Anda di halaman 1dari 33

Uji Toksisitas Akut LD50 Ekstrak Etanolik Daun Durian(Durio zibethinus)

Terstandar Pedoman OECD 425 dan Gambaran Histopologis Hati, Limfa


dan Ginjal pada Tikus PutihBetina(Rattus norvegicus) Galur Wistar

PROPOSAL PENELITIAN MINI RISET

OLEH :

KELOMPOK 1

TIAS ESTU PRAMONO 4163220036

LUKY PHILIPI SEMBIRING 4163220020

INDA ULI HUTAGALUNG 4161220012

FERAMINTA GINTING 4163220013

ELSA RUPMADA PAKPAHAN 4163220012

ROTUA E.SITUMEANG 4162220007

DEVI WIDYA SARI SIREGAR 4161220007

LISMA SINAMBELA 4162220006

ADELINA AFRIANI SITUMEANG 4161220002

DESI DELIA 4163220006

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2018
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berasal dari
tumbuh-tumbuhan, hewan dan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran
dari bahan tersebut yang secara turun temurun sudah digunakan dalam sistem
pelayanan kesehatan. Penggunaan tanaman obat (obat tradisional) sebagai obat
alternatif dalam pengobatan oleh masyarakat semakin meningkat, sehingga
diperlukan penelitian agar penggunaanya sesuai dengan kaidah pelayanan
kesehatan, yaitu secara medis harus dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah
tentang khasiat, keamanan dan standar kualitasnya.

Uji toksisitas akut adalah uji untuk mengetahui dosis maksimal yang
masih dapat ditoleransi oleh hewan uji yang hasilnya akan ditransformasi pada
manusia. Data dari uji toksisitas akut dapat digunakan sebagai acuan untuk
menentukan toksisitas subkronis ataupun kronis. Uji ini dilakukan untuk
mengukur derajat efek toksik suatu senyawa yang terjadi dalam waktu singkat.
Tolak ukur kuantitatif yang digunakan untuk menyatakan kisaran dosis letal atau
toksik adalah dosis letal tengah (LD50). Pengamatan meliputi hewan yang mati
serta gejala klinis ketoksikan akut senyawa pada kurun waktu tertentu saat
pemberian teratur ekstrak daun pisang.

Indonesia memiliki berbagai macam tumbuhan yang dapat di manfaatkan


sebagai tanaman obat, salah satu tanaman yang dikenal masyarakat sebagai
tanaman herbal (obat) adalah daun durian. Persebaran tumbuhan durian di
Indonesia terdapat di Sumatra, Kalimantan, Sulawesi Selatan, Irian Jaya dan Jawa
Timur.
Masyarakat Indonesia telah lama memanfaatkan daun durian ebagai obat-
obatan tradisoional untuk mengatasi berbagai penyakit seperti, membantu
mengobati cantengan, menurunkan demam, melancarkan pencernaan, obat anti-
jamur Candida albicans, mengobati infeksi jamur pada kulit dan menambah gizi
untuk kesehatan tubuh. Senyawa bioaktif yang terkandung didalam daun durian
berupa saponin dan flavanoid yang bertindak sebagai antimikroba serta polifenol.
Biasanya apabila daun durian digunakan untuk menurunkan demam, melancarkan
percernaan dan menambah gizi untuk kesehatan tubuh umumnya daun durian ini
direbus terlebih dahulu dan air rebusannyalah yang akan dikonsumsi secara oral.

Berdasarkan manfaat yang terkandung didalam daun durian, perlu


dilakukan uji toksisitas untuk perkembangan dunia medis dengan menggunakan
pedoman OECD 425 dan gambaran histologis dari organ jantung, hati dan ginjal
tikus putih dengan galur wistar dengan berjenis kelamin betina.

1.2 Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui peranan


kandungan ekstrak daun durian terhadap uji toksit yang dilakukan pada tikus
putih, dengan menggunakan pedoman OECD 425. Untuk melihat tingkat uji toksit
digunakan gambaran histopologis organ tikus yang digunakan sebagai hewan uji.
Adapun gambaran organ yang diuji adalah jantung, hati dan ginjal. Pengmatan
organ dalam penelitian ini dilakukan secara kualitatif. Organ hewan yang twlah di
uji dicuci dengan menggunakan larutan fisiologis (NaCl 0,9%) dan kemudian
dilakukan penimbangan berat organ sebagai data pendukung untuk pengamatan
makroskopis.

Organ yang telah ditimbang kemudian difoto untuk perbandingan antara


kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol. Parameter pembanding dalam
pengamatan ini adalah perubahan bentuk, ukuran, warna dan perbedaan
kenampakan organ secara visual.
1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah diatas maka dapat dirumuskan suatu


permasalahan yaitu :

1. Bagaimana respon gejala toksik pada tikus putih betina (Rattus


norvegicus) yang diberikan ekstrak daun durian (Durio zibethinus) ?
2. Berapakah nilai LD50 ekstrak daun durian (Durio zibethinus) terstandar
pada tikus putih betina (Rattus norvegicus)?
3. Bagaiman gambaran histopatologi organ jantung, hati dan ginjal pata tikus
putih betina (Rattus norvegicus) yang diberikan ektrak daun durian (Durio
zibethinus) ?
1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan diatas maka tujuan penelitian ini adalah :

A. Untuk mengetahui bagaimana respon gejala toksik pada tikus putih betina
(Rattus norvegicus) yang diberikan ekstrak daun durian (Durio zibethinus)
terstandar.
B. Untuk mengetahui nilai LD50 dari efek pemberian ekstrak daun durian
(Durio zibethinus) terstandar pada tikus putih betina (Rattus norvegicus).
C. Mengetahui efek pemberian ekstrak daun durian (Durio zibethinus)
terstandar pada gambaran histopatologi organ jantung, hati dan ginjal tikus
putih betina (Rattus norvegicus).
1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi penelitian


lebih lanjut mengenai toksisitas akut pemberian ekstrak daun durian (Durio
zibethinus) pada tikus putih betina (Rattus norvegicus) dan memperkirakan resiko
penggunaan ekstrak daun durian (Durio zibethinus) pada manusia. Hasil
penelitian ini juga diharapkan dapat menambah kekayaan ilmu pengetahuan di
bidang ilmu kesehatan terutama dalam pengembangan dan penelitian obat-obat
baru.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KLASIFIKASI DURIAN

Buah durian dapat tumbuh dengan baik di indonesia karena buah durian
merupakan tanaman daerah tropis.Buah durian yang matang panjangnya dapat
mencapai 30-45cm dengan lebar 20-25 cm, dan berat antara 1,5-2,5 kg. Daun dari
buah durian ada yang berbentuk melonjong, lanset, dan melonjong-lanset. Panjang
ujung daun durian umumnya , 2 cm dan bentuk dari pangkal daun buah durian
terdiri dari 2 jenis yaitu menumpul dan membundar. Pada daun buah durian juga
memiliki liupatan yang berbeda yaitu rata (tidak melipat), incurve (terlengkung
masuk) membentuk huruf U atau V, dan recurve (terlengkung balik) (Darmawan,
E. W., 2013).

Klasifikasi Durian :

Kingdom : Plantae
Divisi : Tracheophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Malvales
Famili : Bombacaceae
Genus : Durio
Spesies : Durio zibethinus
(Plantamor.com)

2.2 ORIGINAL DURIAN

Durio zibethinus Murr. Atau yang lebih dikenal sebagai durian merupakan
buah yang berasal dari indonesia, malaysia dan brunei. Durian merupakan
tanaman yang tumbuh subur pada tanah yang gembur dan iklim lembab pada
ketinggian 0-1000 m di atas permukaan laut. Pohon durian memiliki tinggi 15-30
m, tegak dan batang yang berkayu (Insanu, M. 2011).
Durian banyak disebutkan sebagai pohon hutan dan biasanya berukuran
sedang hingga besar yang tingginya mencapai 50 m dan umurnya dapat mencapai
puluhan hingga ratusan tahun. Bentuk pohonnya (tajuk) mirip segitiga dengan
kulit batangnya berwarna merah coklat gelap, kasar, dan kadang terkelupas. Buah
durian memiliki alat kelamin jantan dan betina dalam 1 bunga sehingga tergolong
bunga sempurna. Aroma dari buahnya cukup menyengat. Buahnya berduri dan
bila dibelah di dalam buahnya terdapat ruang-ruang yang biasanya berjumlah
lima. Setiap ruangan berisi biji (pongge) yang dilapisi daging buah yang lembut,
manis, dan berbau merangsang. Jumlah daging buahnya pun beragam tetapi
ratarata 2-5 buah. Warna buahnya bervariasi dari putih, krem, kuning sampai
kemerahan (Salasa, 2013).

Daun dari buah durian bervariasi sesuai dengan varietasnya. Bentuk daun
pada buah durian ada yang berbentuk melonjong, melanset, dan melonjong-
melanset. Panjang ujung daun durian umumnya < 2 cm. Bentuk pangkal daun
buah durian ada 2, yaitu menumpul dan membundar. Lipatan daun pada buah
durian juga sangat beragam, yaitu tidak melipat (rata), incurve (terlengkung
masuk) membentuk huruf U atau huruf V, dan recurve (terlengkung balik). Bunga
dari pohon durian memiliki panjang kelopak tambahan umumnya >2 cm. Buah
dari durian berbentuk elips, tetapi ada juga yang membulat panjang dengan
panjang 18-26 cm dan lebar 12-24,5 cm (Tjitrosoepomo, 2007).

Durian (Durio zibethinus Murray) merupakan tanaman asli Asia Tenggara


yang beriklim tropis basah seperti Indonesia, Thailand dan Malaysia (Ashari,
2004). Buahdurian (Durio zibethinus Murr) merupakan salah satu tanaman dengan
potensi antioksidan. Selain mendapat julukan “The Kng of Fruit” durian juga
mendapat julukan sebagai buah bintang lima karena kandungan gizinya yang
lengkap dibanding buah yang lain, diantaranya kalium, magnesium, zat besi,
fosfor seng, thiamin, riboflavin, omega 3 dan 6, vitamin B, dan vitamin C.
Durian banyak mengandung zat antioksidan dan polyphenol yang
dikatakan memiliki kemampuan yang lebih tinggi dari pada antioksidan yang
berupa vitamin, sedangkan durian memiliki kedua jenis antioksidan ini, baik
vitamin (vitamin C) maupun nonvitamin. Kandungan vitamin C pada buah durian
bisa mencapai 200 mg/ 100 gr daging buah. Angka tersebut merupakan nilai
tertinggi kandungan vitamin C pada buah (Anonim, 2012).
Karena kandungan gizi pada buah durian yang banyak maka buah ini
memiliki manfaat yang banyak pula, diantaranya menonaktifkan zat penyebab
kanker, meningkatkan kekebalan tubuh, mencegah katarak, menghambat
pertumbuhan tumor, mencegah depresi, mencegah anemia, menekan tekanan
darah, melancarkan BAB, dan masih banyak lainnya.
Tidak hanya daging buah durian saja yang memiliki banyak manfaat,
tetapi bagian buah yang lainnya juga punya manfaat seperti kulit buah dan biji.
Kulit durian dapat dimanfaatkan sebagai pengurang gatal akibat gigitan nyamuk,
dan ada penelitian yang menunjukkan bahwa kulit buah durian mengandung zat
antioksidan. Biji durian memiliki kandungan gizi yang cukup banyak seperti
protein, karbohidrat, lemak, kalsium, dan fosfor sehingga dimungkinkan dapat
diolah menjadi produk pangan. Banyak produk yang dapat dihasilkan dari biji
durian. Pembuatan tepung biji durian juga dapat dihasilkan sebagai substitusi
tepung terigu. Selain itu biji durian dapat diolah menjadi keripik. Pengolahan biji
durian digunakan sebagai campuran tablet, yaitu biji durian dikeringkan kemudian
dibuat pati dengan menggunakan metoda ekstraksi.

2.3 KANDUNGAN DAUN DURIAN

Metabolit skunder adalah senyawa yang di sintesis oleh tumbuhan,


mikroba maupun hewan dengan melewati serangkain biosintesis yang digunakan
untuk menunjang kehidupan namun tidak secara vital. Metabolit sekunder
memiliki aktivitas farmakologi dan biologi. Di bidang ilmu farmasi, metaboli
sekunder secara khusus digunakan dan dipelajari sebagai kandidat dan obat atau
senyawa penuntun (lead compound) Untuk melakukan optimasi agar diperoleh
senyawa yang lebih poten dengan toksisitas minimal (Saifudin, 2014)
Kandungan daun durian berupa :
a. Saponin
Menurut Robinson, 1985 saponin berasal dari kata “sapo” yang artinya
sabun karena memiliki sifat yang seperti sabun. Saponin adalah senyawa aktif
permukaan yang kuat dan menimbulkan busa bila di kocok dengan air (Kandoli,et
all, 2016).

Saponin merupakan suatu senyawa glikosida yaitu campuran karbohidrat


sederhana dengan aglikon yang terdapat pada bermacam macam tanaman.
Senyawa metabolit saponin dibedakan berdasarkan hasil hidrolisisnya menjadi
karbohidrat dan sapogenin, sedangkan sapogenin terdiri dari dua golongan yaitu
golongan saponin streoid dan saponin triterpenoid. Senyawa saponin memiliki
karekteristik beruapa buih, sehingga ketika senyawa saponin direaksikan dengan
air dan dikocok maka akan terbentuk buih yang akan bertahan lama. Senyawa
saponin juga mudah larut dalam air dan tidak larut dalam eter, memiliki rasa pahit
menususk dan menyebabkan bersin serta iritasi pada selaput lendir. Senyawa
saponin merupakan racun yang dapat menghancurkan butir darah atau disebut
juga hemolosis pada darah, saponin juga bersifat racun pada hewan berdarah
dingin (Harbone, 1987).

b. Flavonoid
Flavonoid merupakan salah satu kelompok senyawa metabolit sekunder
yang paling banyak ditemukan di dalam jaringan tanaman (Rajalakshmi,
1985).Flavonoid masuk dalam golongan senyawa phenolik dengan struktur kimia
C6– C3 – C6. Kerangka flavonoid terdiri atas satu cincin aromatik A, satu cincin
aromatik B, dan cincin tengah berupa heterosiklikyang mengandung oksigen dan
bebentuk teroksidasi cincin ini dijadikan dasar pembagian flavonoid berdasarkan
sub subnya (Redha, 2010).
Flavonoid sendiri memiliki manfaat untuk melindungi struktur sel,
meningkatkan efektifitas vitamin C, antiinflamasi, mencegah keropos pada tulang
dan sebagai antibiotik. Beberapa tanaman obat yang mengandung falvonoid telah
dilaporkan telah memiliki aktivitas antioksidan, antibakteri, antivirus, antiradang,
antialergi dan anti kanker (Lumbessy, M. 2013).
c. Polifenol

Senyawa fenol adalah senyawa utama antioksidan yang berada dalam


tumbuh tumbuhan. Kandungan senyawa fenolat banyak diketahui sebagai
penghancur radikal bebas dan pada umumnya kandungan senyawa fenolat dapat
berkolerasi positif terhadap aktivitas antioksidan (Marinova, 2011). Sifat sifat
yang penting dari senyawa polifenol adalah tidak memiliki warna dan mudah
mengalami oksidasi.

Senyawa Polifenol merupakan senyawa yang memiliki peran penting


dalam bidang kesehatan. Senyawa ini telah banyak digunakan dalam bidang
kesehatan untuk mencegah dan mengobati berbagai penyakit. Pada beberapa
literatur senyawa inijuga diyakini dapat menyebabkan awet muda. Journal of
Cellular Biochemistry mempublikasikan bahwa polifenol tergolong dalam
antioksidan jenis bioflavonoid. Senyawa bioflavonoid dapat menetralisir radikal
bebas yang dapat menyebabkan kanker payudara, dapat menurunkan resiko
kanker lambung, paru paru, usus besar, hati dan pancreas serta menurunkan
penumpukan kolestrol jahat yang berada di dalam darah
(masterherbal.wordpress.com).

2.4 MANFAAN DAUN DURIAN SECARA UMUM DI KALANGAN


MASYARAKAT
Masyarakat mengetahui manfaat daun durian sebagai:
1. Mengobati cantengan, dimana penyakit ini merupakan infeksi yang terjadi
pada kuku. Masyarakat menggunakan air dari daun durian yang di cacah
dengan cara mengompresnya,
2. Menambah gizi untuk kesehatan tubuh, biasanya masyarakat merebus
daun durian lalu memasaknya dengan cara ditumis menggunakan minyak
zaitun.
3. Mengobati rongga mulut, salah satu penyakit yang ada di dalam rongga
mulut seperti jamur candida albicans dan ini bisa menimbulkan infeksi.
Dengan mengkonsumsi daun durian sebagai minumam tambahan maka
akan meredakan rasa sakit yang berada di rongga mulut.

Dikalangan masyarakat daun durian sering dimanfaatkan untuk membuat


herbal, adapun cara pembuatan herbal yang dilakukan masih dengan tahapan yang
sederhana, dimana daun durian sebnyak 5 helai sampai 10 helai di cuci bersih,
kemudian direbus dengan mengunakan 3 smapai 5 gelas air. Air dan daun
dimasak hingga matang diatas panci, masyarakat umum telah mengkonsumsi
herbal ini sejak lama, dengan dosi 1 gelas dalam 1 hari (www.khasiat.co.id).

2.5 EKSTRAKSI TANAMAN DAUN DURIAN


Dalam penelitian kali ini akan digunakan ekstraksi dari tanaman daun
durian yang akan digunakan dalam bentuk ekstraksi dari simplisia daun durian
tersebut.
Simplisia merupakan bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang
belum mengalami pengolahan apapun juga dan berupa bahan yang telah
dikeringkan. Jenis dari simplisia dibedakan atas simplisia nabati, hewani dan
pelikan (mineral). Simplisia yang berasal dari tumbuhan utuh, bagian tumbuhan
atau eksaudat tumbuhan merupakan simplisia nabati.
Ekstrak merupakan sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstreaksi
senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut
yang sesuai kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau
serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah
ditetapkan (Depkes RI, 2000).
2.6 STANDARISASI EKSTRAK DAUN DURIAN
Standarisasi merupakan bagian dari serangkaian parameter, prosedur dan
cara pengukuran yang hasilnya merupakan unsur-unsur-unsur mutu dari
kefarmasian atau memenuhi standart dari segi kimia, biologi dan fisika dan
termasuk jaminan dalam batas-batas stabilitas sebagai produk kefarmasian umum.
Standardisasi dilakukan dengan tujuan guna menjaga standar mutu ekstrak
etanol daun durian yang akan diujikan. Dengan adanya standardisasi ekstrak akan
diketahui kualitasnya dari ekstrak yang akan digunakan serta kandungan kimia
yang nantinya akan bertanggung jawab atas efek farmakologi yang didapatkan.

2.7 PENGERTIAN TOKSISITAS


Toksisitas tidak hanya merupakan peristiwa molekuler tunggal namun
lebih merupakan peristiwa molekuler tunggal namun merupakan rangkaian
kejadian yang dimulai dengan paparan kemudian berlanjut melalui distribusi dan
metabolisme dan berakhir dengan interaksi dengan makromolekuler seluler
(biasanya DNA atau protein) dan ekspresi dari titik akhir toksik (Hodgson, Ernest,
2004).
Toksikologi dapat diartikan sebagai ilmu tentang efek buruk xenobiotik
yang kemudian merupakan ilmu yang berevolusi dari racun. Saat ini, banyak ahli
toksikologi mempelajari mekanisme senyawa endogen seperti radikal oksigen dan
zat antara reaktif lainnya yang dihasilkan dari xenobiotik dan endobiotik. Secara
historis, toksikologi membentuk dasar terapi dan pengobatan eksperimental
(Klaassen, Curtis D., 2008).
Toksisitas akut adalah efek toksik yang ditimbulkan dari pemberian
senyawa kimia dengan kurun waktu yang singkat. Adapun uji toksisitas akut
merupakan suatu pengujuan yang bertujuan untuk mendeteksi adanya efek toksik
yang muncul dalam kurun waktu yang singkat. Pada uji toksistas memalui oral,
dimana sedian uji diberikan melalui oral dalam dosis tertentu, baik dosis tungal
ataupun dosis berulang dalam aktu kuran dari 24 jam. Setelah pemberian sediaan
melalui oral, kemudian dilakukan pengamatan terhadap adanya efek toksisk yang
dilihat berdasarkan tingkah laku yang ditunjukan hewan uji baik dalam keadaan
sehat, pingsan atau bahkan mati.
Hewan uji yang mati selama percobaan akan dibeda untuk mengamati
histopatologi organ sasaran. Sedangkan hewan uji yang masih bertahan hidup
akan diamati untuk melihat adanya gejela gejala toksisitas dan diterminasi pada
akhir uji. Pengamatan tanda toksisitas dan kematian dilakukan setiap 30 menit
selama 4 jam dan dilanjutkan selama 14 hari.

Menurut Laurence dan bennet pada tahun 1995 dimana dikatakan dari uji
toksisitas akut dapat diperoleh gambaran akibat dari perilaku peningkatan dosis-
dosis dan bagaimana kematian dapat terjadi. Uji toksisitas akut memberikan
gambaran tentang gejala ketoksikan seperti gerak, tingkah laku dan pernapasan
yang dapat menyebabkan kematian.

Tabel. 1. Kriteria Derajat Toksisitas

Kategori LD50(mg/kg BB)


Supertoksik 5 atau kurang
Amat sangat toksik 5 – 50
Sangat Toksik 50 - 500
Toksik Sedang 500 – 5000
Toksik Ringan 5000 – 15000
Praktis Tidak Toksik >15000

Toksisitas dapat digolongkan berdasarkan kategori GHS ( Globally


Harmonised Classification system For Chemical Subtances an Mixtures ) yaitu,

TOKSISITAS AKUT ORAL


Kategori 1 Kategori 2 Kategori 3 Kategori 4 Kategori 5
LD50 Oral ≤ 5mg/kg 5 < mg/kg 50 < mg/kg 300 < mg/kg 2000 < mg/kg
BB ≤ 50 BB ≤ 300 BB ≤ 2000 BB ≤ 5000
Istilah Berbahaya Berbahaya Berbahaya Peringatan Peringatan
Pernyataan Fatal Jika Fatal Jika Beracun Berbahaya Berbahaya
Bahaya Ditelan Ditelan Jika Ditelan Jika Ditelan Jika Ditelan
2.8 ORGAN SASARAN TOKSISITAS

2.8.1 Ginjal

Ginjal merupakan organ yang paling penting dalam mempertahankan


homoeostasis cairan tubuh secara baik. Ginjal mempunyai berbagai fungsi untuk
mempertahankan homoeostasis dengan cara mengatur volume cairan,
keseimbangan osmotik, asam basa, ekskresi sisa metabolisme, sisa pengaturan
hormonal dan metabolisme (Syaifuddin,2010).

Secara histologis bagian penyususn ginjal terdiri dari unsur utama yaitu
glomerulus, tubuli dan interstitum, dan pembuluh darah.

Urin adalah rute utama dimana sebagian besar racun diekskresikan.


Akibatnya ginjal memiliki volume aliran darah yang tinggi, konsentrat racun
dalam filtrat, mengangkut racun ke sel tubular, dan bioaktif atau mendetoksifikasi
toksisitas tertentu. Oleh karena itu organ sasaran utama efek toksik (Lu, Frank C.
2002).

2.8.2 Hati

Hati (Hepar) merupakan kelenjar aksesori terbesar yang berada di dalam


tubuh yang memiliki warna kecoklatan dan beratnya 1000-1800 gram pada
manusia. Hati terletak sebelah kanan atas dibawah diafragma (Syaifuddin,2010).

Hati mempunyai tekstur yang lunak, lentur, dan terletak di bagian atas
cavitas abdominalis tepat berada di bawah diaphragma. Sebagian besar hati
terletak di hemidiaphragma dextra dan profunda arcus costalis dextra memisahkan
hati dari pleura, pericardium, cor, dan pulmo (Snell, 2007).
Hati memiliki dua lobus utama yaitu kiri dan kanan. Lobus kanan dibagi
menjadi dua segmen anterior dan posterior oleh fissrura segmentalis kanan yang
tidak terlihat dari luar. Lobus kiri dibagi menjadi segmen medial dan lateral oleh
ligamentum falsiformis yang terlihat dari luar. Segmen lobus kanan yang lebih
kecil adalah lobus quadrates, pada permukaan inferiornya dan lobus caudatus pada
permukaan posterior. Labus kanan dan kiri dipisahksan di anterior oleh lipatan
peritoneum yang dinamai ligamentum falciforme, di inferior oleh fissure untuk
ligamnetum teres serta diposterior oleh fissurs untuk ligamentumvenosum
(sherlock,1990).

Hati sering menjadi organ target karena sejumlah alasan. Sebagian besar
racun memasuki tubuh melalui saluran pencernaan, dan setelah penyerapannya
dilakukan oleh vena portal hepatik ke hati. Hati memiliki konsentrasi tinggi dari
tempat pengikatan. Ini juga memiliki konsentrasi enzim metabolisme xenobiotik
yang tinggi (terutama sitokrom P-450), yang paling banyak beracun yang kurang
beracun dan mudah larut dalam air, dan dengan demikian lebih mudah
diekskresikan (Lu, Frank C. 2002).

FUNGSI HATI
1. Menetralisir racun di dalam tubuh.
2. Menghasilkan atau memproduksi empedu. Hati dapat membantu
menghasilkan cairan empedu.
3. Menyaring darah. Hati dapat memfilter darah yang akan diedarkan ke
seluruh bagian tubuh. Darah yang tersaring baru dapat mengalir ke seluruh
tubuh.
4. Dapat menghasilkan urea. Urea merupakan zat hasil perombakan protein.
5. Kemampuan dalam mendaur ulang sel-sel darah merah. Setelah di daur
ulang, sel-sel darah merah yang rusak di uraikan oleh hati.
6. Menyimpan gula dalam tubuh. Gula yang disimpan kemudian diangkutnya
ke seluruh tubuh yang dijadikan sebagai sumber energi manusia.
7. Menjaga keseimbangan tubuh manusia.
8. Menghasilkan protein. Beberapa jenis protein dihasilkan oleh hati yang
peranannya sangat penting bagi proses pembekuan darah didalam tubuh.
9. Melancarkan proses metabolisme di dalam tubuh.
10. Dapat mengubah glukosa menjadi glukogen, yang tujuannya mengatur
kadar gula darah sehingga seimbang, tidak kurang dan tidak lebih.
11. Tempat menyimpan vitamin A, B12, D, E, dan vitamin K serta mineral
(Guyton,2007).

Hitopologi Hati

1. Kerusakan Hepar Akibat Obat.

Kerusakan hepar karena zat toksik dipengaruhi oleh beberapa faktor,


seperti jenis zat kimia yang terlibat, dosis yang diberikan, dan lamanya paparan
zat tersebutKerusakan hepar dapat terjadi segera atau setelah beberapa minggu
sampai beberapa bulan. Kerusakan dapat berbentuk nekrosis hepatosit, kolestasis,
atau timbulnya disfungsi hepar secara perlahan-lahan.

Obat-obatan yang menyebabkan kerusakan hepar pada umumnya


diklasifikasikan sebagai hepatotoksik yang dapat diduga dan yang tak dapat
diduga, tergantung dari mekanisme dengan cara mana mereka menyebabkan
kerusakan hepar, Kerusakan hepar oleh obat yang tidak dapat diduga disebut juga
idiosinkrasi. Meskipun jarang, kadang-kadang hal ini timbul karena reaksi
hipersensitivitas yang disertai demam, bercak kulit, eosinofilia. Agaknya agen
atau metabolitnya berlaku sebagai hapten untuk membentuk antigen yang sensitif.

2. Pola Morfologi Kerusakan Hepar

Perubahan struktur hepar yang terjadi pada kerusakan hepar dapat berupa:

1. Inflamasi (hepatitis), yaitu jejas pada hepar karena masuknya sel radang
akut atau kronik. Reaksi granuloma dapat dicetuskan oleh benda asing,
organisme, atau obat-obatan (akibat langsung toksin)
2. Degenerasi dan penimbunan intraseluler.Cedera karena toksik dapat
menyebabkan pembengkakan dan edema hepatosit. Pada degenerasi
hidropik tampak sel-sel yang sitoplasmanya pucat, bengkak dan timbul
vakuola-vakuola di dalam sitoplasma, karena penimbunan cairan.
Hepatotoksik dan obat juga dapat menyebabkan penimbunan tetesan lipid
(steatosis).
3. Nekrosis, adalah kematian sel atau jaringan pada organisme hidup. Inti
menjadi lebih padat (piknotik) yang dapat hancur bersegmen-segmen
(karioreksis) dan kemudian sel menjadi eosinofilik.
4. Fibrosis, terjadi sebagai respons terhadap radang atau akibat langsung
toksin. Fibrosis yang berkepanjangan menyebabkan sirosis.19 Pada sirosis,
morfologi hepar tampak makronoduler, mikronoduler, atau campuran. Bila
berlangsung progresif, hepar menjadi berwarna coklat, tidak berlemak,
mengecil, terkadang berat hepar kurang dari satu Kg(Amalina,2009).

Tabel Skor Perubahan Gambaran Histopatologi Hati Mencit

Tingkat Perubahan Gambaran


Histopatologi hati Skor
Normal 0
Degenerasi Ringan 1
Degenerasi Sedang 2
Degenerasi Berat 3
Nekrosis Ringan 1
Nekrosis Sedang 2
Nekrosis Berat 3
Pengamatan preparat hati diamati dengan 5 lapang pandang kemudian
mengamati perubahan-perubahan yang terjadi. Preparat digeser minimal 5 kali
lapang pandang kemudian skor dijumlah dan dibagi lima. Hasil dari lima kali
pegeseran tersebut merupakan data dari satu preparat. Cara pemberian skor yaitu
dengan memberikan skor 1 (satu) jika terjadi perubahan degenerasi kurang dari
50% lapang pandang karena dianggap telah terjadi degenerasi ringan.
Diberikan skor 2 (Dua) jika terjadi perubahan degenerasi sekitar 50%
maka dianggap telah terjadi dengenerasi sedang. Diberi skor 3 (Tiga) jika terjadi
degenersi lebih dari 50% pada satu lapang pandang maka terjadi degenerasi berat.

Bila dalam gambaran histopatologi tersebut terjadi perubahan sampai


terjadi nekrosis maka perubahan tersebut ditandai 1 (Satu) apabila nekrosis terjadi
kurang dari 50%. Diberi skor 2 (Dua) apabila nekrosis terjadi kurang lebih 50%
dan diberi skor 3 (Tiga) apabila nekrosis yang terjadi lebih dari 50% (Maretowati,
N. 2005)

2.8.3 Limfa

Limpa terletak di sebelah kiri abdomen di daerah hipogastrium kiri bawah


dan pada iga ke – 9, 10 dan 11. Berdekatan dengan fundus abdomen dan
permukaan nya menyentuh diafragma. Limpa mempunyai pembuluh limfe aferen
dan sinus seperti hemolimfonudus yasng berisi darah, mengandung ja4ringan
retikula diliputi simpai, diluar dibungkus oleh membran serosa (peritorium)
(Syaifuddin,2010).Hati memiliki fungsi penting dalam metabolisme glukosa dan
lipid, berperan dalammembantu proses pencernaan, absorbsi lemak dan vitamin
yang larut dalam lemak sera detoksifikasi tubuh terhadap zat toksik ( Dufour,
2006 ).

Sejumlah penyakit manusia adalah hasil dari kerusakan sistem perbaikan


DNA. Sebagai contoh, pasien dengan xeroderma pigmentosa kekurangan
perbaikan eksisi pada kulit; Mereka rentan terhadap sinar ultraviolet dan banyak
karsinogen kimia dan karenanya cenderung mengembangkan tumor kulit. Mereka
yang menderita ataksia telangiektasia memiliki kekurangan dalam sistem limfoid
dan rentan terhadap sinar-X dan karsinogen metil nitronitrosoguanidin (Lu, Frank
C. 2002).
Sebagai usaha untuk mencegah terjadinya infeksi patogen, tubuh
dilengkapi oleh suatu sistem pertahanan tubuh salah satunya diperankan oleh
limfa. Limfa memilki banyak fungsi diantaranya sebagai penyaring (filter) darah
dan menyimpan zat besi untuk dimanfaatkan kembali dalam sintesis hemoglobin.
Peranan organ ini dalam sistem pertahanan berkaitan dengan respon imunologi
terhadap antigen yang berasal dari darah, dimana organ ini berfungsi sebagai
organ limfoid sekunder.

Struktur histologi limpa secara umum terdiri dari kapsula , pulpa merah
dan pulpa putih. Kapsula tersusun jaringan ikat pada bagian luar dan otot polos
pada bagian dalam. Pulpa merah, terdiri dari arteriol, kapiler, venula, dan bingkai
limpa, sedangkan pulpa putih mengandung sel dan serabut retikuler membentuk
jalinan stroma yang mengandung limfosit, makrofag dan sel aksesoris lain yang
mirip dengan sel-sel yang ditemukan pada kelenjar getah bening.

Setiap spesies hewan menunjukkan adanya variasi pada struktur histologi


limfanya. Ada beberapa hewan yang banyak memiliki nodulus limfatikus dan
selubung periarterial, ada juga yang banyak memiliki nodulus limfatikus dengan
selubung periarterial pendek. Ukuran dan jumlah kapiler selubung cukup
bervariasi pada hewan. Beberapa hewan memiliki selubung makrofag perikapiler
besar dan banyak beberapa memiliki selubung makrofag perikapiler yang lebih
kecil.

Beberapa penelitian mengenai struktur histologi limfa menunjukkan


bahwa terdapat perbedaan struktur histologi limfa antar spesies dan terdapat
perbedaan struktur histologi limfa pada usia fetus yang berbeda terutama sel-sel
yang berperanan pada sistem imunitas. Limpa memiliki noduli limfatik (pulpa
putih). Pada individu muda, noduli tersebut mengandung pusat-pusat germinal.
Pusat germinal berwarna lebih terang mengandung limfosit.
Sel-sel utama dalam nodulus adalah limfosit B, sedangkan limfosit T
menempati pada daerah yang langsung mengitari arteri nodularis. Pada setiap
nodulus limpa dilalui oleh sebuah arteriola, arteri sentral yang biasanya terletak
eksentris di dalam nodulus. Arteri sentral merupakan cabang arteri trabekularis.
Arteri tersebut diselubungi oleh jaringan limfatik sewaktu meninggalkan
trabekula. Selubung ini meluas untuk membentuk nodulus limpa (Setiasih, Ni Luh
Eka, 2011).

2.9 Penentuan LD50

2.9.1 Metode Standart OECD 401 Acute Oral Toxity (AOT)

Pedoman untuk uji toksisitas yang pertama kali dipublikasi oleh OECD
adalah pedoman OECD nomor 401, dimana dijelasakn dalam pedoman
inimengenai uji toksisitas dengan jenis kelamin yang sama dikelompokan
kedalam beberapa kelomopok dengan pengelompokan dosis yang telah
ditetapkan. Pengelompokan terdiri dari 5 hewan ujiyang hanya menerima satu
jenis dosis, melalui oral. Hewan uji yag digunakan dalam pedoman ini adalah
tikus atau mencit dengan jenis kelamin yang sama ( OECD, 1987).

2.9.2 Metode Standart OECD 420 Fixed Dose Procedure (FDP)

Metode OECD 420 Fixed Dose Procedure (FDP) pertama kali diusulkan
oleh British Toxicology Society pada tahun 1984. Tahun 2001 OECD secara
resmi mempublikasikan metode 420 sebagai pengganti metode OECD 401.
Tujuan pengembangan metode ini untuk mengurangi penggunaan hewan uji dan
menghindari kematian hewan uji sebagai titik akhir dari uji toksisitas.

Prinsip uji toksisitas akut oral OECD 420 adalah mengelompokkan hewan
uji dengan jenis kelamin yang sama ke dalam beberapa kelompok dosis yang telah
ditetapkan yaitu 5, 50, 300 dan 2000 mg/kgBB. Setiap kelompok terdiri dari 5
ekor hewan uji. Hewan uji yang digunakan dapat berupa tikus atau mencit
(rodentia) dengan jenis kelamin betina.
2.9.3 Metode Standart OECD 423 Acute Toxic Class (AOT)

Pada tahun 2001, OECD mempublikasikan metode strandart OECD


dengan nomor 423, dalam pedoman ini hewan yang digunakan untuk uji toksisitas
lebih sedikit dibandingnkan dengan metode OECD 401, namun hewan yang di uji
dalam pedoman ini masih dengan jenis kelamin yang sama, dan titik akhir dalam
uji ini adalah respon hewan mati.

Metode OECD 423 terdiri dari limittest dan maint test dilakukan mula
mula penentuan dosis awal dengan cara mengunakan satu hewan uji pada tiap
hewan yang berbeda, dimana dosis awal yang ddiberikan pada hewan dibawah
dosis estimitas nilai LD50. Sedangkan pada main test diberikan secar bertahap
dengan mengunakan 3 hewan uji untuk masing masing kelompok dosis.
Selanjutnya pemberian dosis berikutnya pada hewan uji berdasarkan pada respon
fisologi yang diperlihatkan oleh hewan uji tersebut terhadap dosis awal.

2.9.4 Metode Standar OECD 425 Up and Dwon Procedyre (UPD)

Metode ini pertama kali dikenalkan oleh Bruce pada tahun 1985 dan di
publikasi oleh OECD pada tahun 2001. Dimana dalam etode ini di jelaskan
pengunaan dosis terhadap main test dan limit test.

Adapun dosis yang diberikan pada limit test adalah 2000 mg/KgBB atau
5000 mg/KgBB. Pada limit tst terdiri dari tiga termin yaitu, pada temin yang
pertama limit test, dimana digunakan satu hewan uji terlebih dahulu untuk diberi
dosis 5000 mg/KgBB, jika hewan uji mati makan akan berpindah pada perakuan
main test, sedangkan jika hewan uji tersebut bertahan maka lakukan termin yang
kedua dengan mengunakan dosisis yang sama namun dengan mengunakan 2
hewan uji, ketika kedua hewan uji mati maka lakukan main test namun ketika
salah satu dari hewan uji berthana hidup maka lakukan termin yang ketiga.
Dimana pada termin ketiga digunakan 2 hewan uji lainya. Apabila pada ketiga
termin limit test menujukan setidaknya ada dua hewan uji yang mati, maka limit
test diberhentikan dan disimpulakan bahwa nilai gelatin LD50 adalah 5000
mg/KgBB. Namun jika terdapat lebih dari 2 hewan uji yang mati makappengujian
dilanjtkan pada main test.
Main test, dimana pemberian dosis dilakukan secara bertahap. Dosis awal
yang diberikan dibawah dari nilai estimilasi LD50. Selanjutnya pemberian dosis
dilakukan pada respon hewan uji. Adapun urutan dosis yang digunakan pada
pedoman OECD adalah 5,5 ; 17,5 ; 55 ; 175 ; 550; 1750 ; 5000 mg/KgBB.
Pengamatn dilakukan selama 30 menit sekali dalam 4 jam dan dengan jangka hari
selama 14 hari. Hewan yang digunakan adalah mencit maupun tikus dengan jenis
kelamin jantan.

Perbandingan Metode Uji Toksisitas Akut Oral OECD

Kriteria OECD 401 “AOT” OECD 420 OECD 4023 OECD 425 “UDP”
“FDP” “ATC”
Prinsip Pemberian dosis tunggal senyawa uji secara oral pada tikus atau
mencit dengan pengamatan tanda dan gejala toksisitas, berat
badan dan kematian hewan uji selama 14 hari.
Jenis Terdapat Hewan uji Hewan uji Hewan uji
Kelamin kelompok betina betina betina
Hewan Uji hewan uji
jantan dan
kelompok
hewan uji
betina.
Jumlah Minimal 20.5 5 hewan uji 3 hewan uji Maksimal 14
Hewan Uji hewan uji untuk tiap untuk tiap hewan uji,
untuk tiap kelompok kelompok Pemberian
kelompok dosis dosis dosis dilakukan
dosis secara bertahap
Dosis Maksimal Kelompok Kelompok Dimulai dari
Hewan Uji 2000 mg/kg bb dosis 5, dosis 5, perkiraan LD50
50,300, dan 50,300, dan (175mg/kg bb)
2000 mg/kg 2000 mg/kg dan
bb bb peningkatan
dosisnya
mengikuti
faktor
pengalian 3,2
Pengamatan Perubahan berat badan
Output Rentang Perkiraan LD50 dan tanda-tanda Estimasi
toksisitas akut interval nilai
LD50 dan tanda-
tanda toksisitas
akut
Masa Dihapuskan Masih Masih Masih berlaku
berlaku pada tahun berlaku berlaku
Metode 2002
2.10 Hewan Uji

Menurut Handbook Of Laboratory Animal Science Second Edition, tikus


merupakan hewan model yang mirip dengan manusia karena memiliki kesamaan
pada struktur sel, komponen biokimia, membrane sel lipoprotein yang akan
mempengaruhi absorbsi xenobiotik dan proses metabolisme (glikolisis dan siklus
krebs). Berat badan

 Dewasa: 300-800 gram (jantan)


 250-400 gram (betina)

Lama hidup 2-3,5 tahun Denyut jantung

 320-480 denyut per menit

Tekanan darah

 Diastol: 60-90 mmHg


 Sistolik: 75-120 mmHg

Laju respirasi 85-110 per menitVolume urin 5,5 ml/ 100 g/haripH urin 7,5-
8,5Konsumsi makanan 5 g/100 g/hariKonsumsi minuman 8-11 ml/100
g/hariAktivitas Nokturnal (pada malam hari)

Habitat

Rattus norvegicus dapat tersebar luas, memanfaatkan sebagian besar jenis


habitat, tetapi mereka tampaknya menunjukkan preferensi untuk habitat lahan
basah.Rattus norvegicus dianggap teritorial sepanjang tahun, tetapi mereka akan
menyebar ketika makanan langka, dan migrasi telah diamati (Wittenberg, R. (ed.)
2005).Rattus norvegicus jarang memanjat pohon.Di Kepulauan Galapagos,
mereka lebih suka bergerak di sepanjang retakan bawah tanah dan retakan di
bebatuan lava (Key and Woods, 1996; dalam Innes, 2001).Dari distribusi dan
rekam jejak tikus Norwegia terlihat bahwa mereka dapat menyeberang hingga 1
km air dengan nyaman, dan hingga 2 km air terbuka lebih jarang ketika kondisi
cocok (lumpur, pulau berbatu menengah, arus pasang surut, dll .) (Russell dan
Clout, 2005).
Klasifikasi

Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Klas : Mamalia
Ordo : Rodensia
Famili : Muridae
Subfamili : Murinae
Genus : Rattus
Spesies : Rattus norvegicus
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Biologi Universitas Negeri Medan


untuk pembuatan ekstraksi dan tempat pengamatan histopatologi pada organ yang
dituju. Pengamatan tingkah laku hewan selama masa uji dilakukan di Rumah
Hewan Universitas Negeri Medan.

Pelaksanaan penelitian ini dilakukan dalam jangka waktu selama 14 hari


selama berturut-turut dengan penimbangan berat badan dilakukan secara berturut-
turut dilakukan pada hari ke-0, hari ke-7 dan hari ke-14.

3.2 Alat dan bahan


3.2.1 Alat

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah oven, blender, kertas
saring, beaker gelas, pipet tetes, kandang tikus, neraca, dodot tikus tempat makan
tikus, sonde, dan lat bedah.

3.2.2 Bahan

Subjek uji yang digunakan pada penelitian ini adalah daun durian
(Durioziberthinus), dengan objek yang diuji yaitu organ hati , limfa, dan ginjal
tikus betina beserta mengamati perilaku tikus.

3.2.3 Subjek Uji

Subjek uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah Tikus Putih Betina
Galur Wistar dengan kriteria antara lain tikus dalam keadaan sehat yang tidak
sedang dalam keadaan hamil dan belum kawin. Berusia 8 – 12 minggu dengan
selisih berat badan anatr tikus ±20%. Tikus Betina dipilih karena memiliki
sensitivitas yang tinggi dibandingkan dengan tikus jantan.
3.3 Pesrsiapan Hewan Uji
3.3.1 Perefarasi Hewan Uji

Preparasi hewan uji dilakukan di Laboratorium Biologi. Tikus Wistar


Betina sehat dengan berat badan 200-400 gram dipelihara pada suhu 24ºC dan
diberikan makan dan minum. Masing-masing tikus uji ditempatkan dalam
kandang yang berbeda dijaga kelembapan dan pencahayaannya serta dilakukan
adaptasi selama 1 minggu.

3.3.2 Perlakuan Terhadap Hewan Uji

Tikus Betina Galur Wistar diaklimatisasi di Rumah Hewan Fakultas


Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam selama 14 hari dengan kondisi Rumah
Hewan yang dalam kondisi terang selama 12 jam dan gelap selama 12 jam. Tikus
di pelihara dalam kandang dengan masing-masing kandang terdiri dari satu tikus.
Tikus juga dipelihara dalam kandang yang suhunya 22ºC (±3ºC), dengan
kelembapan yang tidak kurang 30% dan tidak sampai 70 % kemudian diberikan
makan dan minum secara rutin.
3.4 Rangkaian Penelitian

Tikus Wistar Betina


Sehat Berumur 8 – 12 Dilakukan Adaptasi
Pemberian Ekstrak
minggu Selama 1 minggu

Kontrol (K) Ekstrak Daun Ekstrak Daun Ekstrak Daun Ekstrak Daun
dengan Durian Durian Durian Durian
Menggunakan 5mg/kgBB (E1) 50mg/kgBB (E2) 500mg/kgBB 500mg/kgBB
Aquades (E3) (E3)

Pengamatan di
hari ke-1
Mencit
Mati
Pengamatan di
hari ke-7

Pengamatan di Terminasi +
hari ke-14 Pengambilan Organ
Hati, Ginjal dan Limfa

Pemareiksaan Gambar
Histopatologi Organ + pembuatan
Preparat Histopatologi
3.5 Prosedur Penelitian

3.5.1 Ekstraksi

Sampel berupa daun buah Durian (Durio zibethinu s Murr) yang telah
terkumpul lalu dibersihkan, kemudian dikeringkan pada suhu ruang dan tanpa
terkena sinar matahari langsung, setelah kering sampel kemudian ditumbuk
sampai halus. Sampel yang telah halus diekstraksi dengan metode maserasi yaitu
dengan cara merendam sampel dengan pelarut etanol. Ekstraksi dilakukan secara
berulang kali hingga ekstrak yang diperoleh berwarna hijau, kemudian disaring
menggunakan kertas Whatman. Hasil ekstraksi kemudian ditekankan
menggunakan rotari evaporator pada suhu 50 ºC sehingga diperoleh ekstrak kasar
etanol.

3.5.2 Penentuan Dosis

Tikus dibagi kedalam 5 kelompok dengan satu tikus sebagai kontrol. Tiap
kelompok tikus diberikan dosis yang berbeda. Pada hari pertama tikus diberikan
perlakuan dengan ekstrak dengan dosis yang berbeda secara oral. Kemudian
diamati pada hari ke 7 dan 14. Dengan dosis yang ditentukan sebagai berikut

Kontrol (K) : Diberikan Aquades

Tikus E1 : Diberikan Ekstrak Daun Durian 5mg/kgBB

Tikus E2 : Diberikan Ekstrak Daun Durian 50mg/kgBB

Tikus E3 : Diberikan Ekstrak Daun Durian 500mg/kgBB

Tikus E4 : Diberikan Ekstrak Daun Durian 2000mg/kgBB


3.5.3 Pembuatan Sediaan Histologi

Cara Pembuatan Sediaan Histologi melalui beberapa tahap yaitu :

1. Fiksasi dengan Formalin 10% dilanjutkan pencucian dengan air


2. Dehidrasi dan Clearing
3. Infiltrasi
4. Pembuatan Balok Parafin
5. Pemotongan Balok Parafin dengan Mikrotom
6. Pewarnaan dengan Hematoxylin Eosin
7. Pemberian lapisan Kanada Balsam pada Object Glass yang telah
diwarnaai.

3.5.4 Pemeriksaan Preparat

Pemeriksaan preparat digunakan mikroskop cahaya agar dapat mengamati


secara mikroskopik. Pada awal mula digunakan perbesaran sebesar 100 kali
kemudian dilanjutkan dengan perbesaran 400 kali. Setiap orhan hati tikus diamati
perubahannya melalui lima lapang pandang yang berbeda.

Pada setiap lapang pandang diamati dengan melihat perubahan-perubahan


yang terjadi kemudian skor perubahan di jumlah dan dibagi lima maka hasil dari 5
kali pergeseran lapang pandang merupakan satu preparat. Dengan pemberian skor
sebagai berikut.

Tingkat Perubahan Gambaran


Histopatologi hati Skor
Normal 0
Degenerasi Ringan 1
Degenerasi Sedang 2
Degenerasi Berat 3
Nekrosis Ringan 1
Nekrosis Sedang 2
Nekrosis Berat 3
3.6 Analisi Data

Hasil penelitian ini dianalisis untuk melihat adanya pengaruh pemberian ekstrak
daun durian pada berat badan dan kerusakan pada jaringan hati, ginjal dan limfa
tikus yang diberikan perlakuakn. Analisis data diperoleh dengan menggunakan
program pengolah data SPSS 20 lalu dianalisi dengan uji nonparametrik dengan
menggunakan uji Kruskal. Uji ini dipilih karena data diperoleh berdasarkan nilai
skoring atau penilaian derajat perubahan. Bila terdapat perbedaan yang nyata
diantara kelompok perlakuakn maka dilanjutkan dengan Uji Perbandingan
Berganda (Uji Z) 5% (Maretowati, N. 2005).
DAFTAR PUSTAKA

Amalina ,Nurika, Noor Wijayahadi. (2009). Uji Toksisitas Akut Ekstrak


Valerian (Valeriana Officinalis) Terhadap Hepar Mencit Balb/C.
Laporan Akhir Penelitian Karya Tulis Ilmiah.Semarang:Fakultas
Kedoteran Universitas Diponegoro.

Anonim. (2012). 1001 Manfaat Durian Untuk Kesehatan.


balitbu@litbang.deptan.go.id

Ashari, S. (2004). Biologi Reproduksi Tanaman buah-Buahan Komersial.


Bayumedia. Malang.

Salasa, Kenanga, A.N., Sumeru, Ashari., Ninuk, Herlina. (2013).


Identifikasi Tanaman Durian (Durio Zibethinus Murray) Mirip
Durian Varietas Bido Di Kecamatan Wonosalam Kabupaten
Jombang Dengan Metode Isozim Dan Morfologi. Jurnal Produksi
Tanaman. Vol. 1. (5)

Darmawan, E. W. (2013). Kualitas Selai Lembaran Durian (Durio


Zibethinus Murr.) Dengan Kombinasi Daging Buah Dan Albedo
Durian. (Skripsi). Universitas Atma Jaya Yogyakarta :
Yogyakarta.

Depkes RI. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat.


Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. Direktorat
Pengawsan Obat Tradisional. Jakarta.

Guyton A C, Hall J E.2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta :


EGC

Harbone, J. B. (1987). Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern


Penganalisis Tumbuhan. Terjemahan Padwaminata K, Soediro I,
Niksolihin S. Terbitan Pertama. ITB : Bandung.

Hodgson, Ernest. (2004). A Textbook of Modern Toxicology Third


Edition. A John Wiley & Sons, Inc., Publication : New Jersey.
Inayah, Nurul. (2017). Toksisitas Akut Ekstrak Etanolik Daun Bayam
Merah (Amaranthus Tricolor L.) Terstandar Dengan Pedoman
Oecd 425 Dan Gambaran Histopatologis Jantung, Hati, Dan
Ginjal Tikus Sprague Dawley Jantan. (Skripsi). Universitas Islam
Indonesia Yogyakarta : Yogyakarta

Insanu, M., Ruslan, K., Fidrianny, I., & Wijaya, S. (2011). Isolasi
Flavonoid dari Daun Durian (Durio Zibethinus Murr.,
Bombacaceae). Acta Pharmaceutica Indonesia, 36(1 & 2), 6-10.

Klaassen, Curtis D.(2008). Casarett and Doull’s Toxicology The Basic


Science of Poisons Seventh Edition. Mcgraw-Hill : United States
of America.

Lu, Frank C. (2002). Lu’s Basic Toxicology Fourth Edition Fundamentals,


target organs and risk assessment. Taylor & Francis : London.

Lumbessy, M., Abidjulu, J., & Paendong, J. J. (2013). Uji Total Flavonoid
Pada Beberapa Tanaman Obat Tradisonal Di Desa Waitina
Kecamatan Mangoli Timur Kabupaten Kepulauan Sula Provinsi
Maluku Utara. Jurnal Mipa Unsrat Online, 2(1), 50-55.

Marinova, G., Batcharov, V. (2011). Evalution The Method Determination


Of The Free Radical Scaveging Activity By DPPH. Jurnal of
Argicurtural science. Vol 17 (1).

Maretnowati, N. (2005). Uji Toksisitas Akut dan Subakut Ektrak etanol


dan Ekstrak Air Kulit Batang Artrocarpus champeden Spreng
dengan Parameter Histopatologi Hati Mencit. (Skripsi). Fakultas
Farmasi Universitas Air Langga : Surabaya.

OCD. (2008). OECD Guidelines For The Testing Of Chemicals Acute


Oral Toxicity – Up-and-Down-Procedure (UDP). OECD
Rajalakshmi, D dan S. Narasimhan., (1995)., Food Antioxidants: Sources
amd Methods of Evolution dalam D.L. Madhavi: Food
Antioxidant, Technological, Taxilogical and Health Perspectives.
Marcell Dekker Inc., Hongkong: 76-77.

Redha, Abdi. (2010). Flavonoid: Struktur, Sifat Antioksidatif dan


Perananya Dalam Sistem Biologis. Jurnal Belian. V0l 9 (2).

Robinson, T., (1995)., Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi., ITB Press:


Institut Teknologi Bandung

Sabbani, V et all. (2015) Acute Oral Toxicity Studies Of Ethanol Leaf


Extract Of Derris Scandes and Pulicaria Wightiana in Albino Rat.
International Journal Of Pharmacological Research.

Setiasih, Ni Luh Eka ., Ni Ketut Suwiti., Putu Suastika., 2011. Studi


Histologi Limfa Sapi Bali (Histological Study of Spleen of The
Bali Cattle). Buletin Veteriner Udayana. Vol. 3(1).

Sherlock,S. (1990). Penyakit Hati dan Sistem Saluran Empedu.Jakarta:


Widya Medika

Snell, Richard, (2007). Neuroanatomi Klinik, edisi kedua. Jakarta:EGC

Syaifuddin, (2010). Anatomi Fisiologi : Kurikulum Berbasis Kompetensi


Untuk Keperawatan dan Kebidanan Edisi ke Empat : Penerbit
Buku Kedokteran EGC : Jakarta.

Saifudin, Azis. (2014). Senyawa Alam Metabolit Sekunder Teori, Konsep


dan teknik Pemurnian. Penerbit Deepublish : Solo.

Sumioka I., Matsura T., Yamada K., 2004. Acetaminophen-Induced


Hepatotoxicity : Still an Important Issue. Yonago Acta Medica.
47:17-28

Tjitroseputro, Gembong. (2007). Morfologi Tumbuhan. Yogyakarta :


UGM Press.
https://www.khasiat.co.id/daun/daun-durian.html

https://masterherbal.wordpress.com/tag/manfaat-polifenol/

Plantamor.com diakses pada 28 februari 2017 pukul 20 : 22

Anda mungkin juga menyukai