Anda di halaman 1dari 8

Essay Refleksi Diri

Blok Elektif 2018/2019

Sudah genap satu bulan saya mengikuti Blok Elektif bersama rekan-rekan Angkatan
2015. Blok Elektif merupakan blok terakhir dari rangkaian blok yang harus saya ikuti sebagai
salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Kedokteran. Blok Elektif pada tahun ini
memiliki tiga topik yaitu Kesehatan Haji, Penanggulangan Bencana Alam, dan Hukum
Kesehatan.

Sebelum mengikuti Blok Elektif, saya belum memiliki pandangan dan pemahaman
tentang apa saja yang seorang dokter kerjakan yang berhubungan dengan Kesehatan Haji dan
Penanggulangan Bencana Alam. Kebetulan saya sudah mengetahui apa saja yang dokter
lakukan yang berhubungan dengan Hukum, namun hanya sebatas teori saja. Melihat banyak
hal yang saya tidak ketahui tentang materi-materi blok ini, saya menjadi bersemangat dan
tidak sabar menanti datangnya hari Senin.

Pada hari Senin, 29 Desember 2018 saya memulai mengikuti blok Elektif. Setelah
mengikuti pengarahan, Tim Dosen membagi mahasiswa-mahasiswa peserta blok Elektif yang
berjumlah empat puluh empat menjadi dua kelompok yaitu Kelompok A dan Kelompok B.
Dua kelompok ini akan bergantian mengikuti wahana Kesehatan Haji dan Kesehatan Hukum
selama satu minggu untuk masing masing wahana. Kemudian kedua kelompok akan bersama
sama mengikuti wahana Penanggulangan Bencana selama kurang lebih dua minggu. Pada
pembagian kelompok, saya ditempatkan di Kelompok A yang akan menjalani wahana
Kesehatan Haji pada minggu pertama.

Mengerjakan ibadah haji adalah pekerjaan yang sangat mulia dan terpuji.
Kepercayaan ini tercermin dari minat masyarakat untuk berangkat haji demikian tinggi,
berdasarkan catatan dari tahun 2001 sampai 2013, calon pendaftar jemaah haji Indonesia
mencapai 4.998.499 orang. Rata-rata jumlah pendaftar mencapai 40.000 orang per bulan.
Bahkan berdasarkan daftar tunggu, ada yang mencapai daftar tunggu sampai dengan tahun
2041(Nugroho et al,2017). Ibadah haji dilaksanakan kaum muslim dan muslimah dari seluruh
penjuru dunia yang terdiri dari berbagai suku dan bangsa. Jamaah haji memiliki latar
belakang penyakit endemis dan epidemi masing-masing,sehingga memiliki risiko terjadi
penularan penyakit antar jamaah haji terutama penyakit menular. Penyakit yang berisiko
menular antara lain meningitis, TBC, hepatitis, diare, kholera, influenza, dan lain
lain(Jayanti,2017).

Ibadah haji terdiri dari serangkaian kegiatan yang menuntut kekuatan dan daya tahan
tubuh yang lebih. Tidak jarang terjadi kematian yang disebabkan oleh berbagai faktor. Risiko
individu untuk mengalami kematian selama melakukan ibadah haji dapat dipengaruhi oleh
banyak faktor, dimana faktor-faktor tersebut saling berkaitan satu sama lain. Faktor risiko
yang dihadapi oleh jemaah haji dapat berupa penyakit yang memang telah terdiagnosis sejak
pemeriksaan sebelum keberangkatan, faktor pelayanan kesehatan, faktor perilaku jemaah,
faktor lingkungan dan risiko terjadinya transmisi penyakit menular yang mungkin dapat
terbawa keluar atau terbawa masuk oleh jemaah haji. Jika dibandingkan dengan beberapa
negara lain di dunia, maka kematian jemaah haji Indonesia masih berkisar lebih tinggi, yakni
sekitar 200-330 per 100.000 jemaah(Handayani,2017).

Oleh karena itulah topik yang diberikan pada wahana Kesehatan Haji pada Blok
Elektif ini berhubungan dengan upaya menjamin kesehatan calon jemaah haji dari sebelum
keberangkatan hingga kembali ke Tanah Air.

Di wahana Kesehatan Haji kegiatan yang saya ikuti adalah perkuliahan dan
praktikum, Perkuliahan pada wahana ini membahas tentang pemeriksaan kesehatan jemaah,
upaya-upaya yang perlu dilakukan untuk menjaga kesehatan jemaah haji seperti imunisasi,
dan pelayanan medis yang didapatkan jemaah haji selama proses ibadah haji. Praktikum pada
wahana Kesehatan Haji yaitu mempraktekkan pemeriksaan yang meliputi anamnesis dan
pemeriksaan fisik; mengisi Buku Kesehatan Jemaah Haji (BKHJ) dengan tepat, dan
menentukan kelayakan dan risiko seorang Jemaah untuk berangkat ke Tanah Suci dan
melaksanakan ibadah haji.

Tentu saja hal-hal diatas adalah hal baru bagi saya. Saya terkejut saat mengetahui
seberapa rumit dan rinci pemeriksaan-pemeriksaan yang harus dilakukan seseorang untuk
berangkat menunaikan haji. Pada wahana ini saya juga mengenal sebuah istilah menarik yaitu
istita’ah. Istita’ah dalam ibadah haji yaitu memiliki kemampuan harta, fisik dan transportasi
untuk melaksanakan ibadah haji. Pada praktikum saya juga belajar menentuksn apakah
seseorang sudah istita’ah dari pemeriksaan dan memberikan saran dan edukasi kepada calon
jemaah yang sudah memenuhi syarat istita’ah dan yang tidak memenuhi syarat.
Setelah melalui wahana Kesehatan Haji, saya sebagai anggota kelompok A kemudian
mengikuti wahana selanjutnya yaitu wahana Hukum Kesehatan.

Kesehatan merupakan Hak Asasi Manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang
harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Sesuai konsep
negara kesejahteraan (welfare state) setiap warga Negara berhak atas kesehatan fisik dan
mental termasuk fasilitas dan pelayanan yang diselenggarakan oleh Negara dan instansi yang
ditunjuk oleh Negara, termasuk masyarakat miskin yang notabene merupakan warga
mayoritas penduduk Indonesia. Oleh karena itu, usaha-usaha manusia untuk upaya
perlindungan diri dan penyembuhan penyakit selalu menjadi prioritas untuk
diupayakan(Kartika,2016)..

Pada umumnya tenaga kesehatan dalam menjalankan tugasnya mempunyai alasan


yang mulia, yaitu untuk mempertahankan tubuh orang agar tetap sehat atau untuk
menyehatkan orang sakit atau setidaknya mengurangi penderitaan orang yang sakit. Dalam
upaya pembangunan kesehatan tersebut, sangatlah penting hubungan antara profesi medis
dan pasien, terutama dokter dan dokter gigi yang secara langsung memberikan pelayanan
kesehatan bagi masyarakat. Masyarakat sepakat bahwa perbuatan dokter dalam melaksanakan
tugasnya yang mulia tersebut layak mendapatkan perlindungan hukum sampai pada batas-
batas tertentu. Hukum kesehatan termasuk hukum lex specialis yang melindungi secara
khusus tugas profesi kesehatan (provider) dalam program pelayanan kesehatan manusia ke
arah tujuan deklarasi Health for All dan perlindungan secara khusus terhadap pasien
(receiver) untuk mendapatkan pelayanan kesehatan(Bawono,2011).

Ilmu Kedokteran Forensik mempelajari pemanfaatan ilmu kedokteran untuk


kepentingan penegakan hukum serta keadilan. Keberadaan dokter forensik atau dokter yang
melakukan pemeriksaan atas diri korban tindak pidana, atau tersangka pelaku tindak pidana,
merupakan suatu hal yang mutlak dan tidak dapat diabaikan karena suatu proses penyidikan
haruslah dilakukan dan didukung oleh ilmu pengetahuan (scientific investigation). Agar
pelaksanaan penegakan hukum dapat berjalan dengan baik, dokter sebagai ahli dibutuhkan
berkaitan dengan fungsi bantuan hukum, dimana segala upaya bermuara pada mencari
kebenaran sejauh yang dapat dicapai manusia. Dalam hal ini bantuan yang diberikan dokter
dalam bentuk keterangan ahli sebagai alat bukti yang sah (pasal 185 KUHAP butir 1).
Keterangan ahli dapat diberikan secara tertulis (Visum et Repertum) maupun secara lisan di
depan sidang pengadilan. Seorang praktisi medis dapat disebut sebagai saksi ahli medis untuk
memberikan bukti di pengadilan, atau sebagai bagian dari proses penyelesaian sengketa
alternatif. Bukti medis dari seorang ahli sering menjadi bagian yang penting dalam
administrasi peradilan dalam proses hukum yang melibatkan kesehatan dan hal-hal medis.
Bukti yang diberikan oleh dokter sebagai ahli dapat membantu pengadilan atau proses
penyelesaian sengketa alternatif dalam membuat keputusan yang adil(Susanti,2013).

Di wahana Hukum Kesehatan, saya beserta anggota kelompok A lainnya mengikuti


kegiatan-kegiatan yang terdiri dari perkuliahan dan praktikum. Materi perkuliahan yang
dibahas pada wahana ini berfokus kepada peran dokter sebagai subjek hukum dan ahli dalam
proses peradilan. Praktikum pada wahana Hukum Kesehatan yaitu mengikuti proses
peradilan semu yang merupakan hasil kerjasama Fakultas Kedokteran dengan Fakultas
Hukum. Pada peradilan semu ini, beberapa mahasiswa dari kelompok A berperan sebagai
tersangka, korban, dua saksi, dan empat orang dokter sebagai ahli.

Saya sangat menyukai kegiatan praktikum pada wahana ini. Kinerja mahasiswa-
mahasiswa Fakultas Hukum yang berperan sebagai pihak hakim, jaksa, pengacara, dan staf
peradilan begitu meyakinkan membuat saya dan rekan-rekan kelompok A merasa sedang
menjalani proses peradilan sungguhan. Skenario yang digunakan yang berjudul Salah Suntik
sangat relevan dengan materi kuliah yang telah saya pelajari pada wahana ini.

Pada minggu ketiga mahasiswa peserta Blok Elektif mengikuti wahana


Penanggulangan Bencana Alam yang dipandu oleh Tim BPBD Provinsi NTB.

Indonesia merupakan salah suatu negara yang sering kali terjadi bencana alam, mulai
dari gempa bumi, tsunami, banjir, hingga gunung meletus. Menurut UU No 24 tahun 2007
bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu
masyarakat mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian
harta benda, dan dampak psikologis. Bencana dikategorikan menjadi tiga jenis yaitu bencana
alam, bencana non alam, dan bencana sosial. Bencana alam merupakan bencana yang
terjadinya dipicu oleh katifitas alam misalnya gempa bumi, tsunami, banjir, tanah longsor,
dan gunung meletus. Bencana non alam merupakan bencana yang disebabkan oleh kegiatan
manusia misalnya gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, konflik, dan wabah penyakit.
Sebagai wujud dari penerapan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang
penanggulangan bencana, bahwa penanggung jawab penanggulangan bencana (PB) bukan
hanya tugas pemerintah saja, tetapi dunia usaha dan masyarakat. Masyarakat dapat
berpartisipasi aktif dalam PB, yaitu salah satunya dengan menjadi relawan PB(Tisngati et
al,2016).
Negara melalui peran kelembagaannya mempunyai tanggung jawab melindungi
masyarakat dari setiap bahaya yang mengganggu kehidupan normal mereka, sebagaimana
yang tertuang dalam amanat konstitusi Indonesia UUD 1945. Jika negara sendiri lalai dari
tanggung jawabnya maka akan terjadi problematika yang lebih besar lagi, tentunya
berdampak di segala sektor dan berpengaruh pada stabilitas penyelenggaraan urusan negara
(pemerintahan) itu sendiri. Pentingnya kapabilitas kelembagaan pemerintah dikarenakan
peredaman risiko bencana merupakan sebuah prioritas nasional dan lokal harus dilaksanakan
dengan dasar kelembagaan yang kuat.(Nurhabibi et al,2016). Berdasarkan Perpres RI No. 8
Tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) adalah organisasi non
departemen setingkat menteri Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provin-si (BPBD
Prov) dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten/Kota (BPBD Kab/Kota)
dimana mempunyai tugas dan fungsi yang saling terkait satu sama lain(Sadat,2016).

Di wahana Penanggulangan Bencana, kegiatan yang dilakukan juga terdiri dari


perkuliahan dan praktikum. Materi perkuliahan meliputi sejarah penanggulangan bencana,
manajemen penanggulangan bencana, dan manajemen sebelum, saat, dan sesudah bencana.
Kegiatan praktikum wahana ini yaitu menyusun rencana kontinjensi penanggulangan
bencana, melakukan pertolongan pertama pada korban bencana, dan melaksanakan rencana
kontinjensi pada saat simulasi gempa bumi.

Menjadi relawan penanggulangan bencana sangat melelahkan. Ini yang ada di kepala
saya saat saya mengingat kembali kegiatan-kegiatan yang saya lakukan di wahana
Penanggulangan Bencana. Di wahana ini Tim BPBD mengajari saya dan rekan-rekan cara
menggendong korban bencana, melakukan pertolongan pertama, dan manajemen
penanggulangan bencana. Tim BPBD membagi kami menjadi empat tim yaitu tim evakuasi,
tim komunikasi,tim logistik, dan tim kesehatan. Pembagian menempatkan saya di tim logistik
dimana tugas tim ini adalah menyuplai makanan dan minuman kepada anggota
Penanggulangan Bencana dan para pengungsi. Di hari terakhir kegiatan, wahana
Penanggulangan Bencana mengadakan simulasi bencana gempa bumi. Pada simulasi ini saya
mengetahui betapa kacaunya suasana pada tempat kejadian bencana. Jeritan kesakitan tidak
pernah berhenti terdengar di posko kesehatan, tim evakuasi yang tidak berhenti mencari
korban meskipun keringat membasahi pakaian, dan teriakan pengungsi yang mengeluh lapar
adalah beberapa hal yang saya temui pada hari itu. Saya merasa pengalaman ini akan
menetap di kepala saya untuk waktu yang lama.

Melalui pengalaman dan pembelajaran yang saya dapatkan, saya berencana untuk terus
meningkatkan keterampilan dan pengetahuan saya pada topik-topik yang dibahas di blok ini
agar pada nantinya saya mampu memberikan kontribusi penuh dalam dunia kesehatan.
Referensi

Bawono,l Bambang Tri. 2011. Kebijakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan
Malpraktik Profesi Medis. Jurnal Hukum Vol XXV Bo.1 Tahun 2011

Handayani,Dwi. 2016. Indeks Prediksi Risiko Kematian Jemaah Haji Di Provinsi Jawa
Timur. Jurnal Wiyata, Vol. 3 No. 2 Tahun 2016

Jayanti, Krisnita Dwi. 2017 Pelaksanaan Sistem Surveilans Kesehatan Haji Di Dinas
Kesehatan Kota Surabaya. Jurnal IKESMA Volume 13 Nomor 2.Tahun 2017

Kartika, Dian. 2016. Pelayanan Kesehatan Tradisional Dan Perlindungan Hukum Bagi
Pasien. SOEPRA Jurnal Hukum Kesehatan Vol. 2 no.1 Tahun 2016

Nugroho, R., Hadisaputro, S., Samekto, W., Sugiri, S., & Lukmono, D. 2017. Berbagai
Faktor yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Rawat Inap Jemaah Diabetes Melitus di Arab
Saudi (Studi Kasus Kontrol di Embarkasi Adisumarmo). Jurnal Epidemiologi Kesehatan
Komunitas.

Nurhabibi, P., Dharmastuti, A. & Arida, V. 2016. Kapabilitas Pemerintah Daerah Dalam
Membangun Kesiapsiagaan Sebagai Upaya Pengurangan Risiko Bencana Tsunami (Studi
Kasus Pada Wilayah Pesisir Kulonprogo). Jurnal Dialog Penanggulangan Bencana Vol. 7,
No. 1 Tahun 2016.

Sadat, Anwar. 2016. Efektivitas Kinerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah Dalam
Pengurangan Resiko Bencana Di Kota Baubau. Jurnal Ilmu Pemerintahan : Kajian Ilmu
Pemerintahan dan Politik Daerah Vol. 1 No. 1 April 2016

Susanti, Rika. 2013. Peran Dokter Sebagai Saksi Ahli Di Persidangan. Jurnal Kesehatan
Andalas Tahun 2013.

Tisngati, U., Meifiani, N.I. & Susanto, H.P. 2016. Analisis Kerentanan Masyarakat Dan
Upaya Meningkatkan Ketahanan Masyarakat Terhadap Ancaman Gempa Dan Tsunami Di
Desa Watukarung. Journal of Social Empowerment Vol. 01 No.01 Tahun 2016.

Anda mungkin juga menyukai