Referat Sifilis Pada Kehamilan
Referat Sifilis Pada Kehamilan
Pembimbing :
Disusun oleh:
1
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN......................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN............................................................................ 4
2.1. Etiologi................................................................................... 4
2.2. Epidemiologi........................................................................... 4
2.4. Patogenesis............................................................................. 5
3.1. Kesimpulan............................................................................. 14
BAB I
PENDAHULUAN
2
Sifilis merupakan penyakit infeksi menular seksual (IMS) yang menyebar cukup
mengkhawatirkan di Indonesia. Penyakit sifilis tidak bisa diabaikan, karena merupakan
penyakit berat yang bila tidak terawat dapat menyerang hampir semua alat tubuh, seperti
kerusakan sistem saraf, jantung, tulang, dan otak. Selain itu wanita hamil yang menderita
sifilis dapat juga menularkan penyakitnya ke janin sehingga menyebabkan sifilis kongenital
yang bisa menyebabkan penyakit bawaan dan kematian. Bahkan pada sifilis stadium lanjut
terdapat suatu lubang (gumma) yang bisa timbul di langit-langit mulut. Maka istilah untuk
penyakit ini yaitu “raja singa” sangat tepat karena keganasannya.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sifilis adalah penyakit infeksi menular seksual (IMS) yang disebabkan oleh bakteri
Treponema pallidum, sangat kronis dan bersifat sistemik. Pada perjalanannya dapat
menyerang hampir semua alat tubuh, dapat menyerupai banyak penyakit, mempunyai masa
laten, dan dapat ditularkan dari satu orang ke orang yang lain melalui hubungan genito-
genital (kelamin-kelamin) maupun oro-genital (seks oral). Infeksi ini juga dapat ditularkan
oleh seorang ibu kepada bayinya selama masa kehamilan. Jadi Anda tidak dapat tertular oleh
sifilis dari handuk, pegangan pintu atau tempat duduk WC.
2.2 Sinonim
Menurut sejarahnya terdapat banyak sinonim sifilis yang tidak lazim dipakai. Sinonim yang
umum ialah lues venerea atau biasanya disebut lues saja. Dalam istilah Indonesia di sebut raja
singa.
2.3 Epidemiologi
Asal penyakit ini tidak jelas. Sebelum tahun 1492 belum dikenal di Eropa. Ada yang
menganggap penyakit ini berasal dari penduduk indian yang di bawa oleh anak buah
Columbus waktu mereka kembali ke Spanyol pada tahun 1492. Pada tahun 1494 terjadi
epidemi di Napoli. Pad abad ke -18 baru diketahui bahwa penularan sifilis dan gonore
disebabkan oleh senggama dan keduanya dianggap disebabkan oleh infeksi yang sama.
Pada abad ke-15 terjadi wabah di Eropa, sesudah tahun 1860 morbilitas sifiis di Eropa
menurun cepat, mungkin karena perbaikan sosio ekonomi. Selama Perang Dunia kedua
insidensnya meningkat dan mencapai puncaknya pada tahun 1946, kemudian makin
menurun.
Insidens sifilis di berbagai negeri di seluruh dunia pada tahun 1996 berkisar antara 0,04-
0,52%. Insidens yang terendah di Cina, sedangkan yang tertinggi di Amerika Selatan. Di
Indonesia insidensnya 0,61%.
4
Gejala dan tanda dari sifilis banyak dan berlainan, sebelum perkembangan tes serologikal,
diagnosis sulit dilakukan dan penyakit ini sering disebut “Peniru Besar” karena sering dikira
penyakit lainnya. Data yang dilansir Departemen Kesehatan menunjukkan penderita sifilis
mencapai 5.000 – 10.000 kasus per tahun. Sementara di Cina, laporan menunjukkan jumlah
kasus yang dilaporkan naik dari 0,2 per 100.000 jiwa pada tahun 1993 menjadi 5,7 kasus per
100.000 jiwa pada tahun 2005. Di Amerika Serikat, dilaporkan sekitar 36.000 kasus sifilis
tiap tahunnya, dan angka sebenarnya diperkiran lebih tinggi. Sekitar tiga per lima kasus
terjadi kepada lelaki.
2.4 Etiologi
Pada tahun 1905 penyebab sifilis ditemukan oleh Schaudinn dan Hoffman ialah Treponema
pallidum yang termasuk dlam ordo Spirochaetales, familia Spirochaetaceae, dan genus
Treponema. Bentuknya sebagai spiral teratur, panjangnya antara 6,15um, lebar 0,15um,
terdiri atas delapan sampai dua puluh empat lekukan. Gerakannya berupa rotasi sepanjang
aksis dan maju seperti gerakan pembuka botol. Membiak secara pembelahan melintang, pada
stadium aktif terjadi setiap 30 jam. Pembiakan pada umumnya tidak dapat dilakukan di luar
badan. Di luar badan kuman tersebut cepat mati, sedangkan dalam darah untuk transfusi
dapat hidup 72 jam.
2.5 Klasifikasi
o Sifilis dini
Bersifat menular
o Sifilis lanjut
5
Tidak ditemukan kuman di lesi kulit, kecuali ibu hamil yang menderita
stadium lanjut, ® Treponema pallidum dapat melalui plasenta masuk
ke tubuh janin.
4. Stadium III
2.6 Patogenesis
Pada sifilis yang didapat T.pallidum masuk ke dalam kulit melalui mikrolesi atau
selaput lendir, biasanya melalui senggama. Kuman tersebut membiak, jaringan bereaksi
dengan membentuk infiltrat yang terdiri atas sel-sel limfosit dan sel-sel plasma, terutama di
perivaskuler, pembuluh-pembuluh darah kecil berproliferasi di kelilingi oleh T.pallidum dan
sel-sel radang. Treponema tersebut terletak diantara endotelium kapiler dan jaringan
perivaskuler di sekitarnya. Kehilangan pendarahan akan menyebabkan erosi, pada
pemeriksaan klinis tampak sebagai SI.
Sebelum SI terlihat, kuman telah mencapi kelenjar getah bening regional secara
limfogen dan membiak. Pada saat itu terjadi pula penjalaran hematogen dan menyebar ke
6
semua jaringan di badan, tetapi manifestasinya akan tampak kemudian. Multifikasi ini diikuti
oleh reaksi jaringan sebagai SII, yang terjadi 6-8 minggu sesudah SI.
SI akan sembuh perlahan-lahan karena kuman di tempat tersebut jumlahnya
berkurang, kemudian terbentuklah fibroblas-fibroblas dan akhirnya sembuh berupa sikatriks,
SII juga mangalami regresi perlahan-lahan dan lalu menghilang.
Tibalah stadium laten yang tidak disertai gejala, meskipun infeksi yang aktif masih
terdapat. Sebagai contoh pada stadium ini seorang ibu dapat melahirkan bayi dengan sifillis
kongenita.
Kadang-kadang proses imunitas gagal mengontrol infeksi sehingga T,pallidum membiak
lagi pada tempat SI dan menimbulkan lesi rekuren atau kuman tersebut menyebar melalui
jaringan menyebabkan reaksi serupa dengan lesi rekuren SII, yang terakhir ini lebih sering
terjadi daripada yang terdahulu. Lesi menular tersebut dapat berulang-ulang, tetapi pada
umumnya tidak melebihi dua tahun. Sifilis tersebut terdapat pada penderita dengan daya
tahan tubuh yang rendah.
A. Sifilis Dini
1. Sifilis Primer (SI)
Masa tunas biasanya dua sampai empat minggu (2-4 minggu). T.pallidum masuk ke
dalam selaput lendir atau kulit yang telah mengalami lesi/mikrolesi secara langsung, biasanya
7
melalui senggama. Treponema tersebut akan berkembang biak kemudian terjadi penyebaran
secara limfogen dan hematogen.
Kelainan kulit di mulai sebagai papul lentikuler yang permukaannya segera menjadi
erosi, umumnya kemudian menjadi ulkus. Ulkus tersebut biasanya bulat, soliter, dasarnya
ialah jaringan granulasi berwarna merah dan bersih , diatasnya hanya tampak serum.
Dindingnya tak bergaung, kulit di sekitarnya tidak menunjukkan tanda-tanda radang akut.
Yang khas ialah ulkus tersebut indolen dan teraba indurasi karena itu disebut ulkus durum.
Kelainan tersebut dinamakan afek primer dan umumnya berlokasi pada genitalia eksterna.
Pada pria tempat yang sering dikenai ialah sulkus koronius, sedangkan pada wanita di labia
minor dan mayor. Selain juga dapat di ekstragenital, misalnya di lidah, tonsil, dan anus.
Afek primer tersebut sembuh sendiri antara tiga sampai sepuluh minggu. Seminggu
setelah afek primer, biasanya terdapat pembesaran kelenjar getah bening regional di
inguinalis medialis. Keseluruhannya disebut kompleks primer. Kelenjar tersebut soliter,
indolen tidak lunak, besarnya biasanya lentikuler, tidak supuratif. Kulit diatasnya tidak
menandakan tanda-tanda radang akut.
Istilah sifilis d’emblee dipakai, jika tidak terdapat efek primer. Kuman masuk ke
jaringan yang lebih dalam, misalnya pada transffusi darah atau suntikan.
8
Kelainan kulit yang membasah (eksudatif) pada SII sangat menular, kelainan yang
kering kurang menular. Kondiloma lata dan plaque muqueuses ialah bentuk yang sangat
menular.
Gejala yang penting untuk membedakan dengan penyakit kulit yang lain ialah
Kelainan kulit pada SII umumnya tidak gatal, sering disertai limfadenitis generalisata, pada
SII dini kelainan kulit juga terjadi pada telapak tangan dan kaki.
Antara SII dini dan SII lanjut terdapat perbedaan. Pada SII dini kelainan kulit
generalisata, simetrik, dan lebih cepat hilang (beberapa hari hinggga beberapa minggu ). Pada
SII lanjut tidak generalisata lagi, melainkan setempat-setempat, tidak simetris dan lebih lama
bertahan (beberapa minggu hingga beberapa bulan).
9
Interstitial glossitis
B. Sifilis Lanjut
1. Sifilis laten lanjut
Biasanya tidak menular, diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan tes serologik.
Lama masa laten beberapa tahun hingga bertahun-tahun, bahkan dapat seumur hidup.
2. Sifilis Tersier (S III)
Lesi pertama umumnya terlihat antara 3-10 tahun setelah S I. Kelainan yang khas
adalah gumma, yakni infiltrat sirkumskrip, kronis, biasanya melunak dan destruktif.
Besar gumma bervariasi dari lentikuler sampai sebesar telur ayam. Kulit di atasnya mula-
mula tidak menunjukkan tanda-tanda radang akut dan dapat digerakkan.setelah beberapa
bulan mulai melunak, biasanya mulai dari tengah, tanda-tanda radang mulai tampak, kulit
10
menjadi eritematosa dan livid serta melekat terhadap gumma tersebut. Kemudian terjadi
perforasi dan keluarlah cairan seropurulen, kadang-kadang sanguinolen, pada beberapa
kasus disertai jaringan nekrotik.
Tempat perforasi akan meluas menjadi ulkus, bentuknya lonjong/bulat, dindingnya curam,
seolah-olah kulit tersebut terdorong ke luar. Beberapa ulkus berkonfluensi sehingga
membentuk pinggir yang polisiklik. Jika telah menjadi ulkus, maka infiltrat yang terdapat di
bawahnya yang semula sebagai benjolan menjadi datar.
Tanpa pengobatan gumma tersebut akan bertahan beberapa bulan hingga beberapa
tahun. Biasanya gumma soliter, tetapi dapat pula multiple, umumnya asimetrik. Gejala
umum biasanya tidak terdapat, tetapi jika gumma multiple dan perlunakannya cepat, dapat
disertai demam.
Selain gumma, kelainan yang lain pada S III ialah nodus. Mula-muladi kutan
kemudian ke epidermis, pertumbuhannya lambat yakni beberapa minggu/bulan dan
umumnya meninggalkan sikatriks yang hipotrofi.
Nodus tersebut dalam perkembangannya mirip gumma., mengalami nekrosis di
tengah dan membentuk ulkus. Dapat pula tanpa nekrosis dan menjadi sklerotik.
Perbedaannya dengan gumma, nodus lebih superficial dan lebih kecil (miliar hingga
lentikuler), lebih banyak, mempunyai kecenderungan untuk bergerombol atau
berkonfluensi, selain itu tersebar. Warnanya merah kecoklatan.
Nodus-nodus yang berkonfluensi dapat tumbuh terus. Bagian yang belum sembuh
dapat tertutup skuama seperti llin dan disebut psoriasiformis. Kelenjar getah bening regional
tidak membesar. Kelainan yang jarang ialah yang disebut nodositas juxta articularis berupa
nodus-nodus subkutan yang fibrotik, tidak melunak, indolen, biasanya pada sendi besar.
11
Sifilis Stadium III, Large gumma
2. Sifilis Kongenital
12
Sifilis kongenital pada bayi terjadi, jika ibunya terkena sifilis, terutama sifilis dini
sebab banyak T.palidum beredar dalam darah. Treponema masuk secra hematogen ke janin
melalui plasenta yang sudah dapat terjadi pada saat masa kehamilan 10 minggu. Sifilis yang
mengenai wanita hamil gejalanya ringan. Pada tahun I setelah infeksi yang tidak diobati
terdapat kemungkinan penularan sampai 90%. Jika ibu menderita sifilis laten dini,
kemungkinan bayi sakit 80 % , bila sifilis lanjut 30%.
Pada kehamilan yang berulang, infeksi janin pada kehamilan yang kemudian menjadi
berkurang. Misalnya pada hamil pertama akan terjadi abortus pada bulan ke lima,
berikutnya lahir mati pada bulan kedelapan, berikutnya janin dengan sifilis kongenital yang
akan meninggal dalam beberapa minggu, diikuti oleh dua sampai tiga bayi yang hidup
dengan sifilis kongenital. Akhirnya akan lahir seorang atau lebih bayi yang sehat. Keadaan
ini disebut hukum kossowitz.
Gambaran klinis dapat dibagi menjadi sifilis kongenital dini (prekoks), sifilis
kongenital lanjut (tarda), dan stigmata. Batas antara dini dan lanjut ialah dua tahun. Yang
dini bersifat menular, jadi menyerupai S II, sedangkan yang lanjut berbentuk gumma dan
tidak menular. Stigmata berarti jaringan parut atau deformitas akibat penyembuhan kedua
stadium tersebut.
13
Pada selaput lendir mulut dan tenggorok dapat terlihat plaques muqueuses seperti
pada S II. Kelainan semacam itu sering terdapat pada daerah mukoperiosteum
dalam kavum nasi yang menyebabkan rinitis dan disebut syphilitic snuffles.
Kelainan tersebut disertai sekret yang mukopurulen atau seropurulen yang sangat
menular dan menyebabkan sumbatan. Pernafasan dengan hidung suka. Jika
plaques muqueuses terdapat pada laring suara menjadi parau. Kelenjar getah
bening dapat membesar, generalisata, tetapi tidak sejelas pada S II.
14
Sifilis Kongenital Hepato-splenomegali
15
Sifilis kongenital periostitis
Neurosifilis aktif terdapat kira-kira 10%. Akibat invasi T.pallidum pada otak waktu
intrauterin menyebabkan perkembangan otak terhenti. Menyebabkan pada bayi terjadi
konvulsi dan defisiensi mental.
3. Stigmata
Gigi
Gigi hutchinson merupakan kelainan yang khas, hanya terdapat pada gigi
insisiv permanen. Gigi tersebut lebih kecil daripada normal, sisi gigi konveks,
sedangkan daerah untuk menggigit konkaf.
Kelainan lain yang khas ialah pada gigi molar pertama, biasanya yang di
bawah. Pertama kali dilukiskan oleh moon dan disebut moon:s molar.
Permokaannya berbintil-bintil (tuberkula) sehingga mirip murbai, karena itu
dinamai pula mulbery molar. Kelainan ini lebih sering terdapat daripada gigi
16
hutchinson. Enamel di tempat itu tipis, hingga mudah teradi karies dan cepat
tanggal.
Hutchinson’s teeth
Ragades
Ragades terdapat terutama pada sudut mulut, jarang pada lubang hidung dan
anus. Terbentuknya dari papul-papul yang berkonfluensi, akibat pergerakan
mulut terjadi fisur yang kemudian mengalami infeksi sekunder, jika sembuh
meninggalkan jaringan parut linear yang memancar dari sudut mulut.
Keratitis interstisial
Sikatriks gumatosa
Gumma pada kulit meninggalkan sikatriks yang hipotrofi seperti kertas
perkamen. Pada palatum dan septum nasi meninggalkan perforasi.
17
Tulang
Osteoporosis gumatosa meninggalkan deformitas sebagai sabre tibia. Nodus
periosteal yang menyembuh sering memberi prominen yang abnormal dan
pelebaran regio frontalis yang disebut frontal bossing. Kalianan ini bersama
dengan saddle nose dan bulldog jaw disebut buldog facies.
Trias hutchinson
Trias hutchinson ialah sindrom yang terdiri dari keratitis intertisisal, gigi
hutchinson, dan ketulian nervus VIII.
8. Komplikasi
Dapat menyebabkan kematian janin, partus immaturus dan partus premature. Bayi
dengan sifilis kongenital memiliki kelainan pada tulang, gigi, penglihatan,
pendengaran, gangguan mental dan tumbuh kembang anak. Oleh karena itu, setiap
wanita hamil sangat dianjurkan untuk memeriksakan kesehatan janin yang
dikandungnya. Karena pengobatan yang cepat dan tepat dapat menghindari terjadinya
penularan penyakit dari ibu ke janin.
b. Kehamilan dapat menimbulkan kelainan dan plasenta lebih besar, pucat, keabu-
abuan dan licin
Sifilis yang terjadi pada ibu yang hamil dapat mempengaruhi proses kehamilannya
dan janin. Berikut ini adalah pengaruh sifilis terhadap kehamilan yaitu:
18
1. Infeksi pada janin terjadi setelah minggu ke 16 kehamilan dan pada kehamilan dini,
dimana Treponema telah dapat menembus barier plasenta.
3. Bayi lahir dengan lues konginetal : pemfigus sifilitus, diskuamasi telapak tangan-
kaki, serta kelainan mulut dan gigi.
4. Bila ibu menderita baru 2 bulan terakhir tidak akan terjadi lues konginetal.
9. Pemeriksaan
19
• Hasil STS non Treponema menjadi negatif (-) dalam 3 – 8 bln setelah pengobatan
adekuat.
• Penilaian -`kualitatif & kuantitatif
• Hasilnya menjadi positif (+) dalam 2 minggu I setelah ulkus durum positif (+)
20
Tes Treponema
1. Tes Imobilisasi
• Treponema Pallidum Immobilization (TPI)
Tes Treponema yang paling spesifik
• Hasil positif pada Treponematosis
• Kekurangannya
– Rx lambat, baru (+) pd akhir stadium I,
– Tidak dapat digunakan untuk menilai hasil pengobatan,
– Teknik sulit dan
– Biayanya mahal
2. Tes imunofluoresensi
a. Fluorecent Treponemal Antibody Absorption Test (FTA-Abs)
• Tes ini paling sensitif (90 %), bisa untuk mendeteksi Ig G
• False (+) pada :
Keganasan
Anemia hemolitik
Lupus eritematosus
Sirosis hepatik
Rheumatoid arthritis
Kehamilan
Skleroderma
Infeksi virus, vaksinia
Drug induced LE
Orang normal
10. Pengobatan
21
Stadium dini (menular) : dosis total 30 gram/15 hari
11. Prognosis
Setelah menjalani pengobatan, prognosis untuk sifilis fase primer, sekunder dan fase laten
adalah baik. Prognosis untuk sifulis fase tersier pada hati atau otak adalah buruk, karena
kerusakan yang telah terjadi biasanya tidak dapat diperbaiki
DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda adhi,dkk.Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. edisi IV. Jakarta : 2005
2. A.Price Silvia dan m.Wilson Lorraine, 2006. Patofisiologi.edisi 6.EGC: Jakarta
3. Mansjoer arif,dkk.2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edsi III. Media Aesculapius
Fakultas Kedoketran Universitas Indonesia : Jakarta
4. Rani A azis,dkk, 2005. Panduan Pelayanan Medik Perhimpunan Dokter Spesialis
Penyakit Dalam Indonesia. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta
5. Sudoyo aru W, 2006.Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Pusat Penerbitan Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta
6. http://www.google.com
22
7. http://www.medicastore.com
23