Anda di halaman 1dari 9

PROPOSAL PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

JUDUL PROGRAM :

“PEMANFAATAN LIMBAH ELEKTRONIK (E-Waste) SEBAGAI MATERIAL


KONSTRUKSI BANGUNAN”

BIDANG KEGIATAN :

PKM PENELITIAN

Diusulkan oleh :

ALFIAN WIRATAMA D111 16 002

YUSRIL BINABARI D111 16 024

A.M IMAM ARDIYANSYAH D111 16 034

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2017
BAB 1
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Dewasa ini perkembangan teknologi perangkat elektronik sangat pesat seiring
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan hal ini akan berdampak pada produksi
perangkat elektronik yang selalu terbaharui. Keadaan ini juga akan memenuhi tuntutan
masyarakat yang semakin maju. Penggunaan perangkat elektronik dipengaruhi faktor-
faktor meningkatnya pertumbuhan ekonomi suatu negara, populasi penduduk, dan daya
beli masyarakat. Menurut Gaidajis (2010), jumlah komputer tiap negara berbanding
lurus dengan Gross Domestic Products (GDP). Semakin besar nilai GDP, maka jumlah
komputer tiap negara semakin besar (Gaidajis, 2010). Hal ini juga terbukti dengan
bertambahnya e-waste secara tahunan di Eropa yang meningkat sekitar 3-5% seiring
dengan meningkatnya GDP suatu negara tersebut, dengan peningkatan GDP sebanyak
2,6%. Kemajuan teknologi yang pesat mengakibatkan masa pakai alat elektronik yang
digunakan saat ini semakin pendek. Masa pakai perangkat elektronik yang semakin
pendek berdampak pada munculnya limbah elektronik atau yang dikenal sebagai
electronic waste atau e-waste. Berdasarkan Basel Action Network, yang dimaksud
dengan e-waste adalah semua benda yang termasuk dalam berbagai macam perangkat
elektronik dan pengembangannya mulai dari peralatan elektronik rumah tangga yang
besar seperti lemari es, pendingin ruangan, ponsel, stereo system, dan perangkat
elektronik konsumtif lainnya, sampai komputer yang dibuang oleh pemiliknya
(Gaidajis, 2010).
Permasalahan e-waste menjadi permasalahan yang krusial, baik di negara maju
maupun negara berkembang. Negara maju sebagai penghasil e-waste terbesar, tidak bisa
mendaur ulang e-waste dengan baik, karena besarnya biaya untuk hal tersebut, yaitu
menyangkut teknologi daur ulang, biaya pekerja serta ketatnya kebijakan lingkungan.
Sehingga tidak ada pilihan lain selain membuang e-waste tersebut ke negara
berkembang, e-waste di negara barat diekspor ke negara berkembang seperti Cina dan
India dalam jumlah besar dan secara ilegal untuk didaur ulang (Chatterjee, 2009). Di
negara berkembang, seperti India, e-waste yang diimpor diolah untuk mendapatkan
logam mulia yang terdapat pada e-waste tersebut, seperti emas, perak, platina, dan
paladium (Chatterjee, 2009). Daur ulang e-waste yang dilakukan secara ilegal di India
tidak ramah lingkungan karena proses solder untuk pengambilan emasnya
mengakibatkan polusi udara dan limbah cair sisa perendaman mencemari tanah. Oleh
sebab itu dilakkukan penelitian ini guna mencari cara mendaur ulang limbah elektronik
tanpa mencemari linngkungan, serta membuat material baru untuk konstruksi bangunan
berbahan dasar limbah elektronik yang ekonomis dan ramah lingkungan.
I.2 Perumusan Masalah
1. Bagaimana cara mengatasi permasalahan limbah elektronik (E-waste) di
Indonesia?
2. Bagaimana kita membuat material baru untuk konstruksi bangunan berbahan
dasar limbah elektronik (E-waste)?
3. Bagaimana cara mendaur ulang limbah elektronik (e-waste) secara ramah
lingkungan?

I.3 Tujuan
1. Untuk mengatasi permasalahan limbah elektronik (E-waste) di Indonesia
2. Menemukan material baru untuk konstruksi bangunan berbahan dasar
limbah elektronik (E-waste)
3. Menemukan cara mendaur ulang limbah elektronik tanpa mencemari
lingkungan

I.4 Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Menciptakan material baru untuk konstruksi bangunan dengan bahan dasar
limbah elektronik yang ramah lingkungan dan ekonomis
2. Mengurangi/meminimalisir frekuensi limbah elektronik (E-waste) di
Indonesia
3. Mendapatkan cara untuk mendaur ulang limbah elektronik tanpa mencemari
lingkungan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Pengertian E-Waste

Sampah Elektronik (e-waste) adalah Limbah yang berasal dari Peralatan


elektronik yang telah rusak, bekas dan tidak dipakai lagi oleh pemliknya. Sampah
elektronik merupakan jenis limbah yang pertumbuhannya paling tinggi tiap tahunnya.
Dalam setiap sampah elektronik terkandung material dan logam berharga disamping
juga mengandung bahaya dan beracun yag dapat menyebabkan pencemaran dan
kerusakan lingkungan jika sampah elektronik tidak dikelola dengan baik.
Dalam penelitiannya Jesica et al (2011), di Indonesia pada tahun 2007
diproduksi lebih dari 3 milyar unit peralatan elektronik rumah tangga dan perlengkapan
IT. Masih dalam penelitian Jesica disebutkan bahwa Indonesia adalah sebagai salah satu
konsumen terbesar dari peralatan elektronik rumah tangga di Asia. Dari data tersebut
dapat dibayangkan pada tahun mendatang di Indonesia akan mengalami booming E-
waste.
Sementara negara berkembang termasuk di Indonesia belum ada kesepakatan
mengenai definisi yang standar atau berlaku umum. Sedangkan menurut hasil penelitian
Fishbein (2002);Scharnhorst et al (2005) yang disitasi oleh Jang et al (2010), didalam
komponen penyusun barang-barang elektronik ditemukan bahan toksik antara lain
arsenik, berilium, kadmium dan timah diketahui sangat presisten dan sebagai substansi
bioakumulasi. Apabila selama proses perbaikan dan daur ulang dari E Waste tidak
terkendali maka beberapa bahan kimia tersebut dapat terlepas ke lingkungan. Karena
bentuknya yang relatif kecil sehingga untuk dampak pembuangannya diabaikan. Namun
dengan pertumbuhannya yang sangat cepat maka dampak yang ditimbulkan sangat
signifikan terhadap kesehatan dan lingkungan.
Secara formal karena E Waste adalah termasuk limbah B3 Indonesia sudah
melarang melakukan impor E Waste namun pada kenyataannya secara ilegal masih
dapat masuk (Sukandar, 2011). Sedangkan menurut Triwiswasra (2009) di negaranegara
berkembang termasuk di Indonesia, terdapat kegiatan perbaikan dan penggunaan
kembali barang-barang elektronik bekas dalam jumlah yang tinggi. Toko reparasi dapat
ditemukan di sektor secondhand. Para pekerja di toko tersebut mencari komponen-
komponen yang rusak atau tidak terpakai dan menggantinya dengan komponen yang
baru buatan lokal. Komponen yang rusaknya sudah parah dan tidak dapat digunakan
kembali, masih memiliki nilai jual karena masih dapat didaur ulang.
Menurut Widyarsana (2011), daur ulang E Waste di Indonesia berlangsung
secara unik, dimana fokus perhatian adalah terhadap komponen E Product yang sangat
tinggi sehingga life time komponennya bertambah lama atau end-of-life menjadi
panjang. Pemanfaatan kembali yang tidak terkontrol yang dilakukan oleh sektor
informal dapat menimbulkan dampak terhadap kesehatan dan lingkungan. Dalam
rangka untuk mengatasi masalah tersebut, saat ini bukan hanya memerlukan teknologi
daur yang canggih, namun juga langkah-langkah pengelolaan yang relevan dengan
kebijakan pencegahan lingkungan. Dibandingkan dengan aspek teknis, kebijakan
pengelolaan E waste menjadi lebih penting dan mendesak untuk situasi yang spesifik
ini, sehingga tidak hanya menerapkan pengelolaan yang sudah dilakukan di negara lain.
Dalam tulisan ini berusaha memperkenalkan kondisi dan kebijakan pengelolaan E waste
yang ada di Indonesia saat ini serta alternatif teknologi daur ulang E waste yang
berhubungan dengan kebijakan pengelolaan E waste yang terpadu sektor formal dan
informal.

II.2 Timbulan E-waste Secara Global

Pada tahun 2006, timbulan e-waste di dunia diperkirakan antara 20- 50 juta ton
per tahun, atau sekitar 1- 3 % dari sampah perkotaan yang mencapai 1636 juta ton per
tahun. Pada tahun 2007, 2,25 juta ton televisi, telepon genggam, dan komputer telah
mencapai akhir masa pakainya, dimana 18% dikumpulkan untuk didaur ulang dan 82%
dibuang langsung ke landfill. Komputer, telepon genggam, dan televisi akan
menyumbangkan 5,5 juta ton dari total e-waste yang dihasilkan pada tahun 2010.
Jumlah ini meningkat menjadi 9,8 ton pada tahun 2015.

Perubahan teknologi juga mempengaruhi jumlah e-waste yang dihasilkan. Suatu


inovasi dalam alat elektronik menjadi penyebab utama suatu alat elektronik memiliki
masa pakai yang pendek. Sebagai contoh masa pakai CPU dalam kompute menurun,
dimana pada tahu11997, masa pakai yang semula berkisar 4-6 tahun, menjadi 2 tahun
pada tahun 2005.

II.3 E-waste di Negara Maju

Pengelolaan e-waste di negara maju melibatkan pihak konsumen, produsen,


pendaur ulang dan pemerintah. Di negara maju, pengelolaan e-waste lebih ditekankan
pada kesanggupan konsumen, pabrik, dan distributor alat elektronik untuk membayar
biaya pengangkutan dan biaya daur ulang e-waste. Selain itu, negara maju memiliki
peraturan yang spesifik mengenai pengelolaan e-waste. Hal ini menunjukkan bahwa
pengelolaan e-waste di negara maju lebih baik dibandingkan di negara berkembang.
Akan tetapi, di negara maju, banyak ditemukan kasus kegiatan ekspor e-waste ke negara
berkembang, terutama di kawasan Asia. Bahkan beberapa ekspor tersebut
mengatasnamakan sumbangan. Hal ini disebabkan oleh jumlah timbulan e-waste yang
semakin banyak tetapi fasilitas daur ulang e-waste kurang memadai. Selain itu biaya
pekerja yang tinggi serta kebijakan lingkungan yang ketat juga membuat negara maju
tersebut mengekspor e-waste ke negara berkembang.
II.4 E-waste di Negara Berkembang

Di negara berkembang, tidak ditemukan adanya penarikan biaya pengangkutan


dan pendaur ulangan e-waste. Penduduk di negara berkembang lebih memilih untuk
menyimpan ewaste mereka, atau menjual e-waste tersebut sebagai barang bekas. Selain
itu, penduduk di negara berkembang tidak berkeinginan untuk membayar biaya daur
ulang, meskipun biaya daur ulang tersebut sudah dimasukkan ke dalam harga barang
elektronik tersebut. Proses daur ulang yang dilakukan di negara berkembang dilakukan
dengan cara yang tidak ramah lingkungan dan membahayakan kesehatan pekerjanya.
Namun hasil daur ulang yang didapat bisa memenuhi bahan baku industri.

Sampai saat ini, Indonesia masih belum mempunyai peraturan yang spesifik
mengenai pengelolaan e-waste. Sumber e-waste di Indonesia berasal dari konsumsi
domestik, yaitu banyaknya penggunaan alat elektronik di skala rumah tangga. Karena
teknologi yang semakin canggih dan harga yang semakin terjangkau, membuat
penduduk Indonesia banyak memakai alat elektronik secara berlebihan dan berganti-
ganti alat elektronik sesuai dengan kemajuan teknologi yang ada. Selain itu, e-waste
juga ditemukan dari impor dari luar negeri dan pasar gelap, dengan masing-masing
prosentase 50%. Selain dari rumah tangga, e-waste di Indonesia juga berasal dari
pelabuhan di seluruh Indonesia. Pelabuhan tersebut menjadi tempat berlabuhnya kapal
yang mengangkut alat elektronik bekas dari luar negeri.

E-waste yang ditangani oleh sektor informal berasal dari peralatan elektronik
yang sudah rusak. Peralatan elektronik yang telah rusak diambil oleh pemulung, lalu
dibawa ke agen sampah. Kemudian, alat elektronik yang berada di agen sampah
diperbaiki, dibongkar, dan didaur ulang. E-waste yang telah ditangani oleh agen sampah
tersebut, yang semula tidak memiliki nilai jual, menjadi memiliki nilai jual. Hasil
penanganan e-waste yang dilakukan oleh agen sampah tersebut dijual ke konsumen,
sedangkan e-waste yang sudah tidak memiliki nilai jual lagi dibuang ke landfill. Akan
tetapi, di landfill tidak ditemukan e-waste secara signifikan. Pada sektor informal, e-
waste yang timbul dikelola oleh toko service, pemulung, dan toko pengumpul sampah
skala menengah. Kemudian e-waste tersebut pada akhirnya didaur ulang atau dilebur,
kemudian diserahkan ke toko pengumpul sampah skala besar. Dari toko pengumpul
sampah skala besar, e-waste yang dihasilkan akan dibawa pemulung ke landfill lalu
dibuang ke luar kota atau diekspor.
II.5 Kebijakan Pengelolaan E-Waste di Indonesia

Landasan hukum tentang pengelolaan limbah elektronik (E Waste) antara lain


adalah:

a. Kepres 61/1993 tentang Ratifikasi Konvensi Basel.


b. Perpres 47/2005 tentang Ratifikasi Ban Amandement
c. UU Nomor 32 tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
d. PP Nomor 18/1999 jo PP Nomor 85/1999 tentang Pengelolaan Limbah B3
e. UU Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah

Dalam PP Nomor 18/1999 jo PP Nomor 85/1999 tentang Pengelolaan Limbah


B3 disebutkan secara rinci sebagai berikut :

a. Limbah B3 dari sumber spesifik (Lampiran I, Tabel 2 “Daftar Limbah B3 dari


sumber Spesifik” Kode Limbah D219: Komponen Elektronik/Peralatan Elektronik)
b. Sumber Pencemaran : Manufaktur dan Perakitan; Pengelolaan Air Limbah
c. Asal/Uraian Limbah : sludge sisa proses; coated glass (tabung CRT); pelarut bekas;
limbah pengecatan; residu solder dan fluxnya (PCB, IC, kabel); plastik casing d.
Limbah lainnya diluar kategori limbah B3 dapat bersifat organik maupun anorganik
BAB III
METODE PENELITIAN

III.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di laboratorium Struktur dan Bahan


Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin dengan
lama waktu penelitian sekitar 3 bulan terhitung mulai dari perizinan, penelitian,
dan uji laboratorium sampai penyusunan laporan akhir.

III.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan adalah Alat Universal Testing Machine (UTM),


timbangan, ember. Bahan yang digunakan adalah limbah elektronik.

III.3 Metode Penelitian


DAFTAR PUSTAKA

Apriyana Miftah, A 2012, E-WASTE ( SAMPAH ELEKTRONIK ), dilihat pada 10


Oktober 2016, http://miftahsummers.blogspot.co.id/2012/10/e-waste-di-indonesia.html

Nindyapuspa Ayu.-.Kajian Tentang Pengelolaan Limbah Elektronik.Surabaya: Institut


Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)

Dwicahyanti Rini.2012.Identifikasi Material E-Waste Perangkat Komputer dari Jasa


Perbaikan Komputer di Kecamatan Cimanggis Kota Depok.Depok: Universitas
Indonesia (UI)

Anda mungkin juga menyukai