Anda di halaman 1dari 25

PROSES KOMPENSASI INTERNASIONAL

MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA INTERNASIONAL


Pengampu: Dr. Made Surya Putra, S.E., M.Si.

oleh Kelompok 1:
I Made Ari Suprasta 1607521067
I Made Krisna Suryantika 1607521108
Ida Bagus Dhiyatmika Manuaba 1607521110
I Nengah Subawa Kardika Putra 1607521119
I Putu Satya Swadarma 1607521120

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
2018
RPS 9

Tujuan dari Kompensasi Internasional


Masalah yang paling kompleks terkait dengan manajemen sumber daya manusia di era
global adalah kompensasi. Menurut Handel (1999:22) global means different things to different
companies, and the reasons for globalizing compensation and benefits programs also differ.
Perusahaan yang berada di negara yang berbeda memiliki norma yang berbeda pula dalam
memberi kompensasi pada karyawannya. Manajer dituntut untuk lebih cermat dalam
menggunakan kompensasi sebagai alat motivator. MNC harus menstandarkan kebijakan gaji
mereka berdasarkan dasar global. Hal ini bukan berarti mereka harus memberi gaji yang sama
untuk pekerjaan yang sama di negara berbeda.
Dalam menyusun program kompensasi internasional, suatu perusahaan harus yakin
terlebih dahulu bahwa struktur budaya dan keyakinan di negara tersebut mempengaruhi program
kompensasi yang akan diterapkan. Perbedaan struktur budaya dan keyakinan ini secara substantif
membutuhkan penyesuaian program agar nantinya kompensasi yang diberikan perusahaan sesuai
dengan budaya lokal.
Ketika mengembangkan kebijakan kompensasi internasional, perusahaan berusaha untuk
memenuhi beberapa tujuan. Pertama, kebijakan tersebut harus konsisten diatas keseluruhan
strategi, struktur, dan kebutuhan bisnis dari multinasional. Kedua, kebijakan harus bekerja untuk
menarik dan mempertahankan staf di daerah di mana multinasional memiliki satu kebutuhan
terbesar dan peluang. Dengan demikian, kebijakan tersebut harus kompetitif dan mengenal faktor-
faktor seperti insentif bagi dinas luar negeri, pemerataan pajak, dan penggantian untuk biaya yang
terjangkau. Ketiga, kebijakan harus memfasilitasi pemindahan karyawan internasional dengan
cara yang paling hemat biaya bagi perusahaan. Keempat, kebijakan harus memberikan
pertimbangan karena ekuitas dan kemudahan administrasi.
Karyawan Internasional juga akan memiliki sejumlah tujuan yang harus dicapai dari
kebijakan kompensasi perusahaan. Pertama, karyawan akan mengharapkan bahwa kebijakan
tersebut memberikan perlindungan keuangan dalam hal manfaat, jaminan sosial, dan biaya hidup
di lokasi yang asing. Kedua, karyawan akan mengharapkan bahwa penyerahan luar negeri akan
menawarkan kesempatan untuk kemajuan keuangan melalui penghasilan dan atau tabungan.
Ketiga, karyawan akan mengharapkan bahwa masalah-masalah seperti perumahan, pendidikan
anak, dan rekreasi akan dibahas dalam kebijakan. (karyawan juga akan memiliki harapan dalam
hal kemajuan karir dan repatriasi).
Jika kita membedakan tujuan dari multinasional dan karyawan kami melihat potensi
kompleksitas dan masalah, mungkin karena beberapa tujuan tidak bisa dimaksimalkan di kedua
sisi. Dalam “War Stories” tentang masalah dalam kompensasi International yang kita baca di
majalah praktisi HR adalah bukti kompleksitas dan masalah. menghilangkan jargon spesialis dan
memungkinkan bagi karyawan secara fundamental berbeda dari yang ada di lingkungan rumah
tangga. Milkovich dan Bloom, yang berpendapat bahwa perusahaan harus memikirkan kembali
pandangan tradisional dalam strategi kompensasi Internasional.

Komponen Kunci dari Program Kompensasi Internasional


Untuk memahami bagaimana mengelola kompensasi di suatu negara membutuhkan
pemahaman mengenai kontrak sosial yang ada sehingga jelas dalam memahami bagaimana peran
yang harus dimainkan oleh pengusaha, karyawan maupun pemerintah di negara tersebut. Kontrak
sosial ini juga akan menjelaskan mengenai kesepahaman yang terjadi di antara karyawan dan
pengusaha dengan melibatkan pihak ketiga terkait employment exchange. Kebijakan umum
seperti penetapan gaji minimum, peraturan pajak, keamanan sosial, dan peraturan terkait dengan
serikat pekerja, akan memainkan peran yang signifikan dalam employment exchange tersebut.
Perubahan dalam sistem kompensasi yang akan dilakukan haruslah mempertimbangkan kontrak
sosial yang terkait.
Tiga faktor ciri hubungan ketenagakerjaan yang akan mempengaruhi kebijakan program
kompensasi internasional: (1) otonomi manajerial yang didasarkan pada otonomi dan peraturan
yang ada di negara yang ditempati, (2) model kepemilikan usaha dan pasar uang, dan (3) struktur
yang akan mengakomodasi keterlibatan karyawan dan serikat kerja. Otonomi manajerial
menunjukkan tingkat kebebasan atau diskresi dalam membuat pilihan. Perusahan yang bermarkas
di AS lebih memiliki kebebasan dalam mengubah kompensasi karyawan dibandingkan dengan
perusahaan yang bermarkas di Eropa. Menurut Milkovich (1996:663) pada awalnya pembahasan
otonomi manajerial dikaitkan dengan hubungan ketenagakerjaan di Jepang, didukung oleh “tiga
pilar” yaitu: (1) lifetime security di perusahaan, (2) seniority based pay and promotion system, (3)
serikat pekerja perusahaan. Saat ini, pemahaman mengenai ketiga pilar tersebut telah banyak
mengalami perubahan. Semakin banyak perusahaan Jepang yang menggunakan pendekatan
prestasi dalam menentukan promosi dan kompensasi, walaupun senioritas juga masih tetap
menjadi pertimbangan. Penilaian prestasi kerja dengan model management by objective juga
sudah biasa dipergunakan untuk mengukur kinerja manajerial. Di sisi lain, employment security
juga lebih diartikan sebagai long time dibandingkan lifetime.
Tipe dan jumlah kompensasi sangatlah perlu ditentukan untuk menarik karyawan
internasional yang memenuhi kualifikasi secara teknis maupun budaya. Menurut Bernardin
(1998:209) terdapat tiga kategori yang bisa digunakan sebagai dasar dalam memahami
kompensasi internasional ini:
1. Parent-Country National (PCN) Karyawan dengan kewarganegaraan sesuai dengan parent
country company.
2. Third-Country National (TCN) Karyawan dengan kewarganegaraan berbeda dengan parent
company country.
3. Host-Country National (HCN) Karyawan dengan kewarganegaraan sesuai dengan negara
di mana perusahaan beroperasi.
Struktur kompensasi bagi expatriat (baik PCN ataupun TCN) lebih kompleks dibandingkan
dengan HCN. Total biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk mempertahankan manajer dari AS
yang dipekerjakan di luar AS diperkirakan mencapai tiga sampai enam kali lipat biaya seorang
manajer pada posisi yang sama di dalam negeri. Menurut Bernardin (1998: 209) terdapat tiga aspek
yang mempengaruhi item-item kompensasi yang sebaiknya dipertimbangkan dalam penyusunan
paket kompensasi yang akan diberikan pada expatriat, yaitu: (1) posisi, (2) lokasi, dan (3) individu.

Posisi. Setiap posisi memiliki karakteristik unik yang akan mempengaruhi kebutuhan
kompensasi, seperti tanggungjawab, lama penugasan, status dan prestise, kebutuhan akan
perjalanan, dan keamanan fisik. Berdasarkan pertimbangan posisi, ada beberapa item kompensasi
yang dapat ditawarkan dan mendapatkan perhatian dalam penentuannya, seperti:
1. Base-salary. Gaji pokok PCN haruslah kompetitif dengan jumlah yang “sama” dengan
jumlah yang diterima untuk tugas dan tanggungjawab yang sama apabila dia bekerja di
negara asal.
2. Incentive. Bonus Bonus bagi PCN mengacu pada local currancy budget atas dasar kinerja
yang dicapai.
3. Periodic salary adjustment. Menurut Bernardin (1998:300) semakin lama seorang PCN
bekerja di luar negeri, semakin tinggi resiko ketrampilan kerjanya “kuno” dan prospek
kariernya surut apabila dia kembali ke negara asalnya. Untuk mengatasi resiko tersebut,
biasanya perusahaan akan menawarkan kompensasi seperti peningkatan gaji secara
periodik dan mempertimbangkan senioritas dalam menetapkan gaji.
4. Representation allowance. Sangat dimungkinkan PCN yang menjabat sebagai manajer
menengah akan melakukan kerjasama dengan orang yang memiliki kedudukan lebih tinggi
seperti menteri di negara yang ditempati. Agar dia dapat membangun hubungan yang baik
dan dapat menunjukkan “sinyal kekuasaan”, haruslah didukung oleh keikutsertaannya pada
suatu klub yang prestis maupun kepemilikan rumah di kawasan elit. Dukungan perusahaan
untuk pengadaan hal-hal yang dapat mempermudah pergaulan tersebut, haruslah diberikan.
5. Travel allowances. Penugasan luar negeri biasanya membutuhkan lebih banyak perjalanan
baik domestik maupun luar negeri dibandingkan apabila dia ditempatkan di negaranya
sendiri. Oleh karena itu perusahaan haruslah mengkompensasi biaya perjalanan PCN
melalui penggantian biaya transportasi termasuk di dalamnya biaya penginapan, makan
dan pengeluaran insendentil lain yang terjadi dalam suatu perjalanan tugas.

Lokasi. Kondisi lokasi/negara di mana karyawan ditempatkan juga akan sangat


mempengarhi tinggi rendahnya biaya hidup yang harus disediakan. Biaya hidup ini sangatlah
bervariasi antara negara satu dengan negara lain. Antar daerah dalam satu negara saja
dimungkinkan berbeda, karena perbedaan biaya hidup. Cost of Living Allowance (COLA)
haruslah didisain untuk membuat PCN ataupun TCN merasa nyaman tinggal dnegara tersebut
dengan standar yang sebanding dengan kalau mereka berada di negaranya. Berdasarkan
pertimbangan lokasi, ada beberapa item kompensasi yang dapat ditawarkan dan mendapatkan
perhatian dalam penentuannya, seperti:
1. Rest and Relaxation (R&R). Hidup terpencil, dengan budaya yang tidak familiar dan iklim
yang tidak sesuai dapat menimbulkan ketidak nyamanan bagi PCN dan TCN. Oleh
karenanya PCN dan/atau TCN perlu di “recharge their batteries” supaya mereka merasa
lebih nyaman. R&R ini dapat berupa kesempatan untuk liburan dengan biaya yang
ditanggung perusahaan.
2. Hardship allowance and home leave. Kehidupan yang keras di negara yang ditempati
(misal di tempatkan di Afghanistan atau Irak) juga membutuhkan kompensasi tertentu.
Kompensasi ini tidak hanya berlaku bagi PCN tetapi juga harus bisa dinikmati oleh anggota
keluarganya yang ikut serta. Kompensasi dalam bentuk ini umumnya berupa kesempatan
untuk pulang ke negara asal secara periodik.
3. Medical care. Kondisi sanitasi dan keselamatan kerja di negara yang ditempati
membutuhkan perlindungan asuransi jiwa, kesehatan, termasuk general check-up bagi
PCN di negara asal secara periodik.
4. Hazardous duty allowance. Ancaman terorisme dan kehidupan politik yang tidak stabil
mengakibatkan PCN memiliki resiko yang tinggi. Kompensasi yang ditawarkan untuk
bahaya yang mungkin dihadapi ini dapat berupa tunjangan bahaya (ditentukan dalam
bentuk pesentase dari gaji pokok), bodyguard, dan sistem pengaman rumah.
5. Housing allowance. Keinginan PCN untuk menempati rumah seperti rumah di negaranya
akan mengakibatkan tambahan biaya. Housing allowance ini meliputi juga beberapa hal
yang terkait dengan keluarga seperti mobil pribadi dan kemudahan dalam memperoleh
perhiasan.
6. Temporary quarters allowance. Untuk mendapatkan rumah yang sesuai dengan keinginan
pasti membutuhkan waktu. Selama waktu menunggu rumah yang diinginkan tersedia, PCN
dan keluarga perlu tinggal di hotel, misalnya. Oleh karena itu perusahaan perlu
menyediakan biaya ini untuk mengganti biaya yang dikeluarkan selama menunggu rumah.
7. Relocation allowance. Tunjangan ini dibutuhkan untuk membiayai pengeluaran tambahan
di masa perpindahan seperti pembelian baju pertama untuk menyesuaiakan dengan iklim
baru dan pengurusan surat ijin mengemudi di negara tersebut.
8. Education allowance. Tunjangan pendidikan bagi anak-anak PCN haruslah
dipertimbangan oleh perusahaan, karena biasanya anak PCN menginginkan bersekolah di
sekolah internasional atau sekolah swasta di negara yang ditempati. Komponen yang
dibiayai untuk menentukan besarnya tunjangan ini seperti biaya transportasi, uang
pendidikan, buku dan peralatan dan seragam.
9. Retirement benefits. Umumnya, PCN tidak dapat memenuhi semua local social security
program yang dibutuhkan. Oleh karenanya perusahaan membayar biaya tambahan.
10. Tax equalization. PCN harus membayar pajak pendapatan di negaranya dan juga pajak
pendapatan di negara yang ditempati. Prusahaan akan membayar tax equalization hanya
jika PCN memperoleh pendapatan yang dikenai pajak di negaranya.
11. Currency of payment. Ini akan terjadi apabila perusahaan membayarakan sebagain gaji
dalam bentuk mata uang negara asal dan sebagian dalam bentuk mata uang negara yang
ditempati. Hal ini terkait dengan daya beli jika inflasi di host-country lebih tinggi
dibandingkan dengan inflasi mata uang pembayaran. MNC haruslah menyediakan
penyeimbangnya. Oleh karena itu sebagian besarperusahaan AS membayarkan dalam mata
uang hostcountry untuk mencegah terjadinya masalah tersebut.

Individu. Kita telah mengetahui bahwa berbagai posisi dan lokasi merupakan faktor yang
sangat berperan dalam mempengarhi suatu sistem kompensasi disesuaikan dengan profil
penugasan tertentu. Walaupun begitu, pada akhir analisis tetap saja disain sistem kompensasi
tersebut haruslah sesuai dengan profesi individu yang diberi tugas. Sisi individu merupakan faktor
sangat penting menentukan sukses atau gagalnya penugasan tersebut. Berdasarkan pertimbangan
individu, ada beberapa item kompensasi yang dapat ditawarkan dan mendapatkan perhatian dalam
penentuannya, seperti:
1. Foreign service premium. Respon setiap PCN berbeda dalam menanggapi penugasan
internasional ini. Meninggalkan keluarga, menghadapi budaya baru maupun tantangan
kerja baru merupakan masalah yang pasti terjadi. Agar PCN ini merasa nyaman maka
perusahaan dapat menawarkan foreign service premium untuk meminimalkan respon
negatif dalam menerima posisi internasional
2. Spousal employment. Pendapatan pasangan PCN yang bekerja sangat mungkin penting
dalam mempengaruhi total pendapatan keluarga dan ini hilang karena hilangnya pekerjaan
karena mengikuti penugasan PCN. Oleh karenanya, pada saat PCN ditempatkan di suatu
negara tertentu, maka suami/istri PCN pastilah membutuhkan pekerjaan juga. Tentunya
sulit menda patkan pekerjaan yang sesuai bagi suami/istri PCN sebagaimana yang mereka
miliki di negara asal. Oleh karena itu perusahaan perlu menyediakan kompensasi untuk
mengganti kehilangan pendapatan dari suami/istri PCN tersebut.
3. Home and automobile protection. Sangat mungkin selama bertugas PCN memiliki rumah
dan mobil pribadi. Tentu saja pertanyaan yang muncul adalah apa yang akan dilakukan
dengan kepemilikian ini apabila mereka dipindah lagi ke negara lain. Perpindahan tersebut
pasti membawa dampak negatif dari sisi nilai uang atas kepemilikannya. Oleh karena itu
perusahaan perlu menyediakan ganti rugi semua atau sebagian dari kerugian yang dialami
PCN atas kepemilikan aktiva tersebut.
4. Dependent cost. Penugasan internasional kadang-kadng meningkatkan ketergantungan
PCN dalam berbagai hal. Perusahaan harus memperhitungkan berapa biaya yang harus
dikeluarkan PCN seiring dengan meningkatnya ketergantungan (akibat measuki suatu hal
baru) yang mengakibatkan biaya penugasan internasioanal ini meningkat.

Secara umum, filosofi yang dapat memandu organisasi dalam mendisain sistem
kompensasi adalah “think globally and act locally”. Organisasi tidak cukup hanya mendisain
sistem kompensasi yang mendukung secara inten penerapan strategi organisasi secara menyeluruh,
tetapi juga harus menyediakan fleksibilitas yang cukup untuk menyusun kebijakan dan program
tertentu untuk memuaskan kebutuhan karyawan di lokasi tertentu pula.

Pendekatan dari Kompensasi Internasional


Permasalahan dalam kompensasi internasional bukan hanya pada masalah strategi
penentuannya tetapi juga masalah prosesnya. Masalah proses yang sangat penting dilakukan dalam
mendisain program kompensasi adalah komunikasi. Komunikasi yang efektif dan tepat akan
sangat membantu suatu perusahaan untuk sukses di era global. Dengan berbagai kondisi negara
dan budaya yang berbeda, suatu perusahaan harus mengkomunikasikan program kompensasinya
dengan cara yang memiliki sensitivitas budaya (culturally-sensitive manner), mengadaptasikan
kompensasi perusahaan demi tercapainya kepuasan akan kebutuhan karyawan dan organisasi
dengan mempertimbangkan keunikan pasar lokal dan atau regional.
Handel (1999, 22) merumuskan adanya beberapa pendekatan yang dapat ditempuh
perusahaan-perusahaan internasional terkait dengan kompensasinya:
1. Meng-upgrade dan meregionalkan bakat lokal melalui pengembangan kompensasi lokal.
2. Komitmen terhadap pelatihan dan pengembangan dari tenaga kerja lokal, daripada
membawa karayawan dari negara perusahaan berasal.
3. Meningkatkan kepemilikan saham bagi karyawan melalui broad-based option grant and
stock purchase program.
4. Mengembangkan program perpindahan global dengan memberi imbalan pensiun maupun
perlindungan kesehatan untuk karyawan yang mau mengembangkan kariernya secara
internasional
5. Meningkatkan keterlibatan manajemen lokal secara signifikan dalam penyusunan program
kompensasi untuk memperoleh dukungan.
6. Memahami budaya negara yang ditempati

Ada dua pilihan utama di bidang internasional kompensasi: the Going Rate Approach (juga
disebut sebagai pendekatan pasar rate) dan the Balance Sheet Approach (kadang-kadang dikenal
sebagai pendekatan build-up). Pada bagian ini kita menggambarkan pendekatan masing-masing
dan mendiskusikan kelebihan dan kekurangan yang melekat dalam setiap pendekatan.

The Going Rate Approach (Pendekatan Ke Tingkat)


Dengan pendekatan ini, gaji pokok untuk transfer internasional ini terkait dengan struktur
gaji di negara tuan rumah. Perusahaan multinasional biasanya memperoleh informasi dari survei
kompensasi lokal dan harus memutuskan apakah warga lokal (HCNs), ekspatriat kewarganegaraan
yang sama, atau ekspatriat dari berbagai negara akan menjadi titik acuan dalam hal standarisasi.
Misalnya, operasi bank Jepang di New York akan perlu memutuskan apakah titik acuan yang akan
digunakan adalah gaji lokal AS, pesaing lain di New York, atau semua bank asing yang beroperasi
di New York. Dengan pendekatan tarif, jika lokasi berada dalam negara yang gajinya rendah,
biasanya perusahaan multinasional menambah gaji pokok dengan tambahan manfaat dan
pembayaran.
Ada keuntungan dan kerugian dari (the going rate approach atau pendekatan tarif)
keuntungan meliputi: kesetaraan dengan warga lokal (sangat efektif dalam menarik PCNs atau
TCNs ke lokasi yang membayar gaji lebih tinggi daripada yang diterima di negara asal),
pendekatan ini sederhana dan mudah dipahami ekspatriat, ekspatriat mampu mengidentifikasi
dengan negara tuan rumah, dan sering ada keadilan di antara ekspatriat dari berbagai negara.
Ada juga kelemahan dengan pendekatan the Going Rate. Pertama, akan ada variasi antara
tugas untuk karyawan yang sama, yang paling jelas adalah ketika kita membandingkan antara
sebuah tugas dalam ekonomi yang sudah maju di negara berkembang, dengan tugas di berbagai
negara maju di mana perbedaan gaji manajerial dan pengaruh pajak daerah dapat berpengaruh
secara signifikan pada tingkat kompensasi karyawan menggunakan pendekatan the Going Rate.
Tidak mengherankan, karyawan individu sangat sensitif terhadap masalah ini. Kedua, akan ada
variasi antara ekspatriat dengan kewarganegaraan yang sama di lokasi yang berbeda. Sebuah
interpretasi yang ketat dari pendekatan Going Rate dapat menyebabkan persaingan untuk tugas ke
lokasi yang menarik secara finansial dan bunga kecil di lokasi dianggap secara finansial yang tidak
menarik. Akhirnya, pendekatan Going Rate dapat menimbulkan masalah pada saat pemulangan
gaji karyawan kembali setara dengan home-country level yang berada di bawah dari negara tuan
rumah. Ini bukan hanya masalah bagi perusahaan-perusahaan di negara berkembang, tetapi juga
bagi perusahaan-perusahaan dari berbagai negara ketika gaji manajerial lokal jauh di bawah yang
dari Amerika Serikat, yang merupakan pemimpin pasar dunia dalam gaji manajerial.

Keuntungan dan Kerugian dari the Going Rate Approach


Keuntungan Kekurangan

 Kesetaraan dengan warga lokal  Variasi antara tugas untuk karyawan


 Kesederhanaan yang sama
 Identifikasi dengan negara tuan rumah  Variasi antara ekspatriat
 Ekuitas antara kebangsaan yang berbeda kewarganegaraan yang sama di berbagai
negara
 Potensi timbulnya masalah baru

Balance Sheet Approach


Lebih dari 90% dari perusahaan yang berasal dari AS menggunakan balancesheet aproach
(BSA) dalam menyususn program kompensasi bagi expatriat. BSA merupakan sistem yang
didisain untuk menyeimbangkan antara daya beli karyawan pada posisi yang sebanding di luar
negeri dengan di home-country dan menyediakan insentif untuk mengantisipasi perbedaan
kualitatif diantara lokasi penempatan.
BSA memiliki tiga tujuan yaitu: (1) Mendorong mobilitas bakat expatriat ke penugasan
global dengan biaya yang seefektif mungkin, (2) Mendukung agar expatriat tidak mengalami
kerugian secara finansial, dan (3) meminimalkan ketergantungan dan penyesuaian yang harus
dilakukan expatriat.
Bohlander (1996:661) menyimpulkan bahwa secara umum BSA dilakuakan dengan
tahapan berikut:
1. Calculate base pay. Dimulai dengan menghituing homebased gross income, termasuk
bonus, pengurangan pajak, tunjangan sosial dan dana pensiun.
2. Figure cost-of-living allowance (COLA). Menambahkan COLA pada base-pay. Biasanya
perusahaan tidak akan melakukannya apabila karyawan ditugaskan di negara dengan biaya
hidup yang lebih rendah. Kecuali perusahaan akan memberi tunjangan karena adanya
negative differential. Dalam kondisi ini, yang sering diberikan adalah dengan menyediakan
tempat tinggal yang baik.
3. Add incentive premiums. Besarnya incentive premium yang diberikan bagi expatriat
karena dia telah dipisahkan dari keluarga, teman, maupun domestic support system lainnya.
Menurut Sheley (1996:41) besarnya foreign service premium mencapai 10 sampai 15
persen dari base-salary.
4. Add assistance programs. Program ini sering digunakan untuk mengatasi penambahan
biaya yang timbul karena masalah moving & storage, kendaraan maupun biaya pendidikan.

Elemen-elemen tersebut direvisi secara periodik karena semakin tingginya biaya barang
dan jasa di luar negeri, sehingga diharapkan expatriat ini tidak kehilangan daya belinya terhadap
barang-jasa di negara dia ditempatkan. Biasanya hal ini akan mengakibatkan bahwa kompensasi
yang diterima karyawan yang ditempatkan di luar negeri, besarnya tiga sampai lima kalinya home-
base-country salary.
BSA dikenal pada tahun 1960-an, tetapi sejalan dengan perkembangan yang terjadi, maka
muncullah penerapan BSA dengan pendekatan modern. Pendekatan modern ini diharapkan
mampu mewujudkan tujuan penugasan internasional, menyederhanakan biaya dan kompleksitas
administrasi, serta mampu mendorong expatriat untuk meminimalkan penolakan terhadap
perpindahan lokasi kerja. Alternatif BSA tersebut adalah (1) negosiasi dan (2) lokalisasi, (3)
modified balance sheet dan (4) lump-sum /cafetaria approach.
Negosiasi dilakukan oleh pengusaha maupun karyawan untuk menemukan paket
kompensasi yang disepakati. Pendekatan ini sangat cocok untuk perusahaan yang relatif kecil
dengan expatriat sedikit. Kelemahan dari alternatif ini adalah dapat menimbulkan: lebih
membutuhkan biaya yang tinggi, memunculkan masalah lain yang sama apabila ada orang lain
ditanya untuk ditempatkan di suatu negara, dibutuhkannya negosiasi ulang dengan masing-masing
penugasan yang terjadi.
Localisazion. Lokalisasi diartikan sebagai mengaitkan kompensasi di host (local) country
dengan menyediakan beberapa penyesuaian biaya hidup untuk pajak, tem pat tinggal, dan
ketergantungan lainnya. Penyesuaian ini hampir sama dengan yang di BSA awalnya tetapi lebih
variatif.
Modified Balance Sheet. BSA bisa juga dimodifikasi tidak hanya dengan menyesuaian
dengan host (local) country tetapi dengan tingkat kompensasi di regional tertentu seperti Asia-
Pasific. Modifikasi lainnya juga dapat dilakukan dengan menurunkan allowance over time.
Logikanya, semakin lama expatriat tinggal di host country, standar biaya hidupnya menjadi lebih
mendekati karyawan lokal
Lump-sum/cafetaria approach. Alternatif yang ke empat ini, menetapkan kompensasi
dengan mempertimbangkan home-country system dan menawarkan kepada lump-sum of money
kepada karyawan untuk mengimbangi perbedaan dalam standar biaya hidup. Sehingga hal ini akan
mengakibatkan perusahaan harus menghitung kebutuhan biaya hidup yang berbedabeda.
Karyawan dipersilakan memilih sendiri apa yang dikehendaki. Hal ini diharapkan dapat
meningkatkan value dari item kompensasi yang ditawarkan perusahaan. Pendekatan ini juga akan
membuat karyawan lebih fleksibel dalam meminimalkan pajak.
Membahas mengenai kompensasi untuk expatriat ini, tidak boleh dilupakan bahwa selain
masalah kompensasi (utamanya finansial), juga tidak boleh dilupakan bahwa expatriat ini juga
membutuhkan penghargaan dalam bentuk tersedianya global career opportunities. Berdasarkan
hasil survei Orgaization Resources Counselors Inc. (ORC) (Sheley, 1996:63) yang bermarkas di
New York menunjukkan bahwa tahun 1996 dari 31 perusahaan multinasional yang disurvei
menunjukkan bahwa 31 % di antaranya tidak lagi memperpanjang pemberian foreign service
premium sebagai insentif kepada karyawan yang dipindah dari satu negara atau regional tertentu
ke negara atau regional yang lain. Pertimbangan utama perubahan kebijakan ini adalah biaya,
selain itu juga kecenderungan meningkatnya pandangan bahwa penugasan internasional
merupakan suatu hal yang sangat penting bagi pengembangan karier seorang karyawan.
Wawancara Expatriat
I Nengah Subawa Kardika Putra/ 1607521119

Pria bernama I Wayan Sondra Wicaya memulai karirnya sebagai pekerja di kapal pesiar di
sebuah perusahaan kapal pesiar ternama yakni MSC Cruise. Wayan Sondra sebelum menjadi
tenaga kerja di MSC Cruise tentunya melalui berbagai macam proses MSDM yang diantaranya
adalah rekruitmen, seleksi, pelatihan dan pengembangan, penilaian kinerja, kompensasi, hingga
pemutusan hubungan kerja.
Proses rekruitmen yang dilakukan oleh MSC Cruise dapat dilakukan dengan bersumber
dari tenaga internal atau tenaga eksternal. Wayan Sondra merupakan sumber tenaga eksternal yang
rekruit oleh MSC Cruise. Wayan Sondra di rekruit oleh pihak agent yang bernama PT.Indomarino
Maju proses rekruitmen ini dilaksanakan di Bali tepatnya di Balindo Paradiso.
Kemudian tahap seleksi dilakukan, tahapan ini diawali dengan proses seleksi dari pihak
agent jika diterima di pihak agent selanjutnya ke pihak user. Seleksi dari pihak agent yakni
Indomarino Maju berupa interview langsung terkait job specification atau syarat-syarat yang harus
dipenuhi diantaranya. Yang pertama tentunya menguasai Bahasa Inggris dengan pasih baik itu
lisan maupun tertulis, kemudian minimal lulus SMA, memiliki pengalaman kerja di hotel, bisa
bekerja dalam lingkungan tim, memiliki sertifikat STCW atau Standards of Training, Certifitation
and Watchkeeping yang meliputi keterampilan terkait pemadaman kebakaran dasar, teknik
bertahan hidup pribadi, pertolongan pertama, keamanan pribadi dan tanggung jawab sosial.
Setelah diterima oleh agent kemudian berlanjut ke pihak user, Wayan Sondra melakukan
wawancara dengan pihak MSC Cruise yakni Mr. Tim Skinner. Wawancara yang dilakukan hampir
sama dengan yang dilakukan oleh pihak agent tetapi diisi juga dengan wawancara terkait job
description housekeeping department yang meliputi membuat penumpang merasa nyaman saat
berada di kamar mereka, dan termasuk perawatan kabin, ruang dan layanan kurir, serta
pengambilan dan pengiriman laundry. Setelah interview berakhir dan diterima untuk bekerja di
kapal pesiar, Wayan Sondra diperiksa kesehatannya. Kemudian mengisi dokumen sebagai
persyaratan bekerja di kapal pesiar seperti Passport, BST atau Basic Safety Training, Seaman Book
atau Buku Pelaut, SID atau Seafarers Identity Card, KTKLN atau Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri,
dan Visa
Setelah diterima sebagai tenaga kerja di MSC Cruise, sebelum keberangkatan Wayan
Sondra melalui pelatihan diantaranya program kesadaran budaya yang berisi terkait perbedaan-
perbedaan budaya yang nantinya akan dialami oleh Wayan Sondra. Selain itu pelatihan terkait
penguasaan Bahasa yang akan digunakan juga penting, karena banyak pelanggan yang tidak terlalu
bisa menggunakan Bahasa Inggris membuat Wayan Sondra perlahan bisa menggunakan Bahasa
Spanyol dan Perancis. Pelatihan juga terkait dengan Basic Safety Training ketika terjadi
kebakaran, penerapan penolongan pertama, dan pelatihan bertahan hidup.
Dalam karirnya sebagai cabin steward di MSC Cruise Wayan Sondra dalam proses
penilaian kinerjanya yang dilakukan setiap kontrak kerja. Evaluasi kinerja Wayan Sondra
dilakukan pada akhir kontrak kerjanya, evaluasi dilakukan dengan beberapa penilaian kriteria
menggunakan metode rating. Adapun beberapa penilaian kriteria yang ada seperti inisiatif
(apakah ada ambisi atau inisiatif yang dilakukan untuk meningkatkan hasil kerja), sikap
(bagaimana sikap terhadap pelanggan maupun sesama kolega), komunikasi (apakah terjalin
komunikasi yang baik atau ada masalah sesama kolega), produktivitas (dapat melaksanakan tugas
dengan tepat waktu dan sebaik mungkin), kerja sama (apakah ada kerja sama yang baik sesama
kolega), stress manajemen (bagaimana cara mengatur stress atau beban yang dialami). Ketika
evaluasi kinerja pada akhir kontrak didapatkan oleh Wayan Sondra, Ia dapat melanjutkan kontrak
apabila Ia memenuhi syarat dari kontrak sebelumnya.
Dalam pemberian kompensasi yang dilakukan oleh MSC Cruise kepada Wayan Sondra
selama Ia bekerja sebagai Cabin Steward, ada beberapa pertimbangan yang menjadi dasar
pemberian kompensasi tersebut diantaranya seperti kontribusi, pencapaian karyawan, dan
penghasilan perusahaan. Kompensasi ini selain untuk menjaga dan memelihara karyawan juga
dapat digunakan untuk meningkatkan atau menjaga moral maupun kepuasan karyawan,
mendorong timbulnya kinerja yang maksimal, dan meningkatkan loyalitas karyawan. Yang
memberikan kompensasi yakni perusahaan yang dikirim setiap 15 hari selama masa kontrak.
Proses pemberian kompensasi dilakukan secara tidak langsung yakni dikirim melalui rekening
bank yang sudah ditentukan. Selain gaji pokok, kompensasi yang didapat Wayan Sondra berupa
asuransi kecelakan kerja dan dana pension serta tunjangan lainnya. Untuk jenis mata uang yang
digunakan dalam pemberian kompensasi adalah US Dollar. Dalam pemberian kompensasi
bergantung pada jenis pekerjaan yang dilakukan.
Sistem PHK atau pemutusan hubungan kerja yang ada di MSC Cruise baik itu pemutusan
hubungan kerja yang baik atau buruk, baik ketika telah berakhirnya masa kontrak kerja dan yang
buruk jika expatriat tersebut terlibat masalah atau melanggar aturan/perjanjian yang berat. Ketika
masa 9 bulan kontrak kerja yang dimilki Wayan Sondra berakhir. Dalam proses reptriasi yaitu
kepulangan menuju negara asal, biayanya ditanggung oleh MSC Cruise.

Wawancara Ekspatriat
I Made Ari Suprasta/ 1607521067

Narasumber :
Nama : I Gusti Ngurah Surya Kusumaningrat
Umur : 33 Tahun
Cruise : Carnival Cruise Lines
Jabatan : Waiter

I Gusti Ngurah Surya Kusumaningrat berumur 33th, beliau bekerja pada perusahaan ‘carnival
cruise line” Beliau sudah 5 tahun bekerja di tempat tersebut beliau bekerja di bagian waiter.
Perusahaan carnival cruise line ini merupakan perusahaan besar yang sudah melantai di bursa efek
dan sahamnya sudah dapat diperjual belikan. Carnival cruise line memiliki kantor pusat di miami,
florida dan amerika, didirikan oleh Ted Arison pada 11 maret 1972. Negara tempat bekerja tidak
menentu setiap akan berangkat, tetapi terakhir berangkat negaranya adalah canada, banyak
tantangan yang dihadapi oleh ekspatriat seperti beliau, mulai dari perbedaan budaya selain hal
tersebut faktor keluarga juga menjadi hambatan mengingat beliau telah berkeluarga.selain itu
faktor sosial juga menjadi kendala dimana beliau tidak dapat terlalu terlibat dalam bersosialisasi
dengan masyarakat sekitar rumahnya dan tidak dapat terlibat dalam adat karena terkendala akan
jarak dan waktu yang memisahkan.
Menurut beliau, dalam hal membangun tim internasional pada perusahaan tempatnya
bekerja sudah berjalan dengan efektif dimana perusahaan tersebut telah menganalisis visi dari
tim/perusahaan, mengembangkan misi untuk mencapai visi dari tim/perusahaan. Dalam hal
mengelola perbedaan-perbedaan yang memegang peranan penting yaitu pemimpin karena
pemimpin tim yang baik pasti mampu menyatukan semua perbedaan individu untuk penguatan
soliditas kerja. Karakteristik dan elemen budaya sangat berpengaruh pada perusahaan khususnya
perusahaan internasional. Berbagai budaya telah membentuk perilaku individu-individunya dalam
bergaul, bekerja dan bersikap atau kepribadiannya yang berbeda dengan individu lain. Dalam hal
ini, para pekerja yang bekerja di Carnival Cruise Lines saling menyesuaikan dan beradaptasi satu
sama lain untuk terciptanya solidaritas kerja.
Proses MSDM meliputi perencanaan, recruitment, seleksi, pelatihan, penilaian kinerja,
kompensasi, PHK. Perencanaa SDM adalah suatu proses untuk menentukan jumlah dan jenis
manusia yang dibutuhkan oleh suatu organisasi atau perusahaan dalam waktu dan tempat yang
tepat serta melakukan tugas sesuai dengan yang diharapkan.
Recruitment merupakan usaha untuk mencari dan mempengaruhi SDM agar mau melamar
lowongan pekerjaan yang ada dalam perusahaan. Dalam recruitment berisikan mengenai job
description dan job specification. Dalam hal ini, yang melakukan recruitment adalah pihak CTI
sendiri. Karena I Gusti Ngurah Surya Kusumaningrat melamar sebagai waiter maka job
descriptionnya secara umum adalah Menyambut tamu pada saat datang ( greeting), Mempersilakan
tamu duduk (sitting the guest), Menuangakan air putih (puring of water), Menawarka menu keapda
tamu (taking order), Menyajikan minuman, setelah itu menyajika makanan (presentation menu),
Mengambil piring-piring kotor atau gelas-gelas kotor (clear up), Menawarkan makanan penutup
atau minuman yang lain (abseling), Menagihkan bon atau tagihan keada tamu (billing),
Mengucapkan terima kasih kepada tamu telah datang ke restoran dan mengharapkan tamu untuk
datang kembali (say thank you) Job spesificationnya secara umum yaitu harus bisa berbahasa
inggris dengan lancar dan minimal diploma.Tempat recruitmentnya berlangsung di CTI Bali.
Seleksi adalah suatu proses mempertemukan syarat yang dituntut oleh suatu jabatan dengan
orang yang mempunyai syarat itu. Dalam hal ini, seleksi yang dialami oleh I Gusti Ngurah Surya
Kusumaningrat
1. Applying process
Proses yang pertama ng-apply posisi yang dinginkan atau biasanya dari pihak agent sudah
menyediakan lowongan posisi yang dibutuhkan seperti laundry, cleaner, waiter, galley
steward dll. Dimana I Gusti Ngurah Surya Kusumaningrat melamar sebagai waiter
2. Agent Interview
Proses selanjutnya ialah interview atau wawancara dengan pihak CTI, dimana dalam
interview ini kemampuan bahasa inggris sangat diperlukan karena biasanya menggunakan
bahasa inggris
3. Marlin Test
Marlin test itu mengisi soal secara online dalam bahasa inggris hampir sama seperti psycho
test tapi marlin test dikerjakan secara online with limited time , dikerjakannya ada batas
waktunya biasanya sekitar 100 pertanyaan selama 50 - 60 menit, isinya mengenai keseharian
kamu ataupun pertanyaan ber setting hotel atau hospitality.. Dan untuk passing grade nya
sekitar 70 - 80 point baru bisa lulus dan masuk ke tahap selanjutnya
4. User Interview
Setelah lulus proses marlin test tadi, agent menyimpan data - data di waiting list buat nanti
bertemu dengan pihak user company,
5. Validasi dokumen
Dokumen yang perlu disiapkan Passport, BST (Basic Safety Training), Seaman Book
(Buku Pelaut), Hasil Medical Check Up, Visa USA
Penilaian kinerja pada dasarnya adalah penilaian tentang apa yang dilakukan atau tidak
dilakukan oleh karyawan. Dalam hal ini, Carnival Cruise Lines menggunakan metode komparatif
untuk melakukan penilaian kinerja dari karyawannya. Metode komparatif merupakan metode yang
membandingkan secara langsung kinerja kayawan terhadap satu sama lain.
Kompensasi merupakan segala sesuatu yang diterima oleh karyawan sebagai balas jasa atas
kontribusinya kepada perusahaan atau organisasi. Dalam hal ini, gaji yang akan didapatkan
biasanya cair pada saat dua minggu bekerja. Waktu bekerja disana juga tidak sama dengan di
Indonesia, waktu bekerja disana adalah selama 10 jam. ada reward yang diberi dalam kurun waktu
bekerja selama lima tahun, sejenis dengan sertifikasi jabatan, dan karyawan juga mendapatkan
waktu untuk liburan.
PHK merupakan pemutusan hubungan kerja yang terjadi setelah karyawan diterima dalam
perusahaan tersebut kemudian keluar atau dikeluarkan. Pemutusan hubungan kerja harus dilandasi
alasan-alasan ataupun argumentasi-argumentasi yang berlandaskan hukum dan fakta-fakta.Dalam
hal ini, selama I Gusti Ngurah Surya Kusumaningrat bekerja di Carnival Cruise Lines belum
pernah menemukan PHK secara tidak hormat dimana PHK yang terjadi memang biasa karena
masa kontrak sudah berakhir

Wawancara Ekspatriat
I Made Krisna Suryantika/ 1607521108

Narasumber :
Nama : I Putu Ardesna Wiratama
Umur : 23 Tahun
Perusahaan : BPC ( Bali Paradise Crew )
Cruise : Mediterranean Shipping Company
Jabatan : Bar Waiter
Seorang Ekspatriat yang saya wawancarai ini adalah seorang Laki – laki yang bernama
I Putu Ardesna Wiratama yang akrab dipanggil Desna. Desna lahir di Denpasar, 14 Desember
1995, yang saat ini berusia 23 Tahun. Saat ini Desna bekerja di Eropa, Company yang dimana ada
tiga Line Cruise Ship (Kapal Pesiar) Asia, Amerika dan Eropa. Jadi setiap tahunnya bisa berpindah
– pindah tempat bekerja tergantung Kapal mana yang sedang membutuhkan Embarkation atau
membutuhkan Crew.
Desna mulai bekerja di Kapal Pesiar pada Tahun 2015 yang menjabat sebagai Junior Bar
Waiter, akan tetapi tahun ini akan diangkat menjadi Bar Waiter. Alasan desna menjadi Ekspatriat
yaitu juga ingin mencari pengalaman guna nanti jika dia usai menjadi ekspatriat, pengalaman
tersebut bisa digunakan diindonesia. Saat menjadi ekspatriat, menurut desna banyak perbedaan
budaya yang dia rasakan saat diindonesia dan sekarang menjadi ekspatriat. Dimana salah satunya
yaitu perbedaan cara berkomunikasi, berpakaian dan aturan – aturan yang ada dikapal pesiar.
Dengan adanya perbedaan budaya tersebut, desna sendiri harus beradaptasi dengan lingkungan
disekitar tempat kerjanya.
Diperusahaan Ekspatriat Desna bekerja, fasilitias – fasilitas sudah langsung disiapkan oleh
pihak manajemen mengingat demi kenyamanan dan keberlangsungan pekerja. Menurut Desna,
perbedaan pekerjaan di Kapal Pesiar dengan di Bali berbeda, dari segi jumlah Tamu yang ada dan
lainnya. Semisal dibali, biasanya occupancy naik turun. Tapi jika di Kapal Pesiar pasti
occupancynya 100% atau full disamping itu pekerjaan dikapal pesiar menggunakan metode split.
Menurut Ekspatriat Desna, dia tidak mengetahui apakah perusahaan tempat dia bekerja
tersebut menerapkan Join Venture atau tidak dan juga tidak memahami mengenai merger ataupun
akuisisi. Tetapi perusahaan tempat dia bekerja itu merupakan perusahaan yang besar

Tahap Proses Manajemen (Hasil Wawancara 5W 1H) :


1. Tahap Perencanaan
Dalam proses SDM Manajemen dimana hal yang pertama yaitu perencanaan, dimana
Perencanaa SDM adalah suatu proses untuk menentukan jumlah dan jenis manusia yang
dibutuhkan oleh suatu perusahaan untuk mempermudah manajer agar tercapainya sebuah
tujuan, dalam hal ini Ekspatriat desna dibutuhkan untuk menjadi Bar Waiter diperusahaan
BPC ( Bali Paradise Crew )
2. Tahap Rekruitmen
Dalam tahap recruitmen, syarat perusahaan dalam penerimaan karyawan baru yaitu
minimal pengalaman kerja 2 tahun, good atiitude dan bisa berbahasa inggris, minimal D1
dan minimal berumur 18 tahun. Proses rekruitmen dilakukan oleh Agent, Dimana desna
mengumpulkan CV dan mengikuti empat tahapan Sleksi yang dimana ada tes tulis, pra
interview, final interview dan test online. Setelah dinyatakan lulus, desna melengkapi
dokumen – dokumen yang ada seperti passport, buku pelaut dan lain sebagaiannya. Setelah
melengkapi dokumen, desna mengikuti training yang berlangsung selama 5 hari guna
menunggu Job Latter atau kontrak kerja.
3. Tahap Seleksi
Dalam tahap seleksi, beberapa hal yang harus disiapkan oleh calon karyawan agar lolos
tahap seleksi yaitu : syarat utama yaitu Bisa berbahasa inggris, Minimal lulusan D1,
Memiliki pengalaman bekerja minimal 2th. Ekspatriat desna disleksi oleh Mr. Robets.
Dimana tempat sleksi ini yaitu di BPC ( Bali Paradise Crew ). Penyeleksian dilaksanakan
setelah calon karyawan tersebut dinyatakan telah melengkapi syarat perekrutan dan sesuai
dengan kriteria perekrutan. Tahap sleksi dilakukan guna untuk menemukan karyawan
dengan kualitas yang diinginkan perusahaan.
4. Tahap Pelatihan
Pelatihan ini dilakukan oleh Agent yang memiliki tugas untuk melatih orang – orang yang
baru bergabung atau crew yang baru pertama kali bekerja dikapal pesiar, yang dimana
pelatihan ini dilakukan di Kampus. Dalam tahap pelatihan, pelatihan yang diberikan yaitu
bagaimana cara bekerja dikapal pesiar, apa saja hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan
dikapal pesiar dan lalu ada praktek kerja langsung tanpa pengarajan, mengingat ekspatriat
desna sendiri telah mendapatkan pelajaran lebih sebelum menjadi ekspatriat.
5. Kompensasi
Kompensasi / gaji ini diberikan oleh HRD, selain gaji juga mendapatkan tunjangan
kesehatan seperti BPJS. Sistem penggajian disana memakai sistem bulanan, tetapi
terkadang bisa juga 2 mingguan tergantung jumlah tamu yang ada atau perolehan dari
setiap karyawan tersebut. Menurut desna, tidak ada perbedaan tunjangan yang diberikan
oleh perusahaan, karena tunjangan itu kita bayar sendiri atau dipotong gaji. Proses
pemberian gaji dilakukan menggunakan system transfer.
6. Sistem Kontrak atau PHK
Menurut desna, hal yang menyebabkan terjadinya PHK yaitu karena adanya pelanggaran
dalam peraturan di Kapal, karena banyaknya aturan – aturan yang ada di Kapal tersebut
dan aturan tersebut juga tidak main – main sanksinya. Contohnya seperti minum, merokok,
berkelahi, bullying dan lainnya. Ketika ada yang melanggar peraturan tersebut
kemungkinan akan dipertimbangkan untuk PHK. Menurut desna, selama dia bekerja
dikapal sampai saat ini belum pernah terjadi PHK.

Wawancara Ekspatriat
I Putu Satya Swadarma/ 1607521120

Narasumber
Nama : I Komang Gede Adnyana

TTL : Klungkung, 5 Oktober 1987

Umur : 30 tahun

Perusahaan : Pullmantur Cruise Line

Jabatan : Galley Steward


Seorang ekspatriat yang saya wawancarai ini adalah seorang laki-laki, bernama I Komang
Gede Adnyana, dia lahir di Desa Akah Klungkung tanggal 5 oktober 1987, dan umurya 30 tahun.
Dia asli Klungkung, alamatnya di Desa Akah Klungkung. Jabatan Gede Adnyana saat itu adalah
bekerja sebagai Galley Steward.
Nama perusahaan tempat Gede Adnyana kerja yaitu perusahaan Pulmantur Cruise Line
(kapal pesiar), Eropa, Asia dan Amerika, yang berada di Spanyol pada tahun 2009 sampai dengan
tahun 2012, dan sekarang Gede Adnyana bekerja di Golden Tulip Jineng di Bali. Perusahaan
Pulmantur Cruise Line yang bergerak di bidang Hospitality yang setiap 6 bulan perusahaan ini
mengunjungi Negara yang berbeda-beda, jadi perusahaan merekrut orang lokal karena untuk
kepentingan komunikasi. Sebagai contohnya misalkan kapal tersebut berlayar dari spanyol ke
prancis, maka crew dari spanyol tersebut akan diistirahatkan atau di liburkan, maka crew yang dari
prancis yang akan di rekrut kembali.
Dari wawancara saya dengan Gede Adnyana, disana pasti adanya banyak perbedaan
budaya, perbedaanya kelihatan dari orang-orang yang ada di dalam perusahaan, contohnya seperti
banyaknya orang dari negara-negara lain. Selain itu adanya juga perbedaan pada jenis makanan
dan tentunya perbedaan bahasa. Disana Gede Adnyana dengan perlahan mampu beradaptasi
dengan lingkungan disana, hasilnya dengan adanya perbedaan budaya, bahasa atau makanan, Gede
Adnyana mampu menjalankan tanggung jawabnya dengan baik dan lancar.
Di Perusahaan Pulmantur Cruise Line, fasilitas yang di dapatkan oleh Gede Adnyana sudah
langsung disiapkan oleh manajemen Perusahaan Pulmantur. Gaji yang di dapat oleh Gede
Adnyana itu tergantung basic dan posisi dia bekerja. Gede Adnyana mengatakan bahwa perbedaan
praktik di tempat penugasan dengan perusahaan sekarang tentunya sangat berbeda. Di perusahaan
Pulmantur Cruise Line susah membagi waktu atau menukarkan waktu kerja kita, sedangkan di
perusahaan sekarang atau lokal tentunya kita bisa membagi pekerjaan dengan teman kita, dapat
disimpulkan bahwa kerja diluar negeri kita yang mengatur waktu yang akan membuat kita menjadi
lebih disiplin, sedangkan kalau di dalam negeri waktu yang mengatur kita. Disana Gede Adnyana
tidak mengikuti aliansi, karena aliansi atau persekutuan itu tergantung negara yang ditempati atau
perusahaan Gede Adnyana bekerja. Di perusahaan Pulmantur Cruise Line ini, disana tidak ada
aliansi atau perkumpulan tersebut. Mungkin kalau di perusahaan lain seperti teman Gede Adnyana
yang bekerja di Australia, disana dia mengikuti suatu aliansi atau perkumpulan. Gede Adnyana
mengatakan bahwa disetiap individu pastinya ada perbedaan karakter. Seperti contohya kalau
orang itu ada yang rajin dan ada yang malas. Di perusahaan Pulmantur Cruse Line itu mendapatkan
jobdesk masing-masing sesuai keahliannya, jadi disana kita memiliki tanggung jawab yang besar
untuk melaksanakan jobdesk masing-masing. Sedangkan untuk personal jobdesk, Gede Adnyana
memiliki tanggung jawab sendiri untuk pekerjaannya tersebut.
Dalam proses perekrutan di Perusahaan Pulmantur Cruise Line, disana merekrut seorang
ekspatriat itu karena banyak dari orang asia yang pekerja keras dan mau bekerja dalam keadaan
apapun. Sedangkan tahap seleksi masuk perusahaan Pulmantur Cruise Line yaitu Gede Adnyana
di seleksi langsung oleh pihak agen dan user di pusat. Waktu perekrutan di dalam Perusahaan
Pulmantur Cruise Line, waktu itu Gede Adnyana di seleksi pada bulan oktober tahun 2008. Alasan
Gede Adnyana memilih ekspatriat karena masalah ekonomi, karena Gede Adnyana melihat gaji
diluar atau menjadi seorang ekspatriat lebih besar dari pada bekerja di dalam negeri yang dimana
mendapat posisi yang sama tetapi mendapakatkan gaji yang berbeda. Gede Adnyana di seleksi di
agent bali save, di daerah gatsu timur. Tetapi sekarang tempat perekrutan yang dulu sudah pindah
ke Ratu Oceana Raya Dalung. Proses recruitmen Perusahaan Pulmantur Cruise Line yaitu, proses
perekrutannya sama seperti mencari kerja biasa, yaitu dengan mengikuti interview, marlin test dan
harus mempunyai dokumen yang diperlukan, seperti passport seamenbook.
Pemutusan hubungan kerja dalam perusahaan Pulmantur Cruise Line itu terjadi apabila
karyawan disana melalukan suatu kesalahan yang merugikan perusahaan maupun merugikan diri
sendiri. Contohnya seperti melakukan tindakan pelecehan, tindakan rasis maupun berkelahi
dengan karyawan lainnya. Menurut Gede Adnyana ini lebih dalam tindakan pemecatan. Dari
wawacara saya dengan Gede Adnyana, beliau mengatakan disana tidak ada tindakan phk
melainkan tindakan pemecatan.
Di Perusahaan Pulmantur Cruise Line, gaji diberikan langsung oleh Perusahaan Pulmantur
Cruse Line. Jumlah gaji diberikan sesuai kemampuan ekspatriat masing-masing. Selain gaji
perusahaan Pulmantur Crush Line juga memberikan Gede Adnyana travel asuransi. Gede adnyana
mengatakan bahwa beliau bekerja di perusahaan Pulmantur Cruise Line kurang dari 10 tahun. Di
perusahaan Pulmantur Cruise Line itu, jika seorang ekspatriat bekerja 10 tahun maka ekspatriat
tersebut akan mendapatkan kompensasi yang lengkap. Gede Adnyana mengatakan bahwa beliau
tidak terlalu mendapatkan kompensasi atau tunjangan di dalam perusahaan karena beliau hanya
bekerja di perusahaan Pulmantur Cruse Line selama 4 tahun.
Di Perusahaan Pulmantur Cruise Line, gaji pokok yang di dapatkan para karyawannya
termasuk Gede Adnyana sejumlah 700$. Sedangkan di Perusahaan Pulmantur Cruse Line, disana
para karyawan tidak pernah ada yang pensiun karena umur, menurut wawancara dengan Gede
Adnyana, beliau mengatakan bahwa bahwa kebanyakan karyawan selesai berkerja karena tidak
kuat bekerja terlalu lama, kalau pension jarang ada di dalam Perusahaan Pulmantur Cruise Line.
REFRENSI

Dowling, Peter J, Marion Festing and Allen D. Engle, Sr. International Human Resource
Management. 6th Edition. London: Cengage Learning.
Milkovich, George T. and Jerry M. Newman, (1996), Compensation, Chicago, Richard D. Irwin

Anda mungkin juga menyukai