Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM GENETIKA IKAN

GINOGENESIS PADA IKAN MAS JANTAN (Cyprinus carpio)


DAN IKAN KOI BETINA (Cyprinus carpio koi)

Disusun sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas laporan akhir praktikum
Mata Kuliah Genetika Ikan semester genap

Disusun oleh :

Yaumil Akbar R. 230110160172


Naufal Sofyan I. Nst 230110160177
Murfida Lefizani 230110160178
Annes Ilyas 230110160187
Ghaida Yasmin Amini 230110160216
Kelas :
Perikanan C/Kelompok 2

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI PERIKANAN
JATINANGOR

2018

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat sehinga penulis dapat menyelesaikan laporan praktikum
mata kuliah Genetika Ikan dengan judul “Ginogenesis pada Ikan Mas (Cyprinus
carpio koi)”. Laporan ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu tugas dari
praktikum mata kuliah Genetika Ikan.

Kami menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada


semua pihak yang telah membantu penyelesaian laporan akhir praktikum ini,
terutama kepada yang terhormat :

1. Tim Dosen Genetika Ikan, selaku dosen pengajar Genetika Ikan sekaligus
membimbing dalam proses pembuatan laporan akhir ini.

2. Asisten laboratorium yang telah membantu dan mengarahkan dalam


kegiatan praktikum Genetika Ikan.

3. Teman-teman sekelompok 2 dan semua kelompok kelas yang telah


membantu dalam membuat laporan akhir praktikum ini.

4. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu dalam
kesempatan ini, yang telah memberikan bantuan moral dan materiil dalam
proses penyelesaian laporan akhir praktikum ini.

Semoga Allah SWT memberikan imbalan yang setimpal atas segala bantuan
yang telah diberikan. Dan kami berharap semoga laporan akhir praktikum ini dapat
berguna bagi semua civitas akademika yang membutuhkannya.

Jatinangor, Desember 2016

Penyusun

i
DAFTAR ISI

BAB Halaman
KATA PENGANTAR ...................................................................... i
DAFTAR ISI ..................................................................................... ii

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1
1.2 Identifikasi Masalah .................................................................... 1
1.3 Tujuan .......................................................................................... 2
1.4 Kegunaan ...................................................................................... 2

II. KAJIAN PUSTAKA


2.1 Ikan Koi ....................................................................................... 3
2.2 Pemijahan Buatan ........................................................................ 5
2.3 Metode Ginogenesis .................................................................... 6
2.4 Tujuan Ginogenesis ..................................................................... 8

III. BAHAN DAN METODE


3.1 Tempat dan Waktu ...................................................................... 10
3.2 Alat dan Bahan ............................................................................ 10
3.2.1 Alat Praktikum ........................................................................ 10
3.2.2 Bahan Praktikum .................................................................... 11
3.3 Tahapan Praktikum ...................................................................... 11
3.3.1 Persiapan Praktikum ............................................................... 11
3.3.2 Pelaksanaan Praktikum .......................................................... 11
3.4 Metode ........................................................................................ 12
3.5 Parameter yang Diamati .............................................................. 12
3.5.1 FR .............................................................................................. 12
3.5.2 HR.............................................................................................. 13
3.5.3 SR .............................................................................................. 13
3.6 Analisis Data ............................................................................... 14

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil Pengamatan Kelas .............................................................. 15
4.1.1 Fertilization Rate (FR) .............................................................. 15
4.1.2 Hatching Rate (HR) ................................................................... 15
4.1.3 Survival Rate (SR) ..................................................................... 15
4.2 Hasil Pengamatan Kelompok ...................................................... 16
4.3.1 Fertilization Rate (FR) .............................................................. 16
4.3.2 Hatching Rate (HR) ................................................................... 16
4.3.3 Survival Rate (SR) ..................................................................... 17
4.3 Pembahasan Kelompok ............................................................... 17
4.3.1 Fertilization Rate (FR) .............................................................. 17

ii
4.3.2 Hatching Rate (HR) ................................................................... 17
4.3.3 Survival Rate (SR) ..................................................................... 18

V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan ................................................................................. 19
5.2 Saran ............................................................................................ 19

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................... 20


LAMPIRAN ...................................................................................... 21

iii
DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman


1. Alat yang Digunakan dalam Praktikum Ginogenesis ......................... 10
2. Bahan yang Digunakan dalam Praktikum Ginogenesis ...................... 11
3. FR Ikan Koi Kelas Perikanan C .......................................................... 15
4. HR Ikan Koi Kelas Perikanan C ......................................................... 15
5. SR Ikan Koi Kelas Perikanan C .......................................................... 16

iv
DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman


1. Ikan koi (Cyprinus carpio)...................................................................4

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Partenogenesis adalah satu-satunya proses reproduksi yang sama sekali tak
memerlukan peran pejantan. Keturunan partenogenesis akan betina semua jika dua
kromosom yang sama membentuk jenis kelamin betina (sistem kromosomnya XX
adalah betina dan XY jantan), salah satunya adalah ginogenesis.

Ginogenesis adalah proses terbentuknya zigot dari gamet betina tanpa


kontribusi dari gamet jantan. Dalam ginogenesis gamet jantan hanya berfungsi
untuk merangsang perkembangan telur dan sifat-sifat genetisnya tidak diturnkan.
Proses ginogenesis identik dengan hasil 14 generasi silang dalam (inbreeding).
Ginogenesis dapat terjadi secara alami dan buatan. Ginogenesis buatan dapat
dilakukan dengan mutagenesis sperma dengan sinar ultraviolet (UV) dan kejutan
panas. Radiasi yang terjadi merupakan proses penyinaran dengan menggunakan
bahan mutagen untuk menghasilkan mutan. Sinar ultraviolet (UV) merupakan
radiasi yang juga merupakan sinar tidak tampak yang mempunyai panjang
gelombang 200-380 nm.

Induk awal untuk ginogenesis merupakan induk betina yang homozigot


dan identik secara satu sama lain. Umumnya kelangsungan hidup keturunan
ginogenesis rendah terutama pada tahap larva karena adanya efek hertwigh selama
kejutan panas sehingga menumbulkan abnormalitas dan mortalitas larva..

1.2 Identifikasi Masalah


1. Bagaimana cara melakukan rekayasa genetik khususnya Ginogenesis?
2. Apa tujuan dari dilakukannya rekayasa genetik khususnya Ginogenesis?
3. Apakah dari dilakukannya Ginogenes dapat memecahkan permasalahan
perikanan budidaya di Indonesia?
4. Bagaimana hasil dari Ginogenesis pada ikan komet yang telah dilakukan?

1
1.3 Tujuan
Tujuan dari praktikum ginogenesis adalah agar perkembangan embrio
semata-mata hanya mendapatkan genetik dari betina saja tanpa kontribusi genetik
jantan, ginogenesis ini akan menghasilkan keturunan yang identic dengan gen
betina-nya, ginogenesis menghasilkan galur murni yang sangat berguna untuk
keturunan selanjutnya.
1.4 Kegunaan
Praktikum ini bermanfaat agar mahasiswa dapat mengetahui, memahami
dan melakukan aplikasi genetika dalam budidaya perikanan khususnya metode
ginogenesis untuk menghasilkan induk betina yang bergalur murni melalui
manipulasi kromosom.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ikan Koi


Ikan koi merupaka ikan hias yang sangat menarik sehingga banyak
penggemarnya. Ikan koi dikatakan sebagai ikan hias karena mempunyai warna yang
indah dan bentuk yang bermacam-macam sehingga ikan ini banyak digemari oleh
orang-orang sebagai ikan hias. Keberadaan ikan koi selain sebagai ikan hias juga
merupakan salah satu ladang bisnis yang menjanjikan bagi para pecinta ikan koi.
Selain mempunyai warna yang indah, ikan koi dikagumi karna keelokannya saat
menyembul dan melompat-lompat ke atas air. Ikan koi dikelompokkan menjadi 13
jenis yaitu Bekko, itsurinomo, agari-shisui, goromo, kawarinomo, ogon dan hikari-
moyomo. Sedangkan 6 golongan utama yaitu kohaku, sanke, showa, hirarinuji san
kawarigoi (en Nippon airinkai).
Taksonomi ikan koi menurut Saanin (1984) yaitu:
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Class : Actinopterygii
Ordo : Cypriniformes
Family : Cyprinidae
Genus : Cyprinus
Spesies : Cyprinus carpio koi

3
Gambar 1. Ikan Koi
(sumber: https://www.bintang.com/lifestyle/read/2514121)

Ikan koi mempunyai mulut yang terletak di ujung tengah (terminal) di


bagian ini biasanya terdapat 2 pasang sungut. badan yang menyerupai torpedo
dengan alat gerak yaitu sirip, seperti sebuah sirip punggung (Diorsal fin), sepasang
sirip dada (pectoral fin), sepasang sirip perut (ventral fin), sebuah sirip anus (anal
fin) dan sirip ekor (causal fin). Sirip ini terdiri dari jari-jari keras, jari-jari lunak dan
selaput sirip. Jari-jari kewras merupakan jari-jari yang kaku dan patah bula di
bengkokkan, sedangkan jari-jari lunak merupakan jari-jari lentur tidak mudah patah
bila di bengkokkan dan letakny selalu dibelakang jari-jari kerad. Sirip punggung
mempunyai 3 buah jari-jari keras dan 20 buah jari-jari lunak, sirip dada dan sirip
ekor hanya mempunyai jari-jari lunak. Sirip perut hanya terdiri dari jari-jari lunak
sebanyak Sembilan buah , sedangkan sirip anus mempunyai tiga buah jari-jari keras
dan lima buah jari-jari lunak.
Koi mempunyai indra penciuman. Indera penciuman ini berupa sepasang
sungut (kumis) yang pada sebelah aatas mulutnya, ynag berguna untuk mencium
makanan pada dasar kolam yang berlumpur. Dengan indera penciumannya ini, ikan
koi mampu mendapatkan makanannya dengan memisahkannya dari lumpur yang
menutupi makanannya tersebut. Pada sisi badannya terdapat gurat sisi (linea
literalis) ynag berguna untuk merasakan getaran suara. Garis ini terbentuk dari urat-
urat yang ada disebelah sisik yang membayang hingga sebelah luar (Susanto 2009).

4
Ikan koi merupakan hewan yang hidup pada daerah yang beriklim sedang
dan hidup pada perairan air tawar. Ikan koi umumnya dapat hidup pada kisaran suhu
24o - 29oC dengan pH 6,8 - 7,4, di daerah yang mempunyai musim dingin ikan koi
dapat bertahan hidup pada kisaran suhu 2o- 3oC. ikan koi merupakan ikan yang
tidak tahan terhadap perubahan suhu secara drastic. Penurunan suhu hingga 5oC
dengan tempo yang singkat sudah dapat mengakibatkan ikan koi stress (James
2002).
Secara alami ikan koi akan memijah mulai dari pukul 11 malam hingga
menjelang pagi pada kondisi lingkungan yang sesuai. Dengan sifat telurnya yang
adesiv ikan koi membutuhkan media untuk memijah sebagai substrat telurnya
menempel. Substrat ini dapat berupa kakaban, dedaunan atau akar tumbuhan air
seperti eceng gondok dan apu-apu. Setelah memijah induk diangkat dari wadah
pemijahan untuk kemudian dipulihkan kondisinya pada wadah yang berbeda antara
jantan dan betinanya. Telur ikan Koi berbentuk bulat, berwarna bening, berdiameter
1,5-1,8 mm, dan berbobot 0,17-0,20 mg. Ukuran telur bervariasi, tergantung dari
umur dan ukuran atau bobot induk.

2.2 Pemijahan Buatan


Pemijahan ikan secara buatan adalah pemijahan ikan yang terjadi dengan
memberikan rangsangan hormon untuk mempercepat kematangan gonad serta
proses ovulasinya dilakukan secara buatan dengan teknik stripping/ pengurutan.
Jenis ikan yang sudah dapat dilakukan pemijahan secara buatan antara lain ikan
Patin, ikan Mas, dan ikan Lele. Pemijahan alami dapat dilakukan dengan
meninjeksikan hormone HCG dan Ovaprim. Standar dosis yang diberikan untuk
induk betina adalah 0,5 ml/kg sedangkan untuk jantan adalah 0,2 ml/kg (bila
diperlukan). Penyuntikan pertama sebanyak 1/3 bagian dari dosis total dan sisanya
2/3 bagian lagi diberikan pada penyuntikan kedua (Sunarma 2007).
Ovaprim adalah merek dagang bagi hormon analog yang mengandung 20μg
analog salmon gonadotropin releasing hormon (s GnRH) LHRH dan 10μg
domperidone sejenis anti dopamin, per milliliter. Ovaprim biasanya dibuat dari
campuran ekstra kelenjar hipofisa dan hormon mamalia. Ovaprim digunakan

5
sebagai agen perangsang bagi ikan untuk memijah, kandungan sGnRHa akan
menstimulus pituatari untuk mensekresikan GtH I dan GtH II. Sedangkan anti
dopamin menghambat hipotalamus dalam mensekresi dopamin yang
memerintahkan pituatari menghentikan sekresi GtH I dan GtH II (Nandeesha et al,
1990).

Hormon Chorionic Gonadotropin (hCG) adalah hormon gonadotropin yang


disekresi oleh wanita hamil dan disintesa oleh sel-sel sintitio tropoblas dari
placenta. HCG mempunyai dua rangkaian rantai peptida yaitu α yang mengandung
92 asam amino dan β mengandung 145 asam amino. Pada beberapa spesies
menggunakan hCG sebagai pemacu merangsang pematangan gonad sangat efektif,
bisa sebagai pengganti ekstrak kelenjar hipofisa tetapi pada beberapa spesies
penggunaan hCG kurang efektif mesti dikombinasikan dengan Pregnan Mare
Serum Gonadotropin (PMSG) atau ovaprim. HCG berperan dalam pemecahan
dinding folikel saat akann terjadi ovulasi. LH (Litunuising Hormon) adalah hormon
perangsang ovulasi yang kuat, hCG memiliki potensi LH. Fungsi LH dalam sel
theca akan merangsang PGE (prostaglandin) dan PGF2α dari asam arachidonad.
PGF2α juga mempunyai peran penting dalam pecahnya folikel dan pengeluaran
oosit yang telah matang.

2.3 Metode Ginogenesis


Ginogenesis secara alami jarang terjadi pada pembuahan, karena nukleus
sperma yang masuk ke dalam telur yang dalam keadaan tidak aktif jarang
didapatkan, pada beberapa populasi ikan karper krusia (Carrasius auratus gibelio)
dan beberapa spesies dari family Poecilidae di Meksiko terjadi ginogenesis secara
alami.
Sedangkan ginogenesis buatan dilakukan melalui beberapa perlakuan pada
tahapan pembuahan dan awal perkembangan embrio. Perlakuan ini bertujuan : 1).
membuat supaya bahan genetik jantan menjadi tidak aktif 2). mengupayakan
terjadinya diploisasi agar telur dapat menjadi zigot. Bahan genetik dalam
spermatozoa dibuat tidak aktif dengan radiasi sinar gama, sinar X dan sinar
ultraviolet (Purdom 1993).

6
Untuk mendapatkan benih ikan yang monosex secara ginogenesis ada beberapa
perlakuan yang dapat dilakukan yakni antara lain:
1. Penyinaran sperma dengan sinar ultraviolet
Sebelum sperma dicampur dengan sel telur (pemijahan buatan) sperma
tersebut diberi perlakuan penyinaran dengan sinar UV. Hal ini dilakukan untuk
merusak bahan genetik sperma. Komposisi kimiawi sperma pada plasma inti
(nukleoplasma) diantaranya adalah DNA, Protamin, Non Basik Protein. Sedangkan
seminal plasma mengandung protein, potassium, sodium, calsium, magnesium,
posfat, klarida. Sedangkan komposisi kimia ekor sperma adalah protein, lecithin
dan cholesterol (Gusrina 2008).
Sinar ultraviolet dengan panjang gelombang di bawah 300 nm dapat diserap
secara kuat oleh bahan biologi tertentu, terutama asam nukleat, protein, dan
koenzim. Tetapi sinar ini tidak sampai mengionisasi atom-atom dan molekulnya
disamping itu kemampuan sinar ultraviolet untuk menembus bahan sangat terbatas.
Walaupun sinar ultraviolet yang dapat masuk ke bahan biologi tersebut sedikit,
tetapi hampir semua diserap. Hal ini berarti efisiensi penyerapan sinar ultraviolet
olleh bahan-bahan biologi sangat tinggi. Pada panjang gelombang hingga 260 nm
sinar UV dapat merusak fungsi pirimidin AND yang merupakan bahan genetik
sperma. Walapun sperma diradiasi namun tidak sampai merusak kemampuannya
untuk bergerak dan membuahi telur. Dengan demikian sperma ini masih mampu
untuk memicu untuk terjadinya pembuahan dan perkembangan telur.
2. Perlakuan kejut suhu
Setelah sperma diberi perlakuan penyinaran kemudian dicampur dengan sel
telur dan dilepaskan dalam air agar terjadi pembuahan. Setelah pembuahan terjadi
kemudian telur yangterbuahi tersebut diberi kejutan lingkungan. Hal ini dapat
berupa kejut suhu atau dengan tekanan hidrostatis. Perlakuan dengan tekanan
hidrostatis memerlukan peralatan yang rumit, mahal sehingga suli untuk diterapkan
telur dalam jumlah banyak namun metode ini efektif untuk memproduksi tingkat
heterozigositas nol persen. Kejut suhu lebih praktis dalam penggunaannya sehingga
bisa diterapkan pada jumlah yang banyak. Kejut suhu dimaksudkan untuk
pencegahan keluarnya polar body II telur pada saat terjadi pembelahan miosis

7
kedua atau pencegahan pembelahan sel setelah duplikasi kromosom pada saat
terjadi pembelahan mitosis pertama sehingga jumlah kromosom telur mengganda
lagi pada awal perkembangan zigot (Nagy et al 1978). Kejut suhu disini berupa
kejutan panas dan kejutan dingin. Pemberian kejutan panas lebih singkat
periodenya dibandingkan dengan kejut dingin.
Pada saat oogenesis (proses pembentukan sel telur hingga siap untuk
ovulasi), sel telur belumlah dalam keadaan 2n melainkan 4n. Saat pembelahan sel
miosis I terjadi,saat itu dikatakan sel telur telah matang. Saat itulah ada "loncatan"
polar body I (2n), sehingga sel telur yang awalnya 4n menjadi 2n. Pembelahan sel
secara miosis, ada pengurangan set kromosom menjadi setengah dari semula.
Perbedaannya dengan pembelahan sel mitosis (pembelahan yang ditandai dengan
penggandaan atau perbanyakan jumlah sel).
Satu buah sel telur yang memiliki dua set kromosom (2n) dan satu buah sel
sperma memiliki satu set kromosom (1n). Jika keduanya kita pasangkan, maka
terjadilah pembuahan. Setelah sel telur dibuahi oleh sperma, maka satu set
kromosom sperma memasangkan diri terhadap satu set kromosom pada sel telur.

2.4 Tujuan Ginogenesis


Ginogenesis adalah proses terbentuknya zigot dari gamet betina tanpa
kontribusi dari gamet jantan. Dalam ginogenesis gamet jantan hanya berfungsi
untuk merangsang perkembangan telur dan sifat-sifat genetisnya tidak diturunkan.
Ginogenesis dapat terjadi secara alami dan buatan. Nagy et al 1978, menyebutkan
ginogenesis adalah terbentuknya zigot 2n (diploid) tanpa peranan genetik gamet
jantan. Jadi gamet jantan hanya berfungsi secara fisik saja, sehingga prosesnya
hanya merupakan perkembangan pathenogenetis betina (telur). Untuk itu sperma
diradiasi. Radiasi pada ginogenesis bertujuan untuk merusak kromososm
spermatozoa, supaya pada saat pembuahan tidak berfungsi secara genetic
(Sumantadinata 1981).

Sedangkan ginogenesis buatan dilakukan melalui beberapa perlakuan pada


tahapan pembuahan dan awal perkembangan embrio. Perlakuan ini bertujuan : 1).
membuat supaya bahan genetik jantan menjadi tidak aktif 2). mengupayakan

8
terjadinya diploisasi agar telur dapat menjadi zigot. Bahan genetik dalam
spermatozoa dibuat tidak aktif dengan radiasi sinar gama, sinar X dan sinar
ultraviolet (Purdom 1993).

Ginogenesis dapat digunakan untuk pemurnian ikan menggantikan teknik


perkawinan sekerabat. Menurut Rohadi, D. S, (1996) dengan ginogenesis buatan
dapat menghasilkan ikan bergalur murni dengan sifat homozigositas. Hasil
pemurnian ikan dengan metode ginogenesis selama satu generasi sama dengan hasil
tujuh sampai delapan generasi perkawinan sekerabat sedangkan homozogositas
satu generasi ikan ginogenesis sama dengan homozigositas tiga generasi ikan hasil
perkawinan sekerabat. Keberhasilan dari metode ini ditentukan oleh umur zigot,
lama waktu kejutan dan suhu kejutan panas yang digunakan. Lamanya kejutan
suhu, pemilihan waktu yang tepat serta suhu perlakuan yang tepat adalah spesifik
atau khas untuk masing-masing jenis ikan.

9
BAB III
BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu


Praktikum mengenai Ginogeneis pada ikan mas jantan (Cyprinus carpio)
dan ikan koi betina (Cyprinus carpio) dilaksanakan pada hari Jumat, 29 Maret 2018
di Laboratorium Akuakultur Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas
Padjadjaran.

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Alat Praktikum Ginogenesis
Keberhasilan kegiatan praktikum Ginogenesis ini tentunya didukung juga
oleh ketersediaan alat yang digunakan. Alat yang digunakan dalam praktikum
Ginogenesis beserta fungsinya dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1. Alat Praktikum Ginogenesis
No. Alat Fungsi
1. Timbangan Untuk mengukur bobot ikan
Jarum suntik Untuk menyuntikkan hormon ovaprim pada
2.
ikan
Untuk menempatkan petridisk-petridisk berisi
3. Kotak radiasi UV sperma yang telah diencerkan untuk diradiasi
dengan lampu germicidal UV 15 watt
4. Lampu neon germicidal Untuk meradiasi sperma sehingga kromosom
UV 15 watt sperma inaktif, namun motilitasnya
dipertahankan
5. Kotak styrofoam Tempat penampungan air panas untuk
melakukan heatshock pada ovum dan sperma
yang telah fertilisasi
6. Saringan penetasan telur Sebagai wadah petridisk saat telur diberi
perlakuan heatshock
7. Petridish Sebagai wadah untuk ovum dan sperma
8. Akuarium Tempat penyimpanan ovum dan telur yang
telah fertilisasi
9. Aerator Untuk pensuplai oksigen di akuarium
10. Mikroskop Untuk mengamati perkembangan telur ikan
11. Waterbath Tempat penampungan dan pembuatan air
panas

10
3.2.2 Bahan Praktikum Ginogenesis
Keberhasilan kegiatan praktikum Ginogeneis juga didukung oleh
ketersediaan bahan yang digunakan. Bahan yang digunakan dalam praktikum
Ginogenesis beserta fungsinya dapat dilihat pada Tabel 2. di bawah ini.
Tabel 2. Bahan Praktikum Ginogenesis
No. Bahan Fungsi
1. Induk ikan mas jantan dan Sebagai penghasil sperma dan ovum yang
induk ikan koi betina akan diberi perlakuan ginogenesis
2. Hormon ovaprim Untuk mempercepat pematangan gonad
indukan ikan
3. Air bersih Sebagai media hidup ikan
4. NaCl fisiologis Pengencer sperma segaigus pengawet
5. Kuning telur rebus Pakan benih setelah yolk sack habis
o
6. Air panas (40 C) Air untuk kejut suhu

3.3 Tahapan Praktikum


3.3.1 Persiapan Praktikum
1. Dicuci akuarium dan diisi air, lalu diberi aerasi
2. Ditimbang ikan mas jantan dan ikan koi betina
3. Disuntikan hormon ovaprim yang ditambahkan aquades pada ikan mas
jantan sebanyak 0,1 ml diencerkan dengan aquades 1 ml. Disuntikan
hormon ovaprim sebanyak 0,4 ml diencerkan dengan aquades 4 ml pada
ikan koi betina.
3.3.2 Pelaksanaan Praktikum
1. Dilakukan stripping pada ikan mas jantan dan ikan koi betina yang telah
matang gonad
2. Diletakkan ovum pada 2 petridish dan diletakan sperma pada 1
petridish
3. Sperma diberi sinar UV selama 1 menit, lalu dicampurkan ke ovum di
masing – masing petridish sambil sedikit digoncangkan agar persebaran
ovum dan sperma merata atau tidak ada telur yang menumpuk

11
4. Sperma dan ovum yang telah dicampur dibilas dengan air, lalu diberi
heatshock selama 2 menit
5. Setelah diberi heatshock, 1 petridish berisi ovum dan dan sperma
diletakkan di mikroskop untuk diamati dan 1 petridish lainnya
diletakkan di dalam akuarium dengan terlebih dulu mengganti air bekas
heatshock dengan air biasa dan dihitung jumlah telurnya.

3.4 Metode
Ada 2 metode yang dilakukan pada praktikum ginogenesis yaitu :
1. Pemberian sinar UV
Radiasi pada ginogenesis bertujuan untuk merusak kromososm
spermatozoa, supaya pada saat pembuahan tidak berfungsi secara genetik
(Sumantadinata, 1981).
2. Perlakuan heatshock ( kejut suhu )
Kejut suhu dimaksudkan untuk pencegahan keluarnya polar body II telur
pada saat terjadi pembelahan miosis kedua atau pencegahan pembelahan sel
setelah duplikasi kromosom pada saat terjadi pembelahan mitosis pertama
sehingga jumlah kromosom telur mengganda lagi pada awal perkembangan
zigot (Nagy et al 1978).

3.5 Parameter yang Diamati


3.5.1 FR
FR atau fertilization rate adalah derajat pembuahan telur. Pengamatan
derajat pembuahan telur (FR) yang dilakukan setelah pembuahan telur pada proses
hibridisasi, selesai dilakukan. Telur yang terbuahi adalah telur yang berwarna cerah,
sedangkan telur yang mati adalah telur yang berwarna kusam. FR yang dihitung
adalah telur yang terdapat dalam akuarium. Effendie (1979) menyebutkan bahwa
untuk mengetahui derajat fertilisasi telur ikan dapat menggunakan rumus sebagai
berikut :

𝐏𝐨
FR (%) = x 100 %
𝐏

12
Keterangan :
FR : Derajat fertilisasi telur (%)
P : Jumlah telur sampel
Po : jumlah telur yang dibuahi
3.5.2 HR
HR atau hatching rate adalah derajat penetasan telur. Pengamatan derajat
penetasan telur dilakukan ketika embrio menetas menjadi larva.HR yang di hitung
adalah telur yang menetas dalam akuarium. Effendie (1979) menyebutkan bahwa
untuk mengetahui derajat penetasan telur ikan dapat menggunakan rumus sebagai
berikut :

𝐏𝐭
HR (%) = x 100 %
𝐏𝐨

Keterangan :
HR : Derajat penetasan telur
Pt : Jumlah telur yang menetas
Po : Jumlah telur yang dibuahi

3.5.3 SR
SR atau survival rate adalah derajat kelangsungan hidup ikan. Pengamatan
derjat kelangsungan hidup ikan dilakukan hanya untuk proses ginogenesis,
hibridisasi, dan triploidisasi setelah larva ikan berumur tujuh hari. Effendie (1979)
menyebutkan bahwa untuk mengetahui derajat kelangsungan hidup ikan dapat
menggunakan rumus sebagai berikut :

𝐍𝐭
SR (%) = x 100 %
𝐍𝐨

Keterangan :
SR : Kelangsungan hidup ikan selama praktikum
Nt : Jumlah ikan pada akhir praktikum
No : Jumlah ikan pada awal praktikum

13
3.6 Analisis Data
Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan gambar dan
dianalisis secara deskriptif, yaitu dengan membandingkan hasil percobaan
dengan literature yang berkaitan dengan penggunaan metiltestosteron pada
proses maskulinisasi.
𝑃𝑜
FR% = 100
𝑃

Keterangan :
FR = Derajat fertilisasi air (%)
P = Jumlah telur sampel
Po = Jumlah telur yang dibuah
𝑃𝑡
HR (%) = 𝑃𝑜 100%

Keterangan :
HR = Derajat penetasan telur
Pt = Jumlah telur yang menetas
Po = Jumlah telur yang dibuahi
𝑁𝑡
SR(%) = 𝑁𝑜 x 100%
Keterangan :
SR = Kelangsungan hidup awal ikan selama praktikum
Nt = Jumlah ikan pada akhir praktikum
No =Jumlah ikan pada awal praktikum

14
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan Kelas


Berdasarkan hasil pengamatan yang didapatkan pada praktikum
“Ginogenesis Pada Ikan Mas Jantan (Cyprinus carpio) dan Ikan Koi Betina
(Cyprinus carpio)” yang dilakukan kelas Perikanan C 2016 diperoleh hasil sebagai
berikut.

4.1.1 Fertilization Rate (FR)


Berikut ini merupakan tabel FR dari ikan koi yang di amati oleh kelas
Perikanan C 2016.
Tabel 3. FR Ikan Koi Kelas Perikanan C 2016
Kelompok
Perlakuan
1-4 5-8 9-12
Ginogenesis 68% 38,80% 72%
Ginogenesis 62,50% 25% 93,57%
Ginogenesis 80% 39,50% 60,60%
Ginogenesis 55,46% 84,40% 71,88%
Rata-Rata 66,49 % 46,92% 74,51%

4.1.2 Hatching Rate (HR)


Berikut ini merupakan tabel HR dari ikan koi yang di amati oleh kelas
Perikanan C 2016.
Tabel 4. HR Ikan Koi Kelas Perikanan C 2016
Kelompok
Perlakuan
1-4 5-8 9-12
Ginogenesis 77% 14% 0%
Ginogenesis 0% 0% 0%
Ginogenesis 6,80% 18,36% 1,67%
Ginogenesis 55% 1,55% 73,91%
Rata-Rata 34,7% 8,48% 18,9%

4.1.3 Survival Rate (SR)


Berikut ini merupakan tabel HR dari ikan koi yang di amati oleh kelas
Perikanan C 2016.

15
Tabel 5. SR Ikan Koi Kelas Perikanan C 2016
Kelompok
Perlakuan
1-4 5-8 9-12
Ginogenesis 100% 100% 0%
Ginogenesis 0% 0% 0%
Ginogenesis 50% 55,50% 100%
Ginogenesis 100% 100% 88,23%
Rata-Rata 62,5% 63,87% 47,05%

4.2 Hasil Pengamatan Kelompok


Berdasarkan hasil pengamatan dan penghitungan mengenai praktikum
“Ginogenesis Pada Ikan Mas Jantan (Cyprinus carpio) dan Ikan Koi Betina
(Cyprinus carpio)” yang dilakukan oleh kelompok 2 diperoleh hasil sebagai
berikut.

4.2.1 Fertilization Rate (FR)


Hasil Fertilization Rate (FR) atau persentasi telur yang terbuahi didapatkan
oleh kelompok 2 sebesar 63,09%. Hasil tersebut didapatkan dari pengamatan telur
dan perhitungan menggunakan rumus berikut:
Po
𝐹𝑅 (%) = 𝑥 100%
P
15
= 24 𝑥 100%

= 63,09%
4.2.2 Hatching rate (HR)
Hasil Hatching Rate (HR) atau persentasi telur yang menetas didapatkan oleh
kelompok 2 sebesar 0%. Hasil tersebut didapatkan dari pengamatan telur dan
perhitungan menggunakan rumus berikut:
Pt
𝐻𝑅 (%) = 𝑥 100%
Po
0
= 24 𝑥 100%

= 0%

16
4.2.3 Survival Rate (SR)
Hasil Survival Rate (SR) atau persentasi benih yang bertahan hiduo
didapatkan oleh kelompok 2 sebesar 0%. Hasil tersebut didapatkan dari
pengamatan benih dan perhitungan menggunakan rumus berikut:
Nt
𝐻𝑅 (%) = 𝑥 100%
No
0
= 𝑥 100%
0
= 0%
4.3 Pembahasan Kelompok
Berdasarkan kegiatan praktikum yang telah dilakukan, berikut ini merupakan
pembahasan tentang ginogenesis ikan koi.

4.3.1 Fertilization rate (FR)


Berdasarkan hasil hasil kegiatan yang dilaksanan didapatkan bahwa
fertilization rate atau persentase telur yang terbuahi oleh kelompok 2 mencapai
angka 63,09% hal ini termasuk proses pembuahan yang tidak terlalu baik sesuai
dengan pernyataan Woynarovich et al. (1980) yang menyatakan bahwa persentase
pembuahan telur yang baik yaitu mencapai angka 80%, sedangkan hasil praktikum
kelompok 2 hanya mencapai angka 63,09% yang meskipun sudah dekat tetapi
terhitung kurang baik. Hal ini dapat terjadi karena kemungkinan human error atau
kesalahan berbasis manusia seperti pada saat menyampurkan sperma dan teur tidak
smepurna, atau perendaman telur tidak berlangsung lama (sebentar), atau saat
pemerataan sperma praktikan tidak meratakan dengan baik sehingga telur tidak
terbuahi semua secara sempurna.

4.3.2 Hatching Rate (HR)


Berdasarkan hasil hasil kegiatan yang dilaksanan didapatkan bahwa hatching
rate atau persentase telur yang menetas yang dilakukan oleh kelompok 2 sama
sekali tidak ada yangg menetas atau 0% hal ini sebenarnya lumrah terjadi karena
ginogenesis persentasi keberhasilan jika tidak tekun, ulet dan hati-hati akan
menyebabkan persentase kegagalan lebih tinggi, juga dapat terjadi karena telur

17
yang sudah mengeras dan menggumpal atau menempel satu sama lain, dimana ini
terjadi karena kesalahan praktikan yaitu terlalu lama saat menghitung jumlah telur,
karena sifat telur ikan koi yang adhesive akan menempel satu sama lain jika tidak
cepat cepat dibuahi, terlalu lama didiamkan juga akan berakibat fatal pada telur
seperti proses fertilisai menjadi lebih lama dan kualitas keamanan telur menurun
drastic.

4.3.3 Survival Rate (SR)


Berdasarkan hasil hasil kegiatan yang dilaksanan didapatkan bahwa survival
rate atau persentase benih yang bertahan hidup oleh kelompok 2 sama sekali tidak
ada atau berangka 0%, dapat dikategorikan sebagai kegagalan praktikan. terjadi
karena kesalahan praktikan pada saat menjaga telur yang telah terbuahi yang
berakibat tidak adanya telur yang menetas, jika tidak ada telur yang menetas maka
tidak akan ada benih ynag bertahan hidup atau mencapai persentase 0%.

18
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Ginogenesis adalah proses terbentuknya zigot dari gamet betina tanpa
kontribusi dari gamet jantan. Dalam ginogenesis gamet jantan hanya berfungsi
untuk merangsang perkembangan telur dan sifat-sifat genetisnya tidak diturunkan.
Ginogenesis dapat terjadi secara alami dan buatan. Nagy et al 1978, menyebutkan
ginogenesis adalah terbentuknya zigot 2n (diploid) tanpa peranan genetik gamet
jantan. Jadi gamet jantan hanya berfungsi secara fisik saja, sehingga prosesnya
hanya merupakan perkembangan pathenogenetis betina (telur). Untuk itu sperma
diradiasi. Radiasi pada ginogenesis bertujuan untuk merusak kromososm
spermatozoa, supaya pada saat pembuahan tidak berfungsi secara genetic.
Ginogenesis dapat digunakan untuk pemurnian ikan menggantikan teknik
perkawinan sekerabat. dengan ginogenesis buatan dapat menghasilkan ikan
bergalur murni dengan sifat homozigositas. Hasil pemurnian ikan dengan metode
ginogenesis selama satu generasi sama dengan hasil tujuh sampai delapan generasi
perkawinan sekerabat sedangkan homozogositas satu generasi ikan ginogenesis
sama dengan homozigositas tiga generasi ikan hasil perkawinan sekerabat.

5.2 Saran
Agar praktikum “Ginogenesis Ikan Koi (Cyprinus carpio)” dapat
berlangsung dengan baik dan mendapatkan hasil yang baik, alangkah baiknya untuk
memahami teori mengenai ginogenesis terlebih dahulu sebelum melakukan
praktikum sehingga pada saat praktikum berlangsung praktikan dapat
memperhatikan faktor-faktor yang mungkin akan menjadi penyebab kegagalan
dalam praktikum dan praktikan harus lebih jujur dan tidak memetingkan kelompok
masing-masing terkait masalah aerasi yang sering ditukar ataupun diambil karena
sangat merugikan kelompok lainnya.

19
DAFTAR PUSTAKA

Gusrina. 2008. Budidaya Ikan Jilid I. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah


Kejuruan, Direktorat Jendral Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah,
Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta.
James, B. 2002. Guild Koi. Inggris: Interpet Publishing
Nandeesha M.C., Das, S.K., Nathaniel, D.E., and Varghese, T.J. 1990a. Breeding
of Carps With Ovaprim in India. Spec. Publ. Asian Fish. Soc. Indian Branch,
Mangalore, India. no. 4. 41 pp.
Nagy, A. M., M. Barcsenyl dan V. Csan. 1981. Investigation on Carp Cyprinus
carpio by Oral Administration of Methytestosteron. Canadian Journal of
Fisheries and Aquatic Science, 38:725-728.
Purdom. E. C. 2003. Genetika and fish breeding. Chapman and Hall. Fish and
fisheries series, 277
Rohadi, D.S, 1996. Pengaruh Berbagai Waktu Awal Kejutan Panas Terhadap
Persentase Larva Diploid Mitoandrogenetik Ikan Mas (Cyprinus carpio L).
Universitas Padjadjaran, Fakultas Pertanian, Jurusan Perikanan, Jatinangor,
Sumedang.
Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Binacipta, Jakarta.
Sumantadinata. 1981. Pengembang Biakan Ikan-Ikan Peliharaan Indonesia.
Sastratu Daya. IPB. Bogor.
Sunarma, A. 2007. Budidaya Ikan Patin (Pangasius pangasius). Diakses dari http:
www.dkp.go.id. Pada tanggal 6 Febuari 2009.
Susanto H. 2009. Pembenihan dan Pembesaran Patin. Jakarta: Penebar Swadaya.
Woynarovich, E, and I. Horvath. 1980. The Artificial Propagarion of Warmater
Fin Fishes. A Manual For Extension. FAO. Rome. 181 p

20
LAMPIRAN

Lampiran 1. Alat

Akuarium Box styrofoam

Cawan petri Saringan

Sinar UV

Water bath

21
Lampiran 2. Bahan Praktikum

NaCl
Sperma

22
Lampiran 3. Prosedur Praktikum

A. Persiapan Praktikum

Dicuci akuarium.

Pemasangan aerasi dan diisi akuarium dengan air


sebanyak ¾ bagian volume akuarium.

Seleksi indukan.

Dipisahkan induk jantan dan induk betina.

Penyuntikkan ovaprim
Induk betina : 0,4 ml/kg
Induk jantan : 0,1 ml/kg

Distripping sperma pada induk jantan, dan


distripping telur pada induk betina setelah ovulasi.

B. Pelaksanaan Praktikum

Diencerkan sperma dengan NaCl.

23
Di radiasi sperma tersebut dengan sinar UV selama
1.5 menit di dalam kotak UV

Dilakukan fertilisasi sperma yang telah diradiasi


dengan sel telur dari ikan koi betina dan di diamkan
selama 30 menit

Dilakukan heatshock pada suhu 40oC selama 2


menit

Dilakukan pengamatan terhadap telur, dihitung telur


yang terbuahi dan FR. Kemudian telur yang sudah
dibuahi ditebarkan pada akuarium yang telah
disediakan.

24
Lampiran 3. Kegiatan Praktikum

Pengisian akuarium Pemasangan aerasi

Heat shock

Pencampuran sperma dan telur

Telur dimasukkan ke akuarium


Penyinaran sinar UV

25
Lampiran 5. Data Pengamatan
Tabel 1. FR Ikan Koi Kelas Perikanan C 2016
Ulangan
Perlakuan
1 2 3
Ginogenesis 68% 38,80% 72%
Ginogenesis 62,50% 25% 93,57%
Ginogenesis 80% 39,50% 60,60%
Ginogenesis 55,46% 84,40% 71,88%
Rata-Rata 66,49 % 46,92% 74,51%

Tabel 2. HR Ikan Koi Kelas Perikanan C 2016


Ulangan
Perlakuan
1 2 3
Ginogenesis 77% 14% 0%
Ginogenesis 0% 0% 0%
Ginogenesis 6,80% 18,36% 1,67%
Ginogenesis 55% 1,55% 73,91%
Rata-Rata 34,7% 8,48% 18,9%

Tabel 3. SR Ikan Koi Kelas Perikanan C 2016


Ulangan
Perlakuan
1 2 3
Ginogenesis 100% 100% 0%
Ginogenesis 0% 0% 0%
Ginogenesis 50% 55,50% 100%
Ginogenesis 100% 100% 88,23%
Rata-Rata 62,5% 63,87% 47,05%

Tabel 4. Pengukuran Kualitas Air


kelompok Suhu (0) pH DO
1 24 - 4,5
2 24 - 4,5
3 - - -
4 24 - 45

26
5 - - -
6 23,8 - 4,5
7 - - -
8 - - -
9 24 - 4,5
10 24 - 4,5
11 - - -
12 24 - 4,5

27

Anda mungkin juga menyukai