Anda di halaman 1dari 15

KATA PENGANTAR

Om Swastyastu,

Puji syukur kami ucapkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha
Esa, karena atas asung kertha wara nugraha-Nyalah kami dapat menyelesaikan penyusunan
makalah ini yang berjudul “Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Teoritis pada Pasien
Epilepsi”.
Makalah ini berisikan informasi tentang penjelasan dan asuhan keperawatan teoritis pada pasien
dengan Epilepsi.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun demi kesempurnaan
makalah ini.
Akhir kata, kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak. Semoga Ida Sang Hyang
Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberkahi makalah ini agar bermanfaat bagi
pembacanya.

Om Santih, Santih, Santih, Om

Denpasar, 24september 2014

Penulis

Page | 1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 1
DAFTAR ISI 2
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 3
1.2 Rumusan Masalah 4
1.3 Tujuan 4
1.4 Manfaat 4
BAB II LAPORAN PENDAHULUAN
2.1 Pengertian 5
2.2 Etiologi 5
2.3 Patofisiologi 6
2.4 Manifestasi klinis 6
2.5 Komplikasi 7
2.6 Pemeriksaan penunjang 7
2.7 Pelaksanaan medis dan keperawatan 8
2.8 WOC 9
BAB III ASKEP TEORITIS
3.1 Pengkajian 10
3.2 Diagnosa 11
3.3 Intervensi 11
3.4 Implementasi 13
3.5 Evaluasi 13
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan 14
4.2 Saran 14
DAFTAR PUSTAKA 15

Page | 2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Epilepsi merupakan salah satu penyakit neurologis yang utama. Pada dasarnya
epilepsi merupakan suatu penyakit Susunan Saraf Pusat (SSP) yang timbul akibat adanya
ketidak seimbangan polarisasi listrik di otak. Ketidak seimbangan polarisasi listrik
tersebut terjadi akibat adanya fokus-fokus iritatif pada neuron sehingga menimbulkan
letupan muatan listrik spontan yang berlebihan dari sebagian atau seluruh daerah yang
ada di dalam otak. Epilepsi sering dihubungkan dengan disabilitas fisik, disabilitas
mental, dan konsekuensi psikososial yang berat bagi penyandangnya (pendidikan yang
rendah, pengangguran yang tinggi, stigma sosial, rasa rendah diri, kecenderungan tidak
menikah bagi penyandangnya).

Sebagian besar kasus epilepsi dimulai pada masa anak-anak. Pada tahun 2000,
diperkirakan penyandang epilepsi di seluruh dunia berjumlah 50 juta orang, 37 juta orang
di antaranya adalah epilepsi primer, dan 80% tinggal di negara berkembang. Laporan
WHO (2001) memperkirakan bahwa rata-rata terdapat 8,2 orang penyandang epilepsi
aktif di antara 1000 orang penduduk, dengan angka insidensi 50 per 100.000 penduduk.
Angka prevalensi dan insidensi diperkirakan lebih tinggi di negara-negara berkembang.

Epilepsi dihubungkan dengan angka cedera yang tinggi, angka kematian yang
tinggi, stigma sosial yang buruk, ketakutan, kecemasan, gangguan kognitif, dan gangguan
psikiatrik. Pada penyandang usia anak-anak dan remaja, permasalahan yang terkait
dengan epilepsi menjadi lebih kompleks. Penyandang epilepsi pada masa anak dan
remaja dihadapkan pada masalah keterbatasan interaksi sosial dan kesulitan dalam
mengikuti pendidikan formal. Mereka memiliki risiko lebih besar terhadap terjadinya
kecelakaan dan kematian yang berhubungan dengan epilepsi. Permasalahan yang muncul
adalah bagaimana dampak epilepsi terhadap berbagai aspek kehidupan penyandangnya.
Masalah yang muncul adalah bagaimana hal tersebut bisa muncul, bagaimana

Page | 3
manifestasinya dan bagaimana penanganan yang dapat dilakukan untuk kasus ini masih
memerlukan kajian yang lebih mendalam.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Apa pengertian dari penyakit epilepsi ?


2. Apa etiologi dari penyakit epilepsi?
3. Apa saja klasifikasi penyakit epilepsi?
4. Bagaimana patofisiologi penyakit epilepsi?
5. Apa saja manifestasi klinis penyakit epilepsi?
6. Apa saja komplikasi penyakit epilepsi?
7. Apa saja pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk penyakit epilepsi?
8. Apa saja penatalaksanaan medis dan keperawatan untuk penyakit epilepsi?
9. Bagaimana asuhan keperawatan teoritis penyakit epilepsi?

1.3 TUJUAN
adapun tujuan penulisan makalah ini , yaitu :
1. untuk mengetahui pengertian penyakit epilepsi
2. untuk mengetahui etiologi dari penyakit epilepsi
3. untuk mengetahui klasifikasi penyakit epilepsi
4. untuk mengetahui patofisiologi penyakit epilepsi
5. untuk mengetahui manifestasi klinis penyakit epilepsi
6. untuk mengetahui komplikasi penyakit epilepsi
7. untuk mengetahui pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk penyakit epilepsi
8. untuk mengetahui penatalaksanaan medis dan keperawatan untuk penyakit epilepsi
9. untuk mengetahui asuhan keperawatan teoritis penyakit epilepsi.

1.4 MANFAAT
1.Sebagai bahan informasi bagi masyarakat terutama bagi keluarga yang mempunyai
penyakit epilepsi.
2. Sebagai bahan bacaan kedepan bagi mahasiswa lain yang mempunyai minat terkait
dengan epilepsi.

Page | 4
BAB II

LAPORAN PENDAHULUAN

2.1. PENGERTIAN

Epilepsi adalah gejala kompleks dari banyak gangguan fungsi otak berat yang
dikarakteristikkan oleh kejang berulang. Keadaan ini dapat dihubungkan dengan kehilangan
kesadaran, gerakan berlebihanatau hilangnya tonus otot atau gerakan dan gangguan prilaku, alam
perasaan, sensasi, dan persepsi. Sehingga epilepsy bukan penyakit tetapi suatu gejala.

Masalah dasarnya diperkirakan dari gangguan listrikn (disritmia) pada sel saraf pada salah satu
bagian otak, yang menyebabkan sel ini mengeluarkan muatan listrik abnormal, berulang,dan
tidak terkontrol. Karakteristik kejang epileptik adalah suatu manifestasi muatan neuron
berlebihan ini.

2.2. ETIOLOGI

Idiopatik : sebagian besar epilepsi pada anak adalah epilepsi idiopatik

Faktor herediter : ada beberapa penyakit yang bersifat herediter yang disertai bangkitan kejang
seperti sklerosis tuberosa, neurofibromatosis, angiomatosis, ensefalotregeminal, fenilketonuria,
hipoparatiroidisme, hipoglikemia

Faktor genetik : pada kejang demam dan breath holding spells

Kelainan kongenital otak : atrofi, porensefali, agenesis korpus kalosum

Gangguan metabolik : hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia, hypernatremia

Infeksi : radang yang disebabkan bakteri atau virus pada otak dan selaputnya, toksoplasmosis

Trauma : kontusio serebri, hematoma subaraknoid, hematoma subdural

Neoplasma otak dan selaputnya

Kelainan pembuluh darah, malformasi, penyakit kolagen

Keracunan : timbal (pb), kamper (kapur barus), fenotiazin, air

Lain-lain : penyakit darah, gangguan keseimbangan hormon, degenerasi serebral, dan lain-lain

Page | 5
2.3 PATOFISIOLOGI

Epilepsi terjadi karena menurunnya potensial membran sel saraf akibat proses patologik dalam
otak, gaya mekanik atau toksik, yang selanjutnya menyebabkan terlepasnya muatan listrik dari
sel saraf tersebut.

Asetilkolin sebagai zat yang merendahkan potensial membran postsinaptik dalam hal terlepasnya
muatan listrik yang terjadi sewaktu-waktu sehingga manifestasi klinisnya pun muncul sewaktu-
waktu.

Asetilkolin diproduksi oleh sel-sel saraf kolinergik dan merembes keluar dari permukaan otak.

Pada epilepsi fokal atau simptomatik penimbunan asetilkolin harus mencapai konsentrasi tertentu
untuk dapat merendahkan potensial membran sehingga lepas muatan listrik dapat terjadi.

Pada epilepsi idiopatik tipe grandmal, muatan listrik dilepaskan oleh inti centrecephalic yang
merupakan terminal lintasan aferen aspesifik yang menentukan derajat kesadaran. Muatan listrik
yang dilepas secara berlebihan akan mengakibatkan kejang dan kesadaran hilang.

Pada tipe petit mal, kesadaran hilang sejenak tanpa tanpa disertai kejang-kejang pada otot
skeletal.

2.4 MANIFESTASI KLINIS


1. Kejang Umum

Tonik-klonik ( grand mal ) : Kekakuan dan postur menjejak, mengerang, penurunan kesadaran,
pupil dilatasi, inkontinensia urine/fekal, pernapasan stidor (ngorok), saliva keluar secara
berlebihan, dan mungkin juga lidah tergigit.

Pasiktal : Pasien tertidur dalam 30 menit sampai beberapa jam, selanjutnya merasa lemah, kacau
mental, dan amnesia selama beberapa waktu dengan merasa mual dan nyeri otot.

Absen (petit mal) : Periode gangguan kesadaran atau melamun (tak sadar lingkungan) yang
diawali pandangan mata menerawang sekitar 5-30 detik saja, yang dapat terjadi 100 kali setiap
harinya, terjadinya kejang pada motoric minor mungkin bersifat akinetik ( hilang gerakan ),
mioklonik (kontraksi otot secara berulang), atau atonik (hilangnya tonus otot).

Posiktal : Amnesia terhadap peristiwa kejang, tidak bingung, dapat melakukan kembali aktifitas

Page | 6
2. Kejang Parsial ( kompleks )

Lobus psikomotor/temporal : Pasien umumnya tetap sadar, dengan reaksi seperti bermimpi,
melamun, berjalan-jalan, peka rangsangan, halusinasi, bermusuhan atau takut. Dapat
menunjukkan gejala motoric involunter (seperti merasa-rasakan bibir) dan tingkah laku yang
tampak bertujuan tetapi tidak sesuai (involunter/automatisme ) dan termasuk kerusakan
penyesuaian, pada pekerjaan, kegiatan bersifat antisosial.

Posiktal : Hilangnya memori terhadap peristiwa yang terjadi, kekacauan mental ringan sampai
sedang.

3. Kejang Parsial ( sederhana )

Jacksonian/motoric fokal : Sering didahului oleh aura, berakhir 2-15 menit. Tidak ada penurunan
kesadaran (unilateral) atau penurunan kesadaran (bilateral). Gerakan bersifat konvulsif dan
terjadi gangguan sementara pada bagian tertentuyang dikendalikan oleh bagian otak yang terkena
seperti lobus frontal (disfungsi motoric), parietal (terasa baal, kesemutan), lobus oksipital
(cahaya terang , sinar lampu), lobus posterotemporal (kesulitan dalam berbicara). Konvulsi
(kejang) dapat mengenai seluruh tubuh atau bagian tubuh yang mengalami gangguan yang terus
berkembang. Jika dilakukan restrein selama kejang, pasien mungkin akan melawan dan
memperlihatkan tingkah laku yang tidak kooperatif.

2.5 KOMPLIKASI

Mengakibatkan kerusakan otak akibat hipoksia jaringan otak, dan mengakibatkan retardasi
mental, dapat timbul akibat kejang yang berulang, dapat mengakibatkan timbulnya depresi dan
cemas.

2.6 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Elektroensefalografi (EEG) merupakan pemeriksaan penunjang yang informatif yang dapat


memastikan diagnosis epilepsi bila ditemukan pola EEG yang bersifat khas epileptik baik
terekam saat serangan maupun diluar serangan berupa gelombang runcing, gelombang paku,
runcing lambat ,paku lambat.

Pemeriksaan tambahan lain yang juga bermanfaat foto polos kepala, yang berguna untuk
mendeteksinya adanya fraktur tulang tenggorokan; CT-Scan, yang berguna untuk mendeteksi
adanya infark ,hematom, tumor, hidrosefalus, sedangakan pemeriksaan laboratorium dilakukan

Page | 7
atas indikasi untuk memastikan adanya kelainan sistemik seperti hipoglikemia, hiponatremia,
dan uremia.

2.7 PENATALAKSANAAN

Dibagi menjadi 2 pengobatan:

1. Pengobatan kausal.

Penyebab perlu diselidki terlebih dahulu, apakah penderita penyakit yang aktif misalnya
tumor serebri, hematoma sub dural kronik, bila benar perlu diobati terlebih dahulu penyebab
kejang tersebut.

2. Pengobatan rutin.

Penderita epilepsi diberikan obat anti konvulsif secara rutin, biasanya pengobatan
dilanjutkan sampai 3 tahun, kemudian obat dikurangi secara bertahap dan dihentikan dalam
jangka waktu 6 bulan. Pada umumnya lama pengobatan berkisar antara 2 - 4 tahun bebas
serangan. Selama pengobatan harus di periksa gejala intoksikasi dan pemeriksaan
laboratrium secara berkala.

Obat yang diberikan untuk kesemua jenis kejang yaitu

a. Fenobarbital, dosis 3-8 mg / kg BB / Hari

b. Diazepam, dosis 0,2-0,5 mg / kg BB / Hari

c. Diamox (asetazolamid) , dosis 10-90 mg / kg BB / Hari

d. Dilantin (difenilhidantoin), dosis 5-10 mg / kg BB / Hari

e. Mysolin (primidion), dosis 12-25 mg / kg BB / Hari

Bila menderita spasme infatil diberikan obat yaitu

a. Prednison, dosis 2-3 mg / kg BB / Hari

b. Dexamethason, dosis 0,2-0,3 mg / kg BB / Hari

c. Adrenokotrikotropin, dosis 2-4 mg / kg BB / Hari

Page | 8
2.8 WOC

Idiopatik, Faktor herediter, Faktor genetik,


Kelainan kongenital otak, Gangguan
metabolik, Infeksi , Trauma

Asetilkolin diproduksi
oleh sel-sel saraf kolinergik

potensial membran postsinaptik rendah

Muatan listrik yang dilepas secara berlebihan

Epilepsi

Keluarga pasien mengatakan Klien mengatakan merasa malu, Pasien dan keluarga
napas pasien tidak teratur tidak berguna, rendah diri dan takut, mengatakan
saat terjadinya serangan pasien tampak malu dan takut. kurang mengetahui
kejang, napas pasien tampak tentang penyakitnya,
tersengal-sengal saat Pasien tampak cemas
Harga Diri Rendah
serangan kejang. dan tidak mengetahui
berhubungan dengan
stigma berkenaan tentang penyakitnya.
dengan kondisi
Pola Nafas Tidak
Efektif berhubungan
Cemas berhubungan
dengan obstruksi
dengan kurangnya
trakeobronkial
pengetahuan tentang
penyakitnya

Page | 9
BAB III

ASKEP TEORITIS

3.1 PENGKAJIAN

1. Identitas pasien dan penanggung jawab.


Usia: Penyakit epilepsi dapat menyerang segala umur. Pekerjaan: Seseorang dengan
pekerjaan yang sering kali menimbulkan stress dapat memicu terjadinya epilepsi.
2. Keluhan yang dirasakan pasien.
3. Riwayat kesehatan dahulu.
Trauma lahir, Asphyxia neonatorum, Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf, Ganguan
metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia), Tumor Otak, Kelainan
pembuluh darah, demam, stroke, gangguan tidur, penggunaan obat, hiperventilasi,
stress emosional
4. Riwayat kesehatan sekarang
kejang, terjadi aura, dan tidak sadarkan diri
5. Riwayat kesehatan keluarga
Pandangan yang mengatakan penyakit ayan merupakan penyakit keturunan memang
tidak semuanya keliru, sebab terdapat dugaan terdapat 4-8% penyandang ayan
diakibatkan oleh faktor keturunan.
6. Pola kebiasaan yang biasanya mempengaruhi: peminum alcohol (alcoholic)
7. Dilakukan pemeriksaan fisik head to toe (dari kepala hingga kaki) meliputi
pemeriksaan kepala, mata, hidung, mulut, telinga, leher, tangan, thorak, abdomen,
kaki, punggung, anus dan genetalia.

8. Data Fokus

Data Subjektif :

Adanya keluhan tentang faktor pencetus prodromal (pusing, lemas, ngantuk, dan
halusinasi). Merasakan badan nyeri, letih dan bingung. Klien mengatakan merasa malu,
tidak berguna, rendah diri dan takut. Keluarga pasien mengatakan napas pasien tidak

Page | 10
teratur saat terjadinya serangan kejang, Pasien dan keluarga kurang mengetahui tentang
penyakitnya

Data Obyektif :

Pasien tampak cemas dan tidak tau tentang penyakitnya, pasien tampak malu dan takut,
napas pasien tampak tersengal-sengal saat serangan kejang. Hilang kesadaran sesaat,
hilang kesadaran beberapa lama, bibir berbusa, sering diam beberapa saat bila sedang
diajak berbicara, gerakan ekstremitas terkedut bilateral, pasien terjatuh, kejang biasanya
mulai dari tempat yang sama setiap serangan.

3.2.DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Pola Nafas Tidak Efektif berhubungan dengan obstruksi trakeobronkial


2. Harga Diri Rendah berhubungan dengan stigma berkenaan dengan kondisi
3. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit

3.3. INTERVENSI KEPERAWATAN

DX. 1 : Pola Nafas Tidak Efektif berhubungan dengan obstruksi trakeobronkial

Tujuan dan Kriteria Hasil : Mempertahankan pola pernafasan efektif dengan jalan nafas
paten.

Intervensi :

1. Observasi TTV pasien

R/: Untuk mengetahui keadaan umum pasien

2. Letakkan pasien pada posisi miring pada permukaan datar, miringkan kepala pasien
selama serangan kejang

R/: Mencegah lidah jatuh dan menyumbat jalan nafas

3. Masukkan spatel lidah atau jalan nafas buatan atau gulungan benda lunak sesuai dengan
indikasi

R/: Untuk membuka rahang dan mencegah tergigitnya lidah

Page | 11
4. Berikan health education pada keluarga seperti lepaskan pakaian pasien saat kejang
terutama pada daerah leher, dada dan abdomen

R/: Untuk memfasilitasi usaha bernafas dan ekspansi dada

5. Kolaborasi dalam pemberian oksigen atau ventilasi sesuai kebutuhan

R/: Dapat menurunkan hipoksia serebral sebagai akibat dari sirkulasi yang menurun atau
oksigen sekunder terhadap spas,e vaskuler selama serangan kejang

DX. 2 : Harga Diri Rendah berhubungan dengan stigma perkenaan dengan kondisi

Tujuan dan Kriteria Hasil : Untuk mengungkapkan persepsi realistis dan penerimaan diri
dalam perubahan peran atau gaya hidup.

Intervensi :

1. Anjurkan pasien untuk mengungkapkan atau mengekspresikan perasaannya

R/: untuk menciptakan suasana BHSP dan mendapatkan data lengkap klien

2. Anjurkan aktifitas kepada klien dan keluarga dengan memberikan pengawasan atau
dengan memantau jika ada indikasi

R/: Untuk lebih tanggap menolong pasien saat terjadi kejang

3. Tekankan pada keluarga pentingnya orang terdekat untuk tetap dalam keadaan tenang
selama pasien kejang

R/: Jika keluarga pasien tenang dalam menolong pasien, akan lebih mudah memberikan
ketenaangan juga kepada pasien

4. Kolaborasi dalam pemberian rujukan untuk pasien psikoterapi

R/: Kejang mempunyai pengaruh yang besar pada harga diri seseorang dan pasien atau orang
terdekat dapat merasa berdosa atas keterbataasan penerimaan terhadap dirinya dan stigma
masyarakaat. Konseling dapat membantu mengatasi perasaan terhadap kesadaran diri sendiri.

DX. 3 : Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit

Tujuan dan Kriteria Hasil : Mengungkapkan pemahaman tentang gangguan dan berbagai
rangsang yang dapat meningkatkan atau berpotensial pada aktifitas kejang.

Intervensi :

Page | 12
1. Tinjau kembali obat-obat yang didapat dan tidak menghentikan pengobatan tanpa
pengawasan dokter

R/: Tidak adanya pemahaman terhadap obat-obat yang didapat merupakan penyebab dari
kejang yang terus menerus tanpa henti dan pasien perlu untuk mengetahui resiko timbulnya
status epileptikus sebagai akibat dari menghentikan penggunaan obat antikonvulsan.

2. Anjurkan pasien untuk menggunakan semacam gelang identifikasi atau semacam petunjuk
yang memberitahukan bahwa pasien tersebut adalah penderita epilepsi.

R/: Mempercepat penanganan dan menentukan diagnosa dalam keadaan darurat.

3. Berikan informasi tentang interaksi obat yang potensial dan pentingnya untuk
memberitahu pemberi perawatan yang lain dari pemberian obat tersebut.

R/: Pengetahuan mengenai penggunaan obat antikonvulsan menurunkan resiko obat yang
diresepkan yang dapaat berinteraksi daalam mengubah ambang kejang atau memiliki efek
terapeutik.

3.4 IMPLEMENTASI

Pelaksanaan adalah tahapan pelaksanaan rencana tindakan keperawatan yang telah


ditetapkan. Implementasi / pelaksanaan dilaksanakan sesuai dengan rencana tindakan.

3.5 EVALUASI
Evaluasi tujuannya adalah untuk mengetahui sejauh mana keperawatan dapat dicapai dan
memberikan umpan balik terhadap asuhan keperawatan yang diberikan yaitu:
1. Mempertahankan pola pernafasan efektif dengan jalan nafas paten.
2. Untuk mengungkapkan persepsi realistis dan penerimaan diri dalam perubahan peran
atau gaya hidup.
3. Mengungkapkan pemahaman tentang gangguan dan berbagai rangsang yang dapat
meningkatkan atau berpotensial pada aktifitas kejang.

Page | 13
BAB 4

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

Epilepsi adalah sindroma otak kronis dengan berbagai macam etiologi dengan ciri-
ciri timbulnya serangan paroksismal dan berkala akibat lepas muatan listrik neuron-
neuron otak secara berlebihan dengan berbagai manifestasi klinik dan laboratorik.
Ancaman dari penyakit ini sangat berbahaya, karena kematian menjadi akibatnya jika
penanganannya terlambat atau tidak serius.

4.2 SARAN

Dengan selesainya makalah ini disarankan kepada para pembaca agar dapat lebih
memperdalam lagi pengetahuan tentang penyakit epilepsi dan asuhan keperawatan pada
pasien dengan penyakit epilepsi.
Diharapkan perawat serta tenaga kesehatan lainnya mampu memahami dan
mendalami tentang penyakit epilepsi dan asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit
epilepsi.

Page | 14
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito-Moyet, Lynda Juall. Buku Saku Diagnosa Keperawartan. 2006. Jakarta : EGC
Doenges, Marilynn E, dkk. Rencana Asuhan Keperawatan. 2000. Jakarta : EGC
Price, Sylvia Anderson. Patofisiologi vol. 2. 2005. Jakarta : EGC
Santoso, Budi. Panduan Diagnosa Keperawatan Ananda. 2005: Prima Medika
Sabiston, David. Buku Ajar Bedah. 1994. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C, dkk. Keperawatan Medikal Bedah vol. 3. 2001. Jakarta : EGC

Page | 15

Anda mungkin juga menyukai