Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN GEOLOGI KONSERVASI

FENOMENA GEOLOGI TERKAIT DENGAN KEBUTUHAN


KONSERVASI

Disusun oleh:
Dwi Bintari 115.160.013
M. Iqbal Syah 115.160.017
Farkhan Mahari S. 115.160.062

JURUSAN TEKNIK GEOFISIKA


FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Alhamdulillah kami sampaikan kehadirat Allah SWT,


karena dengan rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan laporan ini,
walaupun dengan penyusunan yang sangat sederhana. Laporan dengan judul
“Fenomena Geologi Terkait dengan Kebutuhan Konservasi” ini dibuat untuk
memenuhi tugas dalam mata kuliah Geologi Konservasi yang diampu oleh Ibu
Ayu Narwastu.
Kami meyakini bahwa masih banyak kekurangan dalam pembuatan
laporan ini. Untuk para pembaca, kami mengharapkan kritikan-kritikan dan
masukan yang bersifat membangun agar menutupi ketidaksempurnaan penulisan
laporan ini. Akhir kata kami berharap semoga laporan ini dapat menambah
wawasan berfikir dan pengetahuan kita semua.

Yogyakarta, 12 Februari 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... ii


DAFTAR ISI .................................................................................................. iii
DAFTAR TABEL ......................................................................................... iv
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1
1.2 Maksud dan Tujuan ................................................................................ 1
BAB II. PEMBAHASAN
2.1 Studi Kasus 1 ........................................................................................... 2
2.2 Studi Kasus 2 ........................................................................................... 5
2.3 Perbandingan Studi Kasus 1 dan Studi Kasus 2 .............................. ...... 11
BAB III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan ............................................................................................. 13
3.2 Saran ....................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 14

ii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Hasil Pengujian Fisik dan Mekanik Andesit .................................... 4


Tabel 2. Hasil pengujian fisik batuan diabas Karangsambung ....................... 5
Tabel 3. Syarat mutu batu alam untuk bahan bangunan (SII.0378-80) .......... 5

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Konservasi diartikan sebagai upaya pengelolaan sumber daya alam secara
bijaksana dengan berpedoman pada asas pelestarian. Sedangkan menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia, Konservasi Sumber Daya Alam adalah pengelolaan
sumber daya alam (hayati) dengan pemanfaatannya secara bijaksana dan
menjamin kesinambungan persediaan dengan tetap memelihara dan meningkatkan
kualitas nilai dan keragamannya.
Geologi adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang gejala
yang berkaitan dengan proses terbentuknya bumi, keberadaan bumi serta
fenomena lainnya serta berkaitan dengan bentuk alam. Fenomena sendiri berasal
dari bahasa Yunani yaitu kata phainomenon yang secara harafiah berarti, "apa
yang terlihat" namun secara lengkapnya fenomena adalah hal yang luar biasa
dalam kehidupan dan dapat terjadi dengan tidak terduga dan tampak mustahil
dalam pandangan manusia. Jadi dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
yang dimaksud dengan fenomena geologi adalah hal luar biasa yang terjadi di
muka bumi ini yang berkaitan dengan bentuk alam.
Konservasi Lingkungan Geologi adalah pelestarian keseimbangan fungsi-fungsi
geologi lingkungan dengan kebutuhan mahluk hidup disekitarnya. Daerah
Konservasi Geologi adalah lahan yang mempunyai ciri geologi unik/khas, langka
dan atau mempunyai fungsi ekologis yang berguna bagi kehidupan dan
menunjang pembangunan (berkelanjutan) dan atau mempunyai nilai ilmiah tinggi
untuk pendidikan.

1.2 Maksud dan Tujuan


Maksud dari dibentuknya laporan adalah untuk mengetahui tentang fenomena
geologi dan pengertian konservasi serta hubungan antara fenomena geologi dan
konservasi itu sendiri. Tujuannya adalah untuk membandingkan penerapan
konservasi pada fenomena geologi berdasarkan 2 studi kasus yang berbeda.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Studi Kasus 1


Kajian Geologi Lingkungan Pada Lokasi Penambangan Batuan Diabas Gunung
Parang Dalam Rangka Konservasi Batuan Di Cagar Alam Geologi
Karangsambung
Arief Mustofa Nur
Pendahuluan
Kawasan Karangsambung ditetapkan sebagai Cagar Alam Geologi
Karangsambung dengan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral RI
nomor 2817K/ 40/MEM/2006 tanggal 10 November 2006. Karangsambung
memiliki potensi tambang galian golongan C terutama pasir dan batuan yang
sayangnya tambang tersebut dilakukan pada lokasi yang mempunyai nilai ilmiah
yang tinggi. Sebagai contoh penambangan yang memprihatinkan adalah tambang
diabas di gunung parang yang berdampingan dengan lokasi pelestarian yang
menjadi tanah milik negara. Penambang pun masih bersifat umum tanpa
menggunakan kaidah keilmuan dan aspek lingkungan sehingga sangat
mengancam kelestarian situs. Sebagai upaya untuk melestarikan keberadaan
batuan Diabas Gunung Parang yang salah satu diantaranya adalah melakukan
kajian mengenai geologi lingkungan penambangan Diabas Gunung Parangan,
Penelitian ini dilakukan dengan melakukan pengkajian secara cepat yang meliputi
pengamatan/pengambilan data lapangan serta kajian pustaka.
Kondisi Dan Genesa Batuan Diabas
Diabas Gunung Parang merupakan batuan beku basa yang kaya
kandungan Fe dan berwarna gelap terbentuk akibat tumbukan antara lempeng
benua dengan lempeng samudera yang kemungkinan terjadi pada kala Miosen.
Secara petrografis batuan diabas menunjukan struktur diabasic atau ophitic dan
tersusun oleh mineral plagioklas (labradorit, bytownit), piroksen (augit, hypersten,
enstantit dan diopsid), magnetit, sedikit klorit, serisit serta mineral karbonat.
Batuan diabas termasuk langka terutama di Indonesia karena untuk membentuk
batuan jenis ini diperlukan kondisi tertentu, apalagi Indonesia merupakan wilayah

2
yang termasuk dalam deret busur gunungapi memiliki tipe gunungapi kerucut
sehingga magma yang dihasilkan secara umum adalah magma andesitik.
Geologi Lingkungan Lokasi Penambangan Diabas Gunung Parang
Morfologi/Topografi
Setiap kegiatan penambangan hampir dipastikan akan merubah
morfologi/topografi. Perubahan morfologi / topografi yang mencolok adalah
morfologi/topografi yang awalnya baik menjadi rusak dan tidak sesuai dengan
peruntukannya. Seperti perbukitan dengan topografi tinggi mejadi lebih rendah
bahkan menjadi cekungan. Ada juga lereng yang dulunya landai menjadi lebih
curam.Penambangan juga telah merubah kemiringan lereng Gunung Parangan
yang semulai relatif landai menjadi lebih curam (60 derajat – 75 derajat ) bahkan
tegak. Kondisi lereng yang curam ini berpengaruh terhadap intensitas erosi dan
potensi gerakan massa tanah berupa jatuhan bongkah batuan.
Geologi Teknik
Penambangan Diabas Gunung Parang masih dilakukan tanpa
mengindahkan kaidah keilmuan dan aspek lingkungan sehingga penambangannya
tidak teratur. Dari segi keselamatan, penambangan tersebut sangat berbahaya
karena mengakibatkan kemiringan lereng menjadi lebih curam. Pemotongan
lereng yang terlalu terjal tanpa memperhitungkan kestabilan lereng akan
berpotensi mengakibatkan bencana alam baik longsor atau runtuhan batuan.
Kegiatan penggalian juga mengakibatkan perubahan sifat-sifat fisik tanah penutup
(overburden) menjadi lebih gembur dan terurai (unconsolidation) sehingga mudah
tererosi. Jika musim hujan atau terjadi hujan dengan curah hujan tinggi maka
sebagian tanah penutup berpotensi longsor karena berkurangnya kuat geser tanah
akibat peningkatan kandungan air dalam tanah.
Pembahasan
Ditinjau dari ilmu pengetahuan, diabas Gunung Parang mempunyai nilai
ilmiah yang tinggi. Tidak disemua tempat dijumpai batuan diabas, apalagi yang
berstruktur collumnar joint. Lokasi ini merupakan salah satu lokasi inti dalam
Cagar Alam Geologi Karangsambung sehingga harus dikonservasi. Namun
sebagian dari lokasi Gunung Parangan ini masih milik warga sehingga pemilik
masih mempunyai hak mengelola tanahnya termasuk menambang. Apabila

3
dibiarkan, kegiatan penambangan dapat mengancam lokasi yang dilindungi serta
penambangannya membahayakan keselamatan para penambang karena tidak
mengindahkan kaidah ilmu pengetahuan dan aspek lingkungan.
Meskipun diabas mempunyai sifat fisik padat, kompak dan keras, namun
diabas yang termasuk batuan beku basa masih lebih rendah kualitasnya
dibandingkan batuan beku menengah seperti andesit maupun asam seperti granit
(Tabel I dan Tabel II). Nilai kuat tekan batuan Diabas Karangsambung hamper
setengah dari nilai kuat tekan batuan andesit.
Apabila nilai kuat tekan batuan tersebut dihubungkan dengan syarat mutu
batu alam untuk bahan bangunan (Tabel III) maka batuan diabas Karangsambung
hanya memenuhi kualitas untuk batu hias/tempel, tonggak dan batu tepi jalan, dan
penutup lantai/troto. Batuan diabas jika digunakan untuk pondasi bangunan hanya
layak untuk bangunan ringan. Hal ini berbeda dengan batuan andesit yang dapat
digunakan untuk batu hias/tempel, tonggak dan batu tepi jalan, penutup
lantai/troto, batuan pondasi bagunan ringan dan bangunan sedang.
Maka dari itu, batuan Diabas Karangsambung perlu dan harus
dikonservasi demi kepentingan ilmu pengetahuan. Kegiatan penambangan perlu
dikendalikan demi kelestariannya, yang mana kualitas batuan diabas lebih rendah
dibandingkan batuan beku lainnya seperti andesit apabila digunakan sebagai
bahan bangunan. Untuk kepentingan bahan galian bangunan, maka perlu alternatif
lokasi penambangan khususnya batuan yang mempunyai kualitas baik. Disisi lain,
perlu ada upaya dari berbagai pihak terkait untuk mengalihkan kegiatan para
penambang menjadi kegiatan lain yang tidak merusak lingkungan. Sehingga
kelestarian batuan yang dilindungi akan lebih terjaga. Langkah ini merupakan
tanggung jawab segenap elemen pemerintah dan masyarakat yang terkait dengan
pelestarian situs batuan di Cagar Alam Geologi Karangsambung.
Tabel I. Hasil Pengujian Fisik dan Mekanik Andesit

4
Tabel II. Hasil pengujian fisik batuan diabas Karangsambung

Tabel III. Syarat mutu batu alam untuk bahan bangunan (SII.0378-80)

2.2 Studi Kasus 2


Potensi Situs-Situs Warisan Geologi di Area Kars Gunung Sewu Sebagai
Pendukung dan Peluang Pengembangan Geopark di Indonesia untuk Aset
Geowisata Kreatif
Reza Permadi, Prakosa Rachwibowo, Wahju Krisna Hidayat
Program Studi Teknik Geologi Universitas Diponegoro, Semarang, Jawa Tengah
permadism@geologist.com

Pendahuluan
Kars adalah sebuah bentuk permukaan bumi yang pada umumnya
dicirikan dengan adanya depresi tertutup (closed depression), drainase
permukaan, dan gua sehingga sering dijadikan geopark yang bertujuan

5
memajukan perekonomian lokal. Selain itu juga digunakan untuk
mempertahankan keanekaragaman segi geologi, hayati dan budaya.
Pada latar belakang dilakukannya penelitian potensi situs warisan geologi daerah
kars Gunung Sewu karena daerah ini merupakan kawasan kars terkenal di Pulau
Jawa. Secara geologi terbentuk dari batugamping berumur Miosen Tengah dengan
ketebalan lebih dari 200 meter. Banyaknya situs geologi di Indonesia seharusnya
dapat menjadikan Indonesia negara mandiri dalam geowisata .
Maksud daan tujuan dilakukannya penelitian ini adalah melakukan kajian
inventarisasi di daerah Gunung Sewu (Gunung Kidul, Wonogiri, Pacitan) dalam
mengembangkan Geopark. Tujuannya untuk mengetahui peran ahli, membuat
klasifikasi area kars daerah Gunung Sewu dan konservasi geologi, dan membuat
studi kelayakan geopark Gunung Sewu.
Tinjauan Pustaka
Ditinjau dari Teori Tektonik Lempeng, Indonesia terletak pada pertemuan
tiga lempeng besar membentuk berbagai fenomena geologi berupa bentang alam,
struktur, dan menghasilkan berbagai jenis batuan/mineral serta fosil yang
melimpah. Prakarsa UNESCO (United Nation Educational, Scientific and Cultural
Organization) untuk mendukung taman bumi (Geopark) merupakan respon atas
besarnya kebutuhan akan bingkai kerja internasional yang disuarakan oleh
sejumlah negara untuk meningkatkan perlindungan warisan bumi (geoheritage)
yang merupakan saksi-saksi kunci sejarah kehidupan di planet ini. Indonesia yang
memiliki karateristik alam dan lingkungan yang sangat beragam, setidaknya
memerlukan tiga konsep pemanfaatan sumber daya alam yang berlandaskan
perlindungan alam, yaitu ekowisata (ecotourism), geowisata (geotourism), dan
taman bumi (Geopark). Sebagai warisan bumi, keragaman situs-situs geologi
yang mendukung upaya perlindungan dan potensi pemanfaatannya dalam bentuk
geopark di antaranya adalah:
- Terdapatnya aneka jenis batuan (beku, sedimen, malihan) yang terbentuk pada
Kambrium (543 juta tahun lalu) hingga Resen (saat sekarang).
- Terdapatnya bentangalam kerucut gunungapi (aktif, padam) di sepanjang jalur
Sumatra-Jawa-Nusa Tenggara-Banda.
- Terdapatnya bentangalam pegunungan bersalju di Papua.

6
- Terdapatnya bentangalam kars yang tersebar hampir di seluruh wilayah
kepulauan, beberapa di antaranya telahdikenal baik oleh masyarakat dunia
(Gunung Sewu, Gombong Selatan, Maros-Pangkep, Sangkulirang
- Terdapatnya bentangalam lainnya (gumuk pasir, danau, air terjun, pantai landai,
pantai curam, lembah/ngarai) yang tersebar di banyak tempat.
Geologi Regional
Zona Pegunungan Selatan dapat dibagi menjadi tiga subzona, yaitu
Subzona Baturagung, Subzona Wonosari dan Subzona Gunung Sewu. Subzona
Gunung Sewu merupakan perbukitan dengan bentang alam kars, yaitu bentang
alam dengan bukit-bukit batugamping membentuk banyak kerucut dengan
ketinggian beberapa puluh meter. Di antara bukit-bukit ini dijumpai telaga,
luweng (sink holes) dan di bawah permukaan terdapat gua batugamping serta
aliran sungai bawah tanah. Bentang alam kars ini membentang dari pantai
Parangtritis di bagian barat hingga Pacitan di sebelah timur. Di antara Parangtritis
dan Pacitan merupakan tipe kars yang disebut Pegunungan Seribu atau Gunung
Sewu, dengan luas kurang lebih 1400 km2 (Lehmann. 1939). Sedangkan antara
Pacitan dan Popoh selain tersusun oleh batugamping (limestone) juga tersusun
oleh batuan hasil aktifitas vulkanis berkomposisi asam-basa antara lain granit,
andesit dan dasit (Van Bemmelen,1949).
Metodologi
Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan
metode studi literatur, metode penelitian pemetaan lapangan untuk pengambilan
data lapangan, proses pembuatan peta, analisis SWOT dan metode analisis
kuantitatif (scoring). Dilapangan dilakukan pengambilan data geologi dan data
hasil wawancara dengan responden.
Hasil dan Pembahasan
Peran Ahli Geologi dalam Pengembangan Geopark
Peran ahli geologi adalah menyediakan berbagai bentuk informasi geologi
untuk kepentingan pembangunan yaitu sektor pariwisata sebagai pengembangan
geowisata.
 Melindungi keanekaragaman hayati, seperti jenis, wujud, keunikan dan
asal usul proses pembentukannya bagi kepentingan ilmu pengetahuan,
ekosistem, pariwisata, dan sosial ekonomi.

7
 Menentukan tidakan antisipatif terhadap kemungkinan terjadinya kerusakana
akibat pembangunan.
 Memanfaatkan kawasan sebagai sarana penelitian, pendidikan dan pelatihan,
serta laboratorium kajian permasalahan geologi dan lingkungan yang lebih
luas.
 Memanfaatkan kawasan konservasi geologi tersebut sebagai keunggulan
komparatif yang mempunyai nilai tambah untuk meningkatkan kesejahteraan
sosial ekonomi masyarakat secara bijaksana dan berkelanjutan dengan
penerapan konsep pemberdayaan masyarakat.
Klasifikasi Area Kars Gunung Sewu
Berdasarkan hasil interpretasi citra landsat area kars gunung sewu dapat
dikelompokkan berdasarkan geomorfologi kars :
 Unit K1 Dataran tinggi Kars
Wilayah ini merupakan wilayah kars yang memiliki elevasi dengan ketinggian
200-300 mdpl (meter diatas permukaan laut), dataran tinggi kars di Gunung Sewu
merupakan wilayah yang banyak ditemui, hampir diseluruh wilayah Kars Gunung
Sewu adalah Dataran tinggi Kars. Hal ini disebabkan olehbenar adanya
pengangkatan akibat tektonik di tinggian pegunungan selatan, di wilayah ini
banyak ditemukan bukit-bukit kars dan gua.
 Unit K5 Dataran Alluvial Kars
Wilayah ini merupakan wilayah kars yang memiliki elevasi rendah, merupakan
daerah alluvium dan kawasan pantai. Pada umumnya wilayah ini berada di
kawasan pantai Gunung Sewu, di wilayah ini banyak ditemukan hasil
endapanpantai selatan Jawa berupa endapan beach-rocks dan sea-stacks
 Unit K6 Doline
Wilayah ini merupakan wilayah Kars yang memiliki ciri khas seperti lubang
(system vertikal). Satuan ini banyak ditemukan di daerah Semanu, Gunungkidul
yang merupakan area collapse doline (Luweng Jomblang, Kalisuci, dll.), di daerah
Pacitan berada di geosite Luweng Ombo, yang merupakan gua dengan sistem
vertikal.

8
 Unit K8 Lembah Kering
Wilayah ini merupakan wilayah kars dengan system lembah kering atau lembah
purba. Satuan ini melingkupi area sungai Bengawan Solo Purba yang berada di
Gunungkidul (Lembah Sadeng) hingga Wonogiri (Lembah Giritontro).
Situs-situs Warisan Geologi di Gunung Sewu
Dari hasil penelitian yang dilakukan, terdapat 33 sites di Area Gunung
Sewu yaitu diantaranya 30 Geological sites dimana 11 site di Gunungkidul
GeoArea. 7 site di Wonogiri GeoArea dan 12 sites di Pacitan GeoArea.
Geokonservasi
Dalam melakukan suatu kegiatan konservasi di bidang geologi atau
Geokonservasi, Batugamping menjadi salah satu komoditi pertambangan. Di
daerah Gunungkidul, ada banyak kegiatan penggalian batugamping, baik dalam
skala kecil dan menengah. Pada daerah Gunung Kidul terdapat banyak penggalian
batugamping oleh warga setempat yang berguna untuk memenuhi kebutuhan
ekonomi sehari hari tanpa adanya izin dari pemerintah. Sedangkan adanya
perusahaan tambang yang memiliki izin usaha mereka menggunakan batugamping
untuk membuat tepung ataupun kosmetik yang beada diluar kawasan Geopark itu
sendiri.
Situs-Situs Geologi di Gunung Sewu Nasional Geopark secara otomatis
memperoleh perlindungan Nasional karena berada di dalam kawasan Kars.
Peraturan dimaksud adalah PP No. 26 tahun 2008 tentang rencana tata ruang
nasional. Peraturan ini menjadi panduan implementasi dari peraturan hukum No.
26 tahun 2007 tentang penataan ruang. Melalui badan geologi, Kementerian
energi dan sumber daya Mineral telah mendirikan beberapa situs geologis di
Gunung Sewu sebagai dilindungi geodiversity dan geoheritage objek.
Hasil Analisis SWOT dan Self-Assesment
Data informatif berupa hasil wawancara interview yang dilakukan terhadap
korespondenmanajemen yang sesuai. Berikut adalah hasil analisis SWOT :
a. Strength = dukungan masyarakatlokal yang kuat, tempat-tempatwisata yang
berlimpah, dan strukturorganisasi yang holistik manajemenGeopark
(multisector, multidisiplindan terpadu)

9
b. Weakness = kurangnya pemanduwisata yang profesional; kurangnyakoordinasi
di antara aktor-aktordalam industri pariwisata di tingkatregional, nasional dan
global;konsep geowisata adalah tidakbelum dipopulerkan luas; kurangnya
promosi;
c. Opportunities = dalam bentukmendukung peraturan yang secaraimplisit dan
eksplisit disebutkandalam UU No. 11 tahun 2010 tentang pariwisata
d. Treat = perlindungan geologi yangbelum optimal, kurangnya upayauntuk
meningkatkan daya tarikwisata, kesulitan dalam menjagageosites.
Informasi yang ada di dalam formulir wawancara dan penilaian (self-assesment)
yang sudah memiliki kriteria dari UNESCO akan memberikan gambaran oleh
kelompok ahli Penggagas Geopark Gunung Sewu pada aplikasi yang termasuk :
1. Keadaan Geologi
2. Struktur Manajemen
3. Edukasi Lingkungan
4. Geotourism
5. Perkembangan Ekonomi Daerah secara Berkelanjutan
Kategori tersebut akan diberi penilaian dengan indeks yang berbeda beda sesuai
dengan besarnya faktoratau syarat Global Geopark National. Nilai-nilai yang
tertera pada formulir yang terdapat pada lampiran diberikan oleh Tim Penggagas
Geopark Gunung Sewu, kemudian penulis lampirkan di laporan ini untuk suatu
pembuktian studi kelayakan kalau Daerah Gunung Sewu layak untuk bergabung
menjadi Global Geopark Network yang sebelumnya sudah dilakukan evaluasi
terlebih dahulu oleh beberapa tokoh Geosaintis.
Dari hasil data Self-assesment didapatkan Bobot total Kategori dengan nilai 100
dan jumlah penilaian dengan nilai 73,25%, Hasil tersebut sudah diperiksa oleh tim
UNESCO, angka tersebut (lebih dari 50 %) yang berarti Kawasan Kars Gunung
Sewu sangat layak untuk bergabung ke dalam Jaringan Global Geopark National
oleh UNESCO, karena berdasarkan data penilaian kawasan kars Gunung Sewu
sudah memenuhi beberapa kategori yang dijadikan syarat-syarat utama dalam
ruang lingkup Global Geopark.

10
2.3 Perbandingan Studi Kasus 1 dan Studi Kasus 2

Pada studi kasus 1 membahas tentang kawasan Cagar Alam Geologi


Karangsambung yang memiliki potensi bahan galian golongan C berupa pasir dan
batuan, dimana akibat dari adanya potensi ini menyebabkan terjadinya
penambangan oleh masyarakat yang dilakukan berdampingan dengan lokasi yang
dilestarikan yaitu penambangan batuan diabas di Gunung Parang. Adanya
penambangan ini dapat menyebabkan morfologi dan topografi berubah seperti
lereng yang semula landai menjadi lebih curam yang berporensi untuk bergerak
dan menyebabkan longsoran di lereng tersebut. Kemudian batuan diabas di
Gunung Parang memiliki nilai kuat tekan yang lebih rendah dari batuan andesit
maka dari itu menurut syarat mutu batu alam untuk bahan bangunan (SII. 0378 –
80) batuan diabas Gunung Parang hanya layak untuk batu hias/tempel, tonggak
dan batu tepi jalan dan penutup lantai, maka dari itu batuan Diabas
Karangsambung perlu dan harus dikonservasi demi kepentingan ilmu
pengetahuan. Namun oleh masyarakat batuan diabas ini digunakan sebagai
penyuplai batuan untuk bangunan fisik terbanyak di daerah Kebumen utara, untuk
itu perlu ada upaya untuk menghentikan penambangan diabas Gunung Parang
dengan cara mencari alternatif lokasi penambangan dan atau mengalihkan
aktivitas penambang.
Pada studi kasus 2 membahas tentang area Kars Gunung Sewu yang
memiliki situs-situs warisan geologi dan berpotensi untuk pengembangan
Geopark di Indonesia. Pengembangan geopark ini membutuhkan peran dari
banyak pihak. Ahli geologi berperan menyediakan berbagai informasi geologi,
melinndungi keanekaragaman hayati, mengidentifikasi dan memahami
kemungkinan terjadinya kerusakan di kawasan konservasi dan sebagainya.
Berdasarkan citra Landsat didapat Area Kars Gunung Sewu dikelompokkan
menjadi 4 Satuan yaitu : Unit K1 Dataran Tinggi Kars, Unit K5 Dataran Alluvial
Kars, Unit K6 Doline dan Unit K8 Lembah Kering. Kemudian terdapat 33 sites di
area Gunung Sewu yang perlu dilakukan konservasi walaupun masih memiliki
hambatan yaitu berupa penambangan lokal oleh masyarakat di area tersebut. Dari
hasil analisis SWOT didapatkan Strength dipetakan melalui dukungan masyarakat
lokal yang kuat, Weakness kurangnya pemandu wisata yang profesional;

11
kurangnya koordinasi di antara aktor-aktor dalam industri pariwisata di tingkat
regional, nasional dan global, Opportunities dalam pengembangan geowisata di
Gunung Sewu adalah dalam bentuk mendukung peraturan yang secara implisit
dan eksplisit disebutkan dalam undang-undang No. 11 tahun 2010 tentang
pariwisata, Treat dalam bentuk perlindungan geologi yang belum optimal,
kurangnya upaya untuk meningkatkan daya tarik wisata, kesulitan dalam menjaga
kualitas objek wisata dan kegiatan serupa di luar daerah
Geopark yang berpotensi untuk menjadi pesaing.
Perbedaan dari kedua studi kasus tersebut adalah studi kasus 1 berfokus
pada nilai-nilai batuan diabas Gunung Parang seperti nilai ilmiah dan nilai kuat
tekan, sedangkan pada studi kasus 2 lebih berfokus pada peran ahli geologi dalam
pengembangan Geopark, klasifikasi area Kars Gunung Sewu dan hasil analisa
SWOT. Kemudian persamaan dari kedua studi kasus ini adalah masih adanya
penambangan lokal oleh masyarakat di area yang seharusnya dilindungi dan
dilestarikan.

12
BAB II
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya maka dapat disimpulakan
bahwa:
1. Studi kasus 1 membahas kawasan cagar alam Karangsambung yang
memiliki potensi langka yaitu batuan diabas yang harus dikonservasi,
dilindungi dan dilestarikan dari kegiatan penambangan lokal masyarakat.
2. Studi kasus 2 membahas area kars Gunung Sewu yang memiliki potensi
situs-situs warisan geologi untuk pengembangan Geopark yang telah
dianalisa berdasarkan analisis SWOT.
3. Perbedaan kedua studi kasus ini adalah studi kasus 1 berfokus pada nilai-
nilai batuan diabas, sedangkan studi kasus 2 berfokus pada pengembangan
Geopark.
4. Kemudian persamaan dari kedua studi kasus tersebut adalah masih adanya
penambangan lokal oleh masyarakat di sekitar area yang harus
dikonservasi.
3.2 Saran
Sebaiknya lebih banyak mengambil studi kasus untuk melihat
perbandingan yang signifikan dan dapat menambah wawasan dalam konservasi
geologi.

13
DAFTAR PUSTAKA

Agustinus, E. T. S., Hayade, A. H. 1989. Kuat Tekan “Uniaxial” Diabas Gunung


Parang Karangsambung, Jawa Tengah. Laporan Penelitian, Pusat
Penelitian dan Pengembangan Geoteknologi LIPI
Ansori, C., Siswandi, U., Sumawijaya, N., Miskun, Wibowo, S. E., Sayekti, A.
2007. Inventarisasi Potensi Bahan Galian Industri untuk Konservasi
Kawasan Karangsambung. Laporan Teknis, Balai Informasi dan
Konservasi Kebumian Karangsambung LIPI.
BAPPEDA Kebumen. 2004. Studi Potensi Tambang di Kabupaten Kebumen.
Laporan Akhir, Kebumen.
Bemmelen, R.W. van. 1949. Geology of Indonesia Vol. IA. Martinus Nijhoff, The
Hague, Netherland.
Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi
ketiga). Jakarta: Balai Pustaka. cet.3, h.589
Lehmann, H. 1936. Morphologische studien auf Java, Geographishe
Anhandlungen 9, 15-67.
Mustofa, A. N. 2011. Kajian Geologi Lingkungan Pada Lokasi Penambangan
Batuan Diabas Gunung Parang Dalam Rangka Konservasi Batuan di
Cagar Alam Geologi Karangsambung. TEKNIK – Vol. 32 No. 2 hal 170-
174
Permadi, Reza., Rachwibowo, P., Krisna, W. H. 2014. Potensi Situs-Situs
Warisan Geologi di Area Kars Gunung Sewu Sebagai Pendukung dan
Peluang Pengembangan Geopark di Indonesia Untuk Aset Geowisata
Kreatif. Fakultas Teknik, Program Studi Teknik Geologi, Naskah
Publikasi.

14

Anda mungkin juga menyukai