KONJUNGTIVITIS VIRUS
Oleh:
Supervisor Pembimbing
dr.
Residen Pembimbing
KONJUNGTIVITIS VIRUS
Oleh
Januari 2018
Mengetahui,
Supervisor Pembimbing
dr.
Residen Pembimbing
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Konjungtiva
3
Gambar 2: Anatomi Konjungtiva.
B. Histologi Konjungtiva
Lapisan epitel konjungtiva terdiri atas dua hingga lima lapisan sel epitel
silindris bertingkat, superfisial dan basal. Lapisan epitel konjungtiva di dekat
limbus,di atas caruncula, dandi dekat persambungan mukokutan pada tepi
kelopak mata terdiri atas sel-sel epitel skuamosa bertingkat. Sel-sel epitel
superfisial mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang mensekresi mukus.
Mukus yang terbentuk mendorong inti sel goblet ke tepi dan diperlukan untuk
dispersi lapisan air mata pra kornea secara merata.4,6
4
Sel-sel epitel basal berwarna lebih pekat dibandingkan sel-sel superfisial
dan di dekat limbus dapat mengandung pigmen. Stroma konjungtiva dibagi
menjadi satu lapisan adenoid (superfisial) dan satu lapisan fibrosa (profundus).
Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan dibeberapa tempat dapat
mengandung struktur semacam folikel tanpa sentrum germinativum. Lapisan
adenoid tidak berkembang sampai setelah bayi berumur 2 atau3 bulan. Hal ini
menjelaskan mengapa konjungtivitis inklusi pada neonatus bersifat papilar
bukan folikular dan mengapa kemudian menjadi folikular. Lapisan fibrosa
tersusun dari jaringan penyambung yang melekat pada lempeng tarsus. Hal ini
menjelaskan gambaran reaksi papilar pada radang konjungtiva. Lapisan
fibrosa tersusun longgar pada bola mata.4,6
C. Definisi Konjungtivitis
5
D. Manifestasi Klinis
6
konjungtivitis dan dari gambaran klinis khas tersebut dapat diduga virus
penyebabnya. 5,9
E. Etiologi
Bakteri: Parasit:
Neissera meningitidis Thelazia californiensis
Pneumococcus: Streptococcus Loa loa
pneumoniae (iklim sedang) Ascaris lumbricoides
Haemophillus Influenzae (iklim Imunologik :
sedang) Reaksi hipersensitivitas segera:
Staphyococcus aureus konjungtivitis hay fever (serbuk
Streptococci sari, bulu hewan)
Virus: Reaksi hipersensitivitas lambat:
Konjungtivitis folikular viral Fliktenulosis
akut Kimiawiatau iritatif :
Demam faringkonjungtivitis Iatrogenik: Miotik, Idoxurine
oleh adenovirus tipe 3 dan 7 Etiologi tidak diketahui :
dan serotipe lain. Folikulosis
Virus Herpes Simpleks Rosasea okular
Rickettsia: Berkaitan dengan penyakit sistemik :
Konjungtivitis non-purulen Penyakit tiroid (pajanan,
dengan hyperemia dan sedikit kongestif)
infiltrasi Konjungtivitis gout
Jamur: Konjungtivitis karsinoid
Eksudatifkronik: Clamidia
Granulomatosa:
Rhinosporidium sereberi
7
Gambar 4: Konjungtivitis bakterialis, sekret mukopurulen, hiperemia konjungtiva
(kiri). Konjungtivitis viral, hiperemia konjungtiva sekret jernih seperti air
(tengah). Konjungtivitis alergika, sekret mukus visous (kanan).10
8
Konjungtivitis Hemoragik Akut
Konjungtivitis Folikular
9
Pharyngoconjunctival Fever Konjungtivitis
Nodul moluskum di tepi atau kulit palpebra dan alis mata dapat
menimbulkan konjungtivitis folikuler menahun unilateral, keratitis superior,
pannus superior, atau mungkin menyerupai trakhoma. Terdapat reaksi radang
mononuklear yang berbeda dengan reaksi pada trakhoma. Ciri khas moluskum
kontagiosum adalah lesi bulat, berombak, putih mutiara, dan non-radang di bagian
pusat. Histopatologi menunjukkan inklusi sitoplasma eosinofilik yang memenuhi
seluruh sitoplasma sel yang membesar dan mendesak inti ke satu sisi. Terapi
dengan cara eksisi atau krioterapi.4,8
10
mengandung sel raksasa dan leukosit polimorfonuklear sedangkan kerokan
konjungtiva mengandung sel raksasa dan monosit. Virus dapat diperoleh dari
biakan jaringan sel embrio manusia. Terapi blefarokonjungtivitis varisella-zoster
adalah menggunakan asiklovir oral dosis tinggi (800mg oral lima kali sehari
selama 10 hari). Jika pengobatan diberikan pada awal perjalanan penyakit dapat
mengurangi dan menghambat penyakit.1,8,11
Keratokonjungtivitis Morbilli
Pada awal penyakit, konjungtiva tampak mirip kaca yang dalam beberapa
hari diikuti pembengkakan lipatan semiluner. Beberapa hari sebelum erupsi kulit,
timbul konjungtivitis eksudatif dengan sekret mukopurulen, dan pada saat muncul
erupsi kulit, timbul bercak koplik di konjungtiva dan kadang-kadang di
karunkulus. Pada pasien imunokompeten, keratokonjungtivitis morbili hanya
meninggalkan sedikit atau sama sekali tanpa sekuel, namun pada pasien kurang
gizi atau imunokompromis, penyakit mata ini sering disertai infeksi virus herpes
atau infeksi bakteri sekunder oleh S.pneumonia, H.influenza, dan organisme lain.
Bakteri tersebut dapat menimbulkan konjungtivitis purulen disertai ulserasi
kornea dan penurunan penglihatan yang berat. Infeksi herpes juga dapat
menimbulkan ulserasi kornea berat dengan perforasi. Hal tersebut mengakibatkan
pasien kehilangan penglihatan terutama pada anak-anak kurang gizi. Kerokan
konjungtivitis menunjukkan reaksi sel mononuklear. Pada sedian yang dipulas
giemsa tampak sel-sel raksasa. Terapi hanya berupa tindakan penunjang karena
tidak ada terapi spesifik, kecuali jika terdapat infeksi sekunder.4,5
11
Tabel 2: Diagnosis banding konjungtivitis.6,12
Bakteri
Fungus &
Virus Non- Alergi
Purulen Parasit
Purulen
Sekret Sedikit Banyak Sedikit Sedikit Sedikit
Air Mata Banyak Sedang Sedang Sedikit Sedang
Gatal Sedikit Sedikit - - Hebat
Injeksi Umum Umum Lokal Lokal Umum
Nodul pre-
Sering Jarang Sering Sering -
aurikular
Pewarnaan Monosit Bakteri Bakteri
usapan Negatif Eosinofil
Limfosit PMN PMN
Sakit
tenggorokan
Kadang Kadang - - -
dan panas
12
G. Epidemiologi
Mikroorganisme masuk ke dalam tubuh dengan cara adhesi, evasi, dan invasi.
Adhesi adalah penempelan molekul mikroorganisme ke epitel mata yang
dimediasi oleh protein permukaan mikroorganisme. Evasi adalah upaya
mikroorganisme untuk menembus pertahanan sistem imun.15 Hampir semua
mikroorganisme hanya menginvasi bila terdapat kerusakan epitel kecuali
beberapa bakteri seperti Neisseria gonorhoeae dan Shigella spp. Pada infeksi
virus, adhesi sekaligus memfasilitasi proses invasi melalui interaksi molekul
virus dengan sel hospes seperti interaksi kapsul adenovirus dengan integrin sel
hospes yang menyebabkan proses endositosis virus oleh sel.15 Mikroorganisme
juga dapat bertahan melewati sistem pertahanan tubuh dan bereplikasi seperti
pada infeksi HSV, virus varisela serta herpes zoster namun sebagian besar
infeksi lainnya dapat dieradikasi oleh sistem imun tubuh.15
13
I. Penatalaksanaan
14
Tabel 5: Terapi spesifik konjungtivitis sesuai dasar penyebab.11
J. Prognosis
Bila segera diatasi, konjungtivitis ini tidak akan membahayakan dan dapat
sembuh sendiri atau prognosisnya dubia ad bonam. Namun, bila penyakit
radang mata tidak segera ditangani atau diobati bisa menyebabkan kerusakan
pada mata atau gangguan yang dapat menimbulkan komplikasi.19
15
sebelum dan sesudah menggunakan obat tetes mata. Selain itu, hindari
penggunaan tetes mata dari botol yang telah digunakan pasien konjungtivitis
virus, hindari penggunaan alat mandi dan bantal kepala yang sama.
Penggunaan kaca mata hitam bertujuan mengurangi fotofobia, namun tidak
bermanfaat mencegah penularan.
16
BAB III
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama : Tn. JS
Umur : 59 tahun
Pekerjaan : Pensiunan
Alamat : Malalayang
B. Anamnesis
1. Keluhan Utama
2. Riwayat Penyakit
17
C. Pemeriksaan Fisik
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 36,6oC
2. Status Oftalmikus
18
Refleks fundus (+) uniform (+) uniform
Bulat, batas tegas, CDR Bulat, batas tegas, CDR
Papil N. II
0,2 0,2
Retina perdarahan (-), eksudat (-) Perdarahan (-), eksudat (-))
Makula Refleks fovea (+) normal Refleks fovea (+) normal
D. Diagnosis
Konjungtivitis Virus OS
19
E. Diagnosis Banding
- Konjungtivitis bacterial
- Konjungtivitis jamur
- Konjungtivitis alergi
F. Komplikasi
Keratitis
Blefaro konjungtivitis19
G. Tatalaksana
Vit.C 3x50 mg PO
H. Prognosis
ad vitam : bonam
ad sanationam : dubia ad bonam
ad fungsionam : bonam
I. Edukasi
20
Menjelaskan pada pasien untuk tidak mencuci mata dengan air keran.
Menjelaskan kepada pasien jangan mengucek-ucek mata
Menyarankan pasien untuk menggunakan kaca mata hitam untuk
melindungi mata dari paparan luar seperti debu dan sinar ultraviolet.
Bila mata terasa kabur, atau gejala makin memberat segera kontrol ke
Rumah Sakit.
J. Resume
Seorang pasien laki-laki, umur 59 tahun datang ke IGD Mata RSUP Prof. Dr.
R. D. Kandou Manado dengan keluhan utama mata kiri merah yang dialami
sejak ± 12 jam yang lalu. Mata merah, pedih, mengganjal (+), gatal (+), nyeri (-
), berair (+) ± 12jam SMRS, mata kiri tiba-tiba saja merah saat bangun tidur.
Dalam keluarga hanya penderita yang sakit seperti ini. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan keadaan umum cukup. Pada pemeriksaan visus didapatkan mata
kanan 6/15 dan mata kiri 6/20. Pada pemeriksaan segmen anterior didapatkan
palpebra mata kanan dan kiri dalam batas normal. Pada pemeriksaan
konjungtiva mata kanan dalam batas normal dan pada konjungtiva mata kiri
didapatkan injeksi konjungtiva (+), hiperemis (+). Pemeriksaan segmen
posterior didapatkan refleks fundus mata kanan dan kiri (+) uniform, refleks
fovea mata kanan dan kiri (+) normal. Pasien memiliki riwayat penyakit berupa
diabetes melitus (sudah 20 tahun) dan hipertensi
21
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada kasus, dari anamnesis didapatkan mata kiri pasien mendadak merah
dan terasa seperti mengganjal, disertai pedih, gatal, dan tidak nyeri, pasien juga
mengeluh mata berair. Pasien didiagnosis dengan konjungtivitis virus.
Konjungtivitis merupakan proses inflamasi akibat infeksi pada konjungtiva yang
ditandai dengan dilatasi vaskuler, infiltrasi seluler, dan eksudasi.5,6 Berdasarkan
epidemiologi, konjungtivitis virus merupakan penyakit mata merah yang paling
sering dijumpai di masyarakat dan di poli mata.21
Pada pemeriksaan visus didapatkan mata kanan 6/15 dan mata kiri 6/20.
Pada pemeriksaan segmen anterior didapatkan palpebra mata kanan dan kiri
dalam batas normal. Pada pemeriksaan konjungtiva mata kanan dalam batas
normal dan pada konjungtiva mata kiri didapatkan injeksi konjungtiva (+),
hiperemis (+). Pemeriksaan segmen posterior didapatkan refleks fundus mata
kanan dan kiri (+) uniform, refleks fovea mata kanan dan kiri (+) normal. Pada
teori konjungtivitis yang diakibatkan oleh virus biasanya menyerang satu mata
22
lalu ke mata lain beberapa hari kemudian disertai pembesaran kelenjar limfe dan
edema palpebral. Tajam penglihatan secara intermiten dapat terganggu karena
sekret mata.5
Untuk penatalaksanaan pada kasus diberikan, Lyteers 8x1 tetes pada mata
kiri, Levofloxasin 6x1 gtt pada mata kiri dan Vit.C 3x50 mg. Konjungtivitis virus
biasanya akan sembuh dengan sendirinya, namun pemberian kompres dingin, air
mata artifisial atau antihistamin topikal bermanfaat untuk meredakan gejala.
Pemberian antivirus hanya diindikasikan pada konjungtivitis virus herpes
simpleks dan digunakan sebagai profilaksis agar reaksi peradangan dari
konjungtiva tidak sampai mengenai kornea. Terapi antiviral tidak diperlukan
kecuali untuk konjungtivitis herpetik yaitu asiklovir oral 400mg/hari untuk virus
herpes simpleks dan 800mg/hari untuk herpes zoster selama 7-10 hari. Pemberian
antibiotik topikal tidak dianjurkan karena tidak mencegah infeksi sekunder dan
dapat memperburuk gejala klinis akibat reaksi alergi dan reaksi toksik serta
23
tertundanya kemungkinan diagnosis penyakit mata lain. Cara pemakaian obat
tetes mata perlu diperhatiakn untuk mencegah risiko penyebaran infeksi ke mata
yang sehat. Selain itu, pemakaian antibiotik yang tidak perlu berdampak terhadap
peningkatan resistensi antibiotik juga perlu dipertimbangkan.1,5
Prognosis pada pasien ini dubia ad bonam, dimana jika ditangani dengan
baik akan mengalami penyembuhan total. Jika tidak diobati akan menimbulkan
komplikasi blefarokonjungtivitis.17
24
BAB V
PENUTUP
Kesimpulan:
Pasien laki-laki, umur 59 tahun, datang ke IGD Mata RSUP Prof. Dr. R. D.
Kandou dengan keluhan mata kiri merah, berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
oftalmologi didiagnosis dengan konjungtivitis virus. Prognosis pada pasien ini
adalah dubia ad bonam dengan penanganan yang tepat dan cepat.
Saran :
- Eyes hygiene
- Memakai obat dengan teratur
25
DAFTAR PUSTAKA
26
19. Pinto RDP, Lira RPC, Abe RY, Zacchia RS, Felix JPF, Pereira AVF, et al.
Dexamethasone/povidone eye drops versus artificial tears for treatment of
presumed viral conjunctivitis: a randomized clinical trial. Current Eye
Research. 2014;40(9):870-7
20. Asena L, Ozdemir ES, Burcu A, Ercan E, Colak M, Altinors DD.
Comparison of clinical outcome with different treatment regimens in acute
adenoviral keratokonjuctivitis. Eye. 2017;1:1-7.
21. Fitch CP, Rapoza PA, Owens S. Epidemiology and diagnosis of acute
conjunctivitis at an inner-city hospital.Opthalmology. 1989;96:1215-1220.
27