TUBERKULOSIS PARU
Oleh:
Edwin Danie Olsa 1740312205
Fathia Deliza 1740312203
Karolina 1210313107
Preseptor:
dr. Rudy Ariant, SpPD,FINASIM
1.2 EPIDEMIOLOGI
Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting
di dunia ini. Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah
mencanangkan tuberkulosis sebagai Global Emergency. Sepertiga penduduk dunia
telah terinfeksi kuman TB dan menurut regional WHO jumlah terbesar kasus TB
terjadi di Asia tenggara yaitu 33% dari seluruh kasus TB di dunia.3
WHO melaporkan pada tahun 2013 bahwa diperkirakan terdapat 8,6 juta
kasus TB pada tahu 2012 dimana 1,1 juta orang (13%) diantaranya adalah pasien
TB dengan HIV positif. Sekitar 75% dari pasien tersebut berada diwilayah Afrika.
Pada tahun 2012, diperkirakan terdapat 450.000 orang yang menderita TBMDR
dan 170.000 orang diantaranya meninggal dunia. Pada tahun 2012, kasus TB pada
anak diantara seluruh kasus TB secara global menacapai 6% (530.000 pasien TB
anak/ tahun), sedangkan kematian anak yang menderita TB mencapai 74.000
kematian/ tahun.4
Di Indonesia berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun
2001 didapatkan bahwa penyakit pada sistem pernapasan merupakan penyebab
kematian kedua setelah sistem sirkulasi. Pada SKRT 1992 disebutkan bahwa
penyakit TB merupakan penyebab kematian kedua, sementara SKRT 2001
menyebutkan bahwa tuberkulosis adalah penyebab kematianpertama pada
golongan penyakit infeksi. Sementara itu dari hasil laporan yang masuk ke subdit
TB P2MPL Departemen Kesehatan tahun 2001 terdapat 50.443 penderita BTA
positif yang diobati (23% dari jumlah perkiraan penderita BTA positif ). Tiga
perempat dari kasus TB ini berusia 15 – 49 tahun.4
1.4 PATOGENESIS
1.TUBERKULOSIS PRIMER
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di
jaringan paru, dimana ia akan membentuk suatu sarang pneumonik, yang disebut
sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini mugkin timbul di bagian mana
saja dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan
kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal).
Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus
(limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama dengan limfangitis regional
dikenal sebagai kompleks primer.3
Kompleks primer ini akan mengalami salah satu nasib sebagai berikut:
a. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad
integrum)
b. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon,
garis fibrotik, sarang perkapuran di hilus)
c. Menyebar dengan cara :
a) Perkontinuitatum, menyebar kesekitarnya Salah satu contoh adalah
epituberkulosis, yaitu suatu kejadian dimana terdapat penekanan
bronkus, biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar hilus yang
membesar sehingga menimbulkan obstruksi pada saluran napas
bersangkutan, dengan akibat atelektasis. Kuman tuberkulosis akan
menjalar sepanjang bronkus yang tersumbat ini ke lobus yang
atelektasis dan menimbulkan peradangan pada lobus yang atelektasis
tersebut, yang dikenal sebagai epituberkulosis.
b) Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke
paru sebelahnya. Penyebaran ini juga terjadi ke dalam usus
c) Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Kejadian penyebaran ini
sangat bersangkutan dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi
basil. Sarang yang ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan
tetapi bila tidak terdapat imuniti yang adekuat, penyebaran ini akan
menimbulkan keadaan cukup gawat seperti tuberkulosis milier,
meningitis tuberkulosa, typhobacillosis Landouzy. Penyebaran ini juga
dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh lainnya, misalnya
tulang, ginjal, anak ginjal, genitalia dan sebagainya. Komplikasi dan
penyebaran ini mungkin berakhir dengan cara yaitu sembuh dengan
meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan terbelakang pada anak
setelah mendapat ensefalomeningitis, tuberkuloma ) atau meninggal
Semua kejadian diatas adalah perjalanan tuberkulosis primer.
2. TUBERKULOSIS POST-PRIMER
Dari tuberkulosis primer ini akan muncul bertahun-tahun kemudian
tuberkulosis post-primer, biasanya pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis post
primer mempunyai nama yang bermacam macam yaitu tuberkulosis bentuk
dewasa, localized tuberculosis, tuberkulosis menahun, dan sebagainya. Bentuk
tuberkulosis inilah yang terutama menjadi problem kesehatan rakyat, karena dapat
menjadi sumber penularan. Tuberkulosis post-primer dimulai dengan sarang dini,
yang umumnya terletak di segmen apikal dari lobus superior maupun lobus
inferior. Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumonik kecil.3
Nasib sarang pneumonik ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai
berikut :
a. Diresopsi kembali, dan sembuh kembali dengan tidak meninggalkan cacat
b. Sarang tadi mula mula meluas, tapi segera terjadi proses penyembuhan
dengan penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan membungkus diri
menjadi lebih keras, terjadi perkapuran, dan akan sembuh dalam bentuk
perkapuran. Sebaliknya dapat juga sarang tersebut menjadi aktif kembali,
membentuk jaringan keju dan menimbulkan kaviti bila jaringan keju
dibatukkan keluar.
c. Sarang pneumonik meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa).
Kaviti akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti
awalnya berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti
sklerotik). Nasib kaviti ini:
• Mungkin meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonik baru.
Sarang pneumonik ini akan mengikuti pola perjalanan seperti yang
disebutkan diatas
• Dapat pula memadat dan membungkus diri (encapsulated), dan disebut
tuberkuloma. Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tapi
mungkin pula aktif kembali, mencair lagi dan menjadi kaviti lagi
• Kaviti bisa pula menjadi bersih dan menyembuh yang disebut open
healed cavity, atau kaviti menyembuh dengan membungkus diri, akhirnya
mengecil. Kemungkinan berakhir sebagai kaviti yang terbungkus, dan
menciut sehingga kelihatan seperti bintang (stellate shaped).
e) Kasus Gagal
• Adalah penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali
menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir
pengobatan) • Adalah penderita dengan hasil BTA negatif gambaran
radiologik positif menjadi BTA positif pada akhir bulan ke-2
pengobatan dan atau gambaran radiologik ulang hasilnya perburukan.
f) Kasus kronik Adalah penderita dengan hasil pemeriksaan dahak BTA
masih positif setelah selesai pengobatan ulang kategori 2 dengan
pengawasan yang baik
g) Kasus bekas TB
• Hasil pemeriksaan dahak mikroskopik (biakan jika ada fasilitas)
negatif dan gambaran radiologik paru menunjukkan lesi TB inaktif,
terlebih gambaran radiologik serial menunjukkan gambaran yang
menetap. Riwayat pengobatan OAT yang adekuat akan lebih
mendukung
• Pada kasus dengan gambaran radiologik meragukan lesi TB aktif,
namun setelah mendapat pengobatan OAT selama 2 bulan ternyata
tidak ada perubahan gambaran radiologik
• Batuk ≥ 3 minggu
• Batuk darah
• Sesak napas
• Nyeri dada
Gejala respiratorik yang dialami oleh pasien sangat bervariasi, dari mulai
tidak ada gejala sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi yang
mengenai paru pasien. Kadang penderita terdiagnosis pada saat medical check
up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka penderita
mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi
bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar.4
2. Gejala Sistemik
Demam
Malaise
Keringat malam
Anoreksia
Semua pasien baru di daerah dengan kasus TB resisten obat primer >3%.
Pasien baru atau riwayat OAT dengan apusan dahak BTA tetap positif pada
akhir fase intensif maka sebaiknya melakukan apusan dahak BTA pada
bulan berikutnya. Jika hasil apusan BTA tersebut masih positif maka
biakan M. tuberculosis dan uji resistensi obat atau pemeriksaan Xpert
MTB/RIF harus dilakukan.
1. Gejala Klinis
Gejala klinis yang terjadi dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala
respiratorik (atau gejala lokal dari organ yang terlibat) dan gejala sistemik.4
• Batuk ≥ 3 minggu
• Batuk darah
• Sesak napas
• Nyeri dada
• Demam
3. Pemeriksaan Bakteriologik
a. Bahan pemeriksasan
Pemeriksaan bakteriologik untuk menemukan kuman tuberkulosis
mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan
untuk pemeriksaan bakteriologik ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura,
liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar
(bronchoalveolar lavage/BAL), urin, faeces dan jaringan biopsi (termasuk
biopsi jarum halus/BJH).4
b. Cara pengumpulan dan pengiriman bahan
Cara pengambilan dahak 3 kali, setiap pagi 3 hari berturut-turut atau
dengan cara:
• Sewaktu/spot (dahak sewaktu saat kunjungan)
• Dahak Pagi ( keesokan harinya )
• Sewaktu/spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi)
Bahan pemeriksaan/spesimen yang berbentuk cairan
dikumpulkan/ditampung dalam pot yang bermulut lebar, berpenampang 6 cm atau
lebih dengan tutup berulir, tidak mudah pecah dan tidak bocor. Apabila ada
fasiliti, spesimen tersebut dapat dibuat sediaan apus pada gelas objek (difiksasi)
sebelum dikirim ke laboratorium.4
Bahan pemeriksaan hasil BJH, dapat dibuat sediaan apus kering di gelas
objek atau untuk kepentingan biakan dan uji resistensi dapat ditambahkan NaCl
0,9% 3-5 ml sebelum dikirim ke laboratorium. Spesimen dahak yang ada dalam
pot (jika pada gelas objek dimasukkan ke dalam kotak sediaan) yang akan dikirim
ke laboratorium, harus dipastikan telah tertulis identitas penderita yang sesuai
dengan formulir permohonan pemeriksaan laboratorium. Bila lokasi fasiliti
laboratorium berada jauh dari klinik/tempat pelayanan penderita, spesimen dahak
dapat dikirim dengan kertas saring melalui jasa pos.4
Cara pembuatan dan pengiriman dahak dengan kertas saring:4
• Kertas saring dengan ukuran 10 x 10 cm, dilipat empat agar terlihat
bagian tengahnya
• Dahak yang representatif diambil dengan lidi, diletakkan di bagian
tengah dari kertas saring sebanyak + 1 ml
• Kertas saring dilipat kembali dan digantung dengan melubangi pada
satu ujung yang tidak mengandung bahan dahak
• Dibiarkan tergantung selama 24 jam dalam suhu kamar di tempat
yang aman, misal di dalam dus
• Bahan dahak dalam kertas saring yang kering dimasukkan dalam
kantong plastik kecil
• Kantong plastik kemudian ditutup rapat (kedap udara) dengan
melidahapikan sisi kantong yang terbuka dengan menggunakan lidi
• Di atas kantong plastik dituliskan nama penderita dan tanggal
pengambilan dahak
• Dimasukkan ke dalam amplop dan dikirim melalui jasa pos ke
alamat laboratorium.
1. Hasil Pengobatan TB
Hasil pengobatan TB dapat dilihat pada table berikut
1.9 KOMPLIKASI
1.10 PROGNOSIS
Prognosis TB paru umumnya baik dengan pengobatan yang tepat,
ketersediaan obat dan pengawasan minum obat yang baik. Namun apabila pasien
dengan tb paru tidak diobati setelah lima tahun akan memiliki prognosis :8
50% meninggal
BAB II
LAPORA KASUS
Telah dirawat seorang pasien laki-laki berusia 56 tahun pada tanggal 11 Juli 2018
dengan keluhan utama sesak napas semakin meningkat sejak 3 hari yang lalu.
Idetitas pasien
Nama : Tn. JA Status : Sudah menikah
Jenis kelamin : laki-laki Pekerjaa : Wiraswasta
Umur : 56 tahun Alamat : Pariaman
MR : 125092 Tgl masuk : 11 Juli 2018
Agama : Islam
Anamnesis
Keluhan utama Sesak napas yang semakin sejak 3 hari sebelum masuk rumah
sakit
Riwayat penyakit Sesak napas semakin meningkat sejak 3 hari sebelum masuk
sekarang
rumah sakit. Sesak napas sudah dirasakan sejak 1 bulan
sebelum masuk rumah sakit, namun hanya timbul sehabis
batuk dan masih bisa ditahan oleh pasien. Sesak tidak
dipengaruhi cuaca, aktifitas, dan makanan.
Batuk sejak 2 bulan sebelum masuk rumah sakit. Batuk
berdahak (+), dahak berwarna kehijauan.
Batuk darah (-). Riwayat batuk darah (-).
Demam dirasakan sejak 2 minggu sebelum masuk rumah
sakit. Demam naik turun dan pernah menggigil. Riwayat
demam hilang timbul sebenarnya dirasakan sejak 2 bulan
sebelum masuk rumah sakit.
Nafsu makan menurun sejak 5 bulan ini. Penurunan berat
badan (+) sekitar 5-10kg selama 5 bulan ini.
Pasien merasa lemas dan tidak bertenaga.
Keringat malam (-). Riwayat keringat malam (+).
Mual (-) dan Muntah (-)
BAB dan BAK normal.
Riwayat penyakit dahulu Riwayat Diabetes Melitus ada, rutin kotrol ke poli
Tidak ada riwayat Hipertensi.
Tidak ada riwayat Keganasan.
Riwayat penyakit Tidak ada anggota keluarga yang memiliki riwayat penyakit
keluarga jantung, hati, paru, ginjal, kegaasan, ataupun alergi
Riwayat pekerjaan, sosial, Pasien seorang wiraswasta. Riwayat merokok (+) 10 batang per
ekonomi, kejiwaan, dan hari selama 5 tahun, berhenti sejak 3 tahun yang lalu
kebiasaan
Pemeriksaan Fisik
Paru
Jantung
Abdomen
11 Juli 2018
Hb 8,3 g/dl
Leukosit 19.580/mm3 GDS 137 mg/dl
Trombosit 211.000/mm3 Ur / Cr 47/ 1,8 mg/dl
Hematokrit 24 % Natrium 136 mmol/L
Kalium 1,8 mmol/L Klorida 9,7 mmol/L
Foto torak
Diagnosa Kerja :
TB Paru on OAT
Dislipidemia
DM tipe II terkotrol
o Rifampisin 1x450 mg
o INH 1x300 mg
o Pirazinamid 1x1500 mg
o Etambutol 1x1000mg
• Inj. Ceftazidin 2 x 1 gram
• Levofloxacin 1x750 mg
• Inj. Ranitidin 2 x 1 amp
• Paracetamol 3 x 500 mg
• BTA Sputum SPS
BAB III
DISKUSI
Pasien datang ke RSUD Pariaman pada tanggal 11 Juli 2018 dengan keluhan
sesak nafas yang semakin meningkat sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit.
Dari anamnesa dan pemeriksaan fisik pada pasien didapatkan diagnosa kerja
sebagai TB Paru on OAT + Dislipidemia + DM tipe II terkontrol.
Diskusi ini akan membahas status pasien sebagai seorang penderita TB paru,
hubungannya dengan kondisinya saat masuk rumah sakit dan selama perawatan.
Pasien seorang laki-laki berusia 56 tahun telah dikenal menderita TB paru dan
minum OAT sejak 2 bulan yang lalu. Berdasarkan penelitian kejadian TB paru
lebih banyak terjadi pada usia produktif yaitu usia 15 sampai 45 tahun. Kejadian
TB paru laki-laki lebih tinggi daripada wanita, namun angka kematian akibat TB
lebih tinggi pada wanita. Wanita lebih berisiko mengidap TB paru karena secara
fisik dan imunologis wanita memiliki memiliki status imun yang lebih rendah dan
kesibukan di rumah tangga membuat wanita tidak sadar kalau dirinya mengidap
suatu penyakit (Bennet,2008).
Pasien datang ke RSUD Pariaman dengan sesak diduga karena infeksi fokal
yang terjadi di paru. Pada anamnesis ditemukan keluhan-keluhan yang sesuai
dengan penyakit infeksi paru. Dari pemeriksaan fisik ditemukan pada auskultasi
paru suara nafas bronkovesikuler di kedua lapangan paru. Dari pemeriksaan
laboratorium mendukung ke arah infeksi, dan dari rontgen toraks ditemukan
adanya bercak infiltrat di hampir seluruh lapangan paru dan kavitas di apeks yang
kemungkinan besar diakibatkan oleh suatu proses infeksi.
DAFTAR PUSTAKA
1 Infodatin. Tuberkulosis, Temukan Obati Sampai Sembuh [serial online].
Jakarta: Pusadatin, 2014
2 Darmanto D. Respirologi, respiratory medicine. Jakarta: EGC, 2009.
3 PDPI. Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Tuberkulosis Indonesia.
Jakarta: PDPI, 2014.
4 Kementerian Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan. Pedoman Nasional Pengendalian
Tuberkulosis.Jakarta: Kementerian Kesehatan RI, 2014.
5 Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran:
Tatalaksana Tuberkulosis. Kementerian Kesehatan RI. Jakarta, 2013.