Anda di halaman 1dari 26

KEBUTUHAN RASA AMAN DAN NYAMAN

MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Dasar

Dosen Pengampu : H. Wasludin, SKM, M.Kes

Di susun oleh :
1. ANA DEA OKTAVIA
2. ANICAH SOVIANTI
3. ANISA ISWARA
4. ANNIS QURROTU AIN

1B D3 KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN SERANG


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANTEN
TAHUN AJARAN 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat
dan karunia-Nya. Sehingga kami dapat menyelesaikan makalah mata kuliah
Keperawatan Dasar tentang KEBUTUHAN RASA AMAN DAN NYAMAN. Dalam
penyusunan makalah mungkin ada sedikit hambatan, Namun kami dapat menyelesaikan
makalah ini dengan baik.
Dengan adanya makalah ini, diharapkan dapat membantu proses pembelajaran
dan dapat menambah pengetahuan bagi para pembaca. Penulis juga tidak lupa
mengucapkan terimakasih kepada semua pihak, atas bantuan,dukungan dan doa nya.
           Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membaca makalah
ini dan dapat mengetahui tentang  KEBUTUHAN RASA AMAN DAN NYAMAN.
Makalah ini mungkin kurang sempurna, untuk itu kami mengharap kritik dan saran
untuk penyempurnaan makalah ini.

i
DAFTAR ISI
Kata pengantar.....................................................................................................................................i
Daftar Isi................................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................................2
1.3 Tujuan.........................................................................................................................................2
1.4 Manfaat.......................................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Konsep Dasar..............................................................................................................................3
2.2 Penatalaksana/Tindakan Memenuhi Kebutuhan Rasa Aman Nyaman......................................4
2.3 Diagnosa Kebutuhan Rasa Aman...............................................................................................4
2.4 Asuhan Keperawatan..................................................................................................................5
2.5 Hipotermia..................................................................................................................................9
2.6 Hipertermia.................................................................................................................................12
2.7 Nyaman – Nyeri.........................................................................................................................15
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan.................................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................................21
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Latar Belakang Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang
dibutuhkan oleh manusia dalam mempertahankan keseimbangan fisiologi
maupun psikologis. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kebutuhan dasar
manusia antara lain:
1) Penyakit yaitu keadaan sakit maka beberapa fungsi organ tubuh
memerlukan pemenuhan kebutuhan lebih besar dari biasanya.
2) Hubungan keluarga; Hubungan keluarga yang baik dapat meningkatkan
pemenuhan kebutuhan dasar karena adanya saling percaya.
3) Konsep diri, terutama konsep diri yang positif memberikan makna dan
keutuhan bagi seseorang. Konsep diri yang sehat memberikan perasaan
yang positif terhadap diri. Orang yang merasa positif tentang dirinya
akan mudah berubah, mudah mengenali kebutuhan dan mengembangkan
cara hidup yang sehat sehingga lebih mudah memenuhi kebutuhan
dasarnya.
4) Tahap Perkembangan; Setiap tahap perkembangan, manusia mempunyai
kebutuhan yang berbeda, baik kebutuhan biologis, psikologis, sosial,
maupun spiritual. Ada beberapa ahli yang menyebutkan tentang
kebutuhan dasar diantaranya menuru A. Maslow dan Virginia
Henderson.
Menurut Maslow kebutuhan-kebutuhan tersebut memiliki tingkatan atau
hirarki, mulai dari yang paling rendah (bersifat dasar/fisiologis) sampai yang
paling tinggi (aktualisasi diri). Hierarchy of needs (hirarki kebutuhan) dari
Maslow menyatakan bahwa manusia memiliki 5 macam kebutuhan yaitu
physiological needs (kebutuhan fisiologis), safety and security needs (kebutuhan
akan rasa aman), love and belonging needs (kebutuhan akan rasa kasih sayang
dan rasa memiliki), esteem needs (kebutuhan akan harga diri), dan self-
actualization (kebutuhan akan aktualisasi diri).
Virginia Henderson mengungkapkan bahwa kesehatan berkaitan demgan
kemampuan pasien untuk memenuhi 14 komponen kebutuhan dasar hidup untuk
memandirikan pasien. Adapun 14 komponen kebutuhan dasar hidup tersebut
meliputi :
1) Bernafas dengan normal.
1
2) Makan dan minum cukup.
3) Pembuangan eliminassi tubuh.
4) Bergerak dan mempertahankan posisi yang nyaman.
5) Tidur dan istirahat.
6) Memilih pakaian pantas, berpakaian dan menanggalkan pakaian.
7) Mempertahankan suhu tubuh dalam kondisi normal dengan memodifikasi
Lingkungan.
8) Menjaga kebersihan tubuh dan memelihara kesehatan dan melindungi
kulit
9) Menghindari bahaya dilingkungannya dan menghindari cedera yang lain.
10) Komunikasi dengan orang lain dalam pernyataan emosi, kebutuhan,
ketakutan dan pendapat.
11) Beribadah menurut kepercayaan seseorang.
12) Bekerja sedemikian rupa sehingga ada rasa pemenuhan akan kebutuhan.
13) Kebutuhan bermain dan rekreasi
14) Belajar, menemukan atau mencukupi keingintahuan akan pertumbuhan
dan kesehatan yang normal dan dapat menggunakan fasilitas kesehatan
yang tersedia.
Setiap ahli memang berpendapat berbeda-beda mengenai kebutuhan
manusia namun kita perlu mengaplikasikan pendapat ahli itu dalam membuat
suatu asuhan keperawatan agar Kebutuhan Rasa Aman dan Nyaman Kelompok
Perawat mampu memenuhi kebutuhan pasien/klien ketika mengalami suatu
permasalahan kesehatan sehingga perawat dapat dengan tepat memberikan
asuhan keperawatan kepada pasien. Maka dari itu kami membuat makalah
yang berkaitan dengan salah satu pemenuhan kebutuhan manusia yaitu
“Kebutuhan Rasa Aman dan Nyaman”.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep kebutuhan rasa aman dan nyaman?
2. Bagaimana pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi dan evaluasi
kebutuhan rasa aman dan nyaman ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep kebutuhan rasa aman dan nyaman.
2. Untuk mengetahui pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi dan
evaluasi kebutuhan rasa aman dan nyaman .
D. Manfaat
Bagi mahasiswa keperawatan agar mampu memahami tentang konsep
kebutuhan rasa aman dan nyaman serta dapat mengetahui cara pengkajian
kebutuhan rasa aman dan nyaman.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. KONSEP DASAR
Konsep Rasa Aman Keamanan adalah keadaan bebas dari cedera fisik dan
psikologis atau bisa juga keadaan aman dan tentram (Potter& Perry, 2006).
Kebutuhan akan keselamatan atau keamanan adalah kebutuhan untuk
melindungi diri dari bahaya fisik. Ancaman terhadap keselamatan seseorang dapat
dikategorikan sebagai ancaman mekanis,,kimiawi, retmal dan bakteriologis.
Kebutuhan akan keaman terkait dengan konteks fisiologis dan hubungan
interpersonal. Keamanan fisiologis berkaitan dengan sesuatu yang mengancam
tubuh dan kehidupan seseorang. Ancaman itu bisa nyata atau hanya imajinasi (mis,
penyakit, nyeri, cemas, dan sebaginya). Dalam konteks hubungan interpersonal
bergantung pada banyak faktor, seperti kemampuan berkomunikasi, kemampuan
mengontrol masalah, kemampuan memahami, tingkah laku yang konsisten dengan
orang lain, serta kemampuan memahami orang-orang di sekitarnya dan
lingkungannya. Ketidaktahuan akan sesuatu kadang membuat perasaan cemas dan
tidak aman. (Asmadi, 2005).
Mempertahankan keselamatan fisik melibatkan keadaan mengurangi atau
mengelurkan ancaman pada tubuh atau kehidupan. Ancaman tersebut mungkin
penyakit, kecelakaan,bahaya,atau pemajanan pada lingkungan. Pada saat sakit,
seorang klien mungkin rentan terhadap komplikasi seperti infiksi, oleh karena itu
bergantung pada profesional dalam sistem pelayann kesehatan untuk perlindungan.
Memenuhi kebutuhan keselamatan fisik kadang mengambil prioritas lebih dahulu
di atas pemenuhan kebutuhan fisiologis.Misalnya,seorang perawat mungkin perlu
melindungiklien disointasi dari kemungkinan jatuh dari tempat tidur sebelum
memberikan perawatan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi. (Potter&Perry, 2005).
Lingkup kebutuhan keamanan atau keselamatan lingkungan klien mencakup
semua faktor fisik dan psikososial yang mempengaruhi atau berakibat terhadap
kehidupan dan kelangsungan hidup klien. Untuk selamat dan aman secara
psikologi, seorang manusia harus memahami apa yang diharapkan dari orang lain,
termasuk anggota keluarga dan profesionl pemberi perawatan kesehatan. Seseorang
harus mengethuai apa yang diharapkan dari prosedur, pengalaman yang baru, dan
hal-hal yang dijumpai dalam lingkungan. Setiap orang merasakan beberapa
ancaman keselamatan psikologis pada pengalaman yang baru dan yang tidak
dikenal. (Potter&Perry,2005).
Orang dewasa yang sehat secara umum mampu memenuhi kebutuhan
keselamatan fisik dan psikologis merekat tanpa bantuan dari profsional pemberi
perawatan kesehatan.Bagaimanapun,orang yang sakit atau acat lebih renta untuk
3
terncam kesejahteraan fisik dan emosinya,sehingga intervensi yang dilakukan
perawat adalah untuk membantu melindungi mereka dari bahaya. (Potter&Perry,
2005).
 Kebutuhan Dasar Yang Dapat Mengancam Keselamatan Klien :
 Oksigen Bahaya umum yang ditemukan di rumah adalah sistem pemanasan.
 Pembakaran yang tidak mempunyai pembuangan yang tepat akan menyebabkan
penumpukan karbon monoksida (CO) di dalam ruangan. CO berikatan kuat
dengan oksigen sehingga mencegah terbentuknya oksihemoglobin, dan akhirnya
menyebabkan berkurangnya oksigen ke seluruh jaringan tubuh.
 Kelembaban Kebutuhan Rasa Aman dan Nyaman.
Kelembaban relatif adalah jumlah uap air di udara dibandingkan dengan uap air
maksimum yang dapat dikandung oleh udara pada suhu yang sama. Jika
kelembaban relatifnya tinggi, maka kelembaban kulit terevaporasi lambat, begitu
pula sebaliknya. Orang tidak akan nyaman bila berada pada cuaca panas dan
lembab. Orang akan merasa dingin dan nyaman bila berada pada suhu 32 0 C
dengan kelembaban 30%.
B. Penatalaksanaan/Tindakan Memenuhi Kebutuhan Rasa Aman Nyaman
1. Mengurangi faktor yang dapat menambah nyeri, misalnya :
 Ketidak percayaan (memberikan wajah yang jujur dan senyuman ketika
melakukan pengkajian kepada klien dengan begitu akan tercipta suasana
saling percaya antara perawat dan klien).
 Ketakutan ( memberikan informasi yang tepat terhadap penyebab nyeri
yang dirasakan klien, agar klien tidak beranggapan bahwa ia menderita
penyakit yang berat).
2. Memodifikasi stimulus nyeri dengan menggunakan tekhnik seperti :
 Tektik latihan pengalihan, seperti ; menonton tv, berbincanng – bincang
dengan orang lain, mendengarkan musik.
 Teknik relaksasi nafas dalam seperti ; menganjurkan pasien untuuk
menarik nafas dalam – dalam mengisi paru – paru dengan udara,
menghembuskan secara perlahan, melemaskan otot- otot sambil terus
berkonsentrasi hingga didapat rasa nyaman, tenang dan rileks.
3. Pemberian obat analgetik yang dapat dilakukan untuk memblok transmisi
stimulasi agar terjadi perubahan persepsi denngan cara mengurangi kortikal
terhadap nyeri. Jenis obat analgetik yang paling banyak dikenal masyarakat
adalah aspirin, asetaminofen. Golongan aspirin diigunakan untuk memblok
ragsangan pada sentral dan perifer, kemungkinan menghambat sintesis
protatagaladin yang memiliki khasiait 15-20 menit dengan efek puncak pbat
sekitar 1-2 jam.
C. Diagnosa Kebutuhan Rasa Aman
1. Resiko cidera berhubungan dengan :
 Perubahan mobilisasi
4
 Penataan lingkungan fisik
2. Resiko keracunan berhubungan dengan :
 Kontaminasi zat kimia pada makanan atau air
 Penyimpanan obat – obatan yang mudah dijangkau anak
 Penurunan penglihatan
3. Resiko asfiksa berhubungan dengan :
 Penurunan kemampuan motorik
 Bantal yang terletak di atas tempat tidur bayi
4. Perubahan menejemen emeliharaan rumah berhubungan dengan :
 Keuangan yang tidak memadai
 Perubahan fase kognitif
5. Resiko peruahan suhu tubuh berhbungan dengan :
 Paparan terhadap suhu lingkungan yang ekstrim
D. Asuhan Keperawatan Masalah Rasa Aman Nyaman
1. Pengkajian Kebutuhan Istirahat dan Tidur
a. Mengkaji pola tidur, seperti jam berapa klien/pasien masuk kamar untuk
tidur, jam berapa biasa bangun tidur, dan keteraturan pola tidur klien/pasien.
b. Mengkaji kebiasaan yang dilaksanakan oleh klien/pasien menjelang tidur,
seperti membaca buku, buang air kecil, dan lain-lain.
c. Mengkaji gangguan tidur yang sering dialami klien/pasien dan cara
mengatasinya.
d. Mengkaji perihal kebiasaan tidur siang klien/pasien.
e. Mengkaji seputar kondisi lingkungan tidur klien, seperti bising, gelap, atau
suhu dingin.
f. Mengkaji perihal peristiwa yang baru dialami klien dalam hidup. Para
perawat hendaknya mempelajari peristiwa yang dialami klien/pasien. yang
mengakibatkan gangguan tidur.
g. Mengkaji status emosi dan mental klien. Para perawat hendaknya perlu
mengkaji status emosional dan mental klien, contohnya apakah klien/pasien
mengalami stres emosional atau ansietas. Selain itu, sumber stres yang
dialami klien/pasien juga perlu dikaji.
2. Diagnosis Keperawatan
a. Mendiagnosis Gangguan Pola Tidur
Secara umum, gangguan pola tidur disebabkan oleh ansietas yang dialami
klien/pasien, lingkungan yang tidak kondusif untuk tidur (contohnya
lingkungan yang bising) ketidakmampuan mengatasi stres yang dialami, dan
nyeri akibat penyakit yang diderita klien/pasien.
b. Mendiagnosis Perubahan Proses Pikir
Hal yang didiagnosis di sini berupa perubahan proses berpikir yang
disebabkan oleh terjadinya deprivasi tidur.
5
c. Mendiagnosis Gangguan Harga Diri
Hal yang didiagnosis di sini berupa gangguan harga diri terutama dialami
pada klien yang mengalami enuresis.
d. Mendiagnosis Risiko Cedera
Hal yang didiagnosis di sini berupa risiko cedera terutama pada klien yang
menderita somnambulisme. Pada somnambulisme ini, klien/pasien
melakukan aktivitas tanpa disadari sehingga pasien melakukan aktivitas tanpa
disadari sehingg menimbulkan risiko terjadinya kecelakaan, bisa berupa jatuh
dari disadari tempat tidur, turun tangga, membentur tembok, dan lain-lain.
3. Intervensi Pemenuhan Kebutuhan Istirahat dan Tidur
a. Para perawat hendaknya menciptakan lingkungan yang nyaman, yang bisa
dilaksanakan dengan:
 Pintu kamar klien/pasien ditutup.
 Kurangi stimulus (contohnya percakapan), dan
 Tempatkan pasien atau klien dengan teman yang cocok.
b. Bantulah kebiasaan yang dilakukan klien/pasien sebelum tidur. contohnya
seperti dengan mendengarkan musik, membaca, dan berdoa. Pada pasien atau
klien anak-anak, hal yang dapat dilakukan adalah membacakan dongeng,
memegang boneka atau benda yang disukainya.
c. Perawat dapat membantu pasien dalam hal diet. Berikut ini intervensi yang
dapat dilaksanakan oleh perawat untuk klien/pasien seputar diet.
 Para perawat hendaknya menganjurkan klien/pasien untuk memakan
makanan yang mengandung tinggi protein, seperti susu dan keju.
 Para perawat hendaknya menganjurkan klien/pasien untuk menghindari
banyak minum sebelum tidur.
d. Para perawat hendaknya menganjurkan klien/pasien untuk menghindari
latihan fisik yang berlebihan sebelum tidur.
e. Para perawat hendaknya menganjurkan klien/pasien untuk menghindari
rangsangan mental yang tidak menyenangkan sebelum tidur. Artinya,
usahakan psikologi klien tenang, tidak cemas, ataupun stres sebelum tidur.
f. Para perawat hendaknya mampu memberikan rasa nyaman dan rileks,
misalnya dengan cara:
 mengatur posisi yang nyaman untuk tidur,
 menganjurkan klien berkemih sebelum tidur, 3) tempat tidur harus bersih
dan tidak boleh basah, dan
 memberikan obat analgesik 30 menit sebelum tidur pada klien nyeri.
g. Hindari aktivitas yang membangkitkan minat sebelum tidur.
h. Berdoa sesuai dengan agama dan kepercayaannya.
4. Implementasi
a. Tindakan Keperawatan pada Orang Dewasa Berikut ini langkah identifikasi
pada klien/pasien dewasa yang mengalami gangguan tidur.
6
 Apabila terjadi pada pasien rawat inap, masalah tidur dihubungkan dengan
lingkungan rumah sakit. Oleh sebab itu, para perawat hendaknya
melaksanakan hal berikut ini.
 Langkah pertama, libatkan pasien dalam pembuatan jadwal aktivitas.
 Selanjutnya, berikan obat analgesik sesuai prosedur.
 Lalu, berikan lingkungan yang suportif.
 Jelaskan dan berikan dukungan pada pasien agar tidak cemas.
 Jika faktor insomnia, para perawat hendaknya melaksanakan hal berikut
ini.
 Anjurkan pasien memakan makanan yang berprotein tinggi sebelum
tidur.
 Anjurkan pasien tidur pada waktu sama dan hindari tidur pada waktu
siang dan sore hari.
 Anjurkan pasien tidur saat mengantuk.
 Anjurkan pasien mennghindari kegiatan yang membangkitkan minat
sebelum tidur.
 Anjurkan pasien menggunakan teknik pelepasan otot serta meditasi
sebelum tidur.
 Jika terjadi somnabulisme, para perawat hendaknya melaksanakan hal
berikut ini.
 Berikan rasa aman pada diri pasien.
 Bekerja sama dengan diazepam dalam tindakan pengobatan.
 Cegah timbulnya cedera.
 Jika terjadi enuresa, para perawat hendaknya melaksanakan hal berikut ini
 Anjurkan pasien mengurangi minum beberapa jam sebelum tidur.
 Anjurkan pasien melakukan pengosongan kandungan kemih sebelum
tidur.
 Bangunkan pasien pada malam hari untuk buang air kecil.
 Jika terjadi narkolepsi, para perawat hendaknya melaksanakan hal berikut
ini.
 Memberikan obat kelompok amfetamin/kelompok metilfenidat
hidroklorida untuk mengendalikan narkolepsi.
 Mengurangi distraksi lingkungan dan hal yang mengganggu tidur
dengan cara:
 menutup pintu kamar pasien,
 memasang kelambu/gorden tempat tidur,
 mematikan pesawat telepon,
 menyetel musik yang lembut,
 meredupkan atau mematikan lampu,
 mengurangi jumlah stimulus, dan
7
 menempatkan pasien dengan kawan sekamar yang cocok.
 Melakukan peningkatan aktivitas pada siang hari, caranya
 membuat jadwal aktivitas yang dapat menolong pasien dan
 mengusahakan pasien agar tidak tidur pada siang hari.
 Membuat pasien untuk memicu tidur, caranya
 menganjurkan pasien untuk mandi sebelum tidur,
 menganjurkan pasien untuk minum susu hangat,
 menganjurkan pasien untuk membaca buku,
 menganjurkan pasien untuk menonton televisi,
 menganjurkan pasien untuk menggosok gigi sebelum tidur,
 menganjurkan pasien untuk membersihkan muka sebelum tidur, dan
 menganjurkan pasien untuk membersihkan tempat tidur.
 Berikut ini cara mengurangi potensial cedera sebelum tidur.
 memakai cahaya lampu malam
 memosisikan tempat tidur agar rendah,
 meletakkan bel di dekat pasien,
 mengajarkan pasien untuk meminta bantuan, serta
 menggantungkan slang drainase di tempat tidur dan cara
memindahkannya jika pasien memakainya.
 Memberi pendidikan kesehatan dan rujukan dengan cara
 mengajarkan rutinitas jadwal tidur di rumah,
 mengajarkan pentingnya latihan reguler + ½ jam,
 memberikan penjelasan tentang efek samping obat hipnotik, serta
 melakukan rujukan segera jika terjadi gangguan tidur kronis.
b. Tindakan Keperawatan pada Anak
 Masa Neonatus (Bayi Baru Lahir) dan Bayi
 Berikan sprei kering dan tebal untuk menutupi perlak.
 Hindari pemberian bantal yang terlalu banyak.
 Atur suhu ruangan menjadi 18-21°C pada malam dan 15,5 - 18°C pada
siang hari.
 Sediakan cahaya lampu yang lembut.
 Pastikan bayi merasa nyaman dan kering.
 Berikan aktivitas yang tenang sebelum menidurkan bayi.
 Masa kecil
 Berikan kebiasaan waktu tidur malam dan siang secara konsisten.
 Tempel jadwal tidur.
 Berikan aktivitas yang tenang sebelum tidur.
 Dukung aktivitas "pereda ketegangan" seperti bercerita.
 Masa Prasekolah
 Biasakan waktu tidur malam dan siang secara konsisten.
8
 Tempel jadwal tidur.
 Berikan aktivitas yang tenang sebelum tidur.
 Dukung aktivitas "pereda ketegangan" seperti bercerita.
 Sering perlihatkan ketergantungan selama menjelang tidur.
 Berikan rasa aman dan nyaman.
 Nyalakan lampu agak terang.
 Waktu Sekolah
Tindakan keperawatan kebutuhan rasa nyaman, istirahat dan tidur pada
masa sekolah, yaitu mengingatkan waktu istirahat dan tidur karena
umumnya banyak beraktivitas.
 Masa remaja
Khusus untuk masa remaja, perawat hendaknya memberikan waktu sebelum
tidur cukup lama untuk berdandan dan membersihkan diri
5. Evalusi
Pada tahap evaluasi, perawat yang memberikan pelayanan pada kebutuhan rasa
nyaman, istirahat dan tidur, hendaknya melaksanakan hal berikut.
a. Klien/pasien menggunakan terapi relaksasi setiap makan malam sebelum
tidur dengan meminta klien melaporkan keberhasilan tidur dan tetap tidur.
b. Klien/pasien melaporkan perasaan nyaman setelah terbangun di pagi hari
dengan meminta klien melaporkan keberhasilan tidur dan tetap tidur.
c. Klien/pasien melaporkan dapat menyelesaikan tanggung jawab pekerjaan
dalam 4 minggu dengan mengobservasi ekspresi dan perilaku non-verbal
pada saat klien terjaga.
d. Pola tidur normal anak 11-12 jam/hari terpenuhi, waktu sekolah 10 jam/hari
terpenuhi, remaja 7-8 jam/hari terpenuhi.
6. Dokumentasi
Pada tahap akhir dari asuhan keperawatan pelayanan pada kebutuhan rasa
nyaman, istirahat, dan tidur bagi klien/pasien adalah melakukan dokumentasi.
Tahap ini meliputi pencatatan dan pendokumentasian setiap tindakan yang
dilakukan pada klien/pasien dari awal sampai akhir proses keperawatan.
Hasil dokumentasi tersebut bisa dipakai sebagai pedoman atau acuan dalam
memberikan proses keperawatan yang berkesinambungan pada klien/pasien.
Selain itu, hasil dokumentasi tersebut juga dipakai sebagai sumber atau
pedoman dalam menangani klien/pasien gangguan rasa nyaman akan istirahat
dan tidur sehingga dapat bisa didapatkan hasil yang optimal dari tindakan
keperawatan, lalu terwujudlah kesembuhan pasien.
E. HIPOTERMIA
1. Definisi Hipotermia
 Menurut (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016b) : Hipotermia adalah suatu
kondisi suhu tubuh yang berada di bawah rentang normal tubuh.
 Menurut Saifuddin dalam (Dwienda, Maita, Saputri, & Yulviana, 2014) :
9
Hipotermia adalah suatu kondisi turunnya suhu sampai di bawah 30˚C,
sedangkan Hipotermia pada bayi baru lahir merupakan kondisi bayi dengan
suhu dibawah 36,5˚C, terbagi ke dalam tiga jenis hipotermi, yaitu Hipotermi
ringan atau Cold Stress dengan rentangan suhu antara 36-36,5˚C, selanjutnya
hipotermi sedang, yaitu suhu bayi antara 32-36,5˚C dan terakhir yaitu
hipotermi berat dengan suhu <32˚C.
Sistem pengaturan suhu tubuh pada bayi, baik yang normal sekalipun belum
berfungsi secara optimal, sehingga bayi yang baru lahir akan mudah
kehilangan suhu tubuh terutama pada masa 6-12 jam setelah kelahiran. Kondisi
lingkungan dingin, bayi tanpa selimut dan yang paling sering adalah subkutan
yang tipis mampu mempercepat proses penurunan suhu tersebut.
Bayi yang mengalami hipotermi akan mengalami penurunan kekuatan
menghisap ASI, wajahnya akan pucat, kulitnya akan mengeras dan memerah
dan bahkan akan mengalami kesulitan bernapas, sehingga bayi baru lahir harus
tetap di jaga kehangatannya.
 Menurut (Anik, 2013) : Suhu normal pada bayi yang baru lahir berkisar 36,5˚C
- 37,5˚C (suhu ketiak). Awalnya bayi akan mengalami penurunan suhu di
bawah rentang nomal atau secara mudah dapat dikenal ketika kaki dan tangan
bayi teraba dingin, atau jika seluruh tubuh bayi sudah teraba dingin berarti bayi
sudah mengalami hipotermi sedang yaitu dengan rentang suhu 320 C - 360C.
Selain hipotermi sedang ada juga hipotermi kuat yaitu bila suhu bayi sampai di
bawah 320 C dan akan berakibat sampai kematian jika berlanjut karena
pembuluh darah bayi akan menyempit dan terjadi peningkatan kebutuhan
oksigen sehingga akan berlanjut menjadi hipoksemia dan kematian.
2. Penyebab (Etiologi) Hipotermia
Menurut (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016b) penyebab hipotermia yaitu:
a. Kerusakan Hipotalamus
b. Berat Badan Ekstrem
c. Kekurangan lemak subkutan
d. Terpapar suhu lingkungan rendah
e. Malnutrisi
f. Pemakaian pakaian tipis
g. Penurunan laju metabolisme
h. Transfer panas ( mis. Konduksi, konveksi, evavorasi, radiasi)
i. Efek agen farmakologis
3. Gejala dan Tanda (Manifestasi Klinis)
Menurut (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016) gejala dan tanda hipotermia yaitu :
a. Mayor
 Kulit teraba dingin
 Menggigil
 Suhu tubuh di bawah nilai normal (Normal 36,50C-37,50C)
10
b. Minor
 Akrosianosis
 Bradikardi ( Normal 120-160 x/menit)
 Dasar kuku sianotik
 Hipoglikemia
 Hipoksia
 Pengisian kapiler > 3 detik
 Konsumsi oksigen meningkat
 Ventilasi menurun
 Piloereksi
 Takikardi
 Vasokontriksi perifer
 Kutis memorata ( pada neonatus)
4. Penatalaksanaan untuk mengatasi Hipotermia
a. Penaatalaksanaan umum untuk pasien dengan kondisi ini termasuk :
 Berikan penutup (insulasi) pada seluruh tubuh dan coba untuk
menghangatkan pasien tampa menunda pemberian Resusitasi Jantung Paru
dan transportasi ke lingkungan yang lebih hangat.
 Periksa nadi selama 1 menit sebelum memulai RJP
 Jika teraba nadi, tatalaksana penyebab hipotermia sekunder.
b. Penatalaksanaan tambahan lainnya bergantung pada tingkat keparahan:
 Ringan (stadium I)
 Berikan penghangat pasif dan non invasif (lingkungan yang hangat, baju,
dan minuman hangat) dan upayakan untuk bergerak aktif.
 Potong pakaian yang basah ketika pasien berada di lingkungan yang
hangat.
 Berikan cairan berkarbohidrat tinggi dan makan untuk mencoba
memberikan upaya kewaspadaan pada pasien yang sedang menggigil dan
tidak memiliki risiko aspirasi.
 Transfer pasien ke rumah sakit bila tidak dapat memberikan penghangat di
lokasi kejadian.
 Sedang (stadium II)
 Posisikan pasien horizontal dengan gerakan sedikit dan upayakan
kewaspadaan dan fokus.
 Pasien harus ditangani secara lembut dan immobile ketika di transfer ke
rumah sakit untuk mencegah aritmia.
 Pertimbangkan untuk insulasi seluruh tubuh dan penghangat aktif (teknik
ekternal dan minimal invasif)
 Berat (stadium III)
 Pertimbangakan manajemen jalan napas sebagai tambahan untuk
11
manajemen stadium 2.
 Pertimbangkan pemberian teknik penghangat invasif seperti oksigenasi
membran ekstrakorporeal atau bypass kardiopulmuner jika instabilitas
kardiak refrakter terhadap terapi medis.
 Teknik penghangat invasif dapat dilakukan dengan pemberian cairan IV
hangat.
 Cairan hingga 38-42 °C untuk menghindari eksaserbasi kehilangan panas.
 NaCl 0,9% 40-42 °C dan berikan secara hati-hati untuk mencegah
overload cairan.
 Pemberian cairan kristaloid hangat harus berdasarkan status hidrasi
pasien, kadar gula darah, elektrolit, dan pH darah pasien.
 Pertimbangkan metode intraosseus jika tidak dapat dilakukan pemasangan
infus IV.
 Vasopresor dapat digunakan secara hati-hati untuk mengatasi hipotensi
vasodilator, waspadai tercetusnya aritmia atau gangguan perfusi jaringan
perifer.
 Pertimbangakan untuk menghindari obat vasoaktif hingga suhu tubuh
pasien ≥ 30°C.
 Berikan kejutan tunggal dan tenaga maksimal menggunakan defibrilator
untuk kondisi VT atau VF
 Berat (stadium IV)
 Sebagai tambahan dari manajemen stadium 3, maka:
 Lakukan RJP atau defibrilasi dan berikan epinefrin 1 mg hingga 3 dosis
(dan lebih jika memiliki indikasi klinis).
 Pertimbangakan untuk menghangatkan tubuh via oksigenasi membran
ektrakorporeal atau bypass kardiopulmuner.
 Lanjutkan RJP hingga pasien hangat bahkan ketika pasien menunjukkan:
 Dilatasi pupil terfiksir dan tampak rigor mortis.
 Jangan lakukan RJP bila pasien memiliki cedera parah atau dinding
dada terlalu kaku untuk kompresi dada.
F. HIPERTERMIA
1. Definisi Hipertermia
Menurut (Sodikin, 2012) : Hipertermia adalah peningkatan suhu tubuh diatas
rentang normal yang tidak teratur, disebabkan ketidakseimbangan antara
produksi dan pembatasan panas.
Menurut (El Radhi, 2009) : Hipertermia adalah kondisi kegagalan pengaturan
suhu tubuh (termoregulasi) akibat ketidakmampuan tubuh melepaskan atau
mengeluarkan panas atau produksi panas yang berlebihan oleh tubuh dengan
pelepasan panas dalam laju yang normal.
2. Penyebab (Etiologi)
12
 Menurut (Widagdo, 2012) : Hipertermia dapat disebabkan oleh virus dan
mikroba. Mikroba serta produknya berasal dari luar tubuh adalah bersifat
pirogen eksogen yang merangsang sel makrofag, lekosit dan sel lain untuk
membentuk pirogen endogen. Pirogen seperti bakteri dan virus menyebabkan
peningkatan suhu tubuh.
 Menurut El-Radhi, (2009), Penyebab hipertermia dapat dibagi
menjadi 2:
 Hipertermia yang disebabkan karena produksi panas :
 Hipertermia maligna
Hipertermia maligna biasanya dipicu oleh obat-obatan anesthesia.
Hipertermia ini merupakan miopati akibat mutasi gen yang diturunkan
secara autosomal dominan (Nybo, 2008).
Pada episode akut terjadi peningkatan kalsium intraselular dalam otot
rangka sehingga terjadi kekakuan otot dan hipertermia (Curran, 2005).
 Exercise-Induced hyperthermia (Exertional heat stroke)
Hipertermia jenis ini dapat terjadi pada anak besar/remaja yang
melakukan aktivitas fisik intensif dan lama pada suhu cuaca yang panas
(Dalal, 2006).
 Endocrine Hyperthermia (EH)
Kondisi metabolic atau endokrin yang menyebabkan hipertermia lebih
jarang dijumpai pada anak dibandingkan dengan pada dewasa. Kelainan
endokrin yang sering dihubungkan dengan hipertermia antara lain
hipertiroidisme, diabetes mellitus, phaeochromocytoma, insufisiensi
adrenal dan ethiocolanolone suatu steroid yang diketahui sering
berhubungan dengan demam (merangsang pembentukan pirogen
leukosit).
 Hipertermia yang disebabkan oleh penurunan pelepasan panas :
 Hipertermia neonatal.
Peningkatan suhu tubuh secara cepat pada hari kedua dan ketiga
kehidupan bisa disebabkan oleh:
 Dehidrasi
Dehidrasi pada masa ini sering disebabkan oleh kehilangan cairan atau
paparan oleh suhu kamar yang tinggi.Hipertermia jenis ini merupakan
penyebab kenaikan suhu ketiga setelah infeksi dan trauma
lahir.Sebaiknya dibedakan antara kenaikan suhu karena hipertermia
dengan infeksi. Pada demam karena infeksi biasanya didapatkan tanda
lain dari infeksi seperti leukositosis atau leucopenia, CRP yang tinggi,
tidak berespon baik dengan pemberian cairan, dan riwayat persalinan
premature atau resiko infeksi.

13
 Overheating
Overheating adalah pemakaian alat-alat penghangat yang terlalu
panas, atau bayi atau anak terpapar sinar matahari langsung dalam
waktu yang lama (Curran, 2005).
3. Tanda dan Gejala (Manifestasi Klinis) Hipertermia
Beberapa tanda dan gejala pada hipertermi menurut Huda (2013) :
 Kenaikan suhu tubuh diatas rentang normal
 Konvulsi (kejang)
 Kulit kemerahan
 Pertambahan RR
 Takikardi
 Saat disentuh tangan terasa hangat
 Fase – fase terjadinya hipertermia :
 Fase I : Awal
 Peningkatan denyut jantung.
 Peningkatan laju dan kedalaman pernapasan.
 Menggigil akibat tegangan dan kontraksi obat.
 Kulit pucat dan dingin karena vasokonstriksi.
 Merasakan sensasi dingin.
 Dasar kuku mengalami sianosis karena vasokonstriksi.
 Rambut kulit berdiri.
 Pengeluaran keringat berlebih.
 Peningkatan suhu tubuh.
 Fase II : Proses demam
 Proses menggigil lenyap.
 Kulit terasa hangat / panas.
 Merasa tidak panas / dingin.
 Peningkatan nadi & laju pernapasan.
 Peningkatan rasa haus.
 Dehidrasi ringan sampai berat.
 Mengantuk , delirium / kejang akibat iritasi sel saraf
 Lesi mulut herpetik.
 Kehilangan nafsu makan.
 Kelemahan, keletihan dan nyeri ringan pada otot akibat katabolisme
protein.
 Fase III : Pemulihan
 Kulit tampak merah dan hangat.
 Berkeringat.
 Menggigil ringan.
 Kemungkinan mengalami dehidrasi.
14
4. Penatalaksanaan Hipertermia
 Tindakan farmakologis
 Tindakan menurunkan suhu mencakup intervennsi farmakologik yaitu
dengan pemberian antipiretik. Obat yang umum digunakan untuk
menurunkan demam dengan berbagai penyebab (infeksi, inflamasi dan
neoplasama) adalah obat antipiretik.
 Antipiretik ini bekerja dengan mempengaruhi termoregulator pada sistem
saraf pusat (SSP) dan dengan menghambat kerja prostaglandin secara
perifer (Hartini, 2012).
 Obat antipiretik antara lain asetaminofen, aspirin, kolin dan magnesium
salisilat, kolin salisilat, ibuprofen, salsalat dan obat-obat anti inflamasi
nonsteroid (NSAID).
 Asetaminofen merupakan obat pilihan, aspirin dan salisilat lain tidak
boleh diberikan pada anak-anak dan remaja. Ibuprofen, penggunaannya
disetujui untuk menurunkan demam pada anak-anak yang berusia
minimal 6 bulan.
 Hindari pemakaian aspirin atau ibuprofen pada pasien-pasien dengan
gangguan perdarahan (Hartini, 2012).
 Beberapa ibuprofen yang tidak disetujui penggunaannya untuk anak-anak
adalah nuprin, motrin IB, medipren.Pemberian antipiretik yang
berlebihan perlu diperhatikan, karena dapat menyebabkan keracunan
(Totapally, 2005).
 Tindakan non farmakologis
Tindakan non farmakologis tersebut seperti menyuruh anak untuk banyak
minum air putih, istirahat, serta pemberian water tepid sponge.
Penatalaksanaan lainnya anak dengan demam adalah dengan menempatkan
anak dalam ruangan bersuhu normal dan mengusahakan agar pakaian anak
tidak tebal (Budi (2006) dalam Setiawati (2009).
G. Nyaman – Nyeri
1. Definisi Nyaman
Menurut Potter & Perry (2006) yang dikutip dalam buku (Iqbal Mubarak,
Indrawati, & Susanto, 2015) : rasa nyaman merupakan merupakan keadaan
terpenuhinya kebutuhan dasar manusia yaitu kebutuhan ketentraman (kepuasan
yang dapat meningkatkan penampilan sehari-hari), kelegaan (kebutuhan yang
telah terpenuhi), dan transenden. Kenyamanan seharusnya dipandang secara
holistic yang mencakup empat aspek yaitu:
 Fisik, berhubungan dengan sensasi tubuh.
 Sosial, berhubungan dengan interpersonal, keluarga, dan sosial.
 Psikospiritual, berhubungan dengan kewaspadaan internal dalam diri seorang.
 Yang meliputi harga diri, seksualitas dan makna kehidupan.
 Lingkungan, berhubungan dengan latar belakang pengalaman eksternal.
15
 Manusia seperti cahaya, bunyi, temperature, warna, dan unsur ilmiah lainnya.
 Meningkatkan kebutuhan rasa nyaman dapat diartikan perawat telah.
 Memberikan kekuatan, harapan, hiburan, dukungan, dorongan, dan bantuan.
2. Penyebab Gangguan Rasa Nyaman
Dalam buku Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (PPNI, 2016) penyebab
Gangguan Rasa Nyaman adalah :
 Gejala penyakit.
 Kurang pengendalian situasional atau lingkungan.
 Ketidakadekuatan sumber daya (misalnya dukungan finansial, sosial dan
pengetahuan).
 Kurangnya privasi.
 Gangguan stimulasi lingkungan.
 Efek samping terapi (misalnya, medikasi, radiasi dan kemoterapi).
 Gangguan adaptasi kehamilan.
3. Definisi Nyeri
 Menurut (Wahyudi & Abd.Wahid, 2016) : Nyeri adalah pengalaman sensori
dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan
kerusakan jaringan yang aktual atau potensial yang dirasakan dalam kejadian
dimana terjadi kerusakan jaringan tubuh.
 Menurut (SDKI PPNI, 2016) : Nyeri adalah pengalaman sensori atau
emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional,
dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang
berlangsung kurang dari 3 bulan.
 Berdasarkan beberapa definisi tersebut, dapat ditarik kesimpulan nyeri
merupakan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan, presepsi nyeri
seseorang sangat ditentukan oleh pengalaman dan status emosionalnya.
Presepsi nyeri bersifat sangat pribadi dan subjektif. Oleh karena itu, suatu
rangsang yang sama dapat dirasakan berbeda oleh dua orang yang berbeda
bahkan suatu rangsang yang sama dapat dirasakan berbeda oleh satu orang
karena keadaan emosionalnya yang berbeda.
4. Skala Nyeri
Menurut (Mubarak et al., 2015) : Penilaian nyeri merupakan elemen yang
penting untuk menentukan terapi nyeri yang efektif.Skala penilaian nyeri dan
keteranagan pasien digunakan untuk menilai derajat nyeri.Intensitas nyeri harus
dinilai sedini mungkin selama pasien dapat berkomunikasi dan menunjukkan
ekspresi nyeri yang dirasakan.Penilaian terhadap intensitas nyeri dapat
menggunakan beberapa skala yaitu :
a. Skala Nyeri Deskriptif
Skala nyeri deskriptif merupakan alat pengukuran tingkat keparahan nyeri
yang objektif. Skala ini juga disebut sebagai skala pendeskripsian verbal
/Verbal Descriptor Scale (VDS) merupakan garis yang terdiri tiga sampai
16
lima kata pendeskripsian yang tersusun dengan jarak yang sama disepanjang
garis. Pendeskripsian ini mulai dari “tidak terasa nyeri” sampai “nyeri tak
tertahankan”, dan pasien diminta untuk menunjukkan keadaan yang sesuai
dengan keadaan nyeri saat ini.

b. Numerical Rating Scale (NRS) (Skala numerik angka)


Pasien menyebutkan intensitas nyeri berdasarkan angka 0 – 10. Titik 0 berarti
tidak nyeri, 5 nyeri sedang, dan 10 adalah nyeri berat yang tidak
tertahankan.NRS digunakan jika ingin menentukan berbagai perubahan pada
skala nyeri, dan juga menilai respon turunnya nyeri pasien terhadap terapi
yang diberikan.

c. Faces Scale (Skala Wajah)


Pasien disuruh melihat skala gambar wajah.Gambar pertama tidak nyeri (anak
tenang) kedua sedikit nyeri dan selanjutnya lebih nyeri dan gambar paling
akhir, adalah orang dengan ekpresi nyeri yang sangat berat.Setelah itu, pasien
disuruh menunjuk gambar yang cocok dengan nyerinya. Metode ini
digunakan untuk pediatri, tetapi juga dapat digunakan pada geriatri dengan
gangguan kognitif.

5. Penatalaksanaan Mengatasi Nyeri


 Penanganan nyeri farmakologis
 Analgesik narkotik
Analgesik narkotik terdiri dari berbagai derivate opium seperti morfin dan
kodein. Narkotik dapat memberikan efek penurunan nyeri dan kegembiraan
karena obat ini mengaktifkan penekan nyeri endogen pada susunan saraf
pusat. Namun penggunaan obat ini menimbulkan efek menekan pusat
pernapasan di medulla batang otak sehingga perlu pengkajian secara teratur
terhadap perubahan dalam status pernapasan jika menggunakan analgesik
jenis ini (Wahyudi & Abd.Wahid, 2016).
17
 Analgesik non narkotik
Analgesik non narkotik seperti aspirin, asetaminofen, dan ibuprofen selain
memiliki efek anti nyeri juga memiliki efek anti inflamasi dan anti piretik.
Obat golongan ini menyebabkan penurunan nyeri dengan menghambat
produksi prostalglandin dari jaringan yang mengalami atau inflamasi. Efek
samping yang paling umum terjadi adalah gangguan pencernaan seperti
adanya ulkus gaster dan perdarahan gaster (Wahyudi & Abd.Wahid, 2016).
 Penanganan nyeri non farmakologis
 Distraksi
Distraksi adalah memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu selain nyeri,
atau dapat diartikan lain bahwa distraksi adalah suatu tindakan pengalihan
perhatian pasien ke hal-hal di luar nyeri. Dengan demikian, diharapkan
pasien tidak terfokus pada nyeri lagi dan dapat menurunkan kewaspadaan
pasien terhadap nyeri bahkan meningkatkan toleransi terhadap nyeri.
Distraksi diduga dapat menurunkan presepsi nyeri dengan menstimulasi
sistem kontrol desenden, yang mengakibatkan lebih sedikit stimuli nyeri
yang ditransmisikan ke otak. Keefektifan distraksi tergantung pada
kemampuan pasien untuk menerima dan membangkitkan input sensori
selain nyeri. Berikut jenis-jenis teknik distraksi:
 Distraksi visual/penglihatan
Yaitu pengalihan perhatian selain nyeri yang diarahkan ke dalam
tindakan-tindakan visual atau melalui pengamatan.
 Distraksi audio/pendengaran
Yaitu pengalihan perhatian selain nyeri yang diarahkan ke dalam
tindakan melalui organ pendengaran.
 Distraksi intelektual
Yaitu pengalihan perhatian selain nyeri yang dialihkan ke dalam
tindakan-tindakan dengan menggunakan daya intelektual yang pasien
miliki (Andarmoyo, 2017).
 Relaksasi
Relaksasi adalah suatu tindakan untuk membebaskan mental dan fisik dari
ketegangan dan stres sehingga dapat meningkatkan toleransi terhadap nyeri.
Teknik relaksasi yang sederhana terdiri atas napas abdomen dengan
frekuensi lambat, berirama. Pasien dapat memejamkan matanya dan
bernapas dengan perlahan dan nyaman. Irama yang konstan dapat
dipertahankan dengan menghitung dalam hati dan lambat bersama setiap
inhalasi (“hirup, dua, tiga”) dan ekhalasi (“hembuskan, dua, tiga”). Pada
saat perawat mengajarkan ini, akan sangat membantu bila menghitung
dengan keras bersama pasien pada awalnya. Napas yang lambat, berirama,
juga dapat digunakan sebagai teknik distraksi. Hampir semua orang dengan
nyeri mendapatkan manfaat dari metode-metode relaksasi.
18
Periode relaksasi yang teratur dapat membantu untuk melawan keletihan
dan ketegangan otot yang terjadi dengan nyeri akut dan yang meningkatkan
nyeri (Andarmoyo, 2017).
 Imajinasi terbimbing
Imajinasi terbimbing adalah menggunakan imajinasi seseorang dalam suatu
cara yang dirancang secara khusus untuk mencapai efek positif tertentu.
Tindakan ini membutuhkan konsentrasi yang cukup. Upayakan kondisi
lingkungan klien mendukung untuk tindakan ini. Kegaduhan, kebisingan,
bau menyengat, atau cahaya yang sangat terang perlu dipertimbangkan agar
tidak mengganggu klien untuk berkonsentrasi. Beberapa klien lebih rileks
dengan cara menutup matanya (Andarmoyo, 2017).
19

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Jadi, kebutuhan rasa aman adalah sebuah keadaan yang bebas dari cedera fisik,
perasaan terasa tenang bebas dari ancaman sehingga hidup seseorang terasa tentram
yang dipengaruhi oleh kebutuhan seperti oksigen,kelembapan, nutrisi dan suhu
sedangkan kebutuhan rasa nyaman adalah suatu keadaan telah terpenuhinya kebutuhan
dasar manusia yaitu kebutuhan akan ketentraman (suatu kepuasan yang meningkatkan
penampilan sehari-hari), kelegaan (kebutuhan telah terpenuhi), dan transenden (keadaan
tentang sesuatu yang
melebihi masalah dan nyeri). Kenyamanan mesti dipandang secara holistik yang
mencakup empat aspek yaitu: fisik, sosial, psikospiritual, dan lingkungan. Kemudian
dalam melakukan pengkajian perawat perlu mengkaji biodata pasien,keluhan utama dan
riwayat keluhan utama (PQRST), riwayat perkembangan ( remaja, orang
dewasa,lansia,bayi todler, prasekolah, anak sekolah) dan riwayat psikososial, lalu
setelah itu proses keperawatan dilanjutkan dengan tahap diagnosis keperawatan,
intervensi ( perencanaan), implementasi (pelaksanaan) dan evaluasi. Itulah 5 proses
keperawatan yang wajib perawat lakukan saat memberikan pelayanan asuhan
keperawatan kebutuhan rasa aman dan nyaman.
20
DAFTAR PUSTAKA
Ali mulhidayat, Aziz. 1997. Kebutuhan Dasar Manusia. EGC: Jakarta
Potter & Perry. 2006. Fundamental Keperawatan. EGC: Jakarta
Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi Volume I dan II. EGC: Jakarta
Ganong. 2003. Fisiologi Kedokteran. EGC: Jakarta
Brunner & Suddarth, Suzanne C. Smeltzer, Brenola G. Bare. 2001. Keperawatan
Medikal Bedah. EGC: Jakarta
Tarwoto & Wartonah.2003. . Kebutuhan Dasar Manusia & Proses Keperawatan.
Salemba Medika: Jakarta https://www.scribd.com/doc/299568332/Lp-Nyaman-Dan-
Aman
Brown DJ, Brugger H, Boyd J, Paal P. Accidental hypothermia. N Engl J Med. 2012
Nov 15;367(20):1930-8
Zafren K, Giesbrecht GG, Danzl DF, Brugger H, Sagalyn EB, et al. Wilderness Medical
Society practice guidelines for the out-of-hospital evaluation and treatment of accidental
hypothermia: 2014 update. Wilderness Environ Med. 2014 Dec;25(4 Suppl):S66-85
full-text
Petrone P, Asensio JA, Marini CP. Management of accidental hypothermia and cold
injury. Curr Probl Surg. 2014 Oct;51(10):417-31
21

Anda mungkin juga menyukai