Anda di halaman 1dari 12

TEORI KONSTRUKSI SOSIAL

MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
“Teori Komunikasi”

Oleh :
Ainur Rofiq B06211043
Bagus Sasmita B06211048
Fathoni Hikmawan B06211054

Dosen Pembimbing :
Drs. Agoes M. Moefad, SH., M.Si.

FAKULTAS DAKWAH
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
IAIN SUNAN AMPEL SURABAYA
2012
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahhirabbil’alamin, puji syukur kehadirat Allah Tuhan Yang Maha Esa kami
ucapkan, karena berkat rahmat-Nyalah akhirnya kami dapat menyelesaikan makalah dengan
judul “Teori-Teori Sikap” ini sebagai pemenuhan tugas mata kuliah Teori Komunikasi.
Sholawat serta salam semoga tetap terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW,
penuntun umat dikala kegelapan, beserta sanak keluarga, sahabat dan semua umatnya
Kami menyadari bahwa makalah yang kami buat ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu segala kritik dan saran yang bersifat membangun senantiasa kami tunggu demi
kesempurnaan tugas ini. Akhir kata kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini, khususnya Bapak Agoes M. Moefad dan
untuk semua teman-teman. Selamat membaca.

Surabaya, 07 April 2012

Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ...............................................................................................


Daftar isi .........................................................................................................

BAB I Pendahuluan
Latar Belakang ................................................................................... 1
BAB II Pembahasan
Memahami Konstruksi Sosial Sebagai Teori………..……………… 2
Manfaat Konstruksi Sosial……………………………….…………. 2
Konsep Teori Konstruksi Sosial........................................................ 3
Eksternalisasi……………………………………………………. 3
Objektifikasi………………………………………………… 4
Internalisasi…………………………………………………. 5
Konsep Framing……………………………………………………. 6
Bagan Teori Konstruksi Sosial.......................................................... 6
Aplikasi Teori…………………………….…………………………7
BAB III Penutup
Kesimpulan ......................................................................................... 8
Daftar Pustaka ……………………………………………………………. 9
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kontruksi sosial memiliki arti yang luas dalam ilmu sosial. Hal ini biasanya
dihubungkan pada pengaruh sosial dalam pengalaman hidup individu. Asumsi dasarnya
pada “realitas adalah kontruksi sosial”. Selanjutnya dikatakan bahwa kontruksi sosial
memiliki beberapa kekuatan. Pertama, peran utama bahasa memberikan mekanisme konkret,
dimana budaya mempengaruhi pikiran dan tingkah laku individu. Kedua, kontruksi sosial
dapat mewakili dari semua dalam satu budaya tunggal, hal ini tidak seragam dengan adanya
asumsi. Ketiga, hal ini bersifat konsisten dengan masyarakat dan waktu.
Kontruksi sosial merupakan sebuah pandangan kepada kita bahwa semua nilai,
ideologi, dan institusi sosial adalah buatan manusia. Diperlukan waktu juga untuk
memahami dan menghargai penuh dari pernyataan ini. Sebagai contoh, dimasa lampau
dianggap bahwa bumi adalah pusat jagat raya yang dikelilingi planet-planet.
Bab II

Pembahasan

 Memahami Konstruksi Sosial Sebagai Teori

Istilah konstruksi atas realita sosial terkenal semenjak diperkenalkan oleh Peter L
Berger dan Thomas Luckmann, mereka menggambarkan bahwa konstruksi sosial adalah
proses sosial melalui tindakan dan interaksi. Dimana individu menciptakan secara terus
menerus suatu realitas atau kenyataan yang dimiliki dan dialaminya.
Asal usul konstruksi sosial dimulai dari adanya gagasan-gagasan dengan cara berfikir
positif, dan gagasan tersebut lebih tepat setelah aristoteles mengenalkan istilah, informasi,
esensi dan sebagainya, dan ia mengatakan bahwa manusia adalah makhluk sosial, setiap
pernyataan harus dibuktikan kebenarannya.
 Manfaat Konstruksi Sosial

Kajian konstruksi sosial ini yang memberikan pengetahuan tentang konsep diantaranya:
Proses terjadinya konstruksi sosial, konsep tentang bentuk atau ciri realitas sosial
yang dibangun dalam media televisi, seperti iklan televisi, disitu akan muncul makna dari
suatu symbol realitas media massa yang dibangun dari iklan televisi tersebut. Berdasarkan hal
tersebut kajian teori ini bermanfaat secara praktis untuk mengungkapkan realitas media
massa dan realitas iklan televise, dalam konteks kehidupan sosial masyarakat saat ini.
1. Bagi media massa dan dunia usaha periklanan yang memanfaatkan televisi sebagai
rujukan penting dalam rancangan iklan diwaktu yang akan datang
Contohnya : seperti iklan tolak angin yang bunyinya “orang pintar minum tolak
angin”dll.
2. Bagi dunia akademisi, bermanfaat untuk pengembangan lanjutan kajian-kajian
mengenai media, khususnya iklan didalam dunia pertelevisian di Indonesia yang
sampai saat ini terus berkembang pesat.
3. Bagi pemerintah maupun masyarakat luas kajian teori ini berguna sebagai bahan
masukan untuk pengembangan di bidang periklanan di pertelevisian Indonesia.

 Konsep Teori Konstruksi Sosial

Berger dan Luckman mengatakan institusi masyarakat tercipta dan dipertahankan atau
diubah melalui tindakan dan interaksi manusia. Meskipun masyarakat dan institusi sosial
terlihat nyata, namun pada kenyataan semuanya dibangun dalam definisi pandangan
masyarakat itu sendiri dan melalui proses interaksi. Objektivitas baru bisa terjadi melalui
penegasan berulang-ulang yang diberikan oleh orang lain yang memiliki definisi subyektif
yang sama. manusia menciptakan dunia dalam makna simbolis yang universal, yaitu
pandangan hidupnya yang menyeluruh, yang memberi legitimasi dan mengatur bentuk-
bentuk sosial serta memberi makna pada kehidupannya.
Proses konstruksinya, jika dilihat dari perspektif teori Berger & Luckman berlangsung
melalui interaksi sosial yang dialektis dari tiga bentuk realitas yang menjadi suatu konsep,
yakni subjective reality, symbolic reality dan objective reality. Selain itu juga ada suatu
proses dengan tiga momen simultan, eksternalisasi, objektivikasi dan internalisasi.
a. Objective reality, merupakan suatu kompleksitas definisi realitas (termasuk ideologi
dan keyakinan ) serta rutinitas tindakan dan tingkah laku yang sudah terbentuk, yang
kesemuanya dihayati oleh individu secara umum sebagai suatu realita.
b. Symblolic reality, merupakan semua ekspresi simbolik dari apa yang dihayati sebagai
“objective reality” misalnya teks produk industri media, seperti berita di media cetak
atau elektronika, begitu pun yang ada di film-film.
c. Subjective reality, merupakan konstruksi suatu makna realitas yang dimiliki individu
dan dikonstruksi melalui proses penghayatan. Realitas subjektif yang dimiliki masing-
masing individu merupakan basis untuk melibatkan diri dalam proses eksternalisasi,
atau proses interaksi sosial dengan individu lain dalam sebuah struktur sosial. Melalui
proses eksternalisasi itulah individu secara kolektif yang berpotensi melakukan
objectivikasi, memunculkan sebuah konstruksi objektive reality yang baru.
Eksternalisasi
Eksternalisasi ialah penyesuaian diri terhadap dunia sosiokultural sebagai produk
manusia, eksternalisasi adalah suatu pencurahan kedirian manusia terus menerus kedalam
dunia, baik dalam aktivitas fisis maupun mentalnya. Eksternalisasi merupakan keharusan
antropologis; manusia tidakmungkin hidup dalam suatu lingkungan secara langsung atau
bersamaan dilingkungan yang tertutup dan tanpa gerak. Keberadaannya harus terus-menerus
mencurahkan kediriannya dalam aktivitas. Keharusan antropologis itu berakar dalam
kelengkapan biologis manusia yang tidak stabil untuk berhadapan dengan lingkungannya
(Berger dan Luckmann,1990:75: Berger,1994:5-6).
Keadaan manusia yang belum selesai pada saat dilahirkan, membuat dirinya tidak
terspesialisasi dari struktur instinktualnya, atau dunianya tidak terprogram. Dunia manusia
adalah dunia yang dibentuk (dikonstruksi) oleh aktivitas manusia sendiri; ia harus
membentuk dunianya sendiri dalam hubungannya dengan dunia (Berger, 1994:6-7)
Objektifikasi

Bagi Berger, masyarakat adalah produk manusia, berakar pada fenomena


eksternalisasi. Produk manusia (termasuk dunianya sendiri), kemudian berada di luar dirinya,
menghadapkan produk-produk sebagai faktisitas yang ada di luar dirinya. Meskipun semua
produk kebudayaan berasal darikesadaran manusia, namun produk bukan serta-merta dapat
diserap kembali begitu saja ke dalam kesadaran. Kebudayaan berada di luar subjektivitas
manusia, menjadi dunianya sendiri. Dunia yang diproduksi manusia memperoleh sifat realitas
objektif. Semua aktivitas manusia yang terjadi dalam eksternalisasi yang mengalami proses
pembiasaan yang kemudian terus dikembangkan.

Kelembagaan berasal dari proses pembiasaan atas aktivitas manusia. Setiap tindakan
yang sering diulangi, akan menjadi pola. Pembiasaan, yang berupa pola, dapat dilakukan
kembali di masa mendatang dengan cara yang sama, dan juga dapat dilakukan di mana saja.
Di balik pembiasaan ini, juga sangat mungkin terjadi inovasi. Namun, proses-proses
pembiasaan mendahului sikap pelembagaan. Pelembagaan, bagi Berger dan Luckmann
(1990:77-84), terjadi apabila ada tipifikasi yang timbal-balik dari tindakan-tindakan yang
terbiasakan bagi berbagai tipe pelaku. Tiap tipifikasi semacam itu merupakan suatu lembaga.
Tipifikasi tindakan-tindakan yang sudah dijadikan kebiasaan, yang membentuk lembaga-
lembaga, merupakan milik bersama. Tipifikasi-tipifikasi itu tersedia bagi semua anggota
kelompok sosial tertentu, dan lembaga-lembaga itu mentipifikasi pelaku-pelaku individual
ataupun tindakan-tindakannya. Tipifikasi-tipifikasi timbal-balik itu terjadi secara diakronik
dan bukan seketika. Lembaga-lembaga juga mengendalikan perilaku manusia dengan
menciptakan pola-pola perilaku. Pola-pola inilah yang kemudian mengontrol yang melekat
pada pelembagaan. Segmen kegiatan manusia yang telah dilembagakan berarti telah
ditempatkan di bawah kendali sosial. Misalnya, dalam masyarakat Bali, lembaga hukum adat
dapat memberikan sanksi kepada anggota masyarakat yang melanggar adat.

Internalisasi

Masyarakat sebagai kenyataan subjektif, yang dilakukan melalui internalisasi.


Internalisasi adalah suatu pemahaman atau penafsiran individu secara langsung atas peristiwa
sebagai pengungkapan makna. Berger dan Luckmann (1990:87) menyatakan, dalam
internalisasi, individu mengidentifikasikan diri dengan berbagai lembaga sosial atau
organisasi sosial dimana individu menjadi anggotanya. Internalisasi merupakan peresapan
kembali realitas oleh manusia dan mentransformasikannya kembali dari struktur-struktur
dunia objektif ke dalam struktur-struktur kesadaran subjektif (Berger, 1994:5).

Subjektivitas itu tersedia secara objektif bagi orang yang menginternalisasi dan
bermakna, tidak peduli apakah ada kesesuaian antara kedua makna subjektifnya. Dalam
konteks ini, internalisasi dipahami dalam arti umum, yakni merupakan dasar: pertama, bagi
pemahaman mengenai sesama, dan kedua, bagi pemahaman mengenai dunia sebagai sesuatu
yang maknawi dari kenyataan sosial (Berger dan Luckmann, 1990:186). Selanjutnya
dikatakan Berger dan Luckmann (1990:187), baru setelah mencapai taraf internalisasi inilah
individu menjadi anggota masyarakat. Proses untuk mencapai taraf itu dilakukan dengan
sosialisasi. Ada dua macam sosialisasi, yakni: pertama, sosialisasi primer, adalah sosialisasi
pertama yang dialami individu dalam masa kanak-kanak. Kedua, sosialisasi sekunder, adalah
setiap proses berikutnya ke dalam sektor-sektor baru dunia objektif masyarakatnya.

Sosialisasi primer merupakan yang paling penting bagi individu, sebab struktur dasar
dari semua sosialisasi sekunder harus mempunyai kemiripan dengan struktur dasar sosialisasi
primer.
Sosialisasi primer, akan berakhir manakala konsep tentang orang lain pada umumnya (dan
segala sesuatu yang menyertainya) telah terbentuk dan tertanam dalam kesadaran individu.
tidak terjadi sekali jadi dan selesai tuntas. Sosialisasi tidak pernah total dan tidak pernah
selesai. Hal ini menghadapkan pada dua masalah lain, yakni: pertama, bagaimana kenyataan
yang sudah diinternalisasi dalam sosialisasi primer dipertahankan dalam kesadaran; kedua,
bagaimana sosialisasi berikutnya berlangsung. Dalam hal ini, ada kecenderungan dalam
masyarakat yang tingkat pengetahuannya sederhana tidak akan terjadi sosialisasi lebih lanjut.
Namun, perlu diingat juga bahwa semua masyarakat mempunyai pembagian kerja sehingga
terjadi tingkat distribusi pengetahuan, dan sosialisasi sekunder itu terjadi.

Sosialisasi sekunder baru terjadi setelah pembentukan diri pada tahap awal. Proses
sosialisasi sekunder, diwujudkan sejak lembaga anak menempuh pendidikan formal--dari
taman kanak-kanak sampai bekerja.

Berger dan Luckmann (1990:198-199) menegaskan bahwa sosialisasi


sekunder adalah sosialisasi sejumlah “subdunia” kelembagaan, atau yang berlandaskan
lembaga. Lingkup jangkauan dan sifat sosialisasi ini, ditentukan oleh kompleksitas
pembagian kerja dan distribusi pengetahuan dalam masyarakat yang menyertainya.
Sosialisasi sekunder adalah proses memperoleh pengetahuan khusus sesuai dengan
peranannya, dan peranan ditentukan berdasarkan pembagian kerja.

 Konsep Framing
Frame adalah sebuah prinsip dimana pengalaman dan realitas yang kompleks tersebut
diorganisasikan secara subjektif, masyarakat dapat melihat suatu realitas yang bermakna ,
frame media kebanyakan memunculkan realitas kehidupan sehari-hari yang disalurkan
kedalam suatu cerita.1
Framing menentukan bagaimana realitas itu hadir dihadapan sang pembaca, pada
dasarnya realitas sosial tergantung pada bagaimana kita melakukan frame atas sebuah
peristiwa itu yang dapat memberikan pemahaman dan pemaknaan dari suatu peristiwa
tersebut, framing dapat mengakibatkan suatu peristiwa yang sama dapat menjadi pemahaman
yang cenderung berbeda, sepertihalnya seorang wartawan yang mempunyai frame yang
berbeda, ketika melihat suatu peristiwa yang kemudia dituliskan dalam sebuah berita. Apa
yang dilaporkan oleh beberapa media seringkali merupakan hasil dari pandangan mereka,

1
Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, Yogyakarta: LKiS, 2002
 Bagan Teori Konstruksi Sosial

Proses Sosial Simultan

Eksternalisasi M Realitas Terkonstruksi:


E Lebih Cepat
D Lebih Luas
I Sebaran Merata
A - Objektif
- Subjetif Membentuk Opini Massa
Objektivasi M - Inter Subjektif Massa Cenderung
A Terkonstruksi
S - Opini Massa
S Cenderung
A
Apriori
- Opini Massa
Internalisasi Cenderung
 Aplikasi Teori Sinis

Sehubungan Message
Source dengan teori konstruksi
Channel sosial yang telah diterangkan
Receiver Effect seperti diatas
adapun peng aplikasiaannya seperti di sebuah media massa contohnya periklanan di dalam
pertelevisian di Indonesia. Contohnya seperti adanya sponsor tolak angin yang menampilkan
sponsor dengan kata-kata “orang pintar minum tolak angin”. Parodi tersebut sepintas hanya
hiburan musiman yang tumbuh dan berkembang di masyarakat lalu hilang beberapa masa
kemudian dan muncul lagi namun lebih dari itu kenyataan semacam itu menyadarkan kita
tentang realitas baru di masyarakat.
Bab III
Penutup

Kesimpulan

Dalam memahami teori konstruksi sosial Bergerian, ada tiga momen penting yang
harus dipahami terlebih dahulu. Ketiga momen itu adalah eksternalisasi, objektivasi, dan
internalisasi, yang bagi Berger, memiliki hubungan dasar dan dipahami sebagai satu proses
yang sesuai dengan kenyataan (interplay) antara satu sama lain. Masing-masing dari ketiga
momen itu berkesesuaian dengan karakter yang khas yang mendasar dari dunia sosial.
Melalui eksternalisasi, masyarakat merupakan produk manusia; melalui objektivasi,
masyarakat menjadi kenyataan yang sesungguhnya atas asal usulnya yang unik; dan melalui
internalisasi, manusia merupakan produk masyarakat (Berger, 1994:5). Ada proses menarik
keluar (eksternalisasi) sehingga seakan-akan hal itu berada di luar (objektivasi), dan lebih
lanjut ada proses penarikan kembali ke dalam (internalisasi) sehingga yang berada di luar
seakan-akan berada di dalam diri.
Hubungan antara manusia (sebagai produsen) dan dunia sosial (sebagai produknya),
tetap merupakan hubungan yang dialektis. Manusia dan dunia sosialnya berinteraksi satu
sama lain, dan produk berbalik mempengaruhi produsennya. Eksternalisasi, objektivasi, dan
internalisasi merupakan momen dalam suatu proses dialektis yang berlangsung terus-
menerus. Masyarakat adalah produk manusia (society is a human product); masyarakat
adalah kenyataan objektif (man is an objective reality); dan manusia adalah produk sosial
(man is a social product). Jika dalam proses ini ada satu momen diabaikan maka
mengakibatkan terjadinya distorsi. Teori tentang masyarakat konstruksi sosial Bergerian
melihatnya dari ketiga momen dialektik itu.

DAFTAR PUSTAKA

Burhan Bungin. M. konstruksi sosial media massa. Jakarta; Kencana, 2008

Eriyanto, analisis framing, konstruksi, ideology, dan politik media, Yogyakarta: LKiS

Anda mungkin juga menyukai