Anda di halaman 1dari 28

TUGAS NSP

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN


DENGAN MASALAH ATRESIA ANI

Tim NSP

Disusun oleh :
Nunik Dewi Nur Janah
D/KP/VI
04.05.1168

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
SURYA GLOBAL
YOGYAKARTA
2008
KATA PENGANTAR

Segala puji semoga tidak luluh dan kering dari lidah seorang insan sebagai tanda
syukur atas nikmat, hidayah keislaman yang diberikan oleh sang khaliq yakni Allah
SWT, sholawat serta salam semoga tetap tecurah bagi sang reformis dunia dari zaman
kegelapan menuju alam yang terang benderang seperti sekarang ini yaitu Nabi Besar
Muhammad SAW, beserta keluarga beliau, sahabat dan orang-orang yang mengikuti
beliau hingga hari akhir jaman.
Kesyukuran yang luar biasa atas diberikannya kesempatan bagi penulis untuk
dapat menyeleseikan makalah tentang atresia ani ini, yang merupakan salah satu tugas
dari “Nursing Simulation Program (NSP)”.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen pembimbing NSP yang
telah mendidik penulis sehingga terselesaikannya makalah ini, serta teman-teman yang
telah membantu dan memberi semangat.
Pada makalah ini terdapat pembahasan singkat tentang Atresia Ani dan asuhan
keperawatan pada klien yang menderita Atresia Ani.
Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca pada
umumnya dan bagi mahasiswa SSG pada khususnya.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini,
untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi
kesempurnaan makalah ini.
Kiranya Alloh S.W.T berkenan memberikan perlindungan dan bimbinganNya.

Yogyakarta, 10 Mei 2008

Penulis

2
DAFTAR ISI

Halaman Judul ............................................................................................ i


Kata Pengantar ............................................................................................ ii
Daftar Isi ............................................................................................ iii
BAB I : LANDASAN TEORI
A. DEFINISI .................................................................... 4
B. ETIOLOGI .................................................................... 4
C. PATOFIOLOGI ........................................................ 5
D. TANDA DAN GEJALA ............................................ 6
E. DIAGNOSA ATRESIA ANI ............................................ 6
F. BAGAN TERJADINYA ATRESIA ANI .................... 8
G. PENATALAKSANAAN ............................................ 9
BAB II : ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN
DENGAN MASALAH ATRESIA ANI ................................ 16

BAB III : PENUTUP ................................................................................. 27

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 28

3
BAB I
LANDASAN TEORI

A. DEFINISI
Atresia berasal dari bahasa Yunani, a artinya tidak ada, tresis artinya nutrisi atau
makanan. Dalam istilah kedokteran atresia itu sendiri adalah keadaan tidak adanya atau
tertutupnya lubang badan normal atau organ tubular secara kongenital disebut juga
clausura.
Dengan kata lain tidak adanya lubang di tempat yang seharusnya berlubang atau
buntunya saluran atau rongga tubuh, hal ini bisa terjadi karena bawaan sejak lahir atau
terjadi kemudian karena proses penyakit yang mengenai saluran itu. Atresia dapat terjadi
pada seluruh saluran tubuh, misalnya atresia ani. Jadi ATRESIA ANI adalah bentuk
kelainan bawaan dimana tidak adanya lubang dubur terutama pada bayi, rektum yang
buntu terletak di atas levator sling yang juga dikenal dengan istilah "AGNESIS
REKTUM".
Atresia ani memiliki nama lain yaitu anus imperforate atau malformasi anorectal.
Jika atresia ani terjadi maka hampir selalu memerlukan tindakan operasi untuk membuat
saluran seperti keadaan normalnya Menurut Ladd dan Gross (1966) anus imperforata
dalam 4 golongan, yaitu:
1. Stenosis rektum yang lebih rendah atau pada anus (Tipe pertama)
2. Membran anus yang menetap (Tipe Kedua)
3. Anus imperforata dan ujung rektum yang buntu terletak pada bermacam- macam
jarak dari peritoneum (Tipe Ketiga)
4. Lubang anus yang terpisah dengan ujung rectum (Tipe Keempat)

B. ETIOLOGI
Atresia dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir
tanpa lubang dubur
2. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu/3 bulan

4
3. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus,
rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu
keempat sampai keenam usia kehamilan.
4. Insiden + 1 : 4000 – 5000
5. Secara tertutup diasosiakan dengan devidasi kongenital lainnya seperti : penyakit
jantung, atresia esofagus, spinal malformasi, hidronefrosis, BBLR.

C. PATOFISIOLOGI
Terjadinya anus imperforata karena kelainan congenital dimana saat proses
perkembangan embrionik tidak lengkap pada proses perkembangan anus dan rectum.
Dalam perkembangan selanjutnya ujung ekor dari belakang berkembang jadi kloaka yang
juga akan berkembang jadi genitor urinary dan struktur anoretal.
Atresia ani ini terjadi karena tidak sempurnanya migrasi dan perkembangan kolon
antara 7-10 minggu selama perkembangan janin. Kegagalan tersebut terjadi karena
abnormalitas pada daerah uterus dan vagina, atau juga pada proses obstruksi. Anus
imperforate ini terjadi karena tidak adanya pembukaan usus besar yang keluar anus
sehingga menyebabkan feses tidak dapat dikeluarkan.
Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstuksi dan adanya 'fistula. Obstuksi ini
mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi cairan, muntah dengan segala akibatnya
Apabila urin mengalir melalui fistel menuju rektum, maka urin akan diabsorbsi sehingga
terjadi asidosis hiperchloremia, sebaliknya feses mengalir kearah traktus urinarius
menyebabkan infeksi berulang. Pada keadaan ini biasanya akan terbentuk fistula antara
rectum dengan organ sekitarnya. Pada wanita 90% dengan fistula ke vagina (rektovagina)
atau perineum (rektovestibuler). Pada laki- laki biasanya letak tinggi, umumnya fistula
menuju ke vesika urinaria atau ke prostate (rektovesika) pada letak rendah fistula menuju
ke urethra (rektourethralis).

5
D. TANDA DAN GEJALA
Gejala yang menunjukan terjadinya atresia ani atau anus imperforata terjadi dalam
waktu 24-48 jam. Gejala itu dapat berupa:
1. Perut kembung dan membuncit
2. Muntah
3. Tidak ada anus yang terbuka
4. Tidak bisa buang air besar
5. Tidak ada mekonium
6. Pada pemeriksaan radiologis dengan posisi tegak serta terbalik dapat dilihat
sampai dimana terdapat penyumbatan
7. Termometer oleh jari kecil tidak dapat masuk ke dalam rectum
8. Pada bayi perempuan biasanya disertai vistula recta vagina, jarang disertai
vistula recta ana
9. Pada bayi laki laki sering disertai vistula recta urinari; dalam urin ada
meconium

E. DIAGNOSA
Anamnesis perjalanan penyakit yang khas dan gambaran klinis perut membuncit
seluruhnya merupakan kunci diagnosis. Pemeriksaan penunjang yang dapat membantu
menegakkan diagnosis ialah pemeriksaan radiologik dengan enema barium. Disini akan
terlihat gambaran klasik seperti daerah transisi dari lumen sempit ke daerah yang
melebar. Pada foto 24 jam kemudian terlihat retensi barium dan gambaran makrokolon
pada hirschsprung segmen panjang.
Pemeriksaan biopsi hisap rektum dapat digunakan untuk mencari tanda histologik
yang khas yaitu tidak adanya sel ganglion parasimpatik dilapisan muskularis mukosa dan
adanya serabut syaraf yang menebal pada pemeriksaan histokimia, aktifitas kolinaterase
meningkat.
Atresia ani biasanya jelas sehingga diagnosis sering dapat ditegakkan segera setelah
bayi lahir dengan melakukan inspeksi secara tepat dan cermat pada daerah perineum.
Diagnosis kelainan anurektum tipe pertama dan keempat dapat terlewatkan sampai

6
diketahui bayi mengalami distensi perut dan tidak mengalami kesulitan mengeluarkan
mekonium.
Pada bayi dengan kelainan tipe satu/kelainan letak rendah baik berupa stenosis atau
anus ektopik sering mengalami kesulitan mengeluarkan mekonium. Pada stenosis yang
ringan, bayi sering tidak menunjukkan keluhan apapun selama beberapa bulan setelah
lahir. Megakolon sekunder dapat terbentuk akibat adanya obstruksi kronik saluran cerna
bagian bawah daerah stenosis yang sering bertambah berat akibat mengerasnya tinja.
Bayi dengan kelainan tipe kedua yang tidak disertai fistula/fistula terlalu kecil untuk
dilalui mekonium sering akan mengalami obstruksi usus dalam 48 jam setelah lahir. Di
daerah anus seharusnya terbentuk penonjolan membran tipis yang tampak lebih gelap
dari kulit disekitarnya, karena mekonium terletak dibalik membran tersebut.
Kelainan letak tinggi atau agenesis rectum seharusnya terdapat suatu lekukan yang
berbatas tegas dan memiliki pigmen yang lebih banyak daripada kulit disekitarnya
sehingga pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan lubang fistulla pada dinding posterior
vagina/perinium, atau tanda-tanda adanya fistula rektourinaria. Fistula rektourinaria
biasanya ditandai oleh keluarnya mekonium serta keluarnya udara dari uretra.
Diagnosis keempat dapat terlewatkan sampai beberapa hari karena bayi tampak
memiliki anus yang normal namun saluran anus pendek dan berakhir buntu. Manifestasi
obstruksi usus terjadi segera setelah bayi lahir karena bayi tidak dapat mengeluarkan
mekonium. Diagnosis biasanya dapat dibuat dengan pemeriksaan colok dubur.

7
rakhirBayi laki-laki
di kandung kemih Factor
Anus
uretra congenital,
imperforata BABBayi perempuan
keluar dari vagina
osis rectum Tindakan
lebih rendah pembedahan
Ujung Hampir
rectum Lubang: anus
disertai
yang fistula
buntu terpisah dengan ujung rectum yang buntu
factor lain tidak
Eksisi membrane anal diketahui penyebabnya
Kolostomi sementara setelah 3 bulan dikoreksi

F. BAGAN TERJADINYA ATRESIA ANI

8
G. PENATALAKSANAAN
Penanganan secara preventif antara lain:
1. Kepada ibu hamil hingga kandungan menginjak usia tiga bulan untuk berhati-
hati terhadap obat-obatan, makanan awetan dan alkohol yang dapat
menyebabkan atresia ani.
2. Memeriksa lubang dubur bayi saat baru lahir karena jiwanya terancam jika
sampai tiga hari tidak diketahui mengidap atresia ani karena hal ini dapat
berdampak feses atau tinja akan tertimbun hingga mendesak paru-parunya.
3. Pengaturan diet yang baik dan pemberian laktulosa untuk menghindari
konstipasi.

Rehabilitasi dan Pengobatan


Penatalaksanaan Atresia ani tergantung klasifikasinya :
1. Melakukan pemeriksaan colok dubur
2. Melakukan pemeriksaan radiologik pemeriksaan foto rontgen bermanfaat
dalam usaha menentukan letak ujung rectum yang buntu setelah berumur 24
jam, bayi harus diletakkan dalam keadaan posisi terbalik selama tiga menit,
sendi panggul dalam keadaan sedikit ekstensi lalu dibuat foto pandangan
anteroposterior dan lateral setelah petanda diletakkan pada daerah lekukan
anus.
3. Melakukan tindakan kolostomi neonatus tindakan ini harus segera diambil
jika tidak ada evakuasi mekonium.
4. Pada stenosis yang berat perlu dilakukan dilatasi setIap hari dengan kateter
uretra, dilatasi hegar, atau spekulum hidung berukuran kecil selanjutnya orang
tua dapat melakukan dilatasi sendiri dirumah dengan jari tangan yang
dilakukan selama 6 bulan sampai daerah stenosis melunak dan fungsi defekasi
mencapai keadaan normal.
5. Melakukan operasi anapelasti perineum yang kemudian dilanjutkan dengan
dilatasi pada anus yang baru pada kelainan tipe dua.
6. Pada kelainan tipe tiga dilakukan pembedahan rekonstruktif melalui
anoproktoplasti pada masa neonatus

9
7. Melakukan pembedahan rekonstruktif antara lain: operasi abdominoperineum
pada usia (1 tahun) operasi anorektoplasti sagital posterior pada usia (8-!2
bulan) pendekatan sakrum setelah bayi berumur (6-9 bulan)
8. Penanganan tipe empat dilakukan dengan kolostomi kemudian dilanjutkan
dengan operasi "abdominal pull-through" manfaat kolostomi adalah antara
lain:
a. Mengatasi obstruksi usus
b. Memungkinkan pembedahan rekonstruktif untuk dikerjakan dengan
lapangan operasi yang bersih
c. Memberi kesempatan pada ahli bedah untuk melakukan pemeriksaan
lengkap dalam usaha menentukan letak ujung rektum yang buntu serta
menemukan kelainan bawaan yang lain.

Fena dan Defries pada tahun 1982 memperkenalkan metode operasi dengan
pendekatan postero sagital anorectoplasty, yaitu dengan cara membelah muskulus
sfingter eksternus dan muskulus levator ani untuk memudahkan mobilisasi kantong
rectum dan pemotongan fistel. Keberhasilan penatalaksanaan atresia ani dinilai dari
fungsinya secara jangka panjang, meliputi anatomisnya, fungsi fisiologisnya, bentuk
kosmetik serta antisipasi trauma psikis. Sebagai Goalnya adalah defekasi secara teratur
dan konsistensinya baik. Untuk menanganinya secara tepat, harus ditentukankan
ketinggian akhiran rectum yang dapat ditentukan dengan berbagai cara antara lain dengan
pemeriksaan fisik, radiologis dan USG.

Komplikasi yang terjadi pasca operasi banyak disebabkan oleh kegagalan


menentukan letak kolostomi, persiapan operasi yang tidak adekuat keterbatasan
pengetahuan anatomi, ketrampilan operator yang kurang serta perawatan post operasi
yang buruk. Dari berbagai klasifikasi penatalaksanaannya berbeda tergantung pada letak
ketinggian akhiran rectum dan ada tidaknya fistula.

Teknik terbaru dari operasi atresia ani ini adalah teknik Postero Sagital Ano Recto
Plasty (PSARP). Teknik ini punya akurasi tinggi untuk membuka lipatan bokong pasien.
Teknik ini merupakan pengganti dari teknik lama, yaitu Abdomino Perineal Poli Through
(APPT). Teknik lama ini punya resiko gagal tinggi karena harus membuka dinding perut,

10
banyak menimbulkan inkontinen feses dan prolaps mukosa usus yang lebih tinggi.

Teknik Operasi

 Dilakukan dengan general anestesi , dengan endotrakeal intubasi , dengan posisi


pasien tengkurap dan pelvis ditinggikan

 Stimulasi perineum dengan alat Pena Muscle Stimulator untuk identifikasi anal
dimple

 Incisi bagian tengah sacrum kearah bawah melewati pusat spingter dan berhenti 2
cm didepanya

 Dibelah jaringan subkutis , lemak, parasagital fiber dan muscle complek.

Os Coxigeus dibelah sampai tampak muskulus levator , dan muskulus levator dibelah
tampak dinding belakang rectum

♦ Rectum dibebas dari jaringan sekitarnya

♦ Rectum ditarik melewati levator, muscle complek dan parasagital


fiber

♦ Dilakukan anoplasti dan dijaga jangan sampai tension.

Perawatan Pasca Operasi PSARP (Postero Sagital Anorecto Plasti)

1. Antibiotik intra vena diberikan selama 3 hari ,salep antibiotik diberikan selama 8-
10 hari.
2. 2 minggu pasca operasi dilakukan anal dilatasi dengan heger dilatation, 2x sehari
tiap minggu dilakukan anal dilatasi dengan anal dilator yang dinaikan ukuran
sesuai dengan umurnya.

11
Businasi dihentikan bila busi nomor 13-14 mudah masuk
UMUR UKURAN
1 - 4 Bulan # 12
4 - 12 bulan #13
8 - 12 bulan # 14
1-3 tahun # 15
3 - 12 tahun # 16
> 12 tahun # 17

FREKUENSI DILATASI

Tiap 1hari 1x dalam 1 bulan

Tiap 3 hari lx dalam 1 bulan

Tiap 1 minggu 2 x dalam 1 bulan

Tiap 1 minggu 1x dalam 1 bulan

Tiap 1 bulan lx dalam 3 bulan

Kalibrasi anus tercapai dan orang tua mengatakan mudah mengejan serta tidak
ada rasa nyeri dilakukan 2x selama 3-4 minggu merupakan indikasi tutup kolostomi,
secara bertahap frekuensi diturunkan.

Skoring Klotz
VARIABEL KONDISI SKOR
Defekasi 1-2 kali sehari 1

12
2 hari sekali 1
3 – 5 kali sehari 2
3 hari sekali 2
> 4 hari sekali 3
Kembung Tidakpernah 1
Kadang-kadang 2
Terus menerus 3
Konsistensi Normal 1
Lembek 2
Encer 3
Perasaan ingin BAB Terasa 1
Tidak terasa 3
Tidak pernah 1
Terjadi bersama flatus 2
Terus menerus 3
Soiling Tidak Pernah 1
Terjadi bersama flatus 2
Terus menerus 3

Kemampuan menahan feses


yang akan keluar > 1 menit 1
< 1 menit 2
Tidak bisa menahan 3
Komplikasi Tidak ada 1
Komplikasi minor 2
Komplikasi mayor 3

13
Penilaian hasil skoring :
Nilai skoring 7 – 21 ---> 7 = Sangat baik
8 – 10 = Baik
11-13 = Cukup
> 14 = Kurang

BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN PADA An. X
DENGAN MASALAH ATRESIA ANI DI BANGSAL X
RUMAH SAKIT X

A. PENGKAJIAN
Tanggal : ....................
Jam : ....................
Tempat : ....................

1. BIODATA

14
a. Identitas Klien
Nama :
Tempat,Tgl Lahir :
Umur :
Jenis Kelamin :
Alamat :
Agama :
Suku Bangsa :
Pendidikan :
Pekerjaan :
No. CM :
Tanggal Masuk RS :
Diagnosa Medis :

b. Identitas Penanggung Jawab


Nama :
Tempat,Tgl Lahir :
Umur :
Jenis kelamin :
Alamat :
Agama :
Suku Bangsa :
Hubungan Dgn Klien :

2. RIWAYAT KESEHATAN
a. Keluhan Utama :
Distensi abdomen
b. Riwayat Kesehatan Sekarang :
Muntah, perut kembung dan membuncit, tidak bisa buang air
besar, meconium keluar dari vagina atau meconium terdapat dalam
urin

15
c. Riwayat Kesehatan Dahulu :
Klien mengalami muntah-muntah setelah 24-48 jam pertama
kelahiran
d. Riwayat Kesehatan Keluarga :
Merupakan kelainan kongenital bukan kelainan/penyakit menurun
sehingga belum tentu dialami oleh angota keluarga yang lain
e. Riwayat Kesehatan Lingkungan :
Kebersihan lingkungan tidak mempengaruhi kejadian atresia ani
f. Genogram

Keterangan :
= Laki-laki meninggal = Perempuan

= Perempuan meninggal = Menikah

= Laki-laki = Tinggal serumah

= Klien = Anak

3. POLA FUNGSI KESEHATAN


a. Pola persepsi terhadap kesehatan

16
Klien belum bisa mengungkapkan secara verbal/bahasa tentang
apa yang dirasakan dan apa yang diinginkan
b. Pola aktifitas kesehatan/latihan
Pasien belum bisa melakukan aktifitas apapun secara mandiri
karena masih bayi
AKTIFITAS 0 1 2 3 4
Mandi ü
Berpakaian ü
Eliminasi ü
Mobilitas ditempat tidur ü
Pindah ü
Ambulansi ü
Makan . ü
Keterangan :
0 : Mandiri
1 : Dengan menggunakan alat bantu
2 : Dengan menggunakan bantuan dari orang lain
3 : Dengan bantuan orang lain dan alat bantu
4 : Tergantung total, tidak berpartisipasi dalam
beraktifitas
c. Pola istirahat/tidur
Diperoleh dari keterangan sang ibu bayi atau kelurga yang lain
d. Pola nutrisi metabolik
Klien hanya minum ASI atau susu kaleng
e. Pola eliminasi
Klien tidak dapat buang air besar, dalam urin ada mekonium
f. Pola kognitif perseptual
Klien belum mampu berkomunikasi, berespon, dan berorientasi
dengan baik pada orang lain
g. Pola konsep diri
1) Identitas diri : belum bisa dikaji
2) Ideal diri : belum bisa dikaji
3) Gambaran diri : belum bisa dikaji

17
4) Peran diri : belum bisa dikaji
5) Harga diri : belum bisa dikaji
h. Pola seksual Reproduksi
Klien masih bayi dan belum menikah
i. Pola nilai dan kepercayaan
Belum bisa dikaji karena klien belum mengerti tentang
kepercayaan
j. Pola peran hubungan
Belum bisa dikaji karena klien belum mampu berinteraksi dengan
orang lain secara mandiri
k. Pola koping
Belum bisa dikaji karena klien masih bayi dan belum mampu
berespon terhadap adanya suatu masalah

4. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan Umum
Klien lemah

b. Tanda-tanda vital
 Nadi : 120 – 140 kali per menit
 Tekanan darah :-
 Suhu : 36,5ºC – 37,6ºC
 Pernafasan : 30 – 40 kali per menit
 BB : > 2500 gram
 TB : normal
c. Data sistematik
1) Sistem kardiovaskuler
Tekanan darah normal
Denyut nadi normal (120 – 140 kali per menit )
2) Sistem respirasi dan pernafasan
Klien tidak mengalami gangguan pernapasan

18
3) Sistem gastrointestinal
Klien mengalami muntah-muntah, perut kembung dan
membuncit
4) Sistem musculosceletal
Klien tidak mengalami gangguan sistem muskuloskeletal
5) Sistem integumen
Klien tidak mengalami gangguan sistem integumen
6) Sistem perkemihan
Terdapat mekonium di dalam urin

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Data Fokus
Data obyektif :
Pra pembedahan :
♦ Klien muntah-muntah
♦ Perut kembung
♦ Perut membuncit
♦ Tidak bisa BAB
♦ Tidak ada anus terbuka
♦ Terdapat mekonium dalam urin
♦ Mekonium keluar dari vagina
♦ Klien lemah
Post Pembedahan :
o Terpasang kolostomi
o Terpasang infus
o Luka jahitan post insisi

2. Analisa Data
No. Symptom Problem Etiologi
1 DO : Ketidakseimbangan Pengurangan intake

19
- Klien muntah- nutrisi kurang dari
muntah kebutuhan tubuh
- Perut kembung
- Klien lemah
2 DO : Pola nafas tidak efektif Distensi abdomen
- Tidak ada anus
terbuka
- Klien tidak bisa
BAB
3 DO : Resiko kurang volume Intake tidak adekuat
- Klien muntah- cairan
muntah
- Klien lemah
4 DO : Resiko infeksi Proses pembedahan
- Terpasang
kolostomi
- Terdapat luka
jahitan post insisi
- Terpasang infus
5 DO : Kerusakan integritas Adanya kolostomi
- terpasang kulit
kolostomi

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN PRIORITAS MASALAH

1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


pengurangan intake
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan distensi abdomen
3. Resiko kurang volume cairan berhubungan dengan intake tidak adekuat
4. Resiko infeksi berhubungan dengan proses pembedahan
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya kolostomi

20
D. PERENCANAAN

Waktu No. Tujuan Intervensi Rasional


DX
T Jam
gl
1 Setelah dilakukan Management cairan :
tindakan keperawatan  Timbang  Untuk
selama....x 24 jam popok/pembalut mengetahui
diharapkan kebutuhan jika diperlukan banyaknya
nutrisi klien terpenuhi  Monitor vital sign cairan yang
dengan kriteria hasil :  Monitor berat keluar
Nutritional status : badan sebelum dan  Untuk
food and fluid intake setelah dialysis mengetahui
- 100804  Kolaborasikan keadaan umum
intake cairan pemberian cairan bayi
- 100805 IV  Untuk
intake nutrisi mengetahui
 Monitor status
parenteral keluarnya
nutrisi
 Berikan cairan IV cairan setelah
Keterangan : dialisis
pada suhu ruangan
1 = tidak adekuat  Untuk
2 = sedikit adekuat memberikan
3 = cukup adekuat asupan nutrisi
4 = adekuat pada bayi
5 = sangat adekuat  Untuk
mengetahui
2 status nutrisi
Setelah dilakukan bayi
tindakan keperawatan
Respiratory monitoring:  Untuk
selama ...x 24 jam
 Monitor frekuensi, memberikan
diharapkan pola nafas

21
klien efektif dengan ritme, kedalaman asupan nutrisi
kriteria hasil : pernapasan pada bayi
Respiratory status :  Catat pergerakan
ventilation dada, kesimetrisan,
- 040301 penggunaan otot
kecepatan tambahan dan
respirasi retraksi otot  Untuk
dalam batas intercostal mengetahui
normal  Monitor pernapasan
- 040302 irama pernapasan hidung dalam rentang
nafas dalam  Monitor pola napas normal
batas normal : adanya takipnea  Untuk
- 040304  Palpasi ekspansi mengetahui
ekspansi dada paru pengembangan
simetris paru dan
- 040309 tidak tingkat
menggunaka kesulitan
n otot bantu bernafas
pernapasan Oxygen therapy :  Untuk
- 040316 tidak  Pertahankan jalan mengetahui
menunjukkan nafas yang paten pola napas
nafas pendek klien
 Atur peralatan
oksigenasi  Untuk
Keterangan : mengetahui
 Monitor aliran
1 = tidak pernah perkembangan
oksigen
menunjukkan pola napas
 Pertahankan posisi
2 = jarang klien
klien
menunjukkan  Untuk
 Observasi adanya
3 = kadang mengetahui
tanda-tanda
menunjukkan kemampuan
hipoventilasi
4 = sering pengembangan

22
menunjukkan paru-paru klien
3 5 = selalu
menunjukkan
 Untuk
mempertahank
an pola nafas
Setelah dilakukan yang efektif
tindakan keperawatan Fluid management :  Untuk
selama ...x 24 jam  Timbang memberikan
diharapkan kebutuhan popok/pembalut bantuan
cairan klien terpenuhi jika diperlukan pernapasan
dengan kriteria hasil :  Monitor vital sign  Untuk
Fluid balanced :  Pertahankan mengontrol
- 060109 berat catatan intake dan kebutuhan
badan stabil output yang akurat oksigen klien
- 060113 mata  Monitor status  Untuk
tidak cekung hidrasi mempertahank
- 060115 tidak (kelembaban an kepatenan
menunjukkan membran mukosa, jalan nafas
kehausan nadi adekuat,  Untuk
abnormal takanan darah mengetahui
- 060117 ortostatik) jika secara dini
membran adanya
 Monitor status
mukosa hipoventilasi
nutrisi
lembab
 Kolaborasikan
pemberian cairan
Keterangan :
IV  Untuk
1 = tidak pernah
mengetahui
menunjukkan
output
2 = jarang
 Untuk
menunjukkan
mengetahui

23
4 3 = kadang keadaan umum
menunjukkan klien
4 = sering  Untuk
menunjukkan mengontrol
5 = selalu status nutrisi
menunjukkan klien
 Untuk
mengetahui
Setelah dilakukan tanda-tanda
tindakan keperawatan dehidrasi
selama ...x 24 jam Infection protection :  Untuk
diharapkan klien bebas  Monitor tanda dan mengetahui
dari tanda-tanda gejala infeksi adanya
infeksi dengan kriteria sistemik dan lokal kekurangan
hasil :  Batasi pengunjung cairan
Risk detection :  Pertahankan teknik  Untuk
- 190801 klien cairan asepsis pada mencukupi
bebas dari klien yang intake klien
tanda dan beresiko
gejala infeksi  Pertahankan teknik
isolasi
Keterangan :
 Inspeksi kondisi
1 = tidak pernah
luka/insisi bedah
menunjukkan
 Ajarkan keluarga
2 = jarang
klien tentang tanda
5 menunjukkan
dan gejala infeksi
3 = kadang
 Laporkan
menunjukkan
kecurigaan infeksi
4 = sering
menunjukkan
5 = selalu

24
menunjukkan

 Untuk
Setelah dilakukan mengetahui
tindakan keperawatan tanda infeksi
selama ...x 24 jam Pressure management : lebih dini
diharapkan integritas  Hindari kerutan  Untuk
kulit dapat dikontrol pada tempat tidur menghindari
dengan kriteria hasil :  Jaga kebersihan kontaminasi
Tissue integrity : kulit agar tetap dari
- 110101 bersih dan kering pengunjung
temperatur  Monitor kulit akan  Untuk
jaringan adanya kemerahan mencegah
dalam batas  Oleskan penyebab
normal lotion/baby oil infeksi
- 110102 pada daerah yang  Untuk
sensasi dalam tertekan mengetahui
batas normal  Monitor status kebersihan luka
- 110103 nutrisi klien dan tanda
elastisitas infeksi
dalam batas  Agar gejala
normal infeksi dapat di
- 110104 deteksi lebih
hidrasi dalam dini
bats normal
 Agar gejala
- 110105
infeksi dapat
pigmentasi
segera teratasi
dalam batas
normal
- 110111
perfusi

25
jaringan baik

Keterangan :
1 = tidak pernah  Untuk
menunjukkan mencegah
2 = jarang perlukaan pada
menunjukkan kulit
3 = kadang  Untuk menjaga
menunjukkan ketahanan kulit
4 = sering  Untuk
menunjukkan mengetahui
5 = selalu adanya tanda
menunjukkan kerusakan
jaringan kulit
 Untuk menjaga
kelembaban
kulit
 Untuk menjaga
keadekuatan
nutrisi guna
penyembuhan
luka

26
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
ATRESIA ANI adalah kelainan bawaan yang harus segera ditangani dan
sesungguhnya dapat dicegah oleh ibu hamil dan dapat diobati dengan penanganan yang
serius dan sesuai prosedur agar jumlah penderita dapat ditekan yang kini telah mencapai
4000 kelahiran hidup yang sebagian besar bayi dengan kelainan bentuk anurectum lahir
dalam keadaan prematur.
Atresia ani biasanya jelas sehingga diagnosis sering dapat ditegakkan segera
setelah bayi lahir dengan melakukan inspeksi secara tepat dan cermat pada daerah
perineum.

27
DAFTAR PUSTAKA

- Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 2002. Ilmu Kesehatan Anak.
Percetakan INFOMEDIKA JAKARTA : Jakarta
- Nelson,Waldo E. 2000. Ilmu Kesehatan Anak. EGC: Jakarta
- Sjamsuhidayat.R. 2003. ILMU BEDAH. EGC : Jakarta
- Benson CD et al. Pediatric Surgery, Vol.2. Chicago: Year Book Medical
Publishers, inc. 1962; 82156
- Raffensperger;G. Swenson's Peddiatric Surgery, 5th eds. Connecticut:
Apple ton & Lange, 1992; 586623
- Cook RCM. Anorectal malformation: neonatal management In: Dudley H,
Carter

- http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/04/16/atresia-ani/

- http://bedah.us/content/view/25/39/
- www.medic8.com

28

Anda mungkin juga menyukai