Anda di halaman 1dari 42

PENGARUH RELAKSASI NAFAS DALAM TERHADAP

INTENSITAS NYERI POST OPERASI SEDANG DI RUANG


ANGGUR DI RSUD SAYANG
KABUPATEN CIANJUR

PROPOSAL
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
Gelar Sarjana Keperawatan

DJADJANG SUPRIATNA
1217033

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN RAJAWALI
BANDUNG
2018
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.....................................................................1
1.2 Identifikasi Masalah.............................................................5
1.3 Rumusan Masalah................................................................6
1.4 Tujuan Penelitian..................................................................6
1.5 Hipotesis Penelitian..............................................................7
1.6 Manfaat Penelitian................................................................7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Kerangka Teori
............................................................................................
9
2.1.1 Konsep Teknik Relaksasi
..................................................................................
9
1. Teknik Relaksasi Nafas Dalam
............................................................................
9
2. Teknik Distraksi
............................................................................
12
3. Imajinasi Terbimbing
............................................................................
14
4. Teori Gate Control
............................................................................
16
2.1.2 Nyeri
..................................................................................
17
1. Pengertian Nyeri
............................................................................
17
2. Penyebab Nyeri
............................................................................
18

i
3. Klasifikasi Nyeri
............................................................................
18
4. Teori Nyeri
............................................................................
22
5. Mengkaji Persepsi Nyeri
............................................................................
23
6. Strategi Penatalaksanaan Nyeri
............................................................................
25
7. Gambaran Umum Tentang nyeri
............................................................................
28
2.1.3 Post Operasi
..................................................................................
31
1. Definisi
............................................................................
31
2.1.4 Penatalaksanaan Nyeri
..................................................................................
32
1. Terapi Nyeri Farmakologis ....................................32
2. Skala Intenias atau Tingkat Nyeri .........................33
2.2. Bedah Sedang ........................................................................35

BAB III METODOLOGI PENELITIAN


3.1 Rancangan Penelitian...............................................................36
3.2 Kerangka Penelitian.................................................................36
3.3 Variabel Penelitian...................................................................37
3.4 Definisi Operasional................................................................37
3.5 Populasi dan Sampel Penelitian...............................................38
3.6 Teknik Pengumpulan Data dan Prosedur Penelitian................41
3.7 Pengolahan dn Analisis Data...................................................42
3.8 Etika Penelitian........................................................................44
3.9 Lokasi dan Waktu Penelitian....................................................44

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LatarBelakang
Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2011 adalah
meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemauan hidup sehat bagi setiap orang
agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal melalui terciptanya
masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang ditandai oleh penduduknya yang
hidup dengan perilaku dan dalam lingkungan sehat, memiliki kemampuan untuk
menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata di seluruh
wilayah Republik Indonesia.
World Health Organization (WHO) melaporkan di Amerika penderita nyeri
pada 14 negara sebanyak 25.000 (22%) berlangsung minimal 6 bulan. Pada
populasi orang tua nyeri akan meningkat menjadi 50 % (Marazzitil, 2006).
Sejumlah pasien dengan keluhan utama nyeri sering ditemui terutama pasien
dengan fraktur. Nyeri ini akan mengganggu kenyamanan pasien terutama pasien
setelah dilakukan tindakan operasi (Djohan, 2006). Di Amerika sebanyak 25 juta
orang pertahun pasien nyeri fraktur belum mendapatkan pengelolaan yang adekuat
(Tanra 2009).
Pembangunan kesehatan diarahkan untuk menguatkan mutu sumber daya
manusia yang sehat, cerdas dan produktif serta mampu memelihara dan
meningkatkan kesehatan masyarakat dengan komitmen yang tinggi terhadap
kemanusiaan dan etika dan dilaksanakan dengan semangat pemberdayaan dan
kemitraan yang tinggi (Depkes RI, 2009).
Rumah sakit adalah sebuah fasilitas, sebuah institusi dan sebuah organisasi
yang fungsi utamanya adalah memberikan pelayanan kepada pasien diagnostic
dan terapeutik untuk berbagai penyakit dan masalah kesehatan. Pelayanan yang
ada di Rumah Sakit adalah pelayanan pengobatan baik yang bersifat bedah
maupun non bedah. Pembedahan merupakan tindakan pengobatan yang banyak
menimbulkan kecemasan. Kecemasan terjadi ketika seseorang merasa terancam

1
2

baik fisik maupun psikologisnya misalnya harga diri, gambaran diri, dan identitas
diri (Tjandra, 2009).
Bedah atau operasi merupakan tindakan pembedahan cara dokter untuk
mengobati kondisi yang sulit atau tidak mungkin disembuhkan hanya dengan
obat-obatan sederhana (Potter, 2010)
Nyeri merupakan perasaan emosional tidak menyenangkan akibat terjadinya
kerusakan aktual ataupun potensial (IASP, 2010) atau menggambarkan kondisi
terjadinya kerusakan jaringan tubuh (Brunner & Suddath, 2009); (IASP, 2010).
Nyeri merupakan pengalaman yang melibatkan fenomena fisiologi, sensori,
emosional dan kognitif (McGuire, 2000). Rasa nyeri merupakan masalah umum di
masyarakat dan salah satu penyebab paling sering seseorang mendatangi
pelayanan kesehatan karena rasa nyeri mengganggu fungsi sosial dan kualitas
hidup penderitanya (Hartwig & Wilson, 2009).
Nyeri pasca bedah masih merupakan masalah utama bagi penderita karena
setelah obat anestesi hilang efeknya, penderita akan merasakan sakit. Nyeri
bersifat subjektif, dimana derajat dan kualitas nyeri yang ditimbulkan oleh suatu
rangsang yang sama akan berbeda antara satu penderita dengan penderita lainnya.
Kurangnya perhatian, pengetahuan dan keterampilan tenaga medik merupakan
hambatan utama didalam pengelolaan nyeri yang tepat paska pembedahan, dosis
analgetik sering tidak tepat dan masih ditambah lagi dengan rasa ketakutan
terjadinya depresi pernafasan pada pemberian analgetik opioid (Potter, 2010)
Secara umum nyeri adalah suatu rasa yang tidak nyaman, baik ringan
maupun berat. Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi
seseorang dan eksistensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya
(Tamsuri, 2007). Menurut International Association for Study of Pain (IASP),
nyeri adalah pengalaman perasaan emosional yang tidak menyenangkan akibat
terjadinya kerusakan actual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi
terjadinya kerusakan.
Menurut Smeltzer & Bare (2009) secara garis besar ada dua manajemen untuk
mengatasi nyeri yaitu farmakologi dan non farmakologi. Manajemen farmakologi
adalah penatalaksanaan terapi kepada pasien dengan menggunakan obat obatan
3

(paracetamol, salisilat, asam mefenamat, asam propionate, dan asam pirolisin).


Sedangkan manajemen non farmakologi adalah tindakan penatalaksanaan terapi
dengan penanganan fisik (stimulus kulit, stimulus elektrik, akupuntur, placebo)
dan perilaku kognitif (relaksasi, distraksi, imajinasi dan hypnosis).
Perawat memandang individu sebagai mahkluk biopsikososial dan spiritual
sebagai suatu kesatuan yang utuh memiliki mekasisme koping untuk beradaptasi
terhadap perubahan diri dan lingkungan sehingga individu selalu berinteraksi
terhadap perubahan yang terjadi pada diri dan lingkungan. Untuk dapat
berinteraksi setiap individu akan merespon terhadap kebutuhan fisiologis,
keamanan dan kenyamanan, cinta mencintai, harga diri, dan individu selalu dalam
rentang sehat-sakit yang berhubungan dengan koping yang efektif dalam
memelihara proses adaptasi (Roy & Andrews,2009).
Respon atau perilaku adaptasi seseorang terhadap perubahan, menurut teori
adaptasi Roy & Andrews(2008) bergantung pada stimulus yang masuk dan tingkat
kemampuan adaptasi orang tersebut. Tingkat atau kemampuan adaptasi seseorang
ditentukan oleh faktor masukan/input, kontrol dan keluaran/output.Roy &
Andrews (2008) mengidentifikasi input sebagai stimulus yang merupakan
kesatuan informasi, bahan-bahan atau energi dari lingkungan yang menimbulkan
respon. Sedangkan proses kontrol merupakan bentuk mekanisme koping yang
digunakan. Hasil dari mekanisme koping tersebut merupakan perilaku yang dapat
diamati, diukur atau dilaporkan merupakan faktor output.
Teknik relaksasi napas dalam merupakan salah satu bentuk asuhan
keperawatan dan merupakan prosedur yang biasa dilakukan perawat dalam
membantu pasien mengurangi nyeri. Teknik relaksasi napas dalam mengajarkan
kepada pasien bagaimana cara melakukan nafas dalam, nafas lambat dan
bagaimana menghembuskan nafas secara perlahan. Teknik relaksasi nafas dalam
akan memenuhi kebutuhan dasar oksigenasi secara optimal. Dengan adanya
pemenuhan oksigen maka akan terjadi peningkatan kadar PaCO 2 dan pembatasan
pelepasan mediator nyeri. Disamping terjadi peningkatan regulator tubuh oksigen
juga dapat menurunkan intensitas nyeri, meningkatkan ventilasi paru dan
meningkatkan oksigen darah (Smeltzer dan Bare, 2002). Teknik relaksasi nafas
4

dalam dapat menurunkan konsumsi oksigen, frekuensi pernafasan, frekuensi kerja


jantung, menurunkan ketegangan otot yang menghentikan siklus nyeri-ansietas-
ketegangan otot (Mc Kinney, 2009).
Perawat dalam memberikan asuhan keperawatan profesional dengan
mengembangkan model pelayanan keperawatan yang sesuai dengan kondisi
pasien. Menurut Roy & Andrews (2010) model adaptasi diantarannya adaptasi
fisiologi, konsepdiri, fungsi peran dan interpendensi. Adaptasi fisiologi adalah
kebutuhan fisiologis termasuk dasar yang meliputi komponen oksigenasi, nutrisi,
eliminasi, aktivitas dan istirahat, integritas kulit, cairan dan elektrolit, fungsi
neurologis dan fungsi endokrin.
Penelitian Suhartini Nurdin dkk, 2013 dengan judul pengaruh teknik relaksasi
terhadap intensitas nyeri pada pasien post operasi fraktur di ruang Irnina BLU
RSUP Prof Dr. R.D. Kandou Manado, Penelitian analitik dengan pendekatan
Quasi experiment populasi sebanyak 20 orang. Sampel, pengambilan sampel 20
orang dengan tehnik Accidental Sampling dengan Uji Paire Sampel t-test
menggunakan program SPSS. Hasil penelitian menunjukan ada pengaruh teknik
relaksasi terhadap intensitas nyeri pada pasien post operasi dengan hasil analisis
diperoleh nilai p = 0,000 (p<0,05).
Penelitian Wiwiek Widiantie, 2015 dengan judul pengaruh teknik relaksasi
nafas dalam terhadap penurunan intensitas nyeri pada ibu postseksio sesarea di
Rumah Sakit Unipdu Medika Jombang, Desain penelitian yang digunakan adalah
pra eksperiment dengan pendekatan one group pra post tes desain. Responden
penelitian ini berjumlah 10 responden yang diambil dengan teknik Consecutive
Sampling. pra eksperimen terhadap 10 pasien dan diolah menggunakan uji
Wilcoxon dengan tingkat kemaknaan p <0,05. Hasil penelitian menunjukan
p=0,003 sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh antara teknik relaksasi
nafas dalam terhadap penurunan intensitas nyeri pada ibu post seksio sesarea di
Rumah Sakit Unipdu Medika Jombang.
Penelitian ini ingin mengetahui efek relaksasi nafas dalam terhadap nyeri
dengan mengukur zat mediator nyeri (bradikinin) dan tanda-tanda vital pasien
5

pada pasien post operasi fraktur. Pengukuran kadar bradikinin dimaksudkan


mewakili adaptasi regulator tubuh terhadap trauma inflamasi.
Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Cianjur (RSUD) Kabupaten Cianjur
adalah satu-satunya rumah sakit pemerintah yang berada di Kabupaten Cianjur
yang merupakan BLUD kelas C pendidikan, Rumah Sakit Umum Daerah Sayang
Kabupaten Cianjur merupakan salah satu rumah sakit yang berperan aktif menjaga
kualitas pelayanannya sendiri dan termasuk juga kedalam pelayanan pasien post
operasi yang khususnya berada di ruang perawatan bedah.
Berdasarkan data yang di atas pada tahun 2014 jumlah pasien yang menjalani
tindakan post oprasi kasus yang paling tinggi tindakan oprasi STT sebanyak 190
orang, dan sebagian kecil kasus tindakan oprasi ilius obstruksi sebanyak 17 orang.
Pada tahun 2017 jumlah kasus tindakan oprasi sebagian besar STT sebanyak 159
orang dan sebagian kecil tindakan oprasi ilius obstruksi sebanyak 27 orang dan
data pasien post oprasi di ruang anggur RSUD Sayang Cianjur dari bulan Mei –
Juni pada tahun 2018, sebagian besar jumlah pasien post oprasi perbulan sebanyak
73 orang, dan sebagian kecil pasien post oprasi di ruang anggur sebanyak 59
orang.

1.2 Identifikasi Masalah


Setelah melakukan stadi pendahuluan dengan cara wawancara dari 5 orang
pasien post operasi tentang tingkat nyeri pada pasien post operasi 5 diantaranya
nyeri, post operasi merasakan trauma setelah di lakukan tindakan operasi karena
kurangnya pengetahuan tentang post operasi, gangguan mobilisasi, terjadinya
gangguan pola istirahat dan tidur 3 – 5 jam, gangguan rasa nyeri sehingga
menimbulkan tanda-tanda vital menigkat. Penurunan berat badan karna status
nutrisi kurang dari kebutuhan karena pasien yang sudah melakukan tindakan
oprasi tidak tahu cara mengatasi nyeri setelah dilakukan tindakan oprasi. Nyeri
post oprasi menurun setelah pemberian obat dari perawat tetapi pemberian obat
cuma sebentar bisa menurunkan rasa nyeri post oprasi.
Nyeri paska bedah masih merupakan masalah utama bagi penderita karena
setelah obat anestesi hilang efeknya, penderita akan merasakan sakit. Nyeri
6

bersifat subjektif, dimana derajat dan kualitas nyeri yang ditimbulkan oleh suatu
rangsang yang sama akan berbeda antara satu penderita dengan penderita lainnya.
Kurangnya perhatian, pengetahuan dan keterampilan tenaga medik merupakan
hambatan utama didalam pengelolaan nyeri yang tepat paska pembedahan, dosis
analgetik sering tidak tepat dan masih ditambah lagi dengan rasa ketakutan
terjadinya depresi pernafasan pada pemberian analgetik.
Berdasarkan uraian yang telah dijabarkan di atas peneliti tertarik untuk
melakukan suatu penelitian dengan judul “Pengaruh relaksasi nafas dalam
terhadap penurunan intensitas nyeri post oprasi di ruang anggur RSUD Sayang
Kabupaten Cianjur”.

1.3 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka rumusan
masalah penelitian ini adalah: Adakah Pengarauh relaksasi nafas dalam terhadap
penurunan intensitas nyeri post oprasi di ruang anggur RSUD Sayang Kabupaten
Cianjur?

1.4 TujuanPenelitian
1.4.1 TujuanUmum
Tujuan umum peneliti ini adalah untuk mengetahui adakah Pengaruh
Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Post Oprasi Di
Ruang anggur RSUD Sayang Kabupaten Cianjur.

1.4.2 TujuanKhusus
Tujuan khusus dari peneliti ini meliputi:
1. Mengidentifikasi tingkat nyeri pada pasien post operasi bedah sedang
sebelum dilakukan tehnik relaksasi napas dalam diruang Anggur RSUD
Sayang Cianjur.
2. Mengidentifikasi tingkat nyeri pada pasien post operasi bedah sedang
sesudah dilakukan tehnik relaksasi napas dalam di ruang Anggur RSUD
Sayang Cianjur
7

3. Menganalisis perbedaan tingkat nyeri apada pasien post operasi bedah


sedang sebelum dan sesudah dilakukan tindakan teknik relaksasi nafas
dalamdiruang anggur RSUD Sayang Cianjur.

1.5 Hipotesis Penelitian


Hipotesis adalah pernyataan awal peneliti mengenai hubungan antara
variabel yang merupakan jawaban peneliti tentang kemungkinan hasil penelitian
(Dharma, 2011).Adapun hasil hipotesis penelitian adalah terdapat pengaruh teknis
relaksasi napas dalam terhadap penurunan tingkat nyeri pada pasien post operasi
di ruang Anggur RSUD Sayang Cianjur.

1.6 Manfaat Penelitian


1.6.1 Manfaat Teoritis
1. Manfaat Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan menambah wawasan dan
pengetahuan tentang Pengarauh relaksasi nafas dalam terhadap
penurunan intensitas nyeri post oprasi di ruang anggur RSUD Sayang
Cianjur.
2. Manfaat Bagi Institusi pendidikan
a. Dapat dijadikan data dasar dalam memberikan informasi terbaru
mengenai nyeri dengan cara pemberian terapi relaksasi nafas dalam
pada pasien post operasi.
b. Dapat menambah studi kepustakaan tentang relaksasi nafas dalam dan
penurunan intensitasnyeri post operasi

1.6.2 Manfaat Praktik


1. Manfaat Bagi Lahan Praktik Keperawatan
Dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam menentukan strategi
untuk menentukan kebijakan rumah sakit dalam rangka menurunkan
nyeri dengan cara relaksasi nafas dalam pada pasien post operasi.
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Kerangka Teori


2.1.1 Konsep Teknik Relaksasi
1. Teknik Relaksasi Nafas Dalam
a. Definisi
Teknik relaksasi nafas dalam merupakan suatu bentuk asuhan
keperawatan, yang dalam hal ini perawat mengajarkan kepada klien
bagaimana cara melakukan nafas dalam, nafas lambat (menahan
inspirasi secara maksimal) dan bagaimana menghembuskan nafas
secara perlahan. Selain dapat menurunkan intensitas nyeri, teknik
relaksasi nafas dalam juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan
meningkatkan oksigenasi darah (Smeltzer dan Bare, 2009).

b. Tujuan dan Manfaat Teknik Relaksasi Nafas Dalam


Menurut National Safety Council (2009), bahwa teknik relaksasi
nafas dalam saat ini masih menjadi metode relaksasi yang termudah.
Metode ini mudah dilakukan karena pernafasan itu sendiri merupakan
tindakan yang dapat dilakukan secara normal.
Sementara Smeltzer dan Bare (2008) menyatakan bahwa tujuan
dari teknik relaksasi nafas dalam adalah untuk meningkatkan ventilasi
alveoli, memelihara pertukaran gas, mencegah atelektasi paru,
meningkatkan efisiensi batuk mengurangi stress baik stress fisik
maupun emosional yaitu menurunkan intensitas nyeri dan
menurunkan kecemasan. Sedangkan manfaat yang dapat dirasakan
oleh klien setelah melakukan teknik relaksasi nafas dalam adalah
dapat menghilangkan nyeri, ketenteraman hati, dan berkurangnya rasa
cemas.

c. Patofisiologi Teknik Relaksasi Nafas Dalam terhadap Penurunan


Nyeri

Bagan 2.1
Patofisiologi Teknik Relaksasi Nafas Dalam

8
9

terhadap Penurunan Nyeri

PEMBEDAHAN

Teknik Rasa nyeri post ↑Hormone


relaksasi nafas oprasi adrenalin
dalam

Meningkatkan Memberikan
konsentrasi rasa tenang
↑Oksigen
dalam dalah
Memepermudah Mengurangi
mengatur pernafasan Sumber: prasetyo 2009
detak jantung
d. Prosedur Teknik Relaksasi Nafas Dalam
Bentuk pernafasan yang digunakan pada prosedur ini adalah
Nyeri ↓ Tekanan
pernafasan diafragma yang mengacu pada pendataran kubah bagian
darah
atas sejalan dengan desakan udara masuk selama inspirasi (Priharjo,
2010).
Lebih lanjut Priharjo (2010) menyatakan bahwa adapun
langkah-langkah teknik relaksasi nafas dalam adalah sebagai berikut:
1) Usahakan rileks dan tenang.
Menarik nafas yang dalam melalui hidung dengan hitungan 1,2,3,
kemudian tahan sekitar 5-10 detik.
2) Hembuskan nafas melalui mulut secara perlahan-lahan.
Menarik nafas lagi melalui hidung dan menghembuskannya lagi
melalui mulut secara perlahan-lahan.
3) Anjurkan untuk mengulangi prosedur hingga nyeri terasa
berkurang.
4) Ulangi sampai 15 kali, dengan selingi istirahat singkat setiap 5 kali.

e. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Teknik Relaksasi Nafas Dalam


terhadap Penurunan Nyeri.
Teknikrelaksasi nafas dalam dipercaya dapat menurunkan intensitas
nyeri melalui mekanisme yaitu (Smeltzer dan Bare, 2009):
10

1) Dengan merelaksasikan otot-otot skelet yang mengalami spasme


yang disebabkan oleh peningkatan prostaglandin sehingga terjadi
vasodilatasi pembuluh darah dan akan meningkatkan aliran darah
ke daerah yang mengalami spasme dan iskemik.
2) Teknik relaksasi nafas dalam dipercayai mampu merangsang tubuh
untuk melepaskan opioid endogen yaitu endorphin dan enkefalin.
Pernyataan lain menyatakan bahwa penurunan nyeri oleh teknik
relaksasi nafas dalam disebabkan ketika seseorang melakukan relaksasi
nafas dalam untuk mengendalikan nyeri yang dirasakan, maka tubuh
akan meningkatkan komponen saraf parasimpatik secara stimulan, maka
ini menyebabkan terjadinya penurunan kadar hormon kortisol dan
adrenalin dalam tubuh yang mempengaruhi tingkat stress seseorang
sehingga dapat meningkatkan konsentrasi dan membuat klien merasa
tenang untuk mengatur ritme pernafasan menjadi teratur. Hal ini akan
mendorong terjadinya peningkatan kadar PaCO2 dan akan menurunkan
kadar pH sehingga terjadi peningkatan kadar oksigen (O2) dalam darah
(Handerson, 2010).
2. Teknik Distraksi
a. Definisi
Distraksi adalah mengalihkan perhatian klien ke hal yang lain
sehingga dapat menurunkan kewaspadaan terhadap nyeri, bahkan
meningkatkan toleransi terhadap nyeri (Prasetyo, 2010).
b. Tujuan dan Manfaat Teknik Distraksi
Tujuan penggunaan teknik distraksi dalam intervensi
keperawatan adalah untuk pengalihan atau menjauhkan perhatian
klien terhadap sesuatu yang sedang dihadapi, misalnya rasa nyeri.
Sedangkan manfaat dari penggunaan teknik ini, yaitu agar seseorang
yang menerima teknik ini merasa lebih nyaman, santai, dan merasa
berada pada situasi yang lebih menyenangkan (Widyastuti, 2010).
c. Prosedur Teknik Distraksi
Prosedur teknik distraksi berdasarkan jenisnya, antara lain:
1) Distraksi visual
Melihat pertandingan, menonton televisi, membaca koran,
melihat pemandangan, dan gambar (Prasetyo, 2010).
2) Distraksi pendengaran
11

Mendengarkan musik yang disukai, suara burung, atau


gemercik air. Klien dianjurkan untuk memilih musik yang disukai
dan musik yang tenang, seperti musik klasik. Klien diminta untuk
berkosentrasi pada lirik dan irama lagu. Klien juga diperbolehkan
untuk menggerakkan tubuh mengikuti irama lagu, seperti
bergoyang, mengetukkan jari atau kaki (Tamsuri, 2010).
3) Distraksi pernafasan
Cara pertama, yaitu bernafas ritmik. Anjurkan klien untuk
memandang fokus pada satu objek atau memejamkan mata, lalu
lakukan inhalasi perlahan melalui hidung dengan hitungan satu
sampai empat (dalam hati), kemudian menghembuskan nafas
melalui mulut secara perlahan dengan menghitung satu sampai
empat (dalam hati). Anjurkan klien untuk berkosentrasi pada
sensasi pernafasan dan terhadap gambar yang memberi
ketenangan, lanjutkan teknik ini hingga terbentuk pola pernafasan
ritmik. Cara kedua, yaitu bernafas ritmik dan massase,
instruksikan klien untuk melakukan pernafasan ritmik dan pada
saat yang bersamaan lakukan massase pada bagaian tubuh yang
mengalami nyeri dengan melakukan pijatan atau gerakan
memutar di area nyeri (Widyastuti, 2010).
4) Distraksi intelektual
Distraksi intelektual dapat dilakukan dengan mengisi teka-
teki silang, bermain kartu, melakukan kegemaran (ditempat tidur),
seperti mengumpulkan perangko atau menulis cerita. Pada anak-
anak dapat pula digunakan teknik menghitung benda atau barang
yang ada di sekeliling.
5) Teknik sentuhan
Distraksi dengan memberikan sentuhan pada lengan,
mengusap, atau menepuk-nepuk tubuh klien. Teknik sentuhan
dapat dilakukan sebagai tindakan pengalihan atau distraksi.
Tindakan ini dapat mengaktifkan saraf lainnya untuk menerima
respons atau teknik gateway control. Teknik ini memungkinkan
impuls yang berasaldari saraf yang menerima input sakit atau
12

nyeri tidak sampai ke medula spinalis sehingga otak tidak


menangkap respons sakit atau nyeri tersebut. Impuls yang berasal
dari input saraf nyeri tersebut diblok oleh input dari saraf yang
menerima rangsang sentuhan karena saraf yang menerima
sentuhan lebih besar dari saraf nyeri. (Widyastuti, 2010).

3. Imajinasi Terbimbing
a. Definisi
Imajinasi terbimbing adalah sebuah teknik relaksasi yang
bertujuan untuk mengurangi stress dan meningkatkan perasaan tenang
dan damai. Imajinasi terbimbing atau imajinasi mental merupakan
suatu teknik untuk mengkaji kekuatan pikiran saat sadar maupun tidak
sadar untuk menciptakan bayangan gambar yang membawa
ketenangan dan keheningan (National Safety Council, 2009).
b. Manfaat Imajinasi Terbimbing
Imajinasi terbimbing merupakan salah satu jenis dari teknik
relaksasi sehingga manfaat dari teknik ini pada umumnya sama
dengan manfaat dari teknik relaksasi yang lain. Teknik ini dapat
mengurangi nyeri, mempercepat penyembuhan dan membantu tubuh
mengurangi berbagai macam penyakit seperti depresi, alergi dan asma
(Holistic-online, 2008).
Dalam imajinasi terbimbing klien menciptakan kesan dalam
pikiran, berkonsentrasi pada kesan tersebut, sehingga secara bertahap
mampu mengurangi ketegangan dan nyeri (Potter dan Perry, 2010).
c. Dasar Imajinasi Terbimbing
Imajinasi merupakan bahasa yang digunakan oleh otak untuk
berkomunikasi dengan tubuh. Segala sesuatu yang kita lakukan akan
diproses oleh tubuh melalui bayangan. Imajinasi terbentuk melalui
rangasangan yang diterima oleh berbagai indera seperti gambar,
aroma, rasa, suara dan sentuhan (Holistic-online, 2006). Respon
tersebut timbul karena otak tidak mengetahui perbedaan antara
bayangan dan aktifitas nyata (Tusek, 2000 yang dikutip dalam
anonim, 2008).
d. Proses Asosiasi Imajinasi
13

Imajinasi terbimbing merupakan suatu teknik yang menuntut


seseorang untuk membentuk sebuah bayangan/imajinasi tentang hal-
hal yang disukai. Imajinasi yang terbentuk tersebut akan diterima
sebagai rangsang oleh berbagai indra, kemudian rangsangan tersebut
akan dijalankan ke batang otak menuju sensor thalamus. Ditalamus
rangsang diformat sesuai dengan bahasa otak, sebagian kecil
rangsangan itu ditransmisikan ke amigdala dan hipokampus sekitarnya
dan sebagian besar lagi dikirim ke korteks serebri, dikorteks serebri
terjadi proses asosiasi pengindraan dimana rangsangan dianalisis,
dipahami dan disusun menjadi sesuatu yang nyata sehingga otak
mengenali objek dan arti kehadiran tersebut. Hipokampus berperan
sebagai penentu sinyal sensorik dianggap penting atau tidak sehingga
jika hipokampus memutuskan sinyal yang masuk adalah penting maka
sinyal tersebut akan disimpan sebagai ingatan. Hal-hal yang disukai
dianggap sebagai sinyal penting oleh hipokampus sehingga diproses
menjadi memori. Ketika terdapat rangsangan berupa bayangan tentang
hal-hal yang disukai tersebut, memori yang telah tersimpan akan
muncul kembali dan menimbulkan suatu persepsi dari pengalaman
sensasi yang sebenarnya, walaupun pengaruh/akibat yang timbul
hanyalah suatu memori dari suatu sensasi (Guyton dan Hall, 2008).

e. Macam-Macam Teknik Imajinasi terbimbing


Berdasarkan pada penggunaannya terdapat beberapa macam
teknik imajinasi terbimbing (Holistic-Online, 2009):
1) Guided Walking Imagery
Pada teknik ini pasien dianjurkan untuk mengimajinasikan
pemandangan standar seperti padang rumput, pegunungan, pantai
dll. kemudian imajinasi pasien dikaji untuk mengetahui sumber
konflik.
2) Autogenic Abeaction
Dalam teknik ini pasien diminta untuk memilih sebuah
perilaku negatif yang ada dalam pikirannya kemudian pasien
14

mengungkapkan secara verbal tanpa batasan. Bila berhasil akan


tampak perubahan dalam hal emosional dan raut muka pasien.
3) Covert sensitization
Teknik ini berdasar pada paradigma reinforcement yang
menyimpulkan bahwa proses imajinasi dapat dimodifikasi
berdasarkan pada prinsip yang sama dalam modifikasi perilaku.

4) Covert Behaviour Rehearsal


Teknik ini mengajak seseorang untuk mengimajinasikan
perilaku koping yang dia inginkan.

4. Teori Gate Control


Menurut Prasetyo (2010) Teori Gate Control menyatakan bahwa
nyeri dan persepsi nyeri dipengaruhi oleh 2 sistem, yaitu:
a. Substansi gelatinosa pada dorsal horn di medula spinalis.
b. Sistem yang berfungsi sebagai inhibitor (penghambat) yang terdapat
pada batang otak.
Serabut A delta berdiameter kecil membawa impuls nyeri cepat
sedangkan serabut C membawa impuls nyeri lambat. Sebagai tambahan
bahwa serabut A-beta yang berdiameter lebar membawa impuls yang
dihasilkan oleh stimulus sentuhan. Didalam substansi gelatinosa impuls
ini akan bertemu dengan suatu gerbang yang membuka dan menutup
berdasarkan prinsip siapa yang lebih mendominasi, serabut taktil A-Beta
ataukah serabut nyeri yang berdiameter kecil. Apabila impuls yang
dibawa serabut nyeri yang berdiameter kecil melebihi impuls yaang
dibawa oleh serabut taktil A-Beta maka gerbang akan terbuka sehingga
perjalanan impuls nyeri tidak terhalangi sehingga impuls akan sampai ke
otak. Sebaliknya, apabila impuls yang dibawa serabut taktil lebih
mendominasi, gerbang akan menutup sehingga impuls nyeri akan
terhalangi. Alasan inilah yang mendasari mengapa dengan masase dapat
mengurangi durasi dan intensitas nyeri (Prasetyo, 2010).

2.1.2 Nyeri
1. Pengertian Nyeri
Nyeri adalah Pengalaman Sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual dam
15

potensial.nyeri sangat mengganggu dan menyulitkan lebih banyak orang


– orang di banding suatu penyakit manapun. (Brunner dan Suddarth,
2010).
Nyeri dapat dibedakan menjadi nyeri akut dan nyeri kronik, nyeri
akut biasanya berlangsung secara singkat misalnya nyeri patah tulang
atau nyeri pada pembedahan abdomen. Pasien yang mengalami nyeri
akut biasanya menunjukkan gejala – gejala antara lain: respirasi
meningkat, kecepatan jantung dan tekanan darah meningkat dan kalor.
Respon sesorang terhadap nyeri bervariasi, ada yang sakit, nyeri kronik
berkembang lebih lambat dan terjadi dalam waktu lebih lama dan pasien
sulit mengingat sejak kapan pasien mulai merasakan. (Priharjo R, 2009).
Nyeri juga dapat dikatakan sebagai nyeri somatogenik atau
psikogenik.nyeri somatogenik merupakan nyeri secara fisik, sedangkan
nyeri psikogenik merupakan nyeri psikis atau mental (Priharjo R, 2008).
Nyeri terjadi bersamaan dengan terjadinya proses penyakit atau
bersamaan dengan beberapa pemeriksaan diagnostik atau pengobatannya.
Nyeri sangat mengganggu dan menyulitkan lebih banyak orang dari pada
penyakit apapun (Brunner & Suddarth, 2010).

2. Penyebab Nyeri
Penyebab nyeri dapat diklasifikasikan ke dalam dua golongan yaitu
penyebab yang berhubungan dengan fisik dan berhubungan denga psikis.
Secara fisik misalnya, penyebab nyeri adalah trauma (baik trauma
mekanik, termis,kimiawi, maupun elektrik), neoplasma, peradangan,
gangguan sirkulasi darah, dan lain – lain. Sedangkan secara psikis,
penyebab nyeri terjadi oleh karena adanya trauma psikologis.

3. Klasifikasi Nyeri
Nyeri dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa golongan
berdasarkan pada tempat, sifat, berat ringannya nyeri, dan waktu
serangannya.

a. Nyeri Berdasarkan Tempatnya


1) Pheriperal pain
16

Pheriperal painadalah nyeri yang terasa pada permukaan


tubuh. Nyeri ini termasuk nyeri pada kulit dan permukaan kulit.
Stimulus yang efektif untuk menimbulkan nyeri di kulit dapat
berupa rangsangan mekanis, suhu, kimiawi, atau listrik.
2) Deep pain
Deep pain adalah yang terasa pada permukaan tubuh yang
lebih dalam (nyeri somatik) atau pada organ tubuh visceral (nyeri
visceral) (Asmadi, 2008). Nyeri somatik mengacu pada nyeri
yang berasal dari otot, tendon, ligamentum, tulang, sendi, dan
arteri. (Tamsuri Anas ,2009). Demikian juga pada nyeri Viseral
adalah Nyeri yang disebabkan oleh kerusakan organ internal.
Nyeri yang timbul bersifat difus dan durasinya cukup
lama.Sensasi yang timbul biasanya tumpul.(Tamsuri Anas , 2009)
3) Refered pain
Reffered painadalah nyeri dalam yang disebabkan karena
penyakit organ/struktur dalam tubuh yang ditransmisikan ke
bagian tubuh di daerah yang berbeda, bukan dari daerah asal
nyeri. Misalnya, nyeri pada lengan kiri atau rahang berkaitan
dengan iskemia jantung atau serangan jantung (Asmadi, 2010).
4) Central pain
Central painadalah nyeri yang terjadi karena perangsangan pada
sistem saraf pusat, spinal cord, batang otak, talamus, dan lain-
lain (Asmadi, 2010)

b. Nyeri Berdasarkan Sifat


1) Incidental Pain
Incidental painadalah yaitu nyeri yang timbul sewaktu-waktu
lalu menghilang. Incidental ini terjadi pada pasien yang
mengalami nyeri kanker tulang
2) Steady Pain
Steady painadalah nyeri yang timbul dan menetap serta
dirasakan dalam waktu yang lama. Pada distensi renal kapsul dan
iskemik ginjal akut merupakan salah satu jenis steady pain.
Tingkatan nyeri yang konstan pada obstruksi dan distensi
3) Proximal Pain
17

Proximal painadalah nyeri yang dirasakan berintensitas


tinggi dan kuat sekali. Nyeri tersebut biasanya menetap ±10-15
menit, lalu menghilang, kemudian timbul lagi. (Asmadi, 2010).

c. Nyeri Berdasarkan Ringan Beratnya


1) Nyeri Ringan
Nyeri ringan adalah nyeri yang timbul dengan intensitas
yang ringan. Pada nyeri ringan biasanya pasien secara obyektif
dapat berkomunikasi dengan baik
2) Nyeri Sedang
Nyeri sedang adalah nyeri yang timbul dengan intensitas
yang sedang. Pada nyeri sedang secara obyektif pasien mendesis,
menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri dapat
mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik
3) Nyeri Berat
Nyeri berat adalah nyeri yang timbul dengan intensitas yang
berat. Pada nyeri berat secara obyektif pasien terkadang tidak
dapat mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan,
dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya,
tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang (Asmadi,
2010)

d. Nyeri Berdasarkan Waktu Serangan


1) Nyeri Akut
Nyeri akut merupakan nyeri yang mereda setelah intervensi
atau penyembuhan. Awitan nyeri akut biasanya mendadak dan
berkaitan dengan masalah spesifik yang memicu individu untuk
segera bertindak menghilangkan nyeri. Nyeri berlangsung singkat
(kurang dari 6 bulan) dan menghilang apabila faktor internal dan
eksternal yang merangsang reseptor nyeri dihilangkan. Durasi
nyeri akut berkaitan dengan faktor penyebabnya dan umumnya
dapat diperkirakan
18

Cedera atau penyakit yang menyebabkan nyeri akut dapat


sembuh secara spontan atau dengan pengobatan. Sebagai contoh,
jari yang tertusuk biasanya sembuh dengan cepat. Pada kasus
yang lebih berat seperti fraktur ekstremitas, pengobatan
dibutuhkan untuk menurunkan nyeri sejalan dengan
penyembuhan tulang (Brunner & Suddarth, 2009).
2) Nyeri Kronis
Nyeri kronis, yaitu nyeri yang dirasakan lebih dari enam
bulan. Nyeri kronis ini polanya beragam dan berkangsung
berbulan – bulan bahkan bertahun – tahun. Ragam pola tersebut
ada nyeri lalu timbul dengan periode yang diselingi interval bebas
dari nyeri lalu timbul kembali lagi nyeri, begitu seterusnya.
Adapula pola nyeri kronis yang konstan, artinya rasa nyeri
tersebut terus – menerus terasa makin lama semakin meningkat
intensitasnya walaupun telah diberikan pengobatan. Misalnya,
pada nyeri karena neoplasma. (Asmadi,2010)
Menurut smeltzer, S.C bare B.G (2009) adalah sebagai
berikut:
SKALA KETERANGAN
1. Angka 0 = tidak nyeri
2. Angka 1 dan 2 = nyeri ringan
3. Angka 3 dan 4 = nyeri mengganggu
4. Angka 5 dan 6 = nyeri menyusahkan
5. Angka 7 dan 8 = nyeri hebat
6. Angka 9 dan 10 = nyeri sangat hebat
(Menurut smeltzer, S.C bare B.G (2009)

Tipe Nyeri
SKALA KETERANGAN
10 Tipenyerisangatberat.
7-9 Tipenyeriberat.
4.6 Tipenyerisedang.
1-3 Tipenyeriringan.

4. Teori Nyeri
Terdapat berbagai teori yang berusaha menggambarkan bagaimana
nosiceptor dapat menghasilkan rangsangan nyeri. Sampai saat ini dikenal
19

berbagai teori yang mencoba menjelaskan bagaimana nyeri dapat timbul,


namun teori gerbang kendali nyeri dianggap paling relevan.
a. The Specificity Theory (Teori spesifik)
Otak menerima informasi mengenai objek eksternal dan struktur
tubuh melalui saraf sensori. Saraf sensori untuk setiap indera perasa
bersifat spesifik. Artinya, saraf sensori dingin hanya dapat
dirangsang oleh sensasi dingin, bukan oleh panas. Begitu pula
dengan saraf sensori lainnya.
Ada dua tipe serabut saraf yang menghantarkan stimulus nyeri
yaitu serabut saraf tipe delta A dan sreabut saraf tipe C. Menurut
teori spesifik ini timbulnya sensasi nyeri berhubungan dengan
pengaktifan ujung – ujung serabut saraf bebas oleh perubahan
mekanik, rangsangan kimia, atau temperatur yang berlebihan.
Persepsi nyeri yang dibawa oleh serabut saraf nyeri diproyeksikan
oleh spinotalamik ke spesifik pusat nyeri ditalamus.
b. The Intencity Theory (Teori Intensitas)
Nyeri adalah hasil rangsangan yang berlebihan pada reseptor.
Setiap rangsangan sensori punya potensi untuk menimbulkan nyeri
jika intensitasnya cukup kuat.
c. The Gate Control Theory (Teori Terkontrol Pintu)
Teori ini menjelaskanmekanisme transmisi nyeri. Kegiatannya
bergantung pada aktivitas serat saraf aferen berdiameter besar atau
kecil yang dapat memengaruhi sel saraf di substansia gelatinosa.
Aktivitas serat yang berdiameter besar menghambat transmisi yang
artinya “ pintu ditutup “, sedangkan serat saraf yang berdiameter
kecil mempermudah transmisi yang artinya “ pintu dibuka “
(Asmadi, 2010)

5. Mengkaji Persepsi Nyeri


Menurut Brunner dan Suddarth (2009), alat – alat pengkajian nyeri
dapat digunakan untuk mengkaji persepsi nyeri seseorang. Agar alat –
alat pengkajian nyeri dapat bermanfaat, alat tersebut harus memenuhi
kriteria berikut : 1). Mudah dimengerti dan digunakan, 2). Memerlukan
sedikit upaya dengan pihak pasien, 3). Mudah dinilai, 4). Sensitif
20

terhadap perubahan kecil dalam intensitas nyeri. Alat – alat pengkajian


nyeri dapat digunakan untuk mendokumentasikan kebutuhan. Untuk
mengevaluasi efektivitas intervensi dan untuk mengidentifikasi
kebutuhan akan alternatife dan tambahan jika intervensi sebelumnya
tidak efektif dalam meredakan nyeri individu.
a. Intensitas Nyeri
Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri
dirasakan oleh individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif
dan individual dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama
dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran
nyeri dengan pendekatan objektif yang paling mungkin adalah
menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri.
(Tamsuri Anas , 2009)
Menurut Smeltser, S C bare B.G (2009) adalah sebagai berikut;
1) Skala Intensitas Nyeri deskriptif
2) Skala Identitas nyeri Numeric
3) Skala Analog Visual
4) Skala Wajah Wong dan Barker
Skala deskriptif merupakan alat pengukuran tingkat keparahan
nyeri yang lebih objektif. Skala pendeskripsian verbal, merupakan
sebuah garis yang terdiri dari tga sampai lima kata pendeskripsi yang
tersusun dengan jarak yang sama disepanjang garis. Pendeskripsi ini
diranking dari “ tidak terasa nyeri “ sampai “ nyeri yang tidak
tertahankan “. Perawat menunjukkan klien skala tersebut dan meminta
klien untuk memilih intensitas nyeri terbaru yang ia rasakan. Perawat
juga menanyakan seberapa jauh nyeri terasa paling menyakitkan dan
seberapa jauh nyeri terasa paling tidak menyakitkan.
Skala analog Visual (Visual analog scala, SAV) tidak melebel
subsidi. VAS merupakan suatu garis lurus yang mewakili intensitas
nyeri terus menerus dan mendiskripsi verbal pada setiap ujungnya.
Skala ini memberi klien kebebasan penuh untuk mengidentifikasi
keparahan nyeri. VAS dapat merupakan pengukuran keparahan nyeri
yang lebih sensitif karena klien dapat mengidentifikasi setiap titik
21

pada rangkaian daripada memilih satu kata atau satu angka.(Perry dan
Potter, 2009)

b. Karakteristik Nyeri
Nyeri sukar digambarkan, saat pasien mengeluh nyeri,
dengarkan (lakukan sesuatu) karena nyerinya adalah apa yang ia
rasakan meskipun ia mungkin kesulitan menggambarkannya.
Observasi objektif yang bisa ditemui yakni (Brunner dan suddarth,
2009)
1) Kulit menjadi pucat, dingin dan lembab saat nyeri hebat dan lama
2) Ekspresi wajah kening mengernyit, mulut dan gigi terkatup rapat,
pasien mungkin meringis.
3) Mata tertutup rapat atau terbuka, pupil mungkin dilatasi
4) Nadi mungkin meningkat atau menurun dengan beragam
intensitas
5) Perspirasi, frekwensinya menigkat dan berubah karakternya.

6. Strategi Penatalaksanaan Nyeri


Strategi penatalaksanaan nyeri mencakup baik pendekatan
farmakologis dan Non Farmakologis. Pendekatan ini seleksi berdasarkan
pada kebutuhan dan tujuan pasien secara individu. Semua intervensi akan
sangat berhasil bila dilakukan sebelum nyeri menjadi lebih parah, dan
keberhasilan terbesar sering dicapai jika beberapa intervensi diterapkan
secara simultan. (Burnner dan Suddarth,2010)
Tujuan umum dari suatu pengelolahan nyeri pasca bedah adalah
selain untuk memberi kenyamanan (Tanpa nyeri = pain free)terhadap
penderita juga untuk mencegah terjadinya respon stress (stres free) guna
mencegah terjadinya komplikasi yang pada gilirannya dapat
mempercepat penyembuhan, memendekan waktu hospitalisasi dan
menekan biaya.(Kehelt H 2007 ; Husni Tanra,2009).
a. Tindakan Farmakologis
Menurut Perry & Potter (2009) Umumnya nyeri direduksi dengan
cara pemberian terapi farmakologi. Nyeri ditanggulangi dengan cara
memblokade transmisi stimulant nyeri agar terjadi perubahan persepsi
dan dengan mengurangi respon kortikal terhadapnyeri
Adapun obat yang digunakan untuk terapi nyeri adalah :
22

1) AnalgesikNarkotik
Opiat merupakan obat yang paling umum digunakan untuk
mengatasi nyeri pada klien, untuk nyeri sedang hingga nyeri yang
sangat berat. Pengaruhnya sangat bervariasi tergantung fisiologi
klien itu sendiri. Klien yang sangat muda dan sangat tua adalah
yang sensitive terhadap pemberian analgesic ini dan hanya
memerlukan dosisi yang sangat rendah untuk meringankan nyer.
Narkotik dapat menurunkan tekanan darah dan menimbilkan
depresi pada fungsi – fungsi vital lainya, termasuk depresi
respiratori, bradikardi dan mengantuk. Sebagian dari reaksi ini
menguntungkan contoh : hemoragi, sedikit penurunan tekanan
darah sangan dibutuhkan. Namun pada pasien hipotensi akan
menimbulkan syok akibat dosis yang berlebihan.
2) Non-Narkotik
NSAID non-narkotik umumnya menghilangkan nyeri ringan
dan nyeri sedang, seperti nyeri yang terkait dengan artritis
reumatoid, prosedur pengobatan gigi dan prosedur bedah minor,
episiotomi, dan masalah pada punggung bagian bawah. Satu
pengecualian yaitu ketorolak (Toradol), merupakan agens
analgesik utama yang diinjeksikan yang kemanjurannya dapat di
bandingkan dengan morfin.
3) Obat – obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID)
Obat – obat nonsteroid antiinflamasi bekerja terutama
terhadap penghambatan sintesa prostaglandin. Pada dosis rendah
obat – obat ini bersifat analgesic. Pada dosis tinggi, obat obat ini
bersifat antiinflamatori sebagai tambahan dari khasiat analgesik.
Prinsip kerja obat ini adalah untuk mengendalikan nyeri sedang
dari dismenorea, arthritis dan gangguan musculoskeletal yang
lain, nyeri postoperative dan migraine. NSAID digunakan untuk
menyembuhkan nyeri ringan sampai sedang.

b. Tindakan Non Farmakologis


23

Menurut Tamsuri Anas (2010), selain tindakan farmakologis


untuk menanggulangi nyeri ada pula tindakan nonfarmakologis untuk
mengatasi nyeri terdiri dari beberapa tindakan yakni :
1) Stimulasi kulit
Stimulasi kulit dapat di gunakan dengan cara pemberian
kompres dingin, kompres hangat, balsam, analgesic, dan stimulasi
kontrakateral. Pemberian kompres hangat dan dingin local
bersifat terapeutik. Sebelum penggunaan terapi tersebut, perawat
harus memahami respon tubuh terhadap variasi temperatur dan
menjamin jalannya tindakan dengan baik.
2) Stimulasi electric (TENS)
Cara kerja dari sistem ini masih belum jelas, salah satu
pemikiran adalah cara ini bisa melepaskan endorfin, sehingga bisa
memblok stimulasi nyeri. Bisa dilakukan dengan massase, mandi
air hangat, kompres dengan kantong es dan stimulasi saraf
elektrik transkutan (TENS/ transcutaneus electrical nerve
stimulation). TENS merupakan stimulasi pada kulit dengan
menggunakan arus listrik ringan yang dihantarkan melalui
elektroda luar.
3) Akupuntur
Akupuntur merupakan pengobatan yang sudah sejak lama
digunakan untuk mengobati nyeri. Jarum – jarum kecil yang
dimasukkan pada kulit, bertujuan menyentuh titik-titik tertentu,
tergantung pada lokasi nyeri, yang dapat memblok transmisi nyeri
ke otak.
4) Plasebo
Plasebo dalam bahasa latin berarti saya ingin menyenangkan
merupakan zat tanpa kegiatan farmakologik dalam bentuk yang
dikenal oleh klien sebagai “obat” seperti kaplet, kapsul, cairan
injeksi dan sebagainya.
5) Relaksasi
Relaksasi otot rangka dipercaya dapat menurunkan nyeri
dengan merelaksasikan keteganggan otot yang mendukung rasa
nyeri. Teknik relaksasi mungkin perlu diajarkan bebrapa kali agar
24

mencapai hasil optimal. Dengan relaksasi pasien dapat mengubah


persepsi terhadap nyeri.
6) Distraksi
Mengalihkan perhatian terhadap nyeri, efektif untuk nyeri
ringan sampai sedang. Distraksi visual (melihat TV atau
pertandingan bola), distraksi audio (mendengar musik), distraksi
sentuhan (massase, memegang mainan), distraksi intelektual
(merangkai puzzle, main catur).

7. Gambaran Umum Tentang nyeri


a. Teori Perpindahan Panas: Konduksi, Konveksi, Evaporasi dan
Radiasi
Konduksi ialah pemindahan panas yang dihasilkan dari kontak
langsung antara permukaan-permukaan benda. Konduksi terjadi hanya
dengan menyentuh atau menghubungkan permukaan-permukaan yang
mengandung panas. Setiap benda mempunyai konduktivitas termal
(kemampuan mengalirkan panas) tertentu yang akan mempengaruhi
panas yang dihantarkan dari sisi yang panas ke sisi yang lebih dingin.
Semakin tinggi nilai konduktivitas termal suatu benda, semakin cepat
ia mengalirkan panas yang diterima dari satu sisi ke sisi yang lain.
Konveksi adalah Pemindahan panas berdasarkan gerakan fluida
disebut konveksi. Dalam hal ini fluidanya adalah udara di dalam
ruangan.
Evaporasi (penguapan) adalah Dalam pemindahan panas yang
didasarkan pada evaporasi, sumber panas hanya dapat kehilangan
panas. Misalnya panas yang dihasilkan oleh tubuh manusia,
kelembaban dipermukaan kulit menguap ketika udara melintasi tubuh.
Radiasi ialah pemindahan panas atas dasar gelombang-
gelombang elektromagnetik. Misalnya tubuh manusia akan mendapat
panas pancaran dari setiap permukaan dari suhu yang lebih tinggi dan
ia akan kehilangan panas atau memancarkan panas kepada setiap
obyek atau permukaan yang lebih sejuk dari tubuh manusia itu. Panas
pancaran yang diperoleh atau hilang, tidak dipengaruhi oleh gerakan
udara, juga tidak oleh suhu udara antara permukaan-permukaan atau
25

obyek-obyek yang memancar, sehingga radiasi dapat terjadi di ruang


hampa.(Affandi Kusuma, 2009).

b. Tinjauan tentang kompres Dingin


Kompres dingin adalah memberi rasa dingin pada daerah
setempat dengan menggunakan alat kompres Cold Pack atau kain
yang di celupkan pada air biasa atau air es sehingga memberi efek
rasa dingin pada daerah tersebut. Tujuan diberikan kompres dingin
adalah menghilangkan rasa nyeri akibat trauma atau odema, mencegah
kongesti kepala, memperlambat denyut jantung, mempersempit
pembuluh darah dan mengurangi arus sarah local. Tempat yang di
berikan kompres dingin tergantung lokasinya. Selama pemberian
kompres, kulit klien di periksa setelah 5 menit pemberian, jika dapat
di toransi oleh kulit diberikan selama 20 meni (Istichomah, 2009).
Menurut Priharjo. R (2009) Prosedur kompres dingin adalah
sebagai berikut ;
1) Tujuan
Memasang suatu zat dengan suhu rendah pada tubuh untuk
tujuan terapeutik.
2) Peralatan
a) Kantong Es, kerah es, tas es, atau Pak es disposible
b) Kantong pelindung
c) Es, bila di perlukan
d) Termometer
Petunjuk
a) Dalam pelaksanaan kompres, ikutilah sesuai aturan RS atau
Prosedur buku panduan.
b) Kompres dingin dilakukan untuk mengurangi nyeri, dan atau
peradangan, mencegah edema, menurunkan suhu tubuh,
mengontrol perdarahan dengan meningkatkan vasokontriksi,
c) Sarung tangan yang di isi dengan Es dapat digunakan untuk
kompres dingin pada area tubuh yang kecil
d) Apabila menggunakan pak kompres disposible, ikuti
petunjuknya.
e) Pada pasien isolasi sebaiknya digunakan pak kompres
disposible
26

f) Kompres dingin tidak boleh diberikan pada area yang sudah


terjadi edema, karena efek vasokontriksi menurunkan
reabsorbsi cairan.
g) Kompres dingin tidak boleh diteruskan apabila nyeri semakin
bertambah atau edema meningkat, atau terjadi kemerah –
merahan yang berat pada kulit.
h) Untuk dapat mencapai hasil yang tepat, maka pak kompres
dipasang di tempat selama 1 jam, kemudian diambil, di beri
kesempatan jaringan untuk hangat kembali.

2.1.3 Post Operasi Sedang


1. Definisi
Fase post operasi dimulai dengan masuknya pasien ke ruang
pemulihan (recovery room) dan berakhir dengan evaluasi tindak lanjut
pada tatanan klinik atau di rumah. Lingkup aktivitas keperawatan
mencakup rentang aktivitas yang luas selama periode ini. Pada fase ini
focus pengkajian meliputi efek agen anestesi dan memantau fungsi vital
serta mencegah komplikasi. Aktivitas keperawatan kemudian berfokus
pada peningkatan penyembuhan pasien dan melakukan penyuluhan,
perawatan tindak lanjut dan rujukan yang penting untuk penyembuhan
dan rehabilitasi serta pemulangan (Brunner dan Suddarth, 2007).
Dalam fase post operasi implementasi atau tindakan keperawatan
yang paling ditekankan adalah perawatan luka yang didalamnya
termasuk penggantian balutan luka dan pencegahan infeksi luka post
operasi. Dalam implementasi perawatan luka terdapat beberapa fase
penyembuhan luka yaitu, fase inflamatori, fase proliferative, dan fase
maturasi. Ketiga fase tersebut sangat diperhatikan dalam perjalanan
implementasi post operasi di ruang perawatan bedah. Ketiga fase tersebut
diperhatikan untuk melihat evaluasi perawatan luka yang dilaksanakan di
dalam fase post operasi tersebut berhasil atau tidak dan berjalan dengan
baik atau tidak (Brunner dan Suddarth, 2007).
Fase post operasi yang merupakan fase ketiga dari keperawatan
perioperasi merupakan fase yang penting bagi pasien ini disebabkan
dalam fase ini pasien berusaha belajar dan mengetahui perawatan –
27

perawatan apa saja yang diterapka kepada dirinya ini dapat berpengaruh
terhadap tingkat pengetahuan pasien tersebut dalam menelaah dan
mempelajari perawatan yang dilakukan terhadap dirinya, hal tersebut
dapat bermanfaat untuk mempercepat proses penyembuhan pasien,
Karena pada hakekatnya jika pasien mengetahui tentang perawatan yang
dilakukan terhadap dirinya maka dapat memacu menimbulkan motivasi
pasien untuk ikut serta dalam proses keperawatan contohnya dalam fase
post operasi pasien dianjurkan untuk mobilisasi setelah operasi pada
waktu tertentu jika pasien mengetahui manfaat dan prosesnya mungkin
saja pasien mau untuk memobilisasi dirinya, kemudian dalam fase post
operasi pasien dianjurkan untuk menjaga nutrisinya agar tidak
mengalami infeksi berlanjut apabila pasien mengetahui manfaat dan
proses menjaga nutrisi dirinya memungkinkan pasien menjaga nutrisinya
dengan taat makan teratur guna mencegah faktor penyebab infeksi
tersebut. (Brunner dan Suddarth, 2007).
Salah satu karakteristik yang paling subjketif dan paling berguna
dalam pelaporan nyeri adalah kehebatannya atau intensitasnya. Ketika
menggunakan skala angka, skala 0-3 mengindikasikan nyeri ringan, 4-6
nyeri sedang, dan 7-10 nyeri hebat, dianggap sebagai keadaan darurat
pada nyeri (Miaskwoksi, 2005 dalam Perry, 2009). Skala-skala ini
berfungsi dengan sangat baik ketika mengkaji intensitas nyeri sebelum
dan setelah intervensi terapeutik diberikan. Mengkaji intensitas nyeri
pada anak-anak membutuhkan teknik-teknik khusus.

2.1.4 Penatalaksanaan Nyeri


1. Terapi Nyeri Farmakologis
Beberapa agens farmakologis digunakan untuk menangani nyeri
(Potter dan Perry, 2006).
a. Analgesik
Analgesik merupakan metode yang paling untuk mengatasi
nyeri. Walaupun analgesik dapat menghilangkan nyeri dengan efektif,
perawat dan dokter masih cenderung tidak melakukan upaya analgesik
dalam penanganan nyeri karena informasi obat yang tidak benar,
28

karena adanya kekhawatiran klien akan mengalami ketagihan obat,


cemas akan melakukan kesalahan dalam menggunakan analgesik
narkotik, dan pemberian obat yang kurang dari yang diresepkan.
Ada tiga jenis analgesik, yakni: (1) non-narkotik dan obat
antiinflamasi nonsteroid (NSAID). (2) analgesik narkotik atau opiat,
dan (3) obat tambahan (adjuvan) atau koanalgesik. NSAID non-
narkotik umumnya menghilangkan nyeri ringan dan nyeri sedang,
seperti nyeri yang terkait dengan artritis reumatoid, prosedur
pengobatan gigi dan prosedur bedah minor, epistomi, dan masalah
pada punggung bagian bawah.
Terapi pada nyeri pasca operasi ringan sampai sedang harus
dimuali dengan menggunakan NSAID, kecuali kontraindikasi.
Walaupun mekanisme kerja pasti NSAID tidak diketahui, NSAID
diyakini bekerja menghambat sintesis prostaglandin dan menghambat
respons seluler selama inflamasi. Kebanyakan NSAID bekerja pada
reseptor saraf perifer untuk mengurangi transmisi dan resepsi stimulus
nyeri.

2. Skala Intensitas Atau Tingkat Nyeri


Indikator tunggal yang paling penting untuk mengetahui intensitas
nyeri adalah laporan klien tentang nyeri. Sebagian besar skala
menggunakan rentang 0-5 atau 0-10 dengan 0 mengindikasikan “tidak
nyeri” dan nomor yang tertinggi mengidentifikasikan “kemungkinan
nyeri terhebat” bagi individu tersebut. Dimasukkannya kata-kata penjelas
pada skala dapat membantu beberapa klien yang mengalami kesulitan
dalam menentukan nilai nyerinya. Klien diminta menunjukkan skala nilai
yang paling baik mewakili instensitas nyeri nya. Tidak semua klien dapat
mengerti atau menghubungkan nyeri yang dirasakan ke skala intensitas
nyeri berdasarkan angka.

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Tidak Nyeri sedang Nyeri
29

Nyeri hebat
Gambar 2.1 Skala Nyeri Numerik
Sumber : Kozier, 2008

Keterangan:
- Tidak nyeri (0)
- Nyeri ringan (1-3)
Secara objektif klien dapat berkomunikasi dengan baik dengan karakteristik: nyeri
ringan umumnya memiliki gejala yang tidak terdeteksi.
- Nyeri sedang (4-6)
a. Secara objektif pasien mendesis, menyeringai,
b. Dapat menunjukkan lokasi nyeri,
c. Dapat mendeskripsikan nyeri,
d. Dapat mengikuti perintah,
e. Dengan karakteristik: peningkatan frekuensi pernafasan, tekanan darah,
kekuatan otot dan dilatasi pupil.
- Nyeri berat (7-10)
a. Secara objektif pasien tidak dapat mengikuti perintah,
b. Dapat menunjukkan lokasi nyeri dan dapat mendeskripsikan,
c. Masih respon terhadap tindakan,
d. Tidak dapat diatasi dengan alih posisi, nafas panjang dan distraksi,
e. Pasien tidak dapat berkomunikasi.

2.2 Bedah Sedang


Bedah sedang adalah tindakan pembedahan yang termasuk kategori
sedang, sesuai dengan standar Rumah Sakit Umum. Yang termasuk kedalam
operasi bedah sedang diantaranya: Hernia, Appendiktomi dan Tonsil Media.
Anestesi yang digunakan dalam operasi bedah sedang biasanya
menggunakan anestesi umum. Pasien opst operasi dipindahkan ke ruang
rawat inap 1 jam setelah operasi tergantung keadaan umum pasien.
30

Penatalaksanaan Nyeri:
1. Farmakologis
Analgesik
Non-narkotik dan obat
antiinflamasi
nonsteroid (NSAID)
Analgesik narkotik
atau opiat
Faktor-faktor yang Obat tambahan
(adjuvan) atau Penurunan
Mempengaruhi Nyeri:
koanalgesik Nyeri
Faktor Fisiologis
Usia
Kelemahan (fatigue)
Gen
Faktor neurologis Nyeri Penatalaksanaan Nyeri:
Faktor Sosial Non-Farmakologis :
Perhatian Bimbingan Antipasi
Pengalaman
sebelumnya Distraksi
Keluarga dan Biofeedback
dukungan sosial
Faktor Spiritual Hipnosis Diri
Faktor Psikologis Mengurangi Persepsi
Faktor Budaya
Nyeri Relaksasi
Stimulasi Kutaneus napas dalam

Gambar 2.4 Kerangka Teori


Sumber : Potter dan Perry (2009), Potter dan Perry (2006), Price dan Wilson
(2006)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian


Penelitian ini bersifat eksperimental dengan desain penelitian eksperimen
semu (Quasy Experiment) menggunakan jenis rancangan pre and post test without
control design. Penelitian Quasy Experiment adalah penelitian yang menguji coba
suatu intervensi pada sekelompok subjek dengan atau tanpa kelompok
pembanding namun tidak dilakukan randominasi untuk memasukan subjek ke
dalam kelompok perlakuan atau kontrol. Desain pre and post test without control
design adalah eksperimen kuasi dimana peneliti hanya melakukan intervensi pada
satu kelompok tanpa pembanding. Efektifitas perlakuan dinilai dengan cara
membandingkan nilai post test dengan pre test(Dharma, 2011).

R 01 X1 02

Gambar 3.1 kerangka Desain Penelitian


(Sumber: Dharma, 2011)

Keterangan:
R : Responden penelitian semua mendapat perlakuan intervensi
01 : Pre test pada kelompok perlakuan
02 : Post test setelah perlakuan
X1 : Uji coba/intervensi pada kelompok perlakuan sesuai protokol

3.2 Kerangka Penelitian


Secara operasional kerangka konsep dalam penelitian didefinisikan sebagai
penjelasan tentang variabel-variabelapa saja yang akan diteliti yang diturunkan
dari konsep-konsep terpilih, bagaimana hubungan antara variabel-variabel

31
32

tersebut dan hal-hal yang merupakan indikator untuk mengukur variabel-variabel


tersebut (Dharma, 2011).

Variabel Independen Variabel Dependen

Relaksasi nafas dalam Intensitas Nyeri

Gambar 3.2 Kerangka Penelitian

Keterangan: Yang akan diteliti

3.3 Variabel Penelitian


Variabel penelitian dikembangkan dari konsep atau teori dari hasil peneltian
terdahulu sesuai dengan fenomena atau masalah penelitian. Dalam penelitian
dikenal beberapa jenis variabel berdasarkan hubungan sebab akibat antara
variabel-variabel tersebut (Dharma, 2011). Variabel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah variabel independen dan variabel dependen.

3.3.1 Variabel Independen


Variabel independen (independent variable) disebut juga variabel sebab
yaitu karakteristik dari subjek yang dengan keberadaannya menyebabkan
perubahan pada variabel lainnya (Dharma, 2011). Variabel independen dalam
penelitian ini adalah Relaksasi nafas dalam

3.3.2 Variabel Dependen


Variabel dependen (dependent variable) adalah variabel akibat atau variabel
yang akan berubah akibat pengaruh atau perubahan yang terjadi pada variabel
independen (Dharma, 2011). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah
penurunan tingkat nyeri.

3.4 Definisi Operasional Penelitian


Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional
berdasarkan karakteristik yang diamati, memungkinkan peneliti untuk melakukan
33

observasi atau pengukuran yang diamati secara cermat terhadap suatu objek atau
fenomena (Hidayat, 2008).
Dalam pembuatan definisi operasional sebaiknya sekaligus diidentifikasi
hasil ukur dan skala pengukuran dari setiap variabel yang akan diteliti. Definisi
operasional ini disajikan dalam bentuk tabel dibawah ini :

Tabel Definisi Operasional


No Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Operasional Ukur
1 Variabel Relaksasi nafas Standar -
Independe dalamsuatu Operasional
n Teknik tindakan untuk Prosedur
Relaksasi relaksasi mental (SOP)
nafas dan kenyaman
dalam yang diajukan
setelah operasi
untuk mengurangi
intensitas nyeri
pada pasien post
operasi bedah
sedang
2 Variabel Nyeri adalah Numeric Skala 0-3 : Rasio
dependen sensasi yang Rating Scales nyeri ringan,
penurunan sangat tidak (NRS) Skala 4-6 :
tingkat menyenangkan nyeri sedang,
nyeri dan sangat Skala 7-10 :
individual yang nyeri hebat.
tidak dapat dibagi
dengan orang lain.

3.5 Populasi dan Sampel Penelitian


3.5.1 Populasi Penelitian
Populasi adalah unit dimana suatu hasil penelitian akan ditetapkan
(digeneralisir) (Dharma, 2011). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
pasien post operasi bedah sedang di ruang anggur RSUD Sayang Cianjur dengan
jumlah pasien mencapai 30 orang.

3.5.2 Sampel Penelitian


Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah
dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Hidayat, 2011), dengan kriteria
inklusi dan kriteria eksklusi
34

3.5.2.1 Kriteria Sampel


a. Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri yang perlu dipenuhi oleh
setiap anggota populasi yang dapat diambil sebagai sampel (Notoatmodjo,
2010). Adapun kriteria inklusi yang akan diteliti adalah:
1) Bersedia menjadi responden
2) Pasien dengan status post operasi bedah sedang hari pertama
3) Usia 17-60 tahun
b. Kriteria Ekslusi
Kriteria ekslusi adalah kriteria dimana subjek penelitian tidak dapat
mewakili sampel karena tidak memenuhi syarat sebagai sampel (Dharma,
2011). Adapun kriteria ekslusi dalam penelitian ini adalah:
a. Pasien yang tidak menyetujui untuk menjadi responden
b. Pasien yang menunjukkan ketidaknyamanan saat melakukan Relaksasi
nafas dalamPasien yang tidak kooperatif

3.5.2.2 Besar Sampel


Besar sampel menurut Nursalam (2008) yang akan digunakan dalam
penelitian ini adalah :

n= N
1 + N(d)2
Keterangan :
n : Perkiraan jumlah sampel
N : Perkiraan besar populasi (30)
d : Tingkat signifikasi (5% - 0.05)
Perkiraan besar sampel di bawah ini dengan menggunakan jumlah
populasi pasien post operasi bedah sedang yang di ruang anggur RSUD Sayang
Kabupaten Cianjur pada yaitu sebanyak 30 pasien, batas kesalahan yang dipilih
adalah 5% maka perhitungan sampel adalah :

n= 30
35

1 + 2(0.05)2
n= 29.70
= 30

Dengan demikian besar sampel minimal yang di terapkan oleh peneliti


melalui hasil perhitungan berjumlah 30 orang, yang terdiri dari 15 responden pada
kelompok intervensi dan 15 responden kelompok kontrol.

3.5.3 Teknik Pengambilan Sampel


Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
consercutive sampling. Consercutive sampling adalah suatu metode penelitian
sampel yang dilakukan dengan memilih semua individu yang diterima dan
memenuhi kriteria pemilihan, sampai jumlah sampel yang diinginkan terpenuhi.
Metode ini sering digunakan untuk penelitian eksperimen yang menguji cobakan
intervensi prosedur keperawatan di rumah sakit/klinik (Dharma, 2011). Teknik
imaginasi terbimbing ini dilakukan setelah efek analgesik hilang yang dilakukan
dengan frekuensi 2x (selama dua hari), dan dengan intensitas 15-20 menit sekali
latihan. Pada frekuensi yang kedua peneliti tidak melepas pasien secara mandiri
dalam arti selama melakukan terapi relaksasi nafas dalam sebanyak 2x pasien
tetap dibimbing dan didampingi oleh peneliti. Peneliti kemudian mengkaji lagi
skala nyeri post operasi sedang. yang dialami oleh pasien setelah mereka melakukan
teknik imaginasi terbimbing. Kemudian hasil observasi dianalisis dengan
menggunakan rumus Wilcoxon Match Pairs Test yaitu dengan membandingkan
tingkat nyeri pasien post operasi sedangsebelum dan sesudah diberikan terapi
relaksasi nafas dalam. Instrumen Pengumpulan Data dengan pedoman observasi
(check list) Dalam proses observasi, pengamat mengidentifikasi perubahan
tingkat nyeri pada pasien sebelum dan sesudah diberikan intervensi relaksasi
nafas dalam

3.6. Teknik Pengumpulan Data dan Prosedur Penelitian


3.6.1 Teknik Pengumpulan Data
a. Data Primer
36

Data yang diperoleh secara langsung dari responden dengan


memberikan pertanyaan yang akan dijawab oleh responden menurut
skala penilaian numerik (Numeric Rating Scale, NRS).
b. Data Sekunder
Data yang didapat dari lembar observasi ruangan berupa usia,
alamat, keadaan fisik, dan riwayat penyakit pasien post operasi bedah
sedang di ruang Anggur RSUD Sayang Cianjur.

3.6.2 Instrumen
Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan oleh peneliti untuk
mengobservasi, mengukur atau menilai suatu fenomena (Dharma, 2011). Pada
penelitian ini alat ukur yang digunakan adalah skala penilaian numerik (Numerik
Rating Scale, NRS) untuk mengetahui tingkat nyeri sebelum dan setelah
intervensi.

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Tidak Nyeri sedang Nyeri
Nyeri hebat

Gambar 3.6 Skala Nyeri Numerik


Sumber : Kozier, 2008

3.6.3 Prosedur Penelitian


Prosedur penelitian bertujuan untuk mempermudah penelitian dalam
melakukan tahap-tahap penelitian, adapun prosedur penelitiannya, antara lain :
1. Tahap Persiapan
a. Menentukan masalah penelitian
b. Menyusun proposal penelitian sesuai panduan
c. Menyusun instrumen penelitian
d. Melakukan studi pendahuluan
e. Melakukan ujian proposal
2. Tahap Pelaksanaan
a. Mendapatkan izin untuk melakukan penelitian di Anggur RSUD Sayang
Cianjur.
b. Melakukan informed concent(untuk mendapatkan persetujuan dari
responden)
37

c. Melakukan pengkajian nyeri sebelum dilakukan intervensi Imajinasi


terbimbing pada pasien pasca operasi sedang
d. Melakukan tindakan Imajinasi terbimbing pada pasien pasca operasi sedang
e. Mengkaji tingkat nyeri pada pasien pasca operasi sedang
f. Melakukan pengolahan data dan analisa data
g. Simpulan
3. Tahap Akhir
a. Penyusunan laporan penelitian
b. Penyajian hasil penelitian

3.7 Pengolahan dan Analisa Data


3.7.1 Pengolahan
Proses pengolahan data terdiri dari (Notoatmodjo, 2010).
3.7.1.1 Editing
Editing adalah merupakan kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan isian
formulir atau kuesioner tersebut:
1) Apakah lengkap, dalam arti semua pertanyaan sudah terisi.
2) Apakah jawaban atau tulisan masing-masing pertanyaan cukup jelas atau
terbaca.
3) Apakah jawabannya relevan dengan pertanyaan.
4) Apakah jawaban-jawaban pertanyaan konsisten dengan jawaban
pertanyaan yang lainnya (Notoatmodjo, 2010).
3.7.1.2 Coding
Coding adalah mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data
angka atau bilangan. Misalnya jenis kelamin: 1 = laki-laki, 2 = perempuan.
Pekerjaan ibu: 1 = tidak bekerja, 2= bekerja selain sebagai ibu rumah tangga.
Koding atau pemberian kode ini sangat berguna dalam memasukkan data (data
entry) (Notoatmodjo, 2010).

3.7.1.3 Memasukan Data (Data Entry) atau Processing


Data, yakni jawaban-jawaban dari masing-masing responden yang dalam
bentuk “kode” (angka atau huruf) dimasukkan kedalam ke dalam program atau
“software” komputer (Notoatmodjo, 2010).

3.7.1.4 Pembersihan Data (Cleaning)


38

Apabila data dari setiap sumber atau responden selesai dimasukkan, perlu di
cek kembali untuk melihat kemungkinan-kemungkinan adanya kesalahan-
kesalahan kode, ketidaklengkapan dan sebagainya, kemudian dilakukan
pembetulan atau koreksi. Proses ini disebut pembersihan data (Cleaning)
(Notoatmodjo, 2010).

3.7.2 Analisa Data


3.7.2.1 Analisis Data Univariat
Analisis univariat adalah analisis yang digunakan dengan menggambarkan
distribusi frekuensi dari variabel independen maupun variabel dependen.
Pada penelitian ini analisis univariat dilakukan untuk menggambarkan
rata-rata skala nyeri sebelum dan setelah dilakukan Relaksasi nafas dalam pada
pasien post operasi bedah sedang di ruang Anggur RSUD Sayang Cianjur.

3.7.2.2 Analisis Data Bivariat


Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui analisis terhadap dua
variabel, yaitu variabel bebas dan satu variabel terikat (Sastroasmoro dan Ismael,
2011).
Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui pengaruh di ruang Anggur
RSUD Sayang Cianjur terhadap penurunan tingkat nyeri pada pasien post operasi
bedah sedang di ruang anggur RSUD Sayang Cianjur. Teknik analisa yang
digunakan adalah Independent Samples t-test.

3.8 Lokasi dan Waktu Penelitian


Lokasi penelitian ini akan dilakukan di ruang Anggur RSUD Sayang
Cianjur pada bulan November sampai Desember 2018.

.
3.9 Etika Penelitian
Etika penelitian adalah menghormati harkat dan martabat manusia yang
dijadikan sebuah penelitian (Hidayat, 2008). Adapun etika penelitian yang diambil
pada penelitian ini diantaranya :

3.9.1 Informed Concent


Informed Concentmerupakan bentuk persetujuan antara peneliti dan
responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Informed
39

Concentdiberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan persetujuan


untuk menjadi responden (Hidayat, 2008).

3.9.2 Anonimity
Masalah etik merupakan masalah yang memberikan jaminan dalam
menggunakan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau
mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan
kode pada lembarpengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan
(Hidayat, 2008).

3.9.3 Confidentiality
Masalah ini merupakan masalah etik dengan memberikan jaminan
kerahasiaan hasil penelitian baik informasi maupun masalah-masalah lainnya.
Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti
(Hidayat, 2008).

Anda mungkin juga menyukai