Oleh:
Kelompok 10
1. Pratama Soldy Izzulhaq, S.Kep 131411131091
2. Ayu Tria Kartika Putri, S.Kep 131411133023
3. Bella Nabila Wijaya Krisnawan, S.Kep 131411133020
4. Cholilatul Zuhriya, S.Kep 131411131051
5. Senja Putrisia Fajar Eldiningtyas, S.Kep 131411131082
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA
2018
ii
Lembar Pengesahan
Laporan Asuhan Keperawatan Stase Keperawatan Dasar
Ruang Teratai 13 – 25 Agustus 2018
Pembimbing Akademik
Pembimbing Klinik
Kepala Ruangan
ii
iii
LEMBAR PENGESAHAN
atas nama :
iii
iv
DAFTAR ISI
iv
1
BAB 1
PENDAHULUAN
Abses parafaring merupakan salah satu infeksi ruang leher dalam yang
terjadi akibat komplikasi dari berbagai infeksi rongga mulut dan orofaring
(Blumberg, J. M. & Ludson, B.L., 2014). Infeksi pada ruang parafaring dapat
terjadi akibat dari: (1) komplikasi infeksi pada orofaring, seperti tonsilitis,
faringitis, dan infeksi gigi, (2) proses supurasi pada kelenjar limfe ruang leher
dalam, mastoid, dan vertebra servikal, (3) penjalaran infeksi dari ruang leher
dalam di sekitarnya akibat letak ruang parafaring yang berada relatif di tengah
S.P., 2013). Ada pula kondisi sistemik yang menjadi faktor predisposisi
El G., 2014).
2011). Pada penelitian yang dilakukan oleh para ahli Amerika Serikat
dikatakan dari 117 anak yang menderita abses leher dalam yang diteliti
infeksi parafaring (2%), dan infeksi ruang kanina (2%) (Marcincuk, M. C.,
1
2
2005). Yang dkk, pada 100 kasus abses leher dalam yang diteliti April 2001
sampai Oktober 2006 mendapatkan lokasi abses lebih dari satu ruang
peritonsil 9%, sublingual 7%, parotis 3%, infra hyoid 26%, retrofaring 13%,
ruang karotis 11% (Yang, et al., 2008). Di departemen THT-KL Rumah Sakit
pterigoideus terlibat, selain itu penonjolan dinding faring ke arah medial juga
tidak selalu terlihat (Aynehchi, B. B. & Har, El G., 2014). Komplikasi abses
parafaring dapat timbul akibat abses itu sendiri ataupun akibat tindakan
aneurisma atau ruptur arteri karotis interna, obstruksi jalan napas, empiema,
dan sindrom Horner (Blumberg, J. M. & Ludson, B.L., 2014). Sisa abses
kondisi umum pasien, pengecekan hasil kultur dan tes sensitivitas, serta
tidak terdapat perbaikan gejala dalam waktu 24 jam, ancaman sumbatan jalan
tampak lebih dari 3 cm pada CT-scan, dan abses multipel (Aynehchi, B. B. &
Har, El G., 2014). Lokasi abses dan struktur sekitarnya dapat dievaluasi
serta dapat mendeteksi ada atau tidaknya komplikasi (Page, C. et al, 2008).
infeksi, memperlama waktu perawatan, dan bila tidak ditangani dengan baik
akan dapat menimbulkan komplikasi yang lebih berat (Gadre, A. K. & Gadre,
4
K. C., 2001). Oleh karena itu, sebagai seorang tenaga kesehatan diharapkan
Parafaring?
1.3 Tujuan
Parafaring.
Parafaring.
1.4 Manfaat
Manfaat yang bisa diperoleh dari penulisan proposal seminar kasus ini
1. Teoritis
2. Praktis
BAB 2
RESUME KASUS
2.1 PENGKAJIAN
1. Identitas
a. Identitas Pasien
Nama : Ny. N
Umur : 58 tahun
Nama : An. V
Umur : 22 tahun
Pekerjaan : Swasta
8
Alamat : Surabaya
2. Status Kesehatan 6
a. Status Kesehatan Saat Ini
a. Pola Bernapas
1) Sebelum sakit: Normal, klien tidak pernah mengalami sesak nafas atau
2) Saat sakit: Nafas klien meningkat saat mengalami nyeri, namun kembali
b. Pola makan-minum
2) Saat sakit: klien terpasang NGT, makan hanya susu dan jus.
c. Pola Eliminasi
2) Saat sakit:klien mengurangi aktivitas karena leher klien terdapat luka insisi
1) Sebelum sakit: klien tidak mengalami gangguan tidur, klien biasanya tidur
2) Saat sakit: klien mengeluh susah tidur, kadang bisa tidur namun kadang
f. Pola Berpakaian
1) Sebelum sakit: klien dapat berganti pakaian sendiri, klien ganti pakaian 2-
2) Saat sakit: klien saat berganti pakaian harus dibantu oleh orang lain.
1) Sebelum sakit: klien merasa nyaman dengan aktivitas dan lingkungan nya
sehari-hari.
2) Saat sakit: klien merasa tidak nyaman pada luka bekas operasi dan
h. Pola Aman
1) Sebelum sakit: klien rutin melakukan mandi 2-3 kali tiap hari, keramas 3-
4 kali tiap minggu, memotong kuku saat panjang, dan memotong rambut
saat panjang.
2) Saat sakit: klien jarang mandi karena tidak ada yang menyeka, tidak bisa
j. Pola Komunikasi
lain
k. Pola Beribadah
1) Sebelum sakit: klien melakukan ibadah dengan rutin, rutin sholat 5 waktu
2) Saat sakit: klien jarang beribadah, klien melakukan ibadah apabila tidak
merasa nyeri.
l. Pola Produktifitas
tangga.
2) Saat sakit: klien tidak bisa melakukan aktivitas sehari-hari sebagai ibu
rumah tangga
m. Pola Rekreasi
11
bersama keluarganya.
1) Sebelum sakit: biasa saja, tergantung ada yang mengajari atau tidak
4. Pengkajian Fisik
a. Keadaan umum :
b. Tanda-tanda Vital :
c. Keadaan fisik
1) Kepala dan leher: adanya luka insisi di leher kanan, mukosa lembab,
2) Dada:
6) Integumen: turgor kulit normal, akral hangat kering merah, tidak ada
edema.
12
7) Ekstremitas:
8) Neurologis:
kooperatif
kranial.
d. Pemeriksaan Penunjang
terhadap ciprofloxacin.
PO2 130,7 mmHg, HCO3 17,2 mEq/L, Sat O2 98,2%. Pada analisa
13
2) Pemeriksaan radiologi
b) CT-scan:
5. Analisa Data
DATA INTERPRETASI MASALAH
DS: klien mengatakan Abses parafaring Nyeri Akut
nyeri pada bagian luka
bekas operasi Reaksi peradangan
Tidak nyaman
Penumpukan secret
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
EVALUASI KEPERAWATAN
No Hari/Tgl No Dx Evaluasi Ttd
jam
1. Sabtu, 18 Agustus 2018 1 S: klien mengatakan nyeri di luka operasi berkurang
Pukul 13.00 O: klien dengan abses parafaring post insisi hari ke-8, skala nyeri 2
A: nyeri akut
P: masalah teratasi sebagian, intervensi dilanjutkan
I: memberikan analgesic ulang
2. Sabtu, 18 Agustus 2018 2 S: klien mengatakan sudah bisa tidur, walaupun kurang dari 6 jam per hari
Pukul 13.00 O: klien Nampak lebih segar, kantong mata klien berkurang
A: gangguan pola tidur
P: masalah teratasi
I: -
3. Sabtu, 18 Agustus 2018 3 S: klien tidak mengeluh sesak nafas, secret dapat dikeluarkan dengan mudah
Pukul 13.00 setelah dilakukan nebul
O: suara nafas vesikuler kanan dan kiri, tidak ada suara nafas tambahan, secret
sedikit, TTV dalam batas normal
A: ketidakefektifan bersihan jalan nafas
P: masalah teratasi sebagian, intervensi dilanjutkan
I: memberikan posisi semi fowler, melakukan nebul setiap 2-4 jam sekali,
melakukan batuk efektif
4. Sabtu, 18 Agustus 2018 4 S: klien mengatakan badan segar dan mulut bersih, klien merasa lebih nyaman
Pukul 13.00 O: badan dan gigi klien Nampak bersih
A: klien tidak ada keluhan
P: masalah teratasi, intervensi dilanjutkan
I: melakukan oral hygiene, melakukan perawatan diri mandi dengan diseka,
mengedukasi keluarga untuk menjaga kebersihan tubuh
21
BAB 3
PEMBAHASAN
masuk rumah sakit. Hal tersebut sesuai dengan ciri-ciri yang dialami oleh
infeksi pada orofaring, seperti tonsilitis, faringitis, dan infeksi gigi, 2) proses
supurasi pada kelenjar limfe ruang leher dalam, mastoid, dan vertebra
dengan anestesi lokal dan benda asing (Blumberg, J. M. & Ludson, B.L.,
terjadinya abses parafaring pada pasien ini tidak diketahui dengan jelas.
Seringkali sumber infeksi pada pasien abses parafaring telah sembuh saat
abses terjadi dan sekitar 20% kasus abses leher dalam sumber infeksinya
18
22
dari 3 cm pada CT-scan, dan abses multiple (Aynehchi, B. B. & Har, El G.,
2014). Hasil CT-scan pasien ini menunjukkan pus dalam jumlah yang
menimbulkan nyeri jika terjadi gerakan. Klien mengeluh terkadang bisa tidur
terkadang tidak. Saat berpakaian klien dibantu orang lain. Klien merasa tidak
nyaman pada luka dan badan sampai kaki terasa nyeri. Tidak terdapat
komplikasi yang serius pada pasien ini. Komplikasi abses parafaring dapat
timbul akibat abses itu sendiri ataupun akibat tindakan pembedahan yang
dilakukan. Komplikasi yang timbul akibat abses parafaring itu sendiri adalah
ruptur arteri karotis interna, obstruksi jalan napas, empiema, dan sindrom
Hasil dari pemeriksaan fisik ditemukan, nadi: 100 x/menit, suhu: 35,3
o
C, TD: 130/90 mmHg. Saat nyeri pola bernafas klien meningkat, tetapi
ditemukan luka insisi di leher kanan, mukosa lembek, mata tidak cekung dan
anemis. Saat berada di ruang Bedah Teratai selang NGT dan nutrisi yang
diperoleh klien hanya susu dan jus. Tidak ada gangguan dalam BAK/BAB.
Klien jarang mandi jika tidak diseka dan klien tidak gosok gigi tetapi
Keluhan nyeri biasanya akan semakin hebat ketika pasien sedang menoleh
sakit gigi atau riwayat tertelan benda asing. Keluhan lain didapatkan sulit
sambil menunggu hasil kultur dan tes sensitivitas. Beberapa pasien mungkin
kasus ini dirawat inap dan segera dilakukan rehidrasi dengan cairan infus.
sensitivitas.
penyebab pada kasus ini adalah Klebsiella pneumonia yang sensitif terhadap
lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari
3 bulan
Penyebab:
sehingga timbul masalah nyeri akut.. Hal ini didukung dengan DS klien
yang mengatakan nyeri hilang timbul di bagian dada dan DO klien dengan
rekomendasi
lingkungan.
karena kondisi dari lingkungan dan diri sendiri, klien mengeluhkan merasa
kepanasan sehingga sulit tidur dan merasa nyeri akibat luka post operasi.
Hal ini sesuai dengan etiologi dari gangguan pola tidur yang dibuktikan
klien akan tidur, dan 4) mengajarkan teknik pengantar tidur, tarik napas
dan dzikir.
Penyebab:
anastesi)
polutan
suara napas, didapatkan suara napa vesikuler antara paru kanan dan kiri, 4)
dikarenakan klien masih lemas dan akibat dari tindakan operasi, sehingga
klien terlihat kotor, kuku panjang, napas bau, dan ercium bau badan.
memantau integritas kulit pasien, hasil tidak ada dekubitus dan kemerahan,
4) edukasi keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan oral hygiene, dan
BAB 4
PENUTUP
4.1 Simpulan
Abses parafaring adalah infeksi di daerah parafaring yang dapat meluas
dengan analgesia, 2) proses supurasi kelenjar leher limfa bagian dalam, gigi,
tonsil, faring, hidung, sinus paranasal, mastoid dan serebra servikal, 3) infeksi
tonsilitis, faringitis, dan infeksi gigi dan 4) kondisi sistemik. Klien yang
napas tidak efektif, nyeri akut, gangguan pola tidur dan defisit perawatan
sudah teratasi dengan baik dan perlu dilanjutkan intervensi agar masalah tidak
muncul kembali.
4.2 Saran
Setelah kita mengetahui penyebab dan cara merawat pasien dengan penyakit
dan juga kita bisa memberikan informasi kepada masyarakat untuk selalu
lingkungan.
25
29
DAFTAR PUSTAKA
Adam GL. Penyakit-penyakit nasofaring dan orofaring. Dalam: Adam GL,Boies
LR Jr, Higler P, ed. Boies Buku Ajar Penyakit THT. Alih bahasa: Wijaya
C. Jakarta: EGC; 1994: 320-55.
Amar, Y. G. & Manoukian, J. J. (2004). Intraoral drainage: recomended as the
initial approach for the treatment of parapharyngeal abscess. Otolaryngol
Head Neck Surg. 130:676-80.
Aynehchi, B. B. & Har, El. G. (2014). Deep neck Infections dalam: Johnson JT,
Rosen CA, penyunting. Bailey’s Head and Neck Surgery Otolaryngology.
Edisi ke-5. Philadelphia: Lippincot William & Wilkins. h.794-816.
Ballenger JJ. Leher, orofaring dan nasofaring. Dalam: Ballenger JJ, ed. Penyakit
Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. Jilid 1. Edisi 13. Alih
bahasa: Staf Ahli Bag THT RSCM-FKUI. Jakarta: Binarupa Aksara; 1994:
295-304.
Blumberg, J. M. & Ludson, B. L. (2014). Surgical management of parapahryngeal
abscess, Operative Technique in Otolaryngology, 25:304-9.
Brito-Mutunayagam, S., Chew, Y. K., Sivakumar, K., Prepageran, N. (2007).
Parapharyngeal and retropharyngeal abscess: anatomical complexity and
etiology. Med J Malaysia, 62(5):S413-5.
Dewantara, I. P. S., Putra, I. D. G. A. E., Sucipta, I. W. (2017). Penanganan abses
parafaring dengan pendekatan transoral. Medicina 48(1): 62-66.
DOI:10.15562/medi.v48i1.28.
Fachruddin D, Abses leher dalam. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, ed. Buku
Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi 5
Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2001: 18589
Gani, A. N., Badullah, A., Hazim, M. Y. S., Rozman, Z. (2007). Parapharyngeal
abscess in immuno-compromissed patients. Med & Health, 2(2):S158-63.
Gadre, A. K., Gadre, K. C. (2001). Infections of the deep spaces of the neck, In:
Bailey BJ ed. Head & Neck Surgery Otolaryngology 3th ed. Vol 1.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins co; 665-82.
Haben, C. M., Campisi, P., Sweet, R. (2001). Sequential parapharyngeal
abscesses. International Journal of Pediatric Otorhinolaryngology.
57:255-8.
Lee, Y. Q., Kanagalingam, J. (2011). Deep neck abscesses: Singapore experience,
Eur Arch Otorhinolaryngol. 268(4):609-14.
Marcincuk, M. C. (2005). Deep neck infections. Available at:
URL:http://www.emedicine.com/ ent/topic 669.htm-ggk. Accessed August
30, 2018.
30
Novialdi, Pulungan M. R. (2010). Pola kuman abses leher dalam, Bagian THT-KL
FK Universitas Andalas-RS dr.M Jamil Padang [Tesis].Padang:
Universitas Andalas.
Page, C., Biet, A., Zaatar, R., Strunski, V. (2008). Parapharyngeal abscess:
diagnosis and treatment. Eur Arch Otorhinolaryngol, 265:681-6.
Pedlar J. Spreading infection. Available at: URL:http://www.fleshandbones.c
om/readingroom/pdf/111.pdf. Accessed August 30, 2018.
Rahardjo, S. P. (2013). Infeksi Leher Dalam. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Rigante D, Spanu T, Nanni L, Tornesello A, Sanguinetti M. Deep neck infection
complicating lymphadenitis caused by Streptococcus intermedius in an
immunocompetent child. Available at: URL:http://www.biomedcentral.c
om/1471-2334/6/61/prepup. Accessed August 30, 2018.
Rosen EJ, Bailey BJ. Deep neck spaces and infections. Available at:
URL:http://www.utmb.edu/otoref/ Grnds/Deep-neck-spaces-200204-
slides.pdf. Accessed August 30, 2018.
Shumrick KA, Sheaft SA. Deep neck infections. In: Paparella, Shumrick,
Gluckman, Meyerhoff, eds. Otolaryngology. 3 rd ed. Philadelphia: WB
Sounders Co; 1991: 2545-52.
Wahyono, Samodra E, Setiajit B. Abses parafaring studi retrospektif pada 7
penderita. Dalam: Zainudin Z, Syam A, Aminoedin I, Fadil M, Hutapea E,
ed. Kumpulan Naskah Ilmiah Tahunan PERHATI. Bukittinggi; 1993:609-
22.
Yang, S. W., Lee, M. H., See, L. C., Huang, S. H., Chen, T. M., Chen, T. A.
(2008). Deep neck abscess: an analysis of microbial etiology and
effectiveness of antibiotics. Infection and Drug Resistance, 1:1-8.
Yasan, H., Dogru, H., Ozel, F. B., Baykal, B. (2005). Difficulty in the diagnosis
and management of parapharyngeal abscess: foreign body?.KBB-forum, 4
(4):S192-4.
31
LAMPIRAN
Laporan Pendahuluan
1. Anatomi Fisiologi
potensial yang termasuk bagian dari ruang leher dalam yang berbentuk
piramida terbalik, yang terbentuk dari multi komponen sistem fasia. Batas-
batas ruang parafaring adalah di inferior oleh kornu minor tulang hyoid, di
superior oleh dasar tengkorak, sebelah medial dibatasi divisi viseral dari
lapisan media (sepanjang otot konstriktor faring) dan fasia otot-otot tensor
dan levator veli palatini serta stiloglosus. Batas lateral dipertegas oleh lapisan
posterior dibentuk oleh divisi prevertebra dari lapisan profunda dan sisi
suatu garis yang ditarik dari lamina pterigoid menuju prosesus stiloid.
selubung karotis (arteri karotis, vena jugularis interna, dan nervus vagus),
pembuluh limfe. Nervus asesorius juga berada dalam kompartemen ini, tetapi
posterior.
dari semua ruang potensial leher dalam. Kejadian infeksi dalam ruang
33
2. Definisi
Abses adalah kumpulan nanah dalam suatu rongga yang terjadi akibat
adanya suatu proses infeksi bakteri piogenik yang terdapat dibawah jaringan,
organ, atau pada ruang-ruang kosong. Abses mempunyai daerah pusat yang
menonjol yang terjadi akibat penumpukan sel dan jaringan yang mati. Daerah
pembuluh darah serta jaringan parenkim dan fibroblas yang berfungsi untuk
3. Etiologi
tonsilaris.
2) Proses supurasi kelenjar leher limfa bagian dalam, gigi, tonsil, faring,
sumber infeksi untuk terjadinya abses ruang parafaring. Selain itu proses
supurasi pada kelenjar limfe pada ruang leher dalam, mastoid, dan
4. Patofisiologi
Abses parafaring dimulai dari infeksi jaringan lunak pada daerah kepala dan
leher. Infeksi ini dapat meluas dari salah satu ruang potensial leher dalam,
1) Bakteri menyebar dari suatu infeksi di bagian tubuh yang lain misalnya
peritonsiler abses, infeksi gigi molar pada pencabutan gigi molar bawah,
tindakan endoskopi per oral yang kasar, perluasan infeksi glandula parotis
2) Bakteri masuk ke bawah kulit akibat adanya luka atau trauma tindakan
5. WOC
Jaringan terinfeksi
Abses Parafaring
Jaringan berisi pus Penuh dengan pus Terjadinya pembengkakan Akumulasi pus Tirah baring lama
Anoreksia
Gangguan menelan
Resiko infeksi Kurang istirahat
6. Manifestasi
Gejala dan tanda yang utama ialah trismus, indurasi atau pembengkakan
pterigoideus terlibat, selain itu penonjolan dinding faring ke arah medial juga
7. Pemeriksaan Diagnostik
abses parafaring yang paling tepat adalah dengan aspirasi memakai jarum
AP/lateral dalam kondisi soft tissue, foto toraks, USG leher dan pada kasus
Pada pemeriksaan foto jaringan lunak leher pada kedua posisi tersebut dapat
gambaran kontras pada dinding abses dan edema jaringan lunak disekitar
abses. Pemeriksaan kultur dan tes resistensi dilakukan untuk mengetahui jenis
8. Penatalaksanaan
sambil menunggu hasil kultur dan tes sensitivitas. Beberapa pasien mungkin
intubasi.
diperhatikan adalah:
A) Preoperatif
dari 3 cm pada CT-scan, dan abses multipel. Hal yang paling penting untuk
tidak adanya sumbatan jalan nafas, resusitasi cairan dan keadaan metabolik,
a) Observasi adanya sumbatan jalan nafas. Pada kasus yang sangat sulit,
trakeostomi.
2) Melakukan kultur pus dan darah untuk mengetahui jenis kuman, dan
jenis antibiotik biasanya yang dapat membunuh semua jenis kuman baik
gram negatif atau gram positif, ataupun kuman aerob maupun anaerob.
spektrum luas diberikan sebagai terapi pilihan, bila pada saat 48 jam post
parafaring yang ringan, dimana pus hanya sedikit dan tidak disertai
kuman baik gram negatif atau gram positif, ataupun kuman aerob
41
diberikan sebagai terapi pilihan, bila pada saat 48 jam post drainase pus
dengan pemberian antibiotik per oral. Pada kasus abses parafaring yang
ringan, dimana pus hanya sedikit dan tidak disertai dengan gangguan
pembedahan.
B) Operatif
image.
abses yang kecil dan letak abses parafaring yang mudah untuk
kuman.
C) Post Operatif
9. Komplikasi
parafaring, diantaranya adalah terapi yang tidak tepat, dan tidak adekuat,
44
Komplikasi yang dapat terjadi diantaranya adalah sumbatan jalan nafas akibat
dari pendesakan trakea, aspirasi dari pus, bisa secara spontan maupun pada
10. Prognosis
memperoleh kesembuhan yang lebih cepat dan berhasil baik, sedang pasien
A) Pengkajian
yang meliputi:
1) Identitas
a) Nama
b) Usia: terjadi pada semua usia, kejadian tertinggi pada usia remaja
d) Pekerjaan
e) Alamat
45
5) Riwayat Alergi
B) Pemeriksaan fisik
C) Body sistem
1) B1: Breathing
2) B2: Blood
dan di uvula.
3) B3:Brain
4) B4: Bladder
5) B5: Bowel
6) B6: Bone
D) Pemeriksaan Diagnostik
parafaring.
jumlah leukosit.
3) Foto polos: Pada pemeriksaan foto jaringan lunak leher pada kedua
E) Diagnosa Keperawatan
berlebih
F) Intervensi Keperawatan