Anda di halaman 1dari 21

laporan kinetika reaksi

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Reaksi kimia adalah proses berubahnya pereaksi menjadi hasil reaksi. Proses itu ada yang

lambat dan ada yang cepat. Contohnya bensin terbakar lebih cepat dibandingkan dengan

minyak tanah. Ada reaksi yang berlangsung sangat cepat, seperti membakar dinamit yang

menghasilkan ledakan, dan yang sangat lambat adalah seperti proses berkaratnya besi.

Pembahasan tentang kecepatan (laju) reaksi disebut kinetika kimia. Dalam kinetika kimia ini

dikemukakan cara menentukan laju reaksi dan faktor apa yang mempengaruhinya

(Syukri,1999).

Orde reaksi berkaitan dengan pangkat dalam hukum laju reaksi, reaksi yang berlangsung

dengan konstan, tidak bergantung pada konsentrasi pereaksi disebut orde reaksi nol. Reaksi

orde pertama lebih sering menampakkan konsentrasi tunggal dalam hukum laju, dan

konsentrasi tersebut berpangkat satu. Rumusan yang paling umum dari hukum laju reaksi

orde dua adalah konsentrasi tunggal berpangkat dua atau dua konsentrasi masing-masing

berpangkat satu. Salah satu metode penentuan orde reaksi memerlukan pengukuran laju

reaksi awal dari sederet percobaan. Metode kedua membutuhkan pemetaan yang tepat dari

fungsi konsentrasi pereaksi terhadap waktu. Untuk mendapatkan grafik garis lurus(Hiskia,

1992).

Pengetahuan tentang faktor yang mempengaruhi laju reaksi berguna dalam mengontrol

kecepatan reaksi berlangsung cepat, seperti pembuatan amoniak dari nitrogen dan hidrogen,

atau dalam pabrik menghasilkan zat tertentu. Akan tetapi kadangkala kita ingin
memperlambat laju reaksi, seperti mengatasi berkaratnya besi, memperlambat pembusukan

makanan oleh bakteri, dan sebagainya (Syukri, 1999).

B. Maksud Praktikum

Adapun maksud dilakukannya percobaan ini adalah :

1. Untuk mengetahui dan memahami cara menentukan orde reaksi dan tetapan kecepatan reaksi

suatu zat

2. Untuk mengetahui an memahami faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi

C. Tujuan Praktikum

Adapun tujuan dilakukannya percobaan ini adalah :

1. Untuk menentukan orde reaksi dan tetapan kecepatan reaksi

2. Untuk menentukan faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Dasar

Kinetika adalah studi tentang tingkat di mana proses terjadi serta Perubahan kimia

(dekomposisi obat, pembusukan radiokimia) atau fisik (transfer melintasi batas, seperti

lapisan usus atau kulit). Studi Kinetik berguna dalam memberikan informasi
untuk memberikan wawasan tentang mekanisme dari perubahan yang terlibat,

dan memungkinkan prediksi tingkat perubahan yang akan terjadi setelah waktu tertentu telah

berlalu. Secara umum, teori dan hukum kinetika reaksi didirikan dengan baik dan

memberikan dasar yang kuat untuk penerapan studi tersebut untuk masalah farmasi yang

melibatkan reaksi kimia, misalnya dekomposisi senyawa medis. ( Aulton, 1988 )

Reaksi diklasifikasikan sesuai dengan nomor jenis campuran yang bereaksi. Konsentrasi

larutan tersebut yang menentukan tingkat reaksi yaitu, berada pada orde berapa reaksi

tersebut terjadi. Orde nol, dimana tingkat kerusakan tidak bergantung pada konsentrasi salah

satu reaktan. Orde satu, dimana leju reaksi ditentukan dengan salah satu istilah konsentrasi,

dan orde dua, dimana reaksi ini ditentukan dengan konsentrasi dua larutan yang bereaksi.

Laju reaksi orde pertama ditentukan dengan satu istilah konsentrasi dan ditulis menggunakan

persamaan :

= ( a – x ). ( Florence, 2006 )

Kinetika kimia merupakan cabang ilmu kimia yang mempelajari tentang proses yang

berhubungan dengan kecepatan atau suatu laju reaksi dan faktor-faktor yang mempengaruhi

laju reaksi. Dalam praktek suatu reaksi kimia dapat berlangsung dengan laju atau kecepatan

yang berbeda-beda. Reaksi yang berlangsung sangat cepat misalnya adalah reaksi

terbentuknya endapan perak klorida dari larutan perak nitrat dengan larutan natrium klorida.

Contoh lain misalnya adalah reaksi antara larutan natrium tiosulfat dengan asam klorida encer

yang akan membentuk endapan belerang beberapa saat kemudian (Hanapi Usman, 2004).

Dalam reaksi unimolekuler , hanya ada satu reaksi yang terlibat dalam perubahan kimia.

Contoh dari reaksi ini adalah disosiasi bromin pada suhu tinggi, penataan ulang dari asam

maleat pada saat pemanasan, dan disintegrasi radioaktif. Dalam reaksi biomolekul dua

molekul yang harus terbentuk koloid sebelum terjadinya reaksi. Molekularitas reaksi

didefinisikan sebagai jumlah molekul reaktan yang harus bersama – sama sebeblum
terjadinya reaksi. Dari pertimbangan dalam stabilitas kimia farmasi harus relevan untuk

mengetahui urutan reaksi yang diperoleh secara eksperimental dengan mengukur laju reaksi

sebagai fungsi dari konsentrasi obat yang rendah. ( Parrot, 1970 )

Reaksi orde pertama adalah suatu dimana laju reaksi berbanding lurus dengan

konsentrasii zat bereaksi. Secara matematis, hal ini dapat dinyatakan sebagai :

- = kC

Dimana C adalah konsentrasi bereaksi, material, t waktu dan –dC/dt tingkat dimana

konsentrasi menurun. Konstanta K dikenal sebagai reaksi spesifik konstanta laju atau

kecepatan konstan. Untuk reaksi orde pertama memiliki dimensi waktu timbal balik. ( Parrot,

1970 )

Reaksi orde nol adalah reaksi dimana tingkat independen dari konsentrasi reaktan. Laju

reaksi ditentukan oleh faktor – faktor lain seperti penyerapan cahaya dalam reksi fitokimia

tertentu atau tingkat difusi dalam reaksi tertentu atau tingkat difusi dalam reaksi permukaan

tertentu. Tingkat orde nol secara matematis dinyatakan sebagai :

- =
Dimana adalah konstanta laju orde nol, yang memiliki dimensi konsentrasi dibagi dengan

waktu. ( Parrot, 1970 )

Metode dalam penentuan orde Reaksi

1. Metode Integrasi penentuan orde reaksi

Salah satu untuk menentukan orde reaksi untuk menentukan orde reaksi adalah dengan

jalan mencocokkan persamaan laju reaksi. Masalah utama dalam metode ini adalah adanya

reaksi samping dan reaksi kebalikan yang dapat mempengaruhi hasil percobaan. Tetapi cara

ini merupakan cara penentuan orde reaksi yang paling tepat .( Bird, 1993 )

2. Metode Laju Reaksi Awal


Dengan metode ini, masalah reaksi samping dan reaksi kebalikan dapat ditiadakan.

Dalam metode ini,presedur yang dilakukan adalah mengukur laju reaksi awal dengan

konsentrasi awal reaktan yang berbeda-beda. Namun, dengan cara ini, sulit untuk

memperoleh nilai orde reaksi yang tepat. ( Bird, 1993 )

3. Metode Waktu Paruh

Secara umum, untuk suatu reaksi yang berordo n, waktu paruh reaksi sebanding dengan

. Dimana adalah konsentrasi awal reaktan. Jadi, data hasil percobaan dimasukkan kedalam

persamaan tersebut, kemudian dibuat kurva yang terbentuk garis lurus dengan cara yang

sama seperti pada metode integrasi. Seperti halnya pada metode integrasi, adanya reaksi

samping mempengaruhi kecapatan metode ini. ( Bird, 1993 )

Faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi yaitu: (Syukri,1920)

1. Konsentrasi

Dua molekul yang akan bereaksi harus bertabrakan langsung. Jika konsentrasi pereaksi

diperbesar, berarti kerapatannya bertambah dan akan memperbanyak kemungkinan tabrakan

sehingga akan mempercepat reaksi. Akan tetapi harus diingat bahwa tidak selalu

pertambahan konsentrasi pereaksi meningkatkan laju reaksi, karena laju reaksi dipengaruhi

juga oleh faktor lain.

2. Suhu

Hampir semua reaksi menjadi lebih cepat bila suhu dinaikkan, karena kalor yang diberikan

akan menambah energy kinetic partikel pereaksi. Akibatnya, jumlah dan energy tabrakan

bertambah besar.

Reaksi yang terjadi di dalam matriks padat atau semipadat diharapkan lebih mirip dengan

reaksi keadaan cair daripada mereka larutan kristal.Tingkat relatif dari reaksi dalam padatan
kristalin sulit untuk membangun , namun, karena faktor-faktor yang menentukan reaktivitas

yang lebih kompleks dalam padatan dar pada pada larutan.Transport proses seperti difusi

cenderung lebih lambat dalam semua bahan padat daripada dalam cairan , dan karena itu

lebih mungkin untuk bersaing dengan obligasi keputusan dan langkah ikatan yang melanggar

dalam membatasi reaksi. Reaksi mungkin dipercepat pada bahan amorf dengan kehadiran

daerah lokal dengan konsentrasi reaktan yang tinggi dan dalam kristal dengan kemasan n

mengompresi gerakan molekul internal berdekatan seperti yang diperlukan untuk reaksi

siklisasi mungkin diharapkan akan melambat relatif terhadap reaksi dalam larutan akibat

gesekan di dikemas lebih dekat encer.Jika molekul harus terjebak dalam keadaan padat dalam

konformasi reaktif mungkin mengalami reaksi.Harus lebih cepat , sementara banyak kasus-

kasus individu dapat dengan mudah ditafsirkan , tidak ada generalisasi luas yang mungkin.

(Wise , 2000)

B. Uraian Bahan

1. Amilum (Ditjen POM, 1979 : 93)

Nama resmi : AMYLUM ORYZAE

Nama lain : Pati Beras

Pemerian : Serbuk sangat halus, tidak berbau, tidak berasa.

Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dalam air dingin dan dalam etanol (95 %) P

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan : Sebagai zat uji

2. Aquadest (Ditjen POM, 1979 : 96)

Nama resmi : AQUA DESTILLATA

Nama lain : Air suling

RM / BM : H2O / 18,02
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak mempunyai rasa.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

Kegunaan : Pelarut zat uji

3. Asam Klorida (Ditjen POM, 1979 : 53)

Nama resmi : ACIDUM HYDROCHLORIDUM

Nama lain : Asam klorida RM / BM : HCL / 36,46

Pemerian : Cairan tidak berwarna, berasap, bau merangsang. Jika diencerkan dengan 2 bagian air, asap

dan bau hilang.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

Kegunaan : Sebagai sampel

4. Iod (Ditjen POM, 1979 : 653)

Nama resmi : IODIUM

Nama lain : Iod

RM / BM : / 132,65

Pemerian : Hablur mengkilat dan berwarna jingga merah.

Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air dalam air, dalam klorofrom P dan eter P.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

Kegunaan : Sebagai indikator

5. Natrium Tiosulfat (Ditjen POM, 1979 : 428)

Nama resmi : NATRII THIOSULFAS

Nama lain : Natrium Tiosulfat

RM / BM : Na2S2O3 / 248,17

Pemerian : Hablur besar tidak berwarna atau serbuk hablur kasar.

Kelarutan : Sangat mudah larut dalam, tidak larut dalam eatanol.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat


Kegunaan : Sebagai sampel

C. Uraian Sampel

 Enzyplex

 Kandungan

Amylase 10000 u, protease 9000 u, lipase 240 u, asam desoksikolik 30 mg,

dimetilpolisiloksan 25 mg, vitamin B1 10 mg, vitamin B2 5 mg, vitamin B6 5 mg, vitamin

B12 5 µg, niasinamida 10 mg, dan kalsium pantotenat 5 mg.

 Indikasi

Gangguan pencernaan yang termanifestasi (ditandai) oleh kembung dan rasa tidak enak pada

perut.

 Kemasan

Dus berisi 100 tablet (25 strip @ 4 tablet)

Reg. No. DBL7214704016A1

 Dosis

1-2 tablet pada saat makan atausesudah makan

 Penyajian

Dikonsumsi bersamaan dengan makanan atau tidak

 Produsen

Darya varia

D. Prosedur Kerja ( anonim, 2014 )

Pengaruh konsentrasi terhadap laju reaksi

1. Buatlah larutan 0,1; 0,01; dan 0,5 N dan HCl 0,1; 0,01; dan 0,5 N
2. Campurkan 10 ml larutan HCl 0,1; 0,01 dan 0,5 N dengan 10 ml larutan 0,1 N.

Catatlah waktu mulai pencampuran hingga terbentuk kekeruhan.

3. Campurkan pula 10 ml larutan 0,1; 0,01 dan 0,5 N dengan 10 ml larutan HCl 0,1 N

Menentukan orde reaksi dan laju reaksi

1. Larutan asam formiat 0,1 M sebanyak 4 ml ditambahkan ke dalam larutan KMnO4 0,01 N

sebanyak 0,5 ml.

2. Kemudian dicukupkan volumenya dengan aquades hingga 50 ml. Kemudian diukur kadar

KMnO4 pada waktu-waktu tertentu dan diperoleh data sebagai berikut:

Waktu (Menit) Kadar KMnO4 ppm

3 0,081

6 0,076

9 0,07

12 0,069

15 0,068

Tentukan orde reaksi dan tetapan laju reaksi dari data diatas.
BAB III

METODE KERJA

A. Alat

Adapun alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah corong, erlenmeyer 100 ml,

gelas kimia 50 ml, gelas ukur 25 ml, gelas kimia 100 ml, magnetic stirrer, Pipet tetes,

penangas air, stirrer, stopwatch, termometer, dan vial.

B. Bahan

Adapun alat yang digunakan dalam percobaan adalah bahan yang digunakan dalam

percobaan ini yaitu aluminium foil, aquadest, larutan HCl 0,1; 0,01; 0,5 N, larutan Na2S2O3

0,1; 0,01; 0,5 N, dan tissue.

C. Cara Kerja

a. Pengaruh konsentrasi terhadap laju reaksi

1. Diambil 5 ml larutan HCL 0,01 : 0,1 dan 0,5 N


2. Dimasukkan 5 ml larutan Na2S2O3 0,01 N:0,1N:0,5 N masing-masing kedalam 5 ml larutan

HCL 0,1 : 0,1 dan 0,5 N.

3. Dicatat waktu mulai pencampuran hingga terbentuk kekeruhan.

4. Diambil 5 ml larutan Na2S2O3 0,01 : 0,1 dan 0,5 N

5. Dmasukkan 5 ml larutan Na2S2O3 0,01 : 0,1 dan 0,5 N masing-masing kedalam larutan

HCl 0,1 : 0,1 dan 0,1 N.

6. Dicatat waktu mulai pencampuran hingga terbentuk kekeruhan.

b. Menentukan pengaruh suhu terhadap laju reaksi

1. Diambil 5 ml larutan Na2S2O3 0,1 N dan 5 ml larutan HCL 0,1 N dan dimasukkan kedalam

vial.

2. Pada suhu kamar pada saat larutan dicampur hitung waktunya, dan hentikan stopwatch ketika

larutan tersebut berubah menjadi keruh

3. Pada suhu 500C, pada saat larutan dipanaskan dan mencapai suhu 500C dicampurkan larutan

tersebut dan dihitung waktunya kemudian hentikan stopwatch ketika larutan berubah menjadi

keruh.

4. Pada suhu 1000C, pada saat larutan dipanaskan dan mencapai suhu 1000C dicampurkan

larutan tersebut dan dihitung waktunya kemudian hentikan stopwatch ketika larutan berubah

menjadi keruh.

c. Pengaruh katalis terhadap laju reaksi

1. Diambil amilum sebanyak 0,25%, 0,5%, 1%, 2% dan 3%.

2. Dilarutankan amilum dengan 100 ml aquadest dengan menggunakan stirrer

3. Ditetesi indicator iod sebanyak 2 tetes

4. Dimasukkan enzyplex 0,81 gram kedalam larutan amilum

5. Dicatat waktu mulai pada saat pencampuran hingga terjadi perubahan warna.
BAB IV

HASIL dan PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Tabel Pengamatan

a. Penentuan pengaruh konsentrasi terhadap laju reaksi

Campuran larutan Waktu

5 ml Na2S2O3 0,01 N + 5 ml HCL 0,1 N 17 menit

5 ml Na2S2O3 0,1 N + 5 ml HCL 0,1 N 1 menit 3 detik

5 ml Na2S2O3 0,5 N + 5 ml HCL 0,1 N 26 detik

5 ml HCL 0,01 N + 5 ml Na2S2O3 0,1 N 4 menit 3 detik

5 ml HCL 0,1 N + 5 ml Na2S2O3 0,1 N 1 menit 21 detik

5 ml HCL 0,5 N + 5 ml Na2S2O3 0,1 N 1 menit 10 detik

b. Penentuan pengaruh suhu terhadap laju reaksi

Suhu (0C) Waktu

Kamar 15 detik

500C 21 detik

1000C 7,74 detik

c. Penentuan pengaruh katalis terhadap laju reaksi


Berat Amilum Waktu (x) Konsentrasi (y) Log [ ] (1)
(gram) (detik) (ppm) (2)

0,25 gram 24 detik 2.500 ppm 3,397 0,0004


0,5 gram 40 detik 5.000 ppm 3,698 0,0002
1 gram 50 detik 10.000 ppm 4 0,0001
2 gram 40 detik 20.000 ppm 4,301 0,00005
3 gram 42 detik 30.000 ppm 4,477 0,000033

d. Nilai R terhadap orde reaksi

Orde reaksi Nilai r = Koefisien korelasi

0 0,403

1 0,633

2 -0,826

2. Perhitungan :

a. Kelompok 1

0,25%

= 2500 ppm

b. Kelompok 2

0,5%

= 5000 ppm
c. Kelompok 3

1%

= 10.000 ppm

d. Kelompok 4

2%

= 20.000 ppm

e. Kelompok 5

3%

= 30.000 ppm

Laju reaksi mengarah pada orde 2 karena r nya lebih mendekati ± 1

a. Tetapan laju reaksi

Karena k = b, maka k = 1,319

b. Laju reaksi
1. 1,319 x 24

= 6,378 + 31,656

= 38,034 m/s

Laju reaksi pada t= 24 adalah 38,034 m/s

2. 1,319 x 40)

= + 52,76

= 59.138 m/s

Laju reaksi pada t= 40 adalah 59,138 m/s

3. (1,319 x 50)

= + 65,95

= 72,328 m/s

Laju reaksi pada t= 50 adalah 72,328 m/s

4. (1,319x 40)

= + 52,76

= 59,138 m/s

Laju reaksi pada t= 40 adalah 59,138 m/s

5. (1,319 x 42)

= + 55,398

= 61,776 m/s
Laju reaksi pada t= 42 adalah 61,776 m/s

c. Waktu paruh

t½=

=ax

= 6,378 x

= 6,378 x 0,758

= 4,83 menit

Artinya waktu yang dibutuhkan suatu obat untuk meluruh setengah dari konsentrasi

awalnya adalah selama 4,83 menit.

B. Pembahasan

Reaksi kimia adalah proses perubahan zat pereaksi menjadi produk. Seiring dengan

bertambahnya waktu reaksi, maka jumlah zat peraksi semakin sedikit, sedangkan produk

semakin banyak. Laju reaksi berhubungan dengan cepat atau lambatnya reaksi berlangsung.

Laju suatu reaksi kimia sebanding dengan hasil kali dari konsentrasi molar reaktan yang

masin-masing dipangkatkan dengan angka yang menunjukkan jumlah molekul dari zat-zat

yang ikut serta dalam reaksi.

Orde reaksi, dari hukum aksi massa, suatu garis lurus didapat bila laju reaksi diplot

sebagai fungsi dari konsentrasi reaktan dipangkatkan dengan bilangan tertentu. Reaksi orde-

Nol, Garrett dan Carper1 menemukan bahwa hilangnya warna sebuah produk multisulfa

(diukur dengan berkurangnya penyerapan dari spektrofotometer pada λ 500 nm), mengikuti

laju orde-nol. Reaksi orde-pertama, pada tahun 1981,Harned menunjukkan bahwa laju

penguraian hidrogen peroksida, dengan katalis 0,02 M KI, sebanding dengan konsentrasi sisa

hidrogen peroksida dalam campuran reaksi pada setiap saat. Reaksi orde-kedua, laju reaksi

bimolekular yang terjadi bila dua molekul bertabrakan. Sering dijelaskan dengan persamaan
orde-kedua. Bila laju reaksi bergantung pada konsentrasi A dan B yang masing-masing

dipangkatkan dengan pangkat satu, laju penguraian A sama dengan laju penguraian B dan

keduanya sebanding dengan hasil kali konsentrasi.

Pada percobaan kali ini, akan ditentukan pengaruh konsentrasi terhadap laju reaksi.

Pertama-tama disiapkan alat dan bahan dimasukkan 5 ml Na2S2O3 0,01 N dan 5 ml HCl 0,1 N

ke dalam vial, dihitung waktu mulai pencampuran hingga terbentuk kekeruhan. Dan

didapatkan waktunya yaitu 17 menit. Setelah itu, vial ke dua diisi dengan 5 ml Na2S2O3 0,1 N

dan 5 ml HCl 0,1 N, sehingga didapatkan waktunya yaitu 1menit 3 detik. Kemudian vial ke

tiga diisi 5 ml Na2S2O3 0,5 N dan 5 ml HCl 0,1 N, sehingga didapatkan waktunya yaitu 26

detik. Diisi dalam vial ke empat 5 ml HCl 0,01 N dan 5 ml Na2S2O3 0,1 N, sehingga

didapatkan waktunya yaitu 4 menit 3 detik. Diisi lagi vial ke lima dengan 5 ml HCl 0,1 N

dan 5 ml Na2S2O3 0,1 N, dan didapatkan waktunya yaitu 1 menit 21 detik. Kemudian diisi

vial ke enam dengan 5 ml HCl 0,5 N dan 5 ml Na2S2O3 0,1 N dan didapatkan waktunya yaitu

1 menit 10 detik.

Berdasarkan data hasil pengamatan yang didapatkan, semakin besar konsentrasi maka

semakin cepat laju reaksinya. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa

semakin tinggi kosentrasi suatu zat maka semakin cepat laju reaksinya.

Pada percobaan kedua yaitu menentukan pengaruh suhu terhadap laju reaksi. Pertama-

tama vial diisi 5 ml larutan HCl 0,1 N dan diukur suhunya menggunakan termometer sesuai

dengan suhu kamar yaitu 30 0C setelah itu ditambahkan dengan 5 ml larutan Na2S2O3 0,1 N ,

ditunggu larutan hingga berubah menjadi keruh, lalu dimatikan stopwatch dan dicatat

waktunya dan didapatkan waktu reaksinya yaitu 15 detik. Kemudian vial yang lain diisi lagi

dengan 5 ml HCL 0,1 N dipanaskan dengan menggunakan penangas air sampai mencapai

suhu 50 0C dan setelah itu ditambahkan dengan 5 ml Na2S2O3 0,1 N ditunggu larutan hingga

berubah menjadi keruh, stopwatch dimatikan kemudian dicatat waktunya dan didapatkan
waktu reaksinya yaitu 21 detik. Kemudian vial yang lain diisi lagi dengan 5 ml HCL 0,1 N

dipanaskan dengan menggunakan penangas air sampai mencapai suhu 100 0C dan setelah itu

ditambahkan dengan 5 ml Na2S2O3 0,1 N ditunggu larutan hingga berubah menjadi keruh,

stopwatch dimatikan kemudian dicatat waktunya dan didapatkan waktu reaksinya yaitu 7,74

detik.

Dipakai suhu 50 0C dan 100 0C karena disini akan dilihat apakah benar menurut teori

bahwa semakin tinggi suhunya maka laju reaksinya juga semakin cepat, Sehingga digunakan

suhu berbeda.

Berdasarkan data hasil pengamatan bahwa semakin tinggi suhu maka semakin cepat laju

reaksinya. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa semakin tinggi suhu suatu zat

maka semakin cepat laju reaksinya. Namun, pada saat percoabbn laju reaksi terhadap suhu,

pada suhu 50 0C waktu yang dibutuhkan untuk mengalami perubahan warna lebih lama dari

pada suhhu 100 0C. Hal ini disebabkan oleh faktor – faktor kesalahan diantaranya alat yang

digunakan telah terkontaminasi dengan bahan lain serta perhitungan waktu yang terlambat

pada saat proses pencampuran kedua larutan tersebut.

Pada percobaan katalis terhadap laju reaksi untuk amilum 1 % waktu yang diperlukan

untuk terjadinya perubahan warna dari ungu kehijau yaitu 50 detik dengan konsentrasi 10000

ppm. Setelah data dari semua kelompok diregresikan diperoleh nilai r pada orde reaksi 0 =

0,403, nilai r pada orde reaksi 1 = 0,633, dan nilai r pada orde reaksi 2 = - 0,826.

Pada percobaan katalis terhadap laju reaksi dari data yang diperoleh dapat disimpulkan

bahwa reaksi tersebut mengikuti orde 2 yaitu mendekati ± 0,9 – 1. Dan didapatkan tetapan

laju reaksinya 1,319, dengan waktu paruh = 4,83 menit .

Aplikasi dalam bidang farmasi adalah ketika seorang apoteker mengambil keputusan

apakah obat tersebut masih layak untuk dikonsumsi atau tidak, maka terlebih dahulu ia harus

mengetahui stabilitas kimia dari bahan obat tersebut. Selain itu, jika seorang apoteker akan
membuat suatu sediaan obat baru dari suatu obat, maka ia harus mengetahui stabilitas obat

yang dibuat menjadi sediaan baru tersebut dan harus dapat menentukan waktu dan tempat

penyimpanan obat tersebut.

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

a. Pengaruh konsentrasi terhadap laju reaksi

1. 5 ml 0,1 N + HCl 0,1 5 ml waktu perubahan warna = 1 menit 4 detik

2. 5 ml 0,01 N + HCl 0,1 5 ml waktu perubahan warna = 17 menit

3. 5 ml 0,5 N + HCl 0,1 5 ml waktu perubahan warna = 26 detik


4. 5 ml HCl 0,1 N + 0,1 N 5 ml waktu perubahan warna = 1 menit 21 detik

5. 5 ml HCl 0,01 N + 0,1 N 5 ml waktu perubahan warna = 4 menit 3 detik

6. 5 ml HCl 0,5 N + 0,1 N 5 ml waktu perubahan warna = 1 menit 10 detik.

b. Pengaruh suhu

1. 5 ml 0,1 N + HCl 0,1 5 ml pada suhu kamar = 15 detik

2. 5 ml 0,1 N + HCl 0,1 5 ml pada suhu C = 21 detik

3. 5 ml 0,1 N + HCl 0,1 5 ml pada suhu C = 7,74 detik

Semakin tinggi suhu semakin tinggi laju reaksi

c. Penentuan orde reaksi

1. Orde reaksi nol yaitu : a = 2,82 ; b = 487,688 ; r = 0,403

2. Orde reaksi satu yaitu : a = 2,82 ; b = 0,029 ; r = 0,633

3. Orde reaksi dua taitu : a = 6,378 ; b = -1,319 ; r = 0,826

4. Nilai (K) orde dua yaitu : -1,319 waktu paruh orde dua yaitu 0,156

Dari hasill yang diperoleh diatas ditarik kesimpulan bahwa konsentrasi dan suhu

mempengaruhi kaju reaksinya dan sebaliknya. Semakin tinggi suhu makan semakin tinggi

laju reaksinya dan sebaliknya.

B. Saran

Diharapkan agar alat dan bahan dilengkapi sebelum praktikum dimulai.


DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2014. Penuntun Farmasi Fisia 1. Universitas Musliim Indonesia


: Makassar

Aulton, M.E. 1988. Pharmaceutics The Sciense Of Dosage Form


Design. Churchill Livingstone

Bird, Toni. 1993. Kimia Fisik Untuk Universitas. PT Gramedia Pustaka Utama
: Jakarta

Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan : RI

Florence, Alexander T. 2006. Physicochemical Principles of Pharmacy.Mark


of Pharmaceutical Press : USA

Parrot, Eugene L. 1970. Pharmaceutical Technology. Lowa City

Syukri, S. 1920. Kimia Dasar. ITB : Bandung.

Usman,Hanapi, 2004. Kimia Dasar. Tim Dosen Kimia Dasar . Universitas Hasanuddin : Makassar.

Wise, Donald L. 2000. Handbook of Pharmaceutical Controlled


Release Technology, Marcel Dekker : USA

Anda mungkin juga menyukai