PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Berdasarkan Rumusan Masalah di atas maka tujuan yang ingin kami capai,yaitu :
1.3.1 Mengetahui gambaran penyakit malaria di Indonesia.
1.3.2 Mengetahui Terapi dan pengobatan penderita malaria di Indonesia.
1.3.3 Mengetahui analisis masalah kesehatan penyakit malaria pada tingkatan primary
prevention.
BAB II
PEMBAHASAN
Kelas : Sporozoa
Ordo : Eucoccidiidae
Sub ordo : Haemosporidiidae
Famili : Plasmodiidae
Genus : Plasmodium
Plasmodium vivax
Plasmodium malariae
Plasmodium ovale
a. Parasit malaria
Penyakit malaria disebabkan oleh parasit malaria yang dibawah oleh
nyamuk Anopheles. Ada empat plasmodium penyebab malaria pada manusia yaitu
Plasmodium Vivax menyebabkan malaria tertian, Plasmodium Falciparum
menyebabkan malaria tropika, Plasmodiun malariae menyebabkan malaria
quartana, dan Plasmodium ovale menyebabkan malaria ovale.
b. Nyamuk Anopheles
Penyakit malaria pada manusia hanya dapat ditularkan oleh nyamuk
Anopheles betina. Nyamuk Anopheles hidup didaerah iklim tropis dan subtropis
tetapi juga dapat hidup di daerah beriklim sedang. Tempat perindukkannya bevariasi
dan dapat dibagi menjadi tiga kawasan yaitu pantai, pedalaman dan kaki gunung.
d. Lingkungan
Keadaan lingkungan berpengaruh besar terhadap ada tidak malaria disuatu
daerah. Adanya genangan air hujan, persawahan, tambak ikan, pembukaan hutan,
dan pertambangan disuatu daerah akan meningkatkan timbulnya penyakit malaria
karena tempat-tampat tersebut merupakan tempat perindukan nyamuk malaria
(Prabowo, 2010).
a. Stadium dingin
Stadium tersebut mulai dengan menggigil dan perasaan yang sangat dingin.
Penderita biasanya menutupi tubuhnya dengan segala macam pakain dan selimut yang
tersedia. Nadi cepat tetapi lemah, bibir dan jari-jari pucat atau sianosis, kulit kering
dan pucat, penderita mungkin muntah dan pada anak-anak sering terjadi kejang.
Stadium tersebut berlangsung antara 15 menit sampai 1 jam.
b. Stadium demam
Stadium tersebut penderita merasa kepanasan, muka merah, kulit kering dan
terasa sangat panas seperti terbakar, sakit kepala, mual serta muntah. Nadi menjadi
kuat, sangat haus dan suhu badan dapat meningkat sampai 41°C. Stadium tersebut
berlangsung antara 2-12 jam, demam disebabkan karena pecahnya skizon darah yang
telah matang dan masuknya merozoit darah ke dalam aliran darah.
c. Stadium berkeringat
Stadium tersebut penderita berkeringat banyak sekali, sehingga tempat
tidurnya basah, kemudian suhu badan menurun dengan cepat, kadang sampai dibawah
normal. Penderita dapat tidur dengan nyenyak, badan terasa lemas setalah bangun.
Stadium ini berlangsung 2-4 jam. Gejala tersebut tidak selalu ditemukan pada setiap
penderita, dan ini tergantung pada spesies parasit, umur dan tingkat imunitas
penderita (Sucipto, 2015).
Di dalam tubuh manusia dan nyamuk dan Anopheles berlangsung daur hidup
plasmodium. Manusia merupakan hospes perantara tempat berlangsungnya daur
hidup aseksual sedangkan di dalam tubuh nyamuk berlangsung daur hidup seksual
(Soedarto, 2011).
Daur hidup aseksual terdiri dari empat tahapan, yaitu tahap skizogoni preeritrositik,
tahap skizogoni eksoeritrositik, tahap skizogoni eritrositik dan tahap gametogoni. Di
dalam sel-sel hati berlangsung tahap skizogoni preeritrositik dan skizogoni
eksoeritrositik berlangsung di dalam sel-sel hati, sedangkan di dalam sel-sel eritrosit
berlangsung tahap skizogoni eritrositik dan tahap gametogoni (Soedarto, 2011).
a. Fase aseksual
1. Tahap Skizogoni preeritrositik
Sporozoit plasmodium yang masuk bersama gigitan nyamuk Anopheles mula-
mula kan memasuki jaringan sel-sel parenkim hati dan berkembang biak di sana. Pada
Plasmodium vivax tahap skizogoni preeritrositik berlangsung selama 8 hari, pada
Plasmodium falciparum berlangsung selama 6 hari, dan pada Plasmodium ovale tahap
ini berlangsung selam 9 hari. Lamanya tahap skizogoni preeritrositik pada
Plasmodium malariae sukar ditentukan. Di dalam jaringan hati siklus preeritrositik
pada Plasmodium falciparum hanya berlangsung satu kali, sedangkan pada spesies
lainnya siklus ini dapat berlangsung berulang kali.
2. Tahap Skizogoni eksoeritrositik
Local liver cycle disebut skizogoni eksoeritrositik yang merupakan sumber
pembentukan stadium aseksual parasit yang menjadi penyebab terjadinya
kekambuhan pada malaria vivax, malaria ovale dan malaria malariae.
3. Tahap Skizogoni eritrositik
Siklus ini terjadi di dalam sel darah merah ini berlangsung selama 48 jam
pada Plasmodium vivax, Plasmodium falciparum, dan Plasmodium ovale sedangkan
pada Plasmodium malariae berlangsung setiap 72 jam. Pada tahap skizogoni
eritrositik ini akan terjadi bentuk-bentuk trofozoit, skizon dan merozoit yang mulai
dijumpai 12 hari sesudah terinfeksi Plasmodium vivax, dan 9 hari sesudah terinfeksi
Plasmodium falciparum. Meningkatnya jumlah parasit malaria karena multiplikasi
pada tahap skizogoni eritrositik mengakibatkan pecahnya sel retrosit yang
menyababkan terjadinya demam yang khas pada gejala klinis malaria.
4. Tahap gametogoni.
Sebagian dari merozoit yang terbentuk sesudah tahap skizogoni eritrositik
berlangsung beberapa kali, akan berkembang menjadi bentuk gametosit. Pembentukan
gametosit terjadi di dalam eritrosit yang terdapat di dalam kapiler-kapiler limpa dan
sumsum tulang. Tahap gametogoni ini berlangsung selama 96 jam dan hanya
gametosit yang sudah matang dapat ditemukan di dalam darah tepi. Gametosit tidak
keberadaan antibodi anti parasit Plasmodium sp. yang berdasarkan deteksi enzyme-
linked immunosorbent assays (ELISA) melalui pemeriksaan polymerase chain
reaction (PCR) juga pemeriksaan keberadaan DNA parasitnya. Bahkan sekarang ini
sudah bisa dilakukan pemeriksaan secara cepat menggunakan rapid diagnostic test
(RDT) untuk mendeteksi keberadaan antibodi anti parasit Plasmodium sp. yang bisa
dilakukan secara cepat. Daribeberapa jenis pemeriksaan laboratorium, yang dianggap
paling baik sehingga dijadikan sebagai goal standard pemeriksaan laboratorium
malaria adalah pemeriksaan secara mikroskopis. Karena pemeriksaan berdasarkan
mikroskopis mempunyai kelebihan yaitu bisa menentukan dengan tepat spesies serta
stadium parasit Plasmodium sp. termasuk kepadatannya. Beberapa pemeriksaan
untuk mendiagnosa malaria sebagai berikut :
a. Mikroskopis
Pemeriksaan mikroskopis dengan darah tebal dan tipis merupakan
pemeriksaan yang terpenting. Interpretasi pemeriksaan mikroskopis yang terbaik
adalah berdasarkan hitung kepadatan parasit dan identifikasi parasit yang tepat.
Pemeriksaan mikroskopis satu kali yang memberi hasil negatif tidak menyingkirkan
diagnosa demam malaria dan untuk itu diperlukan pemeriksaan serial dengan interval
pemeriksaan diantara satu hari. Dalam hal ini waktu pengambilan sampel darah
sebaiknya pada akhir periode demam memasuki periode berkeringat (Sucipto, 2015).
Periode ini tropozoit dalam sirkulasi mencapai jumlah maksimal dan cukup
bagus sehingga memudahkan identifikasi spesies parasit. Pemeriksaan mikroskopis
dapat dilakukan dengan menggunakan sediaan darah tebal dan tipis. Pemeriksaan
mikroskopis merupakan standart baku dan apabila dilakukan dengan cara yang benar
mempunyai nilai sensitivitas dan spesifisitas hampir 100% (Sucipto, 2015).
e. Hemozoin
Deteksi pigmen malaria, yaitu hemozoin merupakan salah satu cara otomatis
yang dikembangkan dengan menggunakan alat FBC ( Full Blood Count) analyzer
dengan nama CellDyn 3500 atau CellDyn 4000.alat ini sebenarnya digunakan untuk
melakukan analisis hematologi secara rutin seperti melakukan hitung jenis leukosit,
eritrosit, dan hitung trombosit. Prinsip kerja sama dengan flow cytometry, yaitu
dengan mengukur jumlah sinar laser yang dipantulkan suatusel dari berbagai sudut.
Pantulan sinar depolarisasi pada 90˚ memungkinkan identifikasi dan hitung eosinofil
karena sel ini dapat mendepolarisasikan sinar melalui granula dalam sitoplasmanya.
Leukosit penderita malaria mempunyai kemampuan untuk melakukan fagositosis
pigmen hemozoin yang dihasilkan parasit dengan memetabolisme heme dari
hemoglobin. Pigmen ini dapat ditemukan pada berbagai spesies plasmodium dan
berbagai stadium (Harijanto, 2009).
2.2.6 Patofisiologi Malaria
Menurut Pendapat ahli malaria adalah multifaktorial dan berhubungan dengan hal-hal
sebagai berikut :
a. penghancuran eritrosit Fagositosis yang mengandung eritrosit yang mengandung
parasit dan yang tidak mengandung parasit, sehingga terjadi anemia dan hipoksemia
jaringan hingga menyebabkan gagal ginjal. (Pribadi, 2000).
b. Mediator Endotoksin –Makrofag : Pada saat Skizogoni,eritrosit mengandung parasit
memicu makrofag yang sesitive endoktosin untuk melepaskan sebagai mediator. Dapat
menimbulkan demam, hipolgekemia dan sindrom penyakit prnapasan pada orang
dewasa. (Pribadi, 2000).
c. Suenstrasi Eritrosit yang terluka : Eritrosit yang terinfeksi oleh Plasmodium dapat
membentuk tonjolan-tonjolan (Konbs) pada permukaan nya. Tonjolan nya
mengandung antigen dn bereaksi dengan antobodi malaria dan berhubungan dnegan
afinitas eritrosit yang mengandung parasit terhadap endhothelium kapiler alat dalam,
sehingga skizogoni berlangsung di sirkulasi alat dalam. Eritrosit yang terinfeksi
membentuk gumpalan dan menimbulkan anoksia dan edema jaringan. (Pribadi, 2000).
Sporozoit pada fase eksoetritrosit bermutiplikasi dalam sel hepar tanpa menyebabkan
raeaksi inflamasi, kemudian merozoit menghasilkan infeksi eritrosit gyang
menghasilkan proses patolologi penyakit malaria. (Harijanto, 2006).
Obat tertua untuk mengobati demam malaria adalah kulit pohon kina (Cinchona rubra).
Baru pada tahun 1932 ditemukan obat yang sama khasiatnya, yaitu mepakrin yang terutama
digunakan selama perang dunia ke dua sewaktu tentara sekutu tidak menerima kinin dari
Indonesia. Pada tahun 1944 ditemukan kloroquin yang lebih ringan efek samping dan lebih
cepat efek kuratifnya menggantikan mepatrin yang agak toksik. Pada tahun 1946 diintroduksi
proguanil yang tidak hanya efektif terhadap bentuk darah (tropozoit) tapi juga terhadap bentuk
hati. Dengan demikian proguanil dan primaquin sangat ambuh sebagai obat pencegah malaria.
Kemudian dipasarkan pula derivate kloroquinon, amodiaquin (1950), pirimetamin (1952),
meflouin (1981), dan halofantrin (1985).
2.3 Analisis Masalah Kesehatan Penyakit Malaria Pada Tingkatan Primary Prevention
Pencegahan ditujukan untuk orang yang tinggal di daerah endemis maupun yang ingin
pergi ke daerah endemis :
1. Pengendalian vektor
Bisa menggunakan larvasida untuk memberantas jentik-jentik.
Semprot insektisida untuk membasmi nyamuk dewasa.
Penggunaan pembunuh serangga yang mengandung DEET (10-35%) atau picaridin 7%.
2. Proteksi personal/Personal Protection
Adalah suatu tindakan yang dapat melindungi orang terhadap infeksi, seperti :
Menghindari gigitan nyamuk pada waktu puncak nyamuk mengisap (petang dan matahari
terbenam).
Penggunaan jala bed (kelambu) yang direndam insektisida sebelumnya, kawat nyamuk,
penolak serangga.
Memakai baju yang cocok dan tertutup.
Penggunaan obat-obat profilaksis jika ingin bepergian ke daerah endemis. 22,24
3. Vaksin Malaria
Parasit malaria mempunyai siklus hidup yang komplek, sehingga vaksin berbeda-beda untuk
setiap stadium, seperti :
Stadium aseksual eksoeritrositik
Cara kerjanya menghambat terjadinya gejala klinis maupun transmisi penyakit di daerah
endemis. Contohnya, circumsporozoite protein (CSP), Thrombospondin-related adhesion
protein (TRAP), Liver stage antigen (LSA).
Stadium aseksual eritrositik
Cara kerjanya menghambat terjadinya infeksi parasit terhadap eritrosit, mengeliminasi parasit
dalam eritrosit dan mencegah terjadinya sekuesterasi parasit di kapiler organ dalam sehingga
dapat mencegah terjadinya malaria berat. Contohnya, merozoite surface protein (MSP), ring
infected erythrocyte surface antigen (RESA), apical membrane antigen-1 (AMA-1).
Stadium seksual
Cara kerjanya menghambat atau mengurangi transmisi malaria di suatu daerah. Contohnya, Pfs
28 dan Pfs 25.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan sebelumnya maka dapat kami simpulkan sebagai
berikut :
1. Malaria adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh Protozoa intraseluler
obligat dari genus plasmodium.
2. Malaria dapat disebabkan oleh 4 hal yaitu, parasit malaria, nyamuk
anopheles, manusia yang rentan terhadap infeksi malaria, Lingkungan
3. Gejala Klinik pada penderita malaria dapat dibagi menjadi 3 stadium,
yaitu stadium dingin, stadium demam dan stadium berkeringat
4. Pemeriksaan untuk diagnosis malaria yaitu : Mikroskopis, Rapid
Diagnostic Tes (RDT), Polymearase Chain Reaction (PCR), Mikroskop
Fluoresensi, Hemozoin
5. Obat Anti Malaria dapat dibagi menjadi 2 golongan besar, yaitu obat
schizontisid darah, obat schizontisid hati.
6. Adapun analisis masalah kesehatan penyakit malaria pada tingkatan
primary prevention dapat dilakukan sebagai berikut :
a. Pengendalian vektor
b. Proteksi personal
c. Vaksinasi malaria
DAFTAR PUSTAKA
Andi Muhandir .2012. http://www.voaindonesia.com/content/who-upaya-
pengendalian-malaria/1808301.html Diaskes 9 Juni 2014
Arsin, A. 2012. Analisis Perilaku Masyarakat Terhadap Kejadian Malaria di
Pulau Kapoposang kabupaten Pangkajene Kepulauan; Jurnal Kedokteran dan
Farmasi MEDIKA; Jakarta, 2003
Harjinto, 2002 Malaria Dari Molekuler Ke Klinis. Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Kemenkes RI,. 2009. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas 2010). Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan
WHO, 2011,. Global Malaria Programme. World Malaria Report 2011 Fact Sheet
WHO, 2006,. Global Malaria Programme. World Malaria Report Fact Sheet
Sach dan Malaney, 2002. Studi Habitat Anopheles nigerrimus gilles 1900 dan
Epidiomologi Malaria di Desa Lengkong, Kabupaten Sukabumi. Program
Pascasarjana.
Penulis
TUGAS EPIDEMIOLOGI
MALARIA PRIMARY PREVENTION
OLEH :
NI KADEK AYU ITA ASMARIANI (18C10207)
I GEDE DEVA WIJAYA (18C10209)
NI WAYAN EKA JUNIAWATI (18C10215)
NI NENGAH MULIATI (18C10221)
I GEDE RONNY WAHYUDHI (18C10229)
LUH KADEK WIRANINGSIH (18C10247)