Anda di halaman 1dari 8

IDHOFAH

Idhofah adalah hubungan antara dua isim, dengan ditakdirkan huruf jar, dan
mewajibkan pada isim yang kedua selalu dibaca jar, contohnya “inilah kitab murid”,
“aku memakai cincin perak”, “tidak akan diterima puasa pada siang hari dan tidak
akan diterima shalat pada malam hari kecuali bagi orang orang yang ikhlas”.

Isim yang pertama dinamakan mudhaf, dan isim yang kedua dinamakan
mudhaf ilaih. Maka mudhaf dan mudhaf ilaih adalah dua isim yang diantara keduanya
terdapat huruf jar yang diperkirakan.

Amil jar pada mudhaf ilaih adalah mudhaf, bukan huruf jar yang diperkirakan
diantara keduanya, inilah yang benar.

Pada pembahasan ini terdapat tujuh sub pembahasan, yaitu

1. Macam macam idhofah


Idhofah terdiri dari empat macam yaitu lamuiyah, bayaniyah, dzhorfiyah,
dan tasybihiyah.
Idhofah Lamiyah adalah idhofah yang diperkirakan maknanya huruf jar lam,
dan berfaedah memiliki atau pengkhususan. Maka contoh yang pertama
(memiliki) yaitu inilah kuda milik Ali”, dan contoh yang kedua (pengkhususan)
yaitu “aku memegang kendali untuk kuda”.
Idhofah Bayaniyah adalah idhofah yang diperkirakan maknanya huruf jar
min, dan ukuranya adalah bahwa mudhaf ilaih merupakan jenis dari mudhaf,
dimana mudhaf merupakan bagian dari mudhaf ilaih, contohnya “inilah pintu
dari kayu”, “itulah gelang dari emas”, “inilah pakaian pakaian dari wol”.
Maka jenis pada pintu adalah kayu, dan jenis gelang adalah emas, serta jenis
pakaian adalah wol. Pintu merupakan bagian dari kayu, dan gelang bagian dari
emas, serta pakaian bagian dari wol. Kayu menjelaskan jenis pintu, dan emas
menjelaskan jenis gelang, serta wol menjelaskan jenis pakaian. Idhofah
bayaniyah membenarkan pada idhafah tersebut menjadikan mudhaf ilah sebagai
khabar dari mudhaf. Jika kita mengucapkan “‫( ”هذه الباب خشب‬pintu ini kayu), “ ‫هذا‬
‫(”السوار ذهب‬gelang ini emas), dan “‫( ”هذه األثواب صوف‬pakaian ini wol), ini adalah
benar.
Idhofah Dzhorfiyah adalah idhofah yang diperkirakan maknanya huruf jar fi,
dan ukuranya adalah bahwasanya mudhaf ilaih merupakan dzoraf bagi mudhaf.
Idhofah dzhorfiyah ini berfaedah untuk menjelaskan masa atau tempatnya
mudhaf, contohnya “berjagalah dimalam hari adalah menimbulkan penyakit”,
“berpangku tangan dirumah adalah menimbulkan kelemahan”, dan begitulah
yang bisa dikatakan “si Fulan adalah teman sekolah, teman dimasa kecil, dan
teman dihari hari yang lalu”. Firman Allah SWT “hai dua orang teman
dipenjara”.
Idhofah Tasybihiyah adalah idhofah yang diperkirakan maknanya huruf kaf
tasybih. Ukurannya adalah bahwasanya musyabbah bih dimudhafkan kepada
msyabbah, contohnya “tertaburlah air mata seperti mutiara pada pipi yang seperti
bunga mawar”, dan bunyi syiir sebagai berikut “angin itu bermain main dengan
dahan pohon, sedangkan waktu sore yang menguning seperti emas telah berjalan
diatas air seperti perak”.

2. Idhofah Maknawiyah dan Idhofah Lafdziyah


Idhofah terbagi juga kepada idhofah maknawiyah dan idhofah lafdziyah.
Maka idhofah maknawiyah adalah idhofah yang berfaedah mema’rifahkan
mudhaf atau mentakhsiskan mudhaf. Ukurannya adalah bahwasanya mudhaf
bukan isim sifat yang dimudhafkan kepada ma’mulnya. Aslinya untuk tidak
berupa isim sifat contohnya “kunci rumah”, atau untuk berupa isim sifat
dimudhafka kepada selain ma’mulnya contohnya “petugas hakim”, “makan
orang”, “minuman mereka”, “pakaian mereka”.
Idhofah maknawiyah berfaedah untuk mema’rifakan mudhaf bilamana
mudhaf ilaih berupa isim ma’rifah, contohnya “ini buku Sa’id”, dan berfaedah
untuk takhsis bilamana mudhaf ilaihnya nakirah, contohnya “ini buku seorang
laki laki”. Kecuali apabila kondisi mudhaf memang berupa lafadz yang selalu
bermakna mubham dan nakirah. Maka tidak berfaedah ma’rifah walaupun ia
sebagai isim ma’rifah. Demikian itu seperti “‫ نظير‬،‫ شبه‬،‫ مثل‬،‫ “ نمير‬contohnya
“telah datang seorang laki laki selainmu, atau seperti Salim, atau menyerupai
Khalil atau yang sebanding Said”. Tidak menampilkan bahwasanya letak lafaz
lafaz tersebut sebagai sifat untuk rijal dan dia nakirah. Walaupun lafadz tersebut
mema’rifahkan dengan idhafah belum tentu boleh untuk dibuat menyifati dengan
isim nakirah. Demikian ini isim yang dimudhofkan kepada dhomir yang kembali
ke isim yang nakiroh, tidak mema’rifatkan dengan mudhaf ilaih contohnya “telah
datang kepadaku seorang laki laki dan saudaranya”, “banyak sekali laki laki dan
anaknya”, “banyak sekali laki laki dan anaknya”.
Idhafah ma’nawiyah juga bisa dinamakan dengan idhofah hakikiyah dan
idhafah mahdhoh.
Sungguh telah dinamakan idhafah ma’nawiyah karna faedahnya kembali
kesegi ma’na, dari sekiranya faedah idhafah ma’nawiyah mema’rifahkan mudhaf
atau mentakhsiskannya. Dinamakan hakikiyah karna tujuan dari idhafah ini
adalah untuk menisbahkan atau menghubungkan mudhaf kepada mudhaf ilaih,
dan ini adalah tujuan yang hakiki dari idhafah. Dinamakan muhdhah karna
idhofah murni dari perkiraan yang memisahkan hubungan mudhaf dari mudhaf
ilaih. Maka idhofah dalam bentuk ini kebalikan dari idhafah lafdziyah,
sebagaimana akan kita ketahui pada penjelasan berikutnya.
Idhofah lafdziyah adalah idhofah yang tidak berfaedah mema’rifahkan
mudhaf dan tidak mentakhsis mudhaf, dan sesungguhnya tujan idhofah lafdziyah
untuk meringankan didalam pengucapan, dengan menghilangkan tanwin atau nun
nitswah dan jama’.
Ukuran idhofah lafdziyah adalah mudhaf berupa isim fa’il atau mubalaghah
isim fail, atau isim maf’ul atau sifat musyabahah, dengan syarat isim sifat ini
dimudhafkan kepada fa’ilnya atau maf’ulnya didalam makna, contohnya “inilah
lelaki penuntut ilmu”, “aku melihat lelaki penolong orang teraniaya”, “tolonglah
lelaki yang dihancurkan haknya”, “pergaulilah lelaki yang baik akhlaknya”.
Bukti mudhaf masih nakirah adalah bawasanya mudhaf masih disifati isim
nakirah, sebagaimana yang telah kamu lihat, dan mudhaf berposisi sebagai hal,
dan hal tidak ada kecuali ia merupakan isim nakiroh, seperti perkataan mu “telah
datang Khalid dengan tersenyum memperlihatkan giginya”, dan bunyi syi’ir
“kemudian liarnya hati datang dengannya dalam keadaan kurus perutnya, tatkala
sipemalas tidur dimalam hari”.
Bahwasanya mudhaf dalam bentuk ini beramal dengan huruf jar ‫ رب‬, dan ‫رب‬
tidak dapat beramal kecuali dengan isim nakiroh, seperti perkataan sebahagian
orang Arab, ketika berakhirnya bulan ramadhan “hai kaum, banyak orang orang
yang berpuasa dibulan ramadhan, tetapi tidak mendapat pahala puasanya. Dan
hai kaum banyak orang yang shalat qiyamu ramadhan namun tidak mendapat
pahala qiyamu ramadhan”.
Dinamakan juga idhafah ini dengan idhofah majaziyah dan idhofah ghairu
mudhoh.
Adapun dinamakan idofah dengan idhofah lafdziyah karena faedah idhafah
ini untuk kembali kepada lafaz saja, dan dia bertujuan untuk meringankan
pengucapan, dengan menghilangkan tanwin, nun nitswah dan jamak. Adapun
dinamakan dengan idhafah majaziyah karena idhofah majaziyah bertujuan pada
selain tujuan asli dari idhofah. Dan sesungguhnya idhafah ini bertujuan untuk
meringankan, sebagaimana idhfah majaziya ini beramal. Dinamakan dengan
idhofah ghairu muhdhah karena dia merupakan bukan idhofah yang murni
dengan makna yang dimaksudkan dari idhofah : akan tetapi idhofah ghairu
muhdhah diperkirakan untuk pemisah. Ingatlah bahwasanya perkataan ini telah
ditampilkan yaitu “laki laki ini penuntut ilmu”, “saya melihat seorang laki laki
yang menolong orang yang didzhalimi”, “tolonglah seorang laki laki yang
dihancurkan haknya”, “pergaulilah seorang laki laki yang baik akhlaknya”.

3. Hukum Mudhaf
Lafal yang akan menjadi mudhaf wajib memenuhi dua hal yaitu
1) Wajib dilepaskan dari tanwin, nun nitswah, dan jamak mudzakar salim,
contohnya “buku guru”, “dua buku guru”, “para penulis pelajaran”.
2) Wajib dilepaskan dari alif lam ketika ia berupa idhafah ma’nawiyah, maka
tidak dikatakan “‫“ الكتاب االستاذ‬, dan adapun pada idhafah lafdziyah boleh
dimasuki alif lam untuk mudhaf dengan syarat ia berupa mutsana contohnya
“‫“ المكرما سليم‬, atau jamak mudzakar salim contohnya “‫“ المكرمو علي‬, atau
mudhof kepada lafadz yang dimasuki alif lam contohnya “‫ “ الكاتب الدرس‬isim
yang mudhof kepada lafadz yang dimasuki alif lam contohnya “ ‫الكاتب درس‬
‫ “ النحو‬, atau isim yang mudhof kepada dhomir yang dimasuki alif lam contoh
dalam bunyi syiir “‫ مني وإن لم ارج منك نواال‬،‫ انت المستحقة صفوه‬،‫( “ الود‬rasa cinta,
engkaulah wanita yang mempunyai kebeningannya dariku, kendatipun aku
tidak mengharapkan pemberianmu).
(Dan tidak boleh dikatakan : ‫المكرم سليم‬, ‫ المكرمات علي‬dan ‫الكاتب درس‬,
karena mudhaf disini bukanlah mutsana, jamak muzakar salim, dan bukan
mudhaf kepada lafadz yang dimasuki alif lam, atau isim mudhof kepada
lafadz yang dimasuki alif lam. Akan tetapi harus diucapkan “‫“ مكرم سليم‬, “
‫“ مكرمات علي‬, dan “‫“ الكاتب درس‬. Dengan melepaskan mudhof dari alif lam.
Imam Al Fara’ memperbolehkan idhofah isim sifat yang disertai dengan alif
lam kepada setiap isim yang ma’rifah, tanpa batasan dan syarat. Menurut
perasaan orang Arab hal itu tidak ditolak.

4. Sebagian Hukum Hukum Idhofah


1) Kadang kadang mudhaf memperoleh hokum mu’anats atau muzakar dari
mudhof ilaih, maka mudhof diperlakukan seperti lafal mu’anas dan dengan
kebalikan, dengan syarat hendaknya mudhaf layak dibuang, dan mudhaf ilaih
dapat menempati tempatnya, contohnya “telah dipotong sebahagian jari
jarinya”, “matahari akal dapat mengalami gerhana dengan sebab menuruti
hawa nafsu”, dan bunyi syi’ir “aku melewati beberapa rumah yaitu rumah
rumah Laila. Aku mencium dinding ini dan dinding ini. Tidaklah mencintai
rumah rumah itu memabukkan cinta hatiku. Namun mencintai orang yang
tinggal dirumah rumah itu”.
Dan yang utama dalah tetap menjaga hukum mudhaf, maka dikatakan
“‫ ما حب الديار شغف قلبى‬،‫ شمس العقل مكسوفة بطوع الهوى‬،‫“ قطع بعض اصابعه‬. Kecuali
apabila mudhof berupa lafadz ‫ كل‬maka benar dia berupa mu’anats, seperti
firman Allah SWT “ pada hari ketika tiap tiap diri mendapati segala
kebajikan dihadapkan kehadapannya”, dan dalam bunyi syiir “ telah turun
padanya setiap hujan yang lebat, lalu mereka meninggalkan setiap kebun
laksana mata uang dirham”.
Adapun jika tidak sah dibuang mudhaf yaitu dimana kalau dibuang
mengakibatkan rusak makna, maka memelihara ketentuan mu’anas atau
mudzakar mudhaf adalah wajib, contohnya “telah datang pelayan muda
Fatimah”,” telah pergi pelayan wanita si Khalid”, maka tidak dikatakan “ ‫جاءت‬
‫“ غالم فاطمة‬, dan tidak dikatakan “‫“ سافر غالمة خليل‬, jika kalau dihilangkan
mudhaf dalam dua contoh ini, maka rusak maknanya.
2) Suatu isim tidak boleh dimudhofkan kepada sinonimnya, maka tidak
dikatakan “singa singa” (‫)ليث أسد‬, kecuali apabila keduanya berupa isim alam
maka diperbolehkan, contoh “Muhammad Khalid”, dan tidak boleh
dimudhofkan mausuf kepada sifatnya, maka tidak boleh dikatakan “laki laki
yang baik”. Adapun ucapan para ulama “ ‫ دار‬،‫ حبة الحمقاء‬،‫ مسجد الجامع‬،‫صالة االولى‬
"‫ جانب الغربي‬،‫ االخرة‬maka contoh itu semua diperkirakan membuang mudhaf
ilaih dan menempatkan sifat ditempatnya. Dan dita’wilkan dengan “ ‫صالة‬
"‫ جانب المكان الغرب‬،‫ دار الحياة االخرة‬،‫ حبة البقلة الحمقاء‬،‫ مسجد المكان الجامع‬،‫الساعة االولى‬
Adapun idhofah sifat kepada mausuf maka hukumnya jaiz, dengan
syarat dinilai sah ditakdirkan kepada huru jar ‫ من‬antara mudhaf dengan
mudhof ilaih, contoh ‫ كبير‬،‫ عظائم األمر‬،‫ أخالق ثياب‬،‫ مغربة خبر‬،‫ الجائبة خبر‬،‫كرام الناس‬
‫ أمر‬dan ditakdirkan dengan ‫ جائبة من خبر الخ‬،‫ الكرم من الناس‬. adapun jika tidak
benar ditakdirkan huruf ‫ من‬maka idhafah seperti itu dilarang. Jadi tidak
dikatakan ‫ عظيم أمير‬،‫ فاضل رجل‬.
3) Diperbolehkan untuk mengidhofatkan lafadz yang umum kepada yang
khusus. Seperti “hari jum’at”, “bulan Ramadhan”, dan tidak boleh
sebaliknya, karena tidak membawa faedah, maka tidak dikatakan : “jum’at
hari”, “ramadhan bulan”.
4) Kadang kadang mengidhofatkan sesuatu kepada sesuatu untuk dua lafadz itu
terdapat sebab yang berdekatan (dan dinamakan yang demikian itu dengan
idhofah li adna mulabasatin) dan demikian itu bahwasanya kamu mengatakan
kepada seorang laki laki bahwa saya pernah bertemu dengannya kemaren
disuatu tempat : “tunggulah saya ditempat mu kemaren”, maka kamu
mengidhofatkan tempat kepadanya dikarenakan adanya sedikit sebab, yaitu
bertepatan adanya orang tersebut ditempat itu, dan tempat itu bukan miliknya
dan bukan khusus dengannya. Darinya telah berkata dalam syi’ir “apabila
binatang si Khorqo’ telah tampak diwaktu sahur, yaitu binatang Suhail, maka
iapun menyiarkan tenunannya ditempat tempat dekat”.
5) Jika tidak ada kesesuaian dan kesamaran diperbolehkan menghilangkan
mudhaf dan menempatkan mudhaf ilaih di tempatnya, kemudian dii’rabkan
mudhaf ilaih dengan i’rabnya mudhaf, dari firman Allah SWT “dan
bertanyalah pendudut negeri yang kami berada disitu, dan para khalifah yang
kami datang bersamanya”, dan ditakdirkan dengan ‫وأسل أهل القرية و أصحاب العير‬
jika terjadi dengan menghilangkan mudhof tersebut menimbulkan kesamaran
dan keserupaan maka tidak diperbolehkan, jadi tidak dikatakan “aku melihat
Ali” sedangkan yang kamu inginkan “aku melihat budak Ali”.
6) Kadang kadang terjadi didalam kalimat dua mudhof, lalu menghilangkan
mudhof yang kedua dengan mengandalkan mudhaf yang pertama, seperti
perkataan orang Arab “tidak setiap yang hitam itu kurma, dan tidaklah yang
putih itu lemak”, seolah olah kamu mengatakan “dan tidaklah setiap yang
putih itu lemak”, maka lafadz putih adalah mudhaf kepada mudhaf yang
hilang. Dan contoh perkataan orang Arab :”tidaklah seperti ‘Abdullah
mengatakan yang demikian itu, dan tidaklah saudaranya”, dan mereka
mengatakan “tidaklah seperti itu ayahmu, dan tidaklah saudaramu
mengatakan yang demikian itu”.
7) Kadang kadang terjadi dalam kalam atau kalimat dua isim yang dimudhafkan
lau dihilangkan mudhaf ilaih pertama karena mengandalkan mudhaf ilaih
kedua, contohnya “telah datang seorang budak dan saudara Ali”, asalnya
yaitu telah datang seorang budak yaitu Ali dan saudaranya”. Maka ketika
dihilangkan mudhaf ilaih yang pertama telah menjadikan mudhf ilaih yang
kedua sebagai isim dzohir. Jadi “budak” sebagai mudhaf, dan mudhaf ilaih
hilang ditakdirkan dengan “Ali”. Dan contoh dari syi’ir “hai orang yang
melihat awan yang membentang dimana aku disembunyikan olehnya diantara
kedua lengan (buruj singa) dan dahi buruj singa”, ditakdirkan dengan
“diantara buruj singa dan dahinya”. Contoh ini tidaklah kuat dan yang utama
adalah menyebutkan dua isim mudhaf secara bersamaan.

Anda mungkin juga menyukai