Diterbitkan melalui
Nulisbuku.com
ISBN: 978-602-
744-346-4
Jakarta - Indonesia
2016
Buku ini dipersembahkan bagi masyarakat, mahasiswa Kesehatan
Masyarakat, mahasiswa Kedokteran, dokter, perawat, bidan, pemerhati
sosial, budaya dan kemanusiaan.
Ucapan terima kasih kepada Bapak Bupati Paniai, Dekan FKM Uncen, Dekan
Kedokteran Uncen, Direktur Poltekes, Direktur Stikes, Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi Papua, para dosen, dr. Agus (direktur RS Paniai) dan tim mobile Dinas
Kesehatan Kabupaten Paniai, Penerbit Nulisbuku.com, dan mereka yang tak
dapat kami sebutkan satu persatu sehingga buku ini ter wujud, semoga Tuhan
Yang Maha Besar dan Tak Terbatas itu membalasnya.
Prolog
Buku ini ditulis dengan kerinduan bagaimana ilmu pegetahuan antara teori
dan praktek bisa menjadi mudah dan membumi. Dasar-dasar Ilmu Kesehatan
Masyarakat ditulis dalam bab-bab awal yang mengetengahkan bagaimana
epidemiologi melihat distribusi penyakit berdasarkan orang, tempat dan waktu.
Bagaimana pemikiran dasar Public Health mengungkapkan penyakit, mengenal
masalah dan melakukan pengendalian untuk itu. Bab berikutnya mengetengahkan
beberapa Kejadian Luar Biasa bagaimana melakukan investigasi dan
melaporkannya ser ta melakukan pengendalian. Kematian dan kesakitan yang
dialami oleh masyarakat merupakan pengalaman yang mahal dan pegetahuan
yang tak ternilai harganya, maka kita belajar dari lapangan. Buku ini memberikan
contoh nyata yang terjadi di kabupaten Paniai.Tidak sedikit masalah kesehatan
dibatasi karena ketidaktahuan masyarakat (ignorancy), kepercayaan masyarakat
(belief ) atau budaya (culture), karena keterisolasian masyarakat tinggal di tempat
yang jauh, dan harus menggunakan pesawat untuk mencapai daerah-daerah
tersebut. Petugas kesehatan yang tidak tersedia, Perang antarsuku masih sering
terjadi. Disisi yang lain faktor keamanan juga dirasakan. Tidak jarang faktor alam
yang ekstrim seperti musim penghujan membawa timbulnya penyakit diare dan
kelaparan karena tanaman umbi-umbian masyarakat membusuk. Namun dengan
beriringan waktu dan komitmen pemerintah yang makin kuat pro rakyat, beberapa
faktor-faktor tersebut sudah mulai lebih baik.
Kalau ingin perubahan maka caranya juga harus berbeda atau diubah dari
kebiasaan, tidak ada hasil yang berbeda dengan cara yang sama. Dibutuhkan
pemikiran out of box. Buku ini meringkas Teori Proactive Health Seeking Behaviour,
membuat pandangan yang berbeda dimana mencari pertolongan kesehatan
umumnya hanya melihat dari sisi pasien atau masyarakat, namun tulisan ini juga
melihat sisi provider atau pelayanan kesehatan. Bagaimana kedua kutub antara
pasien dan pelayanan kesehatan digerakkan dan dipertemukan. Petugas jangan
hanya melayanai di puskesmas harus bergerak menjangkau masyarakat dan
mengerakkan masyarakat untuk terlibat dengan menggunakan kearifan lokal.
Beberapa hasil penelitian terkini tentang Hepatitis, Avian Influenza dan Survei
Terpadu Biologis Prilaku melengkapi buku ini. Tulisan ini dapat dibaca oleh
masyarakat, mahasiswa Ilmu Kesehatan Masyarakat, mahasiswa Kedokteran,
dapat menjadi sumber bacaan dan penelitian berikutnya. Lebih daripada itu penulis
ingin agar kita dapat menghargai suatu budaya disaat budaya itu tengah memasuki
proses perubahan karena adanya perkembangan baru dalam masyarakat,
kompetisi penduduk dan sebab-sebab lainnya.
Tak ada laut yang tak berombak begitu pula tak ada gading yang tak retak,
Kritikan saran dan masukan untuk penyempurnaan tulisan ini akan penulis terima
dengan senang hati dan untuk itu penulis mengucapkan terimakasih. Semoga
Tuhan memberkati kita semua. Koyaooo.
Shaloom,
Puji dan syukur kepada Tuhan atas terbitnya buku dengan judul: Ilmu
Kesehatan Masyarakat: Belajar dari Lapangan. Merupakan salah satu bentuk
pemikiran ilmiah melalui data analisis dan pengalaman penulis selama bekerja
di kesehatan masyarakat (public health). Buku ini membahas dasar-dasar
Ilmu Kesehatan Masyarakat yang harus diketahui (must know), bagaimana
mengidentifikasikan masalah dan memecahkan masalah tersebut. Konsep sehat-
sakit dan konsep pencegahan dibicarakan dengan pemikiran teoritis yang mudah
dipahami. Buku ini memberikan laporan dan pengalaman Kejadian Luar Biasa (KLB)
yang cukup unik seperti KLB lipan, KLB Malaria di pegunungan, KLB Kelaparan,
KLB Diare khususnya yang terjadi di Kabupaten Paniai, serta memberikan
informasi terkini hasil-hasil penelitian yang merupakan masukan bagi pemerintah
dalam pengambilan kebijakan berdasarkan bukti dalam rangka meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat. Buku ini sangat dibutuhkan sebagai referensi
maupun wacana bagi semua kalangan, khususnya perawat, bidan, mahasiswa
kedokteran, mahasiswa Kesehatan Masyarakat, Manajemen Kesehatan dan bagi
mereka yang bergerak di sosial budaya. Juga bagi mahasiswa yang mengambil
S2 dan S3 Ilmu Kesehatan Masyarakat sebagai bahan renungan.
Selamat membaca.
Dalam belajar ada beberapa hal yang harus kita ketahui (must know) misalnya
dalam suatu pelatihan jika peserta tidak dapat menyebutkan hal-hal mendasar
maka materi pelatihan tersebut tidak berhasil. Ada yang sekedar anda perlu
ketahui (should know) dan ada pula yang tidak terlalu diperlukan tapi jika kita tahu
sudah melebihi daripada harapan (nice to know). Pada bab 1 dan bab 2 akan
menerangkan must know atau hal-hal Ilmu Kesehatan masyarakat yang harus
diketahui.
Pada tahap selanjutnya pembatasan seperti itu mulai ditinggalkan. Dari berbagai
penelitian akhirnya diketahui bahwa penyakit yang tidak bersifat infeksi atau
menular dapat pula berada dalam frekuensi yang tinggi serta menyebar secara
meluas di masyarakat, contoh hipertensi, kegemukan, penyakit jantung koroner,
diabetes.
Semula sehat diartikan sehat secara fisik, jiwa dan sosial, sebagaimana yang
terkandung dalam Undang-Undang Nomor 9 tahun 1960, yang dimaksud dengan
kesehatan adalah meliputi kesehatan badan, rohani (mental) dan sosial dan bukan
hanya keadaan yang bebas dari penyakit, cacat dan kelemahan.Seiring dengan
perkembangan dan perbaikan kualitas hidup maka Undang-Undang Kesehatan
Nomor 23 tahun 1992 dan dipertegas kembali Undang-Undang Kesehatan No:
36 tahun 2009 memberikan batasan Sehat adalah, suatu keadaan kesejahteraan
dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif
secara sosial dan ekonomi. Tetapi batasan ini dikritik karena bayi yang sehat dan
aktif menurut undang-undang ini dikatakan tidak sehat karena tidak produktif.
maka makna produktif beralih menjadi “dinamis”. Menurut epidemiologi, sehat itu
definiskan banyak cara, sebab sehat menggambarkan suatu kondisi yang abstrak
WHO memberikan definisi sehat sebagai berikut:
5. Teori Jasad renik (teori Germ): teori ini berkembang setelah ditemukan
mikroskop, sehingga konsep penyebab beralih ke jasad renik (mikro-
organisme). Pada teori ini kuman dianggap sebagai penyebab tunggal
penyakit.
8. Teori penyebab majemuk: telah banyak bukti empirik dan keyakinan teoritik
bahwa pada umumnya penyakit lebih dari satu penyebab, bukan bersifat
tunggal.
Penyebab seseorang menjadi sakit bukanlah faktor yang berdiri sendiri , setidaknya
terdapat empat faktor yang saling berinteraksi secara dinamis yang mengakibatkan
terjadinya penyakit. Empat faktor itu menurut HL.Bloem (1974) adalah:
1. Faktor Genetika (bawaan)
2. Faktor Agen penyakit
3. Faktor Perilaku
4. Faktor Lingkungan
Faktor genetika sering kali disebut sebagai faktor bawaan. Kontribusi faktor
Faktor agen penyakit bahwa agen dalam bentuk apapun dapat merusak
kesimbangan fungsi-fungsi tubuh. Kerusakan tersebut pada akhirnya dapat
menyebabkan timbulnya penyakit. Beberapa agen diantaranya mikroorganisme
seperti virus , bakteri, jamur, cacing, protozoa. Zat-zat kimia yang dapat merusak
seperti asap rokok,asap kendaraan motor, racun pestisida, zat pewarna), nutrisi
berlebihan, radiasi sinar rontgen, radiasi nuklir, pencemaran merkuri atau logam
berat.
Hal yang sama kalau kita pelajari pada penyakit kusta yang merupakan salah satu
penyakit menular yang paling sulit menular. Penyakit ini sangat ditentukan dari
daya tahan tubuh host yaitu imunitas selular. Hidup serumah, kontak yang erat
dan lama dengan penderita kusta yang belum pernah diobati memberikan resiko
Perjalanan Penyakit
Jika ditinjau proses yang terjadi pada orang sehat, menderita penyakit dan
terhentinya penyakit tersebut dikenal sebagai riwayat alamiah perjalanan penyakit
(natural history of diseases), terutama untuk penyakit infeksi proses yang ditemukan
secara umum dapat dibedakan atas lima tahap yakni :
1. Tahap prepatogenesis
2. Tahap Inkubasi
3. Tahap penyakit dini
4. Tahap penyakit lanjut
5. Tahap akhir penyakit: Karier, Kronis, Meninggal dunia
Tahap prepatogenesa, pada tahap ini sebenarnya telah terjadi interaksi antara
pejamu dan bibit penyakit. Tetapi interaksi ini masih berada di luar tubuh, dalam arti
bibit penyakit belum masuk ke dalam tubuh pejamu. Keadaan seperti ini disebut
Masa inkubasi suatu penyakit berbeda dengan penyakit lainnya ada yang
beberapa jam dan adapula yang bertahun-tahun.Penyakit malaria masa inkubasi
10-12 hari, penyakit polio mempunyai masa inkubasi anatara 7 sampai 14 hari.
Penyakit kusta inkubasinya 2-5 tahun. Garis yang membatasi antara tampak atau
tidak tampaknya gejala penyakit dinamakan horizon klinik. Masuknya bibit penyakit
ke dalam tubuh sangat tergantung dari daya tahan tubuh, jumlah kuman atau virus
dan pintu masuk (port de entry).
Tahap penyakit dini, dihitung mulai dari munculnya gejala penyakit. Pada tahap
ini sekalipun penjamu telah jatuh sakit, tetpi sifatnya masih ringan. Umumnya
penderita masih dapat melakukan pekerjaan sehari-hari. Tahap penyakit dini
sering menjadi masalah besar jika tingkat pendidikan penduduk belum sempurna
dan juga kurang promosi kesehatan. Selain itu budaya dan konsep sakit dari
masyarakat berbeda-beda. Di Papua pada daerah pedalaman yang disebut sakit
apabila sudah tidak dapat berdiri atau tidak dapat makan.
Tahap akhir penyakit dapat berupa sembuh sempurna artinya bentuk dan
fungsi tubuh kembali kepada keadaan sebelum menderita penyakit. Dapat pula
sembuh dengan cacat. Cacat fisik yang dilihat melalui mata tetapi juga bisa cacat
fungsional, mental dan cacat sosial. Tahap akhir penyakit bisa pasien itu hidup
tetapi menjadi karier yaitu tetap membawa penyakit sehingga dapat menularkan
bagi orang sekitarnya. Dapat pula menjadi kronis yaitu keadaan dimana penderita
Belajar dari tahap-tahap ini, upaya manusia dengan kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi berusaha mempertahankan manusia yang sehat tetap menjadi sehat
dan juga melakukan tindakan-tindakan pencegahan yaitu pemberian imunisasi
dan pemberian chemoprofilaksis untuk memotong penyakit yang masuk sebelum
ada tanda klinis. Banyak penelitian saat ini bekerja di level ini dengan belajar
biomolekuler dan genetika.
Level dan Clark mengadopsi dan memodifikasi beberapa tahapan yang disebut
levels of prevention:
a. Primary Prevention: a) Health Promotion misalnya perbaikan gizi, sanitasi
olahraga, dll. b) Specific Protection meliputi imunisasi, pemberian vitamin A
dan suplemen.
b. Secondary Prevention: a) Early diagnosis and prompt treatment yaitu
diagnosis dini dan pemberian pengobatan.
c. Tertiary prevention: a) Disability limitation yaitu mencegah kecacatan, b)
Rehabilitation: jika terjadi kecacatan dilakukan rehabilitasi baik fisik, psikis
maupun sosial.
Ilmu Keseha tan Mas yara ka t: Belajar dari Lapanga n 12
Berdasarkan konsep spectrum epidemiologi dibagi 2 kelompok besar yaitu focus
clinical dan subclinical. Focus clinical peran kedokteran dan subclinical peran
epidemiologi. Peran epidemiologi lebih besar pada tahapan persepsi masyarakat
mengenai sakit sehingga lebih berarti bagaimana mengidentifikasi faktor resiko
dan resiko yang akan terjadi terhadap status kesehatan masyarakat, tahapan
ini dinamakan prepathogenesis dan pathogenesis. Kemudian tahapan clinical
response bagaimana mendeteksi resiko dengan upaya diagnosis dini melalui
skrining. Pada tahapan ini fokusnya mencegah dan menghambat progres suatu
penyakit. Misalnya hepatitis B dan C jika tidak ditanggulangi dengan baik akan
beresiko terjadi kanker hati. Contoh lain misalnya diabetes militus peran ahli
epidemiologi mendeteksi resiko tinggi yang berpengaruh secara signifikan.
Kepustakaan:
1. Soeharyo Hadisaputro, Muhamad Niz ar, Agus Suwandono, Epidemiologi Managerial:
Tiori dan A plikasi, 2011. Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
2. Yusuf Alam Romadhon, 2014. Pembajak Kesehat an, Metagraf, Solo
3. Heru Subaris Kasjono, Heldi B.K ristiawan, 2009. Intisari Epidemiologi, Mitra Cendikia
Press, Jogjakarta
4. A zrul Anwar, Pengantar Epidemiologi, Binarupa Aksara Publisher, Jakarta.
Pelajarilah ilmu,
Barang siapa mempelajari ilmu
karena Allah, itu taqwa
Menuntutnya, itu ibadah
Mengulang-ulangnya, itu tasbih
Membahasnya, itu jihad
Mengajarkannya kepada
orang yang tidak tahu, itu sedekah
Memberikannya kepada ahlinya,
itu mendekatkan diri kepada Tuhan
(Prof.Salladin)
Membuat peta untuk mengambarkan besaran masalah adalah suatu hal yang
penting karena kita mempunyai keterbatasan sumber daya yaitu biaya, waktu
maupun tenaga. Mapping penting untuk menentukan prioritas. Cerita klasik dr. John
Snow pada tahun 1849 berhasil membuktikan adanya hubungan antara timbulnya
penyakit kolera dengan sumber air minum penduduk dan menjelaskan dalam suatu
peta (mapping). John Snow menganalisa penggunaan air minum yang dikelola
oleh dua perusahaan air minum di kota London yakni Lambeth Company dan
Southwark & Vauxhall Company. Kedua perusahaan air minum ini mempergunakan
sumber air yang sama yakni sungai Thames, tetapi derajat pencemarannya oleh
tinja manusia agak berbeda. Perusahaan Lambeth mempergunakan sumber air
yang kurang tercemar dari pada perusahaan Southwark & Vauxhall. Hasil kajian
John Snow, bapak epidemiologi modern terlihat sebagai berikut:
Hasil perhitungan John Snow membuktikan bahwa kasus yang ditemukan berbeda
secara bermakna. Dari hasil perhitungan ini dikemukakan kesimpulan bahwa air
minum yang tercemar dengan tinja manusia adalah penyebab timbulnya penyakit
kolera. Kesimpulan ini diambil tanpa mengetahui adanya kuman kolera,karena
pengetahuan tentang kuman ini baru kemudian muncul dikutip dalam Azrul
Anwar, Pengantar epidemiologi.
Isilah peta tersebut berdasarkan kasus yang terjadi pada kecamatan pada tahun
berjalan misalnya pada tahun 2003 terdapat 5 kasus. Warnai kasus tersebut
dengan warna ungu
KABUPATEN ‘X’
= Puskesmas
= 1 kasus ba ru di tahun 2003 total: 5
KABUPATEN ‘X’
= Pus kesmas
= 1 kasus baru di tahun 2003 total: 5
= 1 kasus baru di tahun 2004 total: 8
Isilah kasus-kasus yang terjadi pada tahun 2005 dengan total kasus 8, warnai
dengan kuning
KABUPATEN ‘X’
= Puskesmas
= 1 kasus baru di tahun 2003 total: 5
= 1 kasus baru di tahun 2004 total: 8
= 1 kasus baru di tahun 2005 total: 8
KABUPATEN ‘X’
= Puskesmas
= 1 kasus baru di tahun 2003 total: 5
= 1 kasus baru di tahun 2004 total: 8
= 1 kasus baru di tahun 2005 total: 8
= 1 kasus baru di tahun 2006 total: 6
= Puskes mas
= 0 kasus dalam 5 tahun terakhir
= 1 – 3 kasus dalam 5 tahun terakhir 1 – 5
Cara lain yang paling sederhana adalah membuat tabel, buatlah kasus-kasus
yang terjadi pada tahun 2007 sampai 2011 misalnya puskesmas Merpati, Mawar
dan Ujung. Kemudian pada akhirnya kita menjumlahkan kasus-kasusnya. Pada
latihan ini jumlah total kasus puskesmas Merpati: 22, puskesmas Mawar: 38
dan Puskesmas Ujung: 55. Jadi puskesmas yang paling bermasalah adalah
Puskesmas Ujung. Selain itu dalam pemilihan daerah yang akan kita pilih juga
mempertimbangkan beberapa hal praktis seperti tenaga di puskesmas tersebut,
biaya, transport dan waktu termasuk komitmen atau antusiasme petugas di tempat
tersebut.
1. Mengenali masalah
2. Menilai kelebihan kita
3. Tetapkan apa yang ingin dicapai
4. Putuskan tindakan yang akan dilakukan
5. Siapkan rencana kerja dan anggaran
6. Rencana pemantauan dan evaluasi
7. Melakukan program
8. Evaluasi
B. KELABANG
Kelabang (Scolopendra spp. atau 484) juga tersebar luas di seluruh dunia, tetapi
hanya jenis besar yang terdapat di daerah tropis dan subtropis, dapat menimbulkan
gigitan yang berbahaya. Racun yang disalurkan melalui capit yang terbentuk dari
pasangan kaki yang pertama, menyebabkan lesi nekrosis setempat.
Sumber :
1. Prof. Dr. dr. Pinardi Hadidjaja MPH & dr. Srisasi Gandahusada, Atlas
Parasitologi Kedokteran Gramedia pusaka utama Edisi 5 Jakarta
2. Tony Hart MB BS BSc PhD Frcpath Atlas berwarna mikrobiologi
Kedokterant EGC Edisi 2 1997 Jakarta
5. Analisis Kasus
Julus numerensis adalah nama Latin dari lipan / kaki seribu / kelabang. Dalam
banyak literatur disebutkan bahwa gigitan binatang ini berbahaya tapi tidak pernah
dilaporkan dapat menimbulkan kematian. Bisa (racun) lipan ini dalam beberapa
literatur dan internet adalah bersifat kardiotoksik. Antivenom lipan belum tersedia
sampai sekarang ini karena tidak cukup uji klinisnya.
Keluhan yang timbul akibat gigitan lipan adalah terasa nyeri pada tempat gigitan,
bengkak dan merah serta pada beberapa kasus pasien juga ada yang sampai
menggigil (demam), tapi setelah minum obat analgetik dan antibiotik akan sembuh
dengan sendirinya dalam beberapa hari. Kalau pun mati karena septikemia (infeksi
kuman dalam darah) setelah beberapa hari digigit karena tidak cepat diatasi ke
sarana pelayanan kesehatan terdekat seperti Puskesmas, dokter, RSUD, dll.
6. INDIKATOR PEMERIKSAAN
Catatan:
Walau sudah ada prosedur seperti di atas, pengalaman Robby Kayame bahwa
salah satu masalah serius gigitan lipan adalah rasa sakit sehingga korban
berteriak-teriak. Cara penanganan dilakukan disinfeksi daerah gigitan misalnya
digigit daerah jari maka dilakukan anatesi lokal sekitar jari dengan menggunakan
lidokain yang tanpa adrenalin . Suntik beberapa kali sekitar itu maksudnya untuk
memblok rasa nyeri yang menjalar ke atas, niscaya kesakitan itu akan hilang
seperti disulap.
Tabel 3.
Jumlah kematian berdasarkan jenis kelamin adalah sebagai berikut:
Tabel 4.
Jumlah kematian berdasarkan kelompok umur adalah sbb:
Jadi jumlah kematian akibat gigitan lipan di distrik Biandoga adalah sebanyak 1
kaus terjadi pada kelompok di bawah 1 tahun 6 kasus terjadi pada kelompok umur
(15-29 thn), 3 kasus terjadi pada umur (30-49 tahun) dan diatas 50 tahun sebanyak
4 kasus sehingga ada 13 orang yang masuk usia produktif ( usia kerja ).
Pasien yang digigit lipan dan telah mendapatkan pengobatan di Puskesmas adalah
sebanyak 60 kasus. (data terlampir)
Pengobatan masal yang dilakukan selama 3 hari sebanyak 130 pasien.
1. Kesimpulan
a. Dalam banyak literatur disebutkan bahwa gigitan binatang ini berbahaya tapi
tidak pernah dilaporkan dapat menimbulkan kematian. Bisa (racun) lipan ini
dalam beberapa literatur dan internet adalah bersifat kardiotoksik. Antivenom
lipan belum tersedia sampai sekarang ini karena tidak cukup uji klinisnya.
37 Robb y Ka yame, Arry Pong ti ku Ilmu Kesehatan Mas ya raka t: Be lajar d ari Lap angan 38
39 Robb y Ka yame, Arry Pong ti ku
FOTO-FOTO LUKA SAYATAN YANG DIBUAT OLEH MASYARAKT
AKIBAT SENGATAN LIPAN/KAKI SERIBU
47 Robb y Ka yame, Arry Pong ti ku Ilmu Keseha tan Mas yara ka t: Belajar dari Lapanga n 46
Pidato Pelatikan
KLB (Kejadian Luar Biasa) Malaria yang terjadi di pegunungan merupakan kasus
yang jarang terjadi, tetapi beberapa negara sudah pernah melaporkan adanya
KLB dan peningkatan kasus malaria seperti di Tibet (Song dkk,2009),Filipina
(Emer dalam Google.com akses 18/5/2010),Dataran Tinggi Afrika (Lindblade
dkk,2000). Kasus malaria pegunungan dilaporkan terjadi pada ketinggian sekitar
700-2100 dpl. Distrik Pogapa, kabupaten Intan Jaya merupakan bagian dari
dataran pegunungan tengah di Papua dengan ketinggian sekitar 2000 meter
dari permukaan laut dan suhu pada bulan Mei-Juni 2010 berkisar 19-25 derajat
Celcius. Berdasarkan data kunjungan di puskesmas Homeyo,malaria klinis sangat
jarang dilaporkan. Angka ini meningkat dengan tajam morbiditas dan mortalitas
pada bulan Maret-April-Mei-Juni 2010.
Data pada tabel di bawah ini menunjukkan dengan sample sebesar 670 dan slide
positif sebesar 258 maka Slide Positive Rate adalah 38,5%. Sedangkan proporsi
malaria falciparum (plasmodium falciparum dan mixed infections) di antara slide
positif adalah 89%. Malaria Tropika sering menyebabkan komplikasi serta kematian.
Proporsi Kasus anak (< 9 tahun) sebesar 26% ( Sumber data dari tim I, II dan III)
telah menunjukkan endemisitas malaria di wilayah tersebut. Pembesaran limpa
tidak bermakna pada kejadian outbreak ini menujukkan adanya serangan akut
dimana penyakit malaria baru nampak dipermukaan pada bulan-bulan terakhir ini.
Beberapa kampung yang belum di sur vey tetapi sudah memberitakan kematian
suspek malaria melalui masyarakat akan diinvestigasi lebih lanjut.
b. Mobilisasi Penduduk
Telah terjadi konsentrasi massa pada bulan Januari 2010 di kampung Bilai-Bamba,
lebih dari 1000 orang yang berasal dari desa-desa sekitar serta masyarakat
dari Timika, Nabire dan Jayapura menghadiri Mupas (Musyawarah Pastoral dan
perayaan hari jadi Intan Jaya di Sugapa yang juga dihadiri masyarakat distrik
Homeyo, diasumsikan memberikan resiko terjangkitnya dan meledaknya penyakit
malaria, dimana masyarakat yang datang dapat sebagai carrier malaria. Nyamuk
e. Imunitas
Walaupun malaria adalah penyakit endemis di Papua, namun penyakit ini jarang
dijumpai di tempat ketinggian. Namun karena faktor-faktor di atas ada seperti
tempat perindukan yaitu kolam-kolam yang tidak diisi ikan sehingga nyamuk dapat
berkembangbiak, mobilasasi penduduk, perubahan suhu dan kelembapan yang
menunjang berkembangnya nyamuk, lokasi yang jauh sehingga susah diakses
banyak korban berjatuhan, tetapi juga karena tidak ada imunitas /kekebalan
terhadap malaria. Orang yang baru pertama kena malaria sangatlah menderita
dan bisa segera menuju kematian, karena sel-sel darah merah pecah atau
lisis sehingga mereka bisa anemia, gangguan ginjal bahkan gangguan otak dan
meninggal.. Banyak tentara jaman perang korban dan bahkan kalah perang bukan
karena diserang musuh tetapi karena terkena malaria, transmigran banyak
Fogging ditujukan untuk membunuh nyamuk dewasa, tetapi dengan lokasi yang
luas, hutan dan berbukit-bukit mungkin kurang efektif. Namun Fogging lebih
ditujukan untuk mengurangi kecemasan masyarakat.
Gbr.5. Pengasapan/fogging
KESIMPULAN
• Telah terjadi Kejadian Luar Biasa (outbreaks) malaria di 10 kampung dengan
total kematian suspek malaria sebanyak 55 orang dari populasi 3488 (CDR=1.6%),
serta ditemukannya vektor nyamuk anopheles dengan dominan kasus plasmodium
falciparum.
Ucapan Terimakasih:
Tim Investigasi dan Penanggulangan KLB di Distrik Homeyo
• Tim I (13 -17 Mei 2010)
Yermias Kobogau, A.MK, Ishaq Pawennari, S.KM,dr. Rehatta Linda
Elisabeth, Yosep Tipagau, S.Kep, Irenius Siriyei, Ishak Zapagau
Kejadian Luar Biasa (KLB) diare tersangka penyakit vibrio kolera dapat dilaporkan
pertama oleh masyarakat Kabupaten Dogiyai kampung Ekemanida dan sekitarnya
pada tanggal 6 April 2008, menggingat tingginya mobilitas penduduk dari dan ke
Kabupaten Paniai, tidak menutup kemungkinan penyebaran ke wilayah ini, untuk
itu pihak Dinas Kesehatan telah membentuk Tim Siaga KLB Kabupaten yang di
Ketuai Kasubdin P2PL Dinas Kesehatan dengan beranggotakan 3 dokter dan 5
perawat, yang dilengkapi dengan obat-obatan dan peralatan seadanya.
Kesakitan dan kematian yang menimpa keluarga Derek Boma (40) tahun adalah
sebagai berikut; yaitu pada tanggal 15 Mei 2008, mengunjungi saudaranya Aplena
Keiya (38) yang sakit munta,menceret dirawat di Rumah Sakit Enarotali, setelah
mengunjungi adiknya Marike Keiya (25) yang meninggal di Kampung Ekemanida
Setibanya di rumah, istri Derek Boma (Ance Keiya) merasa perut sakit, mules,mual
dan menceret, 5-6 kali dalam sehari tiga hari berturut-turut, dengan menularkan
pada tiga orang dalam keluarga yaitu nene Marta Adii (48), dan anak Mer y Boma
(6) dan Maria Mote (18); akhirnya pada tanggal 18 Mei 2008, tiga diantaranya
meninggal dunia sementara Maria Mote di evakuasi ke Rumah Sakit Enarotali
oleh Tim Medis.
Tim Investigasi melakukan active case faunding, dari rumah ke rumah, sambil
melakukan kaporisasi sumber air minum, penyuluhan dan pengobatan yang sakit,
dan pembentukan posko penanggulangan yang dikordinir oleh seorang dokter
selama satu bulan, sambil melakukan evaluasi berkala tentang perkembangan
dari kasus ini.
Pada tanggal 29 Juli 2008, seorang anak berumur 2 tahun dilaporkan meninggal
dunia akibat dehidrasi berat oleh dokter Puskesmas Kebo 1, menurut keterangan
ibunya bahwa telah mendapatkan pengobatan sebelumnya di Rumah Sakit
Enarotali,namun tidak ada perubahan, di daerah ini telah terjadi trasmisi penyakit
yang luar biasa, dengan jumlah kasus 111 kasus dan 62 orang diantaranya
meninggal dunia, tingginya kasus kematian didaerah ini disebabkan karena
lambatnya laporan kejadian oleh masyarakat kepada petugas kesehatan setempat
dan issue penyebab kematian menyimpang alias karena racun.
Penyebaran kasus diare di Distrik Tigi Barat yaitu Ayatei, Gakokebo, Debei,
Piyamatadi adalah tidak berkaitan dengan penyebaran kasus di beberapa distrik
sebelumnya, kasus di daerah ini berjumlah 52 kasus, 11 diantaranya meninggal
dunia, kejadian kasus ini terjadi pada minggu ke 45, 46 pada bulan Nopember
3 s/17 Nopember 2008, untuk mengatasi kasus ini telah kami turunkan tim gerak
cepat Dinas Kesehatan kabupaten Paniai.
Laporan terkini dan terakhir bahwa pada minggu ke 47, 48, dan 49 dan 50 tanggal
24 Nopember-15 Desember 2008, masih terjadi peningkatan kasus sebanyak
75 kasus dan 34 orang diantaranya meninggal, di desa Dagouto, Uwamani,
Badauwo, Toko, dan Eduda, dari total kasus tersebut 28 orang kasus berat
diantaranya telah dievakuasi ke Rumah Sakit Enarotali, dua diataranya di rawat
dirumah penduduk di Enarotali. Kasus kejadian dan krologis penyebaran penyakit
1. Waktu Kejadian
Tabel 1.
2. Golongan Umur
Tabel 2. DATA KASUS KOLERA BERDASARKAN GOLONGAN
TAHUN 2008
Dari data diatas ini menunjukan bahwa sejak kasus diare dan muntah
berak, masuk wilayah Paniai, pada tanggal 15 Mei 2008 atau minggu ke 23,
34, 25 terjadi 21 kasus, 11 meninggal dunia,di Kampung,Wotai, Kotomoma,
Enarotali; pada minggu ke 28,29, kasus 9 dan 8 meninggal di kampung, Beko dan
Okaitadi Distrik Paniai Barat (Obano), tingginya angka kematian pada beberapa
kampung ini dapat di sebabkan oleh lambatnya informasi yang di berikan, awal
kejadian kasus tersebut pada malam hari sehingga persiapan dana, obat-obatan
serta transportasi lambat.Dari grafik diatas menunjukan bahwa kasus pada
minggu ke 36 s/d 50 terjadi peningkatan kasus dan kematian di kampung kebo,
Yagai, Paiyogei, Pasir Puti,Uwamanai, dan Awabutu Paniai, Dagouto, Uwamani,
Badauwo, Toko dan Eduda karna infomasi lambat, tidak ada dana dan petugas
lambat penangganannya, lagipula masyarakat tidak percaya pada petugas
kesehatan yang ada.
Pada Tabel 2 diatas menunjukan bahwa kasus pada anak-anak lebih tinggi
di dibanding pada kelompok umur dewasa dan orang tua, hal ini dapat disebabkan
karena daya tahan tubuh anak sangat rentan, sementara status gizi bayi dan balita
sangat menyedikan (dapat dilihat pada gambar terlampir).Sementara kasus pada
table 3 dapat dianalisis bahwa di Distrik, Paniai Timur, Kebo, Obano dan Tigi Barat
lebih tinggi dibandingkan kasus di Distrik Yatamo, Ekadide, serta daerah lain, hal
Berkaitan beberapa hal tersebut diatas maka peningkatan kasus diare sewaktu-
waktu dapat terjadi untuk itu perlu kewaspadaan dini melalui siaga, tenaga,
dana, sarana termasuk obat-obatan serta dukungan pemerintah dan masyarakat
terutama dalam memberikan data, informasi tentang kejadian kasus.
1. Pada tanggal 20 September 2006 terjadi perang saudara lokal antara marga
Hanau dengan Wamuni selama ± dua bulan. Peristiwa perang saudara itu
terjadi hanya masalah Persangkahan pemerkosaan seorang Istri dari marga
Hanau yang dicurigai diperkosa oleh salah satu pemuda dari marga Wamuni.
Terjadilah pertikaian antara kedua marga ini hingga terjadi perang saudara,
dan suasana ini semakin tegang sampai masyarakat tidak melakukan
aktivitas berkebun, karena takut diserang.
2. Ironisnya pada bulan juni terjadi perang suku antara suku Dani dengan Suku
Amugme di Kabupaten Mimika. Disana ada salah satu suku Duma dama
marga Diwitau terkena panah lalu orang tersebut meninggal dunia. Maka
saudara-saudara yang ada di Distrik Duma dama sebagian ke Timika jalan
kaki selama5 hari untuk membantu perang, pihak Amugme karena hubungan
antara suku Amugme di Timika dengan Masyarakat di Distrik Duma dama
sangat erat berdasarkan kehidupan menek moyang kedua Suku tersebut.
3. Saat Pertikaian terjadi di Distrik Duma dama dan Timika, terjadilah musim
hujan kira-kira ± 1 bulan lamanya, di Distrik Duma dama sehingga terjadi
banjir yang sangat besar. Karena masyarakat Duma dama berkebun
di pinggir-pinggir sungai maka kebun mereka ikut terhanyut. Penduduk
setempat berada dilereng-lereng gunung. Sehingga pilihan mereka satu-
satunya tempat bercocok tanam adalah di pinggir-pinggir sungai. Maka
terjadi kesulitan mendapatkan makanan yang mengakibatkan kelaparan
yang tak berujung yang memungkinkan kematian.
2. Tujuan Investigasi
a. Mencari kebenaran data berupa
• Data lengkap korban (Identitas Pasien, dan Tempat kuburan)
• Penyebab kematian yang diklasifikasikan dalam tiga kelompok:
1. Kematian disebabkan oleh murni kelaparan.
2. Kematian disebabkan oleh penyakit kronis yang diperburuk kelaparan.
3. Kematian disebabkan oleh perang saudara dan perang suku.
• Waktu kematian diklasifikasikan menjadi 2 kelompok:
1. Kematian sebelum perang suku/saudara (November 2006).
2. kematian paska perang suku (Desember 2006-sekarang).
• Tempat/alamat korban.
c. Berdasarkan Usianya:
Dari 19 kasus kematian akibat musibah kelaparan Duma dama didapatkan :
• Anak ( 1 – 10 thn ) sebanyak 6 kasus.vvv
• Remaja - Dewasa ( 10 – 30 thn ) sebanyak 8 kasus.
• Orang tua ( 30 thn keatas ) sebanyak 5 kasus.
Dalam hal ini Tim telah disepakati bahwa penanganan kasus (masalah gizi) kepada
anak berdasarkan beberapa klasifikasi yaitu :
1. Klasifikasi KKP sedang dan ringan.
Penanganan dilakukan puskesmas Dumadama, lewat bantuan makanan
tambahan dalam bentuk kacang hijau, susu, gula dan telur yang disuplaikan
ke lokasi bencana kelaparan oleh subdin KESGA (Kesehatan keluarga)
Dinas Kesehatan Kabupaten Paniai.
2. Klasifikasi KKP berat tim telah merujuk ke Rumah Sakit Umum Daerah
(RSUD) Kabupaten Paniai sebanyak 7 orang anak (Daftar Nama Terlampir
pada tabel).
KESIMPULAN SARAN/REKOMENDASI
A. KESIMPULAN
1. Paskah perang suku Duma dama bulan November 2006 masyarakat masih
merasa takut / was- was untuk bercocok tanam / berkebun dan diperburuk
dengan hujan terus menerus yang menyebabkan banjir sehingga masyarakat
Dumadama dilanda musim kelaparan yang tak berujung.
KEPALA DINAS KESEHATAN MEMELUK SALAH SEORANG ANAK GIZI BURUK DARI
DISTRIK DUMA DAMA DI RSUD PANIAI.
KABUPATEN PANIAI
Terharu: “ Anak Saya yang Pertama dipanggil oleh Tuhan, ketika Kami sedang bersiap-
siap hendak meninggalkan rumah menuju ke Enarotali”
Ibu Anamilka Dimbau bersama anaknya, Yustinus Dimbau, di Evakuasi dari Distrik Duma
Dama ke Enarotali, dan akhirnya dirawat sacara intensif di Rumah Sakit Umum Daerah
(RSUD) Kabupaten Paniai.
Jumlah total sampel yang terkumpul untuk studi Hepatitis yaitu 172 sampel.
Sampel diperoleh dari Puskesmas yaitu 128 sampel dan RSUD Paniai 44 sampel.
Sedangkan untuk studi Avian Influenza jumlah sampel dari Puskesmas yaitu 97,
RSUD Paniai 41, dan pasien HIV 14, tahun 2014 kerjasama dengan Institute of
Tropical Disease, Universitas Airlangga & Indonesia-Japan.
6. Dari 16 sampel pasien yang telah terinfeksi HIV (HIV positif) didapat: 4
sampel dengan HBsAg positif, dan tidak ada sampel yang terinfeksi VHC.
Hal ini menandakan 4 sampel pasien HIV positif memiliki koinfeksi dengan
VHB.
1.2. Pada sampel dari RSUD: Prevalensi seroproteksi terhadap H1 lebih dari
60%. Prevalensi seroproteksi terhadap H1 USSR 0%. Prevalensi seroproteksi
terhadap H3 ±14%. Prevalensi seroproteksi terhadap H5 0%.
Saran: Dibutuhkan jumlah sampel yang lebih banyak lagi agar dapat mewakili
kondisi dari populasi di Kabupaten Paniai. Tim Peneliti berharap dapat
mengambil sampel yang lebih banyak lagi dari populasi di Paniai sehingga
didapatkan data yang lebih akurat.
Saran: Tim Peneliti membutuhkan sampel dari babi dan ayam yang ada di
Paniai dengan metode swab rongga mulut hewan tsb untuk dapat mengisolasi
VHE dan Virus Avian Influenza (AI). Hal ini untuk dapat melihat apakah ada
keterkaitan VHE dengan hewan jenis babi dan ayam yang ada. Selain itu
Virus AI hanya dapat diisolasi dari hewan yang terinfeksi bukan dari serum
manusia.
Saran:
• Diperlukan sosialisasi kepada Tenaga Kesehatan di lapangan untuk dapat
membedakan seseorang yang terinfeksi AI dengan yang terinfeksi malaria,
sehingga dapat diberikan terapi yang tepat. Karena baik pasien dengan
malaria atau AI dapat memberikan gejala klinis yang hampir sama.
• Prevalensi seroproteksi terhadap H5 0% pada sampel dengan HIV
negative menandakan bahwa sampel tidak memiliki antibody terhadap virus
H5. Sedangkan sampel dari HIV positifl ebih dari 50% pernah terinfeksi H5.
Hal tsb harus diwaspadai karena suatu waktu virus H5 dapat menjadi
endemik di Enarotali atau Paniai karena dapat menular sedangkan
masyarakat belum memiliki antibody terhadap virus H5.
4. Tim Peneliti ingin mengambil sampel dari pasien dengan HIV positif lebih
banyak lagi selain dari RSUD dan Puskesmas juga dari kelompok-kelompok
khusus misalnya: PSK (pekerja seks komersil) dan kelompok transgender
(apabila ada).
5. Saat ini studi pada hepatitis masih dilanjutkan dengan pemeriksaan molekuler
untuk mendeteksi Genotipe dari VHB dan VHC pada sampel dengan HBsAg
positif, atau anti-VHC positif. Namun masih memerlukan waktu beberapa
bulan lagi karena tingkat pemeriksaan yang lebih kompleks.
6. Pencegahan terhadap penularan VHB, VHC dan HIV perlu dilakukan begitu
juga dengan sosialisasi di masyarakat, karena ke-3 virus tsb memiliki metode
penularan yang sama.
(Anonym)
A.Latar Belakang
Kesehatan merupakan bagian dari kehidupan manusia sehingga setiap individu
dan masyarakat harus berupaya peningkatan derajat kehidupannya secara
optimal. Kesehatan juga merupakan hak paling utama yang mempunyai kedudukan
yang sama terhadap seluruh umat manusia sehingga dalam pelayananpun tetap
memperhatikan hak-hak sesama manusia dalam pemerataan, keadilan, antara
mayoritas dan minoritas, stratasosial tinggi dan rendah, antara masyarakat
pedalaman dan perkotaan.
Penyakit HIV AIDS adalah masalah global yang membawa dampak yang sangat
luas dalam sendi-sendi kehidupan manusia, untuk memberikan respons pada
epidemi ini masing-masing negara memiliki strategi yang berbeda–beda sesuai
dengan jumlah kasus dan sumber daya yang dimilikinya. Indonesia yang memiliki
berbagai provinsi dan kabupaten tentunya memilki kebijakan yang berbeda sesuai
kasus dan sumber daya yang dimilikinya.
Data kasus sampai dengan akhir Januari 2013 di Kabupaten Paniai, berjumlah
2.557 kasus yang terdiri dari 1.191 kasus HIV dan 1.366 kasus AIDS dengan
komulatif kematian yang tercatat sebanyak 260 (10%), sementara yang
memperoleh Antiretroviral (ARV) hanya 115 orang atau 4,5% dari total kasus HIV
AIDS di Kabupaten Paniai. Data diatas diartikan 95,5%, belum terakses ARV,
rendahnya ODHA yang menerima layanan ARV di Rumah Sakit dan Puskesmas
dapat berpeluang besar menurunkan kualitas hidup ODHA (DinkesPaniai, 2012).
Beberapa faktor yang berpengaruh tingginya kasus HIV / AIDS dan rendahnya
akses ARV adalah faktor resiko tingginya kasus ini melalui sex bebas sebanyak
82% dan 18% lain belum jelas faktor resiko. Sebagai bahan bakar terjadinya sex
bebas karena adanya budaya emaida, tegauwa ser ta sedang tergesernya nilai,
norma budaya asli akibat pengaruh otonomi daerah serta penambangan emas
mendorong peredaranuang yang tinggi di masyarakat (Leslie Butt, dkk, 2010)
dan rendahnya akses ARV adalah karena geografis, transportasi dan komunikasi,
rendahnya kemampuan pembiayaan serta faktor sosial budaya lain (Amibor PO
gunrotifa AB, 2012). Kurangnya dukungan, rendahnya pelayanan kesehatan
dan yang rasis, kurangnya informasi, semuanya membatasi orang untuk akses
hak, semuanya itu merupakan pemicu stigma informasi dipegunungan Papua
(LeslieButt, Jack Morin, dkk, 2010).
Hak hidup dan hak mendapat pelayanan kesehatan yang baik adalah tujuan dan
harapan semua manusia, untuk itu semua manusia mempunyai cara berbeda
dalam rangka mempertahankan kehidupannya lebih baik. Berkaitan dengan
hal ini khusus suku Mee Paniai Papua, mencari solusi agar keluarganya dapat
perawatan yang baik dan nyaman. Masyarakat di daerah ini memiliki kesadaran
yang baik untuk mendapatkan layanan pada fasilitas kesehatan yang disiapkan
namun karena berbagai faktor dapat mempengaruhi aksesnya, sehingga praktek
pelayanan di rumah menjadi pilihan bagi suku Mee Paniai Papua, bila hal ini terus
berlanjut tanpa solusi maka angka putus obat tentu akan terus bertambah, untuk
itu perlu upaya menaikan angka cakupan akses ARV bagi ODHA di masyarakat
Papua melalui jejaringan kolaborasi antara petugas kesehatan, keluarga, gereja
dan masyarakat.
1. Memo, merupakan teori yang kita buat dan ditulis dalam bentuk naratif
sehingga hubungan antara kategori inti atau variabel-variabel dapat
diterangkan. Untuk memudahkan memo ini dibuat gambar dan bagaimana
teori ini bekerja.
Pasien
9.Pelayanan yang
Berkesinambungan
6. Penget ahuan 10. Dukungan masyarakat /
dirasakan
Terus menerus
Stakeholders
Proaktif,Inovatif,Comprehensif
3. Sikap Pemimpin
5. Sikap Petugas 4.Kearifan Lokal Pendekatan
Penentu Sosial Budaya
Regulasi (Otsus) Provider
1. Isu (polit ik,
Kemanusiaan) 2. Fakt a
Energi 1
Memo
2. Berdasarkan konteks lokal Suku Mee di Kabupaten Paniai maka terbentuk teori
baru yang diberi nama Teori Prilaku Mencari Pertolongan Kesehatan Proaktif
(Proactive Health Seeking Behaviour Theory).
Proposisi:
1. Perubahan Prilaku Kesehatan dapat terjadi dengan cepat melalui pendekatan
Proaktif yang menjembatani antara Pemberi Pelayanan Kesehatan (Provider)
Asumsi
Penerapannya teori ini pada suatu wilayah dapat dilakukan apabila pemimpin
yang bagus, punya hati yang peduli dan berani serta didukung oleh sumber daya
serta nilai dan norma yang mendukung. Situasi daerah yang aman , tanpa tekanan
dan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah atau pemberi pelayanan relatif
cukup.
485 487
373
180 160
94 108 108
2 5 3 2 13 176 46 5722 27 25 22
12 7 5 16 12
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des Total
Catata n
Bulan desembe r Te rliha t rendah ka rena , hanya data RSUD saja , dan RSUD lakukan tutup buku
pelaporan pada tanggal 13 desembe r 2013, sebelum a khi r pe riode pelaporan yang biasanya
di tutup pada tanggal 25 setiap bulan.
Grafik ini menunjukkan dari bulan Januari – Juli 2013 cakupan program sebelum
dilakukan inter vensi jumlah orang yang melakukan test HIV sebanyak : 368 orang
atau rata-rata orang dilakukan test selama 7 bulan adalah 6 orang setiap bulan.
Hasil yang reaktif (positif) sebanyak :58 orang. Pada tanggal 1 Agustus 2013,
Bupati Kabupaten Paniai melakukan Launching Pemeriksaan HIV masal.Sejak
bulan Agustus hingga bulan Desember 2013 nampak kencenderungan terjadi
peningkatan. Total cakupan pada 5 bulan terakhir adalah: 1633 orang dan kasus
yang reaktif sebanyak 102 orang. Pada bulan desember data belum semua
lengkap karena hanya berasal dari RSU Paniai. Rata-rata orang diperiksa setiap
bulan pada 5 bulan terakhir sebesar 323 orang. Jadi jika dibandingkan rata-rata
perbulan pre dan post intervensi terjadi peningkatan cakupan sebanyak 53 kali
lipat.
39%
35%
26%
14% 15%
12%
485 487 8%
7%
373 7%
5% 5%
3%
180 160
94 108 108
253 213 17 6 46 5722 27 25 22
12 7 5 16 12
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des Total
Berdasarkan data 2013 ini dari total cakupan dalam satu tahun adalah 2001 orang
dan total kasus reaktif sebanyak 160 orang, maka proporsi kasus reaktif (positif)
HIV/AIDS sebanyak 8% , hal ini menunjukkan kurang lebih 3x lipat lebih tinggi dari
data Prevalensi HIV di Tanah Papua sebesar 2,4% berdasarkan Survei Terpadu
HIV & Prilaku (STHP) pada tahun 2006. Dapat pula diartikan ada 8 di antara
100 orang usia produktif di Paniai diperkirakan beresiko menderita HIV/AIDS.
Pada penelitian ini, tidak menampilkan usia tetapi hal ini penting untuk melihat
trend penularan pada usia yang lebih muda dari tahun ke tahun.Data ini juga
tidak menampilkan data gender yang penting untuk menilai aksesibilitas terhadap
pelayanan kesehatan dan juga penularan HIV di antara perempuan muda dan ibu
rumah tangga.
27
25 25 25 25 25
93% 88%
22 22 22 22
21
16
14 14 14
50%
12
11 11 11
38%
32%
9
8 8
7
6 6
Temuan dalam penelitian cukup signifikan terhadap kontribusi teori health seeking
behavior yang mana, teori –teori besar Prilaku Kesehatan sebelumnya lebih
mengfokuskan kepada penderita oleh masyarakat seperti : a) The Health Belief
Model (HBM) dari Sheeran dan Abraham (1995) ; b) The Theory of Reasoned
Action (Fisbein & Ajzen) dan The Theory of Planned Behaviour (Conners & Sparks,
1995); c) The Health Care Utilisation Model (Andersen & Newman,1973) kemudian
dimodifikasi oleh Kroeger tahun 1983; d) The Four As; e) Pathway models dari
Good (1987) dan f) Ethnografic decision-making model (Garro,1998 dan Weller,
1997) seperti dikutip Susana Hausmann Muella dkk (2003). Pada penelitian ini telah
menyatukan antara penerima pelayanan (resepien) yaitu penderita dan masyarakat
terhadap pemberi pelayan (provider) yaitu petugas kesehatan atau pemerintah/
swasta. Situasi dua arah yang mengawinkan menjadi satu untuk bekerjasama
melakukan suatu perubahan ataupun percepatan. Memberikan akses sebesar-
besarnya dan menjadi universal access dalam pelayanan khususnya dalam
pemeriksaan,perawatan dan pengobatan ODHA dan memberikan dukungan
kepada mereka.
Kualitas
Hidup ODHA
Jejaring
Layanan Testing Akse s
Kolaboratif HIV/AIDS Masal Layanan ?
dan Deteksi Dini
Nilai ,Norma
Budaya: Lay a n an
Owada,Ebamukai Kampung dan
, Ajii, Akiya ma
Akikida Doutou, Rumah Adat (Layanan O d a a Kepatuhan
O w a d a) Telan Oba t?
II. PENUTUP
Kesimpulan
Penelitian ini telah menghasilkan teori baru Prilaku Mencari Pertolongan Kesehatan
Proaktif yang dikembangkan dari konteks lokal Suku Mee di Paniai Pegunungan
Tengah Papua. Adapun Proposisi teori adalah sebagai berikut:
1. Perubahan Prilaku Kesehatan dapat terjadi dengan cepat melalui pendekatan
Proaktif yang menjembatani antara Pemberi Pelayanan Kesehatan (Provider)
maupun Penerima Pelayanan Kesehatan (Resepien) yaitu penderita atau
masyarakat.
SARAN
Ada 3 harapan dari penulis yaitu : a) Tidak ada orang Mee yang terjangkit infeksi
baru HIV, b) Tidak ada orang Mee yang dikucilkan oleh keluarga dan masyarakat
karena HIV/AIDS, c) Tidak ada orang Mee yang meninggal karena penyakit HIV/
AIDS. Oleh karena itu beberapa saran diberikan adalah sebagai berikut:
1. Pada situasi HIV/AIDS sudah sangat tinggi di Papua , cara-cara yang sifatnya
menunggu reaktif dapat digantikan dengan cara pendekatan proaktif dengan
tetap mengikuti standar-standar program kesehatan.
KEPUSTAKAAN
Robby Kayame, 2014, Pendekatan Proaktif Berbasis Budaya lokal Dalam
Penanggulangan HIV/AIDS,pada suku Mee Pegunungan Tengah Papua (Disertasi
Doktoral, Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin)
Papa,
Sebelum pesta berlangsung
Izinkan aku menengok ke belakang
Disana sahabatku yang miskin
Hidup dengan berjualan Koran
Papa,
Dia teman sekelasku
Juga lulus dalam ujian
Nilainya yang tinggi
Sangat kusayangi
Kini,
Aku minta kesediaan papa
Menyerahkan biaya pestaku
Untuk meringankan ongkos
Masuk sahabatku di SMA
(Soekri St)
• Tidak ada perbedaan prevalensi HIV pada laki-laki & perempuan, 2,3%
pada
laki-laki & 2,2%pada perempuan.
• Prevalensi HIV jauh lebih tinggi pada laki-laki yang tidak disunat,
2,9%
dibandingkan dengan laki-laki yang disunat, 0,1%.
• Prevalensi Sifilis aktif pada populasi umum di Tanah Papua adalah 4,5%
• Prevalensi Sifilis aktif lebih tinggi pada suku Papua, 5,7% dibandingkan
dengan bukan Papua, 0,4%.
• Prevalensi Sifilis aktif juga lebih tinggi pada laki-laki yang tidak disunat,
4,8%
123 Robb y Ka yame, Arry Pong ti ku
dibandingkan laki-laki yang disunat, 1,1%.
Survei ini merupak an k erja sama antara Kementrian Kesehatan Indonesia, Dinas Kesehatan
Propinsi Papua Barat, Dinas Kesehatan Propinsi Papua, Dinas Kesehatan Kabupaten /
Kota yang terpilih sebagai sampel, Laborat otium Kesehatan Regional P apua, B adan Pus at
Statistik dan Family Health I nternational 360. Dana pelak sanaan dan duk ungan tek nis
Catatan : Saat ini KPA Provinsi Papua terus mendorong sirkumsisi pria sukarela
merupakan salah satu strategi untuk mengurangi resiko terjangkit HIV dan IMS
(infeksi menular seksual)
• Inisiasi ART (pemberian ARV) tanpa melihat stadium klinis WHO dan
berapapun jumlah CD4
• Pengobatan TB harus dimulai dahulu, kemudian obat ARV diberikan
dalam 2-8minggu sejak mulai obat TB.
• Pada ODHA dengan CD4 <50 sel/mm3, ARV dimulai 2 minggu setelah
pengobatan TB
• Untuk ODHA dengan meningitis kriptokokus ARV dimulai 5 minggu
setelah pengobatan kriptokokus
• Bayi umur <18 bulan yang terdiagnosis HIV, segera mendapat ARV
Si burung besi pesawat Susi Air terbang tanggal 22 April 2015 dari
Enarotali menuju Youtadi yang merupakan distrik baru Kabupaten Paniai.
Pesawat Susi Air yang dikemudikan seorang pilot berkebangsaan New Zealand
dengan 6 penumpang melewati sela-sela kabut dan gunung- gunung, berapa kali
ada gocangan karena angin dan juga harus naik lebih tinggi melampaui awan.
Penerbangan yang sulit karena perlu manuver-manuver di sela-sela gunung dan
kabut tersebut , seorang di antara kami yang masih jarang terbang mengatakan
seperti jantungnya mau copot. Hanya dalam waktu waktu 15 menit kami sudah
melihat lapangan rumput di Youtadi. Kalau berjalan kaki dari Enaro ke Youtadi
oleh masyarakat asli dilakukan selama 2 hari 2 malam, dekat di mata , jauh di
kaki. Saya teringat perjalanan saya beberapa tahun lalu di Pogapa Intan Jaya
dan Korowai yang kelihatan di peta sangat dekat atau dari pesawat terlihat
dekat namun jalannya dari pagi sampai malam. HeeeengSheeeeng .ummmmm,
S.ummmm pesawat berbaling-baling satu landing dengan mulus, masyarakat
ternyata sudah menunggu. Hampir semua tempat yang saya pernah kunjungi di
pedalaman kedatangan pesawat atau kapal merupakan hiburan tersendiri bagi
masyarakat. Mereka menari-nari mulai maju kemudian mundur, menjadi satu
kelompok Skemudian beberapa orang pria dan wanita mulai berputar-putar dan
setengah lari, mulai menari-nariS.saya tidak melihat mereka menggunakan tifa
seperti orang Papua di pesisirS. tapi suara mereka waeSwoSShem heeS
hee waeSwooo heemm hee sangat harmonis seperti koor dengan suara satu
dua tiga dan empatSsesekali dengar lengkingan tinggi dan gemercing antara
panah dan busur. Tim yang terdiri dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Paniai
Dr.Robby Kayame,SKM,MKes, Dr.dr.Arr y Pongtiku,MHM (konsultan kesehatan
dan pemerhati masyarakat pedalaman), Ilham (tenaga Laboratorium), Pak Samuel
E.Kobepa (Kepala Distrik Youtadi yang baru ditunjuk), Yulianus Kadepa (Kepala
Puskesmas Youtadi juga yang baru ditugaskan) serta Mr.Fitus (wartawan dari
Jayapura). Kami di terima oleh masyarakat dan tua-tua kampung termasuk oleh
2 orang gembala dari gereja Kemah Injil Papua (Kingmi) dan Gerja Kemah Injil
Indonesia . Syukur yang berlimpah kepada Tuhan karena kami bisa sampai dengan
selamat dan bertemu dengan masyarakat. Youtadi sebenarnya suatu kampung tua
Masyarakat di sini sudah kawin campur antar tiga suku ,” Sebenarnya seperti
orang Mee dan Moni tidak boleh saling kawin karena seperti kakak dan adik , tapi
anak sekarang malas stau , begitu pula ada fam-fam yang masih sekeluarga dalam
adat suku Mee tidak boleh kawin antar mereka, pamali kata orang tua-tua“ tutur
Pa Robby Kayame. Mbubumbaba tempat asal nenek moyang suku Moni dan Mee
mereka percaya bahwa kedua suku adalah saudara kandung, kakak dan adik S
mereka percaya salah satu dari mereka pasti mati jika kawin hal ini dipegang teguh
oleh masyarakat hingga tahun 1980-an, tetapi akhir-akhir ini karena kemajuan
tidak jarang masyarakat Moni dan Mee kawin seperti contoh terjadi di Youtadi.
Saya sebagai peneliti merasakan suatu hal yang berbeda yang saya temukan di
Youtadi apakah karena percampuran tersebut sehingga masyarakat begitu ramah,
sehingga menarik nilai-nilai positif rasa bersahabat dan saling menghormati.
Mereka menari dari pagi hingga malam, dan begitu juga waktu mengantar kami
hingga kami terbang. Pa Robby, what does it mean people danced very much and
they repeated it again and again? Ya dr Arr y mereka sangat gembira dan menerima
kita dengan sepenuh hati tapi lebih dari pada itu mereka mau mendukung apa
Di kampung Youtadi tidak ada satupun kios (warung) atau orang berjualan
maupun orang pendatang, saya melihat kalau ada masyarakat yang bawa nota
(ubi jalar) maupun keladi dengan cepat mereka bagikan dengan yang lain.
Kamipun tak habis disodori nota dan jagung bakar. Siang hari setelah pelayanan
kesehatan ada bapa yang bertanya apakah di antara kami ada yang tidak makan
daging babi, dan seorang teman beragama Islam akan dicarikan ayam. Beberapa
waktu kemudian seorang ibu memperlihatkan ayam, saya lihat beberapa meter
ayam kepalanya sudah turun. Wah sore hari kami disajikan ayam rebus dengan
campur sayur, ubi jalar dan keladi bakar rasanya enak sekali, tapi waktu malam
Puji Tuhan dalam perjalanan saya dari Nabire ke Jayapura di atas pesawat Wings
Air saya bersebelahan dengan bapa Philipus Wandagau (Kasubag Kelembagaan
Sekda Intan Jaya) saya dapat melakukan triangulasi dari data yang saya dapat di
lapangan terutama tentang budaya.Pada suatu ketika saya menanyakan kepada
Pa Robby “ Pa, dulu di Dadou dan sekarang di Youtadi, bapa meminta bakar
batu ,apa hubungannya dengan pelayanan kesehatan?”. Ya , dr Arr y sebenarnya
Kesehatan masyarakat
Dalam pelayanan kesehatan di daerah terpencil dilakukan secara integrasi sehingga
kita dapat memberi pelayanan yang lebih komprehensif. Sering pelayanan ke
pedalaman kurang dihargai orang, katanya pelayanan yang mubasir dan tidak
dapat berkesinambungan dan mahal. Tapi kalau kita renungkan bukankah kita
harus mengutamakan human rights (isu kemanuasian ) dan equity (pemerataan)
Seorang anak muda Yosias menderita kusta dengan luka yang membusuk
dikakinya dia berjalan kaki cukup jauh 2 hari lalu, pernah diberi pengobatan di
Enaro beberapa papan saja sehingga saya minta harus dilanjutkan pengobatan
MDT sampai selesai serta saya mengajarkan perawatan luka (Self Care).
Merawat luka kusta yaitu dengan merendam kaki dan tangan dengan air biasa
kemudian mengolesnya dengan minyak kelapa. Kalau luka yang sudah bernanah
atau membusuk seperti yang dialami Yosias, kita bisa tambah air dengan garam
sehingga dengan daya osmosis , kotoran pada luka dapat tertarik keluar.
Yosias juga baru memotong jari tangannya karena orang tuanya meninggal dan
lukanya belum sembuh. Saya sangat sedih dan menyayangkan praktek/budaya
potong jari karena dapat menggangu produktifitas dan mencari nafkah maupun
daya survival/juang di medan yang berat. Jari-jari penting untuk kemampuan
memegang dan mengengam (grasping).
Setelah 2 hari di Youtadi kami kembali dijemput dengan pesawat Susi Air,
masyarakat mengantar kami berbondong-bondong dan terus menari. Saya lihat
ibu-ibu membawa anak, bahkan anak kecil mengendong adiknya, ada ibu yang
bawa kayu yang besar dengan entengnya, sedangkan kami berjalan sudah ngos-
ngosan menuju lapangan tumput. Sambil menunggu para pemuda bermain bola.
Saya katakan kepada pa Robby kalau ke pedalaman kita harus menghadiahkan
masyarakat bola dan juga net bola volley. Orang Papua yang postur tubuh atletis
dan kuat sudah terbentuk secara alamaiah harus perlu dikembangkan olah raga.
Ucapan terimaksih:
Pemerintah Kabupaten Paniai yang memberikan perhatian dan dukungan dana,
drg Alosius Giyai, MKes (Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Papua), dr.Beeri Wopari
(Kabid PMK, Dinas Kesehatan Provinsi Papua) mendorong pelayanan dokter kaki
telanjang, Netherlands Leprosy Relief dukungan pelayanan terintegrasi.
Wilayah kerja Distrik Sugapa ± 14.000 (km2). Dengan suhu udara 15-25 °C.
Transportasi yang digunakan pesawat terbang dengan waktu 20 menit dan berjalan
kaki dari Ibukota Kabupaten ± 4 hari lamanya. Sistem lahan Wilayah Geografis
yang memiliki sifat khas pada bentuk lahan, struktur batuan dan tanah, serta iklim
tropis.
Jumlah tenaga yang dimiliki sat ini adalah 4 orang perawat, 1 orang tenaga honorer
dan 3 orang bidan.
B. DEMOGRAFI
Berdasarkan data tahun 2006/2007 Puskesmas Bilogai didukung oleh sarana dan
prasarana, yaitu:
4. Sarana Pendidikan
Taman kanak-kanak ( TK )
a. Negeri : Tidak ada
b. Swasta : 2 buah
Sekolah Dasar ( SD )
a. Negeri : 5 buah
b. Swasta : 3 buah
SLTP
a. Negeri : 1 buah
5. Sarana Ibadah
a. Masjid : 1 buah b.
Gereja : 22 buah
c. Pura : Tidak ada
d. Vihara : Tidak ada
6. Tempat Umum
a. Kantor : 3 buah
b. Hotel : 2 buah
c. Toko/kios : 35 buah
d. Warung makan : Tidak ada
e. Salon : Tidak ada
f. Pasar : 1 buah
Kemudian pada tanggal 7 Mei 2008, MSF menerima Laporan dari dr. Pasi
Penttinen, seorang advisor teknis International SOS dari Freeport mengenai
adanya 24 kematian dalam waktu 2 bulan di Distrik Bilogai, Sugapa. Data diakui
didapatkan dari para tetua suku dan data gereja. Dari data pasien ini, tampak
kematian sebagian besar terkait dengan sindrom gejala panas tinggi dan sakit
kepala, namun demikian terdapat pula sebagian kematian lain dengan gejala
panas, diare dan muntah. Tidak didapatkan data tentang rekaman kematian
sebelumnya.
Tim Evaluasi dari International SOS (yang dikirim oleh Freeport)n dikirim ke
Bilogai pada hari kamis, 8 Mei 2008 dan sampai saat ini hasil evaluasi oleh SOS
belum dipublikasikan.
Sementara itu pada tanggal 9 Mei 2008, MSF mengontak Tn. Moses Belau
( Public Health Malaria Control Profesional di Freeport). Beliau mengatakan telah
mengontak Pastor Justinus Rahangiar di Bilogai. Dikatakan bahwa sejak April
– Mei 2008, terdapat 15 orang meninggal, di mana 5 orang meninggal karena
sakit dalam jangka waktu lama, akan tetapi 10 orang meninggal dalam waktu 1-2
minggu setelah pasien sakit.
Gejala dari pasien-pasien tersebut : panas tinggi dan sakit kepala yang amat
sangat. Saat ini, semakin banyak penduduk yang sakit, di mana salah satunya
telah dikirim ke RSMM Timika dengan kasus Neisseria Meningitidis (terkonfirmasi
dengan kultur). Nama pasien tersebut adalah Juliana Bagau.
b) Setelah mendapat informasi yang lengkap lalu tim dibagi menjadi 3 kelompok
untuk melakukan pelacakan pada nama-nama korban sampai pada tempat
kuburannya dan pelaksanaan mobile klinik serta pemeriksaan lumbal punksi
pada pasien yang tersangka meningitis. Dimana ini dilakukan selama 6 hari
(24 – 29 Mei 2008) di Kampung Bilogai, Kampung Yokatapa, Kampung
Puyagia, Kampung Jalay, Kampung Mamba, Kampung Joparu, Kampung
Egnemba dan Kampung Titigi distrik Sugapa.
C. TUJUAN PELAKSANAAN
1. Keputusan untuk melanjutkan program surveilans, aktifitas KIE, dan
pelacakan kontak serta profilaksis.
2. Program deteksi dini harus semakin ditingkatkan, dimana proses penyediaan
alat seperti formulir dan alat untuk pelaporan yang harus terus ditindaklanjuti.
3. Follow up dan tracing kontak.
4. MSF dan Dinas Kesehatan Kabupaten Paniai untuk sementara tidak
menyarankan imunisasi meningitis massal sebelum mengambil bukti secara
langsung dan mengakses terhadap berbagai faktor yang berbeda. Namun
apabila ditemukan peningkatan jumlah kasus, imunisasi merupakan strategi
yang direkomendasikan.
5. Mencari kebenaran data berupa:
• Data lengkap korban Data lengkap korban ( Identitas Pasien,
anggota
keluarga dan Tempat kuburan ).
• Penyebab kematian yang diklasifikasikan dalam 2 ( dua ) kelompok:
1. Kematian disebabkan oleh Meningitidis.
2. Kematian disebabkan oleh penyakit kronis lainnya.
• Waktu kematian.
D. ANALISIS KASUS
Dalam investigasi kematian dilihatn beberapa kemungkinan penyebabnya.
Di bawah ini banyak didiskusikan mengenai meningitis dan malaria.
Manifestasi gejala dan tanda klinis yang dapat ditemukan pada penyakit
malaria adalah demam, hepatosplenomegali, anemia dan ikterus. Demam periodik
yang berkaitan dengan saat pecahnya skizon matang. Serangan demam yang
pertama didahului oleh masa inkubasi. Masa inkubasi bervariasi antara 9-30 hari
tergantung pada spesies parasit, paling pendek Plasmodium Falciparum dan yang
paling panjang pada Plasmodium malariae. Masa inkubasi ini juga tergantung
pada intensitas infeksi, pengobatan yang didapat sebelumnya dan derajat imunitas
pejamu. Pada malaria tertiana (P. Vivax dan P. Ovale), pematangan skizon tiap 48
jam maka periodisitas demamnya setiap hari ke-3, sedangkan malaria kuartana
(P. Malariae) pematangannya tiap 72 jam dan periodisitas demamnya setiap 4
(empat) hari. Tiap serangannya ditandai dengan beberapa serangan demam
periodik. Demam khas malaria terdiri atas 3 (tiga) stadium, yaitu menggigil/dingin
(15 menit-1 jam), puncak demam (2-6 jam), dan berkeringat (2-4 jam). Demam
akan mereda secara bertahap karena tubuh dapat beradaptasi terhadap parasit
dalam tubuh dan ada respon imun. Pada anak di bawah umur lima tahun stadium
dingin sering kali bermanifestasi senagai kejang. Hepatosplenomegali merupakan
gejala khas malaria kronik dimana limpa mengalami kongesti, menghitam, dan
menjadi keras karena timbunan pigmen eritrosit parasit dan jaringan ikat yang
bertambah. Derajat anemia tergantung spesies penyebab, yang paling berat
adalah anemia karena P. Falciparum karena disebabkan adanya penghancuran
eritrosit yang berlebihan, eritosit normal tidak dapt hidup lama serta adanya
gangguan pembentukan eritrosit karena depresi eritropoesis dalam sumsum
tulang. Sedangkan ikterus karena hemolisis dan gangguan hati.
Gejala klinis yang berat biasanya terjadi pada malaria tropika yang
disebabkan oleh adanya kecenderungan parasit bentuk tropozoit dan skizon
untuk berkumpul pada pembuluh darah organ tubuh tertentu seperti otak, hati
dan ginjal sehingga menyebabkan tersumbatnya pembuluh darah organ-organ
tubuh tersebut. Gejala mungkin berupa koma, kejang sampai ganguan fungsi
ginjal. Malaria berat menurut WHO (1990) adalah malaria yang disebabkan oleh
Plasmodium Falciparum stadium aseksual disertai salah satu atau lebih komplikasi
sebagai berikut: penurunan kesadaran, anemia berat, gagal ginjal, edema paru
akut, kecenderungan perdarahan, hipoglikemia berat, syok, hemoglobinuria
(Black Water Fever), hiperpireksia, ikterus, kejang berulang, hiperparasitemia,
serta gangguan keseimbangan cairan elektrolit dan asam basa.
Jumlah kematian berdasarkan tempat kejadian adalah desa Mamba yang terbanyak
sebanyak 13 kasus diikuti desa Taylai sebanyak 5 kasus, desa Anamama sebanyak
2 kasus serta desa Wokeitokapa sebanyak 1 kasus.
Jumlah kematian berdasarkan kelompok umur adalah 3 orang < 1 tahun, 2-5 tahun
sebanyak 2 orang, 6-10 tahun sebanyak 4 orang, 11-25 tahun sebanyak 4 orang
dan tertinggi pada kelompok umur > 25 tahun sebanyak 8 orang.
Jumlah kematian berdasarkan bulan adalah mulai bulan Pebruari terdapat lonjakan
kematian sebanyak 9 kasus diikuti bulan Maret sebanyak 7 kasus, bulan April
sebanyak 2 kasus dan bulan Mei sebanyak 3 kasus.
A. KESIMPULAN
1. Telah terjadi kematian di kampung Mamba distrik Sugapa dengan angka
kematian 21 ( dua puluh satu ) orang.
7. Kita telah melacak keluarga dari Juliana Bagau yang positif meningitis
sebanyak 98 orang dan mereka semua telah mendapatkan profilaksis
Ciproflosacin 500mg ( dosis tunggal ). Data terlampir.
9. Sepuluh besar penyakit yang ada adalah ISPA menduduki peringkat tertinggi
sebanyak 147 kasus, diikuti rematik sebanyak 133 kasus, kemudian diare
sebanyak 99 kasus, kecacingan sebanyak 76 kasus, malaria klinis sebanyak
71 kasus, gastritis kronis sebanyak 60 kasus, lalu penyakit gigi 38 kasus,
penyakit mata 36 kasus, penyakit kulit 23 kasus dan terakhir penyakit telinga
sebanyak 17 kasus, dan beberapa kasus penyakit lainnya.
10. Pemeriksaan Rapid Diagnostic Test ( RDT ) pada pasien malaria klinis
menggunakan Parascreen didapatkan kebanyakan atau hampir seluruhnya
menunjukan positif mix malaria.
1 Korintus 13:4-7
Reaksi kusta di Kebo. Reaksi jika tidak ditangani dapat menjadi cacat
Julianus Ogetai, saat ini terpilih anggota KPU dari bagian Obano
Bekerja di level masyarakat atau akar rumput (community level / grass root)
sangatlah penting untuk menemukan kasus baru kusta. Pemeriksaan kontak
serumah dan melakukan kegiatan penyisiran dari rumah ke rumah dalam rangka
percepatan eliminasi kusta. Indikator Elimininasi semu dapat terjadi jika kita tidak
aktif mencarinya karena masih banyak kasus-kasus yang tersembunyi. Eliminasi
dicapai apabila prevalensi < 1 /10,000 penduduk. Pada daerah yang jauh dan
tidak ada petugas kesehatan obat kusta dapat dititipkan kepada kader kesehatan
ataupun guru SD atau SMP di tempat tersebut untuk mengawasi minum obat,
strategi pemberian obat ini disebut accompanied MDT. Penyakit kusta dapat
disembuhkan (curable).