Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa definisi SLE (Systemic Lupus Erythematosus)?


2. Apa saja klasifikasi SLE (Systemic Lupus Erythematosus)?
3. Apa Epidemiologi SLE (Systemic Lupus Erythematosus)?
4. Apa saja etiologi SLE (Systemic Lupus Erythematosus)?
5. Apa manifestasi SLE (Systemic Lupus Erythematosus)?
6. Bagaimana patofisiologi SLE (Systemic Lupus Erythematosus)?
7. Apa saja komplikasi SLE (Systemic Lupus Erythematosus)?
8. Bagaimana cara mendeteksi SLE (Systemic Lupus Erythematosus)?
9. Bagaimana cara melakukan pemeriksaan penunjang SLE (Systemic
Lupus Erythematosus)?
10. Bagaimana penatalaksanaan SLE (Systemic Lupus Erythematosus)?
11. Apa prognosis SLE (Systemic Lupus Erythematosus)?
12. Bagaimana asuhan keperawatan SLE (Systemic Lupus Erythematosus)?

1.3 Tujuan Penulisan

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Terminologi

1
(Skenario)
Ibu Susi, 32 tahun berobat ke rumah sakit di kotanya ditemani oleh suaminya.
Ibu ini mengeluhkan bahwa dia merasakan sakit saat menelan, tenggorokannya
terasa tidak nyaman, dan badannya terasa lemah. Dia mengatakan baha
tulangtulangnya juga terasa sering sakit serta sudah 2 minggu lebih ini mengalami
flu yang hilang timbul. Keluhan ini sebenarnya dirasakan sudah lama tetapi
karena si ibu takut megetahui apa penyakitnya maka baru sekarang dia pergi
berobat.
Si ibu merupakan ibu rumah tangga yang sehari-harinya disibukkan pleh
berbagai aktivitas rumah tangga. Sang suami bekerja sebagai seorang karyawan
swasta dan mereka mempunyai 2 orang anak yang masih balita.
Oleh dokter, selanjutnya si ibu diperiksa mulai dari anamnesa sampai dengan
pemeriksaan penunjang diagnostic. Hasil pemeriksaan yang dilakukan ditemukan

data bahwa tekanan darah norma, nadi normal, pernafasan normal, suhu 37,8 C.

Hasil pemeriksaan laboratorium masih belum keluar


Dokter yang memeriksa menemukan bahwa ada radang pada tenggorokan dan
kelainan seperti “Butterfly Rash”, di pipi kedua dan hidung dan radang amandel.
Untuk sementara, dokter belum bisa menyimpulkan apa penyakit yang dialami
oleh ibu akan tetapi berdasarkan hasil wawancara dan pemeriksaan fisik yang
dilakukan dokter beranggapan bahwa si ibu ini mengalami masalah pada sistem
imun tubuhnya.

Lemah : Tidak kuat atau tidak bertenaga.


Sakit saat menelan : Gejala dari masalah tenggorokanseperti infeksi/alergi.
Tenggorokan : Bagian leher yang terdiri dari faring dan laring.
Flu: Merupakan penyakit system pernafasan yang disebabkan oleh virus
Balita: Anak yang telah menginjak usia di atas satu tahun atau lebih popular
dengan pengertian usia anak di bawah lima tahun. Atau merupakan bayi dengan
rentang usia 2 sampai 5 tahun atau 24-60 bulan.
Anamnesa : Merupakan pengumpulan data yang dilakukan oleh Dokter atau
perawat yang bersifat subjektif seperti riwayat penyakit pasien, keluarga, dan
lain-lain. Atau pemeriksaan tahap awal yang dilakukan dengan wawancara untuk
membuat diagnosis.

2
Pemeriksaan penunjang diagnostic : Ilmu terapan yang digunakan untuk
membantu petugas kesehatan dalam menegakkan diagnosa penyakit dengan
melakukan CT Scan dan mengobati pasien.
Pemeriksaan laboratorium : suatu tindakan dan prosedur pemeriksaan khusus
dengan mengambil bahan atau sampel dari penderita, dapat berupa urine (air
kencing), darah, sputum (dahak), dan sebagainya untuk menentukan diagnosis.
Butterfly Rash : Bercak merah disekitar pipi dan hidung yang berbentuk kupu-
kupu.
Radang amandel : Peradangan pada tonsil yang terjadi karena virus , bakteri atau
jamur.
Sistem imun: Sistem yang membentuk kekebalan tubuh dengan menolak
berbagai benda asing yang masuk ke tubuh.

2.2 Membuat Pertanyaan


1. Apa yang menyebabkan ibu sakit saat menelan,tenggorokan terasa tidak
nyaman dan badannya terasa lemah ?
2. Apa yang menyebabkan ibu merasa sakit pada tulang-tulangnya dan flu nya
itu hilang timbul selama 2 minggu?
3. Apa hubungan flu dengan butterfly rash?
4. Pemeriksaan apa saja yang bisa dilakukan selain pemeriksaan yang ada di
skenario?
5. Apa faktor lain yang menyebabkan radang amandel selain virus dan bakteri?
6. Apa saja gejala dari butterfly rash?
7. Apa saja faktor yang menyebabkan butterfly rash?
8. Apa yang terjadi jika radang amandel tersebut tidak diobati?
9. Apa hubungan radang amandel dengan sistem imun tubuh?
10. Bagaimana cara mengatasi butterfly rash dan radang amandel?
11. Apa yang harus dilakukan untuk mengembalikan sistem imun?
12. Apa saja penyakit yang terjadi akibat gangguan sistem imun?
13. Apa yang menyebabkan sistem imun tubuh bermasalah?

2.3 Menjawab Pertanyaan


1. Hal ini disebabkan karena adanya infeksi virus dan bakteri yang
mengakibatkan peradangan. Dengan adanya peradangan, sehingga
menyebabkan tidak nyaman dan merasa lemah.
2. Ibu merasakan sakit-sakit pada tulangnya karena kurang mengkonsumsi
vitamin D. Dan penyebab flu yang hilang timbul yaitu karena sistem imunnya
terganggu.

3
3. Dari tingkah laku, kemudian pemeriksaan fisik dengan wawancara serta
pengkajian spiritual.
4. Pemeriksaan lain yang bisa dilakukan adalah pemeriksaan darah ( Hb dan
Leukosit) dan pemeriksaan cairan sumsum tulang belakang.
5. Faktor lain yang menyebabkan radang amandel adalah:
a. Kurangnya mengonsumsi vitamin C
b. Dehidrasi
c. Terlalu sering mengonsumsi makanan yang terlalu pedas, berminyak dan
makanan yang mengandung asam.
d. Kurangnya perhatian terhadap kebersihan ketika sebelum makan
6. Gejala dari Butterfly Rash adalah adanya ruam merah yang menyebar pada
batang hidung dan kedua pipi yang menyerupai kupu-kupu karena bentuknya
yang mirip dengan sayap kupu-kupu. Gejala ini biasanya tidak terasa perih
maupun gatal. Namun, hal ini dapat memburuk jika terkena paparan sinar
matahari langsung (fotosensitif). Paparan sinar matahari langsung akan
menyebabkan peningkatan reaksi inflamasi. Penyakit ini disebabkan oleh
aktifitas antibodi yang berlebihan sehingga akan menyerang organ tubuh itu
sendiri
7. Faktor yang menyebabkan terjadinya Butterfly Rash adalah :
a. Terpapar sinar matahari
b. Adanya infeksi virus
c. Pengaruh makanan dan minuman serta obat-obatan yang dikonsumsi.
8. Jika amandel tidak segera diobati maka akan mengakibatkan:
a. Amandel semakin membesar
b. Kesulitan bernafas dan menelan
c. Mendengkur saat tidur
d. Suara menjadi parau
e. Kurangnya nafsu makan
f. Menurunnya konsentrasi
9. Hubungan antara radang amandel dengan sistem imun tubuh yaitu kita perlu
tahu dulu fungsi dari amandel. Amandel berfungsi dalam mekanisme
pertahanan tubuh terhadap serangan infeksi bakteri dan virus.
10. Cara mengatasi butterfly rash :
a. Menggunakan tabir surya dengan SPF tinggi untuk mencegah paparan
sinar UV.
b. Menghindari makanan maupun aktivitas yang dapat memicu gejala lupus
semakin memburuk.

4
c. Menggunakan masker dari bahan alami, seperti dari alpukat, teh hijau,
madu, dan sebagainya.
d. Mengelola kadar stres.
e. Istirahat yang cukup.
Cara mengatasi radang amandel:
a. Minum air putih yang cukup
b. Mengonsumsi vitamin C
c. Menghindarai makanan pedas
d. Menghindari makanan dan minuman yang dingin-dingin
11. Cara untuk mengembalikan sistem imun tubuh:
a. Mengkonsumsi buah-buahan dan sayuran
b. Istirahat yang cukup
c. Minum air putih
d. Minum vitamin
e. Olahraga yang teratur
12. Penyakit yang terjadi akibat gangguan sistem imun:
a. DM tipe 1
b. Kekakuan sendi atau asam urat
c. SLE (Systemic Lupus Erythematosus)
13. Yang menyebabkan sistem imun tubuh bermasalah:
a. Karena kurang gizi
b. Adanya mikroba
c. Faktor lingkungan: adanya bibit penyakit

2.4 Skema
Tema : SLE (Systemic Lupus Erythematosus)

Ibu Susi 32 tahun


keluhan

5
-Sakit Menelan
-tenggorokan tidak nyaman
-Lemah
-Tulang sakit
-Flu hilang timbul 2 minggu

Pemeriksaan

Anamnesa Pemeriksaan penunjang diagnostic

-TD normal - Butterfly Rash


-RR normal - Radang amandel
-Suhu 37,8 C

Masalah Sistem Imun

SLE / Lupus

2.5 Learning Objektif


1. Definisi SLE (Systemic Lupus Erythematosus)
2. Klasifikasi SLE (Systemic Lupus Erythematosus)
3. Epidemiologi SLE (Systemic Lupus Erythematosus)
4. Etiologi SLE (Systemic Lupus Erythematosus)
5. Manifestasi SLE (Systemic Lupus Erythematosus)
6. Patofisiologi SLE (Systemic Lupus Erythematosus)
7. Komplikasi SLE (Systemic Lupus Erythematosus)
8. Cara mendeteksi SLE (Systemic Lupus Erythematosus)
9. Pemeriksaan penunjang SLE (Systemic Lupus Erythematosus)
10. Penatalaksanaan SLE (Systemic Lupus Erythematosus)
11. Prognosis SLE (Systemic Lupus Erythematosus)
12. Askep SLE (Systemic Lupus Erythematosus)
2.6 Mandiri ( Menjawab Learning Objektif)

2.7 Landasan Teori

2.7.1 Definisi SLE

6
Sistemik lupus eritematosus (SLE) merupakan penyakit rematik autoimun
yang di tandai dengan adanya inflamasi tersebar luas, yang mempengaruhi
setiap organ atau system dalam tubuh. Penyakit ini berhubungan dengan
disposisi autoantibody dan kompleks imun, sehingga mengakibatkan
kerusakan jaringan.(Sudoyo Aru,dkk,2009) .

Sistemik Lupus Eritematosus yaitu penyakit autoimun kronis yang tanda


Dan gejalanya dapat menetap selama lebih dari enam minggu dan seringnya
hingga beberapa tahun. (Lupus of Fondation of Amaerika, 2012).

SLE ( Systemic Lupus Eritematosus) adalah penyakit dimana sistem imun


yang normalnya memerangi infeksi mulai menyerang sel sehat dalam tubuh,
Fenomena ini disebut autoimun dan yang diserang oleh sistem imun disebut
autoantigen (laura K. delong, MD, 2012).

SLE adalah penyakit autoimun bersifat sistemik yang berkaita dengan


adanya autoantibodi terhadap komponen intisel ( Buyon,2008).

2.7.2 Klasifikasi SLE

Klasifikasi ada 3 jenis penyakit lupus yang dikenal yaitu:

1. Discoid lupus, yang juga dikenal sebagai cutaneous lupus, yaitu penyakit
lupus yang menyerang kulit.
2. Systemic lupus, penyakit lupus yang menyerang kebanyakan sistem
didalam tubuh, seperti kulit, sendi, darah, paru-paru, ginjal, hati, otak, dan
system syaraf.
3. Drug-induced, penyakit lupus yang timbul setelah penggunaan obat
tertentu. Gejala-gejalanya biasanya menghilang setelah pemakaian obat
dihentikan.

2.7.3 Epidemiologi SLE


Penderita SLE diperkirakan mencapai 5 juta orang di seluruh dunia.
SLE lebih sering di temukan pada ras ras tertentu seperti bangsa Afrika,
Amerika, Cina dan Mungkin juga Filipina. Prevelensi penderita SLE di
Cina 1:1000 . Sedangkan di Amerika kira kira 1 kasus per 2000 populasi
dan di Inggris 12 kasus per 100.000 populasi serta di Swedia 39 kasus per
100.000 populasi. Untuk Indonesia sendiri jumlah penderita SLE secara

7
tepat belum diketahui tetapi diperkirakan sama dengan jumlah penderita
di Amerika yaitu 1.500.000 orang. (Yayasan Lupus Indonesia. 2011).

2.7.4 Etiologi SLE

Etiologi penyakit ini belum di ketahui secara pasti, tetapi diduga


terdapat beberapa faktor predisposisi yang berperan terhadap terjadinya
SLE, di antara lain terdiri dari faktor endogen dan faktor eksogen.

A. Fakor-faktor predisposisi Endogen

1. Faktor genetik : faktor genetik meningkatkan adanya penemuan


autoimun dibandingkan dengan populasi lain.kecendrungan
meningkatnya SLE yang terjadi pada anak kembar identik
menggambarkan adanya kemungkinan faktor genetik yang berperan
dalam penyakit ini.

2. Faktor stres : stres yang berlebihan merupakan pemicu aktifnya


lupus.

3. Faktor endokrin : faktor hormonal seks mempunyai peran penting


dalam perkembangan dan penelitian klinis pada SLE.

4. Antibodi dan Kompleks imun : autoantibodi adalah penanda lupus


yang sering kali menghasilkan sesuatu yang tidak memiliki kepentingan
klinis maupun patalogis dan menyerang sel tubuh dan jaringan sendiri.

B. Faktor-faktor predisposisi Eksogen

1. Sinar matahari : paparan sinar matahri langsung merupakan salah


satu faktor yang memperburuk kondisi gejala SLE.

2. Infeksi virus : partikel RNA virus telah di temukan pada jaringan


ikat Odapus yang membuat reaksi respon imun abnormal.

8
3. Makanan dan minuman : makanan dan minuman dalam kemasan
terutama minuman berjenis isotonik yang mengandung zat pengawet,
seperti Natrium Benzoatdan kalium sorbet yang mengandung kafein
menyebabkan gejala SLE.

4. Obat-obatan : obat dar jenis klorpromazin, metilpoda,


isoniazid,dilantin.jika di konsumsi akan membentuk antibodi penyebab
lupus.

Sumber lain menyatakan bahwa Lupus disebabkan oleh gangguan


sisstem imun penderita yang memproduksi antibody yang bekerja
terhadap jaringan dan sel sehat tubuhnya sendiri (auto antibody) sehingga
menyebabkan keradangan dan kerusakan bagian organ dan jaringan
tubuhnya sendiri.

Tipe antibody yang terbentuk pada penderita SLE adalah antinuclear


antibody (ANA) yang bereaksi terhadap bagian-bagian dari ini sel.

Factor penyebab lupus yaitu factor genetic, lingkungan, hormonal,


diduga secara bersama-sama mempengaruhi terjadinya penyakit ini.
(Soedarto, 2012).

2.7.5 Manifestasi SLE


Manifestasi Klinis :

1. Keletihan
2. Sakit kepala
3. Nyro atau bengkak sendi
4. Demam
5. Anemia
6. Nyeri di dada ketika menarik napas panjang
7. Ruam kemerahan pada pipi hingga hidung, polanya seperti kupu-kupu
8. Sensitif terhadap cahaya atau cahaya matahari
9. Rambut rontok sampai kebotakan
10. Pendarahan yang tidak biasa

9
11. Jari-jari berubah pucat atau kebiruan ketika dingin
12. Sariawan di mulut atau koreng di hidung
Menurut American College of Rheumatology 1997, yang dikutip
Qiminta,ada 11 gejala lupus ialah:

1. Ruam kemerahan pada kedua pipi melalui hidung sehingga seperti ada
bentuk kupu-kupu.
2. Bercak kemerahan berbentuk bulat pada bagian kulit yang ditandai
adanya jaringan parut yang lebih tinggi dari permukaan kulit sekitarnya.
3. Fotosensitive, yaitu timbulnya ruam pada kulit oleh karena sengatan sinar
matahari.
4. Luka di mulut dan lidah seperti sariawan.
5. Nyeri pada sendi. Sendi berwarna kemerahan dan bengkak.
6. Gejala pada paru-paru dan jantung berupa selaput pembungkusnya terisi
cairan.
7. Gangguan pada ginjal yaitu terdapatnya protein di dalam urine.
8. Gangguan pada otak atau system saraf mulai dari depresi, kejang, dan
stoke.
9. Kelainan pada system darah dimana jumlah sel darah putih dan trombosit
berkurang. Dan biasanya terjadi juga anemia.
10. Tes DNA ( Antinuclear Antibody) positif.
11. Gangguan system kekebalan tubuh.

2.7.6 Patofisiologi SLE

Pathways

Agen pemicu

Regulasi imun abnormal

Kerusakan clearance

Sel apoptosis nuclear rusak

10
Pembentukan antibodi

Pembentukan imun kompleks aktivasi komplemen

Kerusakan jaringan

Sumber: Dipiro et al., (2008)

2.7.7 Komplikasi SLE

1. Resiko kehamilan
Sebagian besar wanita dengan lupus ringan sampai dengan sedang dapat
memiliki bayi yang sehat tanpa komplikasi.

2. Diabetes
Pasien dengan lupus berisiko tinggi untuk resisten insulin dan diabetes.
Sementara kortikosteroid adaalah pengobatan umum untuk peradangan
terkait lupus dan dapat mengganggu produksi insulin.

3. Peradangan medula spinalis


Gangguan autoimun seperti lupus dapat berkontribusi untuk peredangan
pada sum sum tulang belakang.

4. Antiphospholipid syndrome
Gangguan autoimun yang terkait dengan lupus.

2.7.8 Cara mendeteksi SLE


SALURI (Periksa Lupus Sendiri)

11
Bila anda menjawab “Ya” untuk minimal 4 pertanyaan, ada kemungkinan
anda terkena lupus. Segera konsultasikan dengan dokter puskesmas atau
rumah sakit setempat.
1. Demam lebih dari 38 derajat Celsius dengan sebab yang tidak jelas
2. Rasa lelah dan lemah berlebihan
3. Sensitif terhadap sinar matahari
4. Rambut rontok
5. Ruam kemerahan berbentuk kupu-kupu yang sayapnya melintang dari
pipi ke pipi
6. Ruam kemerahan di kulit
7. Sariawan yang tidak kunjung sembuh, terutama di atap rongga mulut
8. Nyeri dan bengkak pada persendian terutama di lengan dan tungkai,
menyerang lebih dari 2 sendi dalam jangka waktu lama
9. Ujung jari tangan dan kaki menjadi pucat hingga kebiruan saat udara
dingin
10. Nyeri dada terutama saat berbaring dan menarik napas
11. Kejang atau kelainan saraf lainnya
12. Kelainan hasil pemeriksaan laboratorium (atas anjuran dokter):
-anemia: penurunan kadar sel darah merah
-leukositopenia: penurunan sel darah putih
-trombositopenia: penurunan kadar pembekuan darah
-hematuria dan proteirunia: darah dan protein pada pemeriksaan urin.
-positif ANA dan atau ANTI DS-DNA
2.7.9 Pemeriksaan penunjang SLE
1.Immunologic Blood Studios
Tes ini dilakukan untuk mengidentifikasi faktor imunologi di dalam
darah.
a)ANA.Tes Anti nuclear anti bodi adalah tess creening untuk
pendeteksian antibodi pada antigen nuklear.Hampir 100% pasien
dengan SLE akan menunjukkan hasil positif.
b)ESR.Erythocyte sedimentation rate berguna untuk membedakan
antara inflamasi dan penyakit neoplastic.
c)SS-AdanSS-B.
SS-A antibodi dapat dideteksi pada sekitar 30 persen pasien SLE. SS-B
antibodi mempunyai spesifikasi tinggi untuk sicca kompleks,
Disebabkan oleh berkurangnya sekresi kelenjar.
d)Rheumatoidfactor
adalah antibodi IgM yang dihubungkan dengan radang sendi
rheumatoid.Darah diambil dari suatu pembuluh darah dan suatu studi

12
diselenggarakan untuk menentukan apakah darah berisi antibodi
immunologic.
e)Autoantibodi Scleroderma.
Antibodi sclerodema ditemukan di Vena darah pasien yang mengidap
scleroderma.
2.Enzyme-Linked Immunologic Assay (ELISA)
Tes ini menentukan apakah darah pasien berisi antibodi untuk Human
ImmunodeficiencyVirus(HIV).

2.7.10 Penatalaksanaan SLE

1. Penatalaksanaan medis
Terapi dengan obat bagi penderita SLE mencakup pemberian obat-obat:
a. Antiradang nonstreroid (AINS)
AINS dipakai untuk mengatasi arthritis dan artralgia. Aspirin saat ini
lebih jarang dipakai karena memiliki insiden hepatotoksik tertinggi,
dan sebagian penderita SLE juga mengalami gangguan pada hati.
Penderita LES juga memiliki risiko tinggi terhadap efek samping obat-
obatan AINS pada kulit, hati, dan ginjal sehingga pemberian harus
dipantau secara seksama.
b. Kortikosteroid
c. Antimalaria
Pemberian antimalaria kadang-kadang dapat efektif apabila AINS
tidak dapat mengendalikan gejala-gejala LES. Biasanya antimalaria
mula-mula diberikan dengan dosis tinggi untuk memperoleh keadaan
remisi. Bersihnya lesi kulit merupakan parameter untuk memantau
pemakaian dosis.
d. Imunosupresif
Pemberian imunosupresif (siklofosfamid atau azatioprin) dapat
dilakukan untuk menekan aktivitas autoimun LES. Obat-obatan ini
biasanya dipakai ketika:
-Diagnosis pasti sudah ditegakkan
-Adanya gejala-gejala berat yang mengancam jiwa

13
-Kegagalan tindakan-tidakan pengobatan lainnya, misalnya bila
pemberian steroid tidak memberikan respon atau bila dosis steroid
harus diturunkan karena adanya efek samping
-Tidak adanya infeksi, kehamilan dan neoplasma (Sylvia dan Lorraine,
1995).
2. Penatalaksanaan keperawatan
Perawat menemukan pasien SLE pada berbagai area klinik karena sifat
penyakit yang homogeny. Hal ini meliputi area praktik keperawatan
reumatologi, pengobatan umum, dermatologi, ortopedik, dan neurologi.
Pada setiap area asuhan pasien, terdapat tiga komponen asuhan
keperawatan yang utama.
a. Pemantauan aktivitas penyakit dilakukan dengan menggunakan
instrument yang valid, seperti hitung nyeri tekan dan bengkak sendi
(Thompson & Kirwan, 1995) dan kuesioner pengkajian kesehatan
(Fries et al, 1980). Hal ini member indikasi yang berguna mengenai
pemburukan atau kekambuhan gejala.
b. Edukasi sangat penting pada semua penyakit jangka panjang. Pasien
yang menyadari hubungan antara stres dan serangan aktivitas penyakit
akan mampu mengoptimalkan prospek kesehatan mereka. Advice
tentang keseimbangan antara aktivitas dan periode istirahat,
pentingnya latihan, dan mengetahui tanda peringatan serangan, seperti
peningkatan keletihan, nyeri, ruam, demam, sakit kepala, atau pusing,
penting dalam membantu pasien mengembangkan strategi koping dan
menjamin masalah diperhatikan dengan baik.
c. Dukungan psikologis merupakan kebutuhan utama bagi pasien SLE.
Perawat dapat memberi dukungan dan dorongan serta, setelah
pelatihan, dapat menggunakan ketrampilan konseling ahli.
Pemberdayaan pasien, keluarga, dan pemberi asuhan memungkinkan
kepatuhan dan kendali personal yang lebih baik terhadap gaya hidup
dan penatalaksanaan regimen bagi mereka (Anisa Tri U., 2012).

14
3. Penatalaksanaan diet
Restriksi diet ditentukan oleh terapi yang diberikan. Sebagian besar
pasien memerlukan kortikosteroid, dan saat itu diet yang diperbolehkan
adalah yang mengandung cukup kalsium, rendah lemak, dan rendah
garam. Pasien disarankan berhati-hati dengan suplemen makanan dan
obat tradisional.
Pasien lupus sebaiknya tetap beraktivitas normal. Olah raga diperlukan
untuk mempertahankan densitas tulang dan berat badan normal. Tetapi
tidak boleh berlebihan karena lelah dan stress sering dihubungkan dengan
kekambuhan. Pasien disarankan untuk menghindari sinar matahari, bila
terpaksa harus terpapar matahari harus menggunakan krim pelindung
matahari (waterproof sunblock) setiap 2 jam. Lampu fluorescence juga
dapat meningkatkan timbulnya lesi kulit pada pasien SLE
2.7.11 Prognosis SLE

Prognosis baik tetapi konsisten dengan banyak pemulihan dan


pembusukan. Kebanyakan pasien mengalami kemajuan dengan meditasi
yang diresepkan,namun beberapa pasien mengalami organ tubuh makin
parah dan kematian mendadak. Pengobatan tertentu dapat menghasilkan
gejala seperti lupus pada pasien. Tinjauan Mediasi ditandai sebelum hasil
diagnosis dibuat.

2.7.12 Askep SLE

Pengkajian

A. Data Dasar
Dalam format pengakjian data dasar berisikan tentang identitas klian, identitas
penanggung jawab, data data medik.

B. Riwayat Kesehtan sekarang

15
Anamnesis riwayat kesehatan sekarang difokuskan pada gejala yang pernah
dialami seperti keluhan mudah lelah, lemah, nyeri, kaku, demam, anoreksia, dan
efek gejala tersebut terhadap gaya hidup, serta citra diri pasien

C. Riwayat kesehatan masa lalu


Menceritakan tentang riwayat penyakit terdahulu yang pernah diderita klien.

D. Riwayat penyakit keluarga


Apakah dianggota keluarga ada yang menderita penyakit seperti klien (penyakit
genetic atau menular).

E. Pemeriksaan fisik
1. Sistem musculoskeletal
Pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri saat bergerak, rasa kaku pada
pagi hari.

2. Sistem integument
Ruam eritematous, plak eriteamtous pada kulit kepala, muka, dan leher. Lesi
akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu yang melintang
pada pangkal hidung serta pipi. Ulkus oral dapat mengenai mukosa pipi atau
palatum durum.

3. Sistem kardiovaskuler
Friction rub pericardium yang menyertai miokarditis dan efusi fleura. Lesi
eritematous populer dan purpura yang menjadi nekrosis menunjukkan
gangguan vascular terjadi diujung jari tangan, siku, jari kaki dan permukaan
ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tangan dan berlanjut nekrosis.

4. Sistem pernapasan
Pleuritis dan efusi fleura

5. Sistem renal
Edema dan hematuria

6. Sistem saraf
Sering terjadi depresi dan psikosis, juga serangan kejang-kejang.

F. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan darah
Leukopeni, atau limfopeni, anemia ( Hb turun), tromnositopenia, LED
meningkat.

2. Imunologi

16
 ANA (Antibody Anti Nuklear)
 Anti body DNA untai ganda (ds DNA) meningkat
 Kadar komplemen C3 dan C4 menurun
 Tes CRP (C-Reactive Protein) positif
3. Fungsi ginjal
 Kreatinin serum meningkat
 Penurunan GFR
 Protein urin (>0,5 gram/24 jam)
 Ditemukan sel darah merah dan sediment granular
4. Kelainan pembekuan yang berhubungan dengan antikoagulan lupus
APTT memanjang yang tidak membaik pada pemberian plasma normal

5. Serologi VDRL.
Memberikan hasil positif palsu

6. Tes vital lupus


Adanya pita Fg 6 yang khas dan deposit Ig M pada persambungan dermo-
epidermis pada kulit yang terlibat dan yang baik

Analisa Data

N Kelompok Data Analisis Masalah


O

1 DS: Genetic, kuman/virus, sinar Kerusakan


UV, obat-obatan tertentu. integritas kulit
Klien mengatakan
kulitnya berubah ↓
menjadi kemerahan
termasuk didaerah Peningkatan autoimun
wajah berlebihan

DO:. ↓

Autoimun menyerang
 Ruam wajah
organ-organ tubuh (sel,
dalam pola malar
jaringan)
(seperti kupu-
kupu) pada pipi ↓
dan hidung
 Lesi berskuama Pembentukan lupus
dikulit kepala,

17
leher, dan
punggung
Produksi antibody
 Pengencangan
meningkat
dan pengerasan
kulit jari-jari ↓
tangan
Pencetus penyakit inflamasi
multi organ

Perubahan fungsi barier


kulit

Ruam kupu-kupu SLE


membrane, alopesia,
urtikaria, dan vaskulitis
urserasi dimulut dan
nasofaring

Kerusakan integritas kulit

2. DS: Genetik, kuman/virus, sinar Gangguan rasa


UV, obat-obatan tertentu nyaman (nyeri)
Klien mengeluh nyeri
saat bergerak dan ↓
nyeri tekan pada
sendi yang meradang Peningkatan autoimun
berlebih
DO:

 Pembengkakan
Autoimun menyerang
dan peradangan
organ-organ tubuh (sel,
sendi
jaringan)
 Warna
kemerahan ↓
 Rentan
g gerak terbatas Pembentukan lupus

18

Produksi antibody
meningkat

Pencetus penyakit inflamasi


multi organ

Sendi

Terjadi arthritis

Terjadi inflamasi

Gangguan rasa nyaman


(nyeri)

3. DS: Genetik, kuman/virus, sinar Perubahan nutrisi


UV, obat-obatan tertentu kurang dari
Klien mengatakan kebutuhan tubuh
tidak nafsu makan ↓

DO: Peningkatan autoimun


berlebih
 Luka-luka
diselaput lender ↓
dan faring
Autoimun menyerang
 Ulkus oral
organ-organ tubuh (sel,
(mulut tampak
jaringan)
kotor)
 Hb kurang dari ↓
rentang normal
Pembentukan lupus

19

Produksi antibody
meningkat

Pencetus penyakit inflamasi


multi organ

Hati

Terjadi kerusakan sintesa


zat-zat yang dibutuhkan
oleh tubuh

Mual, muntah, ulkus oral

Anoreksia

Perubahan nutrisi kurang


dari kebutuhan tubuh

4. DS: Genetik, kuman/virus, sinar Hambatan mobilitas


UV, obat-obatan tertentu fisik
Klien mengatakan
mengalami ↓
keterbatasan rentang
gerak pada sendinya. Peningkatan autoimun
berlebih
DO:

 adanya
Autoimun menyerang
peradangan dan
organ-organ tubuh (sel,
pembengkakan

20
sendi sehingga jaringan)
rentang gerak
yang terbatas ↓
 rasa kaku pada Pembentukan lupus
pagi hari

Produksi antibody
meningkat

Pencetus penyakit inflamasi


multi organ

Sendi

Terjadi arthritis

Pembengkakan efusi fleura

Aktifitas menurun

Hambatan mobilitas fisik

Diagnosis dan Intervensi

Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


keperawatan
Umum Khusus

Kerusakan Setelah 1. ruam wajah 1. observasi 1. menentukan


integritas kulit dilakukan pada daerah kulit terhadap garis dasar
berhubungan asuhan pipi dan adanya ruam dimana

21
dengan keperawata hidung dan lecet, perubahan pada
perubahan n pada menghilang warna dan status dapat di
fungsi barier klien 3x24 2. tidak ada suhu, bandingkan
kulit jam, lesi kelembapan dan melakukan
kerusakan berskuama dan intervensi yang
integritas dikulit kekeringan tepat
kulit kepala, yang 2. mencegah
leher, dan berlebihan, komplikasi
punggung area luka dan
3. kulit jari-jari kemerahan meningkatkan
tangan tidak dan rusak penyembuhan
mengeras 2. bersihkan luka
dan kembali kulit dan 3. meningkatkan
elastis lakukan pengetahuan
perawatan pasien dan
luka dengan keluarganya
prinsip steril mengenai
3. berikan pentingnya
pendidikan menjaga
kesehatan kebersihan
kepada klien kulit serta
dan supaya pasien
keluarganya lebih
tentang kooperatif
pentingnya 4. mempercepat
menjaga penyembuhan
kebersihan
kulit sekitar
luka guna
mempercepat
penyembuhan
dan ajarkan
teknik
perawatannya
.
4. rujuk ke
tenaga medis
ahli terapi
enterostoma

22
untuk
mendapatkan
bantuan
dalam
pencegahan,
pengkajian,
dan
penanganan
luka atau
kerusakan
kulit
Gangguan Setelah di 1. tidak terjadi 1. lakukan 1. mendeteksi
rasa nyaman lakukan pembengkak pengkajian dini mengenai
(nyeri) asuhan an dan nyeri yang masalah nyeri
berhubungan keperawata peradangan komprehensif sehingga dapat
dengan proses n pada pada sendi meliputi di lakukan
inflamasi / klien 2. warna tidak lokasi, intervensi yang
kerusakan selama tampak karakteristik, tepat untuk
jaringan 2x24 jam , kemerahan durasi, mengatasi
gangguan 3. rentang frekuensi, masalah
rasa gerak normal kualitas, tersebut
nyaman intensitas 2. nyeri
(nyeri) atau dipengaruhi
teratasi keparahan oleh
nyeri dan kecemasan dan
factor pergerakan
presipitasiny sendi.
a Imobilisasi
2. Bantu yang adekuat
meringankan dapat
dan mengurangi
mengurangi nyeri
nyeri sampai 3. meningkatkan
pada tingkat pengetahuan
kenyamanan pasien dan
yang dapat keluarganya
diterima oleh mengenai
pasien dan factor pencetus
atur dan cara

23
imobilisasi mengurangi
pada daerah nyeri, serta
yang nyeri supaya pasien
3. berikan lebih
pendidikan kooperatif
kesehatan 4. obat analgesic
kepada adalah
pasien dan golongan terapi
keluarga obat yang dapat
mengeani mengurangi
penyebab dan atau bahkan
cara menghambat
mengatasi timbulnya
nyeri, serta nyeri.
informasikan
kepada
pasien
tentang
prosedur
yang dapat
meningkatka
n nyeri dan
tawarkan
strategi
koping yang
disarankan
4. kolaborasi
dengan
dokter dalam
pemberian
terapi obat
analgesic dan
jika tindakan
tidak
berhasil.
Perubahan Setelah di 1. nafsu 1. pantau 1. memastikan
nutrisi kurang lakukan makan asupan keadekuatan
dari asuhan meningkat makanan pola asupan zat
kebutuhan keperawata 2. luka- setiap hari gizi

24
tubuh n pada luka di selaput 2. Bantu pasien 2. membantu atau
berhubungan klien 2x24 lender dan dalam menyediakan
dengan ulkus jam. faring sembuh pemilihan asupan
oral sehingga Perubahan 3. ulkus makanan atau makanan dan
nafsu makan nutrisi oral sembuh cairan dalam cairan diet
menurun kurang dari (mulut tampak memenuhi seimbang
kebutuhan bersih) kebutuhan 3. lingkungan
tubuh 4. Hb nutrisi yang nyaman
teratasi dalam rentang 3. ciptakan dapat
normal lingkungan meningkatkan
yang nafsu makan
menyenangk 4. kebersihan
an untuk mulut dapat
makan meningkatkan
4. ajarkan nafsu makan
pasien untuk 5. menentukan
tetap jumlah kalori
menjaga dan jenis zat
kebersihan yang di
mulut butuhkan untuk
5. kolaborasi memenuhi
dengan ahli kebutuhan
gizi dalam nutrisi
pemenuhan
kebutuhan
nutrisi
Hambatan Setelah 1. rentang 1. kaji 1. mengetahui
mobilitas fisik dilakukan pergerakan mengenai seberapa jauh
berhubungan asuhn sendi aktif rentang gerak klien dapat
dengan nyeri keperawata dengan yang mampu melakukan
akibat adanya n pada gerakan atas di lakukan pergerakan
pembengkaka klien 2x24 inisiatif oleh pasien guna
n sendi jm, sendiri 2. ajarkan dan menentukan
hambatan 2. tidak dukung intervensi
mobilitas merasakan pasien dalam selanjutnya
fisik kaku pada latihan ROM 2. menggunakan
teratasi saat bergerak aktif atau tubuh aktif dan
fasif pasif untuk
3. kolaborasi mempertahank

25
dengan ahli an atau
terapi fisik mengembalika
(fisioterapi) n fleksibilitas
sendi
3. sebagai suatu
sumber untuk
mengembangka
n perencanaan
dan
mempertahank
an atau
meningkatkan
mobilitas

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

SLE ( Systemic Lupus Eritematosus) adalah penyakit dimana sistem imun


yang normalnya memerangi infeksi mulai menyerang sel sehat dalam tubuh,
Fenomena ini disebut autoimun dan yang diserang oleh sistem imun disebut
autoantigen (laura K. delong, MD, 2012).

26
3.2 Saran

Sebagai calon perawat yang berperan sebagai edukator, kita harus


mengetahui tentang perkembangan psikososial pada masing-masing rentang usia.
Dengan mengetahui tentang perkembangan psikososial pada setiap usia, maka
akan memudahkan kita untuk beradaptasi dengan klien dan harus bersikap
seperti apa dan bagaimana sesuai dengan perkembangan psikososialnya.

27
DAFTAR PUSTAKA

Effendi, F., & Makhfudli. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori & Praktik
dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Keliat, B. A., [et all]. Manajemen Keperawatan Psikososial dan KaderKesehatan Jiwa
(IC-CCMHN 2).
Keliat, B. A., Akemat., & Helena, N. (2012). Keperawatan Kesehatan Jiwa
Komunitas CMHN (Basic Course). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.
Malith. (2015). Pendidikan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: A NDI.
Nasir, A. (2011). Dasar-dasar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.
Sutejo. (2017). Keperawatan Kesehatan Jiwa. Yogyakarta: PT. Pustaka Baru.
Riyadi, S., & Purwanto, T. (2009). Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Yusuf, A., Fitryasari, R., & Nihayati, H. E. (2015). Buku Ajar Keperawatan Jiwa.
Jakarta: Salemba Medika.

28

Anda mungkin juga menyukai