Anda di halaman 1dari 18

Bab 2

Persamaan Desain Reaktor

Pada bab ini dibahas mengenai persamaan desain raktor untuk sistem Batch dan sistem
aliran untuk reaktor CSTR dan Plug Flow Reactor (PFR). Persamaan desain diaplikasikan
untuk menentukan ukuran reaktor tunggal dan reaktor yang disusun secara serie.

Reaksi antara reaktan A dan B menghasilkan produk menurut reaksi berikut:

a A + b B c C + d D (1)

Dengan menggunakan basis per mole A persamaan (1) menjadi:


b c d
A B C D (2)
a a a

Konversi A dinyatakan sebagai mole A yang bereaksi dibagi dengan mole A yang
diumpankan kedalam reaktor.
mole A yang beraksi
XA 
mole A yang diumpankan

Persamaan Desain
Persamaan desain digunakan untuk menentukan ukuran (dimensi) suatu reaktor.
Volume reaktor CSTR dan PFR ditentukan menggunakan persamaan desain reaktor. Pada
reaktor Batch, waktu reaksi ditentukan terlebih dahulu baru menentukan volume reaktor.
Sistem reaktor digunakan untuk menurunkan persamaan desain. Sistem reaktor yang dikenal
adalah Sistem Batch dan Sistem Aliran.

(a) Sistem Batch


Pada reaktor batch, semakin lama reaktan dalam reaktor, semakin banyak reaktan
terkonversi menjadi produk sampai keseimbangan terjadi atau reaktan habis.
 mole A yang bereaksi 
Mole A yang bereaksi = (mole A yang diumpankan).  
 mole A yang diumpankan 
= N A .x 
Mole A sisa pada waktu t adalah mol A yang diumpankan ke reaktor pada
t = 0 dikurang mol A yang bereaksi
N A  N Ao  N Ao x  N Ao (1  x) (3)
Dimana:
NA = Jumlah mole A yang tertinggal dalam reaktor setelah waktu t
N A = Jumlah mole A mula-mula yang diumpan kedalam reaktor pada t = 0

N A x= Jumlah mole A yang terkonsumsi oleh reaksi kimia

Jika campuran reaksi tercampur sempurna oleh pengadukan didalam reaktor batch, laju
reaksi sama didalam volume reaktor:
dN A
 rA V (4)
dt

Pers (4) dapat digunakan untuk volume reaktor konstan atau bervariasi. Dari Persamaa
(3):
N A  N A0  N A0 x
dN A dx dx
 0  N Ao   N AO (5)
dt dt dt

Substitusi Persamaan (5) ke Persamaan (4) diperoleh persamaan desain untuk sistem
batch.
dx
 N A0  rA V
dt
dx
N AO  rA V (6)
dt

Reaktor Batch Volume Konstan:


Pada volume konstan, V dapat dimasukkan dalam diferensial:
I dN A d (N A /V ) dC
    A  rA (7)
V dt dt dt
Jika volume reaktor bervariasi selama reaksi berlangsung didalam reaktor batch,
volume merupakan fungsi waktu atau konversi.
dx
N A0  rAV
dt
dx
V dt  N A0
 rA
(8)
dx
dt  N A0
 rAV
t x dx
 dt N 
o
A0
o  rAV
x (t ) dx
t  N A0  (9)
o  rAV

Waktu reaksi, t, reaksi ditentukan dengan persamaan (9). Perhitungan variabel dalam integral
dapat dilakukan secara numerik (Trapezoidal rule atau Simpson 1/3 Rule).

Sistem Aliran (Flow System)


Pada sistem aliran, konversi meningkat dengan kenaikan waktu tinggal reaktan dalam
reaktor karena semakin banyak reaktan menjadi produk. Waktu tinggal reaktan meningkat
jika volume reaktor meningkat. Dengan demikian konversi merupakan fungsi volume
reaktor.

FA   FA0   FA0 x (10)


Dimana :
FA  = molar flowrate A meninggalkan sistem
FAO  = molar flowrate A diumpankan sistem

FAO .x = molar flowrate A dikonsumsi sistem

FA  FA0 (1  x) (11)
CSTR (Continuous Stirred Tank Reactor) atau Backmix Reactor
Reaksi 1 mole A:
b c d
A B C D
a a a
Neraca mol untuk CSTR:
FA0  FA  rAV (12)

Dengan menggabung Persamaan (10) dan (12) dihasilkan:

FA0 x
V
 rA exit (13)

Pada reaktor, CSTR konversi dan laju reaksi didalam reaktor sama dengan konversi
dan laju reaksi yang keluar reaktor.

Tubular Flow Reactor (PFR)


Neraca mol:
dFA
  rA (14)
dV
FA  FA0  FA0 x
(11)

Diferensiasi persamaan (11) menghasilkan:


dFA dx
  FA0 (15)
dV dV

Dengan menggabung persamaan (14) dan (15) didapat:

dx
FAO  rA (16)
dV
x dx V
FA0    dV
o  rA o
dx
V  FA0 
x
(17)
o  rA

Laju reaksi merupakan fungsi konsentrasi dan konsentrasi merupakan fungsi konversi
sehingga laju reaksi merupakan fungsi konversi. Integran pada persamaan (17) dapat
dihitung secara numerik. Kurva (-1/rA) versus konversi ditampilkan pada Gambar
berikut:

Contoh : Penentuan Volume CSTR dan PFR pada x = 0.8 dan molar rate = 20 mol/det.
CSTR :
FA0 x
V
 rA

V  1  1
  ( x)  (0.8)
FAO   rA   rA
 1 
   (27.5) pada x  0.8
  rA 
V
 (27.5)(0.8)  22 dm 3 . det/ mole
FAO
FAO  20mol / det
mol dm 3 . det
V  20 .22  440 liter
det mol

PFR :
dx
FA0  rA
dV
x dx
V  FA0 
o r
A
0 .8 dx
V  20   (20)(10)
o  rA
V  200 dm 3  200 liter

Perbandingan Ukuran CSTR dan PFR


Volume PFR lebih kecil jika dibandingkan dengan volume CSTR untuk memperoleh
konversi yang sama. Volume PFR ditentukan oleh area dibawah kurva sedangkan
volume CSTR ditentukan oleh area persegi empat panjang pada sumbu x yang sama.
Sebagai contoh:
FA0 = 5 mol/det
x = 0,6

CSTR:

V  1  dm 3 . det
  ( x)  (16)(0,6)  9,6
FAO   rA  mol
5mol dm 3 . det
V ( )(9,6 )  48 dm 3
det mol

PFR:
dx
FAO  rA
dV
0 , 6 dx
V  FAO 
o r
A

5mol dm 3 . det
V ( )(5,1 )
det mol
V  25,5 dm 3
Reaktor Serie
Pada reaktor serie, aliran yang keluar dari reaktor pertama menjadi umpan pada reaktor
kedua dan aliran keluar dari reaktor kedua menjadi umpan pada reaktor ketiga. Aliran
umpan yang masuk reaktor pertama dengan laju molar F A0 dengan konversi, x = 0. Molar
rate yang keluar dari reaktor pertama, FA1 dengan konversi x1 dst. Konversi adalah
jumlah mol total A yang telah bereaksi pada titik tertentu per mol umpan A pada reaktor
pertama. Misalnya: x1 menunjukkan jumlah mol total A yang telah bereaksi pada reaktor
pertama per mol umpan A pada reaktor pertama dan x2 menunjukkan jumlah mol total A
yang telah bereaksi pada reaktor kedua per mol umpan A pada reaktor pertama.

FA1  FAO  FAO x1


FA 2  FAO  FAO x2  FAO (1  x2 ) (18)
FA3  FAO  FAO x3

x2 = Total mole A yang bereaksi pada titik 2


Mole A yang diumpankan ke Reaktor Pertama

FAO  FA2
x2 = (19)
FAO

CSTR
Neraca mol pada CSTR:
In – out + generation = 0
FA1  FA2  rA2 V2  0
FA1  FA2 (20)
V2 
 rA2
Substitusi Persamaan (18) ke Persamaan (20)
FAO  FAO x1  ( FAO  FAO x2 )
V2 
 rA2

FA0 ( x2  x1 )
V2  (21)
 rA 2

 rA2 dihitung pada konversi x2.

Contoh:
Campuran gas terdiri dari 50 % A dan 50 % inert pada 10 atm (1013 kPa) dan 300 oF
(422.2 K). Campuran gas memasuki reaktor dan terjadi reaksi:
A↔3B
Data laju reaksi:
X 0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.85
-rA 0.0053 0.0052 0.0050 0.0045 0.0040 0.0033 0.0025 0.0018 0.00125 0.0010
(mol/dm3.det)

Laju aliran umpan = 60 dm3/det. R = 0.082 dm3.atm/mol.K. Jika reaktor yang digunakan
adalah reaktor CSTR yang disusun secara serie untuk mendapatkan konversi 40 % dari
reaktor pertama dan konversi overall 80 %, berapa volume reaktor total?

Penyelesaian:
Persamaan Gas Ideal:
PA0 y P
C A0   A0 0
RT0 RT0
Dimana:
PA0 = tekanan parsil A awal
P0 = tekanan total awal
yA0 = mol fraksi A awal
T0 = temperatur awal
(0.5)(10) atm
C A0   0.144 mol / dm 3  0.144 mol / liter
(0.082 dm .atm / mol.K )( 422.2 K )
3

 0.144 mol / dm 3

FA0  C A0 v0  (0.144 mol / dm 3 )(6.0 dm 3 / det)  0.867 mol / det


Kurva (1/-rA) versus x :

Konfigurasi Reaktor CSTR disusun serie:


FA0 x1
V1   (0.867)( 250)(0.4)  86.7 dm 3
 rA1
FA0 ( x2  x1 )
V2   (0.867)(800)(0.8  0.4)  277.4 dm 3
 rA 2
V = V1 + V2 = 364 dm3.

Jika digunakan satu CSTR untuk memperoleh 80 % konversi:

FA0 x
V   (0.867)(800)(0.8)  555 dm 3
 rA

Penggunaan dua reaktor CSTR yang disusun secara serie menghasilkan total volume
yang lebih kecil bila dibandingkan dengan menggunakan satu buah reaktor CSTR
untuk memperoleh konversi yang sama. Hal ini dikarenakan area (1/-rA . x) lebih
besar untuk satu reaktor CSTR jika dibandingkan dengan area (1/-rA . x) untuk dua
reaktor CSTR yang disusun secara serie.

Dua Reaktor PFR yang disusun serie


Total volume dua reaktor (PFR) yang disusun secara serie sama dengan total volume
satu Reaktor untuk memperoleh konversi yang sama karena total area dibawah kurva
sama untuk kedua konfigurasi reaktor sama.

x2 dx x1 dx x2 dx
o  rA

o  rA

x1r
A

Contoh :
Hitung Volume Reactor V1 dan V2 jika konversi 80 %. Laju alir umpan = 0.867
mol/det.
Penyelesaian :

 1 
Gambar   Vs x

 Ar

Luas area dibawah kurva dapat diapproksimasi secara numerik menggunakan Simpons’ 1/3 Rule:
x
 f ( xo )  4 f ( x1 )  f ( x2 )
x2
xO
f ( x)dx 
3
Reaktor 1.

0.4 x  1 1 1 
V1  FAO   FAO  4  
0 3   rA ( 0 )  rA ( 0.2 )  rA ( 0.4 ) 
 0.2 
 (0.867) 189  4(200)  250
 3 
 71.6 dm 3

x  1 1 1 
V2  FAO  4  
3   rA ( 0.4 )  rA ( 0.6 )  rA ( 0.8) 
 0.2 
 (0.867) 250  4(400)  800
 3 
 153 dm 3

V  V1  V2  225 dm3
Perbandingan Ukuran Reaktor Serie dengan Konfigurasi yang berbeda
Konfigurasi reaktor yang disusun secara memberikan ukuran total volume reaktor
yang berbeda apabila konfigurasi reaktor tersebut disusun berbeda. Misalnya pada
Konfigurasi A, reaktor disusun secara serie : PFR dan CSTR , sedangkan pada
Konfigurasi B reator serie disusun : CSTR dan PFR.

Contoh:
Hitunglah volume masing-masing reactor Skim A dan B. Konversi intermediate = 50
% dan konversi akhir = 80%.
mol
FAO  0.867
det

Konfigurasi A:
Plug –Flow :
dx
FAO    rA
dV

0.5 dx x  1 4 1 
V1  FAO   FAO    
0  rA 3   rA ( 0 )  rA ( 0.25)  rA ( 0.5) 
 0.25 
 (0.867) 189  4 x 211  303
 3 
 96.5 dm 3
CSTR
x 2  x1
V2  FAO  0.867(0.8  0.5)(800)
 rA2
 208 dm 3
V  V1  V2  305 dm 3

Konfigurasi B

CSTR :
x1
V1  FAO  (0.867)(0.5)(303)  131.4 dm 3
 rA1
PFR :
0.8 dx
V2  FAO   0.867(151)
0 .5  rA
 130.9 dm 3
V Total  262 dm 3

Skema B memberikan total volume lebih kecil

SPACE TIME :
Space time adalah waktu yang dibutuhkan untuk memproses volume fluida dalam
reaktor berdasarkan kondisi masuk.
V
 (22)
vO

Dimana :
  space time
V = volume reaktor
vO = Laju alir volumetrik

 menunjukkan waktu yang dibutuhkan fluida untuk memenuhi volume


reaktor.
 = space time = holding time = mean residence time = waktu tinggal

x dx
V  FAO 
o  rA

V F x dx

vO
 AO
vO o  rA
x dx
  C AO  (23)
o  rA

SPACE VELOCITY (SV) :

v0 1
SV =  (24)
V 

LHSV = Liquid hourly space velocity


vO diukur sebagai vO cairan (liquid) pada 600F atau 750F

GHSV = Gas hourly space velocity


vO diukur pada STP (Standard Temperature Pressure)
Special case : v = vo
FAO  vO C AO (25)
FAO  FA
X  (26)
FAO

FAO  FA C v  CA v
X   AO O
FAO C AO vO
C AO vO  C A vO C  CA
X   AO
C AO vO C AO
 C  CA  1
dX  d  AO    dC A
 C AO  C AO
x dx
V  FA0 
o r
A
CA 1 dC A
V  FAO 
C AO C
AO rA

V  FAO / C AO 
CA dC A
C AO rA
CA0 dC A
V  vO  (27)
CA  rA

V C A 0 dC
  A
(28)
vO C A  rA
Problem Set
1. Reaksi dekomposisi gas Isotermal A 3B. Reaktor dioperasikan pada 300 0F (1490C),
dan tekanan 10 atau (1013 kPA). Umpan awal berupa ekimolar campuran A dan inert.
Jika konversi intermediate 30 % dan konversi overall 80 % dan laju alir molar 52
mol/menit, berapa volume total reaktor untuk konfigurasi berikut:
a. CSTR – CSTR
b. PFR - PFR
c. PFR – CSTR
d. CSTR – PFR

2) Space time 5 jam dibutuhkan untuk mencapai 80 % dalam CSTR. Tentukan volume
reaktor untuk memproses 2 ft 3/menit.
Berapa space velocity system.

3) Tunjukkan untuk CSTR yang disusun secara series, volume reaktor ke n :


xn  xn1
Vn  FAO
 rA n
Xn-1 : konversi keluar reaktor n-1
Xn : konversi keluar reaktor n

Apa jenis reaktor apabila apabila volume setiap reaktor manjadi, V i , 0


dan jumlah CSTR menjadi besar, n ∞

4) Turunkan persamaan :
x dx
W  FAO 
0  rA
W  berat katalis

5) Reaksi nonelementer fasa gas irreversible A + 2B→C berlangsung secara isothemal pada
reaktor batch tekanan konstan. Komposisi umpan = 40 % A dan 60 % B. temperature
Reaktor 227 0C dan Tekanan 1013 kPa (10 atm). data laboratorium pada kondisi ini :
-rA(mole/dm3.s)x108 0.010 0.005 0.002 0.001
X 0.10 0.2 0.4 0.6

(a) Tentukan volume Plug – flow reactor yang dibutuhkan untuk mencapai konversi 60 % dengan
laju alir volumetric 2 m3/menit
(b) Tentukan volume reaktor CSTR untuk mencapai konversi 60 % dengan laju alir volumetric 2
m3/menit.

6. Reaksi fasa gas irreversibel:


A + B → C
o
berlangsung pada 10 atm dan 227 C. Umpan terdiri dari 41 % A, 41 % B dan 18 % inert
dengan laju umpan 1 liter/det. Data laju reaksi yang diperoleh dari percobaan adalah
sebagai berikut:

- rA 0.2 0.0167 0.00488 0.00286 0.00204


(gmol/liter.menit)
X 0.0 0.1 0.4 0.7 0.9

a. Tentukan Volume PFR untuk memperoleh konversi 70 %


b. Tentukan Volume CSTR yang dibutuhkan untuk memperoleh konversi 70 %.
c. Jelaskan reaktor mana yang lebih ekonomis
d. Buatlah tabel stoikhiometri dengan basis 1 mol A untuk sistem aliran (flow system).
(belum dikerjakan).

7. Jelaskan proses sintesa kimia yang menggunakan reaktor serie, mengapa reaktor serie
digunakan pada proses ini dan apa kelebihan penggunaan reaktor reaktor serie pada
proses ini ?

8. Jelaskan proses penurunan emisi gas buang (SOx atau SO2) dari pembakaran batubara.

Anda mungkin juga menyukai