Anda di halaman 1dari 34

Pengembangan Formula Mukosa Oral

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sistem Pengembangan Formula

Disusun oleh:

Novi Haryanti 1706096802


Dyah Ayuwati Waluyo 1806171053
Nurfitriyana 1806256585
Rahayu Anggraini 1806256616

Dosen Pengampu Mata Kuliah


Silvia Surini M.Pharm.Sc., Ph.D.

PROGRAM MAGISTER ILMU KEFARMASIAN


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2018

1
BAB I
PENDAHULUAN
Obat dapat diberikan melalui banyak rute berbeda untuk menghasilkan
efek farmakologi lokal maupun sistemik. Metode penghantaran obat yang paling
umum adalah melalui per rute oral di mana obat ditelan dan memasuki sirkulasi
sistemik terutama melalui membran usus kecil. Pemberian obat secara oral adalah
metode yang paling penting dalam pemberian obat untuk efek sistemik. Rute
parenteral tidak secara rutin digunakan untuk pengobatan sendiri. Ada
kemungkinan bahwa setidaknya 90% dari semua obat yang digunakan untuk
menghasilkan efek sistemik diberikana oleh rute oral(Verma dan Grag, 2001).
Penyerapan obat setelah pemberian oral dapat terjadi di beberapa tempat
yakni mulut dan rektum. Pemberian obat secara oral melalui mulut, onat diserap
sepajanjang saluran pencernaan (Gastrointestinal/GI). Konsekuensi dari hal
tersebut obat harus tahan terhdap pH di saluran pencernaan), kerusakan oleh
enzim-enzim yang mencerna makanan, meyabolisme oleh flora mikro yang
berada di saluran pencernaan (Hooda, 2011).
Dua puluh lima persen dari data populasi pasien yang mengkonsumsi obat
mengalami kesulitan menelan sehingga meningkatkan ketidakpatuhan pasien.
Kesulitan menelan dialami khususnya oleh pasien pediatrik dan geriatri juga
terjadi orang-orang yang sakit terbaring di tempat tidur dan untuk mereka yang
aktif bekerja/ sibuk atau bepergian, terutama mereka yang tidak memiliki akses
untk mendapatkan air. kasus-kasus tersebut pemberian obat mukosa mulut paling
banyak disukai. Telah diketahui selama berabad-abad bahwa zat terlarut obat di
mukosa obat dengan cepat diserap ke dalam vena retikulasi, yang terletak di
bawah mukosa mulut dan diangkut melalui vena-vena wajah, vena juglar internal,
dan vena braciocephalic dan kemudian dialirkan ke sirkulasi sistemik. Oleh
karena itu, jalur administrasi bukal, sublingual dan oral terdisintegrasi dapat
mencegah terjadinya first pass metabolism. Dalam rongga mulut mukosa,
menawarkan rute administrasi yang menarik untuk pengiriman obat sistemik. Rute
obat dengan mucosa oral sangat dapat diterima oleh pasien, mukosa relatif
permeabel dengan suplai darah yang kaya dan kurangnya sel langerhans virtual
membuat mukosa oral toleran terhadap potensi alergen (Hooda, 2011).

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Oral Mucosa Drug Delivery System

Pelepasan obat melalui mukosa oral merupakan metode alternatif pada


pemberian obat sistemik yang mempunyai keunggulan dibandingkan metode
injeksi. Mukosa oral terdapat banyak pembuluh darah sehingga obat yang diserap
melalui mukosa oral akan langsung masuk ke dalam sirkulasi sistemik, tanpa
melalui saluran pencernaan dan metabolisme lintas pertama di hati. Hal tersebut
mengakibatkan obat mempunyai onset aksi yang cepat dan rute pengirimannya
lebih nyaman dibanding rute intravena. Namun, tidak semua obat dapat diberikan
melalui mukosa oral karena faktor karakteristik mukosa oral dan sifat fisikokimia
obat (Fu, etal., 2004).
Mukosa oral tersusun atas lapisan terluar disebut epitelium skuamosa di
bawahnya terdapat membran basement, lamina propia, dan submukosa sebagai
lapisan terdalam. Epitel pada mukosa tersusun atas 40-50 lapis sel yang memiliki
ketebalan 500-800 µm dan lapisan ini juga mengandung banyak reseptor sensori
termasuk reseptor. Secara mikroskopik, mukosa mulut tersusun atas tiga lapisan,
yaitu epitel, membran basement, dan jaringan ikat (Hooda, 2011)

Gambar 1. Penampang Melintang Struktur Mukosa Oral

Mukosa oral mempunyai perfusi tinggi dengan pembuluh darah yang


kecepatan aliran darah tinggi, yaitu 20-30 mL/min untuk masing-masing 100 g
dari jaringan. Pembuluh darah yang dekat dengan permukaan dan drainase

3
limfatik juga berkembang dengan baik sehingga konsentrasi terapeutik obat dapat
dicapai dengan cepat. Permeabilitas mukosa diperkirakan 4–4.000 kali lebih besar
daripada kulit. Mukosa dan lamina propia memberikan dukungan mekanik
terbesar dan bukan merupakan penghalang utama untuk penetrasi. Jaringan
penghubung juga mengandung pembuluh darah yang mesirkulasikan darah ke
daerah lidah, wajah, dan vena retroman dibular yang terbuka ke vena jugular
internal. Ketika molekul obat mencapai jaringan penghubung, obat akan
didistribusikan (Kundu dan Sahoo,2008).
Berdasarkan tujuan pengaplikasiannya mukosa oral terbagi atas tiga jenis
sediaan yakni oral disintegrating tablet/film (Orodispersible), bukal dan
sublingual.
2.2 Keuntungan dan Kekurangan Oral Mucosa Drug Delivery System Oral
Oral mucosa drug delivery system memiliki Beberapa keuntungan seperti
(Rao et al, 2013; Verma dan Garg, 2001; Bhowmik, et al, 2009):
1. Obat mudah diberikan bagi pasien yang mengalami kesulitan menelan
(disfagia) terutama pasien pediatri dan geriatric.
2. Air tidak diperlukan untuk menelan bentuk sediaan, memberikan
kemudahan untuk pasien yang sedang berlibur dan menempuh perjalanan
jauh yang kemungkinan besar air minum mungkin sulit diperoleh.
3. Memberikan rasa yang enak pada mulut sehingga membantu mengubah
persepsi bahwa obat itu pahit pada anak-anak.
4. Meningkatkan bioavailabilitas obat karena obat tidak mengalami
metabolisme lintas pertama.
5. Kecepatan absorpsi dan onset kerja obat lebih cepat.
6. Dapat digunakan untuk obat yang tidak stabil dalam lingkungan asam.
Beberapa keterbatasan / kekurangan Oral mucosa drug delivery system,
Seperti (Rao et al, 2013; Kundu dan Sahoo, 2008):
1. Pada saat pemberian obat-obatan tidak diperbolehkan makan, minum, dan
berbicara.
2. Hanya diformulasikan untuk obat dengan dosis kecil

4
3. Obat-obatan yang memiliki rasa pahit atau rasa tidak enak atau bau yang
tidak enak atau mengiritasi mukosa tidak bisa diformulasikan dalam
bentuk sediaan bukal.
4. Bila terjadi alergi/obat tidak cocok maka sukar untuk menarik kembali.
5. Obat-obatan yang tidak stabil pada pH mukosa tidak bisa diberikan.
2.3 Orally Disintegrating Tablet (ODT)
2.3.1 Definisi

Orally disintegrating tablet/Film (ODT/ODF) adalah suatu bentuk sediaan


padat mengandung senyawa aktif obat yang dapat hancur secara cepat,
biasanya dalam hitungan detik, ketika diletakkan diatas lidah. Orally
disintegrating tablet juga disebut dengan Oro-disperse, mouth dissolving,
rapidly disintegrating, fastmelt, dan quick dissolve (Kundu dan Sahoo, 2008).
ODT/ODF telah mendapatkan perhatian sebagai alternatif pilihan dari tablet
konvensional dan kapsul, karena dapat memberikan kepatuhan pasien yang lebih
baik. Teknologi ODT/ODF memenuhi beberapa kebutuhan pasien dalam
kenyamanan penggunaan obat seperti pada pasien geriatrik, pasien pediatrik dan
pasien disfagia (Hirani et al, 2009).
ODT/ODF diharapkan cepat terdisintegrasi dimulut ketika kontak dengan
air ludah atau saliva dalam waktu kurang dari 60 detik. Zat aktif kemudian akan
melarut atau terdispersi dengan adanya air ludah. Untuk proses ini, jumlah air
ludah yang sedikit telah mencukupi untuk memungkinkan terjadinya disintegrasi
tablet. Oleh karena itu, tidak diperlukan air untuk menelan obat(Koseki et al,
2008). Hal inilah yang akan mempermudah dan meningkatkan kepatuhan pasien
anak-anak atau pun orang tua dalam penggunaan obat. Selain itu, sejumlah bagian
obat juga mungkin diabsorpsi di daerah pra-gastrik seperti mulut, faring, dan
esofagus ketika air ludah turun ke lambung sehingga ketersediaan hayati obat
akan meningkat dan pada akhirnya juga meningkatkan efektivitas terapi (Kundu
dan Sahoo,2008).

2.3.2 Karakteristik Ideal ODT/ODF


Sediaan ODT/ODF berbeda dari tablet konvensional umumnya, maka
sediaan ODT/ODF harus memiliki beberapa karakteristik yang ideal antara lain:

5
a. Disintegrasi harus cepat. Secara umum, hal ini berarti bahwa tablet
ODT/ODF harus terdisintegrasi dalam waktu kurang dari 1 menit. Namun
demikian, akan lebih disukai bila disintegrasi terjadi secepat mungkin di
dalam rongga mulut. Begitu juga ODT/ODF harus terdisintegrasi dengan
sedikit atau tanpa meminum air sama sekali dan dimaksudkan untuk
terdispersi dengan air ludah pasien sendiri.
b. Penutupan rasa (taste-masking) dari senyawa aktif. Hal ini dikarenakan
ODT/ODF akan mengalami disintegrasi didalam mulut. Setelah melarut,
sediaan diharapkan tidak meninggalkan residu serta rasa tidak enak dimulut.
Teknologi penutupan rasa yang ideal hendaknya mampu menghasilkan
mouthfeel yang baik dan tidak memberikan sensasi berpasir (grittiness) di
mulut.
c. Kekerasan dan porositas tablet yang optimal. Oleh karena ODT/ODF
dirancang untuk memiliki waktu disintegrasi dan disolusi yang cepat maka
dibutuhkan zat tambahan (excipient) dan struktur tablet dengan porositas yang
tinggi, yang dimaksudkan untuk absorpsi air yang cepat ke dalam tablet.
d. Sensitifitas yang rendah terhadap kelembapan. ODT/ODF seringkali sensitif
terhadap kelembapan, hal ini disebabkan zat tambahan dengan kelarutan
dalam air yang tinggi sehingga sangat rentan terhadap kelembapan. Untuk
mengatasi hal ini, diperlukan strategi pengemasan yang baik agar tablet
terlindungi dari berbagai pengaruh lingkungan.
e. Sediaan di desain dengan residu yang tertinggal minimal atau bahkan tidak
sama sekali setelah diadminitrasikan dan tidak memiliki resiko menggumpal.
f. Memberikan nuansa di mulut yang menyenangkan (Fu et al, 2004).

2.3. 3 Kelebihan dan Kerugian ODT/ODF


ODT/ODF memiliki beberapa keuntungan, seperti dalam kasus terapi
tertentu, ODT/ODF merupakan obat pilihan untuk mendapatkan konsentrasi
sistemik yang tinggi secara cepat atau high drug loading (Kundu dan Sahoo,
2008). Keuntungan ODT/ODF lain seperti pada kasus mabuk perjalanan, dimana
diinginkan onset kerja obat yang cepat (Verma dan Garg, 2001; Bhowmik, et al,
2009).

6
Sediaan ODT/ODF juga memiliki keterbatasan karena mempunyai sifat
higroskopis yang tinggi, sehingga harus disimpan dalam tempat yang kering.
Kemampuan disintegrasi yang tinggi membuat sediaan ini sangat mudah
berinteraksi dengan udara sehingga faktor penyimpanan sediaan perlu
diperhatikan. Oleh karena itu, pengemasan sediaan ODT/ODF harus dengan
kemasaan khusus agar sediaan tidak berinteraksi dengan udara/air disekitar (Fu,
etal.,2004). Sediaan ODT/ODF. Sediaan ODT/ODF berukuran kecil luas
permukaan 5-20 cm2, sehingga obat dengan dosis besar sulit diformulasikan dalm
bentuk sediaan ini (Verma dan Grag, 2001; Bhowmik, 2009).
2.3.4 Mekanisme Pelepasan Obat
Terdapat beberapa dugaan mekanisme dari proses pelepeasan obat yang
cepat di dalam mulut, antara lain (Roy, A., 2015):
2.2.4.1 Swelling
Mekanisme ini disebabkan karena adanya agen disintegran tertentu seperti
pati. Agen ini akan mengembang ketika berkontak dengan air, akibatnya gaya
yang melekatkan bahan-bahan dalam tablet akan teratasi dan menyebabkan tablet
akan terdisintegrasi

2.2.4.2 Wicking

Disintegran (dengan ikatan kohesif dan kompresibilitas rendah) akan


meningkatkan pembentukan pori ini. Cairan tubuh kemudian akan tertarik
kedalam pori yang terbentuk dan memutus ikatan interpartikulat yang
menyebabkan tablet hancur. Disintegran yang mempunyai fungsi seperti ini
adalah Crospovidone dan Croscarmellose.

2.3.4.3 Deformasi

Eksipien dari pati bersifat “elastis” artinya jika pati akan terdeformasi di
bawah tekanan dan kembali bentuk aslinya ketika tekaan itu tidak ada. Ketika
proses pencetakkan tablet, dipercayai bahwa pati akan terdeformasi dan
menyimpan banyak energy bebas. Ketika berkontak dengan air, energy tersebut
akan dilepaskan.

7
2.3.4.4 Disintegrasi partikel dengan gaya tolak menolak

Gaya tolak menolak elektrik antar partikel merupakan salah satu metode
terjadinya disintegrasi tablet pada tablet dengan penggunaan disintegran yang
tidak mengembang. Peneliti menemukan bahwa mekanisme ini merupakan
mekanisme sekunder dari wicking.

Gambar 2. Skema Mekanisme Disintegrasi

2.3.4.5 Reaksi Enzimatik

Enzim akan bereaksi dengan pengikat sehingga pengikat akan kehilangan


fungsi pengikatnya dan membantu terjadinya disintegrasi tablet. Ketika tablet
mengembang dan tekanan berlebih terjadi di permukaan tablet, tablet akan pecah
dan absorpsi air aan meningkat sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan
volume granul untuk meningkatkan disintegrasi.

8
2.3.4.6 Reaksi kimia

Tablet terdisintegrasi karena adanya tekanan yang terbentuk di dalam


tablet, Karena terbentukanya gas CO2, disolusi zat aktif di dalam air serta
kemampuan menutupi tasa meningkat. Karena disintegran tipe ini sangat sentif
terhadap kelembaban, maka control lingkungan selama pembuatan perlu
dilakukan.

2.3.5 Formulasi
Formulasi dari ODT/ODF harus mempertimbangkan bahwa obat harus
dapat dilepaskan dengan sangat cepat sehingga disolusinya dapat terjadi lebih
cepat. Ini termasuk zat aktif dan eksipien secara farmakologi. Oleh karena itu,
beberapa hal perlu diperhatikan dalam pemilihan zat aktif dalam pembentukan
sediaan ODT/ODF, antara lain (Nagar, P., et al., 2011):

1. Tidak berasa pahit


2. Dosis dalam 1 kali pemakaian kurang dari 20 mg
3. Memiliki berat molekular kecil sampai menengah
4. Memiliki kelarutan yang baik di air dan air ludah
5. Tidak terionisasi secara parsial di pH rongga mulut
6. Memiliki kemampuan untuk berpermeasi di jaringan mukosa oral
Para peneliti sendiri sudah melakukan berbagai percobaan menggunakan
berbagai jenis obat untuk dibuat sediaan ODT/ODF, sehingga obat yang tidak
memenuhi persyaratan yang disebut di atas tidak menutup kemungkinan dapat
dibuat sediaan ODT/ODF juga. Namun, ada beberapa karakteristik obat yang
tidak cocok dibuat dalam sediaan ODT/ODF, antara lain (Nagar, P., et al., 2011):

1. Memiliki waktu paruh yang pendek dan membutuhkan pemberian dosis


yang sering
2. Sangat pahit atau memiliki rasa yang tidak dapat diterima di lidah
sehingga penutupan rasa tidak dapat dilakukan
3. Membutuhkan pelepasan secara terkontrol atau tertunda
4. Kombinasi dengan antikolonergik

9
Beberapa eksipien yang diperlukan dalam formulasi sediaan ODT adalah
(Nagar, P., et al., 2011):
Tabel 1. Eksipien yang digunakan dalam formulasi ODT
Eksipien Fungsi Contoh
Superdisintegran Meningkatkan laju disintegrasi dan Crosspovidone,
disolusi. Keberadaan eksipien larut Microcrystalline
air dana gen effervescent cellulose, sodium
mempercepat proses disintegrasi. starch glycolate
Perasa Meningkatkan penerimaan dan Perasa peppermint,
kepatuhan pasen minyak aromatic
Pemanis Jika ODT akan dilakukan dengan Aspartam, derivate
(berbasis gula) kempa langsung, pemanis berbasis gula.
gula dapat berguna sebagai
bulking agent juga.
Surfaktan Mengurangi tegangan antar mukaSodiumdoesilsulfat,
dan meningkatkan solubilisasi sodium lauril
sulfat, tween
Pengikat Menjaga integritas sediaan Span, polioksietilen
sebelum administrasi obat stearate
Lubrikan Mengurangi gesekan Asam stearate,
magnesium stearate
Pengisi Meningkatkan isi sediaan Directly
compressible spray
dried mannitol,
sorbitol, xylytol
Beberapa eksipien lain yang diperlukan dalam formulasi sediaan ODF
adalah (Irfan, M., et al., 2016):
Tabel 2. Eksipien tambahan yang diperlukan dalam formulasi ODF
Eksipien Fungsi Contoh
Polimer Kekuatan mekanis dari film Pullulan, kombinasi
hidrofilik bergantung dari polimer ini. chitosan dan pectin
Syarat dari polimer ini adalah dengan kandungan
tidak mengiritasi, tidak toksik, metoksi tinggi,
tidak boleh menghalangi derivate selulosa
disintegrasi dari ODF, mempunyai
kemampuan untuk disebarkan
dengan baik dan untuk
diregangkan baik.
Plasticizer Mempengaruhi kekuatan PEG, gliserol, dietil
peregangan dan elongasi film. ftalat
Rentang konsentrasinya : 0 – 20%
w/w
Saliva Menstimulasi produksi air ludah Asam sitrat, asam
stimulating tartrat, asam laktat

10
2.3.6 Metode Pembuatan ODT/ODF

Ada beberapa metode pembuatan ODT diantaranya adalah:

1. Molding
Metode yang pertama adalah Molding. Tablet dibuat dengan dicetak.
Campuran serbuk diberi air sedikit dan ditaruh di tempat cetakan manual.
Perbedaannya adalah tekanan yang digunakan lebih rendah. Selain itu
dapat ditambahkan bahan tambahan antara lain seperti manitol, maltose,
dekstrose. Bahan campuran lain adalah cellulose microcrystal,
hidroksipropil selulosa. Sehingga diharapkan disintegrasinya lebih cepat.
2. Freeze dry
Pada metode freeze dry, campuran yang mengandung air dibekukan. Air
yang membeku lalu diuapkan. Sehingga yang tertinggal hanya zat padat.
Ukuran partikel yang terbentuk sekitar 50 mikron. Supaya obat
mengalami pelarutan, matriks yang dapat digunakan antara lain gelatin,
dekstran, alginate, manitol dan sorbitol. Obat yang memiliki pori akan
dengan cepat mengalami disintegrasi dan disolusi.
Metode Pembuatan ODF:
1. Solvent Casting
Larutan penyalut disiapkan terlebih dahulu, dapat berupa larutan, emulsi
dan suspensi. Polimer pembentuk film kemudian dilarutkan kedalam
pelarut, dengan air atau campuran air – pelarut organik. Pelarut organik
dapat meningkatkan kelarutan zat aktif dan memperpendek waktu
pengeringan. Eksipien lain kemudian ditambahkan dan dihomogenkan
sehinga terbentuk larutan yang kental. Pada langkah terakhir dilakukan
penambahan zat aktif. Jika yang akan dicetak berupa suspensi atau emulsi,
homogenitasnya harus selalu dipastikan selama proses pembuatan film.
Ukuran partikel dapat menjadi suatu parameter kritis, misalnya partikel
yang berukuran > 250 µm dapat menyumbat pembuatan film. Deaerasi
dari massa penyalut dapat dilakukan dengan pengadukan terus menerus
dan dilanjutkan dengan vakum (Hoffmann, Breitenbach, & Breitkreutz,
2011).

11
Massa penyalut ini kemudian, dicetak menjadi film pada intermediate
liner. Film yang masih basah kemudian dianaskan untuk pembuangan
pelarut dan dilanjutkan dengan digulung (gulungan besar). Gulungan ini
kemudian dipotong-potong sesuai dengan ukuran yang diinginkan.
Intermediate liner kemudian dibuang dan film dikemas (Hoffmann et al.,
2011).
Beberapa poin yang perlu diperhatikan adalah:
 Segregasi atau sedimentasi tidak boleh terjadi
 Pemilihan intermediate liner : film harus dapat menempel di
lapisan ini namun masih mudah untuk dilepaskan
 Proses pemanasan; film jangan sampai tersentuh langsung dengan
permukaan pemanasan karena dikhawatirkan akan terbentuk
lapisan tipis diatas film yang dapat menghalangi pemanasan di
lapisan bawahnya
 Suhu pemanasan; suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan
tekanan yang dapat merusak film

Pelarut organik harus dipastikan sudah semuanya menguap dari film, jika
tidak film akan lengket. Terutama apabila zat aktif terlarut didalam massa
penyalut maka dikhawatirkan akan terjadi pertumbuhan kristal selama
pengeringan dan penyimpanan yang dapat mempengaruhi keseragaman
kandungan. Variasi proses produksi dalama metode ini adalah
menggunakan metode bubble untuk memperpendek waktu disintegrasi
(Hoffmann et al., 2011).

12
Gambar 3. Skema Kerja Prosedur Solvent Casting

2. Ekstruksi Hot-Melt
Metode ini tidak menggunakan pelarut selama proses pembuatannya. Zat
aktif dicampurkan dengan eksipien dalam keadaan padat. Campuran
kemudian dipanaskan dan dikempa melalui slot nozzle, yang dilanjutkan
dengan pendinginan dan pemotongan film. Pengembangan lainnya dari

13
metode ini adalah lapisan tipis dibentuk dengan menggunakan roll yang
didinginkan (Hoffmann et al., 2011).
Keuntungan dari metode ini adalah tidak diperlukan pelarut dan
pengeringan. Namun, proses pelelehan dapat mempengaruhi zat aktif, rasa
dan stabilitas polimer. Polimer yang cocok untuk metode ini masih sedikit,
maltodekstrin adalah salah satu contoh polimer yang bisa menggunakan
metode ini. Untuk mendapatkan film yang stabil dan tidak lengket, CMC
harus ditambahkan dan ini dapat mempengaruhi waktu disintegrasi dan
rasa di mulut (Hoffmann et al., 2011).
3. Lainnya
Metode lain yang menggunakan teknik rolling adalah massa yang seperti
pasta digulung ke pembawa plane. Untuk mendapatkan tekstur yang
seperti pasta ini, larutan diperlukan dan harus dihilangkan pada proses
pemanasan. Massa penyalut diukur pada roll pertama dimana ini akan
menentukan ketebalan penyalut. Massa dipindahkan ke roller kedua
dimana massa dicetakkan pada intermediate liner yang dipindahkan oleh
roll ketiga (Hoffmann et al., 2011).
Penyemprotan larutan mengandung obat ke pembawa plane merupakan
alternatif lain. Lapisan pertama dibuat, misalkan dengan metode solvent
casting, kemudian lapisan kedua disemprotkan ke lapisan pertama sebagai
suspensi atau memberi muatan secara elektronik pada campuran, termasuk
zat aktif (Hoffmann et al., 2011).
Electrostatic spinning juga merupakan metode alternatid lainnya. Polimer
tipis diproduksi dengan mengaplikasikan daerah bermuatan tinggi pada
larutan polimer mengandung obat. Dispersi padat dapat didapatkan, yang
aka meningkatkan kelarutan dari obat yang sukar larut. Tegangan tinggi
akan diaplikasikan pada droplet sehingga repulis elektrostatis melempaui
tegangan permukaan dan droplet dapat memanjang. Pada titik kritikal,
larutan jet diinjeksikan dari permukaan. Larutan ini akan tertarik oleh gaya
elektrostatis pada permukaan. Pelarut akan menguap dengan cepat dan
menghasilkan fiber dalam skala nano yang nantinya akan terbentuk film.
Kelebihan metode ini adalah pelepasannya yang cepat karena area

14
permukaan yang tinggi dan waktu disolusi yang meningkat (Hoffmann et
al., 2011).
2.4 Bukal
2.4.1Definisi
Sediaan oral bukal adalah sistem penghantaran obat melalui mukosa bukal
(selaput pipi) ke sirkulasi sistemik. Rongga mulut terdiri dari bibir, lidah, pipi,
langit-langit lunak, langit-langit keras. Lapisan mukosa mulut terdiri dari tiga
lapisan: epitel luar, middle basement dan jaringan ikat bagian dalam. Luas total
dari rongga mulut adalah 100 cm terdiri dari sekitar sepertiga permukaan buccal
dari ketebalan epitel 0,5 mm (Morales et al, 2014).
Sekitar 0,5 – 2 liter air liur mengalir ke permukaan mukosa mulut. PH saliva
antara 5,5 hingga 7. Daerah non-keratinisasi Buccal adalah wilayah yang paling
cocok untuk pemberian obat terutama protein/peptida daripada sediaan obat
hidung, rectal dan vagina. Obat memasuki sirkulasi sistemik melalui saluran
jugularis melalui jaringan pembuluh darah (Rajaram et al, 2014).
Diperkirakan permeabilitas mukosa bukal adalah 4 - 4000 kali lebih besar dari
bahwa kulit. Urutan permeabilitas mukosa mulut adalah sublingual > Buccal >
palatal yang bergantung pada ketebalan relatif dan tingkat keratinisasi. Lapisan
superfisial terluar 200 μm terdiri dari penghalang Granula pelapisan membran'
(MCG) yang bervariasi dalam keratinisasi danepitel non-keratinisasi (Rajaram et
al, 2014).
Ruang antarsel dan sitoplasma mukosa mulut merupakan tindakan hidrofilik
sebagai penghalang untuk senyawa lipofilik sementara membran sel menjadi
lipofilik bertindak sebagai penghalang untuk senyawa hidrofilik.
Untuk mengatasi masalah penetrasi senyawa berat molekul tinggi ini, efisiensi
penyerapan dapat ditingkatkan oleh beberapa bahan kimia seperti asam lemak,
garam empedu dan surfaktan seperti natrium dodesil sulfat yang digunakan
sebagai enhancer penyerapan.
Beberapa sediaan mukosa oral bukal:
a. Tablet bukal
Tablet bukal mukoadhesive adalah bentuk sediaan yang cara
penggunaanya di mukosa bukal. Tablet bukal ini biasanya mengandung

15
dosis obat dalam jumlah yang kecil, bentuknya oval dan tipis, diameternya
kira-kira 5-8 mm. Tablet bukal ini memiliki beberapa keuntungan
dibandingkan tablet konvensional, diantaranya: memberikan kenyamanan
dalam penggunaan, obat akan hancur ketika bersentuhan dengan mukosa
dan obat akan tetap dalam posisinya sampai semua obat di lepaskan
(Mansuri et al,2016).
b. Bukal Film
Bukal Film yang lebih disukai daripada tablet bukal mukoadhesif dalam
hal fleksibilitas dan kenyamanan dan juga dapat menghindari waktu
tinggal yang relatif singkat dari gel oral pada mukosa, yang mudah
dihilangkan oleh air liur. Selain itu, film bukal juga dapat digunakan
dalam pengiriman lokal untuk infeksi mulut, sehingga mengurangi rasa
sakit dan perawatan yang lebih efektif. Metode yang biasa di gunakan
adalah solvent casting dimana obat dan polimer dilarutkan dalam
campuran pelarut casting kemudian pelarut di masukkan ke dalam film,
dikeringkan dan akhirnya dilapisi dengan backing layer.
Pemberian obat melalui pengiriman obat buccoadhesive memiliki beberapa
keunggulan seperti (Rao et al, 2013):
1. Pelepasan obat untuk jangka waktu yang lama
2. Dapat diberikan untuk pasien tidak dasar atau koma.
3. Penyerapan obat dengan difusi pasif.
4. Fleksibilitas dalam keadaan fisik, bentuk, ukuran dan permukaan.
Sedangkan keterbatasan / kekurangan sistem pengiriman obat bukal, adalah
hanya untuk obat-obatan yang diserap dengan cara difusi pasif.
2.4.2 Komposisi/Komponen bucal
Komponen dasar dari sediaan bukal adalah sebagai berikut:
1. Komponen obat
Ada beberapa kriteria obat yang dapat di jadikan sediaan bukal, seperti
(Edsman, 2005):
a. Dosis tunggal obat konvensionalnya kecil.
b. Obat yang memiliki waktu paruh (t1/2) antara 2 sampai 8 jam bagus di
gunakan untuk sistem pelepasan obat terkontrol.

16
c. Tmax obat menunjukkan jumlah fluktuasi efek yang lebih tinggi
dibadingkan dengan pemberian secara oral.
d. Cocok untuk obat yang mengalami metabolisme lintas pertama dan
eliminasi presistemik.
e. Penyerapan obat terganggu bila diberikan secara oral.
2. Polimer bioadesif
Langkah pertama dalam pengembangan bentuk buccoadhesive adalah
pemilihan dan karakterisasi polimer yang sesuai dalam formulasi. Bio-
polimer memiliki peranan yang penting dalam sistem pengiriman obat
buccoadhesive. Polimer juga digunakan dalam pembawa matriks dimana
obat terletak didalam matriks polimer, yang mengontrol waktu pelepasan
obat. Bioadhesive polimer berasal dari sumber ynag berbeda-beda dan
memiliki banyak manfaat dalam penghantaran obat. Obat dilepaskan ke
dalam selaput lendir dengan cara terkontrol melalui lapisan terkontrol atau
lapisan inti. Bioadesif polimer yang berkontak dengan mucin/permukaan
epitel sangat efektif untuk meningkatkan pengiriman obat secara oral.
Polimer yang ideal untuk pengiriman obat buccoadhesive harus memiliki
karakteristik sebagai berikut (Yajaman et al, 2006):
a. Harus bersifat inert dan kompatibel
b. Polimer dan produk degradasinya harus bersifat non-toxic
c. Harus cepat melekat pada permukaan jaringan yang lembab
d. Polimer tidak boleh terdegradasi selama penyimpanan atau
selamaumur simpan dari bentuk sediaan.
e. Polimer harus mudah tersedia di pasar dan ekonomis.
Kriteria dalam pemilihan polimer:
a. Harus membentuk ikatan non kovalen yang kuat denganpermukaan
musin/epitel.
b. Harus memiliki berat molekul yang tinggi dan sempitdistribusi.
c. Harus kompatibel dengan membran biologis.

17
Beberapa polimer yang biasa di gunakan untuk obat oral bucal adalah (Rao et al,
2013):
Tabel 3. Polimer yang digunakan dalam formulasi obat oral bukal
Kriteria Kategori Contoh
Sumber Semi natural/Natural Agarose, chitosan, gelatin,
Hyaluronis acid, Various gum
(guar gum, xanthan, gellan,
carragenan, pectin, sodium
alginate)
Sintetik Cellulose derivates: CMC,
thiolated CMC, NaCMC, HEC,
HPC, HPMC, MC.

Poly(acrylic acid)-based polimer:


CP, PC,PAA, Polyacrylate,
copolymer, PEG.
Lain-lain: polyoxyethylene, PVA,
PVP, polimer thiolated.
Aqueous solubility Water soluble CP, HEC, HPC, HPMC, PAA,
Na.CMC, sodium alginate.
Water insoluble Chitosan, EC, PC.
Charge Cationic Amitnodextran, chitosan, (DEAE)-
dextran, TMC.
Anionic Chitosan-EDTA, CP, CMC,
pectin, PAA, PC, sodium alginate
Non-ionic Hydroxyl ethyl starch, HP,
poly(ethylene oxide), PVA.
Potential Covalent PVP, scleroglucan
Hydrogen Bond Cyanoacrylate
Bioadhesive forces Electrostatic Acrylates, CP, PC, PVA dan
interaction chitosan.
3. Backing layer
Backing layer memiliki peran utama dalam lampiran perangkat
bioadhesive keselaput lendir. Bahan yang digunakan harus lembab, dan
menambah penetrasi. Membran yang demikian kedap air pada patch
bioadhesive buccal mencegah kehilangan obat. Yang umum
digunakanbahan dalam membran backing termasuk carbopol, magnesium
stearat, HPMC, HPC, CMC, polycarbophil dll

18
4. Enhancer
Zat ini berfungsi sebagai peningkat permeasi sediaan bucal. Pemilihan
tergantung pada sifat fisikokimia obat, tempat administrasi, sifat obat dan
eksipien lainnya. Mekanisme kerja dari peningkat permeasi adalah:
a. Mengubah reologi lendir:
Dengan mengurangi viskositas lendir dan air liur.
b. Meningkatkan fluiditas membran bilayer lipid:
Mengganggu lipid intraseluler dengan adaanya interaksi dengan
komponen lipid atau protein.
c. Dengan menghambat berbagai peptidase dan protease hadir dalam
mukosa bukal, sehingga tidak terjadi reaksi enzimatik. Selain itu,
perubahan fluiditas membran juga mengubah aktivitas enzimatik secara
tidak langsung.
d. Meningkatkan aktivitas termodinamika obat:
Beberapa peningkat meningkatkan kelarutan obat dengan mengubah
koefisien partisi.
2.4.3 Mekanisme kerja
Mekanisme pelepasan obat mucoadhesif terjadi dalam dua tahap: tergantung
pada sifat bentuk sediaan dan pengirimannya (Rajaram et al, 2014)::
Tahap-I (Tahap Kontak): Pembasahan, penyebaran dan pembengkakan
permukaan bio-adhesive. Sehingga terjadi kontak antra permukaan bio adhesive
dengan membran.
Tahap II (Tahap Konsolidasi): kelembaban memecah molekul dan antar
penetrasi atau interaksi tarik menarik antara dua permukaan karena adanya ikatan
vander walls, elektrostatik, interaksi ikatan hidrogen dan hidrofobik.

19
Gambar 4. Dua tahapan pada mukoadhesive, a. fase kontak b. fase

konsolidation

Teori Difusi: lendir glikol protein berinteraksi dengan mukoadhesif molekul


dengan merasuki rantai ikatan dan membentuk ikatan sekunder. Terjadi interaksi
kimia dan mekanik.

Gambar 5: Teori difusi


Teori dehidrasi: Pada teori dehidrasi, bahan yang bersifat gel pada saat berada
di lingkungan cair, ketika kontak dengan mukus akan menyebabkan dehidrasi dari
mukus karena adanya perbedaan tekanan osmotik. Perbedaan gradien konsentrasi
antara cairan dengan formulasi akan terjadi hingga tercapai keseimbangan
osmotik. Proses tersebut meningkatkan waktu kontak formulasi dengan membran
mukus.

20
Gambar 6. Teori hidrasi

2.4.4 Metode Pembuatan Film Bukal


Metode pembuatan film/patch bukal meliputi, solvent casting, hot melt
extrusion dan direct miling.
2.4.4.1 Solvent Casting
Pada metode ini, obat didispersikan kedalam pelarut organik dan disalut ke
lapisan release liner. Setelah penguapan pelarut, lapis tipis dari material
pelindung backing dilapiskan ke release liner yang sudah di salut untuk
membentuk lapisan yang nantinya akan diportong menjadi patch dengan ukuran
dan geometri yang diinginkan (Rao et al, 2013).
2.4.4.2 Hot Melt Extrusion
Campuran dari bahan farmasetika dicairkan dan kemudian dilewatkan melalui
lubang untuk mendapatkan hasil yang lebih homogen pada bentuk yang berbeda,
seperti granul, tablet atau film. Metode ini jarang digunakan untuk pembuatan
film bukal mukoadhesif (Rao et al, 2013).
2.4.4.3 Direct Milling
Pembuatan dengan metode ini tidak menggunakan pelarut. Zat aktif dan
eksipien dicampur secara mekanis dengan penggilingan langsung atau dengan
meremas, biasanya tanpa ada pelarut. Setelah proses pencampuran selesai,
campuran ini akan digulung oleh release liner sampai ketebalan yang diinginkan.
Backing material kemudian dilapiskan ke lapisan yang terbentuk. Kelebihan
mekanisme ini adalah tidak adanya penggunaan pelarut sehingga tidak
memungkinkan adanya sisa pelarut dalam produk (Rao et al, 2013).

2.4.5 Aplikasi sediaan buccal


Tabel 4. Beberapa contoh sediaan bukal yang ada di pasaran:
No. Nama dagang Kandungan
1. Teokap SR Teofilin
2. Progesteron tablet Progesteron

2.5 Sublingual
2.5.1 Definisi
Sediaan oral sublingual adalah sistem penghantaran obat melalui mukosa
sublingual (membran ventral permukaan lidah dan dasar mulut) ke sirkulasi
sistemik. Waktu tinggal obat melalui sublingual adalah 3 - 10 kali lebih cepat

21
daripada oral. Volume kecil saliva umumnya cukup untuk membuat tablet hancur
di rongga mulut (Prathusha et al, 2017).
Kelenjar saliva yang ada di dasar mulut di bawah lidah. Mereka juga dikenal
sebagai kelenjar sublingual. Kelenjar ini menghasilkan musin pada gilirannya
menghasilkan air liur. Cairan yang dihasilkan oleh kelenjar bercampur dengan
makanan, sehingga makanan mudah dikunyah. Rendahnya sekresi saliva itu dapat
menimbulkan masalah dalam menelan makanan. Absorpsi adalah transfer obat
dari tempatnya pemberian ke sirkulasi sistemik, sehingga dapat dikatakan bahwa
daya serapnya berbanding lurus dengan ketebalan lapisan. Penyerapan obat
dengan cara Sublingual> Buccal> Gingival> Palatal. Karena permeabilitas tinggi
dan suplai darah yang besar, rute sublingual dapat menghasilkan onset yang cepat
sehingga obat dengan dihantarkan dalam waktu yang singkat dapat diberikan
rejimen dosis yang lebih sering. Obat sublingual akan diencerkan dalam air liur
dan obat di diserap di rongga mulut.
Sebagai contoh: Gliseril nitrat - vasodilator koroner potensial yang digunakan
untuk meredakan gejala angina secara cepat. Setelah pemberian, ia akan aktif
secara farmakologis setelah 1-2 menit. Semprotan oral untuk meredakan gejala
dengan cepat dengan metabolisme kelas satu. Tingkat metabolisme kelas satu bila
dibandingkan dengan semprotan sublingual menurun menjadi 48% dengan tablet
sublingual dan 28% dengan dosis oral. Nitrat yang muncul dalam konsentrasi
plasma dapat dipertahankan selama 24 jam ketika diberikan sublingual.
Sediaan sublingual dapat di bagi menajdi beberapa macam, seperti (Nibha et
al, 2012):
a. FDT (fast disintegrating sublingual tablet).
FDT didefinisikan sebagai bentuk sediaan padat yang mengandung zat
obat dan hancur dengan cepat (dalam beberapa detik) tanpa air ketika
diletakkan di lidah. Obat ini dilepaskan, dilarutkan, orodispersed dalam air
liur, dan kemudian ditelan dan diserap di seluruh GIT. FDT juga disebut
sebagai tablet Orodispersible, melarut cepat, cepat meleleh. Tablet yang
hancur atau larut dengan cepat di mulut pasien nyaman untuk anak-anak,
orang tua dan pasien dengan kesulitan menelan dan dalam situasi di mana
cairan minum tidak tersedia. Kompresi langsung adalah salah satu teknik yang

22
memerlukan penggabungan superdisintegrant ke dalam formulasi, atau
penggunaan eksipien larut dalam air yang tinggi untuk mencapai disintegrasi
tablet yang cepat. Dibandingkan dengan sediaan konvensional, pelepasan
obat, penyerapan obat serta onset tindakan klinis dan bioavailabilitasnya
mungkin jauh lebih besar.
b. Bioadhesive sublingual tablet
Tablet sublingual baru yang terdiri dari pembawa yang larut dalam air
yang ditutupi dengan partikel obat halus dan komponen bioadhesive.
Pendekatan ini dilakukan, untuk mempertahankan pelepasan cepat dalam
kombinasi dengan retensi bioadhesive obat di rongga mulut. Bioadhesi
biasanya didefinisikan sebagai ikatan yang terbentuk antara dua permukaan
biologis atau antara permukaan biologis dan sintetis. Masalah yang terkait
dengan formulasi tablet sublingual adalah bahwa selalu ada risiko bahwa
pasien akan menelan bagian dari dosis sebelum zat aktif dilepaskan dan
diserap secara lokal ke dalam sirkulasi sistemik hal ini bisa menghasilkan efek
farmakologis yang tidak diinginkan. Penambahan komponen bioadhesive
untuk meningkatkan kemungkinan rilis lebih spesifik. Namun, konsep ini
biasanya diterapkan pada tablet untuk mencapai pelepasan yang diperlambat
dari zat aktif sehingga sistem seperti itu tidak akan cocok untuk formulasi
lepas cepat.
c. Lipid matrix sublingual tablet
Tablet semacam ini diformulasikan menggunakan kemajuan teknologi
sublingual dan liposomal untuk membuat bentuk sediaan yang menawarkan
penyerapan yang lebih cepat dari pada rute oral konvensional. Tablet
sublingual matriks lipid adalah bentuk sediaan yang cepat, nyaman dan
konsisten untuk banyak neutraceutical. Misalnya, Glutathione MB12
(methylcobalamin)melatonin.
d. Sublingual vitamin tablet
Vitamin D yaitu cholecalciferol adalah prekursor alami kalsium yang
mengatur hormon calcitriol. Vitamin D digunakan dalam hipokalsemia /
hiperparatiroidisme. Karena penyerapannya yang tidak lengkap dari saluran

23
pencernaan, degradasi usus lokal dan metabolisme hati, sehingga vitamin D
diberikan secara sublingual.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi absorpsi sublingual:
a. Kelarutan obat dalam lemak
b. pH saliva dan pKa
c. ketebalan epithelium oral
d. Koefisien partisi
Beberapa keuntungan tabet sublingual adalah dosis yang akurat
dibandingkan dengan formulasi cair dan meningkatkan kinerja klinis melalui
pengurangan efek yang tidak diinginkan. Salah satu kerugian tabet sublingual
Pasien tidak boleh merokok saat penggunaan obat sublingual, karena merokok
menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah. Ini akan mengurangi penyerapan
obat (Nibha et al, 2012).
2.5.2 Mekanisme kerja
Potensi penyerapan mukosa bukal dipengaruhi oleh kelarutan lemak,
permeabilitas larutan (osmosis), ionisasi (pH), dan berat molekul zat. Sebagai
contoh, penyerapan beberapa obat melalui mukosa bukal terbukti meningkat
ketika pH pembawa menurun (lebih asam) dan menurun dengan penurunan pH
(lebih basa). Sel-sel epitel dan epidermis mulut juga mampu menyerap dengan
cara endositosis (serapan partikel oleh sel seolah-olah dengan membungkus.
Partikel yang ditelan ini biasanya terlalu besar untuk menyebar melalui
dindingnya). Tidak mungkin mekanisme ini digunakan di seluruh epitel
bertingkat. Juga tidak mungkin bahwa proses transpor aktif beroperasi dalam
mukosa mulut. Namun, diyakini bahwa adanya stimulasi asam sehingga adanya
serapan ke sistem sirkulasi. Mulut dilapisi dengan selaput lendir yang ditutupi
dengan epitel skuamosa dan mengandung kelenjar saliva. Mukosa bukal mirip
dengan jaringan mukosa sublingual. Kelenjar saliva terdiri dari lobulus sel yang
mengeluarkan saliva melalui saluran air liur ke dalam mulut. Tiga pasang kelenjar
saliva adalah Parotid, Submandibular dan Sublingual yang terletak di dasar mulut.
Semakin asam rasanya semakin besar rangsangan output saliva, hal ini juga
berfungsi untuk menghindari bahaya kerusakan pada email gigi yang sensitif
asam. Dengan stimulasi sekresi saliva, zat vasodilator diproduksi, aliran darah
kelenjar meningkat, karena peningkatan metabolisme kelenjar. Arteri sublingual

24
bergerak maju ke kelenjar sublingual, ia memasok kelenjar dan cabang ke otot-
otot dan ke selaput lendir mulut, lidah dan gusi. Dua cabang simetris berjalan di
belakang tulang rahang bawah lidah untuk bertemu dan bergabung di ujungnya.
Cabang lain bertemu dan beranastomosis dengan cabang sub-mental dari arteri
wajah. Sistem arteri sublingual berasal dari arteri lingual - suplai darah utama
tubuh ke lidah dan dasar mulut - yang muncul dari arteri karotid eksternal.
Kedekatannya dengan arteri karotid internal memungkinkan akses cepat ke rute
yang memasok sebagian besar serebralhemisphere.

Gambar 7. Mekanisme pelepasan obat sublingual


2.5.3 Metode Pembuatan
Pembuatan tablet sublingual dapat dilakukan menggunak beberapa metode:
a. Metode kempa langsung
Pada metode ini, bahan aktif dan eksipien akan digiling dan dicampur
terlbih dahulu sebelum nantinya akan dikempa dengan menggunakan
mesin kempa. Metode ini adalah metode yang paling umum dan banyak
digunakan. Metode kempa langsung ini dapat digunakan untuk obat yang
tidak tahan terhadap panas. Pada metode ini menggunakan kempa
langsung, lubrikan dan superdisintegran (seperti: crospovidone,
microcrystalline cellulose) pengikat, pewarna dan perasa.
b. Molding
Pada metode ini tablet dibuat dengan dicetak. Campuran serbuk diberi air
sedikit dan ditaruh di tempat cetakan manual. Perbedaannya dengan
metode kempa langsung adalah tekanan yang digunakan lebih rendah di
bandingkan pembatan tablet konvensional. Tablet yang dibuat

25
menggunakan metode ini akan hancur dan larut dalam waktu yang cepat (4
– 11 detik). Kerugian dari metode ini adalah tablet yang memiliki
kekuatan mekanik yang buruk diperlukan tambahan pengikat kedalam
campuran formulasi.
c. Freeze-drying
Tahapan-tahapan yang terjadi:
 Pembekuan : Produk yang akan dikeringkan, sebelumnya dibekukan
dulu.
 Vacuum : Setelah beku, produk ini ditempatkan di bawah vakum. Hal
ini memungkinkan pelarut beku dalam produk untuk menguapkan
tanpa melalui fase cair, proses yang dikenal sebagai sublimasi.
 Panas : panas diterapkan pada produk beku untuk mempercepat
sublimasi.
 Kondensasi : kondensor dengan suhu rendah akan menghapus pelarut
yang menguap di ruang vakum dengan mengubahnya kembali ke
padat.
Tablet yang diproduksi dengan metode ini akan memiliki porositas tinggi
dan langsung larut. Metode ini cocok untuk obat yang sensitif terhadap
panas.

2.5.4 Karakterisasi
Tabel 5. Karakterisasi sediaan sublingual
No. Karakterisasi Metode
1 Kekerasan Monsanto hardness
tester
2 Friability Roche friabilator
3 Wetting time Waktu yang dibutuhkan
untuk air berdifusi dari
kertas penyerap yang
dibasahi ke seluruh
permukaan tablet.
4 Waktu dispersi Menggunakan 50 ml
dapat fosfat pH 6.8
5 Waktu hancur Disintegration tester
6 Waktu disolusi Dissolution tester

2.5.5 Aplikasi sediaan Sublingual


Tabel 6. Beberapa contoh sediaan sublingual :

26
No. Nama dagang Kandungan
1. Trivita Vitamin B12
2. Isosorbide Dinitrate Isosorbide dinitrate
3. Oxicam Piroxicam
4. Vitamin B 12 Vitamin B12

2.5.6 Contoh Jurnal Sediaan Sublingual dan Bukal : Orally-dissolving film


for sublingual and buccal delivery of ropinirole

Aplikasi sediaan obat-obatan untuk penyerapan oral baik dalam tablet,


permen, film atau bentuk spray telah banyak diteliti. Salah satu pengembangan
teknologi penghantaran obat melalui rute sub lingual dan bukal adalah bentuk
sediaan film seperti dibawah ini :
Ropinirole adalah pilihan pengobatan yang sangat penting untuk penyakit
Parkinson (PD). Namun, obat ini mengalami metabolisme lintas pertama yang
tinggi, menghasilkan bioavailabilitas oral yang rendah (36-57%). Selain itu,
pemberian yang sering (3x sehari) karena waktu paruh ropinirol yang singkat (t½ :
6 jam) dapat menurunkan kepatuhan pasien. Sediaan obat dalam bentuk sediaan
oral padat (misalnya tablet) merupakan tantangan tersendiri karena kondisi
tremor, kekakuan, keterbatasan mobilitas, dan gangguan penyerapan obat yang
dialami oleh pasien PD. Sehingga dikembangkan sediaan film oral yang mudah
terdissolusi, untuk mendapatkan onset aksi yang cepat dan terhindar dari first pass
metabolism sehingga diharapkan bioavailabilitas obat dapat meningkat.
Formulasi sediaan film :
50 mg PEG 400 dan 300 mg HPMC 603 dilarutkan dalam 6 mL
diklorometana: metanol (1: 1), kemudian ditambahkan ropinirole 150 mg. 350 µl
dari larutan dituangkan pada gelas kaca microscope (18×18 mm, BRAGG & Co.,
USA), lalu dikeringkan pada suhu 45oC selama 2 jam dalam oven (1350FX-20
Shellab oven, Sheldon Manufacturing Inc., AS). Setelah itu, film kering diambil
dari kaca dengan bantuan jarum dan forceps.

27
Gambar 8. a. penampakan Ropanirole Oral Dissolution Film
(Ropanirol-ODF) b. penampakan ODF yang terdissolusi
Karakterisasi sediaan film
 Kadar obat ropanirol (99.7% ± 2.4%), dimensi (18 × 18 mm), bobot (28.93
mg ± 0.57 mg) dan ketebalan (133.3 ± 4.5 µm), ODF dapat terdissolusi
sempurna pada waktu 2 menit dengan kadar mencapai 100+2,5 sesuai
tabel dibawah ini :

28
Tabel 7. Kareakterisasi keseragaman berat ODF Ropanirol

 Karakteristik mekanik seperti kekuatan tarik (104,5+9,9 kPa) dan %


elongasi (3,3+0,9%) diklasifikasinya memiliki kekuatan mekanik sedang.
a. Stabilitas fisik
Dari hasil uji stabilitas fisik ropinirole ODF pada 3 kondisi 25◦C/60%
(RH), 30◦C/65%RH and 40◦C/75%RH, didapatkan hasil berat film tidak berubah
secara signifikan (t-test,p> 0,05) disimpulkan bahwa ODF tidak menyerap air
yang signifikan dari lingkungan, meskipun waktu disintegrasi film meningkat
sekitar 10 detik terhadap sediaan awal dimana secara statistik bernilai signifikan
(t-test, p <0,05), akan tetapi waktu dissolusi tidak berubah secara signifikan (t-
test, p> 0,05) sesuai grafik di bawah, sehingga disimpulkan bahwa ropinirol ODF
bersifat stabil secara fisika.

Gambar 9. Stabilitas fisik ropinirole ODF


b. Toksisitas in vitro
Enzim LDH (Lactate dehydrogenase) yang dilepaskan dari jaringan sublingual
diukur untuk menilai efek toksikODF terhadap membran. LDH merupakan enzim

29
yang berada di sitoplasma sel "sehat". Namun, apabila terjadikerusakan membran,
LDH akan dilepaskan dan banyaknya jumlah LDH yang dilepaskan menunjukkan
tingkat kerusakan membran.
Dibandingkandengan kadar LDH pada saat t= 0, ropinirol ODF tidak
memicupelepasan LDH yang signifikan setelah diinkubasi 4 jam pada jaringan
sublingual (uji t-test, p> 0,05),sehingga disimpulkan, ropinirole ODF aman dan
tidak menyebabkan kerusakan jaringan.
Tabel 8. Studi LDH ropinirol

c. Studi farmakokinetik in vivo


Studi ini dilakukan dengan menggunakan kelinci karena beberapa studi
mengindikasikan bahwa kelinci dapat digunakan sebagai model uji untuk
memprediksi bioavailabilitas untuk sediaan sublingual, sedangkan untuk aplikasi
bukal diambil jaringan bukal yang tidak berkeratin. Studi bioavailabilitas ini
dilakukan dengan membandingkan rute pemberian oral, bukal dan sub lingual.
Profil plasma dan parameter farmakokinetik didapatkan sebagai berikut :

Gambar 10. Perbandingan profil plasma ropinirol setelah pemberian


Ropinirol ODF dari ketiga rute pemberian (oral, bukal, sublingual)

30
Setelah pemberian film oral, baik secara bukal atau sublingual ropinirole
dapat dideteksi dalam plasma dalam waktu 15 menit pada konsentrasi 40–50
ng/mL, hal ini menunjukkan bahwa terjadi penyerapan obat cepat pada sirkulasi
sistemik. Dari profil plasma tersebut disimpulkan bahwa bioavailabilitas
ropinirole rute sublingual atau bukal dapat meningkat tajam dibandingkan dengan
pemberian oral, yaitu meningkat secara signifikan hingga 7x. Parameter
farmakokinetik dari ropinirole ODF setelah pemberian dengan rute per oral, bukal
dan sublingual, didapatkan data sesuai tabel berikut :
Tabel 9. Parameter farmakokinetika obat

Konsentrasi plasma maksimum (Cmax) tercapai setelah aplikasi sublingual


dengan nilai kadar 188,9±25,1 ng/mL pada menit ke 170,1±50,1 dan Cmax rute
bukal adalah 166,7±55,2 ng/mL pada menit ke 148,8±16,3. Nilai AUC (AUC0→6
jam dan AUC0→∞) setelah pemberian rute bukal dan sublingual secara statistik
tidak berbeda bermakna (unpaired t-test, p > 0.05).
Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa sediaan ropanirole film dengan
rute pemberian sublingual atau bukal merupakan alternatif rute pemberian obat
yang sederhana, mudah, onset aksi cepat, diabsobsi baik, mampu meningkatkan
bioavailabilitas obat.

31
BAB III
PENUTUP

Penghantaran obat melalui mukosa oral merupakan salah satu rute


pemberian yang dapat dipertimbangkan untuk formulasi dari obat-obatan yang
mengalami metabolisme lintas pertama yang tinggi atau dapat digunakan sebagai
alternatif pemberian obat secara intravena. Pengembangan formulasi obat melalui
mukosa oral sudah cukup banyak seperti pembuatan menjadi tablet dan film
orally disintegrating, tablet sublingual dan tablet bukal. Namun, ada beberapa
batasan dari penghantaran obat melalui mukosa oral ini, yaitu obat-obat yang
mempunyai waktu paruh pendek dan tidak stabil di dalam mukosa oral tidak dapat
diformulasi kedalam sediaan ini. Pengembangan lebih lanjut mengenai formulasi
dari sediaan melalui rute penghantaran ini untuk obat dengan molekul besar,
seperti protein, perlu dikembangkan lebih lanjut karena keunggulan dari rute
pemberian obat ini yang nyaman dan tidak melalui metabolisme lintas pertama.

32
DAFTAR PUSTAKA

Bhowmik, D., Chiranjib, B., Krishnakanth, Pankaj and Chandira, R.M. 2009,
Fast Dissolving Tablet: An Overview, Journal Chemical Pharmaceutics.
Res, 1: 163-177.
Edsman K. 2005. Pharmaceutical applications of mucoadhesion for the non-oral
routes, Journal of pharmacy & pharmacology, 57, 3-19. 34.
Fu, Y., Yang, S., Jeong, H.J Seong, H.J., Kimura, S, and Park, K. 2004. Orally
Fast Disintegrating tablets: Development, Technologies, Taste-Masking
and Clinical Studies. Critical Review in Therapeutic Drug Carrier
systems.
Hirani, J.J., Rathod, D.A, and Vadalia, K.R. 2009. Orally Desintrating Tablets: A
Review. Tropical Journal og Pharmaceutical, Research; 8(2): 161-172.
Hoffmann, E. M., Breitenbach, A., & Breitkreutz, J. (2011). Advances in
orodispersible films for drug delivery. Expert Opinion on Drug Delivery,
8(March), 299–316. https://doi.org/10.1517/17425247.2011.553217
Hooda, R., Tripathi, M and Kapoor, K. 2011. A Review on Oral Mucosal Drug
Delivery System. The Pharma Innovation. 2011.
Irfan, Muhammad., et al. (2015). Orally disintegrating films: A modern expansion
in drug delivery system. Saudi Pharmaceutical Journal. 24 : 537 – 546
Koseki, T., Onishi, H., Takahashi, Y., Uchida, M. and Machida, Y. 2008,
Development of A Novel Fast Disintegrating Tablets by Direct
Compression Using Sucrose Stearic Acid Ester as A Disintegration
Accelerating Agent, Journal Chemical Pharmaceutics, 56 (10): 1.384-
1.388
Kundu, SandSahoo, P.K, 2008. Recent Trends in the developments of orally
Disintegrating Tablet Technology. Pharma Times, 40 (4):1-5.
Lai, Ka Lun, et al., (2018). Orally-dissolving film for sublingual and buccal
delivery of ropinirole. Colloids and Surfaces B. Biointerfaces 163 (2018) : 9 –
18
Mansuri, S. Kesharwani, P. Jain, K. Tekade, K., R. Jain, N., K. 2016.
Mucoadhesion : A Promising Approach in Drug delivery System. Reactive
and Functional Polymers, 151-172
Morales JO, Mc Conville JT. 2014. Novel strategies for the Buccal delivery of
macromolecules. Drug DevInd Pharm.;40(5):579-90.
http://dx.doi.org/10.3109/03639045.2014.892960; PMid:24611816
Nagar, Priyanka., et al., (2011). Orally disintegrating tablets : formulation,
preparation techniques and evaluation. Journal of Applied Pharmaceutical
Science. 01(04): 35 – 45

33
Nibha, K., P., Pancholi, S., S. 2012.An Overview on : Sublingual Rote for
Systemic Drug Delivery. International Journal of Research in Pharmaceutical
an Biomedical Science ISSN 2229-3701.
Prathusha, p., Kamarapu, P., 2017. A review on Sublingual Tablets. Journal of
Formulation Sciencee Bioavailability. 1:103.
Rajaram, D., M., Laxman, D., S. 2017. Bucca Mucoadhesive films: A Review.
Sys Rev Pharm. 8 (1) : 31-38. http://dx.doi.org/10.5530/srp.2017.1.7
Rao,N.,G.,R., Shravani, B., Reddy, M.,S., 2013. Overview on Buccal Drug
Delivery Systems. J.Pharm.Sci. & Res.Vol.5 (4), 80-88.
Roy, Anupam. (2016). Orodispersible Tablets : A Review. Asian Journal of
Pharmaceutical and Clinical Research. 9(1): 19 – 26
Satyabrata B, Ellaiah P, Choudhury R, Murthy KVR, Bibhutibhusan P and Kumar
MS, 2010, Design and evaluation of Methotrexate buccal mucoadhesive
patches, Inter. J. Pharm. Biomed.Sci., 1(2), 31- 36.
Verma, R. K. and Garg, S. 2001, Current Status of Drug Delivery Technologies
and Future Directions, Pharmaceutical Technology, 25: 9 – 10.

Yajaman S., Bandyopadhyay A.K.,2006. Buccal bioadhesive drug delivery- A


promising option for orally less efficient drugs, Journal of Controlled
Release.114:15–40.

34

Anda mungkin juga menyukai