Anda di halaman 1dari 2

Judul Buku: Tarian Bumi

Penulis: Oka Rusmini


Tahun Penerbitan: 2007
Cetakan Ke: Pertama
No ISBN: 978-979-22-2877-9/979-22-2877-2
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama

Cerita tentang seorang anak perempuan bernama Telaga yang lahir dari seorang Ibu bernama
Luh Sekar, perempuan sudra yang menikah dengan seorang Ida bagus (nama depan laki-laki dari
kasta Brahmana, kasta tertinggi dari masyarakat bali). Sudra adalah kasta terendah dalam
masyarakat bali.

Telaga atau lengkapnya Ida Ayu (nama depan anak perempuan kasta brahmana) Telaga Pidada
menyandang gelar bangsawan. Sejarah hidup Telaga sendiri penuh luka. Karena cintanya pada
seorang laki-laki dari kasta sudra ia bersedia menanggalkan kebangsawannya.

Pernikahan Telaga dan Wayan sejak semula tidak direstui oleh kedua belah pihak orang tua
mereka. Ibu Telaga, yang kemudian berganti nama menjadi “Jero” (Jero adalah nama yang harus
dipakai oleh seorang perempuan sudra yang menjadi anggota keluarga griya) Kenanga, dulunya
seorang penari sudra yang sangat cantik. Kehidupan keluarganya yang miskin dan terhina
membuat Kenanga sangat berambisi untuk menjadi kaya dan terhormat. Satu-satunya jalan untuk
mewujudkan keinginan itu adalah dengan menerima pinangan dari lelaki bangsawan yang tidak
dicintainya. Bagi Kenanga, cinta tak penting, yang utama adalah kekayaan.

Laki-laki bangsawan yang dinikahi Kenanga kemudian ditemukan meninggal dalam dekapan
pelacur. Ibu mertua Kenanga adalah wanita yang sangat keras. Sejak awal ia tidak menyukai
anak laki-laki kesayangannya menikahi perempuan sudra. Ia menerapkan aturan yang sangat
kaku. Bagi nenek Telaga, wibawa harus terus dijaga agar orang di luar griya mau
menghargainya.

Dalam rumah besar dan mewah itu hanya teriakan nenek dan kata-kata kasar ayah yang sering
keluar. Ibu Telaga jarang berbicara. Dan kakek hanya bisa diam. Setelah kematian ayah Telaga
disusul kemudian nenek, Ibu mulai mengatur kehidupan Telaga. Kenanga tidak membiarkan
Telaga berpikir untuk hidupnya sendiri. Keinginan-keinginan Kenanga adalah harga mati yang
tak seorang pun bisa membelokkannya, pun demikian jodoh untuk Telaga, putri satu-satunya.

Sementara itu, Ibu Wayan, sangat keberatan niat putranya menyunting Telaga. Tak pantas laki-
laki sudra meminang perempuan brahmana. Jika itu terjadi maka dikhawatirkan malapetaka akan
menimpa keluarga mereka. Namun pernikahan tidak dapat dibatalkan karena Telaga telah
mengandung calon benih Wayan. Telaga dan Wayan menikah untuk kemudian mereka tinggal
bersama Ibu Wayan.

Namun pernikahan itu tidak berlangsung lama. Wayan ditemukan meninggal di studio lukisnya.
Dari hasil pemeriksaan dokter diketahui bahwa Wayan mengidap penyakit jantung bawaan sejak
kecil. Kematian putra satu-satunya mendorong Ibu Wayan meminta Telaga untuk melakukan
upacara Patiwangi. Ibu Wayan meyakini sebelum Telaga melakukan upacara itu, selamanya ia
akan menjadi pembawa malapetaka.

Upacara patiwangi adalah semacam upacara pamitan kepada leluhur di griya (tempat tinggal
kasta Brahmana), karena ia tidak lagi menjadi bagian dari keluarga griya. Bukan sebuah upacara
yang mudah. Karena upacara ini akan menurunkan harga diri keluarga griya dan menjatuhkan
nama baik mereka. Dengan upara pamit ini akan menimbulkan masalah, karena Telaga akan
dijadikan contoh dan dapat menyebabkan banyak Ida Ayu yang kawin dengan laki-laki sudra.
Dan ini adalah aib bagi leluhur griya.

**
Kisah yang menarik. Pembaca diajak mengenal dan mengetahui lebih dalam kehidupan para
perempuan Bali. Di tengah dunia yang bergerak maju, masih ditemui bentuk ketidakadilan yang
menimpa kaum perempuan. Keterikatan pada adat dan budaya membuat mereka memasrahkan
diri sekaligus mencoba memberontak.

PENUTUP
Novel ini dapat baca oleh remaja usia 17+, karena ada nya konten percintaan.

Nama : Lukman Affandi


Kelas : XI MIPA 4

Anda mungkin juga menyukai