada suhu ruangan. Perkolasi cukup sesuai, baik untuk
2006).
1. Soxhlet
dinding dan membran sel akibat perbedaan tekanan antara di dalam dan di luar
sel. Dengan demikian, metabolit sekunder yang ada di dalam sitoplasma akan
terlarut ke dalam pelarut organik. Larutan itu kemudian menguap ke atas dan
tetesan yang akan terkumpul kembali. Bila larutan melewati batas lubang pipa
samping soxhlet maka akan terjadi sirkulasi. Sirkulasi yang berulang itulah yang
2. Refluks
13
penyari dalam labu alas bulat yang dilengkapi dengan alat pendingin tegak, lalu
dipanaskan sampai mendidih. Cairan penyari akan menguap, uap tersebut akan
diembunkan dengan pendingin tegak dan akan kembali menyari zat aktif dalam
simplisia tersebut. Ekstraksi ini biasanya dilakukan 3 kali dan setiap kali
3. Digesti
yang lebih tinggi dari suhu ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada suhu 40-
4. Infusa
Infusa adalah ekstraksi dengan pelarut air pada suhu penangas air (bejana
infus tercelup dalam penangas air mendidih), suhu terukur (96-98°C) selama
5. Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama dan suhu sampai titik didih
air, yaitu pada suhu 90-100°C selama 30 menit (Departemen Kesehatan RI,
2006).
2.5 Shampo
rambut dan kulit kepala dari segala kotoran diantaranya minyak, debu, sel-sel yang
sudah mati dan sebagainya. Sampo berdasarkan macamnya dibagi menjadi empat yaitu
14
sampo untuk rambut yang diwarnai dan keriting, sampo untuk membersihkan secara
menyeluruh, sampo untuk penambah volume rambut dan sampo anti ketombe
mekanisme kerja secara fisika, dan tidak mempengaruhi kandungan kimia dalam
rambut (Mottram and Lees, 2000). Mekanisme kerja sampo pada dasarnya
mengangkat kotoran dan sebum yang dihasilkan dari sekresi kelenjar sebaceous dan
membuatnya larut air (Mottram and Lees, 2000). Dalam mekanisme ini, surfaktan
dalam sampo atau free-detergen micelle dalam sampo menyebar di rambut dan
kemudian berikatan dengan kotoran dan minyak membentuk co-micelle (detergen dan
kotoran) sehingga kotoran terangkat melalui proses pembilasan (Mottram and Lees,
2000).
Bahan yang digunakan dalam formulasi sampo dapat di peroleh dari alam
maupun sintetik. Dalam formulasi sediaan sampo, komposisi terbesar bahan yang
digunakan adalah surfaktan. Surfaktan inilah yang berperan besar dalam mekanisme
mendapatkan sebuah sampo dengan daya bersih dan mutu fisik yang baik. Kombinasi
antara surfaktan sintetik dan surfaktan alami dapat dilakukan dalam formulasi
15
2.6 Gel
cahaya dan mengandung zat aktif, merupakan dispersi koloid mempunyai kekuatan
yang disebabkan oleh jaringan yang saling berikatan pada fase terdispersi (Ansel,
1989). Zat-zat pembentuk gel digunakan sebagai pengikat dalam granulasi, koloid
pelindung dalam suspensi, pengental untuk sediaan oral dan sebagai basis supositoria.
Secara luas sediaan gel banyak digunakan pada produk obat-obatan, kosmetik dan
makanan juga pada beberapa proses industri. Pada kosmetik yaitu sebagai sediaan
untuk perawatan kulit, sampo, sediaan pewangi dan pasta gigi (Herdiana, 2007).
terlihat ada batas diantaranya, disebut dengan gel satu fase. Jika masa gel terdiri dari
kelompok-kelompok partikel kecil yang berbeda, maka gel ini dikelompokkan dalam
sistem dua fase (Ansel, 1989). Polimer-polimer yang biasa digunakan untuk membuat
gel-gel farmasetik meliputi gom alam tragakan, pektin, karagen, agar, asam alginat,
gugus karboksil yang terionisasi. Gel dibuat dengan proses peleburan, atau diperlukan
suatu prosedur khusus berkenaan dengan sifat mengembang dari gel (Lachman., dkk,
1994).
16
2.6.2 Basis gel
ditambahkan ke dalam fase pendispersi, bilamana ada, hanya sedikit sekali interaksi
antara kedua fase. Berbeda dengan bahan hidrofilik, bahan hidrofobik tidak secara
Basis gel hidrofilik umumnya adalah molekul-molekul organik yang besar dan
dapat dilarutkan atau disatukan dengan molekul dari fase pendispersi. Istilah hidrofilik
berarti suka pada pelarut. Pada umumnya karena daya tarik menarik pada pelarut dari
bahan-bahan hidrofilik kebalikan dari tidak adanya daya tarik menarik dari bahan
hidrofobik, sistem koloid hidrofilik biasanya lebih mudah untuk dibuat dan memiliki
carboxyvinyl yang memiliki berat molekul yang besar. Karbopol relatif dapat dapat
membentuk gel pada konsentrasi yang rendah. Karbopol digunakan sebagian dalam
formulasi sediaan cair atau semisolid sebagai pensuspensi atau peningkat viskositas.
17
Karbopol biasanya digunakan dalam krim, gel, salep untuk preparat mata, rektal, dan
Keuntungan gel hidrofilik antara lain: daya sebarnya pada kulit baik, efek
dingin yang ditimbulkan akibat lambatnya penguapan air pada kulit, tidak menghambat
fungsi fisiologis kulit khususnya respiratio sensibilis oleh karena tidak melapisi
permukaan kulit secara kedap dan tidak menyumbat pori-pori kulit, mudah dicuci
dengan air dan memungkinkan pemakaian pada bagian tubuh yang berambut dan
a. Carbopol
Memiliki pemerian berwarna putih, halus, asam, higroskopis, memiliki bau yang
khas. Carbopol merupakan resin akrilat yang apabila dinetralkan dengan alkali akan
menghasilkan larutan kental jernih, gel transparan, yang dapat digunakan untuk sediaan
semi solid (Rowe et al, 2009). Carbopol merupakan material koloid hidrofilik yang
mengental lebih baik dari pada natural gums. Carbomer di dispersikan kedalam air
membentuk larutan asam yang keruh, kekeruhan ini disebabkan karena asam
karboksilat yang terlepas dari polimer asam akrilat akan membentuk koloid yang tidak
larut yang menyebabkan gel menjadi keruh, maka dari itu kemudian dinetralkan
dengan basa kuat seperti sodium hidroksida, atau amina (contohnya, ammonium
18
b. TEA (Trietanolamin)
tetraklorida dan aseton. Khasiat sebagai penetral pH carbopol agar terbentuk larutan
jernih, sehingga gel transparan (Rowe, et al, 2009). Trietanolamin ditambahkan untuk
menetralisisr resin basis karbomer yang mengandung etanol hingga 50% (Allen, 2002).
viskositas, yang tidak dapat balik dengan penambahan asam. pH sangat penting dalam
c. Gliserin
Gliserin atau gliserol (BM 92,09) mengandung tidak kurang dari 95,0% dan
tidak lebih dari 101,0% C3H8O3. Deskripsi senyawa berupa cairan kental, jernih, tidak
berwarna, hanya boleh berbau khas lemah bukan bau yang keras atau tidak enak,
rasanya manis, dan higroskopis. Gliserin dapat bercampur dengan air, etanol (95%) P,
tidak larut dalam kloroform P, eter P, minyak lemak, dan minyak atsiri. Gliserin
sebagai bahan tambahan yang digunakan untuk sediaan oral dapat berfungsi sebagai
pelarut, pemanis, pengawet dan agent untuk menaikkan kekentalan (Price, 2003).
d. Air
Air atau aquadest merupakan bahan yang hampir selalu digunakan sebagai
eksipien formulasi di bidang farmasi berupa cairan bening, tidak berwarna, tidak
berbau dan tidak berasa. Aquadest memiliki titik didih 100°C (Galichet, 2005).
19
e. Natrium Lauril Sulfat
sehingga dapat melarutkan minyak serta membentuk mikro emulsi menyebabkan busa
terbentuk. Memiliki massa molar 288.38 g/mol-1 densitas 1.01 g/mol-1 dengan titik
lebur 206ᵒC. Memiliki pH 7,0 - 9,5, pemerian SLS berupa serbuk putih atau kuning
f. Metilparaben
Basanya digunakan methyl paraben sebagai bahan pengawet, dengan aktivitas paling
efektif untuk jamur dan kapang. Methyl paraben larut dlam air, etanol (95%), eter
(1:10), dan metanol. Bahan ini dapat digunakan tunggal maupun kombinasi dengan
jenis paraben lain. Efektifitas pengawet ini memiliki pH 4-8. Dalam sediaan tropikal
konsentrasi yang umum digunakan adalah 0,02-0,3% (Wade & Weller, 1994).
g. Propilparaben
Propilparaben sangat efektif terhadap jamur dan kapang. Disamping itu, propilparaben
lebih aktif terhadap bakteri gram positif daripada gram negatif. Penggunaan kombinasi
paraben dapat meingkatkan aktifitas antimikroba. Bahan ini sangat larut dalam aseton,
ester dan minyak, mudah larut dalam etanol dan metanol, sangat sedikit larut dalam air.
20
Konsentrasi yang biasa digunakan untuk sediaan tropikal adalah 0,001-0,6 (Wade &
Weller, 1994).
h. Propilenglikol
21
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian dilakukan selama 3 bulan dimulai dari bulan Maret sampai Mei.
Untuk proses ekstraksi dan formulasi daun sirih merah (Piper crocatum Ruiz
& Pav) dilakukan di laboratorium formulasi STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya.
100 mL, corong, beaker glass 100 dan 200 mL, tabung reaksi, kapas, batang pengaduk,
kasa dan kaki 3, tabung reaksi, spatula, indikator universal, pH meter, pipet tetes, kertas
gelatin, kloroform, eter, HCl 1N dan 2N, CHCl3, ammonia 10%, pereaksi Mayer,
pereaksi Dragendorf, pereaksi Bouchardat, logam Mg, amil alkohol, vanillin asam
22
sulfat, NaOH, metil paraben, propil paraben, gliserin, Na Lauryl Sulfat, TEA
Sampel penelitian daun sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav) yang masih
3.4.1 Pembuatan Serbuk Daun Sirih Merah (Piper crocatum Ruiz & Pav)
Daun sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav) yang masih segar ditimbang
diayak dengan menggunakan pengayak no 40, sehingga didapat serbuk daun sirih
merah.
1. Organoleptik
Pemeriksaaan secara visual yang dilakukan terhadap bentuk, warna, bau, dan rasa.
2. Skrining Fitokimia
Skrining fitokimia dilakukan dengan prosedur umum dari Farnsworth (1966), yaitu:
a. Alkaloid
dikocok, dibiarkan hingga terjadi pemisahan fase. Fase air diambil dan diuji
23
dengan pereaksi Mayer, Dragendorf, dan Bouchardat. Adanya endapan putih
endapan yang diberikan oleh senyawa non alkaloid akan larut, sedangkan
b. Flavonoid
Bahan digerus dalam mortir, kemudian masukkan ke dalam tabung reaksi yang
berisi logam Mg dan larutan HCl 2N. Seluruh campuran dipanaskan dalam air
selama 5-10 menit, kemudian disaring panas-panas dan filtrat dibiarkan dingin.
flavonoid akan menyebabkan filtrat berwarna merah yang dapat ditarik oleh amil
alkohol.
c. Saponin
Bahan dimasukkan kedalam tabung reaksi lalu dikocok kuat selama beberapa
selama beberapa menit dan tidak hilang dengan penambahan asam menunjukkan
adanya saponin.
Sampel ditambah air panas, didihkan selama 15 menit, dinginkan lalu saring.
Filtrat dibagi 2 bagian, dimasukkan dalam masing-masing tabung reaksi dan diuji
24
dengan FeCl 1% dan gelatin. Hasil positif ditunjukkan dengan terbentuknya
warna hijau violet pada FeCl 1% dan terbentuk endapan putih pada gelatin.
Bahan disari dengan eter, kemudian sari eter diuapkan hingga kering. Pada residu
ditambahkan 2 tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes asam sulfat pekat. Hasil
Bahan disari dengan eter, kemudian sari eter diuapkan hingga kering. Pada residu
g. Kuinon
3.4.3 Ekstraksi
Metode Maserasi
simplisia yang sudah ditimbang dalam maserator tambahkan etanol 70% sebanyak 500
mL atau sampai simplisia terendam. Aduk campuran tersebut setiap 6 jam sekali dan
di saring setiap 24 jam. Setiap 24 jam setelah disaring pelarut diganti dengan etanol
70% yang baru. Dilakukan selama 3×24 jam. Kemudian dimasukkan kedalam
evaporator pada suhu 70°C, uapkan filtrat sampai membentuk ekstrak kental.
25
3.5 Penyusunan Formula Gel Sampo Ekstrak Etanol Daun Sirih Merah
Tabel 3.1 Formula Sediaan Gel Sampo Ekstrak Etanol Daun Sirih Merah
Kembangkan basis gel menggunakan air hangat, aduk homogen dan sampai
terbentuk masa yang semi solid, kemudian tambahkan gliserin sedikit demi sedkit dan
tambahkan metil,propil paraben yang telah dilarutkan menggunakan gliserin, aduk lalu
tambahkan TEA sampai terbentuk gel yang bening. Tambahkan Natrium Lauril sulfat
yang sebelumnya telah dilarutkan terlebih dahulu dengan air sedikit demi sedikit aduk
sampai homogen, tambahkan ekstrak etanol daun sirih merah dan pewangi mint.
26
3.7 Evaluasi Sediaan Gel Sampo
1. Pengamatan Organoleptik
bentuk, bau, dan warna serta pengujian sineresis untuk melihat keluarnya air dalam
sediaan gel shampo. Pengamatan dilakukan pada hari ke 1, 3, 5, 7, 14, 21, 28.
2. Pengukuran pH
28.
3. Pengukuran Viskositas
4. Uji Hedonik
Uji hedonik pada sediaan gel shampo dilakukan terhadap 3 formula sediaan.
27
DAFTAR PUSTAKA
Indonesia. Jakarta.
Ansel, H.C,. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Diterjemahkan oleh Ibrahim,
Ansel, Howard, C., 2008. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi 4. Jakarta:
Arishandy, D.N.A.T.A,. 2010. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Flavonoid dari Daun
Sirih Merah (Piper betle L. var rebrum). Skripsi. Malang: Universitas Islam
De Hoog, G.S., Guarro, J., Gene, J., Figueras, M.J. 2000. Atlas of clinical fungi Vol. 1.
(CBS).
28
Departemen Kesehatan. 2006. Monografi Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia. Vol.2.
Sci.
Galichet, L.Y,. 2005. Cellulose, Microcrystalline in Rowe, C.R., Sheskey, P.J., and
Pharmaceutical Press.
Herdiana, Y,. 2007. Formulasi Gel Undesilenil Fenilalanin dalam Aktifitas sebagai
Juliantina, F., Citra, D.A., Nirwani, B., Nurmasitoh, T., Bowo, E.T. 2009. Manfaat
Gram Positif dan Gram Negatif. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Indonesia
1.
Kibbe, A.H. 2000. Handbook of Pharmaceutical Excipients, 3rd ed,. London. The
Pharmaceutical Press.
Lachman, L, Lieberman, H, A, dkk. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri. Edisi
29
Lund, Walter. (1994). The Pharmaceutical Codex, 12th edition. London. The
Pharmaceutical Press.
Mottram, F.J., and Lees, C.E. 2000. Hair Treatments, Poucher’s Perfume Cosmetics
Rigano, L.,Lionetti, N., Otero, R,. 2009. Quillaja Triterpenic Saponins – The Natural
Rook, A. and R. Dawber. 1991. Disease of The Hair and Scalp, 2nd ed,. Blackwell
Rowe, R.C. et Al. (2009). Handbook Of Pharmaceutical Excipients. 6th Ed. London.
Sudewo, B. 2005. Basmi penyakit dengan sirih merah. Jakarta: Agromedia Pustaka.
Sudewo, B. 2010. Basmi Penyakit dengan Sirih Merah: Sirih Merah Pembasmi Aneka
Tranggono, R.I. dan Latifah F. 2007. Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik.
30
Wasitaatmadja, S.M. 1997. Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta: Penerbit
Universitas Indonesia.
Wijaya, L,. 2001. Pengaruh Jumlah Pityrosporum Ovale dan Kadar Sebum Terhadap
31