Anda di halaman 1dari 120

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengkajian
a) Definisi Pengkajian
Pengkajian adalah proses sistematis berupa pengumpulan, verifikasi, dan
komunikasi data tentang klien. Potter dan Perry (1997)
Pengkajian adalah tahap yang sistematis dalam pengumpulan data tentang
individu, keluarga, dan kelompok. Carpenito dan Moyet ( 2007 )
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan
untuk mengumpulkan informasi atau data tentang klien, agar dapat
mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan
keperawatan klien, baik fisik, mental, sosial dan lingkungan (Effendy, 1995).

1) Pengkajian menurut Orem


Pengkajian adalah upaya mengumpulkan data secara lengkap dan sistematis
untuk dikaji dan di analisis sehingga masalah kesehatan dan keperawatan yang
dihadapi pasien baik fisik, mental, sosial, maupun spiritual dapat ditentukan.
Pengkajian menurut Orem terbagi menjadi Universal Self Care, Development
Self Care, Health Deviation.

1. Universal self care

Kebutuhan yang umumnya dibutuhkan oleh manusia selama siklus


kehidupannya seperti kebutuhan fisiologis dan psikososial termasuk kebutuhan
udara, air, makanan, eliminasi, aktivitas, istirahat, sosial, dan pencegahan bahaya.
Hal tersebut dibutuhkan manusia untuk perkembangan dan pertumbuhan,
penyesuaian terhadap lingkungan, dan lainnya yang berguna bagi kelangsungan
hidupnya.

a. kebutuhan oksigen
………………………………………………………………….
b. kebutuhan cairan
…………………………………………………………………..
c. kebutuhan nutrisi
……………………………………………………………………
d. kebutuhan eliminasi
………………………………………………………………….
e. interaksi sosial
………………………………………………………………….
f. istirahat dan tidur
………………………………………………………………….
g. konsep diri
……………………………………………………………….

2. Development self care

Kebutuhan yang berhubungan dengan pertumbuhan manusia dan proses


perkembangannya, kondisi, peristiwa yang terjadi selama variasi tahap dalam
siklus kehidupan (misal, bayi prematur dan kehamilan) dan kejadian yang dapat
berpengaruh buruk terhadap perkembangan. Hal ini berguna untuk meningkatkan
proses perkembangan sepanjang siklus hidup.

a. Identitas anggota kelompok


1. Usia :……………… tahun
2. Jenis kelamin : L/P
3. Pendidikan :………………………………………..
4. Agama :………………………………………………
5. Pekerjaan :………………………………………….
6. Suku :………………………………………………….
b. Penyakit keturunan : ……………………………………….
c. Persepsi terhadap penyakitnya : ………………………
d. Pengetahuan terhadap penyakit : ………………………………

3. Health Deviation

Kebutuhan berkaitan dengan adanya penyimpangan status kesehatan seperti : kondisi


sakit atau injury, atau kecelakaan yang dapat menurunkan kemampuan keluarga
untuk memenuhi kebutuhan self carenya baik secara permanen maupun temporer,
sehingga keluarga tersebut membutuhkan bantuan orang lain.
Contoh :
Keluarga tidak mampu merawat yang sakit. Keluarga tidak mampu memenuhi
kebutuhan anak sakit seperti : nutrisi, istirahat, sosialisasi, dll.

a. Tindakan preventif yang dilakukan untuk mengatasi masalah


……………………………………………………………………………………..
Contoh Format Pengkajian Menurut Orem :

FORMAT PENGKAJIAN

Tanggal masuk :
Ruang/Kelas :
Nomor Kamar :

A. IDENTITAS
1. Nama :
2. Umur :
3. Jenis Kelamin :
4. Agama :
5. Suku/Bangsa :
6. Pendidikan :
7. Pekerjaan :
8. Status Perkawinan :

B. RIWAYAT SAKIT DAN KESEHATAN


1. Keluhan Utama :
2. Penyakit Yang Diderita :
3. Riwayat kesehatan keluarga :
4. Susunan keluarga :

C. IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB


1. Nama :
2. Alamat :
3. Hub. Dengan Pasien :

D. KEBUTUHAN
1. Pemeliharaan Kebutuhan Udara atau Oksigen
Gangguan pernafasan :
Alat bantu pernafasan :
Kondisi lingkungan :
Sirkulasi udara :
Letak tempat tinggal :

2. Pemeliharan Kebutuhan Air


Sumber air yang digunakan :
Konsumsi air :
Kondisi air :
Skala mandi : x/hari

3. Pemeliharaan Kebutuhan Makanan


Frekuensi makan :
Jenis :
Porsi :
Diet khusus :
Makanan yang disukai :
Pantanga :
Nafsu makan :

4. Perawatan Proses Eliminasi Dan Ekskresi


BAB :
a. Frekuensi :
b. Konsistensi :
c. Warna :
d. Masalah yang dirasakan :

BAK :
a. Frekuensi :
b. Warna :
c. Masalah yang dirasakan :

5. Pemeliharaan Keseimbangan Aktifitas dan Istirahat


Aktivitas :
a. Aktivitas sehari-hari :
b. Rekreasi :
c. Alat bantu :
d. Mandi :
e. Gosok gigi :
f. Keramas :
g. Potong kuku :

Istirahat :
a. Waktu tidur :
b. Jumlah :
c. Insomnia :

6. Pemeliharaan Keseimbangan Privasi dan Interaksi Sosial


Kegiatan lingkungan :
Interaksi social :
Keterlibatan kegiatan social :

7. Pencegahan Resiko yang Mengancam Kehidupan dan Kesejahteraan


Kebersihan kamar mandi :
Konsumsi vitamin :
Imunisasi :
Olahraga :
Upaya keharmonisan keluarga :

8. Peningkatan Kesehatan dan Pengembangan Potensi Dalam Hubungan Sosial


Konsultasi dokter :
Pelayanan kesehatan lingkungan rumah :
Komunikasi lingkungan :

E. PEMERIKSAAN FISIK
Tinggi badan :
Kondisi fisik :

Tabel perkembangan fisik:


Kondisi sebelum sakit Kondisi saat sakit
1. Tekanan darah
2. Suhu
3. Denyut nadi
4. Berat badan

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
USG :
CT SCAN :
RO :

G. TERAPI
2. Teori Pengkajian Virginia Henderson

Pada pengkajian ditekankan dalam hal “ Apakah klien mampu atau tidak
mampu melaksanakansetiap aspek hidup sehari-hari pasien? “. Saat pengkajian
perawat dan pasien mendiskusikan dan mengindentifikasi setiap aktifitas hidup sehar
– hari, pasien yang mampu dilaksanakan sendiri.

Apabila ditemukan adanya ketidak mampuan pasien di dalam melaksanakan aktifitas


hidup sehari – hari , berarti pasien, memerlukan bantuan dari perawat. Aspek – aspek
yang perlu dikaji pada aktifitas hidup sehari-hari adalah sebagai berikut :

a. Bernafas

Yang perlu dikaji antara lain kemampuan pasien dalam melakukan ekspirasi dan
inspirasi.

 Apakah menggunakan otot-otot pernafasan


 Bagaimana frekuensi pernafasan
 Pengukuran tidal volume dan warna mukosa.

b. Makan dan Minum

 Mengkaji tentang kemampuan pasien dalam memenuhi kebutuhan makan dan


minum
 Tentang prilaku makan dan minum
 Kemampuan menetukan makan dan minum yang memenuhi syarat kesehatan
 Kemampuan memasak dan menyiapkan makanan sendiri.
c. Eliminasi
 Mengkaji kemampuan BAB / BAK serta fungsi dari organ -organ tersebut
 Bagaimana pasien mempertahankan fungsi normal dari BAB / BAK .

d. Mobilisasi
 Mengkaji kemamppuan aktifitas dan mobilitas kehidupan klien sehari-hari .

e. Istirahat dan Tidur

 Mengkaji kemapuan pasien dalam pemenuhan kebutuhan tidur ( pola, jumlah,


kualitas tidur )

f. Berpakaian

 Mengkaji apakah ada kesulitan dalam memakai pakaian.

g. Suhu Tubuh

 Mengkaji pasien dalam hal mempertahankan suhu tubuh tetap normal.

h. Kebersihan Tubuh

 Mengkaji apakah ada kesulitan dalam memelihara kebersihan dirinya.

i. Menghindari Bahaya

 Mengkaji kemampuan pasien dalam melakukuan keamanan dan pencegahan


pada saat melaksanakan aktifitas hidup sehari –hari , termasuk faktor
lingkungan , faktor sensori, serta faktor psikososial.
j. Berkomunikasi

 Melalui komunikasi antar perawat , pasien dan keluarga dapat dikaji mengenai
pola komunikasi dan interaksi sosial pasien dengan cara mengidentifikasi
kemampuan pasien dalam berkomunikasi

k. Bekerja

 Mengkaji pekerjaan pasien saat ini atau pekerjaan yang lalu.

l. Bermain

 Mengkaji kemampuan aktifitas rekreasi dan relaksasi ( jenis kegiatan dan


frekuensinya ).

m. Spiritual

 Mengkaji bagaimana klien memenuhi kebutuhan spiritualnya sebelum dan


ketika sakit.

n. Belajar

 Mengkaji bagaimana cara klien mempelajari sesuatu yang baru.


Format Pengkajian menurut Henderson:

FORMAT LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN


BERDASARKAN FORMAT HENDERSON

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ........................................


DENGAN DIAGNOSA MEDIS ...........................................................
DI ...............................................................................................
TANGGAL…………………………………………………………………………

PENGKAJIAN
1. Identitas
a. Identitas Pasien
Nama : .........................................................................................
Umur : .........................................................................................
Agama : .........................................................................................
Jenis Kelamin : ...........................................................................................
Status : ...........................................................................................
Pendidikan :............................................................................................
Pekerjaan : ............................................................................................
Suku Bangsa :............................................................................................
Alamat : ..........................................................................................
Tanggal Masuk : ...........................................................................................
Tanggal Pengkajian : ...........................................................................................
No. Register : .............................................................................................
Diagnosa Medis : ............................................................................................
b. Identitas Penanggung Jawab
Nama : ............................................................................................
Umur : .............................................................................................
Hub. Dengan Pasien : ...........................................................................................
Pekerjaan : .............................................................................................
Alamat : ..............................................................................................

2. Status Kesehatan
a. Status Kesehatan Saat Ini
1) Keluhan Utama (Saat MRS dan saat ini)
Saat MRS :..........................................................................................................
Saat ini : ..........................................................................................................

2) Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya


...................................................................................................................
b. Satus Kesehatan Masa Lalu
1) Penyakit yang pernah dialami
...........................................................................................................................
Pernah dirawat
...........................................................................................................................
Alergi
...........................................................................................................................
2) Kebiasaan (merokok/kopi/alkohol dll)
...........................................................................................................................

3) Riwayat Penyakit Keluarga


...........................................................................................................................

4) Diagnosa Medis dan therapy


...........................................................................................................................

3. Pola Kebutuhan Dasar ( Data Bio-psiko-sosio-kultural-spiritual)


Pola Bernapas
Sebelum sakit
...........................................................................................................................
Saat sakit
...........................................................................................................................
Pola makan-minum
Sebelum sakit :
...........................................................................................................................
Saat sakit :
...........................................................................................................................
Pola Eliminasi
Sebelum sakit :
...........................................................................................................................
Saat sakit :
...........................................................................................................................

Pola aktivitas dan latihan


Sebelum sakit :
...........................................................................................................................
Saat sakit :
...........................................................................................................................
Pola istirahat dan tidur
Sebelum sakit :
...........................................................................................................................
Saat sakit :
...........................................................................................................................
Pola Berpakaian
Sebelum sakit :
...........................................................................................................................
Saat sakit :
...........................................................................................................................
Pola rasa nyaman
Sebelum sakit :
...........................................................................................................................
Saat sakit :
...........................................................................................................................
Pola Aman
Sebelum sakit :
...........................................................................................................................
Saat sakit :
...........................................................................................................................
Pola Kebersihan Diri
Sebelum sakit :
...........................................................................................................................
Saat sakit :
...........................................................................................................................
Pola Komunikasi
Sebelum sakit :
...........................................................................................................................
Saat sakit :
...........................................................................................................................
Pola Beribadah
Sebelum sakit :
...........................................................................................................................
Saat sakit :
...........................................................................................................................
Pola Produktifitas
Sebelum sakit :
...........................................................................................................................
Saat sakit :
...........................................................................................................................
Pola Rekreasi
Sebelum sakit :
...........................................................................................................................
Saat sakit :
...........................................................................................................................
Pola Kebutuhan Belajar
Sebelum sakit :
...........................................................................................................................
Saat sakit :
...........................................................................................................................
Pengkajian Fisik
a. Keadaan umum :
Tingkat kesadaran : komposmetis / apatis / somnolen / sopor/koma
GCS :
verbal :……….
Psikomotor :……….
Mata :……………..
b. Tanda-tanda Vital
Nadi : ………
Suhu : ……….
TD : ………
RR : ………
c. Keadaan fisik
1) Kepala dan leher :
........................................................................................................................................
2) Dada :
Paru
.........................................................................................................................................
Jantung
.........................................................................................................................................
3) Payudara dan ketiak :
.........................................................................................................................................
4) Abdomen :
.........................................................................................................................................
5) Genetalia :
........................................................................................................................................
6) Integumen :
.........................................................................................................................................
7) Ekstremitas :
Atas
................................................................................................................................
Bawah
.........................................................................................................................................
8) Neurologis :
Status mental dan emosi :
.........................................................................................................................................
Pengkajian saraf kranial :
.........................................................................................................................................
Pemeriksaan refleks :
.........................................................................................................................................
d. Pemeriksaan Penunjang
1) Data laboratorium yang berhubungan
.........................................................................................................................................
2) Pemeriksaan radiologi
.........................................................................................................................................
3) Hasil konsultasi
.........................................................................................................................................
4) Pemeriksaan penunjang diagnostik lain
.........................................................................................................................................
3. Teori Pengkajian Callista Roy

Tinjauan Teoritis The Roy Adaptation Model


1. Manusia Sebagai System Adaptive.
Roy mengemukakan bahwa manusia sebagai sebuah sistim yang dapat menyesuaikan
diri (adaptive system ). Sebagai sistim yang dapat menyesuaikan diri manusia dapat
digambarkan secara holistik (bio, psicho, Sosial) sebagai satu kesatuan yang
mempunyai Input, Control, Proses Feedback, dan Output.
1) Input (Stimulus)
Manusia sebagai suatu sistim dapat menyesuaikan diri dengan menerima masukan
dari lingkungan luar dan lingkungan dalam diri individu itu sendiri
2) Mekanisme Koping.
Tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan stress, termasuk upaya
penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan diri.
Ada 2 (dua) Mekanisme koping, yaitu :
a. Mekanisme koping bawaan, yaitu ditentukan oleh sifat genetic yang dimiliki
b. Mekanisme koping yang dipelajari, yaitu dikembangkan melalui strategi
pembelajaran atau pengalaman-pengalaman yang ditemui selama menjalani
kehidupan.
Ada 2 (dua) Respon Adaptasi :
a. Respon adaptif, adalah keseluruhan yang meningkatkan itegritas dalam batasan yang
sesuai dengan tujuan “human system”.
b. Respon maladaptif, yaitu segala sesuatu yang tidak memberikan kontribusi yang
sesuai dengan tujuan “human system.
3) Output
Respon-respon yang adaptive mempertahankan atau meningkatkan intergritas,
sedangkan respon maladaptive dapat mengganggu integritas. Melalui proses
feedback, respon-respon itu selanjutnya akan menjadi Input (masukan) kembali pada
manusia sebagai suatu sistim.
Koping yang tidak konstruktif atau tidak efektif berdampak terhadap respon sakit
(maladaptife). Jika pasien masuk pada zona maladaptive maka pasien mempunyai
masalah keperawatan adaptasi
4) Subsistem Regulator dan Kognator
Subsistem Regulator adalah gambaran respon yang kaitannya dengan perubahan pada
sistim saraf, kimia tubuh, dan organ endokrin, dan merupakan mekanisme kerja
utama yang berespon dan beradaptasi terhadap stimulus lingkungan.
Subsistem Kognator adalah gambaran respon yang kaitannya dengan perubahan
kognitif dan emosi, termasuk didalamnnya persepsi, proses informasi, pembelajaran,
membuat alasan dan emosional.
Respon-respon susbsistem tersebut semua dapat terlihat pada empat perubahan yang
ada pada manusia sebagai sistim adaptive yaitu : fungsi fisiologis, konsep diri, fungsi
peran dan Interdependensi.
1) Perubahan Fungsi Fisiologis
Adanya perubahan fisik akan menimbulkan adaptasi fisiologis untuk
mempertahankan keseimbangan.
Contoh : Keseimbangan cairan dan elektrolit, fungsi endokrin (kelenjar adrenal
bagian korteks mensekresikan kortisol atau glukokortikoid, bagian medulla
mengeluarkan epenefrin dan non epinefrin), sirkulasi dan oksigen.
2) Perubahan konsep diri
Adalah keyakinan perasaan akan diri sendiri yang mencakup persepsi, perilaku dan
respon. Adanya perubahan fisik akan mempengaruhi pandangan dan persepsi
terhadap dirinya. Contoh : Gangguan Citra diri, harga diri rendah.
3) Perubahan fungsi peran
Ketidakseimbangan akan mempengaruhi fungsi dan peran seseorang.
Contoh : peran yang berbeda, konflik peran, kegagalan peran.
4) Perubahan Interdependensi
Ketidakmampuan seseorang untuk mengintergrasikan masing-masing komponen
menjadi satu kesatuan yang utuh. Contoh : kecemasan berpisah.
2. Stimulus
Stimulus Internal adalah keadaan proses mental dalam tubuh manusia berupa
pengalaman, kemampuan emosional, kepribadian dan Proses stressor biologis (sel
maupun molekul) yang berasal dari dalam tubuh individu.
Stimulus External dapat berupa fisik, kimiawi, maupun psikologis yang diterima
individu sebagai ancaman.
Lebih lanjut stimulus itu dikelompokkan menjadi 3 (tiga) jenis stimulus, antara lain:
1) Stimulus Fokal
Stimulus yang secara langsung dapat menyebabkan keadaan sakit dan
ketidakseimbangan yang dialami saat ini. Contoh : kuman penyebab infeksi
2) Stimulus Kontektual.
Stimulus yang dapat menunjang terjadinya sakit (faktor presipitasi) seperti keadaan
tidak sehat, dan tidak terlihat langsung pada saat ini, misalnya penurunan daya tahan
tubuh.
3) Stimulus Residual
Sikap, keyakinan dan pemahaman individu yang dapat mempengaruhi terjadinya
keadaan tidak sehat (faktor predisposisi), sehingga terjadi kondisi Fokal, mis ;
persepsi pasien tentang penyakit, gaya hidup, dan fungsi peran.
3. Tingkat Adaptasi
Tingkat adaptasi merupakan kondisi dari proses hidup yang tergambar dalam 3 (tiga
kategori), yaitu 1) integrasi, 2) kompensasi, dan 3) kompromi. Tingkat adaptasi
seseorang adalah perubahan yang konstan yang terbentuk dari stimulus.

4. Sehat-Sakit (Adaptive dan Maladaptif)


Adaptasi yang tidak memerlukan energi dari koping yang tidak efektif dan
memungkinkan manusia berespon terhadap stimulus yang lain.
A. APLIKASI TEORI MODEL ADAPTASI ROY

1. Pengkajian Perilaku
1) Pengakajian Fisiologis.
Ada 9 (Sembilan) perilaku Respon Fisiologis :
a. Oksigenasi : Berhubungan dengan respirasi dan sirkulasi.
b. Nutrisi : Untuk memperbaiki kondisi tubuh dan perkembangan.
c. Eliminasi : Pola eliminasi.
d. Aktivitas dan istirahat :Pola aktivitas, latihan, istirahat dan tidur.
e. Intergritas kulit : Pola fisiologis kulit.
f. Rasa/senses : Fungsi sensoris perceptual b.d panca indra.
g. Cairan dan elektrolit : Pola fisiologis penggunaan cairan dan elektrolit.
h. Fungsi Neurologis : Pola kontrol neurologis, pengaturan dan intelektual.
i. Fungsi endokrin : Pengaturan system reproduksi termasuk respon stress.
2) Pengkajian Konsep diri
Mengidentifikasi pola nilai, kepercayaan dan emosi yang berhubungan dengan Ide
diri sendiri tentang fisik, perasaan, dan moral-etik.
3) Pengkajian Fungsi Peran.
Mengidentifikasi tentang pola interaksi sosial seseorang dengan orang lain akibat dari
peran ganda.
4) Pengkajian Interdpendensi.
Mengidentifikasi pola nilai menusia, kehangatan, cinta dan memiliki melalui
hubungan interoersonal terhadap individu dan kelompok.

Roy sudah mengidentifikasikan sejumlah respon yang berkaitan dengan aktivitas


Subsistim regulator dan Subsistem Kognator yang tidak efektive, seperti pada table
berikut :
Gejala berat dari aktivitas Regulator : Gejala Inefektiv dari Kognator :
peningkatan deyut jantung dan tekanan Gangguan persepsi/ proses informasi.
darah. Pembelajaran inefektive.
Tegang. Tidak mampu membuat justifikasi.
Hilang nafsu makan. Afektive tidak sesuai.
Peningkatan kortisol serum
Sumber: Julia B.George, RN,PhD (editor) 1995, Nursing Theories, The Base for Profesional Nursing
Practice. 4th. Appleton & lange Norwalk, Connecticut.

2. Pengkajian Stimulus.
Stimulus yang berpengaruh :
Budaya : Status sosial ekonomi, Ektnis (suku/Ras), sistim
kepercayaan.
Keluarga : Struktur keluarga, tugas keluarga.
Fase perkembangan : Usia, jenis kelamin, tugas, keturunan dan faktor
keturunan.
Intergritas dari cara-cara : Fisiologis (termasuk patologi penyakit), konsep diri,
penyesuaian (modes fungsi peran, interdependensi.
Adaptive)
Efektivefitas Kognator : Persepsi, pengatahuan, skill.
Pertimbangan lingkungan : Perubahan lingkungan internal dan ekternal,
menajemen pengobatan, penggunaan obat-obatan.
Alkohol, dan merokok.
4. Pengkajian menurut Gordon ( Pola Fungsional Gordon )

Pola pengkajian fungsional menurut Gordon adalah bahwa pola fungsional


Gordon ini mempunyai aplikasi luas untuk para perawat dengan latar belakang
praktek yang beragam model pola fungsional kesehatan terbentuk dari hubungan
antara klien dan lingkungan dan dapat digunakan untuk perseorangan, keluarga,
dan komunitas. Setiap pola merupakan suatu rangkaian perilaku yang membantu
perawat mengumpulkan, mengorganisasikan dan memilah-milah data. (Potter,
1996 : 15).

1. POLA MANAJEMEN KESEHATAN DAN PERSEPSI KESEHATAN

Kaji pasien mengenai :

 Arti sehat dan sakit bagi pasien

 Pengetahuan status kesehatan pasien saat ini

 Perlindungan terhadap kesehatan : program skrining, kunjungan ke pusat


pelayanan ksehatan, diet, latihan dan olahraga, manajemen stress, faktor
ekonomi

 Pemeriksaan diri sendiri : payudara, riwayat medis keluarga, pengobatan yang


sudah dilakukan.

 Perilaku untuk mengatasi masalah kesehatan

 Data pemeriksaan fisik yang berkaitan.


2. POLA METABOLIK – NUTRISI

Kaji pasien mengenai :

 Kebiasaan jumlah makanan dan kudapan

 Jenis dan jumlah (makanan dan minuman)

 Pola makan 3 hari terakhir atau 24 jam terakhir, porsi yang dihabiskan, nafsu
makan

 Kepuasan akan berat badan

 Persepsi akan kebutuhan metabolik

 Faktor pencernaan : nafsu makan, ketidaknyamanan, rasa dan bau, gigi,


mukosa mulut, mual atau muntah, pembatasan makanan, alergi makanan

 Data pemeriksaan fisik yng berkaitan (berat badan saat ini dan SMRS)

3. POLA ELIMINASI

Kaji pasien mengenai :

 Kebiasaan pola buang air kecil : frekuensi, jumlah (cc), warna, bau, nyeri,
mokturia, kemampuan mengontrol BAK, adanya perubahan lain

 Kebiasaan pola buang air besar : frekuensi, jumlah (cc), warna, bau, nyeri,
mokturia, kemampuan mengontrol BAB, adanya perubahan lain

 Keyakinan budaya dan kesehatan


 Kemampuan perawatan diri : ke kamar mandi, kebersihan diri

 Penggunaan bantuan untuk ekskresi

 Data pemeriksaan fisik yang berhubungan (abdomen, genitalia, rektum,


prostat)

4. POLA AKTIVITAS – LATIHAN

Kaji pasien mengenai :

 Aktivitas kehidupan sehari-hari

 Olahraga : tipe, frekuensi, durasi dan intensitas

 Aktivitas menyenangkan

 Keyakinan tenatng latihan dan olahraga

 Kemampuan untuk merawat diri sendiri (berpakaian, mandi, makan,


kamar mandi)

 Mandiri, bergantung, atau perlu bantuan

 Penggunaan alat bantu (kruk, kaki tiga)

 Data pemeriksaan fisik (pernapasan, kardiovaskular, muskuloskeletal,


neurologi)

5. POLA ISTIRAHAT – TIDUR


Kaji pasien mengenai :

 Kebiasaan tidur sehari-hari (jumlah waktu tidur, jam tidur dan bangun, ritual
menjelang tidur, lingkungan tidur, tingkat kesegaran setelah tidur)

 Penggunaan alat mempermudah tidur (obat-obatan, musik)

 Jadwal istirahat dan relaksasi

 Gejala gangguan pola tidur

 Faktor yang berhubungan (nyeri, suhu, proses penuaan dll)

 Data pemeriksaan fisik (lesu, kantung mata, keadaan umum, mengantuk)

6. POLA PERSEPSI – KOGNITIF

Kaji pasien mengenai :

 Gambaran tentang indra khusus (pnglihatan, penciuman, pendengar, perasa,


peraba)

 Penggunaan alat bantu indra

 Persepsi ketidaknyamanan nyeri (pengkajian nyeri secara komprehensif)

 Keyaknan budaya terhadap nyeri

 Tingkat pengetahuan klien terhadap nyeri dan pengetahuan untuk mengontrol


dan mengatasi nyeri
 Data pemeriksaan fisik yang berhubungan (neurologis, ketidaknyamanan)

7. POLA KONSEP DIRI – PERSEPSI DIRI

Kaji pasien mengenai :

 Keadaan sosial : peekrjaan, situasi keluarga, kelompok sosial

 Identitas personal : penjelasan tentang diri sendiri, kekuatan dan kelemahan


yang dimiliki

 Keadaan fisik, segala sesuatu yang berkaiyan dengan tubuh (yg disukai dan
tidak)

 Harga diri : perasaan mengenai diri sendiri

 Ancaman terhadap konsep diri (sakit, perubahan peran)

 Riwayat berhubungan dengan masalah fisik dan atau psikologi

 Data pemeriksaan fisik yang berkaitan (mengurung diri, murung, gidak mau
berinteraksi)

8. POLA HUBUNGAN – PERAN

Kaji pasien mengenai :

 Gambaran tentang peran berkaitan dengan keluarga, teman, kerja

 Kepuasan/ketidakpuasaan menjalankan peran


 Efek terhadap status kesehatan

 Pentingnya keluarga

 Struktur dan dkungan keluarga

 Proses pengambilan keputusan keluarga

 Pola membersarkan anak

 Hubungan dengan orang lain

 Orang terdekat dengan klien

 Data pemeriksaan fisik yang berkaitan

9. POLA REPRODUKSI – SEKSUALITAS

Kaji pasien mengenai :

 Masalah atau perhatian seksual

 Menstrusi, jumlah anak, jumlah suami/istri

 Gambaran perilaku seksual (perilaku sesksual yang aman, pelukan, sentuhan


dll)

 Pengetahuan yang berhubungan dengan seksualitas dan reproduksi

 Efek terhadap kesehatan

 Riwayat yang berhubungan dengan masalah fisik dan atau psikologi

 Data pemeriksaan fisik yang berkaitan (KU, genetalia, payudara, rektum)


10. POLA TOLERANSI TERHADAP STRESS – KOPING

Kaji pasien mengenai :

 Sifat pencetus stress yang dirasakan baru-baru ini

 Tingkat stress yang dirasakan

 Gambaran respons umum dan khusus terhadap stress

 Strategi mengatasi stress yang biasa digunakan dan keefektifannya

 Strategi koping yang biasa digunakan

 Pengetahuan dan penggunaan teknik manajemen stress

 Hubungan antara manajemen stress dengan keluarga

11. POLA KEYAKINAN – NILAI

Kaji pasien mengenai :

 Latar belakang budaya/etnik

 Status ekonomi, perilaku kesehatan yang berkaitan dengan kelompok


budaya/etnik

 Tujuan kehidupan bagi pasien

 Pentingnya agama/spiritualitas
 Dampak masalah kesehatan terhadap spiritualitas

 Keyakinan dalam budaya (mitos, kepercayaan, laragan, adat) yang dapat


mempengaruhi kesehatan

Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan Umum
a. Tingkat Kesadaran
- Keadaan Umum :
- Kesadaran :
- GCS

2. Tanda – Tanda Vital

-Tekanan darah : mmHg


-Nadi : Kali/Menit
-Pernafasan : Kali/Menit
-Suhu : derajat celcius

b. Berat badan dan tinggi badan


1. Berat Badan : kg
2. Tinggi Badan : cm

c. Kulit , rambut , dan kuku


1. Kulit
Inspeksi : warna , apakah ada lesi ?
Palpasi : kelembaban , teksture kulit , turgor

2. Rambut
Inspeksi : warna dan kebersihan
Palpasi : tekstur rambut kasar / halus

3. Kuku
Inspeksi : bentuk , kebersihan
(normal jika convex kuku dengan dasar kuku 160)
Palpasi : teksture kuku , warna setelah ditekan

d. Kepala , Muka , leher


1. Kepala :
Inspeksi : ukuran , bentuk , kesimetrisan
Palpasi : nodules / massa dengan menggunakan ujung jari : gerakan
rotasi

2. Muka
Inspeksi : Ekspresi wajah , warna kulit , struktur muka (mata , hidung ,
mulut , telinga ) apakah simetris
Palpasi : Sinus wajah
3. Leher
Inspeksi : Warna kulit kuning langsat , kelaianan , bengkak , inspeksi
otot leher (sternocloidomastoid dan trapezius)
Palpasi : Apakah ada massa ?
 Lymph nodes : Tidak terdapat pembesaran
kelenjar limfe
 Larynx dan trachea : Letak trachea , apakah
ada pergeseran
 Kelenjar thyroid : apakah ada pembesaran kelenjar
tyroid
 Vena Jugularis : 5 – 2 cm h2O
e. Mata dan penglihatan
1. Alis mata
Inspeksi : apakah simetris , apakah berambut
2. Bulu mata : distibusi
3. Bola mata: ada eksoftalmus atau tidak
4. Aparatus lakrimalis : ada sumbatan atau tidak
5. Konjungtiva : warna ?
6. Sclera : warna ?
7. Pupil : isokor , refleks pupil miosis atau midriasis
8. Kemampuan untuk membedakan warna
9. Ketajaman penglihtan
10. Lapang pandang

F. Telinga dan Pendengaran


1. Daun telinga
Inspeksi : warna, posisi ,kesemetrisan antara kiri dan kanan, adakah
lesi dan pembengkakan
Palpasi : teksture tidak ada nyeri atau tidak

2. Liang telinga dan membrane


Inspeksi : apakah ada cerumen

3. Fungsi Pendengaran
Pasien mampu mendengar detik arloji
Gerakan tangan pada telinga pasien sama kuat untuk kedua telinga
-Test Garpu Tala
-Test Rinne
-Test Webber
-Test swabach

f. Hidung dan penciuman


1. Inspeksi : Bentuk hidung dan lubang hidung simetris ,septum , tidak ada
pembengkakan , perubahan warna , secret
2. Palpasi : apakah ada nyeri
3. Fungsi penciuman: Dapatkah membedakan bau - bauan

g. Mulut dan Pharyx


Inspeksi
1) Gigi ; gigi lengkap , terdapat karies pada gigi
2) Mukosa mulut : warna , kotoran , lesi
3) Lidah : warna lidah , lesi
4) Palatum : Simetris , terdapat lesi atau tidak
5) Tonsil : ukuran tonsil
6) Pharxy : nyeri atau tidak

h. Thorax , paru – paru , jantung dan payudara


1. Thorax dan paru
- Inspeksi : bentuk dada simetris , pergerakan dinding dada ,
pembengkakan , lesi , dan perdarahan
- Palpasi thorax : Tidak terdapat nyeri
- Palpasi vocal fermitus diseluruh permukaan dada [kiri , kanan , depan ,
belakang] :
- Perkusi : vesikuler pada seluruh lapang dada
- Auskultasi : Suara pernafasan ronchi
2. Payudara
- Inspeksi : ukuran sedang , bentuk melingkar , tidak ada lesi dan
pembengkakan , bentuk puting susu simetris atau tidak
- Palpasi : ada nyeri atau tidak

i. Jantung dan pembuluh darah peripher


- Inspeksi : simetris , ada pembesaran atau tidak
- Palpasi : ada nyeri atau tidak
- Perkusi :suara
- Auskultasi : Terdengar suara jantung S1 (lub) dan S2 (dub), Gallop (-),
Murmur (-).

j. Abdomen
- inspeksi : warna, bentuk , pembengkakan , lesi , dan perdarahan
- Palpasi : nyeri tekan dan massa
- Auskultasi :
Frekuensi bunyi usus permenit ?
- Perkusi : Timpani

k. Genital
Wanita
- Kebersihan
- adakah oedema
- adakah radang dan kemerahan
- adakah nyeri

l. Rektum
Kebersihan , ada benjolan atau tidak

m. Eskstermitas Atas
- Bentuk simteris ? Apakah ada deformitas , bengkak ?
- Apakah ada sensassi : halus , tajam , panas , dingin ?
- Gerakan ROM : Fleksi , ekstensi , abduksi , adduksi , rotasi
- Kekuatan otot : Deltoid , Bisep , Trisep , Brachioradialis

n. Ekstermitas Bawah
- Bentuk simteris ? Apakah ada deformitas ?
- Apakah ada pembengkakan lipat paha ?
- Apakah ada simteris : halus , tajam , panas , dingin ?
- Gerakan ROM : Fleksi , akstensi , abduksi , adduksi , pergelangan kaki
.
- Refleks Pattela , Achiles dan Babinski
- Apakah ada nyeri daerah betis ?

o. Data Psikososial dan spiritual


1. Psikososial
a. Non Verbal
- Ekspresi wajah : Sedih , murung , ceria , datar ?
- Sikap : Apatis , agresiff , menghindar , gerakan tidak bermakna

b. Verbal
- Bicara terputus putus ?
- Bicara tidak jelas ? inkoheren ?
- Bicara cepat
c. Emosi : stabil atau labil
d. Konsep diri :
 Gambaran diri
 Identitas diri
 Peran
 Harga diri
 Ideal diri
e. Interaksi sosial
Apakah pasien dapat berinteraksi dengan keluarga , perawat , maupun
pasien lain ?

f. Koping
g. Koping yang digunakan pasien pada saat menghadapi masalah / sakit ?
(mis : menangis , diam , menulis di buku harian ?)

2. Spiritual
- Apakah pasien merasa terganggu ibadahnya selama sakit
- Apakah perlu bimbingan pemuka agama ?

p. Data Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium

q. Therapi
a. Jenis Kegiatan Pengkajian

a) Pengkajian Awal
Dilaksanakan pada waktu klien masuk pelayanan kesehatan, tujuannya
adalah menetapkan data dasar tentang klien.

b) Pengkajian Berfokus pada Masalah


Proses berkelanjutan terpadu dengan asuhan keperawatan, tujuanya adalah
menentukan status masalah yang diidentifikasi pada pengkajian yang lebih
awal.
Contoh pengkajian asupan cairan dan keluaran urine klien di ICU setiap jam.

c) Pengkajian Kedaruratan
Ini di lakukan pada saat krisis fisiologi atau psikologis klien, tujuannya
mengidentifikasi masalah yang mengancam jiwa.
Contoh pengkajian cepat pada jalan nafas

d) Pengkajian dengan Jarak Waktu


Ini dilakukan pada beberapa bulan setelah pengkajian. Tujuannya untuk
membandingkan status klien saat ini dengan data dasar yang di dapat
sebelumnya.
Contoh pengkajian kembali pada pasien rawat jalan.
b) Kegiatan dalam Pengkajian

1. Pengumpulan Data
Merupakan informasi yang dilakukan secara sistematis dan kontinyu tentang
status kesehatan klien untuk menentukan masalah-masalah serta kebutuhan-
kebutuhan kesehatan klien. Informasi yang diperlukan adalah segala sesuatu
penyimpangan tentang klien sebagai makhluk bio-psiko-sosial-spiritual, kemampuan
dalam mengatasi masalah sehari-hari, masalah kesehatan dan keperawatan yang
mengganggu kemampuan klien, dan keadaan sekarang yang berkaitan dengan
rencana asuhan keperawatan yang akan dilakukan terhadap klien .
 Jenis data yang dikumpulkan :
1. Data Subjektif
Data subjektif adalah data yang di dapat berdasarkan persepsi klien
tentang masalah kesehatan mereka ( Potter dan Perry 1997 ).
Data subjektif disebut juga data tertutup atau gejala. Misalnya rasa nyeri,
pusing, mual, ketakutan, kecemasan, ketidaktahuan, dan lain - lain.

2. Data Objektif
Data objektif adalah data yang di dapat dari pengamatan, pengukuran,
pemerikasaan dengan menggunakan standar yang diakui (berlaku). Misalnya :
perubahan warna kulit, tekanan darah, suhu tubuh, perubahan prilaku, dll.

 Sumber Data
1. Sumber Data Primer
Klien adalah sumber utama data (primer) dan perawat dapat menggali
infoemasi yang sebenarnya mengenai masalah kesehatan klien. Klien yang
sadar dan menjawab pertanyaan secara cepat dapat memberikan informasi yang
paling akurat.
2. Sumber Data Sekunder
Orang terdekat, informasi dapat diperoleh melalui orangtua, suami
atau istri, anak, teman klien, jika klien mengalami gangguan keterbatasan dalam
berkomunikasi atau kesadaran yang menurun, misalnya klien bayi atau anak-
anak atau klien dalam kondisi tidak sadar.
3. Sumber Data Lainnya
1) Catatan medis dan anggota tim kesehatan lainnya.
Catatan medis klien saat ini dan di masa lalu dapat menguatkan informasi
tentang pola kesehatan dan pengobatan masa lalau atau memberikan
informasi baru. Dengan menelaah catatan medis, perawat dapat
mengidentifikasi pola penyakit, respon terhadap pengobatan sebelumnya,
dan metode koping di masa lalu.
2) Riwayat Penyakit
Pemeriksaan fisik dan catatan perkembangan merupakan riwayat penyakit
yang diperoleh dari terapis. Informasi yang diperoleh adalah hal-hal yang
difokuskan pada identifikasi patologis dan untuk menentukan rencana
tindakan medis.
3) Konsultasi
Kadang terapis memerlukan konsultasi dengan anggota tim kesehatan
spesialis, khusunya dalam menentukan diagnosa medis atau dalam
merencanakan dan melakukan tindakan medis. Informasi tersebut dapat
diambil guna membantu menegakkan diagnosa.
4) Hasil Pemeriksaan Diagnostik
Seperti hasil pemeriksaan laboratorium dan tes diagnostik, dapat digunakan
perawat sebagai data objektif yang dapat disesuaikan dengan masalah
kesehatan klien. Hasil pemeriksaan diagnostic dapat digunakan dalam
membantu mengevaluasi keberhasilan dari tindakan keperawatan.
5) Perawat Lain
Jika klien adalah rujukan dari pelayanan kesehatan lainnya, maka perawat
harus meminta informasi kepada perawat yang telah merawat klien
sebelumnya. Hal ini untuk kelanjutan tindakan keperawatan yang telah
diberikan.
6) Kepustakaan
Untuk mendapatkan data dasar klien yang komprehensif, perawat dapat
membaca literature yang berhubungan dengan masalah klien. Menelaah
tinjauan literature keperawatan, medis, farmakologis tentang penyakit sangat
membantu perawat dalam memberikan asuhan keperawatan yang benar dan
tepat dan membantu melengkapi data dasar.
7) Pengalaman perawat
Keahlian perawat berkembang setelah pengujian dan pembaharuan proposisi,
pertanyaan, dan harapan berdasarkan prinsip. Contoh pada saya perawat
merawat klien dengan nyeri abdomen , itulah pelajaran yang di pelajari.
 Karakteristik Data
 Lengkap
Data yang terkumpul harus lengkap guna membantu mengatasi masalah klien
yang adekuat. Misalnya klien tidak mau makan selam 3 hari. Perawat harus
mengkaji lebih dalam mengenai masalah klien tersebut dengan menanyakan
hal-hal sebagai berikut :
apakah tidak mau makan karena tidak ada nafsu makan atau disengaja?
apakah karena adanya perubahan pola makan atau hal-hal yang patologis?
Bagaimana respon klien mengapa tidak mau makan.
 Akurat dan nyata
Dalam pengumpulan data ada kemungkinan terjadi salah paham. Untuk
mencegah hal tersebut, maka perawat harus berfifkir akurasi dan nyata untuk
membuktikan benar tidaknya apa yang telah di dengar, di lihat, di amati, dan
di ukur melalui pemeriksaan ada tidaknya validasi terhadap semua data yang
meragukan. Apabila perawat merasa kurang jelas atau kurang mengerti
terhadap data yang telah dikumpulkan, maka perawat harus berkonsultasi
dengan perawat lain yang lebih mengerti. Misalnya, pada observasi : “Klien
selalu diam dan sering menutup mukanya dengan kedua tangannya. Perawat
berusaha mengajak klien berkomunikasi, tetapi klien selalu diam dan tidak
menjawab pertanyaan perawat. Selama sehari klien tidak mau makan
makanan yang diberikan”, jika keadaan klien tersebut ditulis oleh perawat
bahwa klien depresi berat, maka hal itu merupakan perkiraan dari perilaku
klien dan bukan data yang aktual. Diperlukan penyelidikan lebih lanjut untuk
menetapkan kondisi klien. Dokumentasikan apa adanya sesuai yang
ditemukan pada saat pengkajian.
 Relevan
Pencatatan data yang komprehensif biasanya menyebabkan banyak sekali data
yang harus di kumpulkan sehingga menyita waktu dalam mengidentifikasi.
Kondisi yang seperti ini bisa di antisipasi dengan membuat data yang
komprehensif, tetapi singkat dan jelas. Dengan mencatat data relevan sesuai
dengan masalah klien, yang merupakan data fokus terhadap masalah klien dan
sesuai dengan situasi khusus.

 Metode Pengumpulan Data


Agar data dapat terkumpul dengan baik dan terarah, sebaiknya
dilakukan penggolongan atau klasifikasi data berdasarkan identitas klien,
keluhan utama, riwayat kesehatan, keadaan fisik, psikologis, sosial, spiritual,
intelegensi, hasil-hasil pemeriksaan dan keadaan khusus lainnya.
Cara yang biasa digunakan untuk mengumpulkan data tentang klien antara
lain :
 Wawancara (interview)
 Pengamatan (observasi)
 Pemeriksaan fisik
 Studi dokumentasi
1) Wawancara ( interview )
Wawancara adalah menanyakan atau membuat tanya-jawab yang
berkaitan dengan masalah yang dihadapi oleh klien, biasa juga disebut dengan
anamnesa. Wawancara berlangsung untu menanyakan hal-hal yang
berhubungan dengan masalah yang dihadapi klien dan merupakan suatu
komunikasi yang direncanakan.
Tujuan dari wawancara adalah untuk memperoleh data tentang
masalah kesehatan dan masalah keperawatan klien, serta untuk menjalin
hubungan antara perawat dengan klien. Selain itu wawancara juga bertujuan
untuk membantu klien memperoleh informasi dan berpartisipasi dalam
identifikasi masalah dan tujuan keperawatan, serta membantu perawat untuk
menentukan investigasi lebih lanjut selama tahap pengkajian.
Semua interaksi perawat dengan klien adalah berdasarkan komunikasi.
Komunikasi keperawatan adalah suatu proses yang kompleks dan
memerlukan kemampuan skill komunikasi dan interaksi. Komunikasi
keperawatan biasanya digunakan untuk memperoleh riwayat keperawatan.
Istilah komunikasi terapeutik adalah suatu teknik yang berusaha untuk
mengajak klien dan keluarga untuk bertuar pikiran dan perasaan. Teknik
tersebut mencakup ketrampilan secara verbal maupun non verbal, empati, dan
rasa kepedulian yang tinggi.
Teknik verbal meliputi pertanyaan terbuka atau tertutup, menggali
jawaban dan memvalidasi respon klien. Teknik non verbal meliputi :
mendengarkan secara aktif, diam, sentuhan dan kontak mata.
Unsur – unsur yang penting dalam menedengarkan secara aktif yaitu :
 Memperhatikan pesan yang disampaikan
 Mengurangi hambatan-hambatan
 Suara yang gaduh (suara radio, tv, pembicaraan di luar)
 Kurangnya privasi
 Adanya interupsi dari perawat lain
 Klien merasa cemas, nyeri, mengantuk
 Perawat sedang memikirkan hal lain/tidak fokus kepada klien
 Klien tidak senang dengan perawat atau sebaliknya
 Posisi duduk sebaiknya berhadapan, dengan jarak yang sesuai.
 Mendengarkan dengan seksama dan penuh perasaan terhadap setiap
yang dikatakan klien.
 Memberikan klien istirahat.

Macam – macam wawancara

Teknik dalam wawancara di bagi menjadi dua, yaitu :


1. Auto anamnese : wawancara yang di lakukan dengan klien langsung, data
ini ini disebut juga data primer.
2. Allo anamnese : wawancara yang di lakukan dengan keluarga atau orang
terdekat tujuannya untuk melakaukan pengkajian kesehatan klien. Data ini
disebut juga data sekunder.

Jenis – jenis Wawancara

 Teknik Mencari Masalah


Wawancara mencari masalah mengidentifikasi masalah potensial klien,
pengumpulan data, dan selanjutnyadi fokuskan pada masalah tersebut.
Contoh, perawat menanyakan pada klien tentang perubahan yang di alami
dalam pencernaan, seperti kurang nafsu makan, mual, muntah, dan diare.
 Teknik Pemecahan Masalah
Teknik wawancara pemecahan masalah di fokuskan pada pengumpulan data
yang lebih mendalam pada masalah spesifikyang di identifikasi oleh klien
atau perawat ( Ivey,1988 dalam fundamental keperawatan edisi 4 ). Contoh,
jika klien melaporkan bahwa muntahtelah di alami dua hari, perawat
menyakan apa pencetus muntah pertama kali, apakah klien mengalami gejala
lain, apakah terjadi setiap klien makan atau minum, dan bagaimana
karakteristik muntah.
 Teknik Pertanyaan Langsung
Wawancara pertanyaan langsung adalah format terstruktural yang
membutuhkan jawaban satu atau dua kata dan sering kali di gunakan untuk
mrngklarifikasi pertanyaaan sebelumnya atau memberikan info tambahan
(Teknik wawancara pemecahan masalah di fokuskan pada pengumpulan data
yang lebih mendalam pada masalah spesifikyang di identifikasi oleh klien
atau perawat ( Ivey,1988 dalam fundamental keperawatan edisi 4 ). Contoh “
apakah anda mengalami nyeri pada saat muntah ?” adalah contoh pertanyaan
langsung.
 Teknik Pertanyaan Terbuka
Wawancara pertanyaan terbuka di tujukan untuk mendapatkan respon lebih
dari satu atau dua kata. Teknik ini mengarah kepada diskusi antara perawat
dan klien, Contoh, “ bagaiman perasaan anda ? “, “perawatan kesehatan
seperti apa yang anda butuhkan ?”
Fase – fase wawancara

Sama hal seperti komunikasi terapeutik wawancara memiliki fase atau tahap
dalam prakteknya, yaitu :

1. Persiapan
Sebelum melakukan komunikasi dengan klien, pearawat harus melakukan
persiapan dengan membaca status klien. Perawat diharapkan tidak mempunyai
prasangka buruk terhadap klien, karena akan mengganggu dalam membina
hubungan saling percaya dengan klien.
Jika klien belum bersedia untuk berkomunikasi, perawat tidak boleh memaksa
atau memberi kesempatan kapan klien sanggup. Pengaturan posisi duduk dan
teknik yang akan digunakan dalam wawancara harus disusun sedemikian rupa
guna memperlancar wawancara.

2. Pembukaan atau perkenalan


Langkah pertama perawat dalam mengawali wawancara adalah dengan
memperkenalkan diri : nama, status, tujuan wawancara, waktu yang
diperlukan dari faktor-faktor yang menjadi pokok pembicaraan.

3. Fase kerja
Dengan berkembangnya wawancara, perawat mengajukan pertanyaan untuk
membentuk data dasar yang digunakan sebagai dasar untuk mengembangkan
rencana asuhan keperawatan, dengan hal yang harus diperhatikan :
 Fokus wawancara adalah klien
 Mendengarkan dengan penuh perhatian
 Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh klien
 Gunakan pertanyaan terbuka dan tertutup tepat pada waktunya
 Bila perlu diam, untuk memberikan kesempatan kepada klien untuk
mengungkapkan perasaanya.
 Jika situasi memungkinkan kita dapat memberikan sentuhan
terapeutik, yang bertujuan untuk memberikan dorongan spiritual, dan
merasa diperhatikan.

4. Fase terminasi
Sepertinya halnya fase lain dalam wawancara, terminasi membutuhakan
keterampilan dari pihak pewawancara. Idealnya klien harus di beri isyarat
bahwa wawancara akan segera berakhir. Contoh , “ baik bapak satu
pertanyaan lagi ?”

2) Pengamatan ( Observasi )

Pengamatan adalah mengamati perilaku dan keadaan klien untuk memperoleh


data tentang masalah keperawatan.
Hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan pengamatan :
 Tidak melakukan stimuli kepada klien/tidak diketahui oleh klien sehingga
data yang diperoleh murni.
 Lakukan seleksi atau interpretasi dari data yang diamati menyangkut aspek
biopsikososialspiritual.

3) Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan yang dilakukan secara keseluruhan


mulai dari kepala hingga ujung kaki (head toe toe).
Teknik-teknik pemeriksaan fisik ada 4, meliputi :

 Inspeksi
Inspeksi merupakan proses observasi dengan menggunakan mata. Inspeksi di
lakukan untuk mendeteksi tanda – tanda fisik yang berhubungan dengan status
fisik.
 Palpasi
Palpasi di gunakan dengan menggunakan sentuhan atau rabaan. Metode ini di
lakukan untuk mendetermasi ciri – ciri jaringan atau organ. Ada dua jenis
palpasi yaitu palpasi ringan ( di lakukan dengan cara ujung- ujung jari pada
satu atau dua tangan di gunakan secara simultan, palpasi dalam di lakukan
untuk merasakan secara abdomen.
 Perkusi
Perkusi adalah metode pemeriksaan dengan cara mengetuk. Tujuan perkusi
adalah menentukan batas – batas organ atau bagian tubuh dengan cara
merasakan vibrasi yang di timbulkan akibat adanya gerakan di berikan ke
bawah jaringan.
 Auskultasi
Auskultasi adalah metode pengkajian yang menggunakan stetoskop untuk
memperjelas pendengaran.

Tahap Awal Pengkajian Fisik

Prinsip Umum

Pengkajian fisik harus dilakukan secara komperhensif. Kita tidak saja


menggantungkan pengkajian pada data objektif , tetapi kita juga harus
mempertimbangkan dari data sumber lain dan riwayat kesehatan pasien .
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada saat kita melakukan pengkajian
fisik , yaitu kita harus tetap menjaga kesopanan mengingat bahwa pada
pengkajian tertentu kita harus membuka pakaian pasien dan melihat bagian
tubuh yang secara umum dipandang tabu ; memilih cara komunikasi yang
tepat misalnya dengan mempertimbangkan bahasa daerah , usia , dan
kondisinya dengan mempertimbangkan tahap perkembangan dan
pertumbuhan pasien , melakukan pencatatan yang akurat , serta mengambil
tindakan yang sesuai dengan masalah atau kondisi pasien .

Pendekatan terhadap pasien dilakukan secara tepat dan aman . Bila


jenis kelamin antara pemeriksaan dan pasien tidak sama , adanya pihak ketiga
sering kali membantu dalam upaya menghargai pasien sesuai dengan
persetujuan pasien. Bila memungkinankan persiapkan pasien dqalam posisi
duduk atau dapat juga menggunakan posisi lain . Ini bergantung jenis
pemeriksaan dan kondisi sewaktu diperiksa . Untuk menjaga privasi pasien ,
kita hanya dapat membuka bagian yang diperiksa dan menutup bagian yang
tidak diperiksa .

Pemeriksaan harus dilakukan secara sistematis dari kepala sampai kaki


dengan mengingat struktur anatomi , fungsi , dan keadaan abnormal .
Bandingkan satu bagian tubuh dengan bagian tubuh lainnya, mengingat
bentuk tubuh yang simetris bilateral . Beri penjelasan pada pasien secara
sederhana dan mudah dimengerti .

Pertumbuhan dan perkembangan menjadi pertimbangan yang penting


karena setiap tahap pertumbuhan dan perkembangan manusia mempunyai ciri
– ciri struktur dan fungsi yang berbeda.
Pemeriksaan fisik secara umum diambil dari sumber buku Pengkajian
Fisik Keperawatan Edisi 2

1. Pemeriksaan Kepala dan Leher

KEPALA

Cara kerja :

1. Atur posisi pasien duduk atau berdiri.


2. Bila pakai kacamata dilepas.
3. Lakukan inspeksi rambut dan rasakan keadaan rambut, serta kulit dan
tulang kepala.
4. Inspeksi keadaan muka pasien secara sistematis.
MATA

A. Bola mata
Cara kerja :

1. Inspeksi keadaan bola mata, catat adanya kelainan : endo/eskoptalmus,


strabismus.
2. Anjurkan pasien memandang kurus kedepan, catat adanya kelainan
nistagmus.
3. Bedakan antara bola mata kanan dan kiri.
4. Luruskan jari dan dekatkan dengan jarak 15-30 cm.
5. Beritahu pasien untuk mengikuti gerakan jari, dan gerakan jari pada 8 arah
untuk mengetahui fungsi otot gerak mata.
B. Kelopak mata
1. Amati kelopak mata, catat adanya kelainan : ptosis, entro/ekstropion,
alis mata rontok, lesi, xantelasma.
2. Dengan adanya palpasi catat adanya nyeri tekan dan keadaan benjolan
kelopak mata.
C. Konjungtiva, Sclera dan Kornea
1. Beritahu pasien untuk melihat lurus kedepan.
2. Tekan dibawah kelopak mata kebawah, amati konjungtiva dan catat adanya
kelainan : anemia/pucat. (normal : tidak anemis)
3. Kemudian amati sclera, catat adanya kelainan : icterus, vaskularisasi,
lesi/benjilan (normal : putih)
4. Kemudian amati sclera, catat adanya kelainan : kekeruhan (normal : putih
tranparan dan jernih)

D. Pemeriksaan pupil

1. Beritahu pasien pandangan lurus kedepan.


2. Dengan menggunakan penlight, senter mata dari arah lateral ke medial.
3. Catat dan amati perubahan pupil : lebar pupil, reflek pupil menurun,
bandingkan kanan dan kiri.
Normal : reflek pupil baik, isokor, diameter 3 mm.

Abnormal : reflek pupil menurun, anisokor, medriasis/meiosis.

E. Pemeriksaan tekanan bola mata

Tanpa alat :
Beritahu pasien untuk memejamkan mata, dengan 2 jari tekan bola mata, catat
adanya ketegangan dan bandingkan kanan dan kiri.

Dengan alat :

Dengan alat Tonometri (perlu keterampilan khusus).

F. Pemeriksaan Tajam Penglihatan

1. Siapkan alat ; snelen cart dan letakkan dengan jarak 6 meter dari pasien.
2. Atur posisi pasien duduk / berdiri, beritahu pasien untuk menebak huruf
yang ditunjuk perawat.
3. Perawat berdiri disebelah kanan alat, pasien diminta menutup salah satu mata
(atau dengan alat penutup).
4. Kemudian minta pasien untuk menebak huruf mulai dari atas sampai bawah.
5. Tentukan tajam penglihatan pasien.

G. Pemeriksaan Lapang Pandang

1. Perawat berdiri di depan pasien.


2. Bagian yang tidak diperiksa ditutup.
3. Beritahu pasien untuk melihat lurus kedepan (melihat jari).
4. Gerakkan jari kesamping kiri dan kanan.
5. Jelaskan kepada pasien, agar memberitahu saat tidak melihat.
TELINGA

A. Pemeriksaan daun telinga, lubang telinga dan membran timpani

1. Atur posisi duduk pasien.


2. Perawat berdiri di sebelah sisi pasien, amati daun telinga dan catat : bentuk,
adanya lesi/benjolan.
3. Gerakkan daun telinga kebelakang atas, amati lubang telingan luar, catat :
adanya lesi, cerumen, dan cairan yang keluar.
4. Gerakkan daun telinga, tekan tragus dan catat adanya nyeri telinga.
5. Masukan spekulum telinga, dengan lampu kepala/othoskop amati lubang
telinga dan catat adanya : cerumen atau cairan, adanya benjolan dan tanda
radang.
6. Kemudian perhatikan membran timpani, catat : warna, bentuk, dan
keutuhannya. (normal : warna putih mengkilat/transparan kebiruan, datar dan
utuh)
7. Lakukan prosedur 1-6 pada sisi telinga yang lain.

B. Pemeriksaan fungsi pendengaran

Tujuan :

Menentukan adanya penurunan pendengaran dan menentukan jenis tuli persepsi


dan konduksi.

Tekhnik pemeriksaan :

1. Voice test (test bisik)


Cara kerja :

Dengan suara bilangan


1. Perawat dibelakang pasien dengan jarak 4-6 meter.
2. Bagian telinga yang tidak diperiksa ditutup.
3. Bisikan suatu bilangan (tujuh enam).
4. Beritahu pasien untuk mengulangi bilangan tersebut.
5. Bandingkan telinga kanan dan kiri.

Dengan suara detik arloji :

1. Pegang arloji disamping telinga pasien.


2. Beritahu pasien menyatakan apakah mendengar arloji atau tidak.
3. Kemudian jauhkan, sampai pasien tidak mendengar. (normal : masih
terdengar pada jarang 30 cm)
4. Lakukan pada kedua sisi telingan dan bandingkan.

2. Test Garputala

Rinne Test

1. Perawat duduk disebelah sisi pasien.


2. Getarkan garputala, dengan menekan jari garputala dengan dua jari tanagn.
3. Letakkan pangkal garputala pada tulang mastoid, dan jelaskan pasien agar
memberitahu bila tidak merasakan geratan.
4. Bila pasien tidak merasakan getaran, dekatkan ujung jari garputala pada
lubang telinga, dan najurkan pasien agar memberitahu mendengar suara
getaran atau tidak. (normal : pasien masih mendengar saat ujung garputala
didekatkan pada lubang telinga)
Webber Test

1. Getarkan garputala.
2. Letakkan pangkal garputala ditengah-tengah dahi pasien.
3. Tanya kepada pasien, sebelah mana teinga lebih mendengar keras
(lateralisasi kanan/kiri). (normal : getaran didengar sama natara kanan dan
kiri)
Swabach Test

1. Getarkan garputala.
2. Letakkan ujung jari garputala pada lubang telinga pasien.
3. Kemudian sampai pasien tidak mendengar, lalu bandingkan dengan
pemeriksa.

3. Test Audiometri
 Pemeriksaan fungsi keseimbangan
1. Test Romberg
2. Test Fistula
3. Test Kalori

HIDUNG DAN SINUS

A. Inspeksi dan palpasi hidung bagian luar dan sinus-sinus


1. Pemeriksa duduk dihadapan pasien.
2. Amati bentuk dan kulit hidung, catat : kesimetrisan, adanya benjilan, tanda
radang , dan bentuk khusus hidung.
3. Palpasi hidung, catat : kelenturan dan adanya nyeri.
4. Palpasi 4 sinus hidung (frontalis, etmoidalis, spenoidalis, maksilaris) catat :
adanya nyeri tekan.

B. Inspeksi hidung bagian dalam

1. Pemeriksa duduk di hadapan pasien.


2. Pakai lampu kepala dan elevasikan ujung hidung dengan jari.
3. Amati lubang hidung luar, catat : benjolan, tanda radang pada batas lubang
hidung, keadaan septum nasi.
4. Masukkan spikulum hidung, amati lubang hidung bagian dalam, catat :
benjolan tanda radang pada batas lubang hidung, keadaan septum nasi.

C. Pemeriksaan potensi hidung

1. Duduklah dihadapan pasien.


2. Tekan salah satu lubang hidung, beritahu pasien untuk menghembuskan
napas lewat hidung.
3. Lakukan bergantian, suruh pasien merasakan apakah ada hambatan, dan
bandingkan kanan dan kiri.

D. Pemeriksaan fungsi pembau

1. Mata pasien dipejamkan.


2. Salah satu lubang hidung ditekan.

MULUT DAN TONSIL

1. Pasien duduk berhadapan dengan pemeriksa.


2. Amati bibir, catat : merah, cyanosis, lessi, kering, massa/benjolan, sumbing.
3. Buka mulut pasien, catat : kebersihan dan bau mulut, lesi mukosa.
4. Amati gigi, catat : kebersihan gigi, caries gigi, gigi berlubang.
5. Minta pasien menjulurkan lidah, catat : kesimetrisan, lesi, warna.
6. Tekan lidah dengan sulip lidah, minta pasien membunyikan huruf “A”, amati
ovula, catat : kesimetrisan dan tanda radang.
7. Amati tonsil tanpa dan dengan alat cermin, catat : pembesaran dan tanda
radang tonsil.
LEHER

a. Kelenjar thyroid
Inspeksi :

Pasien tengadah sedikit, telan ludah, catat : bentuk dan kesimetrian.

Palpasi :

Pasien duduk dan periksa dibelakang, jari tengah dan kedua telunjuk tangan
ditempatkan pada ke dua istimus, raba disepanjang trachea mulai dari tulang krokoid
dan ke samping, catat : adanya benjolan, konsidstensi, bentuk, ukuran.

Auskultasi

Tempatkan sisi bell pada kelnjar thyroid, catat : adanya bising (normal : tidak
terdapat)

b. Trachea
Inspeksi :

Pemeriksa disamping kanan pasien, tempelkan jari tengah pada bagian bawah
trachea, raba keatas dan kesamping, catat : letak trachea, kesimetrisan, tanda oliver
(pada saat denyut jantung, trachea tertarik kebawah). (Normal : simetris ditengah)

c. JVP ( Tekanan Vena Jagularis)

Posisi penderita berbaring setengah duduk, tentukan batas atas denyut vena jagularis,
beritahu psien merubah posisi ke duduk dan amati pulsasi denyut vena. ( normal :
saat duduk setinggi manubrium sternum )

Atau
Posisi penderita berbaring setengah duduk, tentukan titik nol ( titik setinggi
manubrium sternum ). Dan letakkan penggaris diatasnya, tentukan batas atas denyut
vena dengan penggaris. ( normal : tidak lebih dari 4 cm )

d. Bising Arteri Carotis

Tentukan letak denyut nadi carotis ( dari tengah leher geser kesamping ), letakkan sisi
bell stetoskop di daerah arteri carotis, catat adanya bising. ( normal: tidak ada bising )

2. Pemeriksaan Thorax dan Paru

Tujuan pemeriksaan :

 Mengidentifikasi kelainan bentuk dada


 Mengevaluasi fungsi paru

A. Inspeksi
Cara kerja :

1. Posisi pasien dapat duduk atau berbaring


2. Dari arah atas ditentukan kesimetrisan dada, ( normal : simetris )
3. Dari arah samping dan belakang tentukan bentuk dada
4. Dari arah depan, catat gerakan nafas dan tanda tanda sesak nafas
Normal : gerak nafas simetris 16-24 kali, abdominal / thorakoabdominal,
tidak ada penggunaan otot nafas dan retraksi intercostae

Abnormal :

- Takipneu : napas cepat (>24x), misal : pada demam, gagal jantung.


- Bradipneu : napas lambat (<16x), misal : pada uremia, koma DM,
stroke.

- Chyne stokes : napas dalam, kemudian dangkal dan disertai apneu


berulang-ulang. Misal : pada stroke, penyakit jantung, ginjal.

- Biot : dalam dan dangkal disertai apneu yang tidak teratur, misal :
meningitis.

- Kusmaoul : pernapasan lambat dan dalam, misal : koma DM, achidosis


metabolic.

- Hyperneu : napas dalam, dengan kecepatan normal.

- Apneustik : inspirasi megap-megap, ekspirasi sangat pendek, misal pada


lesi pusat pernapasan.

- Dangkal : emfisema, tumor paru, pleura efusi.

- Asimetris : pneumonie, TBC paru, efusi pericard/pleura, tumor paru.

5. Dari arah depan tentukan adanya peleberan vena dada, normalnya : tidak
ada.

B. Palpasi

Cara kerja :

1. Atur posisi pasien duduk atau berbaring.


2. Lakukan palpasi daerah thorax, catat : adanya nyeri, benjolan, (tentukan
konsistensi, besar, mobilitas, dll)
3. Dengan posisi berbaring/semi fowler, letakkan kedua tangan ke dada,
sehingga kedua ibu jari berada diatas prosesus xhypoideus, pasien diminta
napas biasa, catat : gerak napas simetris atau tidak dan tentukan daya
kembang paru ( normal : 3-5 cm)
Atau

Dengan posisi duduk merunduk, letakkan kedua tangan pada punggung bawah
scapula, tentukan : kesimetrisan gerak dada, dan daya kembang paru.

4. Letakkan kedua dengan posisi tangan agak keatas, minta pasien untuk
bersuara (77), tentukan getaran suara dan bedakan kanan dan kiri.
Menurun : konsolidasi paru, pnemonia, TBC, tumor paru, ada massa paru.

Meningkat : pleura efusi, emfsema, paru fibrotik, converne paru.

Fremitus biasanya lebih menonjol didaerah interscapula daripada dibidang


paru-paru yang lebih rendah, sering lebih menonjol disisi kanan daripada kiri,
dan menghilang dibawah diafragma, fremitus taktil berguna untuk penilaian
awal dari kondisi paru, selanjutnya konfirmasi temuan pada saat auskultasi
suara nafas.

C. Perkusi

Cara kerja:

1. Atur posisi pasien berbaring atau setengah duduk


2. Gunakan teknik perkusi, dan tentukan batas-batas paru
Batas paru normal:

Atas: fossa supraklafikularis kanan-kiri

Bawah : iga 6 MCL, iga 8 MAL, iga 10 garis scapularis, paru kiri lebih
tinggi.

Abnormal :
Meningkat : anak, fibrosis konsolidasi efusi, ascites

Menurun : orang tua, emfisema, pneumothorax

3. Lakukan perkusi secara merata pada daerah paru, catat adanya perubahan
suara perkusi
Normal: sonor atau resonan ( dug )

Abnormal :

- Hyperesonan : menggendang ( dang ) : thorax berisi udara, kapitas

- Kurang resonan (deg ) : fibrosis, infiltrate, pleura menebal

- Redup (bleg) : fibrosis berat, edema paru

- Pekak : seperti bunyi pada paha : pada tumor paru, fibrosis

Cara kerja :

1. Atur posisi pasien duduk atau berbaring


2. Dengan stetoskop, auskultasi paru secara sistematis pada trakea, bronkus dan
paru, catat : suara nafas dan adanya suara tambahan
Normal :

 Trakea bronkial : suara di daerah trakea, seperti meniup besi, inspirasi


lebih keras dan pendek dari ekspirasi
 Bronkovesikuler : suara di daerah bronkus ( costae 3-4 diatas sternum ),
inspirasi seperti vesikuler, ekspirasi seperti trakea bronkial
 Vesikuler : suara di daerah paru, nada rendah ekspirasi dan ekspirasi tidak
terputus
Abnormal :

 suara trakea abnormal : terdengar di daerah bronkus dan paru ( misal :


pneumonie, fibrosis )
 suara bronkovesikuler : terdengar di daerah paru
 suara vesikuler tidak terdengar misal : fibrosis, efusi pleura, emfisema

Suara tambahan :

Normal : bersih, tidak ada suara tambahan

Abnormal :

 ronkhi : suara tambahan pada bronkus akibat himpunan lendur atau sekret
pada bronkus
 krepitasi / ralles : berasal dari bronkus, alveoli, kavitas paru yang berisi
cairan ( seperti gesekan rambut atau meniup dalam air )
 wheezing : suara seperti bunyi peluit, karena penyempitan bronkus dan
alveoli

3. Kemudian, beritahu pasien untuk mengucap satu, dua, ..., dst.

Catat bunyi resonan vokal :

 bronkhofoni : meingkat, suara belum jelas (misal : pnemonie lobaris,


cavitas paru ).
 Pectoriloguy : meningkat sekali suara jelas.
 Egovoni : sengau dan mengeras (pada efusi pleura + konsolidasi paru )
 menurun/tidak terdengar : efusi pleura, emfisema, pneumothorax.
3. Pemeriksaan Jantung

A. Inspeksi
Hal-hal yang perlu diperhatikan :

1. Bentuk perkordial
2. Denyut pada apex cordis
3. Denyut nadi di daerah lain
4. Denyut vena

Cara kerja :

1. Buka pakaian pasien dan atur posisi terlentang, kepala ditinggikan 15-30 cm.
2. Pemeriksa berdiri di sebelah kanan setinggi bahu pasien.
3. Motivasi pasien tenang dan bernafas biasa.
4. Amati dan catat bentuk percordial jantung.
a. Normal : datar dan simetris pada kedua sisi.
b. Abnormal : cekung, cembung (bulging precordial)

5. Amati dan catat pulsasi apeks cordis.


a. Normal : napas pada ICS 5 MCL selebar 1-2cm (selebar ibu jari)
b. Sulit dilihat : payudara besar, dinding thorax yang tebal, emfisema,
dan sfusi pericard.
c. Abnormal : bergeser kearah lateroinferior, lebar lebih dari 2cm
nampak meningkat dan bergetar (trill).

6. Amati dan catat pulsasi daerah aorta, pulmonal, trikuspidalis, dan ephygastrik.
a. Normal : hanya pada derah ictus.
7. Amati dan catat pulsasi denyut vena jagularis.
a. Normal : tidak ada denyut vena pada prekordial. Denyut vena hanya
dapat dilihat pada vena jagularis internal dan eksternal.

B. Auskultasi
Hal-hal yang perlu diperhatikan :

1. Irama dan frekuensi jantung


Normal : reguler (ritmis) dengan frekuensi 60-100x/menit

2. Intensitas bunyi jantung


Normal :

a. Di daerah mitral dan trikuspidalis intensitas BJ 1 akan lebih tinggi dari BJ 2


b. Di daerah pulmonal dan aorta intensitas BJ1 akn lebih rendah dari BJ2
3. Sifat bunyi jantung
Normal :

a. Bersifat tunggal
b. Terbelah atau terpisah dikondisikan atau (normal splitting)

 Splitting BJ 1 fisiologik

Normal : splitting BJ1 yang terdengar saat ”Ekspirasi maksimal, kemudian nafas
ditahan sebentar”.

 Splitting BJ2 fisiologik

Normal splitting BJ2, terdengar “sesaat setelah inspirasi dalam”


Abnormal :

a. Splitting BJ1 patologik - gangguan sistem konduksi (RBBB)


b. Splitting BJ2 patologik - karena melambatnya penutupan katup pulmonal pada
RBBB, ASD, PS
4. Fase systolik dan dyastolik
Normal : fase systolik normal lebih pendek dari fase dyastolik (2:3)

Abnormal :

a. Fase systolik memanjang atau fase dyastolik memendek

b. Terdengar bunyi “fruction RUB”

c. Gesekan perikard dengan epikard

5. Adanya bising (mur mur) jantung


Adalah bunyi jantung (bergemuruh) yang dibangkitkan oleh aliran turbulensi
(pusaran abnormal) dan aliran darah dalam jantung dan pembuluh darah

Normal : tidak terdapat murmur

Abnormal : terdapat murumur-kelainan katup, shunt atau pirau

6. Irama gallop (gallop ritme)


Adalah ritme dimana terdengar bunyi S3/S4 secara jelas pada dyastolik, yang
disebabkan karena darah mengalir ke ventrikel yang lebih lebar dari normal,
sehingga terjadi pengisian yang cepat pada ventrikel

Normal : tidak terdapat gallop ritme

Abnormal : a. Gallop ventrikuler (gallop S3)

b. Gallop atrium atau gallop presystolik (gallop S4)


c. Gallop dapat terjadi S3 dan S4 (horse gallop)

Cara kerja :

1. Periksa stetoskop dengan gosok sisi membran dengan tangan


2. Tempelkan stetoskop pada sisi membran pada daerah pulmonal, kemudian ke
daerah aorta, simak bunyi jantung terutama BJ2, catat : sifat, kualitas,
dibanding dengan BJ1, splitting BJ2, dan murmur BJ2.
3. Tempelkan stetoskop pada sisi membran pada daerah tricus, kemudian ke
daerah mitral, simak bunyi jantung terutama BJ1, catat : sifat, kualitas
dibanding dengan BJ2, splitting BJ1, murmur BJ1, frekuensi DJ, irama
gallop
4. Bila ada mur mur ulangi lagi ke empat daerah, catat mana yang paling jelas
5. Geser ke daerah ephigastrik, catat adanya bising aorta

C. Palpasi

Cara kerja :

1. Dengan menggunakan 3 jari tangan dan dengan tekanan ringan, palpasi daerah
aorta, pulmo dan triskuspidalis.
Catat : adanya pulsasi titk norma-tidak ada pulsasi.

2. Geser pada daerah mitral, catat : pulsasi, tentukan letak, lebar, adanya thrill,
liht/heave.
Normal-terba di ICS V MCL selebar 1-2cm (1 jari)

Abnormal-ictus bergeser kearah latero-inferior, ada thrill/lift

3. Geser pada daerah ephigastrik, tentukan besar denyutan.


Normal : teraba, sulit teraba.
Abnormal : mudah-meningkat

D. Perkusi

Cara kerja :

1. Lakukan perkusi mulai intercosta 2 kiri dari lateral (ant.axial line) menuju medial,
catat perubahan perkusi redup
2. Geser jari ke ICS 3 kiri kemudian sampai ICS 6, lakukan perkusi dan catat
perubahan suara perkusi redup.
3. Tentukan batas-batas jantung

1. Pemeriksaan Payudara dan Ketiak


Inspeksi

1. Posisi pasien duduk, pakaian atas dibuka, kedua tangan rileks disisi tubuh.
2. Mulai inspeksi bentuk, ukuran dan kesimetrisan payudara
Normal : bulat agak simetris, kecil/sedang/besar

3. Inspeksi, dan catat adanya : benjolan tanda radang dan lesi


4. Inspeksi areola mama, catat : warna, datar/menonjol/masuk ke dalam, tanda
radang dan lesi
Normal : gelap, menonjol

5. Buka lengan pasien, amati ketiak, catat : lesi, benjolan dan tanda radang.

Palpasi

Cara kerja :

1. Lakukan palpasi pada aerola, catat : adanya keluaran , jumlah, warna, bau,
konstitensi dan nyeri.
2. Palpasi daerah ketiak terutama daerah limfe nodi, catat : adanya benjolan,
nyeri tekan.
3. Lakukan palpasi payudara dengan 3 jari tangan memutar searah jarum jam
kearah areola. Catat : nyeri dan adanya benjolan.
4. Bila ada benjolan tentukan konsistensi, besar, mobilisasinya.

5. Pemeriksaan Abdomen

A. Inspeksi
Cara kerja :

1. Kandung kencing dalam keadaan kosong


2. Posisi berbaring, bantal dikepala dan lutut sedikit fleksi
3. Kedua lengan, disamping atau didada
4. Mintalah penderita untuk menunjukan daerah sakit untuk dilakukan
pemeriksaan terakhir.
5. Lakukan inspeksi, dan perhatikan keadaan kulit dan permukaan perut.
Normal : Datar, tidak tegang, strie livide/gravidarum, tidak ada lesi

Abnormal :

a. Strie berwarna ungu - syndrome chusing


b. Pelebaran vena abdomen - chirrosis
c. Dinding perut tebal - odema
d. Berbintil atau ada lesi - neurofibroma
e. Ada masa/benjolan abnormal - tumor
6. Perhatikan bentuk perut
Normal : simetris

Abnormal :

a. Membesar dan melebar - ascites


b. Membesar dan tegang - bersisi udara (ilius)
c. Membesar dan tegang daerah suprapubik - retensi urin
d. Membesar asimetris - tumor, pembesaran organ dalam perut
7. Perhatikan gerakan dinding perut
Normal : mengempis saat ekspirasi dan mengembung saat inspirasi, gerakan
peristaltik, pada orang kurus.

Abnormal :

a. Terjadi sebaliknya - kelumpuhan otot diagfragma


b. Tegang tidak bergerak - peritonitis
c. Gerakan setempat - peristaltik pada illius
d. Perhatikan denyutan pada dinding perut
e. Normal : dapat terlihat pada aphigastrika pada orang kurus
8. Perhatikan umbilicus, catat adanya tanda radang dan hernia

B. Auskultasi

Cara kerja :

1. Gunakan stetoskop sisi membran dan hangatkan dulu


2. Lakukan auskultasi pada satu tempat saja (kwadaran kanan bawah), cata
bising dan peristaltic usus.
Normal : Bunyi “ Klik Grugless “, 5-35X/mnt
Abnormal :
 Bising dan peristaltic menurun / hilang – illeus paralitik, post
operasi
 Bising meningkat “ metalic sound “ – illius obstruktif
 Peristaltic meningkat dan memanjang ( borboritmi ) diare,
kelaparan.
3. Dengan merubah posisi / menggerakkan abdomen, catat gerakan air (
tanda ascites )
Normalnya : tidak ada
4. Letakkan stetoskop pada daerah ephigastrik, catat bising aorta.
Normal : tidak ada

C. Perkusi
Cara kerja :

1. Lakukan perkusi dari kuadran kanan atas memutar searah jarum jam, catat
adanya perubahan suara perkusi :
Normalnya : tynpani, redup bila ada organ dibawahnya ( misal hati )
Abnormal :
 Hypertympani – terdapat udara
 Pekak – terdapat cairan
2. Lakukan perkusi didaerah hepar untuk menentukan batas dan tanda
pembesaran hepar.
Cara :
 Lakukan perkusi pada MCL kanan bawah umbilicus ke atas
sampai terdengar bunyi redup, untuk menentukan batas bawah
hepar.
 Lakukan perkusi daerah paru kebawah, untuk menentukan batas
atas.
 Lakukan perkusi disekitar daerah satu dan dua untuk menentukan
batas-batas hepar yang lain.

D. Palpasi

Cara kerja :
1. Beritahu pasien untuk bernafas dengan mulut, lutut sedikit fleksi.
2. Lakukan palpasi perlahan dengan tekanan ringan, pada seluruh daerah
perut.
3. Tentukan ketegangan, adanya nyeri tekan, dan adanya masa superficial
atau masa feces yang mengeras
4. Lanjutkan dengan pemeriksaan organ.

 HATI

1. Letakkan tangan kiri menyangga belakang penderita pada coste 11 dan 12


2. Tempatkan ujung jari kanan ( atas – obliq ) di daerah tempat redup hepar
bawah atau dibawah kostae.
3. Mulailah dengan tekanan ringan untuk menentukan pembesaran hepar,
tentukan besar, konsistensi dan bentuk permukaan.
4. Minta pasien nafas dalam, tekan segera dengan jari kanan secara
perlahan, sat pasien melepas nafas, rasakan adanya masa hepar,
pembesaran, konsistensi dan bentuk permukaannya.
Normal : tidak teraba / teraba kenyal, ujung tajam.
Abnormal :
5. Teraba nyata ( membesar), lunak dan ujung tumpul / hepatomegali
6. Teraba nyata ( membesar ), keras tidak merata, ujung ireguler – hepatoma

 LIEN

1. Letakkan tangan kiri menyangga punggung kanan penderita pada costa 11


dan 12.
2. Tempatkan ujung jari kanan ( atas – obliq ) dibawah kostae kanan.
3. Mulailah dengan tekanan ringan untuk menentukan pembesaran limfa.
4. Minta pasien nafas dalam, tekan segera dengan jari kanan secara
perlahan, saat pasien melepas nafas rsakan adanya masa hepar,
pembesaran, konsistensi dan bentuk permukaannya.
Normal : sulit diraba, teraba bila ada pembesaran.

6. Pemeriksaan Muskuloskeletal

OTOT

Hal-hal yang perlu diperhatikan :


- Bentuk, ukuran dan kesimetrisan otot
- Adanya atropi, kontraksi dan tremor, tonus dan spasme otot
- Kekuaan otot

Uji Kekuatan Otot

Cara kerja :

- Tentukan otot / ektrimitas yang akan diuji


- Beritahu pesien untuk mengikuti perintah, dan pegang otot dan lakukan
penilaian.

Penilaian:

0 ( Plegia ) : Tidak ada kontraksi otot


1 ( Parese ) : Ada kontraksi, tidak timbul gerakan
2 ( Parese ) : Timbul gerakan tidak mempu melawan gravitasi
3 ( Parese ) : mampu melawan gravitasi
4 ( Good ) : mampu menahan dengan tahan ringan
5 ( Normal ) : mampu menahan dengan tahanan maksimal

TULANG

Hal-hal yang perlu diperhatikan :


 Adanya kelainan bentuk / deformitas
 Masa abnormal : besar, konsistensi, mobilitas
 Tanda radang dan fraktur

Cara Kerja :

1. Ispkesi tulang, catat adanya deformitas, tanda radang, benjolan abnormal.


2. Palpasi tulang, tentukan kwalitas benjolan, nyeri tekan, krepitasi

PERSENDIAN

Hal-hal yang perlu diperhatikan :


 Tanda-tanda radang sendi
 Bunyi gerak sendi ( krepitasi )
 Stiffnes dan pembatasan gerak sendi ( ROM )

Cara kerja :

1. Ispeksi sendi terhadap tanda radang, dan palpasi adanya nyeri tekan
2. Palpasi dan gerakan sendi, catat : krepitasi, adanya kekakuan sendi dan nyeri
gerak
3. Tentukan ROM sendi : Rotasi, flleksi, ekstensi, pronsi/supinasi, protaksi,
inverse / eversi.

PEMERIKSAAN KHUSUS
1. Angkat Tungkai Lurus
Angkat tungkai pasien, luruskan sampai timbul nyeri, dorsofleksikan tungkai kaki

Abnormal : nyeri tajam ke arah belakang tungkai – ketegangan / kompresi syaraf

2. Uji CTS ( Carpal Tunnes Syndrome )


a. Uji PHALEN’S
Fleksikan pergelangan tangan ke dua tangan dengan sudut maksimal, tahan
selama 60 detik.
Abnormal : Baal / kesemutan pada jari-jari dan tangan.
b. Uji TINEL’S
Lakukan perkusi ringan diatas syaraf median pergelangan tangan.
Abnormal : ada kesemutan atau kesetrum
3. Tanda BALON
Tekan kantung suprapatela dengan jari tangan, jari yang lain meraba adanya
cairan.

7. Pemeriksaan Integumen

KULIT

A. Inspeksi

1. Warna kulit

Normal : nampak lembab, kemerahan

Abnormal : cyanosis/pucat

2. Tekstur kulit

Normal : tegang dan elastis (dewasa), lembek dan kurang elastis (orang tua)

Abnormal : menurun – dehidrasi, nampak tegang-odema, peradangan


3. Kelainan/ lesi kulit

Normal : tidak terdapat

Abnormal : terdapat lesi kulit, tentukan :

1. Bentuk Lesi

 Lesi primer : bulla, macula, papula, plaque, nodula, pigmentasi,


hypopigmentasi, pustula
 Lesi sekunder : tumor, crusta, fissura, erosi, vesikel, ekslorasi,
lichenifikasi, scar, ulceratif.
2. Distribusi dan konfigurasinya

General, Unilateral, Soliter, Bergerombol

B. Palpasi

1. Tekstur dan konsistensi

Normal : halus dan elastis

Abnormal : kasar, elasitisitas menurun, elastisitas meningkat (tegang)

2. Suhu

Normal : Hangat

Abnormal : dingin ( kekurangan oksigen;sirkulasi), suhu meningkat (infeksi)

3. Turgor kulit

Normal : baik

Abnormal : menurun/jelek- orang tua, dehidrasi


4. Adanya hyponestesia/anestesia

5. Adanya nyeri

Pemeriksaan Khusus

AKRAL

Inpeksi dan palpasi jari-jari tangan, catat warna, dan suhu

Normal : tidak pcat, hangat

Abnormal: pucat, dingin- kekurangan oksigen

CR (Capilari Refill)

Tekan ujung jari beberapa detik, kemudian lepas, catat perubahan warna

Normal : warna berubah merah lagi < 3 detik

Abnormal : > 3 detik – gangguan sirkulasi

ODEM

Tekan beberapa saat kulit tungkai, perut, dahi amati adanya lekukan (pitting)

Normal : tidak ada pitting

Abnormal : terdapat pitting (non pitting pada beri-beri)

KUKU

1. Observasi warna kuku, bentuk kuku, elastisitas kuku, lesi,tanda radang

2. Jari tubuh ( clumbing finger ) – penyakit jantung kronik

3. Puti tebal – jamur


RAMBUT TUBUH

Infeksi distribusi , warna dan pertumbuhan rambut

8. Pemeriksaan Persyarafan

 PEMERIKSAAN FUNGSI SENSORIK

1. Sensasi Taktil

 Siapkan alat kuas halus, kapas, ujung jari (bila terpaksa)


 Penderita dapat berbaring atau duduk rileks, mata dipejamkan
 Lakukan sentuhan ringan (jangan sampai menekan), minta pasien “ya” bila
merasakan dan “tidak” bila tidak merasakan.
 Lakukan mulai dari ujung distal ke proksimal ( aras Ekstrem ), dan
bandingkan kanan dan kiri ( azas Simetris ).
 Cari tempat yang tidak berbulu, beri sentuhan beberapa tempat, minta pasien
untuk membandingkan.
 Lakukan sentuhan, membentuk huruf, minta pasien menebak.
 Lakukan sentuhan , membentuk huruf, minta pasien menebak.
 Kelainan :
 Anastesia, hipetesia, hiperestesia
 Trikoanestesia – kehilangan senasi gerak rambut
 Gravanestesia – tidak mampu mengenal angka/huruf

2 . Sensasi Nyeri Superficial


- Gunakan jarum salah satu runcing dan tumpul
- Mata pasien dipejamkan
- Coba dulu, untuk menentukan tekanan maksimal
- Beri rangsangan dengan jarum runcing, minta pasien menrasakan nyeri atau
tidak
- Lakukan azas ekstri, dan simetris
- Lakukan rangsangan dengan ujung tumpul dan runcing, minta pasien untuk
menebaknya
Kelainan :
Analgesia, hypalgesia, hiperalgesia

3. Pemeriksaan sensasi suhu


- Siapkan alat Panas ( 40 – 45 derajat ), dingin (5-10)
- Posisi pasien berbaring dan memejamkan mata
- Tempelkan alat, dan minta pasien menebak panas dan dingin
- Lakukan azas simetris dan ekstrim
Kelainan :
Termastesia, termhipestesia, termhiperestesia, isotermognosia

4. Sensasi Gerak dan posisi


- Pasien memejamkan mata
- Bagian tubuh ( jari-jari ) digerakkan pasif oleh pemeriksa
- Minta pasien menjelaskan posisi dan keadaan jari

 PEMERIKSAAN REFLEK PATOLOGIS

1. Reflek Babinski
 Posisi penderita telentang
 Gores dengan benda lancip tapi tumpul pada telapak kaki : dari bawah lateral,
keatas menuju ibu jari kaki.
 Amati gerakan jari-jari kaki
Hasil :
Normal : gerakan dorsofleksi ibu jari, jari yang meregang
Abnormal : terjadi gerakan mencekeram jari-jari kaki

2. Chaddok : gores bagian bawah malleolus medial  + sama dengan babinski

3. Oppenheim : gores dengan dua sendi interfalang jari tengan dan jari telunjung di
sepanjang os tibia/cruris  + sama dengan babinski

4. Gordon : pencet/ remas m.gastrocnemeus/ betis dengan keras  sama dengan


babinski

5. Shcaeffer : pencet/ remas tendo achilles + sama dengan babinski

6. Gonda : Fleksi-kan jari ke 4 secara maksimal, lalu lepas  + sama dengan


babinski

7. Bing : tusuk jari kaki ke lima pada metacarpal/ pangkal  + sama dengan babinski

8. Stransky : penekukan ( lateral ) jari longlegs ke-5. Respon : seperti babinsky

9. Rossolimo : pengetukan ada telapak kaki. Respon : fleksi jari-jari longlegs pada
sendi interfalangeal.

10. Mendel-Backhterew : pengetukan dorsum pedis pada daerah os coboideum.


Respon : seperti rossolimo
 PEMERIKSAAN REFLEK MENINGEAL
( Meningeal Sign )
1. Kaku Kuduk
- Pasien posisi berbaring
- fleksi kepala, dengan mengangkat kepala agak cepat
Hasil = + terdapat tahanan kuat

2. Tanda Kernig
- posisi pasien berbaring
- Angkat kaki, dan luruskan kaki pada lututnya

Hasil :
Normal : Kaki dapat lurus, atau tahanan dengan sudut minimal 120 derajat
Abnormal(+) : terjadi tahanan < 120 dan nyeri pada paha

3. Buzinsky 1
 Posisi pasien berbaring
 Fleksi kepala, dengan mengangkat kepala agak cepat
 Perhatikan gerakan tungkai kaki
Hasil : + bila terjadi fleksi tungkai, bersamaan dengan fleksi kepala

4. Buzinsky 2
 Posisi pasien berbaring
 Lakukan fleksi pada lutut kaki
 Amati kaki sebelahnya
Hasil : + bila kaki sebelahnya mengikuti gerakan fleksi
4) Studi Dokumentasi

Dokumentasi data adalah bagian terakhir pengkajian yang lengkap.


Kelengkapan dan keakuratan di perlukan ketika mencatat data. Jika suatu hal
tidak di catat, maka hal tersebut hilang dan tidak tersedia pada data dasar.
Kelengkapan data dalam dokumentasi penting untuk dua alasan :
1. Semua data yang berkaitan dengan status klien di masukkan. Bahkan
informasi yang tampaknya tidak menunjukkan abnormalitas sekalipun harus
di catat. Informasi tersebut akan berkaitan nantinya dan berfungsi sebagai
nilai dasar untuk perubahan dalam status.
2. Pencatatan dan pengamatan status klien adalah tanggungjawab legal
professional.

2. Orientasi data
Orientasi data adalah sebuah variasi kerangka kerja keperawatan untuk
keteraturan pengumpulan data dan pencatatan hasil pengelompokan data. Kerangka
kerja membantu sebagai pedoman selama perawat melakukan wawancara,
pemeriksaan fisik, mencegah tidak tercantumnya informasi yang berhubungan, dan
memudahkan dalam analisa data pada tahap perumusan diagnosa keperawatan.

3. Validasi data
Validasi data adalah perbandingan data subjektif dan data objektif yang
dikumpulkan dari sumber primer(klien) dan sekunder( misal: catatan kesehatan)
dengan standar nilai normal yang diterima. Suatu standar atau nilai merupakan aturan
atau ukuran yang lazim dipakai.
4. Analisa data
Analisis data merupakan kemampuan kognitif dalam pengembangan daya
berfikir dan penalaran yang dipengaruhi oleh latar belakang ilmu dan pengetahuan,
pengalaman, dan pengertian keperawatan. Dalam melakukan analisis data, diperlukan
kemampuan mengkaitkan data dan menghubungkan data tersebut dengan konsep,
teori dan prinsip yang relevan untuk membuat kesimpulan dalam menentukan
masalah kesehatan dan keperawatan klien.
Dasar analisis :
1. Anatomi – fisiologi
2. Patofisiologi penyakit
3. Mikrobiologi – parasitologi
4. Farmakologi
5. Ilmu perilaku
6. Konsep-konsep (manusia, sehat-sakit, keperawatan, dll)
7. Tindakan dan prosedur keperawatan
8. Teori-teori keperawatan.

Fungsi analisis :
1. Dapat menginterpretasi data keperawatan dan kesehatan, sehingga data
yang diperoleh memiliki makna dan arti dalam menentukan masalah dan
kebutuhan klien
2. Sebagai proses pengambilan keputusan dalam menentukan alternatif
pemecahan masalah yang dituangkan dalam rencana asuhan keperawatan,
sebelum melakukan tindakan keperawatan.

Pedoman Analisis Data :


1. Menyusun kategorisasi data secara sistematis dan logis
2. Identifikasi kesenjangan data
3. Menentukan pola alternatif pemecahan masalah
4. Menerapkan teori, model, kerangka kerja, nrma dan standart, dibandingkan
dengan data senjang
5. Identifikasi kemampuan dan keadaan yang menunjang asuhan keperawatan
klien
6. Membuat hubungan sebab akibat antara data dengan masalah yang timbul.

Cara analisis data :


1. Validasi data, teliti kembali data yang telah terkumpul
2. Mengelompokkan data berdasarkan kebutuhan bio-psiko-sosial dan
spiritual
3. Membandingkan dengan standart
4. Membuat kesimpulan tantang kesenjangan (masalah keperawatan) yang
ditemukan

B. Diagnosa Keperawatan

Definisi

Definisi secara umum : Pernyataan yang menguraikan respon aktual atau potensial
klien terhadap masalah kesehatan yang perawat mempunyai izin dan berkompeten
untuk mengatasinya.

Menurut para ahli ( perry & potter, 2005 )

1) Abdellah ( 1957 )
Diagnosa Keperawatan adalah penentuan sifat dan keluasan masalah keperawatan
yang ditunjukkan oleh pasien individual atau keluarga yang menerima asuhan
keperawatan.
2) Durand Prince ( 1966 )
Diagnosa Keperawatan adalah suatu pernyataan tentang konklusi yang dihasilkan dari
pengenalan terhadap pola yang berasal dari penyelidikan keperawatan dari pasien.

3) Gebble Lavin ( 1975 )


Diagnosa Keperawatan adalah penilaian atau konklusi yang terjadi sebagai akibat dari
pengkajian keperawatan.

4) Bircher ( 1975 )
Diagnosa Keperawatan adalah suatu fungsi keperawatan yang mandiri. Suatu evaluasi
tentang respon personal klien terhadap pengalaman kemanusiaannya sepanjang siklus
kehidupan, apakah respon merupakan krisis perkembangan atau kecelakaan, penyakit,
kesukaran, atau stress lainnya.

5) Gordon ( 1976 )
Diagnosa Keperawatan adalah masalah kesehatan actual atau potensial dimana
perawat, dengan pendidikan dan pengalamannya, mampu mempunyai izin untuk
mengatasinya.

6) Aspinall ( 1976 )
Diagnosa Keperawatan adalah suatu proses kesimpulan klinis dari perubahan yang
teramati dalam kondisi fisik atau fisiologis pasien ; jika proses ini terjadi secara
akurat dan rasional, maka proses tersebut akan mengarah pada indentifikasi pada
kesimpulan.

7) Roy ( 1982 )
Diagnosa Keperawatan adalah frase singkat atau istilah yang meringkaskan kelompok
indikator penting (empiris) yang mewakili pola keutuhan manusia.
8) Carpenito ( 1987 )
Diagnosa Keperawatan adalah pernyataan yang menggambarkan respon manusia
(keadaan sehat atau perubahan pola interaksi actual atau potensial) dari individu atau
kelompok perawat yang secara legal mengidentifikasi dan dimana perawat dapat
mengintruksikan intervensi definitif untuk mempertanyakan keadaan sehat atau untuk
mengurangi, menyingkirkan, atau mencegah perubahan.

9) Nanda ( 1990 )
Diagnosa Keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon individu, keluarga, atau
komunitas terhadap masalah kesehatan dan proses kehidupan aktual atau potensial.
Diagnosa Keperawatan memberikan dasar pemilihan intervensi keperawatan untuk
mencapai hasil dimana perawat bertanggunggugat.

CARA MEMBUAT DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG AKURAT


Perawat harus mampu :

1) Mengumpulkan data yang valid dan berkaitan


2) Menganalisis data ke dalam kelompok
3) Membedakan diagnosa keperawatan dari masalah kolaboratif
4) Merumuskan diagnosa prioritas

TIPE-TIPE DAN PERSYARATAN DIAGNOSA KEPERAWATAN


Diagnosa keperawatan menurut Carpenito (2001) dapat dibedakan menjadi 5
kategori:

1) Aktual
Suatu diagnosa keperawatan aktual menggambarkan penilaian klinis yang harus
divalidasi perawat karena adanya batasan karakterisitik mayor.
Syarat : Menegakkan diagnosa keperawatan aktual harus ada unsur “PES”.
P yaitu Problem, E yaitu Etiologi, dan S yaitu Symptom. Symptom (S) harus
memenuhi kriteria mayor (80%-100%) dan sebagian kriteria minor dari pedoman
diagnosa NANDA. Misalnya, ada data : muntah, diare, dan turgor jelek selama 5 hari.

Diagnosa : Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan kehilangan cairan


secara abnormal (taylor, lilis, dan LeMoni, 1988, p.283)
Jika masalah semakin jelek dan menganggu kesehatan “perineal”, klien tersebut akan
terjadi resiko kerusakan kulit, dan disebut sebagai “resiko diagnosa”.

2) Resiko
Diagnosa keperawatan resiko menggambarkan penilaian klinis dimana in dividu atau
kelompok lebih rentan mengalami masalah di banding orang lain dalam situasi yang
sama atau serupa.
Syarat:Menegakkan resiko diagnosa keperawatan ada unsur PE (problem and
etiologi) penggunaan istilah “resiko dan resiko tinggi” tergantung dari tingkat
keparahan/kerentanan terhadap masalah.
Diagnosa : “resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan diare yang terus
menurus”.
Jika perawat menduga adanya gangguan self-concept, tetepi kurang data yang cukup
mendukung (defenisi karakteristik/tanda dan gejala) untuk memastikan permasalahan,
maka dapat dicantumkan sebagai : “kemungkinan diagnosa”.

3) Kemungkinan
Diagnosis keperawatan yang mungkin adalah pernyataan yang menjelaskan masalah
yang diduga memerlukan data tambahan.itu adalah un beruntung bahwa banyak
perawat telah disosialisasikan untuk menghindari muncul tentatif. dalam pengambilan
keputusan ilmiah, pendekatan tentatif bukanlah tanda kelemahan atau keraguan, tetapi
merupakan bagian penting dari proses. perawat harus menunda diagnosis akhir
sampai ia atau dia telah mengumpulkan dan menganalisis semua informasi yang
diperlukan untuk tiba pada suatu conclusion.physicians ilmiah menunjukkan
kesementaraan dengan aturan pernyataan keluar (R / O). Perawat juga harus
mengadopsi posisi tentatif sampai mereka telah menyelesaikan pengumpulan data dan
evaluasi dan dapat mengkonfirmasi atau menyingkirkan.
Syarat: menegakkan kemungkinan diagnosa keperawatan adanya unsur respon
(problem) dan faktor yang mungkin dapat menimbulkan masalah tetapi belum ada.
Diagnosa: kemungkinan gangguan konsep diri: rendah diri/terilosasi berhubungan
dengan diare.
Keperawatan dituntut untuk berfikir lebih kritis dan mengumpulkan data tambahan
yang berhubungan dengan konsep diri.

4) Diagnosa Keperawatan “Wellness”


Diagnosa keperawatan kesejahteraaan adalah penilaian klinis tentang keadaan
individu, keluarga, atau masyarakat dalam transisi dari tingkat sejahtera tertentu ke
tingkat sejahtera yang lebih tinggi (NANDA).
Ada 2 kunci yang harus ada:
a) Sesuatu yang menyenangkan pada tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi.
b) Ada status dan fungsi yang efektif.
Pernyataan diagnosa keperawatan yang dituliskan adalah “potensi untuk
peningkatan..”. Perlu dicatat bahwa diagnosa keperawatan kategori ini mengandung
unsur “faktor yang berhubungan”.

Contoh : Potensial peningkatan hubungan dalam keluarga


Hasil yang diharapkan meliputi :
 Makan pagi bersama selama lima hari / minggu
 Melibatkan anak dalam pengambilan keputusan keluarga
 Menjaga kerahasiaan setiap anggota keluarga

5) Diagnosa Keperawatan “Syndrom”


Diagnosa keperawatan syndrom adalah diagnosa yang terdiri dari kelompok diagnosa
keperawatan aktual atau resiko yang diperkirakan ada karena situasi atau peristiwa
tertentu.

Manfaat diagnosa keperawatan syndrom adalah agar perawat selalu waspada dan
memerlukan keahlian perawat dalam setiap melakukan pengkajian dan tindakan
keperawatan.

Menurut NANDA ada dua diagnosa keperawatan syndrom:


1. Syndrom trauma pemerkosaan (Rape trauma syndrome)
Pada diagnosa keperawatan diatas lebih menunjukkan adanya kelompok tanda dan
gejala dari pada kelompok diagnosa keperawatan. Tanda dan gejala tersebut meliputi:
Cemas, takut, sedih, gangguan istirahat dan tidur, dan resiko tinggi nyeri sewaktu
melakukan melakukan hubungan seksual.
2. Resiko Syndrome penyalahgunaan (Risk for Disuse Syndrome)
 Resiko konstipasi
 Resiko perubahan fungsi pernafasan
 Resiko infeksi
 Resiko trombosis
 Resiko gangguan aktivitas
 Resiko perlukaan
 Kerusakan mobilisasi fisik
 Resiko gangguan proses pikir
 Resiko gangguan gambaran diri
 Resiko ketidakberdayaan (powerlessness)
 Resiko kerusakan integritas jaringan

KOMPONEN DIAGNOSA KEPERAWATAN

a) Problem (Masalah)

Tujuan penulisan pernyataan masalah adalah menjelaskan status kesehatan atau


masalah kesehatan klien secara jelas dan sesingkatan mungkin. Karena pada
bagian ini dari diagnose keperawatan mengidentifikasi apa yang tidak sehat
tentang klien dan pa yang harus diubah tentang status kesehatan klien dan juga
memberikan pedoman terhadap tujuan dari asuhan keperawatan. Dengan
menggunakan standar diagnosa keperawatan dari NANDA mempunyai
kuntungan yang signifikan.
a. Membantu perawat untuk berkomunikasi satu dengan yang lainnya
dengan menggunakan istilah yang dimengerti secara umum.
b. Memfasilitasi penggunaan computer dalam keperawatan, karena perawat
akan mampu mengakses diagnosa keperawatan.
c. Sebagai metode untuk mengidentifikasi perbedaan masalah keperawatan
yang ada dengan masalah medis.
d. Semua perawat dapat bekerja sama dalam menguji dan mendefinisikan
kriteria pengkajian dan intervensi keperawatan dalam meningkatkan
asuhan keperawatan.

b) Etiologi (Penyebab)
Etiologi adalah faktor klinik dan personal yang dapat merubah status
kesehatan atau mempengaruhi perkembangan masalah. Etiologi mengidentifikasi
fisiologis, psikologis, sosiologis, spiritual, dan faktor-faktor lingkungan yang
dipercaya berhubungan dengan masalah baik sebagai penyebab atau faktor resiko.
Karena etiologi mengidentifikasi factor yang mendukung terhadap masalah kesehatan
klien, maka etiologi sebagai pedoman atau sasaran langsung dari intervensi
keperawatan. Jika terjadi kesalahan dalam menentukan penyebab maka tindakan
keperawatan menjadi tidak efektif dan efisien. Misalnya, klien dengan diabetes
mellitus masuk RS biasanya dengan hiperglikeni dan mempunyai riwayat yang tidak
baik tentang pola makan dan pengobatan (insulin) di diagnosa dengan
“ketidaktaatan”. Katakanalah ketidaktaatan tersebut berhubungan dengan kuramgnya
pengetahuan klien dan tindakan keperawatan diprioritaskan mengajarkan klien cara
mengatasi diabetes melitus dan tidak berhasil jika penyebab ketidaktaatan tersebut
karena klien putus asa untuk hidup.
Penulisan etiologi dari diagnose keperawatan meliputi unsur PSMM
P = Patofisiologi dari penyakit
S = Situational (keadaan lingkungan perawatan)
M = Medication ( pengobatan yang diberikan)
M = Maturasi (tingkat kematangan/kedewasaan klien)

Etiologi, faktor penunjang, dan resiko, meliputi:

1) Patofisiologi
Semua proses penyakit, akut dan kronis, yang dapat menyebabkan atau mendukung
masalah, misalnya masalah “powerlessness”
Penyebab yang umum:
a) ketidakmampuan berkomunikasi ( CV A, intubation)
b) ketidakmampuan melakukan aktifitas sehari-hari (CV A, trauma servical, nyeri,
IMA)
c) ketidakmampuan memenuhi tanggungjawabnya (pembedahan, trauma, dan
arthritis)

2) Situasional (personal, enfironment)


Kurangnya pengetahuan, isolasi social, kurangnya penjelasan dari petugas kesehatan,
kurangnya partisipasi klien dalam mengabil keputusan, relokasi, kekurangmampuan
biaya, pelecehan sexual, pemindahan status social, dan perubahan personal teritori.

3) Medication (treatment-related)
Keterbatasan institusi atau RS: tidak sanggup memberikan perawatan dan tidak ada
kerahasiaan.

4) Maturational
Adolescent: ketergantungan dalam kelompok, independen dari keluarga
Young adult: menikah, hamil, orangtua
Dewasa: tekanan karir, dan tanda-tanda pubertas
Elderly: kurangnya sensori, motor, kehilangan (uang, faktor lain)

c) Sign/symptom (tanda/gejala)
Identifikasi data subjektif dan objektif sebagai tanda dari masalah keperawatan.
Memerlukan kriteria evaluasi, misalnya : bau “pesing”, rambut tidak pernah di
keramas. “saya takut jalan di kamar mandi dan memecahkan barang”.

PENENTUAN PRIORITAS DIAGNOSIS


Dengan menentukan diagnosis keperawatan, maka dapat diketahui diagnosis mana
yang akan dilakukan atau diatasi pertama kali atau yang segara dilakukan dalam
menentukan prioritas terdapat beberapa pendapat urutan prioritas, diantaranya :

a. Berdasarkan Tingkat Kegawatan (Mengancam Jiwa)

Penentuan prioritas berdasarkan tingkat kegawatan atau mengancam jiwa


yang dilatar belakangi dari prinsip pertolongan pertama yaitu dengan
membagi beberapa prioritas diantaranya prioritas tinggi, prioritas sedang , dan
prioritas rendah.

1) Prioritas tinggi : mencerminkan situasi yang mengancam kehidupan (nyawa


seseorang) sehingga perlu dilakukan tindakan terlebih dahulu seperti masalah
bersihan jalan nafas.

2) Prioritas sedang : menggambarkan situasi yang tidak gawat dan tidak


mengancam hidup klien seperti masalah hygiene perseorangan.

3) Prioritas rendah : menggambarkan situasi yang tidak berhubungan langsung


prognosis dari suatu penyakit yang secara spesifik seperti masalah keuangan
atau lainnya.

b. Berdasarkan Kebutuhan Maslow

Maslow mentukan prioritas diagnosis yang akan direncanakan berdasarkan


kebutuhan diantaranya kebutuhan fisiologis, keselamatan dan keamanan,
mencintai dan memiliki, harga diri, dan aktualisasi diri yang dapat
digambarkan sebagai berikut:
Untuk prioritas diagnosis yang akan direncanakan maslow membagi urutan
tersebut berdasarkan urutan kebutuhan dasar manusia di antaranya :

1) Kebutuhan fisiologis
meliputi masalah respirasi, sirkulasi, suhu, nutrisi, nyeri, cairan, perawatan
kulit, mobilitas, eliminasi.
2) Kebutuhan keamanan dan keselamatan
meliputi masalah lingkungan, kondisi tempat tinggal, perlindungan, pakaian,
bebas dari infeksi dan rasa takut.
3) Kebutuhan mencintai dan dicintai
meliputi masalah kasih sayang, seksualitas, afiliasi dalam kelompok,
hubungan antar manusia.
4) Kebutuhan harga diri
meliputi masalah respect dari keluarga, perasaan menghargai diri sendiri.
5) Kebutuhan masalah aktualisasi diri
meliputi kepuasan terhadap lingkungan.

Macam – macam Diagnosa Keperawatan

1. Diagnosis Keperawatan NANDA-I 2012-2014


Domain I : Promosi Kesehatan
Kelas 1: Kesadaran Kesehatan
Kelas 2: Manajemen Kesehatan
Domain II : Nutrisi
Kelas 1: Makan
Kelas 2: Pencernaan
Kelas 3: Absorpsi
Kelas 4: Metabolisme
Kelas 5: Hidrasi
Domain III : Eliminasi dan Pertukaran
Kelas 1: Fungsi Urinarius
Kelas 2: Fungsi Gastrointestinal
Kelas 3: Fungsi Integumen
Kelas 4: Fungsi Pernapasan
Domain IV : Aktivitas / Istirahat
Kelas 1: Tidur/Istirahat
Kelas 2: Aktivitas/Latihan
Kelas 3: Keseimbangan Energi
Kelas 4: Respons Kardiovaskuler/Pulmonal
Kelas 5: Perawatan Diri
Domain V : Persepsi/Kognisi
Kelas 1: Perhatian
Kelas 2: Orientasi
Kelas 3: Sensasi/Persepsi
Kelas 4: Kognisi
Kelas 5: Komunikasi
Domain VI : Persepsi Diri
Kelas 1: Konsep Diri
Kelas 2: Harga Diri
Kelas 3: Citra Tubuh
Domain VII Hubungan Peran
Kelas 1: Peran Pemberi Asuhan
Kelas 2: Hubungan Keluarga
Kelas 3: Performa Peran
Domain VIII : Seksualitas
Kelas 1: Identitas Seksual
Kelas 2: Fungsi Seksual
Kelas 3: Reproduksi
Domain IX Koping/Toleransi Stres
Kelas 1: Respons Pascatrauma
Kelas 2: Respons Koping
Kelas 3: Stres Neurobehavioral
Domain X : Prinsip Hidup
Kelas 1: Nilai
Kelas 2: Keyakinan
Kelas 3: Keselarasan Nilai/Keyakinan/Tindakan
Domain XI : Keamanan/Perlindungan
Kelas 1: Infeksi
Kelas 2: Cedera Fisik
Kelas 3: Perilaku Kekerasan
Kelas 4: Bahaya Lingkungan
Kelas 5: Proises Pertahanan Tubuh
Kelas 6: Termoregulasi
Domain XII : Kenyamanan
Kelas 1: Kenyamanan Fisik
Kelas 2: Kenyamanan Lingkungan
Kelas 3: Kenyamanan Sosial
Domain XIII : Pertumbuhan/Perkembangan
Kelas 1: Pertumbuhan
Kelas 2: Perkembangan

2. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI)


Terdiri dari 149 domain
b. Intervensi (Perencanaan)
a. Definisi
 Intervensi keperawatan adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana
tujuan yang berpusat pada klien dan hasil yang diperkirakan ditetapkan dan
intervensi keperawatan dipilih untuk mencapai tujuan tersebut.(Potter &
Perry, 2005).
 Intervensi keperawatan adalah catatan yang berisi tentang intervensi dan
rencana keperawatan. (Hunt Jeniffer dan Mark)
 Intervensi keperawatan adalah pengkajian dan pengidentifikasian masalah
yang sistematis, penentuan tujuan, serta strategi pelaksanaan pemecahan
masalah. (Mayer)Intervensi keperawatan adalah penyusunan rencana tindakan
keperawatan yang akan dilaksanakan untuk mengatasi masalah sesuai dengan
diagnosa keperawatan yang telah ditentukan dengan tujuan terpenuhinya
kebutuhan pasien. (Pusdiklat DJJ Keperawatan)
 Intervensi keperawatan adlah tindakan yang dilakukan ketikan memberikan
pelayanan keperawatan kepada seseorang. (Lu Verne RN.M. dkk)
 Intervensi keperawatan adalah perumusan tujuan, tindakan, dan penilaian
rangkaian asuhan keperawatan pada pasien/klien berdasarkan analisa
pengkajian agar masalah kesehatan dan keperawatan pasien dapat diatasi. (
Zaidin Ali)

B. TUJUAN PERENCANAAN

Tujuan rencana keperawatan dapat dibagi menjadi dua, yaitu tujuan administratif dan
tujuan klinik (Carpenito, 2000)

1. Tujuan administrative
a. Untuk mengidentifikasi fokus keperawatan kepada klien atau kelompok.
b. Untuk membedakan tanggung jawab perawat dan profesi kesehatan yang lain.
c. Untuk menyediakan suatu kriteria guna pengulangan dan evaluasi keperawatan.
d. Untuk menyediakan klriteria klasifikasi klien.

2. Tujuan klinik
a. Menyediakan suatu pedoman penulisan.
b. Mengkomunikasikan dengan staf perawat, apa yang diajarkan, apa yang
diobservasi dan apa yang dilaksanakan.
c. Menyediakan kriteria hasil sebagai pengulangan dan evaluasi keperawatan.
d. Rencana tindakan yang spesifik secara langsung bagi individu, keluarga, dan
tenaga kesehatan lainnya untuk melaksanakan tindakan.

C. LANGKAH-LANGKAH PERENCANAAN

Langkah dalam rencana asuhan keperawatan adalah :

1. Menentukan prioritas
Dalam menentukan perencanaan perlu disusun suatu sistem untuk menentukan
diagnosa yang akan diambil pertama kali. Salah satu sistem yang bisa digunakan
adalah hierarki “kebutuhan manusia”(Lyer et al., 1996)
Dengan mengidentifikasi prioritas kelompok diagnosa keperawatan dan masalah
kolaburatif, perawat dapat memprioritaskan peralatan yang diperlukan.
Perbedaan antara prioritas diagnosa dan diagnosa yang penting menurut
Capernito(2000) adalah :
a. Prioritas diagnosa adalah diagnosa keperawatan atau maslah keperawatan, jiak
tidak diatasi saat ini, akan berdampak buruk terhadap keadaan fungsi dan status
kesehatan.
b. Diagnosa yang terpenting adalah diagnosa keperawatan atau masalah kolaburatif
dimana intervensi dapat ditunda utnuk beberapa saat tanpa bedampak terhadap status
fungsi kesehatan.
Beberapa hirarki yang bisa digunakan untuk menentukan prioritas perencanaan
adalah :
1) Hirarki Maslow
Maslow(1943) menjelaskan kebuthan manusia dibagi menjadi lima tahapan yaitu :
a. Fisiologis
b. Rasa aman dan nyaman
c. Sosial
d. Harga diri
e. Aktualisasi diri.
Kebutuhan fisiologis biasanya menjadi prioritas utama bagi klien dibanding
kebutuhan yang lain.

2) Hirarki Kalish
Kalish(1983) lebih jauh menjelaskan kebutuhan maslow dengan berbagai macam
perkembangan, yaitu :
a. Kebutuhan bertahan hidup : makanan, udara, air, suhu, istirahat, eliminasi,
penghindaran nyeri.
b. Kebutuhan stimuli : seks, aktivitas, eksplorasi, manipulasi, kesenangan baru.
c. Kebutuhan keamanan : keselamatan, keamanan, kedekatan.
d. Mencintai, memiliki, kedekatan
e. Penghargaan, harga diri.
f. Aktualisasi diri.
2. Menetapkan Tujuan
Tujuan perawatan merupakan pedoman yang luas/umum dimana pasien diharapkan
mengalami kemajuan dalam berespon terhadap tindakan.

Tujuan dibedakan menjadi dua, yaitu :


1) Tujuan jangka panjang
Tujuan jangka panjang adalah tujuan yang mengidentifikasi arah keseluruhan atau
hasil akhir perawatan. Tujuan ini tidak tercapai sebelum pemulangan. Tujuan jangka
panjang memerlukan perhatian yang terus menerus dari pasien dan/atau orang lain.
Tujuan yang diharapkan dapat dicapai dalam waktu yang lama, biasanya lebih dari
satu minggu atau satu bulan. Kriteria hasil dalam tujuan jangka panjang ditujukan
pada unsur “problem/masalah” dalam diagnosa keperawatan.Misalnya : pasien
mampu mempertahankan kontrol kadar gula darah satu kali dalam satu minggu
selama dua bulan pertama pasca perawatan di rumah sakit.

2) Tujuan jangka pendek


Tujuan jangka pendek adalah tujuan yang harus dicapai sebelum pemulangan.
Misalnya : rasa nyeri pasien berkurang/hilang setelah dilakukan tindakan perawatan
selama 2×24 jam.
tujuan yang diharapkan bisa dicapai dalam waktu yang singkat, biasanya kurang dari
satu minggu.
Tujuan jangka pendek ditujukan pada unsurE/S(etiologi, tanda dan gejala) dalam
diagnosa keperawatan aktual/resiko.

3. Menentukan Kriteria Hasil


Tujuan kilen dan tujuan keperawatan adalah standar atau ukuran yang digunakan
untuk mengevaluasi kemajuan klien atau ketrampilan perawat. Menurut
Alfaro(1994), tujuan klien merupakan pernyataan yang menjelaskan suatu perilaku
klien, keluarga, atau kelompok yang dapat diukur setelah intervensi keperawatan
diberikan. Tujuan keperawatan adalah pernyataan yang menjelaskan suatu tindakan
yang dapat diukur berdasarkan kemampuan dan kewenangan perawat.
Kriteria hasil untuk diagnosa keperawatan mewakili status kesehatan klien yagn dapat
dicapai atau dipertahankan melalui rencana tindakan yang mandiri, sehingga dapat
membedakan antara diagnosa keperawatan dan masalah kolaburatif. Menurut
Gordon(1994), komponen kriteria hasil yang penting dalam kriteria hasil adalah
apakah intervensi keperawatan dapat dicapai.
Pedoman penulisan kriteria hasil :
a. Berfokus pada klien
Kriteria hail ditujukan pada klien yag harus menunjukan apa yang akan dilakukan
lien, kapan, dan sejauh mana tindakan akan bisa dilaksanakan
S : Spesifik(tujuan harus spesifik dan tidak menimbulkan arti ganda)
M : Measurable(harus dapat diukur, dilihat, didengar, diraba, dirasakan dan dibau)
A : Tujuan harus dapat dicapai (Achievable)
R : tujuan harus dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah (Reasonable)
T : time(batasan waktu/tujuan keperawatan)

b. Singkat dan jelas.


Menggunakan kata-kata yang singkat dan jelas sehingga akan memudahkan perawat
untuk mengidentifikasikan tujuan dan rencana tindakan.
c. Dapat diobservasi dan diukur utnuk menentukan keberhasilan atau kegagalan.
Tujuan yang dapat diobservasi dan diukur meliputi pertanyaan “apa”dan “ sejauh
mana”.contoh kata kerja yang bisa diukur meliputi ; menyatkan, melaksanakan,
mengidentifikasi, adnaya penurunan dalam……., adanya peningkatan pada…….,
tidak adanya……. Contoh kata kerja yang tidak dapat diukur melalui penglihatan dan
suara adalah : menerima, mengetahui, menghargai dan memahami.
d. Ada batas waktunya.
e. Realistik.
Kriteria hasil harus dapat dicapai sesuai dengan sarana dan prasarana yang tersedia,
meliputi : biaya, peralatan, fasilitas, tingkat pengetahuan, affek emosi dan kondisi
fisik. Jumlah staf perawat harus menjadi satu pertimbangan dalam penyusunan tujuan
dan kriteria hasil.
f. Ditentukan oleh perawat dan klien.
setelah menentukan diagnosa keperawatan yang ditentukan, perlu dilakukan diskusi
antara perawat dan klien untuk menentukan kriteria hasil dan rencana tindakan utnuk
memvalidasi.
Penulisan kriteria hasil mencakup semua respon manusia, meliputi :
kornitif(pengetahuan), afektif(emosi dan perasaan), psikomotor dan perubahan fungsi
tubuh(keadaan umum dan fungsi tubuh serta gejala)

4. Menentukan rencana tindakan


Rencana tindakan adalah desain spesifik intervensi untuk membantu klien dalam
mencapai kriteria hasil. Rencana mendefinisikan suatu aktifitas yang diperlukan
untuk membatasi faktor-faktor pendukung terhadap suatu permasalahan.
Bulecheck & McCloskey (1989) menyatakan bahwa intervensi keperawatan adalah
suatu tindakan langsung kepada klien yang dilaksanakan oleh perawat.Tindakan
tersebut meliputi tindakan independen keperawatan berdasarkan diagnosa
keperawatan, tindakan medis berdasarkan diagnosa medis dan membantu pemenuhan
kebutuhan dasar fungsi kesehatan kepada klien yang tidak dapat melakukannya.

1) Diagnosa keperawatan aktual, intervensi ditujukan untuk :


‫ ٭‬Mengurangi atau membatasi faktor penyebab dan masalah.
‫ ٭‬Meningkatkan status kesehatan klien.
‫ ٭‬Memonitor status kesehatan.
2) Diagnosa keperawatan risiko tinggi, intervensi ditujukan untuk :
‫ ٭‬Mengurangi dan membatasi faktor resiko
‫ ٭‬Mencegah maslah yang akan timbul
‫ ٭‬Memonitor terjadinya masalah.

3) Diagnosa keperawatan kemungkinan, intervensi ditujukan pada :


‫ ٭‬Pengkajian aktifitas untuk menyusun diagnosa keperawatan dam masalah
kolaburasi.
‫ ٭‬Memonitor aktifitas untuk mengevaluasi status fisiologi tertentu.
‫ ٭‬Rencana tindakan keperawatan.
‫ ٭‬Tindakan medis, berhubungan dengan respon dari tindakan medis.
‫ ٭‬Aktifitas fungsi kesehatan sehari-hari yang mungkin tidak berpengaruh terhadap
diagnosa keperawatan atau medis tetapi telah dilakukan oleh perawat kepada klien
yang tidak dapat melaksanakan kebutuhannya.
‫ ٭‬Aktifitas untuk mengevaluasi dampak dan tindakan keperawatan dan medis

4) Diagnosa keperawatan kolaburatif, intervensi ditujukan pada :


‫ ٭‬Memonitor perubahan status kesehatan.
‫ ٭‬Mengelola perubahan status kesehatan terhadap intervensi keperawatan dan medis.
‫ ٭‬Mengevaluasi respon.

Komponen rencana tindakan keperawatan


Komponen tesebut dibawah ini harus diperhatikan untuk menghindari kerancuan
dalam rencana tindakan. Komponen tersebut adalah :
a. waktu.
Semua rencana keperawatan harus diberi waktu untuk mengidentifikasikan tanggal
dilaksanakan, misalnya : pertahankan tungkai kanan tetap dalam posisi istirahat
selama 24 jam
b. Menggunakan kata kerja
Semua rencana tindakan keperawatan secara jelas menjabarkan setiap kegiatan,
misalnya : lakukan kompres dingin selama 20 menit.
c. Fokus pada pertanyaan
Spesifik pada pertanyaan “who, what, where, when, which, and how..” : siapa, apa,
dimana, kapan, yang mana, dan bagaimana.

Karakteristik rencana tindakan keperawatan :


a. Konsisten dengan rencana tindakan.
b. Berdasarkan prinsip-prinsip ilmiah(rasional)
c. Berdasarkan situasi individu klien.
d. Digunakan untuk menciptakan suatu situasi yang aman dan terapeutik.
e. Menciptakan suatu situasi pengajaran.
f. Menggunakan saran yang sesuai(ANA, 1973)

5. Perencanaan Pulang
Perawat juga harus mempertimbangkan kebutuhan yang akan datang bagi pasien,
khususnya pemulangan dari fasilitas perawatan kesehatan. Perencanaan
pulang/discharge planning dimulai/direncanakan disaat pasien memasuki tatanan
perawatan kesehatan.Hal ini perlu dilakukan untuk menentukan kesinambungan
perawatan dan untuk menentukan tempat pemulangan yang diantisipasi, misalnya
rumah atau fasilitas keperawatan yang terlatih.
Perawat bertanggung jawab untuk :
a. merencanakan kesinambungan perawatan antara personal keperawatan antara
pelayanan dalam tatanan keperawatan dan antara tatanan keperawatan dan komunitas.
b. Memulai rujukan ke pelayanan komunitas lainnya dan memberikan arahan yang
diperlukan bagi pasien/keluarga yang sedang belajar utnuk mempercepat
penyembuhan dan meningkatkan keadaan sehat.

6. Dokumentasi
Dokumentasi rencana tindakan keperawatan merupakan penulisan encana tindakan
keperawatan dalam suatu bentuk yang bervariasi guna mempromosikan perawatan
yang meliputi : perawatan individu, perawatan yang kontinyu, komunikasi, dan
evaluasi(Bower, 1982)

Karakteristik dokumentasi rencana keperawatan adalah :

1) Ditulis oleh perawat


Rencana tindakan keperawatan disusun dan ditulis oleh perawat profesional yang
mempunyai dasar pendidikan yang memadai.

2) Dilaksanakan setelah kontak pertama kali dengan pasien.


Setelah kontak pertama kali dengan pasien/pengkajian merupakan waktu yang tepat
dilakukan dokumentasi diagnosa aktual atau resiko, kriteria hasil dan rencana
tindakan.

3) Diletakkan di tempat yang strategis (mudah didapatkan).


Bisa diletakkan dicatatan medis klien, di tempat tidur atau di kantor perawat. Hal ini
darus dilakukan karena rencana tindakan ini disediakan untuk semua tenaga
kesehatan yagn ada.

4) Informasi yang baru


Semua komponen rencana tindakan harus selalu diperbaharui.Hal ini ditujukan agar
waktu perawat bisa dipergunakan secara efektif.

b. Langkah-langkah Intervensi Keperawatan


a) Menetapkan Prioritas
Setelah merumuskan diagnosa keperawatan spesifik, perawat menggunakan
ketermpilan berpikir kritis untuk menetapkan prioritas diagnosa dengan membuat
peringkat dalam urutan kepentingannya.Prioritas ditegakkan untuk mengidentifikasi
urutan intervensi keperawatan ketika klien mempunyai masalah atau perubahan
multiple.(Carpenito, 1995).
Prioritas pemilihan adalah metoda yang digunakan perawat dan klien untuk
secara mutualisme membuat peringkat diagnosa dalam urutan kepentingan yang
didasarkan pada keinginan, kebutuhan dan keselamatan klien.Perawat menggunakan
prioritas untuk mengatur intervensi untuk mencapai tujuan dan hasil yang
diperkirakan untuk memenuhi kebutuhan klien.Prioritas diklasifikasikan sebagai
tinggi, menengah dan rendah.Prioritas bergantung pada urgensi dari masalah, sifat
dari pengobatan yang diberikan, dan interaksi diantara diagnosa keperawatan.
Hirarki Maslow (1970) tentang kebutuhan merupakan metoda yang sangat
berguna untuk merancang prioritas.Kebutuhan dasar fisiologis dan keselamatan
biasanya merupakan prioritas pertama atau prioritas tertinggi.Kebutuhan mencintai
dan memiliki serta harga diri termasuk prioritas menengah.Sedangkan aktualisasi diri
termasuk prioritas rendah.

b) Menetapkan Tujuan
Setelah mengkaji, mendiagnosis, dan menetapkan prioritas tentang kebutuhan
perawatan kesehatan klien, perawat merumuskan tujuan dan hasil yang diperkirakan
dengan klien untuk setiap diagnosa keperawatan (Gordon,1994). Maksud dari
penulisan tujuan dan hasil yang diperkirakan ada dua.Pertama, tujuan dan hasil yang
diperkirakan memberikan arahan untuk intervensi keperawatan yang
individual.Kedua, tujuan dan hasil yang diperkirakan untuk menentukan keefektifan
intervensi.Bulechek & McCloskey (1985), mendefinisikan tujuan sebagai “petunjuk
untuk pemilihan intervensi keperawatan dan kriteria dalam evaluasi intervensi
keperawatan”.Tujuan harus tidak hanya memenuhi kebutuhan klien tetapi juga harus
mencakup pencegahan dan rehabilitasi.
1. Dua tipe tujuan dikembangkan untuk klien : yaitu tujuan jangka pendek dan
tujuan jangka panjang.

1) Tujuan jangka pendek adalah sasaran yang diharapkan tercapai dalam periode
waktu yang singkat, biasanya kurang dari satu minggu (Carpenito, 1995).

2) Tujuan jangka panjang adalah sasaran yang diperkirakan untuk dicapai


sepanjang periode waktu yang lebih lama, biasanya lebih dari satu minggu atau
berbulan-bulan (Carpenito, 1995). Tujuan jangka panjang dapat dilanjutkan saat
pemulangan ke fasilitas keperawatan terampil, lingkungan rehabilitasi, atau kembali
ke rumah.
Penetapan tujuan menegakkan kerangka kerja untuk rencana asuhan
keperawatan.Melalui tujuan, perawat mampu untuk memberikan asuhan yang
bersinambungan dan meninngkatkan penggunaan waktu serta sumber yang optimal.

c. Menetapkan Kriteria Hasil atau Hasil Yang Diharapkan


Hasil yang diharapkan adalah sasaran spesifik, langkah demi langkah yang
mengarah pada pencapaian tujuan dan penghilangan etiologi untuk diagnose
keperawatan. Suatu hasil adalah perubahan dalam status klien yang dapat diukur
dalam berespons terhadap asuhan keperawatan (Gordon, 1994; Carpenito,
1995).Hasil adalah respons yang diinginkan dari kondisi klien dalam dimensi
fisiologis, sosial, emosional, perkembangan atau spiritual.

Untuk menentukan hasil yang diharapkan, ada beberapa pedoman yang harus
diperhatikan, yaitu :
a. Faktor yang berpusat pada klien
Karena asuhan keperawatan diarahkan dari diagnose keperawatan, maka tujuan dan
hasil yang diperkirakan difokuskan pada klien. Pernyataan ini mencerminkan perilaku
dan respons klien yang diperkirakan sebagai hasil dari intervensi keperawatan.

b. Faktor Tunggal
Setiap penetapan tujuan atau hasil yang diperkirakan harus menunjukkan hanya satu
respons perilaku.Kemanunggalan ini memberikan metoda yang lebih tepat untuk
mengevaluasi respons klien terhadap tindakan keperawatan.

c. Faktor yang dapat diamati


Hasil yang diharapkan dari asuhan keperawatan harus dapat diamati.Melalui
pengamatan peawat mencatat bahwa telah terjadi perubahan. Perubahan yang dapat
diamati dapat terjadi dalam temuan fisiologis, tingkat pengetahuan klien, dan
perilaku Hasilnya dapat dicapai dengan menanyakan secara langsung klien tentang
kondisi atau dapat diamati dengan menggunakan keterampilan pengkajian. Faktor
yang dapat diamati ini kita dapati dari data subjektif.

d. Faktor yang dapat diukur


Tujuan dan hasil yang diharapkan ditulis untuk memberi perawat standar yang dapat
digunakan untuk mengukur respons klien terhadap asuhan keperawatan.Faktor yang
dapat diukur ini kita dapat dari data obektif.

e. Faktor batasan waktu


Batasan waktu untuk setiap tujuan dan hasil yang diharapkan menunjukkan kapan
respons yang diharapkan harus terjadi.Batasan waktu membantu perawat dan klien
dalam menentukan bahwa kemajuan sedang dilakukan dengan kecepatan yang jelas.

f. Faktor Mutual
Penetapan tujuan dan hasil yang diharapkan secara mutual memastikan bahwa klien
dan perawat setuju mengenai arah dan batasan waktu dari perawatan. Penetapan
tujuan secara mutual dapat meningkatkan motivasi dan kerja sama klien.

g. Faktor realistik
Tujuan dan hasil yang diharapkan yang singkat dan realistic dapat dengan cepat
memberikan klien dan perawat suatu rasa pencapaian. Sebaliknya, rasa pencapaian ini
dapat meningkatkan motivasi dan kerja sama klien. Ketika menetapkan tujuan dan
hasil yang diharapkanyang realistik, perawat, melalui pengkajian, harus mengetahui
sumber-sumber fasilitas perawatan kesehatan, keluarga, dan klien.

Tipe – tipe Intervensi

a. Intervensi perawat
Intervensi perawat adalah respons perawat terhadap kebutuhan perawatan kesehatan
dan diagnose keperawatan klien.Tipe intervensi ini adalah “suatu tindakan autonoomi
berdasarkan rasional ilmiahyang dilakukan untuk keuntungan klien dalam cara yang
diprediksi yang berhubungan dengan diagnosa keperawatan dan tujuan klien”
(Bulechek & McCloskey, 1994). Intervensi ini tidak membutuhkan supervisi atau
arahan dari orag lain. Sebagai contoh, intervensi untuk meningkatkan pengetahuan
klien tentang nutrisi yang adekuat atau aktivitas kehidupan sehari-hari yang
berhubungan dengan higiene adalah tindakan keperawatan mandiri.Intervensi perawat
tidak membutuhkan instruksi dari dokter atau profesi lainnya.

b. Intervensi dokter
Intervensi dokter didasarkan pada respons dokter terhadap diagnose medis, dan
perawat menyelesaikan instruksi tertulis dokter (Bulechek & McCloskey, 1994).
Memberikan medikasi, mengimplementasikan suatu prosedur invasif, mengganti
balutan, dan menyiapkkan klien untuk pemeriksaan diagnostik adalah contoh-contoh
dari intervensi tersebut.Intervensi ini tidak selalu berada dalam praktik legal
keperawtan bagi perawat untuk meresepkan atau menginstruksikan tindakan ini,
tetapi intervensi tersebut berada dalam praktik keperawatan bagoi perawat untuk
menyelesaikan insruksi tersebut dan untuk mengkhususkan pendekatan
tindakan.Setiap intervensi dokter membutuhkan tanggung jawab keperawatan spesifik
dan pengetahuan keperawatan tehnik spesifik.

c. Intervensi kolaborasi
Intervensi kolaborasi adalah terapi yang membutuhkan pengetahuan, keterampilan,
dan keahlian dari berbagai professional perawatan kesehatan.Intervensi perawat,
dokter dan kolaborasi membutuhkan penilaian keperawatan yang kritis dan
pembuatan keputusan.Ketika menghadapi intervensi dokter, atau intervensi
kolaboratif, perawat tidak secara otomatis mengimplementasikan terapi, tetapi harus
menentukan apakah intervensi yang diminta sesuai untuk klien.

Pemilihan intervensi

Ketika memilih intervensi, perawat menggunakan keterampilan membuat keputusam


klinis yang menunjukkan tentang enam faktor untuk memilih intervensi keperawatan
pada klien spesifik, yaitu :
1) Karakteristik diagnosa keperawatan
 Intervensi harus diarahkan pada pengubahan etiologi atau tanda dan gejala
yang berkaitan dengan label diagnostik.
 Intervensi diarahkan pada pengubahan atau menghilangakan faktor-faktor
risiko yang berkaitan dengan diagnosa keperawatan faktor risiko.

2) Hasil yang diharapkan


 Hasil dinyatakan dalam istilah yang dapat diukur dan digunakan untuk
mengevaluasi keefektifan intervensi.

3) Dasar riset

 Tinjauan riset keperawatn klinis yang berhubungan dengan label diagnostik


dan masalah klien.
 Tinjauan artikel yang menguraikan penggunaan temuan riset dalam situasi
dan lingkungan klinis yang serupa.

4) Kemungkinan untuk dikerjakan


 Interaksi dan intervensi keperawatan dengan tindakan yang sedang diberikan
oleh profesional kesehatan lain.
 Biaya : Apakah intervensi mempunyai nilai yang efektif baik secara klinis
maupun biaya?
 Waktu : Apakah waktu dan sumber tenaga tertangani dengan baik ?

5) Keterterimaan klien
 Rencana tindakan harus selalu dengan tujuan klien dan nilai perawatan
kesehatan klien.
 Tujuan keperawatan yang diputuskan secara mutual.
 Klien harus mampu melakukan perawatan diri atau mempunyai orang yang
dapat membantu dalam perawatan kesehatan tersebut.

6) Kompetensi dari perawat


 Berpengetahuan banyak tentang rasional ilmiah intervensi.
 Memiliki keterampilan fisiologis dam psikomotor yang diperlukan untuk
menyelesaikan intervensi.
 Kemampuan untuk berfungsi dalam lingkungan dan secara efektif dan
efisien menggunakan sumber perawatan kesehatan.

D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan yang
dimulai setelah perawat menyusun rencana keperawatan.

Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh


perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus
kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Gordon,
1994, dalam Potter & Perry, 1997).

Implementasi yang merupakan komponen dari proses keperawatan adalah


katagori dari prilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai
tujuan dan hasil yang dipekirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan
diselesaikan. (Potter & Perry, 2005).

Merupakan inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang


spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai dimulai setelah rencana tindakan disusun dan
ditujukan pada nursing orders untuk membantu klien mencapai tujuan yang
diharapkan. Oleh karena itu rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk
memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan klien.

Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang
telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan, penyakit,
pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping.

Implementasi merupakan tahap proses keperawatan di mana perawat


memberikan intervensi keperawatan langsung dan tidak langsung terhadap klien.
Selalu pikirkan terlebih dahulu ketepatan suatu intervensi sebelum
mengimplementasikannya. Pedoman klinis atau protokol merupakan dokumen
berbasis bukti yang membimbing keputusan dan intervensi untuk masalah kesehatan
tertentu. Saat mempersiapkan pelaksanaan intervensi, lakukan pengkajian ulang pada
klien, tinjau dan revisi rencana asuhan keperawatan yang ada, organisasi sumber daya
dan penyampaian layanan, antisipasi dan cegah komplikasi, serta implementasikan
intervensi tersebut.

Selama fase awal implementasi, lakukan pengkajian ulang pada klien untuk
menentukan apakah tindkaan keperawatan yang diajukan masih sesuai dengan
kondisi klien. Implementasi asuhan keperawatan membutuhkan tambahan
pengetahuan, keterampilan keperawatan, dan sumber daya personel. Sebelum
memulai intervensi, pastikan klien merasa nyaman secara fisik dan psikologis. Untuk
mengantisipasi dan mencegah komplikasi, perawat mengenali resiko pada klien,
menyesuaikan intervensi dengan situasi, mengevaluasi keuntungan terapi
dibandingkan resikonya dan memulai tindakan pencegahan resiko. Implementasi
intervensi keperawatan yang berhasil membutuhkan keterampilan kognitif,
interpersonal, dan psikomotor.

Metode yang digunakan untuk memastikan ketepatan teknik perawatan fisik


meliputi perlindungan perawat dan klien dari cedera, menggunakan praktik
pengendalian infeksi yang sesuai, tetap terorganisasi dan mengikuti petunjuk praktik.
Konseling merupakan metode perawatan langsung yang membantu klien
menggunakan pemecahan masalah untuk mengenali dan mengatasi stress serta
memfasilitasi hubungan interpersonal.

Tindakan keperawatan preventif meliputi pemeriksaan dan promosi dari


potensi kesehatan klien, pemberian tindakan yang diresepkan (contoh: imunisasi),
pengajaran kesehatan, dan identifikasi faktor resiko suatu penyakit, dan/atau trauma.
Untuk melakukan suatu prosedur keperawatan, anda harus mengetahui prosedur
tersebut, frek uensi, langkah, dan hasil yang diharapkan.

5.2. Tahap Tindakan Perawatan

 Tahap I : Persiapan

Tahap awal tindakan keperawatan ini menuntut perawat mempersiapkan


segala sesuatu yang diperlukan dalam tindakan. Meliputi :

· Review tindakan keperawatan yang diidentifikasi pada tahap perencanaan

· Menganalisa pengetahuan dan ketrampilan keperawatan yang diperlukan

· Mengetahui komplikasi dari tindakan keperawatan yang mungkin timbul

· Menentukan dan mempersiapkan peralatan yang diperlukan

· Mempersiapkan lingkungan yang kondusif sesuai dengan tindakan

· Mengidentifikasi aspek hukum dan etik terhadap resiko dari potensi tindakan

 Tahap II : Intervensi

Fokus tahap pelaksanaan tindakan perawatan adalah kegiatan pelaksanaan


tindakan dari perencanaan untuk memenuhi kebutuhan fisik dan emosional.
Pendekatan ini meliputi :

· Independen adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan oleh perawat tanpa petunjuk
dan perintah dari doktek atau tenaga kesehatan lainnya. Tipe tindakan independen
keperawatan dapat dikatagorikan menjadi 4, yaitu tindakan diagnostik, tindakan
terapeutik, tindakan edukatif, dan tindakan merujuk.

· Interdependen menjelaskan suatu kegiatan yang memelukan suatu kerjasama


dengan tenaga kesehatan lainnya,misalnya tenaga sosial, ahli gizi, fisioterapi dan
dokter.

· Dependen ini berhubungan dengan pelaksanaan rencana tindakan medis. Tindakan


tersebut menandakan suatu cara dimana tindakan medis dilaksanakan.

 Tahap III : Dokumentasi

Pelaksanaan tindakan keperawatan harus diikuti oleh pencatatan yang lengkap


dan akurat terhadap suatu kejadian dalam proses keperawatan.

Ada 3 tipe sistem pencatatan yang digunakan pada dokumentasi :

1) Sources-Oriented records

2) Problem-Oriented records

3) Computer-Assissted records.
Pertimbangan Dalam Implementasi Tindakan Keperawatan
Dalam Implementasi tindakan keperawatan memerlukan beberapa
pertimbangan, antara lain :
a) Individualitas klien, dengan mengkomunikasikan makna dasar dari suatu
implementasi keperawatan yang akan dilakukan.
b) Melibatkan klien dengan mempertimbangkan energi yang dimiliki,
penyakitnya, hakikat stressor, keadaan psiko-sosio-kultural, pengertian
terhadap penyakit dan intervensi.
c) Pencegahan terhadap komplikasi yang mungkin terjadi.
d) Mempertahankan kondisi tubuh agar penyakit tidak menjadi lebih parah serta
upaya peningkatan kesehatan.
e) Upaya rasa aman dan bantuan kepada klien dalam memenuhi kebutuhannnya.
f) Penampilan perawat yang bijaksana dari segala kegiatan yang dilakukan
kepada klien.

Hal-hal yang Perlu Diperhatikan dalam Pelaksanaan Implementasi Keperawatan

Secara operasional hal-hal yang perlu diperhatikan perawat dalam


pelaksanaan implementasi keperawatan adalah:
a) Pada tahap persiapan
· Menggali perasaan, analisis kekuatan dan keterbatasan professional pada diri
sendiri.
· Memahami rencana keperawatan secara baik.
· Menguasai keterampilan teknis keperawatan.
· Memahami rasional ilmiah dari tindakan yang akan dilakukan.
· Mengetahui sumber daya yang diperlukan.
· Memahami kode etik dan aspek hukum yang berlaku dalam pelayanan
keperawatan.
· Memahami standar praktik klinik keperawatan untuk mengukur keberhasilan.
· Memahami efek samping dan komplikasi yang mungkin muncul.
· Penampilan perawat harus menyakinkan.
b) Pada tahap pelaksanaan
· Mengkomunikasikan atau menginformasikan kepada klien tentang keputusan
tindakan keperawatan yang akan dilakukan oleh perawat.
· Beri kesempatan kepada klien untuk mengekspresikan perasaannya terhadap
penjelasan yang telah diberikan oleh perawat.
· Menerapkan pengetahuan intelektual, kemampuan hubungan antar manusia dan
kemampuan teknis keperawatan dalam pelaksanaan tindakan keperawatan yang
diberikan oleh perawat.
· Hal-hal yang perlu diperhatikan pada saat pelaksanaan tindakan adalah energi
klien, pencegahan kecelakaan dan komplikasi, rasa aman, privacy, kondisi klien,
respon klien terhadap tindakan yang telah diberikan.
c) Pada tahap terminasi
· Terus memperhatikan respons klien terhadap tindakan keperawatan yang telah
diberikan.
· Tinjau kemajuan klien dari tindakan keperawatan yang telah diberikan.
· Rapikan peralatan dan lingkungan klien dan lakukan terminasi.
· Lakukan pendokumentasian.

C. EVALUASI
1. Pengertian
Evaluasi merupakan penilaian terhadap sejumlah informasi yang diberikan
untuk tujuan yang telah ditetapkan ( potter & perry, 2005). Evaluasi diartikan sebagai
: selalu menjaga suatu tujuan ketika muncul hal-hal baru dan memerlukan
penyesuaian perencanaan ( Steven, F., 2000).
2. Tujuan evaluasi
a. Menilai apakah perawatan sesuai dengan yang diharapkan oleh pasien dan
perawat, dengan mengadakan evaluasi selama proses perawatan, sehingga dapat
melakukan penyesuaian tepat pada waktunya.
b. Menilai apakah perawatan sesuai dengan yang diharapkan oleh pasien dan
perawat, dengan mengadakan evaluasi selama proses perawatan, sehingga dapat
melakukan penyesuaian tepat pada waktunya.

3. Macam Evaluasi ( Sumber: Asmadi (2008), Konsep Dasar Keperawatan, Jakarta: EGC)
 Evaluasi formatif
Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses keperawatan dan hasil
tindakan keperawatan. Evaluasi formatif ini dilakukan segera setelah perawat
mengimplementasikan rencana keperawatan guna menilai keefektifan
tindakan keperawaatan yang telah dilaksanakan. Perumusan evaluasi formatif
ini meliputi empat komponen yang dikenal dengan istilah SOAP, yakni
subjektif (data berupa keluhan klien), objektif (data hasil pemeriksaan),
analisis data (perbandingan data denagn teori), dan perencanaan.

 Evaluasi sumatif

Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah semua aktivitas


proses kepwrawatan seelsai dilakukan. Evalusi sumatif ini bertujuan menilai
dan memonitor kualitas asuhan keperawatan yang telah diberikan. Metode
yang dapat digunakan pada evaluasi jenis ini adalah melakukan wawancara
pada akhir layanan, menanyakan respon klien dan keluarga terkait layanan
keperawatan, mengadakan pertemuan pada akhir layanan.
Ada tiga kemungkinan hasil evaluasi yang terkait dengan pencapaian tujuan
keperawatan.
a. Masalah teratasi
jika klien menunjukkan perubahan sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil
yang telah ditetapkan.
b. Masalah sebagian teratasi
jika klien menunjukkan perubahan sebagian dari kriteria hasil yang telah
ditetapkan
c. Masalah tidak teratasi
jika klien tidak menunjukkan perubahan dan kemajuan sama sekali yang
sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan dan atau bahkan timbul
masalah/ diagnosa keperawatan baru.

3. Komponen evaluasi

a. Mengumpulkan data yang berhubungan.


Perawat mengumpulkan data sehingga dapat di tarik kesimpulan tentang apakah
tujuan telah terpenuhi.Hala ini biasanya diperlakukan untuk mengumpulkan data baik
baik subjektif maupun objektif.
Contoh
1) Data subjektif misalnya keluhan mual / sakit oleh klien.
2) Data objektif misalnya tingkat kegelisahan oleh klien.
Ketika menafsirkan data subjektif, perawat harus mengandalkan baik pernyataan
klien setelah diberikan asuhan keperawatan dan indicator objektif dari data subjektif (
misalnya penurunan denyut nadi atau hal-hal yang mengakibatkan nyeri). Data-data
harus dicatat dengan singkat dan akurat untuk memfalitaskan proses evaluasi
selanjutnya.

b. Membandingkan data dengan hasil


Perawat dank lien berperan aktif dalam membandingkan respon klien dengan hasil
yang di inginkan, misalnya apakah klien berjalan tanpa bantuan.

c. Menghubungkan aktivitas dengan hasil


Tindakan yang di lakukan perawat harus berorientasi pada hasil dan di terima oleh
pasien.

d. Menggambarkan kesimpulan tentang masalah


perawat menggunakan penilaian tentang pencapaian tujuan apakah rencana perawatan
efektif dalam menyelesaikan masalah klien selanjutnya di tarik satu kesimpulan dari
masalah klien

1) apakah tujuan telah terpenuhi


2) apakah ada masalah dari rencana perawatannya
3) masalah yang sebenarnya masih ada meskipun beberapa terpenuhi

Ketika tujuan telah dipenuhi sebagian atau ketika tujuan belum terpenuhi, dua
kesimpulan yang dapat ditarik:
1) Rencana perawatan yang mungkin perlu direvisi, karena masalahnya adalah
sebagian dapat diselesaikan. revisi mungkin perlu terjadi selama fase menilai,
mendiagnosis, atau perencanaan, serta pelaksanaan.
2) Rencana perawatan tidak perlu revisi, karena klien membutuhkan waktu lebih
untuk mencapai tujuan sebelumnya.
3) Memodifikasi rencana asuhan dan mengakhiri rencana keperawatan

Ketika tujuan tidak terpenuhi, perawat mengidentifikasi factor-faktor yang


mengganggu pencapaian tujuan. Biasanya perubahan dalam kondisi, kebutuhan, atau
kemampuan klien memerlukan perubahan rencana asuhan.
Contoh ketika menyuluh pemberian mandiri insulin, perawat menemukan bahwa
klien mempunyai masalah buta – huruf / kerusakan visual yang menghambatnya
untuk membaca dosis. Sebagai akibat,hsil awal tidak dapat terpenuhi, sehingga
perawat menggunakan intervensi baru dan merevisi hasil untuk memenuhi tujuan
asuhan.
4. Ukuran pencapaian tujuan
a. Masalah terasi, yaitu jika klien menunjukkan perubahan sesuai dengan tujuan dan
kriteria hasil yang telah di tetapkan.
b. Maslah sebagian teratasi, yaitu jika klien menunjukkan perubahan sebagian dan
kriteria hasil yang telah ditetapkan.
c. Masalah tidak teratasi, yaitu jika klien tidak menunjukkan perubahan dan
kemajuan sama sekali yang sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang yelah
ditetapkan.
Untuk penentuan masalah teratasi, teratasi sebahagian, atau tidak teratasi adalah
dengan cara membandingkan antara SOAP/SOAPIER dengan tujuan dan kriteria
hasil yang telah ditetapkan.
Subjective adalah informasi berupa ungkapan yang didapat dari klien setelah tindakan
diberikan.
Objective adalah informasi yang didapat berupa hasil pengamatan, penilaian,
pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan dilakukan.
Analisis adalah membandingkan antara informasi subjective dan objective dengan
tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil kesimpulan bahwa masalah teratasi,
teratasi sebahagian, atau tidak teratasi.
Planning adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan berdasarkan hasil
analisa.

REFERENSI :
Carpenito,L.J (2004), Nursing Diagnosis: Aplication to Clinical Practice. (10 th
edition).Philadelphia: J.B Lippincot Company.
Kozier, Erb. Berman. Snyder. (2004). Fudamental of nursing: Concepts,
process, and practice.
Seventh Edition. New Jersey : Pearson Education. Inc.

http://www.tadikaislam.com/forum/index.php?action=vthread&forum=1&topic=4
Potter & Perry (2005). Fundamental Keperawatan, Edisi 4, Jakarta: EGD.
Philadelphia: J.B Lippincot Company.
Carpenito,L.J (2001), Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGD

Anda mungkin juga menyukai