Anda di halaman 1dari 12

LABORATORIUM FARMAKOLOGI FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

LAPORAN FARMAKOLOGI TOKSIKOLOGI 2

OBAT DIURETIK

DISUSUN OLEH :

NAMA : ADISTI QAMA

NIM : 15020150156

ASISTEN : NUR SYAM SUNARSIH

LABORATORIUM FARMAKOLOGI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2016
OBAT DIURETIK

Adisti Qama1, Nur Syam Sunarsih2

1
Mahasiswa Fakultas Farmasi, UMI
2
Asisten Laboratorium Farmakologi Fakultas Farmasi, UMI

Email : qamaadisti@gmail.com

ABSTRAK
Latar Belakang: Diuretik adalah obat yang dapat menambah kecepatan
pembentukan urin. Istilah diuresis mempunyai dua pengertian, pertama
menunjukkan adanya penambahan volume urin yang diproduksi dan yang kedua
menunjukkan jumlah pengeluaran zat-zat terlarut dalam air. Obat-obat yang
tergolong dalam diuretika ini merupakan penghambat reseptor ion yang
menurunkan reabsorbsi Na+ pada bagian-bagian nefron yang berbeda. Sehingga
Na+ dan ion lain seperti Cl- memasuki urine dalam jumlah yang lebih banyak
dibanding bila keadaan normal bersama-sama air, dan dieksresikan ke luar tubuh.
Tujuan Praktikum: Tujuan dari praktikum ini adalah untuk menentukan efek dari
obat diuretik yaitu Spironolakton pada hewan coba tikus (Rattus norvegicus)
berdasarkan parameter pengukuran volume urin.
Metode: Praktikum ini menggunakan 1 ekor tikus yang diberi obat spironolakton,
pemberian dilakukan secara oral. Pengukuran kadar urine dilakukan setelah
pemberian obat.
Hasil: Hasil praktikum menunjukkan bahwa obat diuretik memberikan efek
peningkatan laju aliran urine terhadap tikus (Rattus norvegicus).
Kesimpulan: Obat Spironolakton memiliki efek diuretik.

Kata Kunci : Diuretik, eksresi, urine, Spronolakton.

PENDAHULUAN

Diuretik merupakan obat yang bekerja pada ginjal untuk meningkatkan ekskresi

air dan natrium klorida. Secara normal, reabsorbsi garam dan air dikendalikan

masing-masing oleh aldosteron dan vasopresin. Sebagian besar diuretik bekerja

dengan menurunkan reabsorbsi eletrolit oleh tubulus (atas). Ekskresi elektronit


yang meningkat diikuti oleh peningkatan ekskresi air, yang penting untuk

mempertahankan keseimbangan osmotik (Neal, 2006).

Proses pembentukan urine. Ginjal memproduksi urine yang mengandung zat sisa

metabolik dan mengatur komposisi cairan tubuh memelalui tiga proses utama

(Sloane, 2003):

1. Filtrasi

Filtrasi glemerular adalah perpindahan cairan dan zat terlarut dan kapiler

glomerular, dalam tekanan tertentu ke dalam kapsul bowman.

2. Reabsobsi

Reabsorpsi tubulus sebagian besar fiktrat (99%) secara selektif direabsorpsi

aktif terhadap dalam tubulus ginjal melalui difusis pasif gradien kimia atau

listrik, transpor aktif terhadap gradien tersebut.

3. Sekresi

Sekresi tubukar adalah proses aktif yang memindahakan zat keluar dari

darah dalam kapilar pertibular melewati sel-sel tubular menuju cairan

tubukar untuk dikeluarkan dalam urine

Diuretik dapat menambah kecepatan pembentukan urin. Dimana istilah

diuresis mempunyai dua pengertian, pertama menunjukkan adanya penambahan

volume urin yang diproduksi dan yang kedua menunjukkan jumlah pengeluaran

(kehilangan) zat- zat terlarut dan air. Fungsi utama diuretik adalah untuk

memobilisasi cairan udema, yang berarti mengubah keseimbangan cairan

sedemikian rupa sehingga volume cairan ekstrasel kembali menjadi normal

(Marjono, 2004).
Cairan yang disaring yaitu filtrat glomerulus, kemudian mengalir melalui

tubula renalis dan sel-selnya menyerap semua bahan yang diperlukan tubuh dan

meninggalkan yang tidak diperlukan. Dengan mengubah-ubah jumlah yang

diserap atau ditinggalkan dalam tubula, sel dapat mengatur susunan urine di satu

sisi dan susunan darah disisi sebaliknya. Dalam keadaan normal semua glukosa

dan air sebagian besar diabsorpsi kembali, kebanyakan produk buangan

dikeluarkan (Pearce, 2013).

Pada umumnya diuretik dibagi menjadi beberapa kelompok yakni

(Gunawan, 2007):

1. Diuretik kuat (High-ceiling diuretics)

Diuretik kuat mencakup sekelompok diuretik yang efeknya sangat

kuat dibandingkan dengan diuretik lain. Tempat kerja utamanya dibagian

epitel tebal ansa henle bagian asenden, kelompok ini disebut juga sebagai

loop diuretics. Dengan mekanisme kerja yaitu penghambatan terhadap

kontranspor Na+/K+/Cl-. Yang termasuk kelompok ini adalah furosemid,

torsemid, asam etakrinat dan bumetamid.

2. Benzotiadiazid

Benzotiadiazid atau tiazid bekerja menghambat simporter Na+, Cl-

di hulu tubulus distal. Sistem transpor ini dalam keadaan normal berfungsi

membawa Na+ dan Cl- dari lumen ke dalam sel epitel tubulus. Na+

selanjutnya dipompakan ke luar tubuulus dan ditukar dengan K+, sedangkan

Cl- dikeluarkan melalui kanal klorida. Yang termasuk golongan ini adalah
chlorothiazide, chlorthalidone, hydrochlorothiazide, indapamide dan

metolazone.

3. Diuretik hemat kalium

Yang termasuk golongan dalam kelompok ini ialah antagonis

aldosteron yaitu spironolakton dan eplerenon, triamteren dan amilorid.

Mekanisme kerja dari antagonis aldosteron adalah penghambatan

kompetitif terhadap aldosteron. Triamteren dan amilorid dapat

memperbesar eksresi natrium dan klorida sedangkan kalium berkurang dan

eksresi bikarbonat tidak mengalami perubahan. Dibandingkan dengan

triamteren, amilorid jauh lebih mudah larut dalam air sehingga banyak

diteliti.

4. Diuretik osmotik

Diuretik osmotik biasanya dipakai untuk zat bukan elektrolit yang

mudah dan cepat dieksresi oleh ginjal. Contoh golongan obat ini adalah

manitol, urea, gliserin dan isosorbid. Adanya zat tersebut dalam lumen

tubuli, meningkatkan tekanan osmotik, sehingga jumlah air dan elektrolit

yang dieksresi bertambah besar.

5. Penghambat karbonik anhidrase

Acetazolamide menghambat enzim karbonik anhidrase pada

tubulus proksimal sel-sel epitel. Penghambat karbonik anhidrase lebih

sering digunakan karena kerja farmakologisnya yang lain dan bukan efek

diuretiknya karena obat ini kurang efektif dibandingkan tiazid atau loop

diuretic (Richard, 2013).


Spironolakton merupakan steroid sintesis yang mengantagonis

aldosterone pada lokasi reseptor sitoplasmik intraseluler. Obat ini mencegah

transkolasi kompleks reseptor menjadi nukleus pada sel targer, dengan

demikian kompleks ini tidak berikatan dengan DNA. Protein mediator ini,

secara normal merangsang situs pertukaran Na+/K+ yang ada pada tubulus

koligens (Richard, 2013).

Furosemid menghambat kontranspor Na+/K+/Cl- dalam membran

lumen ansa henle pars asendens. Oleh seba itu, reabsorbsi ion-ion ini menurun.

Obat ini merupakan oabt diuretik yang paling efektif karena pars asendens

tersebut mengurusi reabsorbsi 25-30 persen NaCl yang disaring dan sisi hilirnya

tidak mampu mengompensasi beban Na+ yang meningkat ini (Richard, 2013).

Sistem kardiovaskular adalah bagian dari sistem sirkulasi. Sistem ini

terdiri dari jantung, pembuluh darah (arteri, kapilar, dan vena) dan darah yang

mengalir di dalamnya (Sloane, 2003).

Uraian Bahan

Spirolakton (Ganiswara, 2002)

Indikasi : Hipertensi esensial, edema pada payah jantung kongestif, edema

yang disertai peningkatan kadar aldosteron dalam darah, misalnya

pada sindrom nefrotik atau sirosis hati, juga digunakan dalam

diagnosis maupun pengobatan pada hiperal dosteronisme primer.

Kontraindikasi : Tidak boleh diberikan pada penderita hiperkalemia atau kegagalan

ginjal yang berat.

Farmakokinetik : 70 % spironolakton oral diserap di saluran cerna, mengalami


sirkulasi enterohepatik dan metabolisme lintas pertama. Ikatan

dengan protein cukup tinggi. Metabolit utamanya kanrenon,

memperlihatkan aktivitas antagonis aldosteron dan turut

berperan dalam aktivitas biologic spironolakton. Kanrenon

mengalami interkonversi enzimatik menjadi kanrenoat yang

tidak aktif.

Farmakodinamik : Penghambatan kompetitif terhadap aldostreon

Dosis : Antara 25-200 mg

METODE PRAKTIKUM

Alat dan Bahan yang digunakan

Adapun alat yang digunakan pada percobaan ini adalah gelas kimia, kanula,

kandang fisiologi, labu ukur 5 ml, spoit injeksi 1 ml dan 3 ml dan stopwatch.

Adapun bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah aquadest, aqua pro

injeksi, dan spironolakton.

Prosedur Kerja

Pembuatan Bahan Praktikum

Pembuatan Na-CMC 1% b/v

Disiapkan alat dan bahan, ditimbang Na-CMC sebanyak 1 gr, dipanaskan

hingga 700C 100 ml air suling, disuspensikan Na-CMC dengan air suling yang telah

dipanaskan sedikit demi sedikit sambil di aduk. Dimasukkan suspensi Na-CMC

dalam wadah dan di simpan dalam lemari pendingin.

Pembuatan Obat Spironolakton


Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan, ditimbang spironolakton

sebanyak 50 mg, dimasukkan ke dalam vial yang telah dikalibrasi, diencerkan

dengan Na-CMC 1%, kemudian dicukupkan hingga 5 ml, diambil larutan diatas

sebanyak 3,3 ml, dimasukkan ke dalam labu ukur 5 ml. Dicukupkan dengan Na-

CMC 1% hingga 5 ml, dihomogenkan lalu diberi etiket.

Perlakuan Hewan Coba

Disiapkan alat dan bahan, disiapkan 1 ekor tikus . Tikus dengan berat badan 192

gram diberikan obat furosemid sebanyak 4,8 ml secara oral. Diukur volume urine

setelah menit ke 30, 60 dan 90. Dicatat volume urin dari masing-masing tikus.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Praktikum

Volume urine
Obat BB VP
30 60 90

Spironolakton 192 gram 4,8 ml 1,6 ml 3 ml 1,6 ml

Pembahasan

Diuretik adalah proses terganggunya saluran kandung kemih atau proses miksi.

Diuresis dapat terjadi karena adanya pengecilan atau penyempitan pada kandung

kemih seseorang. Diuresis juga disebabkan karena adanya efek farmakodinamik

pada SSP.
Proses pembentukan urine yaitu ginjal memproduksi urine yang mengandung

zat sisa metabolik dan mengatur komposisi cairan tubuh melalui tiga proses utama

yaitu filtrasi (penyaringan), reabsorbsi (penyerapan) dan sekresi.

Pada umumnya obat diuretik dibagi lagi menjadi beberapa kelompok yakni

diuretik kuat (furosemid, torsemid), benzotiadiazid (hydrochlorothiazide), diuretik

hemat kalium (spironolakton, tiamteren), diuretik osmotik (manitol) dan

penghambat karbonik anhidrase (acetazolamide).

Tujuan dilakukannya percobaan ini yaitu untuk mengetahui dan menentukan

secara langsung efektivitas dari obat diuretik (spironolakton).

Dalam percobaan ini digunakan hewan coba mencit pada percobaan

kardiovaskuler dan tikus pada percobaan diuretik, karena kedua hewan ini memiliki

struktur dan fungsi yang hampir mirip dengan manusia. Pada percobaan

kardiovaskuler digunakan epinefrin untuk membuat hewan coba tersebut

hipertensi.

Furosemid merupakan obat diuretik yang efeknya sangat kuat bila

dibandingkan dengan obat diuretik lainnya. Tempat kerja utamanya di bepitel tebal

ansa Henle pada bagian asenden. Furosemid dapat menyebabkan meningkatnya

eksresi kalium dan kadar asam urat plasma. Secara oral, obat ini memberikan efek

pada 0,5-1 jam tetapi efek yang diberikan agak singkat yaitu 4-6 jam.

Spironolakton merupakan diuretik penghemat kalium. Aldosteron

menstimulasi reabsorpsi natrium dan sekresi kalium, proses ini di hambat secara

kompetitif (saingan) oleh antagonis aldosteron. Jadi obat ini mengakibatkan eksresi

natrium kurang dari 5% dan retensi kalium. Daya diuretiknya agak lemah. Mulai
bekerja setelah 2-3 hari setelah pemberian dan bertahan sampai beberapa hari

setelah pengobatan dihentikan.

Dengan pemberian obat spironolakton dapat diamati bahwa pada menit ke 30,

60 dan 90 terjadi urinasi yang tidak terlalu signifikan pada tikus. Hal ini sudah

sesuai dengan literatur karena spironolakton termasuk diuretik hemar kalium yang

memiliki efek lemah dan mulai memberikan efek setelah 2-3 hari.

Berdasarkan hasil pengamatan diatas, dapat disimpulkan bahwa pada

percobaan diuretik, semua obat telah memberikan hasil yang sesuai dengan efek

yang tertera pada literatur.

Adapun faktor kesalahan yang terdapat pada percobaan ini antara lain yaitu

kurang teliti dalam pemberian obat kepada hewan coba sehingga bisa saja obat yang

diberikan berlebih atau kurang, kurang teliti dalam mengamati dan obat-obat yang

diberikan kurang steril.


KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa pemberian obat

spironolakton pada hewan tikus (Rattus norvegicus) berdasarkan parameter

pengukuran volume urinnya, dimana spironolakton tidak memberikan peningkatan

yang signifikan pada volume hewan coba karena spironolakton termasuk diuretik

hemar kalium yang memiliki efek lemah dan mulai memberikan efek setelah 2-3

hari.

Saran

Sebaiknya kerja sama antara asisten dan praktikan lebih ditingkatkan lagi

agar praktikum dengan berjalan lancar.


DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2016. Penuntun Praktikum Farmakologi & Toksikologi II. UMI:


Makassar
Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan:
Jakarta.
Ganiswara, Sulistia G. 2002. Farmakologi dan terapi edisi IV. Gaya Baru: Jakarta.

Gunawan, Sulistia Gan. 2007. Farmakologi dan Terapi. FKUI: Jakarta.

Katzung B., et al. 2013. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: EGC.

Marjono, Mahar. 2004. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. UI Press: Jakarta.

Neal, M.J.,2006. At a Glance Farmakologi Medis. Erlangga: Jakarta.

Pearch, Evelyn. 2013. Anatomi dan fisiologi untuk paramedis. GM: Jakarta.

Rahardja, Tan Hoan. 2007. Obat-Obat Penting Edisi 6. PT. Gramedia. Jakarta.

Richard A. Harvey, dan Champe C.C. 2013. Farmakologi Ulasan Bergambar.


Lippincott’s Illustrated Reviews: Farmacology. Penerjemah Azwar Agoes
Edisi 4. Widya Medika: Jakarta.
Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk pemula. EGC: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai