Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

KIMIA FISIKA

KEADAAN PADAT DAN CAIR

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 1
Lisa andriani (170140136)
Oktaviani (170140127)
Deswita putri (170140124)
Annisa masturah (170140152)

DOSEN PEMBIMBING
Zulnazri, S.Si.,MT

JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
BUKIT INDAH
2018
KATA PENGANTAR

Atas berkat rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa dan dengan karunia dan hidayahnya
sehingga kami masih diberikan kesadaran dan kemauan, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah kimia fisika dengan judul “Keadaan Padat dan Cair” sesuai dengan waktu yang telah
di tentukan. Laporan ini kami susun berdasarkan berbagai referensi yang kami ambil serta
ilmu yang kami peroleh selama pembelajaran yang kami ikuti.
Makalah kimia fisika yang telah kami susun ini di buat dalam rangka memenuhi tugas
dari dosen pembimbing dan merupakan tanggung jawab kami sebagai mahasiswa untuk
menyelesaikan materi presentasi. Dengan selesainya penyusunan makalah ini kami
mengucapan terima kasih kepada dosen pembimbing maupun kepada kawan kawan
kelompok satu yang senantiasa bekerja sama dalam membantu penyusunan makalah ini.
Semoga dengan selesainya makalah ini, kami dapat mempresentasikan hasil kerja kami
dengan maksimal.
Kami sangat menyadari keterbatasan dan kelemahan juga masih banyaknya
kekurangan dalam penyusunan makalah ini, maka dari itu kami mohon maaf jika adanya
kekeliruan dalam penyampaian materi ini. Kami juga sangat mengharapkan kritik dan saran
dari dosen pembimbing maupun dari kawan kawan sekalian, agar kami dapat menyusun
makalah yeng lebih baik lagi kedepannya.

Bukit indah, 17 April 2018

penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Padatan adalah keadaan benda, diciri-cirikan dengan volume dan bentuk yang tetap.
Dalam benda padat, atom/molekul berdekatan, atau "keras"; tetapi, tidak mencegah benda
padat berubah bentuk atau terkompresi. Padatan yang ditemukan di sungai dalam dua bentuk,
diskors dan dibubarkan.
Cairan adalah salah satu dari empat fase benda yang volumenya tetap dalam kondisi
suhu dan tekanan tetap, dan, bentuknya ditentukan oleh wadah penampungnya. Cairan juga
melakukan tekanan kepada sisi wadahnya dan juga kepada benda yang terdapat dalam cairan
tersebut, tekanan ini juga disalurkan ke seluruh arah.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu keadaan kristal ?
2. Bagaimana sistem kristal ?
3. Bagaimana difraksi sinar X ?
4. Bagaimana penentuan struktur kristal ?
5. Bagaimana struktur cairan ?
6. Apa itu tekanan uap ?
7. Apa itu Viskositas ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui keadaan kristal
2. Untuk mengetahui sistem kristal
3. Untuk mengetahui difraksi sinar X
4. Untuk mengetahui penentuan struktur kristal
5. Untuk mengetahui struktur cairan
6. Untuk mengetahui tekanan uap
7. Untuk mengetahui viskositas
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Keadaan Kristal
Dalam mempelajari keadaan Kristal, akan lebih mudah untuk memahaminya apabila
kita memandang Kristal secara geometric. Yang dimaksud secara geometric adalah
memandang Kristal sebagai kumpulan atom atau molekul yang tersusun secara teratur dalam
ruang. Susunan yang teratur ini dikenal dengan nama kisi.
Kisi satu dimensi dinyatakan dengan satu parameter kisi. Parameter kisis ini merupakan
suatu besaran vector. Kisi dua dimensi merupakan pengembangan dari kisi satu dimensi.
Pada kisi dua dimensi, semua titik kisi dapat dihubungkan dengan garis membentuk pola
garis yang teratur. Selain itu, kita juga dapat membagi kisi tersebut ke dalam unit sel, Setiap
uit sel dinyatakan oleh dua vector a’ dan b’.
Kisi tiga dimensi atau kisi ruang dinyatakan dalam tiga vector, yaitu a” , b” , c”. Jika
besaran vector ini hendak diganti dengan besaran scalar, maka untuk menyatakan unit sel
perlu ditambahkan sudut α, β, dan γ yang merupakan sudut antara ketiga vector tersebut

2.2 Sistem Kristal


Dalam mempelajari kristal, operasi simetri didefenisikan sebagai operasi yang akan
mentransformasikan Kristal bayangannya, dimana antara Kristal dengan bayangannya tidak
dapat dibedakan. Operasi simetri diakibatkan oleh adanya elemen simetri.
Terdapat 32 kemungkinan kombinasi elemen simetri yang mengakibatkan adanya 32
kristal. Tetapi, klasifikasi Kristal ke dalam 32 kelas ini dapat disederhanakan dengan jalan
mengelompokkan kelas – kelas Kristal tadi ke dalam enam sistem Kristal.
Walaupun ke-32 kristal merupakan hal yang lebih mendasar, tetapi yang sering
digunakan adalah sistem Kristal, karena lebih mudah mengelompokkan suatu Kristal
berdasarkan bentuknya ke dalam sistem Kristal daripada mengelompokkannya ke dalam
kelas Kristal berdasarkan elemen simetrinya.

2.3 Bidang dan Indeks Miller


Kita telah mempelajarin bagaimana kisi satu dimensi, kisi dua dimensi, dan kisi tiga
dimensi dapat dinyatakan dengan parameter kisi. Misalnya bentuk kisi tiga dimensi dalam
ruang dapat dinyatakan dengan tiga buah vector; ketiga buah vector tersebut adalah parameter
kisi. Tetapi dalam kristalografi sinar X, selain dapat dinyatakan dengan “perangkat bidang”.
Sebagai contoh, seperti terlihat pada Gambar 2.6, setiap titik kisi dapat dihubung –
hubungkan sehingga membentuk garis – garis lurus yang sejajar. Garis – garis sejajar ini
dikenal sebagai perangkat bidang atau lebih dikenal dengan bidang – bidang indeks Miller,
karena bidang – bidang tersebut dapat dinyatakan dengan tiga parameter (h, k, l).

Indeks Miller suatu perangkat bidang dapat ditentukan dengan memperhatikan berapa
kali perangkat bidang tertentu memotong sumbu – sumbu unit sel. Misalkan pada Gambar
2.6, perangkat bidang (1,2,0) memotong sumbu a’ sekali, memotong sumbu b’ dua kali dan
tidak memotong sumbu c’ (karena kisi dua dimensi). Perangkat bidang (3,1,0) memotong
sumbu a’ tiga kali (pada 3 posisi, memotong sumbu b’ sekali, dan tidak memotong sumbu c’.
Setiap perangkat bidang indeks Miller dicirikan dengan adanya interplanar spacing
(jarak) yang dinyatakan dengan menggunakan indeks Miller sebagai subskrip. Jadi d310
menyatakan interplanar spacing untuk bidang (3,1,0). Pada Gambar 2.7 dapat dilihat
beberapa bidang indeks Miller pada kisi Bravais yang berbentuk kubik.
2.4 Difraksi Sinar X
Jika seberkas sinar X menumbuk partikel berukuran atom, sinar tersebut akan
dipantulkan ke segala arah oleh setiap partikel atomic yang ditumbuknya. Peristiwa ini mirip
dengan gelombang yang timbul apabila kita melemparkan batu ke permukaan air kolam
tenang. Gelombang – gelombang yang ditimbulkan oleh batu yang kita lempar tadi ketika
saling bertemu, kadang – kadang membentuk gelombang yang lebih besar dan kadang –
kadang tampak saling meniadakan. Demikian pula dengan sinar X, dapat saling memperkuat
dan saling meniadakan. Gambar 2.4 memperlihatkan dua gelombang yang saling memperkuat
dan saling meniadakan.

Apabila berkas sinar X melalui atom atau ion yang tersusun secara teratur seperti pada
Kristal, kita dapat menghitung bilamana interferensi konstruktif (saling memperkuat) akan
terjadi. Gambar 2.5 akan memperlihatkan sinar X menumbuk suatu perangkat bidang pada
kisi dua dimensi.

Ketika berkas sinar X didifraksikan oleh perangkat bidang, sinar tersebut akan tampak
seolah – olah dipantulkan oleh sederetan pantulan yang berasal dari dua lapisan (bidang)
yang pertama. Dua berkas sinar yang menuju bidang pada mulanya adalah sefasa, tetapi
ketika dipantulkan karena berkas sinar yang sebelah bawah menempuh jarak yang lebih jauh,
sinar pantul yang keluar dari Kristal mungkin tidak sefasa lagi. Apabila sinar – sinar ini
sefasa, maka perbedaan jarak yang ditempuh harus merupakan kelipatan bilangan bulat dari
panjang gelombang. Perbedaan jarak yang ditempuh = n𝜆, dimana n= 1, 2, 3, 4, ….; 𝜆 =
panjang gelombang
2.5 Penentuan Struktur Kristal
Pada masalah – masalah yang sederhana seperti pada sistem Kristal kubik, elemen -
elemen dan struktur Kristal dapat dengan mudah ditentukan dengan menggunakan persamaan
Bragg. Dengan menggunakan dalil Phytagoras, dengan mudah dapat dilihat bahwa pada
sistem Kristal kubik berlaku :
𝑎
dhkl = √ℎ2
+ 𝑘 2 +𝑙2

a = b = c = panjang sisi kubik


hkl = indeks Miller untuk bidang sistem kubik
dhkl = interplanar spacing
dengan menggunakan persamaan 2.1 dengan 2.2 akan diperoleh :
𝑛𝜆
a = 2 sin θhkl √h2 + k2 + l2

2.6 Prosedur Difraksi Sinar X


Percobaan dengan menggunakan difraksi sinar X kebanyakan terbataspada zat padat
saja. Hasil yang paling baik akan diperoleh apabila digunakan suatu Kristal tunggal. Alat
yang digunakan untuk mengukur dan mempelajari difraksi sinar X dinamakan Ganiometer.
Pada metoda Kristal tunggal, sebuah Kristal yang berkualitas baik diletakkan sedemikian
rupa sehingga dapat berotasi pada salah satu sumbu Kristalnya.
Ketika Kristal itu diputar pada salah satu sumbu Kristal, seberkas sinar X
monokhromatik dipancarkan kearah Kristal. Ketika Kristal berputar, perangkat – perangkat
bidang yang ada dalam Kristal secara berurutan akan memantulkan berkas sinar X. Berkas
sinar X yang dipantulkan ini kemudian direkam pada sebuah piringan fotografik. Jika yang
digunakan piringan yang datar, akan diperoleh suatu pola seperti terlihat pada Gambar 2.13,
tetapi apabila yang digunakan adalah film fotografik yang lengkung berbentuk silinder
dengan Kristal yang diuji terletak ditengah silinder, maka akan diperoleh suatu deretan spot
yang berbentuk garis lurus sehingga pengukuran menjadi semakin mudah.
Ketika sinar X menumbuk Kristal, sebenarnya electron yang terdapat di sekeliling
atom atau ionlah yang menyebabkan terjadinya pemantulan. Makin banyak jumlah electron
yang terdapat di sekeliling atom pada suatu bidang, makin besar intensitas pantulan yang
disebabkan oleh bidang tersebut dan akan menyebabkan makin jelas spot yang terekam pada
film. Dengan menggunakan suatu metode yang dikenal dengan nama metode sintesi Fourier,
kita dapat menghubungkan intensitas spot dengan kepekatan distribusi electron yang terdapat
dalam unit sel. Dengan mengamati kepekatan distribusi electron dalam unit sel, kita dapat
menduga letak atom dalam unit sel tersebut. Atom akan terletak pada daerah – daerah yang
mempunyai kepekatan distribusi electron maksimum.
Dengan menggunakan metode difraksi sinar X, struktur molekul yang sangat
kompleks dapat ditentukan. Misalnya saja struktur DNA yang sangat kompleks dapat
ditentukan dengan metode sinar X seperti yang telah dilakukan oleh Crick, Wilkins, dan
Watson.

2.7 Beberapa Struktur Kristal


Struktur suatu Kristal ditentukan oleh gaya antara atom – atom dan ukuran atom yang
terdapat dalam Kristal. Kita dapat menganggap atom atau ion sebagai bola padar berjari – jari
r. Dengan meletakkan bola – bola tersebut sedemikian rupa sehingga saling bersinggungan
satu dengan yang lain dan kemudian meletakkan lapisan bola kedua diatas lapisan pertama
yang telah dibentuk tadi, kita dapat membuat beberapa struktur close packed. Ada tiga
struktur close packed yang paling nyata :
1. Hexagonal close packing (hcp)
2. Cubic close packing (ccp)
3. Body – centred cubic packing (bcc)

Apabila kita perhatikan model kedua jenis struktur di atas, terlihat bahwa setiap bola
akan bersinggungan dengan dua belas bola lain. Penyusun bola – bola seperti ini adalah yang
paling efisien. Fraksi ruang yang ditempati oleh satu bola yang disusun seperti di atas adalah
0,74. Hal ini sering dinyatakan dalam persen dan dikenal dengan efisiensi-packing (74%).
Hampir semua Kristal logam dapat digolongkan ke dalam salah satu dari ketiga sistem
di atas, misalnya :
Magnesium – close packing heksagonal
Perak – close packing kubik
Natrium – close packing pusat badan
Cara penyusunan bola pada Kristal ionic tidak sesederhana pada Kristal logam, hal ini
disebabkan dua faktor yaitu :
a. Kristal ionic terdiri ion – ion yang bermuatan
b. Ion jenis satu dan ion jenis lainnya mempunyai ukuran yang berbeda
Sebagai contoh, pada natrium klorida misalnya, jumlah anion yang mengelilingi
kation harus sama dengan jumlah kation kation yang mengelilingi anion. Hal ini disebakan
molekul NaCl tidak bermuatan.
2(rna+ rcl-) = a
a = dimensi / panjang sisi unit sel
rna+ = jari – jari atom natrium
rcl- = jari – jari atom klor
salah satu cara untuk menduga struktur Kristal yang terdapat dalam suatu senyawa
adalah dengan menggunakan aturan rasio jari – jari yang dikemukakan oleh Pauling. Menurut
Pauling, angka hasil bagi jari – jari kation (r +) dengan jari – jari anion (r-) berhubungan
dengan bilangan koordinasi yang terdapat dalam Kristal ionic.

Selain Kristal logam dan Kristal ionic, terdapat dua bentuk Kristal lain yaitu Kristal
molecular seperti pada iodium dan Kristal kovalen seperti pada intan dan grafit. Pada Kristal
molecular, molekul – molekul saling berikatan dengan gaya yang relatif lemah yaitu gaya van
der Waals, sedangkan pada Kristal kovalen, atom – atom saling berikatan dengan ikatan
kovalen.

2.8 Struktur Cairan


Cairan memiliki sifat degree of structure tidak sebesar keadaan kristal, tetapi jelas
lebih daripada gas. Bahwa cairan mempunya struktur, dapat dibuktikan dengan mengukur
fungsi distribusi radial (FDR). Untuk memahami apa itu FDR, perhatikanlah uraian berikut:
bayangkan suatu molekul A dalam cairan yang dikelilingi suatu selubung berbentuk bola
dengan jari-jari r, pusat bola terletak pada pusat molekul A tersebut. Selubung bole tersebut
mempunyai ketebalan sebesar dr.

Volume kulit selubung bola adalah:

4/3 π (r + dr)3 – 4/3 πr3

Bila besaran yang mengandung (dr)2 dan (dr)3 diabaikan karena sangat kecil, maka
volume kulit selubung adalah:

4 π r2dr

Apabila partikel dianggap tersebar secara acak, jumlah partikel (molekul cairan) yang
terdapat pada selubung tipis ini adalah:

(N/V) 4 πr2drg

N = jumlah partikel dalam sistem cairan

V = volume sistem cairan

Pada kenyataanya, molekul cairan tidak tersebar secara acak karena cairan memiliki struktur.
Jadi, sebenarnya jumlah molekul yang terdapat pada selubung adalah:

(N/V) 4 πr2drg(r)

g(r) = susunan partikel sebenarnya / susunan partikel acak

Bila misalnya cairan tidak memiliki struktur, maka FDR ataau fungsi distribusi radial
g(r) akan sama dengan satu. Dengan kataa lain, rata-rata susunan partikel sebenarnya sama
dengan susunan partikel acak. Tetapi pada kenyataanya, cairan memiliki struktur, sehingga
nilai g(r) tidak sama dengan satu.

Bagaimana cara mengukur fungsi distribusi radial? Yakni dengan menggunakan


difraksi sinar X. FDR juga dapat diukur dengan metoda difraksi neutron. Metoda ini terutama
sangat berguna untuk molekul-molekul yang mempunyai berat molekul kecil. Pada molekul-
molekul demikian, berkas neutron akan didifraksikan oleh inti atom molekul-molekul
tersebut.
Metoda difraksi sinar X untuk cairan sama saja dengan metoda yang digunakan untuk
padatan. Tetapi, pola yang diperoleh agak berbeda. Berbeda dengan hasil difraksi sinar X
padatan yang berbentuk susunan spot yang tertur, pada hasil difraksi sinar X cairan, pola spo
yang diperoleh lebih menyebar. Tetapi adanya maksimum dan minimum pada pola yang
terekam menunjukkan bahwa cairan memang mempunyai struktur.

Terlihat bahwa pada kurva respon, di samping puncak – puncak yang tajam, juga
terdapat puncak yang lebih landai. Juga semakin jauh dari spot pusat pada film fotografi,
yaitu spot yang disebabkan oleh berkas sinar X yang belum terdifraksi, tinggi puncak yang
terekam oleh detector semakin pendek. Jika kita hitung nilai FDR dari intensitas dan sudut
difraksi θ, maka akan dapat dibuat kurva yang ekivalen seperti berikut
(gambar)
Terlihat bahwa semakin jauh dari suatu molekul cairan tertentu yang dijadikan
patokan, amplitude akan semakin kecil atau g(r) semakin mendekati satu. Pada jarak yang
sangat jauh dari molekul tersebut, nilai g(r) menjadi satu. berdasarkan kenyataan ini, cairan
dikatakan mempunyai struktur susunan jarak dekat dan tidak memiliki struktur susunan jarak
jauh.
Bila padatan dicairkan, volumenya biasanya meningkat. Kenaikan volume akan
berlainan dari satu zat ke zat lain. Untuk zat argon, bila padatan argon mencair menjadi
cairan argon, volumenya meningkat sebanyak ± 10%. Tetapi, walaupun volume meningkat,
letak maksimum fungsi bdistribusi radial, yaitu nilai r pada gambar 3.3 pada keadaan cair
kurang lebih sama dengan keadaan padat.
Pada fasa gas atau uap, sebagian besar terdiri dari ruang kosong dengan molekul –
molekul yang bergerak secara acak di dalamnya. Pada cairan, hal sebaliknya ditemui, yaitu
sebagian besar terdiri dari molekul – molekul yang terisi dengan beberapa rongga yang
bergerak secara acak. Ketika suhu sistem dinaikkan, konsentrasi molekul pada fasa gas akan
meningkat karena adanya molekul – molekul yang pindah dari fasa cair ke fasa gas, juga
jumlah rongga di dalam cairan akan meningkat.
Pada teorinya, Eyring menyarankan bahwa volume rongga kurang lebih sama dengan
volume sebuah molekul. Molekul yang mmbatasi rongga mempunyai sifat yang sama dengan
molekul pada fasa gas, sedangkan molekul lain yang tidak membatasi rongga mempunyai
sifat yang sama dengan molekul padatan.
Bila dimisalkan V1 dan V2 adalah volume molar cairan dan padatan dari suatu zat,
maka apabila padatan tersebut mencair, volume akan meningkat sebanyak V1 – V2 . Untuk 1
mol cairan, jumlah rongga yang ada adalah (V1 – V2)/V2. Jumlah total mol cairan dalam 1 mol
adalah 1, sehingga jumlah total lubang + mol cairan adalah :
1 + [(V1 – V2)/V2] yang sama denga V1 / V2
Jadi, jumlah fraksi rongga yang memiliki sifat menyerupai gas adalah :
[(V1 – V2/V2) / (V1/V2)] = (V1 – V2) / V1
Sisanya, berupa fraksi yang terdiri dari molekul yang memiliki sifat seperti padatan
adalah :
1 – [(V1 – V2)/V2] = V1 / V2
Teori Eyring disebut juga sebagai teori significant structure. Teori ini memungkinkan
kita untuk memahami sifat cairan berdasarkan sifat padatan dan gas yang telah dikeathui
dengan jelas.
Cv = (V2 / V1) 6 + [(V1 – V2)/V1] 3
serupa padatan serupa gas

2.9 Tekanan Uap


Penguapan cairan terjadi karena molekul-molekul cairan dipermukaan cairan
meninggalkan cairan. Molekul-molekul ini mempunyai tenaga lebih besar daripada tenaga
rata-rata dalam cairan. Penguapan tidak terjadi terus menerus, sebab sebagian dari uap
kembali kedalam cairan. Bila kecepatan penguapan dan pengembunan sama, terjadi
kesetimbangan dan tkanan uap yang terjad disebut tekanan uap jenuh pada temperatur
tersebut atau tekanan uap.

Untuk suatu temperatur tertentu, banyaknya panas yang diperlukan untuk


menguapkan 1 mol cairan disebut panas penguapan molar, ∆Hv.

∆Hv = Hv – H1
Karena : ∆H = ∆E + P ∆V

Maka : ∆Hv = ∆E + P ∆V

Dimana :

Hv = entalpi uap

H1 = entalpi cairan

∆Hv = berharga positif

∆H = Vv – V1

P = tekanan uap cairan

Besarnya tekana uap cairan dapat ditentukan dengan bermacam-macam cara, namun
semuanya dapat digolongkan pada cara statis dan cara dinamis.

Kenaikan tekanan uap lambat pada temperatur yang rendah dan sangat cepat pada
temperatur tinggi. Hal ini dapat dilihat dalam grafik antara temperatur dan tekanan uap untuk
berbagai cairan. Perubahan tekanan uap terhadap temperatur dapat dinyatakan degan
persamaan Clausius-Clapeyron:

d P/ d T = ΔH / T ( V2- V1 )

P = tekanan uap pada temperatur T

V2 = volume uap (VG)

V1 = volume cairan (V1)

ΔH = panas penguapan (ΔHv)

Pada temperatur jauh dari permukaan kritis V1<<< V9 dan bila uap dianggap ideal,
maka: d P/d T = ΔHv/TVG =ΔHV . P/ R T2

Titik didih normal adalah temperatur pada saat tekanan uap cairan sama dengan 760
mm Hg. Bila tekanan luar diubah, titik didih juga berubah. Jadi titk didih cairan adalah
temperatur pada saat tekanan uap sama dengan tekanan luar terhadap permukaan cairan.

Perubahan titik didih terhadap tekanan dapat dicari dengan persamaan Clausius-
Clapeyron bila Δ HV / TB= tetap ~ 21
Harga ini untuk hidrogen dan asam-asam lebih rendah sedang untuk alkohol dan air
lebih tinggi. Untuk nitrogen, oksigen, amoniak dan sebagainya, hal tersebut mempiunyai
syarat-syarat.

2.10 Viskositas
Viskositas suatu cairan murni atau larutan merupakan indeks hambatan alir cairan.
Viskositas dapat diukur dengan mengukur lahju aliraan cairan yang melalui tabung
berbentuk silinder. Cara ini merupakan cara yang paling mudah dan dapat digunakan baik
untuk cairan maupun gas. Tanpa menurunkannya, suatu persamaan yang menghubungkan
laju aliran cairan melalui pipa silinnder berjjar-jarri R dan dengann viskositas cairan η
adalah:

Jumlah volume aliran yang mengalir melalaui pipa per satuan waktu

= V/t = πPR4 / 8ηL

η = viskositas cairan

V= total volume cairan

t = waktu yang dibuuhkan cairan dengan volume V untuk mengalir melalui


viskometer

P = tekanan pyang bekerja pada cairan

L = panjang pipa

Persamaan diatas disebut juga dengan hukum Poiseulle yang selain berlaku pada
hukum cairan tetapi berlaku pada gas. Pengukuran viskositas yang tepat dengan persamaan
tersebut sukar dicapai. Hal ini disebabkan nilai R dan L sukar ditentukan secara tepat.
Terutama untuk R, kesalahan pengukuran nilai ini akan sangat besar pengaruhnya karena
nilai ini dipangkatkan 4. Untuk menghindari hal ini dalam prakteknya, digunakan suatu
cairan pembanding. Yang paling sering digunakan adalah air. Dengan menyusun kembali
persamaan tersebut untuk dua cairan, nilai V,R, dan L kan dapat dihilangkan. Hal ini dpat
dilihat pada persamaan tersebut:

η1 / η2 = πR4(Pt)1 / 8VL x 8VL / πR4(Pt)2

η1 / η2 = (Pt)1 / (Pt)2 = ρ1t1 / ρ2t2


P = ρ X konstanta

Ρ = massa jenis cair

Jadi bila viskositas dan massa jenis pembanding diketahui, maka viskositas cairan lain
dapaat ditentukan.

Viskometer lain yang dapat digunakan untuk mengukur viskositas adalah viskometer
Hoppler. Pada viskometer ini yang diukur adalah waktu yang di butuhkan oleh sebuah bola
logam untuk melewati cairan setinggi tertentu.

2.11 Kristal Cair


Kebanyakan padatan kristal es misalnya pada suatu suhu tertentu susunannya akan
berubah menjadi lebih tidak teratur yaitu membentuk air. Bila suatu zat yang termasuk dalam
kristal cair dipanaskan pada suhu tertentu, padatan kristal tersebut akan mencair membentuk
cairan putih keruh yang dikenal sebagai keadaan parakristal. Bila cairan ini dipanaskan lebih
lanjut, pada suhu tertentu akan berubah menjadi cairan jernih.
Pada keadaan mesomorfik, molekul p-azoksianisol yang berbentuk panjang seperti
batang, tersusun sejajar satu sama lain dan hanya berotasi sekitar satu sumbu. Dalam keadaan
ini, cairan dikatakan berada dalam keadaan anisotropik karena memperlihatkan karateristik
yang berbeda pada arah yang berbeda. Cairan biasa dikatakan bersifat isotropik karena
molekulnya berorientasi secara acak.
Ada beberapa kelas kristal cair termotropik yang dapat dibedakan. Dua diantaranya
diperlihatkan pada gambar 3.15. Kristal cair sematik mempunyai molekul yang tersusun
dalam bidang – bidang dan berorientasi pada satu sumbu. Bila diberi tekanan, bidang ini
saling bergeser satu sama lain. Pada keadaan nematik bentuk planar rusak, tetapi molekul
tetap berorientasi pada satu sumbu.
BAB III

PEMBAHASAN SOAL

1. Kalium Klorida mempunyai struktru yang sama dengan NaCl. Panjang unit sel KCl =
6,82 A dan kerapatannya = 1,984 gcm-3. Hitunglah bilangan Avogadro (K = 39,05 ;
Cl = 35,5)
2. Emas mempunyai bentuk kristal kubik pusat muka dan mempunyai kerapatan 19,3
gcm-3. Hitung panjang unit sel dan jarak interatom yang paling kecil! (BM = 197; N o
= 6,03 x 1023)
3. 20 liter gas argon bertekanan 760 mmHg dan suhu 30oC dialirkan ke dalam 9,31 g
cairan anilin (C6H7N) yang juga bersuhu 30oC. Setelah percobaan selesai, berat anilin
menjadi 9,10 g. Berapa tekanan uap anilin pada suhu 30oC, jika volume total gas
tetap. (diasumsikan bahwa argon dijenuhkan oleh uap anilin)
4. Pada 293 K, waktu yang dibutuhkan air untuk melalui kapiler pada viskometer
ostwald adalah 310 detik. Sejumlah cairan membutuhkan waktu 254 detik untuk
melewati kapiler viskometer yang sama. Hitunglah viskositas cairan itu. Massa jenis
cairan itu adalah 0,951 gcm-3 . (Viskositas air pada 293 K = 0,0101P dan asumsikan
massa jenis air = 1000 gcm-3)
BAB IV

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Padatan adalah keadaan suatu benda yang diciri-cirikan dengan volume dan bentuk
yang tetap. Padatan ini terdiri dari sejumlah atom-atom atau molekul-molekul yang
terikat dalam beberapa macam ikatan seperti ikatan ionik, ikatan kovalen, ikatan Van
der Waals, ikatan Hidrogen, dan ikatan logam.
2. Adapun sifat-sifat dari padatan itu sendiri terdiri dari sifat mekanik, sifat termal, sifat
listrik, sifat magnetis dan sifat optis. Dalam padatan dapat dilakukan berbagai teknik
eksperimen dengan tiga metode yaitu Kristal-rotasi metode, laue metode dan serbuk
metode.
3. Dalam berbagai bidang kehidupan banyak kita temukan berbagai contoh dari padatan
seperti: pupuk organik antara lain pupuk hijau dan pupuk kompos, sedangkan pupuk
non organik berupa pupuk majemuk dan pupuk tunggal.
4. Cairan adalah salah satu dari empat fase benda yang volumenya tetap dalam kondisi
suhu dan tekanan tetap, dan, bentuknya ditentukan oleh wadah penampungnya. Cairan
memiliki sifat degree of structure tidak sebesar keadaan kristal, tetapi jelas lebih
daripada gas. Bahwa cairan mempunya struktur, dapat dibuktikan dengan mengukur
fungsi distribusi radial (FDR).

3.2 Saran

Untuk lebih memahami serta mendapatkan informasi yang lebih lengkap dapat
mempelajari ataupun mengkaji kembali mengenai subbab yang berkaitan dengan cairan pada
buku-buku maupun referensi-referensi lain yang lebih up to date atau dengan edisi terbaru.
DAFTAR PUSTAKA

Bird, tony. Kimia fisik untuk universitas. Jakarta:PT Gramedia, 1987

Kartohadiprojo, irma l. Kimia fisika edisi keempat jilid 1. Jakarta:Erlangga, 1993

Sukardjo, prof.Dr. kimia fisika. Jakarta:PT Rineka Cipta, 1997

Anda mungkin juga menyukai