Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut sejarah kata “malaria” berasal dari bahasa italia yang terdiri dari dua suku kata
“mal dan aria” yang berarti udara yang jelek. Hal ini dikarenakan karena orang Italia pada
masa lalu mengira bahwa penyakit ini di sebabkan oleh musim dan udara yang jelek. Penyakit
malaria sudah dikenal sejak 4000 tahun yang lalu. Dalam sejarah peradaban menyebutkan
bahwa penyakit malaria disebabkan oleh protozzoa genus plasmodium kelas Sporozoa dan
suku Haemosporida. (Miller et al,. 1994 dalam Arsin, 2012). Malaria dikenal secara luas di
daerah Yunani pada abad ke-4 SM dan dipercaya sebagai penyebab utama berkurangnya
penduduk kota. Penyakit malaria sudah dikenal sejak tahun 1753, tetapi baru ditemukan parasit
dalam darah oleh Alphonse Laxeran tahun 1880. Untuk mewarnai parasit, pada tahun 1883
Marchiafava menggunakan metilen biru sehingga morfologi parasit ini lebih mudah dipelajari.
Siklus hidup plasmodium di dalam tubuh nyamuk dipelajari oleh Ross dan Binagmi pada tahun
1898 dan kemudian pada tahun 1900 oleh Patrick Manson dapat dibuktikan bahwa nyamuk
adalah vektor penular malaria. Pada tahun 1890 Giovanni Batista Grassi dan Raimondo Feletti
adalah dua peneliti Italia yang pertama kali memberi nama dua parasit penyebab malaria pada
manusia, yaitu Plasmodium vivax dan Plasmodium malariae. Pada tahun 1897 seorang
Amerika bernama William H. Welch memberi nama parasit penyebab malaria tertiana sebagai
Plasmodium falciparum dan pada 1922 John William Watson Stephens menguraikan nama
parasit malaria keempat, yaitu Plasmodium ovale.
Malaria adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh protozoa intraseluler obligat dari
genus plasmodium. Malaria pada manusia dapat disebabkan oleh Plasmodium malariae,
Plasmodium vivax, Plasmodium falciparum, dan Plasmodium ovale. Penyebaran penyakit
malaria ditentukan oleh tiga faktor yang dikenal sebagai host, agent, dan environment (Irianto,
2013).
Penyakit malaria disebabkan oleh parasit malaria (yaitu suatu protozoa darah yang
termasuk genus plasmodium) yang dibawa oleh nyamuk Anopheles. Ada empat spesies
plasmodium penyebab malaria pada manusia yaitu Plasmodium vivax, Plasmodium
falciparum, Plasmodium malariae, Plasmodium ovale. Masing-masing spesies plasmodium
menyebabkan infeksi malaria yang berbeda. Plasmodium vivax menyebabkan malaria
vivax/tertiana, Plasmodium falciparum menyebabkan malaria falciparum/tropika, Plasmodium
malariae menyebabkan malaria malariae/quartana, dan Plasmodium ovale menyebabkan
malaria ovale (Sucipto., 2015).
Malaria merupakan masalah kesehatan masyarakat yang dapat mempengaruhi angka
kematian bayi, anak balita, ibu hamil serta dapat menurunkan produktivitas kerja. 300-500 juta
penduduk dunia menderita malaria setiap tahunnya, 23 juta diantaranya tinggal di daerah
endemis tinggi di benua afrika. Sebanyak 1,5-2,7 juta jiwa meninggal setiap tahunnya terutama
terjadi pada anak-anak dan ibu hamil.1
Malaria merupakan salah satu penyakit yang menjadi ancaman masyarakat di daerah tropis
dan sub tropis terutama pada bayi, anak balita dan ibu melahirkan. Diseluruh dunia setiap tahun
ditemukan 500 juta kasus malaria yang mengakibatkan 1 juta orang meninggal dunia.
Di Indonesia dinyatakan oleh Direktur Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang
Kementerian Kesehatan, Andi Muhandir (2012) menyatakan prevalensi penyakit malaria di
Indonesia masih tinggi, mencapai 417.819 kasus positif pada tahun 2012. Penyakit malaria
pernah menjadi KLB di daerah Kupang pada tahun 2000 yang menyerang 1.730 orang sabu
dan 556 orang semau serta merenggut nyawa 8 bocah. (Pos Kupang, 2000).
Berdasarkan latar belakang diatas dan masih tingginya angka prevalensi malaria di
Indonesia,maka kami tertarik untuk mengetahui dan membahas lebih jauh tentang gambaran
penyakit malaria di Indonesia,terapi dan pengobatan untuk penderita malaria,serta analisis
kesehatan penyakit malaria pada tingkatan primary prevention.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat kami buat rumusan masalah
sebagai berikut :
1.2.1 Bagaimanakah gambaran penyakit malaria di Indonesia?
1.2.2 Bagaimanakah Terapi dan Pengobatan Penderita Malaria?
1.2.3 Bagaimanakah analisis masalah kesehatan penyakit malaria pada tingkatan primary
prevention?

1.3 Tujuan
Berdasarkan Rumusan Masalah di atas maka tujuan yang ingin kami capai,yaitu :
1.3.1 Mengetahui gambaran penyakit malaria di Indonesia.
1.3.2 Mengetahui Terapi dan pengobatan penderita malaria di Indonesia.
1.3.3 Mengetahui analisis masalah kesehatan penyakit malaria pada tingkatan primary
prevention.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Definisi, Etiologi dan Patofisiologi Malaria


Malaria adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh protozoa intraseluler obligat dari
genus plasmodium. Malaria pada manusia dapat disebabkan oleh Plasmodium malariae,
Plasmodium vivax, Plasmodium falciparum, dan Plasmodium ovale. Penyebaran penyakit
malaria ditentukan oleh tiga faktor yang dikenal sebagai host, agent, dan environment
(Irianto, 2013).
Penyakit malaria disebabkan oleh parasit malaria (yaitu suatu protozoa darah yang
termasuk genus plasmodium) yang dibawa oleh nyamuk Anopheles. Ada empat spesies
plasmodium penyebab malaria pada manusia yaitu Plasmodium vivax, Plasmodium
falciparum, Plasmodium malariae, Plasmodium ovale. Masing-masing spesies plasmodium
menyebabkan infeksi malaria yang berbeda. Plasmodium vivax menyebabkan malaria
vivax/tertiana, Plasmodium falciparum menyebabkan malaria falciparum/tropika,
Plasmodium malariae menyebabkan malaria malariae/quartana, dan Plasmodium ovale
menyebabkan malaria ovale (Sucipto., 2015).

2.2.1 Klasifikasi Plasmodium


Subordo haemosporina terdiri dari tiga famili, yaitu Plamodiidae, Haemoproteidae
dan Leucocytozoonidae. Macrogametocyt dan microgametocyst berkembang secara terpisah.
Bentuk zygot adalah motil disebut ookinet, sedangkan sporozoit berada dalam dinding spora.
Protozoa ini adalah heteroxegenous, dimana merozoit diproduksi di dalam hospes vetebrata
dan sporozoit berkembang dalam hospes invertebrata, dan merupakan suatu protozoa darah
yang klasifikasinya :
Filum : Apicomplexa

Kelas : Sporozoa

Sub kelas : Cocidiidae

Ordo : Eucoccidiidae
Sub ordo : Haemosporidiidae

Famili : Plasmodiidae

Genus : Plasmodium

Spesies : Plasmodium falciparum

Plasmodium vivax

Plasmodium malariae

Plasmodium ovale

2.2.2 Penyebab Malaria

a. Parasit malaria
Penyakit malaria disebabkan oleh parasit malaria yang dibawah oleh
nyamuk Anopheles. Ada empat plasmodium penyebab malaria pada manusia yaitu
Plasmodium Vivax menyebabkan malaria tertian, Plasmodium Falciparum
menyebabkan malaria tropika, Plasmodiun malariae menyebabkan malaria
quartana, dan Plasmodium ovale menyebabkan malaria ovale.

b. Nyamuk Anopheles
Penyakit malaria pada manusia hanya dapat ditularkan oleh nyamuk
Anopheles betina. Nyamuk Anopheles hidup didaerah iklim tropis dan subtropis
tetapi juga dapat hidup di daerah beriklim sedang. Tempat perindukkannya bevariasi
dan dapat dibagi menjadi tiga kawasan yaitu pantai, pedalaman dan kaki gunung.

c. Manusia yang rentan terhadap infeksi manusia


Secara alami penduduk disuatu daerah endemis malaria ada yang mudah dan
ada yang sukar terinfeksi malaria. Perpindahan penduduk dari daerah endemis
malaria hingga kini masih menimbulkan masalah. Hal ini terjadi karena pekerja yang
datang dari daerah lain belum mempunyai kekebalan sehingga rentan terinfeksi.

d. Lingkungan
Keadaan lingkungan berpengaruh besar terhadap ada tidak malaria disuatu
daerah. Adanya genangan air hujan, persawahan, tambak ikan, pembukaan hutan,
dan pertambangan disuatu daerah akan meningkatkan timbulnya penyakit malaria
karena tempat-tampat tersebut merupakan tempat perindukan nyamuk malaria
(Prabowo, 2010).

2.2.3 Gejala Klinik


Biasanya sebelum timbul demam, penderita malaria akan mengeluh lesu,
sakit kepala, nyeri pada tulang dan otot, kurang napsu makan, rasa tidak enak pada
perut, diare ringan dan kadang-kadang merasa dingin dipunggung. Umumnya
keluhan seperti ini timbul pada malaria yang disebabkan oleh Plasmodium vivax dan
Plasmodium ovale sedangkan pada malaria yang disebabkan oleh Plasmodium
falciparum dan Plasmodium malariae, keluhan-keluhan tersebut tidak jelas. Serangan
demam yang khas pada malaria terdiri dari tiga stadium, yaitu :

a. Stadium dingin
Stadium tersebut mulai dengan menggigil dan perasaan yang sangat dingin.
Penderita biasanya menutupi tubuhnya dengan segala macam pakain dan selimut yang
tersedia. Nadi cepat tetapi lemah, bibir dan jari-jari pucat atau sianosis, kulit kering
dan pucat, penderita mungkin muntah dan pada anak-anak sering terjadi kejang.
Stadium tersebut berlangsung antara 15 menit sampai 1 jam.
b. Stadium demam
Stadium tersebut penderita merasa kepanasan, muka merah, kulit kering dan
terasa sangat panas seperti terbakar, sakit kepala, mual serta muntah. Nadi menjadi
kuat, sangat haus dan suhu badan dapat meningkat sampai 41°C. Stadium tersebut
berlangsung antara 2-12 jam, demam disebabkan karena pecahnya skizon darah yang
telah matang dan masuknya merozoit darah ke dalam aliran darah.
c. Stadium berkeringat
Stadium tersebut penderita berkeringat banyak sekali, sehingga tempat
tidurnya basah, kemudian suhu badan menurun dengan cepat, kadang sampai dibawah
normal. Penderita dapat tidur dengan nyenyak, badan terasa lemas setalah bangun.
Stadium ini berlangsung 2-4 jam. Gejala tersebut tidak selalu ditemukan pada setiap
penderita, dan ini tergantung pada spesies parasit, umur dan tingkat imunitas
penderita (Sucipto, 2015).

2.2.4 Siklus Hidup

Di dalam tubuh manusia dan nyamuk dan Anopheles berlangsung daur hidup
plasmodium. Manusia merupakan hospes perantara tempat berlangsungnya daur

hidup aseksual sedangkan di dalam tubuh nyamuk berlangsung daur hidup seksual
(Soedarto, 2011).
Daur hidup aseksual terdiri dari empat tahapan, yaitu tahap skizogoni preeritrositik,
tahap skizogoni eksoeritrositik, tahap skizogoni eritrositik dan tahap gametogoni. Di
dalam sel-sel hati berlangsung tahap skizogoni preeritrositik dan skizogoni
eksoeritrositik berlangsung di dalam sel-sel hati, sedangkan di dalam sel-sel eritrosit
berlangsung tahap skizogoni eritrositik dan tahap gametogoni (Soedarto, 2011).

a. Fase aseksual
1. Tahap Skizogoni preeritrositik
Sporozoit plasmodium yang masuk bersama gigitan nyamuk Anopheles mula-
mula kan memasuki jaringan sel-sel parenkim hati dan berkembang biak di sana. Pada
Plasmodium vivax tahap skizogoni preeritrositik berlangsung selama 8 hari, pada
Plasmodium falciparum berlangsung selama 6 hari, dan pada Plasmodium ovale tahap
ini berlangsung selam 9 hari. Lamanya tahap skizogoni preeritrositik pada
Plasmodium malariae sukar ditentukan. Di dalam jaringan hati siklus preeritrositik
pada Plasmodium falciparum hanya berlangsung satu kali, sedangkan pada spesies
lainnya siklus ini dapat berlangsung berulang kali.
2. Tahap Skizogoni eksoeritrositik
Local liver cycle disebut skizogoni eksoeritrositik yang merupakan sumber
pembentukan stadium aseksual parasit yang menjadi penyebab terjadinya
kekambuhan pada malaria vivax, malaria ovale dan malaria malariae.
3. Tahap Skizogoni eritrositik
Siklus ini terjadi di dalam sel darah merah ini berlangsung selama 48 jam
pada Plasmodium vivax, Plasmodium falciparum, dan Plasmodium ovale sedangkan
pada Plasmodium malariae berlangsung setiap 72 jam. Pada tahap skizogoni
eritrositik ini akan terjadi bentuk-bentuk trofozoit, skizon dan merozoit yang mulai
dijumpai 12 hari sesudah terinfeksi Plasmodium vivax, dan 9 hari sesudah terinfeksi
Plasmodium falciparum. Meningkatnya jumlah parasit malaria karena multiplikasi
pada tahap skizogoni eritrositik mengakibatkan pecahnya sel retrosit yang
menyababkan terjadinya demam yang khas pada gejala klinis malaria.

4. Tahap gametogoni.
Sebagian dari merozoit yang terbentuk sesudah tahap skizogoni eritrositik
berlangsung beberapa kali, akan berkembang menjadi bentuk gametosit. Pembentukan
gametosit terjadi di dalam eritrosit yang terdapat di dalam kapiler-kapiler limpa dan
sumsum tulang. Tahap gametogoni ini berlangsung selama 96 jam dan hanya
gametosit yang sudah matang dapat ditemukan di dalam darah tepi. Gametosit tidak

menyebabkan gangguan klinik pada penderita malaria, sehingga penderita dapat


bertindak sebagai karier malaria (Soedarto, 2011).
b. Fase seksual
Nyamuk Anopheles adalah hospes definitif plasmodium karena di dalam
badan nyamuk berlangsung daur hidup seksual atau siklus sporogoni. Gametosit, baik
mikrogametosit maupun makrogametosit yang terhisap bersama darah manusia di
dalam badan nyamuk akan berkembang menjadi bentuk gamet dan akhirnya menjadi
bentuk sporozoit yang infeksi bagi manusia. Untuk dapat menginfeksi seekor nyamuk
Anopheles sedikitnya dibutuhkan 12 parasit gametosit plasmodium per mililiter darah.
Proses awal pematangan parasit terjadi di dalam lambung nyamuk dengan
terbentuknya 4 sampai 8 mikrogamet dari satu mikrogametosit, perkembangan dari
satu makrogametosit menjadi satu makrogamet. Sesudah terjadi fusi antara
mikrogamet dengan makrogamet menjadi zigot, dalam waktu 24 jam zigot akan
berkembang menjadi ookinet. Sesudah menembus dinding lambung nyamuk ookinet
akan memasuki jaringan yang terdapat di antara lapisan epitel dan membran basal
dinding lambung, lalu berubah bentuk menjadi ookista. Di dalam ookista yang bulat
bentuknya akan terbentuk ribuan sporozoit. Ookista yang telah matang akan pecah
dindingnya adan sporozoit akan keluar meninggalkan ookista yang pecah lalu
memasuki hemokel tubuh nyamuk. Sporozoit kemudian menyebar ke berbagai organ
nyamuk, sebagian besar sporozoit memasuki kelenjar ludah nyamuk sehingga nyamuk
menjadi vektor yang infektif dalam penularan malaria. Di dalam tubuh seekor nyamuk
Anopheles betina, dapat hidup lebih dari satu spesies plasmodium secara bersama
sehingga dapat menyebabkan terjadinya infeksi campuran (Soedarto, 2011).

2.2.5 Diagnosa Malaria


Diagnosa malaria diperlukan dalam pengobatan penderita malaria, karena itu
kemampuan teknis dalam diagnosa malaria yang tepat sangat penting untuk
menentukan langkah selanjutnya dalam pengobatan penderita malaria penderita lain.
Diagnosis yang benar dan cepat, selain bisa dengan cepat mengobati penderita juga
akan bisa mengurangi bahkan menghentikan penularan lanjut kepada orang lain
(Hakim, 2011).
Diagnosa berdasarkan pemeriksaan laboratorium, awalnya hanya berdasarkan
pemeriksaan sediaan darah tepi yang telah diwarnai dan diperiksa dibawah
mikroskop. Tujuannya untuk mengetahui keberadaan parasit Plasmodium sp,
menentukan spesiesnya serta menghitung kepadatannya.tapi dengan berkembangnya
ilmu pengetahuan dan teknologi, pemeriksaan laboratorium bukan hanya
berdasarkan pemeriksaan mikroskopis, tapi lebih jauh dilakukan dengan pemeriksaan

keberadaan antibodi anti parasit Plasmodium sp. yang berdasarkan deteksi enzyme-
linked immunosorbent assays (ELISA) melalui pemeriksaan polymerase chain
reaction (PCR) juga pemeriksaan keberadaan DNA parasitnya. Bahkan sekarang ini
sudah bisa dilakukan pemeriksaan secara cepat menggunakan rapid diagnostic test
(RDT) untuk mendeteksi keberadaan antibodi anti parasit Plasmodium sp. yang bisa
dilakukan secara cepat. Daribeberapa jenis pemeriksaan laboratorium, yang dianggap
paling baik sehingga dijadikan sebagai goal standard pemeriksaan laboratorium
malaria adalah pemeriksaan secara mikroskopis. Karena pemeriksaan berdasarkan
mikroskopis mempunyai kelebihan yaitu bisa menentukan dengan tepat spesies serta
stadium parasit Plasmodium sp. termasuk kepadatannya. Beberapa pemeriksaan
untuk mendiagnosa malaria sebagai berikut :

a. Mikroskopis
Pemeriksaan mikroskopis dengan darah tebal dan tipis merupakan
pemeriksaan yang terpenting. Interpretasi pemeriksaan mikroskopis yang terbaik
adalah berdasarkan hitung kepadatan parasit dan identifikasi parasit yang tepat.
Pemeriksaan mikroskopis satu kali yang memberi hasil negatif tidak menyingkirkan
diagnosa demam malaria dan untuk itu diperlukan pemeriksaan serial dengan interval
pemeriksaan diantara satu hari. Dalam hal ini waktu pengambilan sampel darah
sebaiknya pada akhir periode demam memasuki periode berkeringat (Sucipto, 2015).
Periode ini tropozoit dalam sirkulasi mencapai jumlah maksimal dan cukup
bagus sehingga memudahkan identifikasi spesies parasit. Pemeriksaan mikroskopis
dapat dilakukan dengan menggunakan sediaan darah tebal dan tipis. Pemeriksaan
mikroskopis merupakan standart baku dan apabila dilakukan dengan cara yang benar
mempunyai nilai sensitivitas dan spesifisitas hampir 100% (Sucipto, 2015).

b. RDT (Rapid Diagnostic Test)


Rapid diagnostic test (RDT) merupakan alat yang mendeteksi antigen malaria
pada sampel darah yang sedikit dengan tes imunokromatografi. Tes
imunokromatografi berdasarkan pada penangkapan antigen parasit dari darah perifer
menggunakan antibodi monoklonal atau poliklonal terhadap antigen parasit. Untuk
setiap antigen parasit digunakan 2 set antibodi monoklonal atau poliklonal, satu
sebagai antibodi
penangkap, dan satu sebagai antibodi deteksi. Antibodi monoklonal bersifat lebih
spesifik tapi kurang sensitif bila dibandingkan dengan antibodi poliklonal (Lasena et
al., 2016)

c. PCR (Polymerase Chain Reaction)


Metode yang berdasrkan deteksi asam nukleat dapat dubagi dalam 2 golongan,
yaitu hibridisasi DNA atau RNA berlabel yang sensitifitasnya dapat ditingkatkan
dengan PCR. Beberapa pelacak DNA dan RNA yang spesifik telah dikembangkan
untuk mengidentifikasi keempat spesies plasmodium terutama untuk Plasmodium
falciparum dan ternyata tes ini sangat spesifik (mendeteksi 100%) dan sensitif (lebih
dari 90%), dapat mendeteksi 2 parasit. Pengunaan pelacak tanpa label radioaktif
walaupun kurang sensitif dibandingkan dengan yang radioaktif tetapi lebih panjang
serta lebih mudah disimpan dan diolah. Cara ini belum lama dikembangkan dan
diharapkan dapat menjadi cara yang cukup spesifik dan sensitif untuk mendiagnosa
malaria. Penggunaan baha radioaktif dalam pemeriksaannya membuat cara ini tidak
digunakan dalam pemeriksaan rutin (Sucipto, 2015).
d. Mikroskop Fluoresensi
Sensitivitas diagnosis malaria pada sediaan darah dapat ditingkatkan dengan
menggunakan zat fluoresensi yang dapat berikatan dengan parasit. Asam nukleat
dalam inti parasit akan berikatan dengan zat tersebut dan berfluoresensi jika disinari
dengan sinar UV yang mempunyai panjang gelombang tertentu. Mula mula
digunakan acridine orange (AO) dan benzothio carboxypurine (BCP). Keduanya
dieksitasi pada panjang gelombang 490 nm dan akan berfluoresensi dengan warna
kehijauan atau kekuningan (Harijanto, 2009).
Acridine Orange dapat digunakan langsung pada sediaan darah di kaca objek
atau dengan menggunakan capillary tubes, yang bagian dalamnya dilapisi dengan zat
warna acridine orange. Pada waktu sentrifugasi, capillary tubes yang berisi darah
pasien dan terdiri dari berbagai sel, yaitu leukosit, trombosit, dan eritrosit akan
berpisah. Parasit malaria akan terkonsentrasi di bawah berbagai lapisan sel, terutama
di bagian atas lapisan eritrosit dan kadang kadang ditemukan dalam lapisan trombosit
dan leukosit. parasit dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop fluoresensi
(Harijanto, 2009).

e. Hemozoin
Deteksi pigmen malaria, yaitu hemozoin merupakan salah satu cara otomatis
yang dikembangkan dengan menggunakan alat FBC ( Full Blood Count) analyzer
dengan nama CellDyn 3500 atau CellDyn 4000.alat ini sebenarnya digunakan untuk
melakukan analisis hematologi secara rutin seperti melakukan hitung jenis leukosit,
eritrosit, dan hitung trombosit. Prinsip kerja sama dengan flow cytometry, yaitu
dengan mengukur jumlah sinar laser yang dipantulkan suatusel dari berbagai sudut.

Pantulan sinar depolarisasi pada 90˚ memungkinkan identifikasi dan hitung eosinofil
karena sel ini dapat mendepolarisasikan sinar melalui granula dalam sitoplasmanya.
Leukosit penderita malaria mempunyai kemampuan untuk melakukan fagositosis
pigmen hemozoin yang dihasilkan parasit dengan memetabolisme heme dari
hemoglobin. Pigmen ini dapat ditemukan pada berbagai spesies plasmodium dan
berbagai stadium (Harijanto, 2009).
2.2.6 Patofisiologi Malaria
Menurut Pendapat ahli malaria adalah multifaktorial dan berhubungan dengan hal-hal
sebagai berikut :
a. penghancuran eritrosit Fagositosis yang mengandung eritrosit yang mengandung
parasit dan yang tidak mengandung parasit, sehingga terjadi anemia dan hipoksemia
jaringan hingga menyebabkan gagal ginjal. (Pribadi, 2000).
b. Mediator Endotoksin –Makrofag : Pada saat Skizogoni,eritrosit mengandung parasit
memicu makrofag yang sesitive endoktosin untuk melepaskan sebagai mediator. Dapat
menimbulkan demam, hipolgekemia dan sindrom penyakit prnapasan pada orang
dewasa. (Pribadi, 2000).
c. Suenstrasi Eritrosit yang terluka : Eritrosit yang terinfeksi oleh Plasmodium dapat
membentuk tonjolan-tonjolan (Konbs) pada permukaan nya. Tonjolan nya
mengandung antigen dn bereaksi dengan antobodi malaria dan berhubungan dnegan
afinitas eritrosit yang mengandung parasit terhadap endhothelium kapiler alat dalam,
sehingga skizogoni berlangsung di sirkulasi alat dalam. Eritrosit yang terinfeksi
membentuk gumpalan dan menimbulkan anoksia dan edema jaringan. (Pribadi, 2000).
Sporozoit pada fase eksoetritrosit bermutiplikasi dalam sel hepar tanpa menyebabkan
raeaksi inflamasi, kemudian merozoit menghasilkan infeksi eritrosit gyang
menghasilkan proses patolologi penyakit malaria. (Harijanto, 2006).

2.2. Pengobatan dan Terapi Malaria

Obat tertua untuk mengobati demam malaria adalah kulit pohon kina (Cinchona rubra).
Baru pada tahun 1932 ditemukan obat yang sama khasiatnya, yaitu mepakrin yang terutama
digunakan selama perang dunia ke dua sewaktu tentara sekutu tidak menerima kinin dari
Indonesia. Pada tahun 1944 ditemukan kloroquin yang lebih ringan efek samping dan lebih
cepat efek kuratifnya menggantikan mepatrin yang agak toksik. Pada tahun 1946 diintroduksi
proguanil yang tidak hanya efektif terhadap bentuk darah (tropozoit) tapi juga terhadap bentuk
hati. Dengan demikian proguanil dan primaquin sangat ambuh sebagai obat pencegah malaria.
Kemudian dipasarkan pula derivate kloroquinon, amodiaquin (1950), pirimetamin (1952),
meflouin (1981), dan halofantrin (1985).

2.2.1 Penggolongan Obat Malaria


Berdasarkan titik kerjanya dalam tubuh, obat malaria dapat dikelompokkan sebagai
berikut:
a. Obat schizontisid darah: obat-obatnya adalah kinin, klorokuin, halofantrin, meflokuin,
pirimetamin dan sulfadoksin, atovakuon + proguanil dan artemer. Berkhasiat mematikan
bentuk darah (schizont) dan digunakan pada serangan demam, juga untuk pencegahan
(kecuali halofantrin). Senyawa ini tidak menghalangi infeksi eritrosit, namun
menekantimbulnya gejala klinis.
b. Obat schizontisid hati: obat-obatnya adalah: proguanil, primakuin, dan doksisiklin. Khusus
digunakan sebagai profilaksis kausal, karena memusnahkan bentuk EE (hipnozoit dan
merozoit) dalam sel parenchyma hati. Obat ini menghindari penetrasi ke dalam eritrosit dan
demikian menghalangi serangan.
Contoh-contoh obat malaria
a. Kinin
Kinin adalah alkaloida utama dari kulit pohon kina yang berasal dari Amerika Selatan.kinin
bekerja sebagai schizontisid darah kuat dan mematikan trifozoid dalam eritrosit. Zat ini juga
aktif aktif terhadap gametosit vivax dan malariae. Oleh karena itu kini digunakan sebagai
kurativum dan supervisum, terutama pada malaria tropika yang resisten untuk klorokuin dan
meflokuin. Kombinasinya dengan primakuin efektif untuk menyembuhkan secara radikal
malaria tersiana dan kuartana yang sering kambuh pada serangan malaria tropikana yang
mengancam jiwa diberikan injeksi i.v.
b. Klorquin: nivaquin, resochin, avloclor.
Senyawa 4-aminokunilon ini bekerja kuat dan cepat. Khasiat schizontisidnya terhadap
bentuk darah (trofozoid) dari semua jenis malaria. Klorkuin merupakan obat pilihan
pertama sebagai kurativum. Efek sampingnya lebih ringan, selain itu kloroquin juga
berkhasiat antiamoeba (amebisid) dan anti radang karena itu obat ini juga dipakai pada
infeksi ameba dan dahulu digunakan sebagai obat rematik.
c. Mefloquin: lariam
Senyawa 4-kinolon sintesis ini berkhasiat skizontisida darah dari semua plasmodium.
Senyawa ini digunakan terhadap malaria yang resisten florokuin dan kinin, juga sebagai
obat profilaksis.
d. Primakuin (F.I)
Senyawa 8-aminokinolin ini merupakan obat satu-satunya yang berkhasiat mematikan
bentuk EE sekunder dari P. vivax/ovale dan dengan demikian dapat menghasilkan
penyembuhan radikal.
e. Proguanil: kloroguanida: HCl, paludrine
Derivate biguanida ini adalah antagonis folat yang berkhasiat mematikan bentuk EE primer
P. falciparum, tetapi terhadap P. vivax tidak begitu efektif.
f. Primethamin: daraprim
Derivate pirimidin ini memiliki rumus yang berkaitan dengan biguanida dan proguanil.
Sebagai antagonis-folat kegiatannya lebih kurang sama, tetapi jauh lebih kuat. Berkat daya
gametosidnya pirimetamin juga digunakan pada pemberantasan malaria tersiana dan
kwartana didaerah endemis untuk menghentikan penularan ke nyamuk. Obat ini tidak aktif
terhadap gametosit falciparum, maka harus digunakan primakuin.
g. Halofantrin: halfan
Senyawa fenantrenaminoalkohol ini berkhasiat schizontisid darah kuat terhadap semua
plasmoida , termasuk P. falciparum multiresisten. Tidak memiliki daya kerja gametosid
atau schizontisid hati, sehingga tidak efektif terhadap bentuk EE. Halofantrin terutama
digunakan untuk pengobatan malaria yang diakibatkan oleh P. palcivarum, yang resisten
terhadap obat malaria lainnya. Kerjanya agak cepat dan efektif. Semua parasit keluar dalam
waktu 50-60 jam. Tidak cocok untuk profilaksis.
h. Artemeter
Senyawa benzodioksepin ini adalah derivate semi-sintesis dari artemisin yang terkandung
dalam tumbuhan China qinghaosu.

2.2.2 Mekanisme Kerja Obat Malaria


Klorquin mencegah dimakannya hemoglobin oleh parasit sehingga timbul kekurangan
asam amino esensial untuk sintesis DNA-nya. Mefloquin sama mekanisme kerjanya dengan
klorquin. Proguanil dan pirimetamin adalah antagonis folat yang merintangi enzim yang
merubah asam folat menjadi asam folinat sehingga sintesis DNA dan RNA plasmodium
terganggu. Primaquin juga dapat mengikat DNA dalam tubuh nyamuk merombak menjadi
asam yang bersifat oksidan dan lebih aktif terhadap parasit.

2.2.3 Efek Samping Obat Malaria


Pada umumnya penderita diberi analgetika dan antipiretika, seperti asetosal dan
paracetamol. Untuk menanggulangi dehidrasi dan shock dapat diberi cairan dalam bentuk
infuse peroral. Malaria tersiana atau kwartana biasanya ditanggulangi dengan kloroquin yang
kerjanya cepat (2-4 hari). P. vivax yang resisten terhadap kloroquin perlu ditangani dengan
mefloquin single dosis 500 mg p.c (4) atau kuinin maksimum 3 dd 600 mg selama 4-7 hari.
Tetapi selalu disusul dengan pramaquin (15 mg/hari selama 14 hari). Untuk mematikan bentuk
EE. Bila terdapat mual dan muntah perlu diberikan kini secara intravena. Malaria tropika harus
dimulai dengan kinin secara parental kemudian disusul dengan pemberian oral.
2.2.4 Interaksi Malaria yang Dapat Terjadi
1. Tidak boleh diberikan bersama fenilbutazon.
2. Pemberian bersama primakuin dapat meningkatkan toksisitasnya.
3. Kaolin (obat antidiare) dan antasida tidak boleh diberikan bersamaan sebelum 4 jam setelah
pemberian obat ini.

2.3 Analisis Masalah Kesehatan Penyakit Malaria Pada Tingkatan Primary Prevention
Pencegahan ditujukan untuk orang yang tinggal di daerah endemis maupun yang ingin
pergi ke daerah endemis :
1. Pengendalian vektor
Bisa menggunakan larvasida untuk memberantas jentik-jentik.
Semprot insektisida untuk membasmi nyamuk dewasa.
Penggunaan pembunuh serangga yang mengandung DEET (10-35%) atau picaridin 7%.
2. Proteksi personal/Personal Protection
Adalah suatu tindakan yang dapat melindungi orang terhadap infeksi, seperti :
Menghindari gigitan nyamuk pada waktu puncak nyamuk mengisap (petang dan matahari
terbenam).
Penggunaan jala bed (kelambu) yang direndam insektisida sebelumnya, kawat nyamuk,
penolak serangga.
Memakai baju yang cocok dan tertutup.
Penggunaan obat-obat profilaksis jika ingin bepergian ke daerah endemis. 22,24
3. Vaksin Malaria
Parasit malaria mempunyai siklus hidup yang komplek, sehingga vaksin berbeda-beda untuk
setiap stadium, seperti :
Stadium aseksual eksoeritrositik
Cara kerjanya menghambat terjadinya gejala klinis maupun transmisi penyakit di daerah
endemis. Contohnya, circumsporozoite protein (CSP), Thrombospondin-related adhesion
protein (TRAP), Liver stage antigen (LSA).
Stadium aseksual eritrositik
Cara kerjanya menghambat terjadinya infeksi parasit terhadap eritrosit, mengeliminasi parasit
dalam eritrosit dan mencegah terjadinya sekuesterasi parasit di kapiler organ dalam sehingga
dapat mencegah terjadinya malaria berat. Contohnya, merozoite surface protein (MSP), ring
infected erythrocyte surface antigen (RESA), apical membrane antigen-1 (AMA-1).
Stadium seksual
Cara kerjanya menghambat atau mengurangi transmisi malaria di suatu daerah. Contohnya, Pfs
28 dan Pfs 25.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan sebelumnya maka dapat kami simpulkan sebagai
berikut :
1. Malaria adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh Protozoa intraseluler
obligat dari genus plasmodium.
2. Malaria dapat disebabkan oleh 4 hal yaitu, parasit malaria, nyamuk
anopheles, manusia yang rentan terhadap infeksi malaria, Lingkungan
3. Gejala Klinik pada penderita malaria dapat dibagi menjadi 3 stadium,
yaitu stadium dingin, stadium demam dan stadium berkeringat
4. Pemeriksaan untuk diagnosis malaria yaitu : Mikroskopis, Rapid
Diagnostic Tes (RDT), Polymearase Chain Reaction (PCR), Mikroskop
Fluoresensi, Hemozoin
5. Obat Anti Malaria dapat dibagi menjadi 2 golongan besar, yaitu obat
schizontisid darah, obat schizontisid hati.
6. Adapun analisis masalah kesehatan penyakit malaria pada tingkatan
primary prevention dapat dilakukan sebagai berikut :
a. Pengendalian vektor
b. Proteksi personal
c. Vaksinasi malaria
DAFTAR PUSTAKA
Andi Muhandir .2012. http://www.voaindonesia.com/content/who-upaya-
pengendalian-malaria/1808301.html Diaskes 9 Juni 2014
Arsin, A. 2012. Analisis Perilaku Masyarakat Terhadap Kejadian Malaria di
Pulau Kapoposang kabupaten Pangkajene Kepulauan; Jurnal Kedokteran dan
Farmasi MEDIKA; Jakarta, 2003
Harjinto, 2002 Malaria Dari Molekuler Ke Klinis. Jakarta: Buku Kedokteran EGC

Depkes RI, 2006. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia.


Departemen Kesehatan, Direktorat Jenderal P2PL
.
Prabowo, A. 2004. Malaria Mencegah dan Mengatasinya. Puspa Swara, Jakarta

Noor, Nasry. 2004. Epidemiologi. Lembaga Penerbit Universitas Hasanuddin:


Makassar

Kemenkes RI,. 2009. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas 2010). Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan

WHO, 2011,. Global Malaria Programme. World Malaria Report 2011 Fact Sheet

WHO, 2006,. Global Malaria Programme. World Malaria Report Fact Sheet

Sach dan Malaney, 2002. Studi Habitat Anopheles nigerrimus gilles 1900 dan
Epidiomologi Malaria di Desa Lengkong, Kabupaten Sukabumi. Program
Pascasarjana.

Pribadi, 2000. Patobiologi malaria. In: Harijanto PN, editor. Malaria:


epidemiologi, patogenesis,manifestasi klinis dan penanganan. Jakarta: EGC;
2000.p.249-77)

Pos Kupang, 2000. http://kesehatanlingkungan.wordpress.com/penyakit-


menular/malaria-pembunuh-terbesar-sepanjang-abad/ diaskes tanggal 9 juni 2014
KATA PENGANTAR
Om Swastyastu,
Puja dan puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi
Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan karunia-Nya penulis dapat
menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Terimakasih juga penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penulisan serta penyusunan makalah ini. Penulis berharap makalah ini dapat
menambah pengetahuan pembaca mengenai “Malaria Primary Prevention”
Mengingat banyaknya kelemahan yang penulis miliki, tentunya makalah ini
memiliki banyak kekurangan baik dalam penulisan maupun penyajian, untuk itu
penulis akan sangat berterimakasih jika ada pendapat, kritik serta saran demi
perbaikan makalah ini. Walaupun demikian, penulis berharap makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi kita semua.

Om Santih, Santih, Santih Om

Denpasar, Januari 2019

Penulis
TUGAS EPIDEMIOLOGI
MALARIA PRIMARY PREVENTION

OLEH :
NI KADEK AYU ITA ASMARIANI (18C10207)
I GEDE DEVA WIJAYA (18C10209)
NI WAYAN EKA JUNIAWATI (18C10215)
NI NENGAH MULIATI (18C10221)
I GEDE RONNY WAHYUDHI (18C10229)
LUH KADEK WIRANINGSIH (18C10247)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) BALI


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN PROGRAM B
TAHUN AKADEMIK 2018 / 2019

Anda mungkin juga menyukai