Pada bab ini dibahas mengenai persamaan desain raktor untuk sistem Batch dan sistem
aliran untuk reaktor CSTR dan Plug Flow Reactor (PFR). Persamaan desain diaplikasikan
untuk menentukan ukuran reaktor tunggal dan reaktor yang disusun secara serie.
a A + b B c C + d D (1)
Konversi A dinyatakan sebagai mole A yang bereaksi dibagi dengan mole A yang
diumpankan kedalam reaktor.
mole A yang beraksi
XA
mole A yang diumpankan
Persamaan Desain
Persamaan desain digunakan untuk menentukan ukuran (dimensi) suatu reaktor.
Volume reaktor CSTR dan PFR ditentukan menggunakan persamaan desain reaktor. Pada
reaktor Batch, waktu reaksi ditentukan terlebih dahulu baru menentukan volume reaktor.
Sistem reaktor digunakan untuk menurunkan persamaan desain. Sistem reaktor yang dikenal
adalah Sistem Batch dan Sistem Aliran.
Jika campuran reaksi tercampur sempurna oleh pengadukan didalam reaktor batch, laju
reaksi sama didalam volume reaktor:
dN A
rA V (4)
dt
Pers (4) dapat digunakan untuk volume reaktor konstan atau bervariasi. Dari Persamaa
(3):
N A N A0 N A0 x
dN A dx dx
0 N Ao N AO (5)
dt dt dt
Substitusi Persamaan (5) ke Persamaan (4) diperoleh persamaan desain untuk sistem
batch.
dx
N A0 rA V
dt
dx
N AO rA V (6)
dt
Waktu reaksi, t, reaksi ditentukan dengan persamaan (9). Perhitungan variabel dalam integral
dapat dilakukan secara numerik (Trapezoidal rule atau Simpson 1/3 Rule).
FA FA0 (1 x) (11)
CSTR (Continuous Stirred Tank Reactor) atau Backmix Reactor
Reaksi 1 mole A:
b c d
A B C D
a a a
Neraca mol untuk CSTR:
FA0 FA rAV (12)
FA0 x
V
rA exit (13)
Pada reaktor, CSTR konversi dan laju reaksi didalam reaktor sama dengan konversi
dan laju reaksi yang keluar reaktor.
dx
FAO rA (16)
dV
x dx V
FA0 dV
o rA o
dx
V FA0
x
(17)
o rA
Laju reaksi merupakan fungsi konsentrasi dan konsentrasi merupakan fungsi konversi
sehingga laju reaksi merupakan fungsi konversi. Integran pada persamaan (17) dapat
dihitung secara numerik. Kurva (-1/rA) versus konversi ditampilkan pada Gambar
berikut:
Contoh : Penentuan Volume CSTR dan PFR pada x = 0.8 dan molar rate = 20 mol/det.
CSTR :
FA0 x
V
rA
V 1 1
( x) (0.8)
FAO rA rA
1
(27.5) pada x 0.8
rA
V
(27.5)(0.8) 22 dm 3 . det/ mole
FAO
FAO 20mol / det
mol dm 3 . det
V 20 .22 440 liter
det mol
PFR :
dx
FA0 rA
dV
x dx
V FA0
o r
A
0 .8 dx
V 20 (20)(10)
o rA
V 200 dm 3 200 liter
CSTR:
V 1 dm 3 . det
( x) (16)(0,6) 9,6
FAO rA mol
5mol dm 3 . det
V ( )(9,6 ) 48 dm 3
det mol
PFR:
dx
FAO rA
dV
0 , 6 dx
V FAO
o r
A
5mol dm 3 . det
V ( )(5,1 )
det mol
V 25,5 dm 3
Reaktor Serie
Pada reaktor serie, aliran yang keluar dari reaktor pertama menjadi umpan pada reaktor
kedua dan aliran keluar dari reaktor kedua menjadi umpan pada reaktor ketiga. Aliran
umpan yang masuk reaktor pertama dengan laju molar F A0 dengan konversi, x = 0. Molar
rate yang keluar dari reaktor pertama, FA1 dengan konversi x1 dst. Konversi adalah
jumlah mol total A yang telah bereaksi pada titik tertentu per mol umpan A pada reaktor
pertama. Misalnya: x1 menunjukkan jumlah mol total A yang telah bereaksi pada reaktor
pertama per mol umpan A pada reaktor pertama dan x2 menunjukkan jumlah mol total A
yang telah bereaksi pada reaktor kedua per mol umpan A pada reaktor pertama.
FAO FA2
x2 = (19)
FAO
CSTR
Neraca mol pada CSTR:
In – out + generation = 0
FA1 FA2 rA2 V2 0
FA1 FA2 (20)
V2
rA2
Substitusi Persamaan (18) ke Persamaan (20)
FAO FAO x1 ( FAO FAO x2 )
V2
rA2
FA0 ( x2 x1 )
V2 (21)
rA 2
Contoh:
Campuran gas terdiri dari 50 % A dan 50 % inert pada 10 atm (1013 kPa) dan 300 oF
(422.2 K). Campuran gas memasuki reaktor dan terjadi reaksi:
A↔3B
Data laju reaksi:
X 0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.85
-rA 0.0053 0.0052 0.0050 0.0045 0.0040 0.0033 0.0025 0.0018 0.00125 0.0010
(mol/dm3.det)
Laju aliran umpan = 60 dm3/det. R = 0.082 dm3.atm/mol.K. Jika reaktor yang digunakan
adalah reaktor CSTR yang disusun secara serie untuk mendapatkan konversi 40 % dari
reaktor pertama dan konversi overall 80 %, berapa volume reaktor total?
Penyelesaian:
Persamaan Gas Ideal:
PA0 y P
C A0 A0 0
RT0 RT0
Dimana:
PA0 = tekanan parsil A awal
P0 = tekanan total awal
yA0 = mol fraksi A awal
T0 = temperatur awal
(0.5)(10) atm
C A0 0.144 mol / dm 3 0.144 mol / liter
(0.082 dm .atm / mol.K )( 422.2 K )
3
0.144 mol / dm 3
FA0 x
V (0.867)(800)(0.8) 555 dm 3
rA
Penggunaan dua reaktor CSTR yang disusun secara serie menghasilkan total volume
yang lebih kecil bila dibandingkan dengan menggunakan satu buah reaktor CSTR
untuk memperoleh konversi yang sama. Hal ini dikarenakan area (1/-rA . x) lebih
besar untuk satu reaktor CSTR jika dibandingkan dengan area (1/-rA . x) untuk dua
reaktor CSTR yang disusun secara serie.
x2 dx x1 dx x2 dx
o rA
o rA
x1r
A
Contoh :
Hitung Volume Reactor V1 dan V2 jika konversi 80 %. Laju alir umpan = 0.867
mol/det.
Penyelesaian :
1
Gambar Vs x
Ar
Luas area dibawah kurva dapat diapproksimasi secara numerik menggunakan Simpons’ 1/3 Rule:
x
f ( xo ) 4 f ( x1 ) f ( x2 )
x2
xO
f ( x)dx
3
Reaktor 1.
0.4 x 1 1 1
V1 FAO FAO 4
0 3 rA ( 0 ) rA ( 0.2 ) rA ( 0.4 )
0.2
(0.867) 189 4(200) 250
3
71.6 dm 3
x 1 1 1
V2 FAO 4
3 rA ( 0.4 ) rA ( 0.6 ) rA ( 0.8)
0.2
(0.867) 250 4(400) 800
3
153 dm 3
V V1 V2 225 dm3
Perbandingan Ukuran Reaktor Serie dengan Konfigurasi yang berbeda
Konfigurasi reaktor yang disusun secara memberikan ukuran total volume reaktor
yang berbeda apabila konfigurasi reaktor tersebut disusun berbeda. Misalnya pada
Konfigurasi A, reaktor disusun secara serie : PFR dan CSTR , sedangkan pada
Konfigurasi B reator serie disusun : CSTR dan PFR.
Contoh:
Hitunglah volume masing-masing reactor Skim A dan B. Konversi intermediate = 50
% dan konversi akhir = 80%.
mol
FAO 0.867
det
Konfigurasi A:
Plug –Flow :
dx
FAO rA
dV
0.5 dx x 1 4 1
V1 FAO FAO
0 rA 3 rA ( 0 ) rA ( 0.25) rA ( 0.5)
0.25
(0.867) 189 4 x 211 303
3
96.5 dm 3
CSTR
x 2 x1
V2 FAO 0.867(0.8 0.5)(800)
rA2
208 dm 3
V V1 V2 305 dm 3
Konfigurasi B
CSTR :
x1
V1 FAO (0.867)(0.5)(303) 131.4 dm 3
rA1
PFR :
0.8 dx
V2 FAO 0.867(151)
0 .5 rA
130.9 dm 3
V Total 262 dm 3
SPACE TIME :
Space time adalah waktu yang dibutuhkan untuk memproses volume fluida dalam
reaktor berdasarkan kondisi masuk.
V
(22)
vO
Dimana :
space time
V = volume reaktor
vO = Laju alir volumetrik
x dx
V FAO
o rA
V F x dx
vO
AO
vO o rA
x dx
C AO (23)
o rA
v0 1
SV = (24)
V
FAO FA C v CA v
X AO O
FAO C AO vO
C AO vO C A vO C CA
X AO
C AO vO C AO
C CA 1
dX d AO dC A
C AO C AO
x dx
V FA0
o r
A
CA 1 dC A
V FAO
C AO C
AO rA
V FAO / C AO
CA dC A
C AO rA
CA0 dC A
V vO (27)
CA rA
V C A 0 dC
A
(28)
vO C A rA
Problem Set
1. Reaksi dekomposisi gas Isotermal A 3B. Reaktor dioperasikan pada 300 0F (1490C),
dan tekanan 10 atau (1013 kPA). Umpan awal berupa ekimolar campuran A dan inert.
Jika konversi intermediate 30 % dan konversi overall 80 % dan laju alir molar 52
mol/menit, berapa volume total reaktor untuk konfigurasi berikut:
a. CSTR – CSTR
b. PFR - PFR
c. PFR – CSTR
d. CSTR – PFR
2) Space time 5 jam dibutuhkan untuk mencapai 80 % dalam CSTR. Tentukan volume
reaktor untuk memproses 2 ft 3/menit.
Berapa space velocity system.
4) Turunkan persamaan :
x dx
W FAO
0 rA
W berat katalis
5) Reaksi nonelementer fasa gas irreversible A + 2B→C berlangsung secara isothemal pada
reaktor batch tekanan konstan. Komposisi umpan = 40 % A dan 60 % B. temperature
Reaktor 227 0C dan Tekanan 1013 kPa (10 atm). data laboratorium pada kondisi ini :
-rA(mole/dm3.s)x108 0.010 0.005 0.002 0.001
X 0.10 0.2 0.4 0.6
(a) Tentukan volume Plug – flow reactor yang dibutuhkan untuk mencapai konversi 60 % dengan
laju alir volumetric 2 m3/menit
(b) Tentukan volume reaktor CSTR untuk mencapai konversi 60 % dengan laju alir volumetric 2
m3/menit.
7. Jelaskan proses sintesa kimia yang menggunakan reaktor serie, mengapa reaktor serie
digunakan pada proses ini dan apa kelebihan penggunaan reaktor reaktor serie pada
proses ini ?
8. Jelaskan proses penurunan emisi gas buang (SOx atau SO2) dari pembakaran batubara.