Disusun oleh:
1
BAB I
PENDAHULUAN
Obat dapat diberikan melalui banyak rute berbeda untuk menghasilkan
efek farmakologi lokal maupun sistemik. Metode penghantaran obat yang paling
umum adalah melalui per rute oral di mana obat ditelan dan memasuki sirkulasi
sistemik terutama melalui membran usus kecil. Pemberian obat secara oral adalah
metode yang paling penting dalam pemberian obat untuk efek sistemik. Rute
parenteral tidak secara rutin digunakan untuk pengobatan sendiri. Ada
kemungkinan bahwa setidaknya 90% dari semua obat yang digunakan untuk
menghasilkan efek sistemik diberikana oleh rute oral(Verma dan Grag, 2001).
Penyerapan obat setelah pemberian oral dapat terjadi di beberapa tempat
yakni mulut dan rektum. Pemberian obat secara oral melalui mulut, onat diserap
sepajanjang saluran pencernaan (Gastrointestinal/GI). Konsekuensi dari hal
tersebut obat harus tahan terhdap pH di saluran pencernaan), kerusakan oleh
enzim-enzim yang mencerna makanan, meyabolisme oleh flora mikro yang
berada di saluran pencernaan (Hooda, 2011).
Dua puluh lima persen dari data populasi pasien yang mengkonsumsi obat
mengalami kesulitan menelan sehingga meningkatkan ketidakpatuhan pasien.
Kesulitan menelan dialami khususnya oleh pasien pediatrik dan geriatri juga
terjadi orang-orang yang sakit terbaring di tempat tidur dan untuk mereka yang
aktif bekerja/ sibuk atau bepergian, terutama mereka yang tidak memiliki akses
untk mendapatkan air. kasus-kasus tersebut pemberian obat mukosa mulut paling
banyak disukai. Telah diketahui selama berabad-abad bahwa zat terlarut obat di
mukosa obat dengan cepat diserap ke dalam vena retikulasi, yang terletak di
bawah mukosa mulut dan diangkut melalui vena-vena wajah, vena juglar internal,
dan vena braciocephalic dan kemudian dialirkan ke sirkulasi sistemik. Oleh
karena itu, jalur administrasi bukal, sublingual dan oral terdisintegrasi dapat
mencegah terjadinya first pass metabolism. Dalam rongga mulut mukosa,
menawarkan rute administrasi yang menarik untuk pengiriman obat sistemik. Rute
obat dengan mucosa oral sangat dapat diterima oleh pasien, mukosa relatif
permeabel dengan suplai darah yang kaya dan kurangnya sel langerhans virtual
membuat mukosa oral toleran terhadap potensi alergen (Hooda, 2011).
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
limfatik juga berkembang dengan baik sehingga konsentrasi terapeutik obat dapat
dicapai dengan cepat. Permeabilitas mukosa diperkirakan 4–4.000 kali lebih besar
daripada kulit. Mukosa dan lamina propia memberikan dukungan mekanik
terbesar dan bukan merupakan penghalang utama untuk penetrasi. Jaringan
penghubung juga mengandung pembuluh darah yang mesirkulasikan darah ke
daerah lidah, wajah, dan vena retroman dibular yang terbuka ke vena jugular
internal. Ketika molekul obat mencapai jaringan penghubung, obat akan
didistribusikan (Kundu dan Sahoo,2008).
Berdasarkan tujuan pengaplikasiannya mukosa oral terbagi atas tiga jenis
sediaan yakni oral disintegrating tablet/film (Orodispersible), bukal dan
sublingual.
2.2 Keuntungan dan Kekurangan Oral Mucosa Drug Delivery System Oral
Oral mucosa drug delivery system memiliki Beberapa keuntungan seperti
(Rao et al, 2013; Verma dan Garg, 2001; Bhowmik, et al, 2009):
1. Obat mudah diberikan bagi pasien yang mengalami kesulitan menelan
(disfagia) terutama pasien pediatri dan geriatric.
2. Air tidak diperlukan untuk menelan bentuk sediaan, memberikan
kemudahan untuk pasien yang sedang berlibur dan menempuh perjalanan
jauh yang kemungkinan besar air minum mungkin sulit diperoleh.
3. Memberikan rasa yang enak pada mulut sehingga membantu mengubah
persepsi bahwa obat itu pahit pada anak-anak.
4. Meningkatkan bioavailabilitas obat karena obat tidak mengalami
metabolisme lintas pertama.
5. Kecepatan absorpsi dan onset kerja obat lebih cepat.
6. Dapat digunakan untuk obat yang tidak stabil dalam lingkungan asam.
Beberapa keterbatasan / kekurangan Oral mucosa drug delivery system,
Seperti (Rao et al, 2013; Kundu dan Sahoo, 2008):
1. Pada saat pemberian obat-obatan tidak diperbolehkan makan, minum, dan
berbicara.
2. Hanya diformulasikan untuk obat dengan dosis kecil
4
3. Obat-obatan yang memiliki rasa pahit atau rasa tidak enak atau bau yang
tidak enak atau mengiritasi mukosa tidak bisa diformulasikan dalam
bentuk sediaan bukal.
4. Bila terjadi alergi/obat tidak cocok maka sukar untuk menarik kembali.
5. Obat-obatan yang tidak stabil pada pH mukosa tidak bisa diberikan.
2.3 Orally Disintegrating Tablet (ODT)
2.3.1 Definisi
5
a. Disintegrasi harus cepat. Secara umum, hal ini berarti bahwa tablet
ODT/ODF harus terdisintegrasi dalam waktu kurang dari 1 menit. Namun
demikian, akan lebih disukai bila disintegrasi terjadi secepat mungkin di
dalam rongga mulut. Begitu juga ODT/ODF harus terdisintegrasi dengan
sedikit atau tanpa meminum air sama sekali dan dimaksudkan untuk
terdispersi dengan air ludah pasien sendiri.
b. Penutupan rasa (taste-masking) dari senyawa aktif. Hal ini dikarenakan
ODT/ODF akan mengalami disintegrasi didalam mulut. Setelah melarut,
sediaan diharapkan tidak meninggalkan residu serta rasa tidak enak dimulut.
Teknologi penutupan rasa yang ideal hendaknya mampu menghasilkan
mouthfeel yang baik dan tidak memberikan sensasi berpasir (grittiness) di
mulut.
c. Kekerasan dan porositas tablet yang optimal. Oleh karena ODT/ODF
dirancang untuk memiliki waktu disintegrasi dan disolusi yang cepat maka
dibutuhkan zat tambahan (excipient) dan struktur tablet dengan porositas yang
tinggi, yang dimaksudkan untuk absorpsi air yang cepat ke dalam tablet.
d. Sensitifitas yang rendah terhadap kelembapan. ODT/ODF seringkali sensitif
terhadap kelembapan, hal ini disebabkan zat tambahan dengan kelarutan
dalam air yang tinggi sehingga sangat rentan terhadap kelembapan. Untuk
mengatasi hal ini, diperlukan strategi pengemasan yang baik agar tablet
terlindungi dari berbagai pengaruh lingkungan.
e. Sediaan di desain dengan residu yang tertinggal minimal atau bahkan tidak
sama sekali setelah diadminitrasikan dan tidak memiliki resiko menggumpal.
f. Memberikan nuansa di mulut yang menyenangkan (Fu et al, 2004).
6
Sediaan ODT/ODF juga memiliki keterbatasan karena mempunyai sifat
higroskopis yang tinggi, sehingga harus disimpan dalam tempat yang kering.
Kemampuan disintegrasi yang tinggi membuat sediaan ini sangat mudah
berinteraksi dengan udara sehingga faktor penyimpanan sediaan perlu
diperhatikan. Oleh karena itu, pengemasan sediaan ODT/ODF harus dengan
kemasaan khusus agar sediaan tidak berinteraksi dengan udara/air disekitar (Fu,
etal.,2004). Sediaan ODT/ODF. Sediaan ODT/ODF berukuran kecil luas
permukaan 5-20 cm2, sehingga obat dengan dosis besar sulit diformulasikan dalm
bentuk sediaan ini (Verma dan Grag, 2001; Bhowmik, 2009).
2.3.4 Mekanisme Pelepasan Obat
Terdapat beberapa dugaan mekanisme dari proses pelepeasan obat yang
cepat di dalam mulut, antara lain (Roy, A., 2015):
2.2.4.1 Swelling
Mekanisme ini disebabkan karena adanya agen disintegran tertentu seperti
pati. Agen ini akan mengembang ketika berkontak dengan air, akibatnya gaya
yang melekatkan bahan-bahan dalam tablet akan teratasi dan menyebabkan tablet
akan terdisintegrasi
2.2.4.2 Wicking
2.3.4.3 Deformasi
Eksipien dari pati bersifat “elastis” artinya jika pati akan terdeformasi di
bawah tekanan dan kembali bentuk aslinya ketika tekaan itu tidak ada. Ketika
proses pencetakkan tablet, dipercayai bahwa pati akan terdeformasi dan
menyimpan banyak energy bebas. Ketika berkontak dengan air, energy tersebut
akan dilepaskan.
7
2.3.4.4 Disintegrasi partikel dengan gaya tolak menolak
Gaya tolak menolak elektrik antar partikel merupakan salah satu metode
terjadinya disintegrasi tablet pada tablet dengan penggunaan disintegran yang
tidak mengembang. Peneliti menemukan bahwa mekanisme ini merupakan
mekanisme sekunder dari wicking.
8
2.3.4.6 Reaksi kimia
2.3.5 Formulasi
Formulasi dari ODT/ODF harus mempertimbangkan bahwa obat harus
dapat dilepaskan dengan sangat cepat sehingga disolusinya dapat terjadi lebih
cepat. Ini termasuk zat aktif dan eksipien secara farmakologi. Oleh karena itu,
beberapa hal perlu diperhatikan dalam pemilihan zat aktif dalam pembentukan
sediaan ODT/ODF, antara lain (Nagar, P., et al., 2011):
9
Beberapa eksipien yang diperlukan dalam formulasi sediaan ODT adalah
(Nagar, P., et al., 2011):
Tabel 1. Eksipien yang digunakan dalam formulasi ODT
Eksipien Fungsi Contoh
Superdisintegran Meningkatkan laju disintegrasi dan Crosspovidone,
disolusi. Keberadaan eksipien larut Microcrystalline
air dana gen effervescent cellulose, sodium
mempercepat proses disintegrasi. starch glycolate
Perasa Meningkatkan penerimaan dan Perasa peppermint,
kepatuhan pasen minyak aromatic
Pemanis Jika ODT akan dilakukan dengan Aspartam, derivate
(berbasis gula) kempa langsung, pemanis berbasis gula.
gula dapat berguna sebagai
bulking agent juga.
Surfaktan Mengurangi tegangan antar mukaSodiumdoesilsulfat,
dan meningkatkan solubilisasi sodium lauril
sulfat, tween
Pengikat Menjaga integritas sediaan Span, polioksietilen
sebelum administrasi obat stearate
Lubrikan Mengurangi gesekan Asam stearate,
magnesium stearate
Pengisi Meningkatkan isi sediaan Directly
compressible spray
dried mannitol,
sorbitol, xylytol
Beberapa eksipien lain yang diperlukan dalam formulasi sediaan ODF
adalah (Irfan, M., et al., 2016):
Tabel 2. Eksipien tambahan yang diperlukan dalam formulasi ODF
Eksipien Fungsi Contoh
Polimer Kekuatan mekanis dari film Pullulan, kombinasi
hidrofilik bergantung dari polimer ini. chitosan dan pectin
Syarat dari polimer ini adalah dengan kandungan
tidak mengiritasi, tidak toksik, metoksi tinggi,
tidak boleh menghalangi derivate selulosa
disintegrasi dari ODF, mempunyai
kemampuan untuk disebarkan
dengan baik dan untuk
diregangkan baik.
Plasticizer Mempengaruhi kekuatan PEG, gliserol, dietil
peregangan dan elongasi film. ftalat
Rentang konsentrasinya : 0 – 20%
w/w
Saliva Menstimulasi produksi air ludah Asam sitrat, asam
stimulating tartrat, asam laktat
10
2.3.6 Metode Pembuatan ODT/ODF
1. Molding
Metode yang pertama adalah Molding. Tablet dibuat dengan dicetak.
Campuran serbuk diberi air sedikit dan ditaruh di tempat cetakan manual.
Perbedaannya adalah tekanan yang digunakan lebih rendah. Selain itu
dapat ditambahkan bahan tambahan antara lain seperti manitol, maltose,
dekstrose. Bahan campuran lain adalah cellulose microcrystal,
hidroksipropil selulosa. Sehingga diharapkan disintegrasinya lebih cepat.
2. Freeze dry
Pada metode freeze dry, campuran yang mengandung air dibekukan. Air
yang membeku lalu diuapkan. Sehingga yang tertinggal hanya zat padat.
Ukuran partikel yang terbentuk sekitar 50 mikron. Supaya obat
mengalami pelarutan, matriks yang dapat digunakan antara lain gelatin,
dekstran, alginate, manitol dan sorbitol. Obat yang memiliki pori akan
dengan cepat mengalami disintegrasi dan disolusi.
Metode Pembuatan ODF:
1. Solvent Casting
Larutan penyalut disiapkan terlebih dahulu, dapat berupa larutan, emulsi
dan suspensi. Polimer pembentuk film kemudian dilarutkan kedalam
pelarut, dengan air atau campuran air – pelarut organik. Pelarut organik
dapat meningkatkan kelarutan zat aktif dan memperpendek waktu
pengeringan. Eksipien lain kemudian ditambahkan dan dihomogenkan
sehinga terbentuk larutan yang kental. Pada langkah terakhir dilakukan
penambahan zat aktif. Jika yang akan dicetak berupa suspensi atau emulsi,
homogenitasnya harus selalu dipastikan selama proses pembuatan film.
Ukuran partikel dapat menjadi suatu parameter kritis, misalnya partikel
yang berukuran > 250 µm dapat menyumbat pembuatan film. Deaerasi
dari massa penyalut dapat dilakukan dengan pengadukan terus menerus
dan dilanjutkan dengan vakum (Hoffmann, Breitenbach, & Breitkreutz,
2011).
11
Massa penyalut ini kemudian, dicetak menjadi film pada intermediate
liner. Film yang masih basah kemudian dianaskan untuk pembuangan
pelarut dan dilanjutkan dengan digulung (gulungan besar). Gulungan ini
kemudian dipotong-potong sesuai dengan ukuran yang diinginkan.
Intermediate liner kemudian dibuang dan film dikemas (Hoffmann et al.,
2011).
Beberapa poin yang perlu diperhatikan adalah:
Segregasi atau sedimentasi tidak boleh terjadi
Pemilihan intermediate liner : film harus dapat menempel di
lapisan ini namun masih mudah untuk dilepaskan
Proses pemanasan; film jangan sampai tersentuh langsung dengan
permukaan pemanasan karena dikhawatirkan akan terbentuk
lapisan tipis diatas film yang dapat menghalangi pemanasan di
lapisan bawahnya
Suhu pemanasan; suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan
tekanan yang dapat merusak film
Pelarut organik harus dipastikan sudah semuanya menguap dari film, jika
tidak film akan lengket. Terutama apabila zat aktif terlarut didalam massa
penyalut maka dikhawatirkan akan terjadi pertumbuhan kristal selama
pengeringan dan penyimpanan yang dapat mempengaruhi keseragaman
kandungan. Variasi proses produksi dalama metode ini adalah
menggunakan metode bubble untuk memperpendek waktu disintegrasi
(Hoffmann et al., 2011).
12
Gambar 3. Skema Kerja Prosedur Solvent Casting
2. Ekstruksi Hot-Melt
Metode ini tidak menggunakan pelarut selama proses pembuatannya. Zat
aktif dicampurkan dengan eksipien dalam keadaan padat. Campuran
kemudian dipanaskan dan dikempa melalui slot nozzle, yang dilanjutkan
dengan pendinginan dan pemotongan film. Pengembangan lainnya dari
13
metode ini adalah lapisan tipis dibentuk dengan menggunakan roll yang
didinginkan (Hoffmann et al., 2011).
Keuntungan dari metode ini adalah tidak diperlukan pelarut dan
pengeringan. Namun, proses pelelehan dapat mempengaruhi zat aktif, rasa
dan stabilitas polimer. Polimer yang cocok untuk metode ini masih sedikit,
maltodekstrin adalah salah satu contoh polimer yang bisa menggunakan
metode ini. Untuk mendapatkan film yang stabil dan tidak lengket, CMC
harus ditambahkan dan ini dapat mempengaruhi waktu disintegrasi dan
rasa di mulut (Hoffmann et al., 2011).
3. Lainnya
Metode lain yang menggunakan teknik rolling adalah massa yang seperti
pasta digulung ke pembawa plane. Untuk mendapatkan tekstur yang
seperti pasta ini, larutan diperlukan dan harus dihilangkan pada proses
pemanasan. Massa penyalut diukur pada roll pertama dimana ini akan
menentukan ketebalan penyalut. Massa dipindahkan ke roller kedua
dimana massa dicetakkan pada intermediate liner yang dipindahkan oleh
roll ketiga (Hoffmann et al., 2011).
Penyemprotan larutan mengandung obat ke pembawa plane merupakan
alternatif lain. Lapisan pertama dibuat, misalkan dengan metode solvent
casting, kemudian lapisan kedua disemprotkan ke lapisan pertama sebagai
suspensi atau memberi muatan secara elektronik pada campuran, termasuk
zat aktif (Hoffmann et al., 2011).
Electrostatic spinning juga merupakan metode alternatid lainnya. Polimer
tipis diproduksi dengan mengaplikasikan daerah bermuatan tinggi pada
larutan polimer mengandung obat. Dispersi padat dapat didapatkan, yang
aka meningkatkan kelarutan dari obat yang sukar larut. Tegangan tinggi
akan diaplikasikan pada droplet sehingga repulis elektrostatis melempaui
tegangan permukaan dan droplet dapat memanjang. Pada titik kritikal,
larutan jet diinjeksikan dari permukaan. Larutan ini akan tertarik oleh gaya
elektrostatis pada permukaan. Pelarut akan menguap dengan cepat dan
menghasilkan fiber dalam skala nano yang nantinya akan terbentuk film.
Kelebihan metode ini adalah pelepasannya yang cepat karena area
14
permukaan yang tinggi dan waktu disolusi yang meningkat (Hoffmann et
al., 2011).
2.4 Bukal
2.4.1Definisi
Sediaan oral bukal adalah sistem penghantaran obat melalui mukosa bukal
(selaput pipi) ke sirkulasi sistemik. Rongga mulut terdiri dari bibir, lidah, pipi,
langit-langit lunak, langit-langit keras. Lapisan mukosa mulut terdiri dari tiga
lapisan: epitel luar, middle basement dan jaringan ikat bagian dalam. Luas total
dari rongga mulut adalah 100 cm terdiri dari sekitar sepertiga permukaan buccal
dari ketebalan epitel 0,5 mm (Morales et al, 2014).
Sekitar 0,5 – 2 liter air liur mengalir ke permukaan mukosa mulut. PH saliva
antara 5,5 hingga 7. Daerah non-keratinisasi Buccal adalah wilayah yang paling
cocok untuk pemberian obat terutama protein/peptida daripada sediaan obat
hidung, rectal dan vagina. Obat memasuki sirkulasi sistemik melalui saluran
jugularis melalui jaringan pembuluh darah (Rajaram et al, 2014).
Diperkirakan permeabilitas mukosa bukal adalah 4 - 4000 kali lebih besar dari
bahwa kulit. Urutan permeabilitas mukosa mulut adalah sublingual > Buccal >
palatal yang bergantung pada ketebalan relatif dan tingkat keratinisasi. Lapisan
superfisial terluar 200 μm terdiri dari penghalang Granula pelapisan membran'
(MCG) yang bervariasi dalam keratinisasi danepitel non-keratinisasi (Rajaram et
al, 2014).
Ruang antarsel dan sitoplasma mukosa mulut merupakan tindakan hidrofilik
sebagai penghalang untuk senyawa lipofilik sementara membran sel menjadi
lipofilik bertindak sebagai penghalang untuk senyawa hidrofilik.
Untuk mengatasi masalah penetrasi senyawa berat molekul tinggi ini, efisiensi
penyerapan dapat ditingkatkan oleh beberapa bahan kimia seperti asam lemak,
garam empedu dan surfaktan seperti natrium dodesil sulfat yang digunakan
sebagai enhancer penyerapan.
Beberapa sediaan mukosa oral bukal:
a. Tablet bukal
Tablet bukal mukoadhesive adalah bentuk sediaan yang cara
penggunaanya di mukosa bukal. Tablet bukal ini biasanya mengandung
15
dosis obat dalam jumlah yang kecil, bentuknya oval dan tipis, diameternya
kira-kira 5-8 mm. Tablet bukal ini memiliki beberapa keuntungan
dibandingkan tablet konvensional, diantaranya: memberikan kenyamanan
dalam penggunaan, obat akan hancur ketika bersentuhan dengan mukosa
dan obat akan tetap dalam posisinya sampai semua obat di lepaskan
(Mansuri et al,2016).
b. Bukal Film
Bukal Film yang lebih disukai daripada tablet bukal mukoadhesif dalam
hal fleksibilitas dan kenyamanan dan juga dapat menghindari waktu
tinggal yang relatif singkat dari gel oral pada mukosa, yang mudah
dihilangkan oleh air liur. Selain itu, film bukal juga dapat digunakan
dalam pengiriman lokal untuk infeksi mulut, sehingga mengurangi rasa
sakit dan perawatan yang lebih efektif. Metode yang biasa di gunakan
adalah solvent casting dimana obat dan polimer dilarutkan dalam
campuran pelarut casting kemudian pelarut di masukkan ke dalam film,
dikeringkan dan akhirnya dilapisi dengan backing layer.
Pemberian obat melalui pengiriman obat buccoadhesive memiliki beberapa
keunggulan seperti (Rao et al, 2013):
1. Pelepasan obat untuk jangka waktu yang lama
2. Dapat diberikan untuk pasien tidak dasar atau koma.
3. Penyerapan obat dengan difusi pasif.
4. Fleksibilitas dalam keadaan fisik, bentuk, ukuran dan permukaan.
Sedangkan keterbatasan / kekurangan sistem pengiriman obat bukal, adalah
hanya untuk obat-obatan yang diserap dengan cara difusi pasif.
2.4.2 Komposisi/Komponen bucal
Komponen dasar dari sediaan bukal adalah sebagai berikut:
1. Komponen obat
Ada beberapa kriteria obat yang dapat di jadikan sediaan bukal, seperti
(Edsman, 2005):
a. Dosis tunggal obat konvensionalnya kecil.
b. Obat yang memiliki waktu paruh (t1/2) antara 2 sampai 8 jam bagus di
gunakan untuk sistem pelepasan obat terkontrol.
16
c. Tmax obat menunjukkan jumlah fluktuasi efek yang lebih tinggi
dibadingkan dengan pemberian secara oral.
d. Cocok untuk obat yang mengalami metabolisme lintas pertama dan
eliminasi presistemik.
e. Penyerapan obat terganggu bila diberikan secara oral.
2. Polimer bioadesif
Langkah pertama dalam pengembangan bentuk buccoadhesive adalah
pemilihan dan karakterisasi polimer yang sesuai dalam formulasi. Bio-
polimer memiliki peranan yang penting dalam sistem pengiriman obat
buccoadhesive. Polimer juga digunakan dalam pembawa matriks dimana
obat terletak didalam matriks polimer, yang mengontrol waktu pelepasan
obat. Bioadhesive polimer berasal dari sumber ynag berbeda-beda dan
memiliki banyak manfaat dalam penghantaran obat. Obat dilepaskan ke
dalam selaput lendir dengan cara terkontrol melalui lapisan terkontrol atau
lapisan inti. Bioadesif polimer yang berkontak dengan mucin/permukaan
epitel sangat efektif untuk meningkatkan pengiriman obat secara oral.
Polimer yang ideal untuk pengiriman obat buccoadhesive harus memiliki
karakteristik sebagai berikut (Yajaman et al, 2006):
a. Harus bersifat inert dan kompatibel
b. Polimer dan produk degradasinya harus bersifat non-toxic
c. Harus cepat melekat pada permukaan jaringan yang lembab
d. Polimer tidak boleh terdegradasi selama penyimpanan atau
selamaumur simpan dari bentuk sediaan.
e. Polimer harus mudah tersedia di pasar dan ekonomis.
Kriteria dalam pemilihan polimer:
a. Harus membentuk ikatan non kovalen yang kuat denganpermukaan
musin/epitel.
b. Harus memiliki berat molekul yang tinggi dan sempitdistribusi.
c. Harus kompatibel dengan membran biologis.
17
Beberapa polimer yang biasa di gunakan untuk obat oral bucal adalah (Rao et al,
2013):
Tabel 3. Polimer yang digunakan dalam formulasi obat oral bukal
Kriteria Kategori Contoh
Sumber Semi natural/Natural Agarose, chitosan, gelatin,
Hyaluronis acid, Various gum
(guar gum, xanthan, gellan,
carragenan, pectin, sodium
alginate)
Sintetik Cellulose derivates: CMC,
thiolated CMC, NaCMC, HEC,
HPC, HPMC, MC.
18
4. Enhancer
Zat ini berfungsi sebagai peningkat permeasi sediaan bucal. Pemilihan
tergantung pada sifat fisikokimia obat, tempat administrasi, sifat obat dan
eksipien lainnya. Mekanisme kerja dari peningkat permeasi adalah:
a. Mengubah reologi lendir:
Dengan mengurangi viskositas lendir dan air liur.
b. Meningkatkan fluiditas membran bilayer lipid:
Mengganggu lipid intraseluler dengan adaanya interaksi dengan
komponen lipid atau protein.
c. Dengan menghambat berbagai peptidase dan protease hadir dalam
mukosa bukal, sehingga tidak terjadi reaksi enzimatik. Selain itu,
perubahan fluiditas membran juga mengubah aktivitas enzimatik secara
tidak langsung.
d. Meningkatkan aktivitas termodinamika obat:
Beberapa peningkat meningkatkan kelarutan obat dengan mengubah
koefisien partisi.
2.4.3 Mekanisme kerja
Mekanisme pelepasan obat mucoadhesif terjadi dalam dua tahap: tergantung
pada sifat bentuk sediaan dan pengirimannya (Rajaram et al, 2014)::
Tahap-I (Tahap Kontak): Pembasahan, penyebaran dan pembengkakan
permukaan bio-adhesive. Sehingga terjadi kontak antra permukaan bio adhesive
dengan membran.
Tahap II (Tahap Konsolidasi): kelembaban memecah molekul dan antar
penetrasi atau interaksi tarik menarik antara dua permukaan karena adanya ikatan
vander walls, elektrostatik, interaksi ikatan hidrogen dan hidrofobik.
19
Gambar 4. Dua tahapan pada mukoadhesive, a. fase kontak b. fase
konsolidation
20
Gambar 6. Teori hidrasi
2.5 Sublingual
2.5.1 Definisi
Sediaan oral sublingual adalah sistem penghantaran obat melalui mukosa
sublingual (membran ventral permukaan lidah dan dasar mulut) ke sirkulasi
sistemik. Waktu tinggal obat melalui sublingual adalah 3 - 10 kali lebih cepat
21
daripada oral. Volume kecil saliva umumnya cukup untuk membuat tablet hancur
di rongga mulut (Prathusha et al, 2017).
Kelenjar saliva yang ada di dasar mulut di bawah lidah. Mereka juga dikenal
sebagai kelenjar sublingual. Kelenjar ini menghasilkan musin pada gilirannya
menghasilkan air liur. Cairan yang dihasilkan oleh kelenjar bercampur dengan
makanan, sehingga makanan mudah dikunyah. Rendahnya sekresi saliva itu dapat
menimbulkan masalah dalam menelan makanan. Absorpsi adalah transfer obat
dari tempatnya pemberian ke sirkulasi sistemik, sehingga dapat dikatakan bahwa
daya serapnya berbanding lurus dengan ketebalan lapisan. Penyerapan obat
dengan cara Sublingual> Buccal> Gingival> Palatal. Karena permeabilitas tinggi
dan suplai darah yang besar, rute sublingual dapat menghasilkan onset yang cepat
sehingga obat dengan dihantarkan dalam waktu yang singkat dapat diberikan
rejimen dosis yang lebih sering. Obat sublingual akan diencerkan dalam air liur
dan obat di diserap di rongga mulut.
Sebagai contoh: Gliseril nitrat - vasodilator koroner potensial yang digunakan
untuk meredakan gejala angina secara cepat. Setelah pemberian, ia akan aktif
secara farmakologis setelah 1-2 menit. Semprotan oral untuk meredakan gejala
dengan cepat dengan metabolisme kelas satu. Tingkat metabolisme kelas satu bila
dibandingkan dengan semprotan sublingual menurun menjadi 48% dengan tablet
sublingual dan 28% dengan dosis oral. Nitrat yang muncul dalam konsentrasi
plasma dapat dipertahankan selama 24 jam ketika diberikan sublingual.
Sediaan sublingual dapat di bagi menajdi beberapa macam, seperti (Nibha et
al, 2012):
a. FDT (fast disintegrating sublingual tablet).
FDT didefinisikan sebagai bentuk sediaan padat yang mengandung zat
obat dan hancur dengan cepat (dalam beberapa detik) tanpa air ketika
diletakkan di lidah. Obat ini dilepaskan, dilarutkan, orodispersed dalam air
liur, dan kemudian ditelan dan diserap di seluruh GIT. FDT juga disebut
sebagai tablet Orodispersible, melarut cepat, cepat meleleh. Tablet yang
hancur atau larut dengan cepat di mulut pasien nyaman untuk anak-anak,
orang tua dan pasien dengan kesulitan menelan dan dalam situasi di mana
cairan minum tidak tersedia. Kompresi langsung adalah salah satu teknik yang
22
memerlukan penggabungan superdisintegrant ke dalam formulasi, atau
penggunaan eksipien larut dalam air yang tinggi untuk mencapai disintegrasi
tablet yang cepat. Dibandingkan dengan sediaan konvensional, pelepasan
obat, penyerapan obat serta onset tindakan klinis dan bioavailabilitasnya
mungkin jauh lebih besar.
b. Bioadhesive sublingual tablet
Tablet sublingual baru yang terdiri dari pembawa yang larut dalam air
yang ditutupi dengan partikel obat halus dan komponen bioadhesive.
Pendekatan ini dilakukan, untuk mempertahankan pelepasan cepat dalam
kombinasi dengan retensi bioadhesive obat di rongga mulut. Bioadhesi
biasanya didefinisikan sebagai ikatan yang terbentuk antara dua permukaan
biologis atau antara permukaan biologis dan sintetis. Masalah yang terkait
dengan formulasi tablet sublingual adalah bahwa selalu ada risiko bahwa
pasien akan menelan bagian dari dosis sebelum zat aktif dilepaskan dan
diserap secara lokal ke dalam sirkulasi sistemik hal ini bisa menghasilkan efek
farmakologis yang tidak diinginkan. Penambahan komponen bioadhesive
untuk meningkatkan kemungkinan rilis lebih spesifik. Namun, konsep ini
biasanya diterapkan pada tablet untuk mencapai pelepasan yang diperlambat
dari zat aktif sehingga sistem seperti itu tidak akan cocok untuk formulasi
lepas cepat.
c. Lipid matrix sublingual tablet
Tablet semacam ini diformulasikan menggunakan kemajuan teknologi
sublingual dan liposomal untuk membuat bentuk sediaan yang menawarkan
penyerapan yang lebih cepat dari pada rute oral konvensional. Tablet
sublingual matriks lipid adalah bentuk sediaan yang cepat, nyaman dan
konsisten untuk banyak neutraceutical. Misalnya, Glutathione MB12
(methylcobalamin)melatonin.
d. Sublingual vitamin tablet
Vitamin D yaitu cholecalciferol adalah prekursor alami kalsium yang
mengatur hormon calcitriol. Vitamin D digunakan dalam hipokalsemia /
hiperparatiroidisme. Karena penyerapannya yang tidak lengkap dari saluran
23
pencernaan, degradasi usus lokal dan metabolisme hati, sehingga vitamin D
diberikan secara sublingual.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi absorpsi sublingual:
a. Kelarutan obat dalam lemak
b. pH saliva dan pKa
c. ketebalan epithelium oral
d. Koefisien partisi
Beberapa keuntungan tabet sublingual adalah dosis yang akurat
dibandingkan dengan formulasi cair dan meningkatkan kinerja klinis melalui
pengurangan efek yang tidak diinginkan. Salah satu kerugian tabet sublingual
Pasien tidak boleh merokok saat penggunaan obat sublingual, karena merokok
menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah. Ini akan mengurangi penyerapan
obat (Nibha et al, 2012).
2.5.2 Mekanisme kerja
Potensi penyerapan mukosa bukal dipengaruhi oleh kelarutan lemak,
permeabilitas larutan (osmosis), ionisasi (pH), dan berat molekul zat. Sebagai
contoh, penyerapan beberapa obat melalui mukosa bukal terbukti meningkat
ketika pH pembawa menurun (lebih asam) dan menurun dengan penurunan pH
(lebih basa). Sel-sel epitel dan epidermis mulut juga mampu menyerap dengan
cara endositosis (serapan partikel oleh sel seolah-olah dengan membungkus.
Partikel yang ditelan ini biasanya terlalu besar untuk menyebar melalui
dindingnya). Tidak mungkin mekanisme ini digunakan di seluruh epitel
bertingkat. Juga tidak mungkin bahwa proses transpor aktif beroperasi dalam
mukosa mulut. Namun, diyakini bahwa adanya stimulasi asam sehingga adanya
serapan ke sistem sirkulasi. Mulut dilapisi dengan selaput lendir yang ditutupi
dengan epitel skuamosa dan mengandung kelenjar saliva. Mukosa bukal mirip
dengan jaringan mukosa sublingual. Kelenjar saliva terdiri dari lobulus sel yang
mengeluarkan saliva melalui saluran air liur ke dalam mulut. Tiga pasang kelenjar
saliva adalah Parotid, Submandibular dan Sublingual yang terletak di dasar mulut.
Semakin asam rasanya semakin besar rangsangan output saliva, hal ini juga
berfungsi untuk menghindari bahaya kerusakan pada email gigi yang sensitif
asam. Dengan stimulasi sekresi saliva, zat vasodilator diproduksi, aliran darah
kelenjar meningkat, karena peningkatan metabolisme kelenjar. Arteri sublingual
24
bergerak maju ke kelenjar sublingual, ia memasok kelenjar dan cabang ke otot-
otot dan ke selaput lendir mulut, lidah dan gusi. Dua cabang simetris berjalan di
belakang tulang rahang bawah lidah untuk bertemu dan bergabung di ujungnya.
Cabang lain bertemu dan beranastomosis dengan cabang sub-mental dari arteri
wajah. Sistem arteri sublingual berasal dari arteri lingual - suplai darah utama
tubuh ke lidah dan dasar mulut - yang muncul dari arteri karotid eksternal.
Kedekatannya dengan arteri karotid internal memungkinkan akses cepat ke rute
yang memasok sebagian besar serebralhemisphere.
25
menggunakan metode ini akan hancur dan larut dalam waktu yang cepat (4
– 11 detik). Kerugian dari metode ini adalah tablet yang memiliki
kekuatan mekanik yang buruk diperlukan tambahan pengikat kedalam
campuran formulasi.
c. Freeze-drying
Tahapan-tahapan yang terjadi:
Pembekuan : Produk yang akan dikeringkan, sebelumnya dibekukan
dulu.
Vacuum : Setelah beku, produk ini ditempatkan di bawah vakum. Hal
ini memungkinkan pelarut beku dalam produk untuk menguapkan
tanpa melalui fase cair, proses yang dikenal sebagai sublimasi.
Panas : panas diterapkan pada produk beku untuk mempercepat
sublimasi.
Kondensasi : kondensor dengan suhu rendah akan menghapus pelarut
yang menguap di ruang vakum dengan mengubahnya kembali ke
padat.
Tablet yang diproduksi dengan metode ini akan memiliki porositas tinggi
dan langsung larut. Metode ini cocok untuk obat yang sensitif terhadap
panas.
2.5.4 Karakterisasi
Tabel 5. Karakterisasi sediaan sublingual
No. Karakterisasi Metode
1 Kekerasan Monsanto hardness
tester
2 Friability Roche friabilator
3 Wetting time Waktu yang dibutuhkan
untuk air berdifusi dari
kertas penyerap yang
dibasahi ke seluruh
permukaan tablet.
4 Waktu dispersi Menggunakan 50 ml
dapat fosfat pH 6.8
5 Waktu hancur Disintegration tester
6 Waktu disolusi Dissolution tester
26
No. Nama dagang Kandungan
1. Trivita Vitamin B12
2. Isosorbide Dinitrate Isosorbide dinitrate
3. Oxicam Piroxicam
4. Vitamin B 12 Vitamin B12
27
Gambar 8. a. penampakan Ropanirole Oral Dissolution Film
(Ropanirol-ODF) b. penampakan ODF yang terdissolusi
Karakterisasi sediaan film
Kadar obat ropanirol (99.7% ± 2.4%), dimensi (18 × 18 mm), bobot (28.93
mg ± 0.57 mg) dan ketebalan (133.3 ± 4.5 µm), ODF dapat terdissolusi
sempurna pada waktu 2 menit dengan kadar mencapai 100+2,5 sesuai
tabel dibawah ini :
28
Tabel 7. Kareakterisasi keseragaman berat ODF Ropanirol
29
yang berada di sitoplasma sel "sehat". Namun, apabila terjadikerusakan membran,
LDH akan dilepaskan dan banyaknya jumlah LDH yang dilepaskan menunjukkan
tingkat kerusakan membran.
Dibandingkandengan kadar LDH pada saat t= 0, ropinirol ODF tidak
memicupelepasan LDH yang signifikan setelah diinkubasi 4 jam pada jaringan
sublingual (uji t-test, p> 0,05),sehingga disimpulkan, ropinirole ODF aman dan
tidak menyebabkan kerusakan jaringan.
Tabel 8. Studi LDH ropinirol
30
Setelah pemberian film oral, baik secara bukal atau sublingual ropinirole
dapat dideteksi dalam plasma dalam waktu 15 menit pada konsentrasi 40–50
ng/mL, hal ini menunjukkan bahwa terjadi penyerapan obat cepat pada sirkulasi
sistemik. Dari profil plasma tersebut disimpulkan bahwa bioavailabilitas
ropinirole rute sublingual atau bukal dapat meningkat tajam dibandingkan dengan
pemberian oral, yaitu meningkat secara signifikan hingga 7x. Parameter
farmakokinetik dari ropinirole ODF setelah pemberian dengan rute per oral, bukal
dan sublingual, didapatkan data sesuai tabel berikut :
Tabel 9. Parameter farmakokinetika obat
31
BAB III
PENUTUP
32
DAFTAR PUSTAKA
Bhowmik, D., Chiranjib, B., Krishnakanth, Pankaj and Chandira, R.M. 2009,
Fast Dissolving Tablet: An Overview, Journal Chemical Pharmaceutics.
Res, 1: 163-177.
Edsman K. 2005. Pharmaceutical applications of mucoadhesion for the non-oral
routes, Journal of pharmacy & pharmacology, 57, 3-19. 34.
Fu, Y., Yang, S., Jeong, H.J Seong, H.J., Kimura, S, and Park, K. 2004. Orally
Fast Disintegrating tablets: Development, Technologies, Taste-Masking
and Clinical Studies. Critical Review in Therapeutic Drug Carrier
systems.
Hirani, J.J., Rathod, D.A, and Vadalia, K.R. 2009. Orally Desintrating Tablets: A
Review. Tropical Journal og Pharmaceutical, Research; 8(2): 161-172.
Hoffmann, E. M., Breitenbach, A., & Breitkreutz, J. (2011). Advances in
orodispersible films for drug delivery. Expert Opinion on Drug Delivery,
8(March), 299–316. https://doi.org/10.1517/17425247.2011.553217
Hooda, R., Tripathi, M and Kapoor, K. 2011. A Review on Oral Mucosal Drug
Delivery System. The Pharma Innovation. 2011.
Irfan, Muhammad., et al. (2015). Orally disintegrating films: A modern expansion
in drug delivery system. Saudi Pharmaceutical Journal. 24 : 537 – 546
Koseki, T., Onishi, H., Takahashi, Y., Uchida, M. and Machida, Y. 2008,
Development of A Novel Fast Disintegrating Tablets by Direct
Compression Using Sucrose Stearic Acid Ester as A Disintegration
Accelerating Agent, Journal Chemical Pharmaceutics, 56 (10): 1.384-
1.388
Kundu, SandSahoo, P.K, 2008. Recent Trends in the developments of orally
Disintegrating Tablet Technology. Pharma Times, 40 (4):1-5.
Lai, Ka Lun, et al., (2018). Orally-dissolving film for sublingual and buccal
delivery of ropinirole. Colloids and Surfaces B. Biointerfaces 163 (2018) : 9 –
18
Mansuri, S. Kesharwani, P. Jain, K. Tekade, K., R. Jain, N., K. 2016.
Mucoadhesion : A Promising Approach in Drug delivery System. Reactive
and Functional Polymers, 151-172
Morales JO, Mc Conville JT. 2014. Novel strategies for the Buccal delivery of
macromolecules. Drug DevInd Pharm.;40(5):579-90.
http://dx.doi.org/10.3109/03639045.2014.892960; PMid:24611816
Nagar, Priyanka., et al., (2011). Orally disintegrating tablets : formulation,
preparation techniques and evaluation. Journal of Applied Pharmaceutical
Science. 01(04): 35 – 45
33
Nibha, K., P., Pancholi, S., S. 2012.An Overview on : Sublingual Rote for
Systemic Drug Delivery. International Journal of Research in Pharmaceutical
an Biomedical Science ISSN 2229-3701.
Prathusha, p., Kamarapu, P., 2017. A review on Sublingual Tablets. Journal of
Formulation Sciencee Bioavailability. 1:103.
Rajaram, D., M., Laxman, D., S. 2017. Bucca Mucoadhesive films: A Review.
Sys Rev Pharm. 8 (1) : 31-38. http://dx.doi.org/10.5530/srp.2017.1.7
Rao,N.,G.,R., Shravani, B., Reddy, M.,S., 2013. Overview on Buccal Drug
Delivery Systems. J.Pharm.Sci. & Res.Vol.5 (4), 80-88.
Roy, Anupam. (2016). Orodispersible Tablets : A Review. Asian Journal of
Pharmaceutical and Clinical Research. 9(1): 19 – 26
Satyabrata B, Ellaiah P, Choudhury R, Murthy KVR, Bibhutibhusan P and Kumar
MS, 2010, Design and evaluation of Methotrexate buccal mucoadhesive
patches, Inter. J. Pharm. Biomed.Sci., 1(2), 31- 36.
Verma, R. K. and Garg, S. 2001, Current Status of Drug Delivery Technologies
and Future Directions, Pharmaceutical Technology, 25: 9 – 10.
34