Ini bukan tentang dunia yang kau diami sekarang. Ini tentang masa
depan, dunia yang tidak pernah kau bayangkan sebelumnya. Ah, atau
pernah? Mungkin dalam khayalan terliarmu tentang sebuah dunia yang
sempurna?
2060. Saat manusia tidak lagi mengeluarkan tenaga mereka
untuk melakukan hal-hal rendahan semacam mengurus urusan rumah
tangga. Hei, menurutmu untuk apa android dalam wujud manusia itu
diciptakan? Dan jenis-jenis alat komunikasi terbaru yang membuat
siapapun terperangah kagum. Jangan harap menemukan surat yang
dikirim lewat pos seperti yang masih terjadi 50 tahun yang lalu. HP,
yang terakhir kali digunakan 30 tahun lalu sudah dijadikan barang
antik dan kuno sekarang. Dimuseumkan lebih tepatnya. Sebagai
gantinya,communicator menjadi pilihan yang sangat tepat.
Banyak hal yang tidak pernah kau bayangkan
sebelumnya terealisasi pada tahun ini. Siapa sangka Korea Selatan
bisa menjadi negara kedua terkaya dan paling berpengaruh di dunia
setelah Amerika Serikat? Siapa sangka bahwa Korea Selatan-lah
negara pertama yang berhasil menciptakan android yang nyaris
sempurna seperti manusia?
***
“Menikah? Appa benar-benar mau membunuhku!” seru
Kyuhyun kesal dengan tangan bersedekap di depan dada. Ayahnya
tahu dengan jelas bahwa dia tidak pernah mau menjalin hubungan
dengan gadis manapun, tapi ayahnya malah dengan sengaja memberi
syarat seberat itu kalau Kyuhyun mau menerima semua harta yang
diwariskan padanya. Apa yang dipikirkan pria tua yang disayanginya
itu saat menulis surat warisan ini? batin Kyuhyun heran.
“Ayahmu hanya sangat mengkhawatirkanmu, Kyuhyun~a. Mana
mungkin dia menyetujui keputusan anaknya yang hanya ingin bekerja
dan bekerja tanpa mengurusi kehidupan pribadinya sama sekali. Kau
itu sudah dewasa, sudah saatnya menikah dan mendapatkan
keturunan,” ujar Ha-Na berusaha menenangkan anaknya yang keras
kepala itu. Tentu saja Kyuhyun akan menolak mentah-mentah wasiat
terakhir ayahnya itu, tapi tidak sekarang. Tidak saat gadis itu sudah
kembali dan berada dalam jangkauan Kyuhyun, batin Ha-Na senang.
Hye-Na melirik pria itu dengan gelisah. Auranya saat marah
benar-benar mengerikan dan Hye-Na merasa ingin kabur saat itu
juga. Dia mendapat firasat buruk tentang hal ini. Benar-benar firasat
buruk. Jelas-jelas Kyuhyun sedang mengamuk berat karena
permintaan terakhir ayahnya. Pria itu mendapat 75% kekayaan
ayahnya, yang mencakup semua perusahaan dan properti pribadi yang
membuat Hye-Na ternganga sendiri saat mendengar pengacara
mereka membacakannya. Pria itu benar-benar memiliki separuh dunia.
Itu bukan hanya kiasan, karena kenyataannya pria itu benar-benar
memilikinya. Berikut ratusan anak perusahaan, rumah, pesawat,
yacht, villa, dan entah apalagi yang bernilai trilyunan dollar. Keluarga
ini benar-benar sudah sakit jiwa. Untuk apa menumpuk uang sebanyak
itu? Dan pria yang sudah meninggal itu malah menyuruh anaknya
menikah dalam jangka waktu satu bulan setelah surat wasiat itu
dibacakan kalau dia mau mendapat warisan itu dan mengurus
bisnisnya. Mengingat reputasi Kyuhyun dalam berbisnis, jelas-jelas
pria itu tidak akan terima jika semua perusahaan itu diurus oleh
orang lain tanpa campur tangannya. Satu-satunya jalan memang
mendapatkan seorang gadis untuk dinikahinya dan hal tersebut
membuat pria itu lebih mengamuk lagi.
HP Hye-Na berdering tepat saat Kyuhyun mulai melontarkan
sumpah serapahnya. Gadis itu menarik nafas lega dan meminta izin
pada mereka semua untuk pamit karena ada pekerjaan yang harus
dilakukannya. Secepat mungkin dia kabur dari sana dan berjanji
bahwa apapun yang terjadi, dia tidak akan mau terjebak dalam situasi
seperti itu lagi. Benar-benar menakutkan. Walaupun tidak bisa dia
pungkiri bahwa keluarga itu sangat menyenangkan. Nyaris seperti
suasana rumah yang selama ini sangat dirindukannya.
“Bukankah kau sudah menemukannya?” cetus Ah-Ra saat Hye-
Na sudah menghilang dari pandangan. Dia menatap adik
kesayangannya yang sedang emosi berat itu dengan senyum
tersungging di wajah cantiknya.
“Apa?” tanya Kyuhyun ketus.
“Gadis yang sangat ingin kau nikahi. Bukankah kau sudah
menemukannya? Mengingat kepribadianmu, kau tidak akan
melepaskannya begitu saja kan, adikku sayang?”
***
Gedung STA nyaris kosong saat Hye-Na sampai disana. Tidak
heran, karena Kyuhyun memang meliburkan semua karyawannya
khusus untuk memperingati hari kematian ayahnya. Dan dia juga tidak
heran sama sekali jika kaaryawan SRO masih sibuk seperti biasa.
Para ilmuwan disana sepertinya memang bekerja setiap hari tanpa
henti, tidak peduli hari libur atau bukan. Dan anehnya mereka
melakukannya bukan karena terpaksa. Semua orang disana seperti
tergila-gila dengan cairan kimia yang mereka miliki. Kalau ditanya
definisi kebahagiaan, pasti mereka akan menjawab tentang penemuan
baru yang mencengangkan dunia yang baru saja mereka temukan.
Hye-Na masuk ke dalam ruang pertemuan STA dan
menemukan Siwon dan Leeteuk yang sudah duduk di dalamnya.
Leeteuk tadi meneleponnya dan mengatakan bahwa mereka baru saja
mendapatkan fakta baru tentang pembunuhan berantai itu. 5to5. Itu
kode yang mereka gunakan untuk menyebut pembunuhan-pembunuhan
sadis itu, merajuk pada jumlah korban dan jumlah tempat dimana
pembunuhan itu terjadi.
“Apa yang kalian temukan?” tanya Hye-Na langsung setelah
dia mendudukkan diri di atas kursi.
“Beberapa dari gadis ini memiliki kesamaan. Ada 15 gadis yang
memiliki ciri yang sama dan kami masih menyelidiki 8 gadis lainnya.
Tinggal tunggu waktu saja sampai kita mendapatkan bukti bahwa ciri
itu melekat pada semuanya. Sebenarnya aku tidak terlalu yakin ini
berguna, tapi kita semakin dekat dengan tujuan pembunuhan ini
dilakukan,” jelas Leeteuk.
Hye-Na mengangguk.
“Mereka semua sempat tinggal lama di Amerika. Untuk korban
yang ada di Ethiopia, Uruguay, dan San Fransisco, aku mendapat
klarifikasi bahwa mereka berdarah campuran. Salah satu orang tua
mereka adalah orang Korea. Dan… orang tua mereka adalah anggota
KIA dan STA, baik yang masih aktif ataupun yang sudah berhenti
karena pensiun dan semacamnya. Aku rasa ini ada hubungannya
dengan balas dendam. Sepertinya masih ada yang menghubungkan
mereka semua. Tapi aku masih belum tahu apa,” keluh Siwon sambil
menyodorkan data-data tersebut kepada Hye-Na.
“Selidiki semua penjahat yang sempat ditangani STA dan KIA
yang ada di Amerika. Aku rasa pembunuh ini bukan dendam terhadap
Amerika, tapi pada organisasi kita yang ada disana. Dia orang Korea
dan mungkin… salah seorang keluarganya pernah menjadi buron KIA
dan STA. Mati dalam pengejaran mungkin. Seseorang bisa menjadi
pembunuh berdarah dingin jika punya alasan dendam.” Hye-Na
memegangi kepalanya. Semua itu mengalir begitu saja dari mulutnya,
seolah dia memiliki firasat yang sangat kuat. Dan dia yakin sebentar
lagi mereka akan mendapat titik terang kasus ini. “Daftar orang-
orang yang terkait dalam sekte atau perkumpulan agama Kristen yang
taat. Hal ini pasti menyangkut agama, mengingat bagaimana mereka
mati dibunuh. Tapi aku masih tidak mengerti kenapa dia harus
mencari korban sejauh itu. Ethiopia? Uruguay? Apa mak….”
Hye-Na tersentak kaget saat dia mendapatkan sesuatu.
Begitu saja. Saat dia menyebutkan nama tempat-tempat itu.
“Ada apa?” tanya Leeteuk cemas saat melihaat wajah pucat
gadis itu.
Hye-Na menarik selembar kertas kosong dan mulai mencoret-
coretkan penanya di atas kertas itu.
“Pembunuhan pertama terjadi di Jeju. Kemudian salah satu
tempat di Ethiopia. Selanjutnya di San Fransisco dan Uruguay,” ujar
Hye-Na sambil menjabarkan satu per satu tempat itu di atas kertas.
Suaranya nyaris bergetar saking semangatnya. “Apa kalian tidak
menyadari sesuatu? JESUS. Huruf awal tempat-tempat pembunuhan
itu terjadi merajuk pada nama Jesus. Ini menjawab semuanya, kenapa
dia harus pergi terlalu jauh untuk mencari korbannya. Dia tidak main-
main. Pria itu merencanakan semuanya dengan sangat baik. Mungkin
dia adalah seorang Kristen yang sangat taat dan berniat
membersihkan agamanya dari para kafir. Dan dia tidak memilih
korbannya sembarangan. Seperti yang kubilang tadi, mungkin salah
satu anggota keluarganya… bukan mungkin lagi, tapi sudah pasti
seseorang yang berhubungan dengan pembunuh ini mati karena diburu
STA atau KIA. Dia tidak terima dan ingin balas dendam. Tapi aku
rasa… masih ada lagi, ciri lain dari para korban. Kita harus
menemukannya secepat mungkin dan kalau bisa, kita harus
menyelamatkan korban selanjutnya dari kemungkinan mati terbunuh
dengan sadis.”
Hye-Na menyilangkan tangannya di depan dada, tidak
memedulikan tatapan kagum dari dua orang di depannya.
“Pembunuhan ini menjadi sangat menarik bukan? Aku tidak
sabar ingin menangkapnya, hidup ataupun mati.”
***
Leeteuk tertawa dalam hati saat teringat ekspresi adik
angkatnya itu waktu dia memperlihatkan senjata terbaru ciptaannya
setelah rapat dadakan mereka tadi. Hye-Na memang memiliki
ketertarikan pada senjata-senjata yang diciptakannya walaupun gadis
itu sangat tolol dalam hal mengingat jenis senjata dan namanya. Dia
bahkan tidak mengerti sedikitpun tentang kaliber peluru. Yang ada di
otak gadis itu sepertinya hanyalah cara bagaimana dia bisa
menghabiskan isi peluru itu dengan menembakkannya pada tubuh
seseorang.
Leeteuk mengerutkan keningnya saat melihat Eun-Kyo
berjalan ke arahnya dari kejauhan. Gadis itu tetap terlihat
mempesona seperti biasa. Hari ini dia memakai blus putih dan celana
jins yang membalut tungkai kakinya yang panjang. Rambut lurusnya
tergerai membingkai wajahnya yang selalu berhasil mempesona siapa
saja yang melihatnya. Termasuk Leeteuk.
Pria itu tahu dengan jelas bahwa gadis di depannya itu sangat
menarik dan seharusnya dia bersyukur bahwa gadis itu dengan
terang-terangan mengaku menyukainya. Tapi Leeteuk hanya
mengaguminya. Itu saja. Bukan jenis ketertarikan yang membuatnya
menginginkan gadis itu menjadi miliknya. Bukan sesuatu yang manis
seperti itu.
Leeteuk tersenyum saat mereka berpapasan, tapi gadis itu
hanya melewatinya begitu saja, bahkan tanpa meliriknya sama sekali.
Apa gadis itu marah karena ucapannya beberapa hari yang lalu sampai
dia memutuskan untuk menganggap Leeteuk tidak ada? Apa dia gadis
seperti itu?
Seharusnya Leeteuk mengabaikan kenyataan itu, mengingat
dialah yang menginginkannya, tapi entah kenapa kakinya malah
bergerak di luar kendali dan tiba-tiba saja dia sudah mencengkeram
tangan Eun-Kyo, membalikkan tubuh gadis itu menghadapnya.
Mata cokelat besar milik gadis itu menatapnya bingung. Gadis
itu mengerjapkan matanya berkali-kali. Raut wajahnya menunjukkan
seolah-olah dia tidak mengenal….
“Nuguseyo?”
Leeteuk membulatkan matanya tak percaya saat mendengar
pertanyaan gadis itu. Siapa dia? Ada apa dengan gadis ini?
“Eun-Kyo~ya, aku tahu bahwa kau marah padaku, tapi bukan
berarti bahwa kau bisa berpura-pura tidak mengenalku seperti ini.
Aku minta maaf atas ucapanku kemarin, jadi aku mohon, hentikanlah
aktingmu.”
Leeteuk menatap gadis itu gelisah karena ekspresi gadis itu
tetap saja kebingungan seperti tadi. Mendadak Leeteuk yakin bahwa
gadis itu benar-benar tidak mengenalinya kecuali jika bakat aktingnya
benar-benar terlalu hebat seperti artis Hollywood. Tapi bagaimana
mungkin? Sepertinya gadis ini tidak mengalami kecelakaan yang bisa
membuatnya amnesia dan walaupun itu terjadi, tidak mungkin gadis ini
bisa ada di kantor sekarang. Atau Eun-Kyo punya kembaran yang
sangat mirip dengannya? Tapi itu juga mustahil.
“Maaf, tapi aku benar-benar tidak mengenalmu. Kau siapa?”
“Eun-Kyo~ya!”
“Hyung!”
Leeteuk berbalik dan mendapati Kibum sudah berdiri di
belakangnya. Dia melepaskan cekalan Leeteuk di tangan Eun-Kyo dan
menarik gadis itu ke sampingnya. Leeteuk sudah mendengar tentang
kedekatan mereka berdua walaupun dia juga tahu bahwa hubungan
mereka hanya sebatas adik kakak.
“Apa yang terjadi?” tanya Leeteuk, merasa bahwa hal ini ada
sangkut pautnya dengan Kibum.
“Aku juga ingin bertanya padanya. Tapi sia-sia saja, dia pasti
juga tidak ingat!” keluh Kibum dengan raut wajah kesal.
“Kibum~a, kau kenal pria ini? Sepertinya dia mengenalku, tapi
aku tidak ingat.”
“Aish, nuna, kau mau membuatku gila, hah? Aku sangat ingin
mencekikmu sekarang! Lebih baik kau ke ruanganku, aku mau bicara
denganmu.”
Eun-Kyo mengangguk, masih dengan tampang bingungnya.
Leeteuk mengikuti gadis itu dengan matanya sampai sosoknya
menghilang di tikungan sebelum dia menatap Kibum lagi, menuntut
penjelasan.
“Dia mencuri penemuan baruku.”
“Penemuan barumu?”
“Serum penghilang ingatan. Serum itu akan menghapus
ingatan yang ingin dilupakan si pasien. Si pasien hanya perlu
mengingat memori yang menyakitkan dan serum itu akan langsung
bekerja menghapusnya.”
“Dan dia menghapusku dari ingatannya begitu? Bagus sekali,”
desis Leeteuk.
“Hyung, aku menghormatimu, tapi kau juga harus tahu bahwa
aku tidak suka dengan sikapmu padanya. Dia sangat menyukaimu dan
tersiksa karena kau selalu mengacuhkannya. Aku sebenarnya tidak
terlalu heran dia mencuri serum itu agar bisa melupakanmu. Lebih
baik mulai sekarang kau bersikap biasa-biasa saja padanya, jangan
beri tanda apapun bahwa dia sempat menyukaimu dan semacamnya.
Dia harus menemukan kebahagiaannya sendiri, hyung.”
“Bagaimana kalau aku tidak mau?” sergah Leeteuk tajam,
mendadak dikuasai sikap egoisnya. “Bagaimana kalau aku tidak rela dia
melupakanku sedangkan aku tahu dengan jelas bahwa sebelumnya
otaknya itu hanya terisi dengan ingatan tentangku saja?”
***
Heechul mengambil HP yang terletak di dashboard mobilnya
dengan mata yang tetap tertuju ke jalanan. Dia memakai headset
setelah memencet tombol terima di teleponnya. Dia sedang dalam
perjalanan menuju lokasi syuting iklan yang dibintanginya dan nyaris
terlambat karena tadi dia sempat kesulitan menemui Ah-Ra untuk
menyampaikan rasa belasungkawa di tengah jumlah pelayat yang
membludak.
“Yeoboseyo?”
“Kim Heechul ssi? Kami dari ACC, Android Creator Center.
Kami mau memberitahu Anda bahwa pagi ini kami baru saja
menemukan android yang terdata sebagai milik Anda dalam keadaan
mati karena kehabisan energi di daerah Myeongdong. Jika Anda
berniat membeli android baru dan semacamnya, Anda bisa
memberitahu kami dan kami akan mengaturnya untuk Anda.”
“Apa?” tanya Heechul tak percaya dengan pendengarannya.
“Andoridku? Mati? Tapi….”
Mata Heechul berkilat marah saat memahami situasinya.
Tidak mungkin si penelepon ini berbohong. Yang memungkinkan
hanyalah kebohongan yang sebenarnya berasal dari seseorang yang
berada di rumahnya saat ini dan mengaku sebagai androidnya yang
hilang. Gadis itu… bagaimana mungkin Heechul bisa salah mengenali
manusia dengan android? Tapi wajah gadis itu benar-benar terlihat
mirip dengan androidnya yang hilang, tidak heran kalau sampai dia
salah sangka. Dan sekarang… saat dia mengetahui kenyataannya, gadis
itu sudah cari mati karena mencari gara-gara dengannya!
***
Min-Hyo membalutkan handuk ke tubuhnya yang basah
setelah mandi dan menyegarkan dirinya. Dia harus memanfaatkan
waktu sebaik-baiknya sebelum pria mengerikan itu pulang. Dia tadi
bahkan sudah makan dengan tergesa-gesa sekedar untuk
mengenyangkan perutnya yang sudah berteriak minta diisi.
Min-Hyo keluar dari kamar mandi sambil berjinjit dan masuk
ke kamar yang disediakan untuk android yang sebenarnya. Kamar itu
kosong, hanya ada satu lemari baju saja. Android tidak membutuhkan
tempat tidur karena mereka memang tidak tidur, karena itu Min-Hyo
harus meringkuk di balik sofa untuk tidur semalaman.
Gadis itu membuka pintu lemari dan menemukan beberapa
pasang baju. 7 pasang lebih tepatnya. Satu untuk sehari. Dia
mengambil salah satunya dan meletakkannya ke atas kursi. Matanya
tertarik pada foto-foto yang terpasang di dekat cermin meja rias
yang dia tidak tahu apa gunanya diletakkan disana. Memangnya
android perlu berias?
Min-Hyo tertawa kecil saat melihat foto-foto itu. Sepertinya
Kim Heechul tidak seburuk pikirannya. Pria itu terlihat dekat dengan
android miliknya. Foto itu menunjukkan pose-pose lucu mereka
berdua di berbagai tempat. Kebanyakan diambil di rumah, walaupun
ada beberapa yang diambil di taman bermain. Dan pantas saja pria itu
salah mengenalinya, karena android itu memang memiliki wajah yang
sangat mirip dengannya. Astaga, apa wajahnya sebegitu pasarannya
sampai android sekalipun diciptakan mirip dengannya?
Min-Hyo baru beranjak untuk mengambil baju yang tadi
dipilihnya saat pintu kamar menjeblak terbuka dan Heechul muncul
dengan ekspresi wajah yang bisa dikatakan sangat murka. Dia
melangkah masuk dengan langkah-langkah panjang dan mencengkeram
tangan Min-Hyo dengan kasar sampai gadis itu menjerit kesakitan.
“Jadi,” ujarnya dengan nada suara mematikan. “Android
sekarang butuh mandi? Hebat sekali! Kenakan bajumu dan temui aku
di ruang makan. Kita harus bicara! Dan tolong kau ingat baik-baik,
Nona Penipu, kau bisa mati di tanganku kalau kau coba-coba
membohongiku lagi! Kau mengerti?”
***
Min-Yeon menatap pintu apartemen di depannya dengan
sedikit ragu. Kalau pria itu ada di dalam, apa yang harus
dikatakannya? Menjelaskan kenapa semua peralatan modern ini
dibutuhkan? Pasti pria itu akan langsung mendebatnya habis-habisan
dan Min-Yeon bukan jenis orang yang bisa menang dalam adu debat.
Sebenarnya dia sudah memikirkan satu jalan keluar, tapi apa pria itu
mau mengikuti permintaannya?
Mencoba berpikiran positif, Min-Yeon memencet bel
apartemen itu dan menunggu dengan gelisah sampai akhirnya
seseorang membukakan pintu untuknya.
Apa yang dilihatnya di foto hanya menunjukkan setengah dari
apa yang dilihatnya langsung saat ini. Oh, pria itu tampan, memang.
Dan kulit wajahnya seperti bayi, mulus, bersih, dan sedikit
kemerahan. Jauh lebih imut daripada yang dibayangkannya. Secara
keseluruhan, pria ini sangat menarik mata.
“Nuguseyo?” tanya pria itu dengan suaranya yang ramah.
Senyum terukir di wajahnya yang polos.
Astaga, batin Min-Yeon, bagaimana mungkin pria berumur 25
tahun masih terlihat seperti anak berumur 17 yang baru beranjak
dewasa?
“Aku Park Min-Yeon,” jawab Min-Yeon gugup. Tangannya
mencengkeram kartu tanda pengenalnya yang sesaat kemudian
diacungkannya ke arah pria itu. Ekspresi wajah Sungmin yang tadinya
ramah langsung berubah 180 derajat menjadi dingin dan penuh
antisipasi. “MPA. Modern Protector Agent. Bisa ikut aku ke suatu
tempat, Lee Sungmin ssi?”
***
Yu-Na menginjakkan kaki untuk pertama kalinya setelah
bertahun-tahun di tanah Korea. Ada rasa gugup yang menyergapnya
saat dia menghirup udara musim panas di negara ini, apalagi
mengingat tugas yang harus dilakukannya sebentar lagi.
Seseorang mengacungkan karton bertuliskan namanya di
antara para penjemput lain yang berkerumun di pintu keluar. Seorang
pria yang memakai setelan serba hitam. Jelas dari penampilannya
bahwa dia adalah salah satu agen CIA yang ditugaskan untuk
menjemputnya.
Yu-Na merasakan detak jantungnya semakin menggila saat
mereka sudah berada dalam mobil. Dia tidak suka situasi seperti ini
dan tidak akan pernah suka. Selama ini dia hanya bertugas mencari
data-data tentang orang-orang yang berada dalam daftar buruan CIA
dan sejauh ini dia menikmati pekerjaannya. Dia selalu menghindari
tugas langsung di lapangan karena tahu bahaya yang harus
dihadapinya. Dan sekarang… dia benar-benar berada dalam bahaya
besar!
“Saya diperintahkan mengantar Anda langsung ke kediaman
Tuan Zhoumi. Saya diberitahu bahwa Anda sudah mengerti dengan
jelas tugas Anda. Saya akan meninggalkan Anda disana. Jika
memungkinkan, usahakan agar Anda bisa tinggal disana atau Anda
bisa menghubungi saya untuk mengantar Anda menuju hotel
terdekat.”
“Aku mengerti tugasku dengan baik,” sahut Yu-Na.
Dia tahu dengan jelas bahwa Zhoumi adalah ilmuwan
kepercayaan Cho Kyuhyun. Pria itu memberi fasilitas lengkap bagi
Zhoumi agar dia bisa bekerja di rumahnya sendiri sesantai yang dia
inginkan dan Cho Kyuhyun jelas mendapat balasan yang setimpal
mengingat penemuan-penemuan Zhoumi yang selalu berhasil
mengguncangkan dunia. Dan saat ini… yang akan dilakukan Yu-Na
adalah mencuri salah satu penemuan itu. Jika dia tidak berhati-hati,
dia yakin dia tidak akan keluar hidup-hidup dari negara ini.
***
Eunhyuk memasuki gedung tempat pesta pertungangan Ji-Yoo
dan Changmin diadakan setelah melempar kunci Ferrari keluaran
terbarunya ke arah petugas hotel yang bertugas memarkirkan mobil
para tamu. Dia tidak suka datang kesini, tapi di sisi lain dia juga
sangat bersemangat untuk mengetahui sejauh apa dia bisa melakukan
sesuatu untuk membuat pertunangan ini tidak berlangsung lama. Jelas
dia akan merebut gadis itu dari tangan Changmin, tidak peduli itu
akan dilakukan dengan cara baik-baik ataupun cara licik. Aneh
memang, karena dia bahkan baru dua kali bertemu gadis itu, tapi
gadis itu sudah berhasil membuatnya tertarik dengan sebuah
hubungan serius untuk yang pertama kalinya sejak dia mengenal arti
kata wanita. Jadi dia tidak akan main-main. Kalau ibunya memaksanya
menikah, itu berarti pilihan satu-satunya hanya gadis itu. Dan dia
akan memastikan hal itu terlaksana sesuai keinginannya.
Dia mengenal beberapa relasi bisnisnya yang hadir disana dan
menyapa mereka sekedar untuk berbasa-basi, sedangkan matanya
tetap menjelajahi setiap sudut ruangan untuk mencari keberadaan
gadis itu.
“Mencariku?”
Eunhyuk berbalik dengan cepat saat mendengar suara lembut
itu memasuki indera pendengarannya. Dia tidak mau repot-repot
memperbaiki ekspresi terpesonanya saat melihat penampilan gadis itu
malam ini. Gaun merah selutut dengan beberapa aksen pita dan rimpel
membalut ketat tubuh rampingnya, membentuk lekuk-lekuk tubuhnya
di tempat yang tepat. Rambut panjang ikalnya dijalin longgar di
bagian samping kepalanya, memamerkan lehernya yang putih dan
jenjang. Eunhyuk nyaris tidak menemukan kata-kata yang pas untuk
mendeskripsikan betapa cantiknya sosok gadis yang sedang
tersenyum di depannya itu. Tidak saat otaknya nyaris tidak bisa
digunakan untuk berpikir.
“A… a… a… Tuan Lee, apa aku terlalu cantik sampai kau tidak
bisa berkedip begitu?” goda Ji-Yoo sambil terkekeh geli.
Eunhyuk mengedikkan bahunya santai dengan tangan yang
tersembunyi di dalam saku celananya.
“Sayang sekali kau berdandan secantik ini untuk bertunangan
dengan pria itu. Apa dia tidak mewanti-wantimu agar tidak berdandan
terlalu cantik sehingga berkemungkinan besar menarik perhatian
setiap pria yang melihatmu, membuat mereka berpikir bahwa akan
lebih baik kalau kau menjadi milik mereka dan mulai menyusun
rencana untuk merebutmu dari tangan Changmin? Dan harus aku akui,
aku adalah salah satu dari banyak pria itu.”
“Kau benar-benar tanpa basa-basi, ya,” komentar Ji-Yoo
sambil memiringkan kepalanya.
“Mana tunanganmu? Bukankah seharusnya dia mengurus tamu-
tamu yang membludak ini?”
“Dia baru akan berangkat dari rumahnya, tadi mendadak ada
bisnis yang harus diurusnya.”
Eunhyuk mendengus dan menatap gadis itu tidak percaya.
“Bahkan dia tidak menjemputmu sama sekali. Dan apa
bisnisnya lebih penting daripada kau? Bagaimana mungkin kau bisa
memutuskan untuk menikah dengan pria seperti itu?”
“Bukankah salah satu hal yang harus dilakukan dalam menjalin
hubungan itu adalah memahami sifat pasangan masing-masing? Aku
sama sekali tidak keberatan dengan apa yang dilakukannya selama hal
itu masih positif. Memangnya kau bukan pekerja keras seperti dia?
Atau kau hanya bermain-main saja dan membiarkan asistenmu yang
mengurus semuanya?”
“Aku bisa melepaskan banyak hal penting untuk hal yang
paling penting, kalau kau tahu apa maksudku.”
Dan Ji-Yoo mengerti maksud pria itu dengan sangat jelas.
Pria itu akan melepaskan segala hal yang penting dalam hidupnya,
bisnis, perusahaan, harta, demi apa yang dianggapnya paling penting
dan paling dibutuhkannya. Dan Ji-Yoo memiliki firasat bahwa apa yang
dimaksud pria itu adalah dirinya sendiri. Apa dia terlalu besar kepala
dan sudah jatuh pada rayuan maut pria di hadapannya ini?
“Beritahu aku dimana gadis sialan itu atau aku akan memecat
kalian semua!”
Mereka berdua menoleh ke arah pintu masuk saat mendengar
suara teriakan itu menggema di seluruh ruangan yang tadinya cukup
ramai dan ribut. Eunhyuk bisa merasakan tubuh Ji-Yoo menegang di
sampingnya saat mereka akhirnya bisa melihat siapa yang membuat
keributan itu. Ibu Changmin.
“Kau Choi Ji-Yoo?” seru wanita itu dengan wajah murka saat
dia sudah sampai di depan mereka berdua. Raut wajahnya sangat
mengerikan, seolah wajah itu tidak pernah menunjukkan ekspresi
ramah seumur hidupnya. Dan sekarang sepertinya wanita tua itu
berniat mencaci maki Ji-Yoo karena tidak menerima kenyataan bahwa
anak laki-lakinya memutuskan menikahi gadis yang berbeda strata
dengan mereka.
“Dengar kau, gadis miskin! Apa kau pikir aku akan
menyerahkan anak laki-lakiku satu-satunya kepada gadis sepertimu?
Jangan pernah bermimpi hal itu akan terjadi selama aku masih hidup.
Kau pikir aku tidak tahu bahwa kau hanya memanfaatkan anakku
untuk mendapatkan hartanya? Dia bahkan dengan bodohnya
membelikan apartemen mewah untukmu, membiayai hidupmu selama
berbulan-bulan. Yang ada di otak orang miskin sepertimu hanya uang
dan uang! Anakku tidak akan datang kesini untuk menemuimu! Aku
sangat kecewa dengan pilihannya! Seumur hidup, baru kali ini dia
mengecewakanku dan itu semua gara-gara kau! Sekarang, aku minta
kau pergi dari kehidupannya! Keluar dari apartemen itu dan
kembalikan semua fasilitas yang sudah diberikannya padamu. Aku bisa
memberimu lebih banyak. Kau mau berapa? 100 juta won? Aku akan
memberikannya padamu asalkan kau mau keluar dari kehidupannya!”
Dengan refleks Eunhyuk merangkul bahu Ji-Yoo agar getaran
di tubuh gadis itu mereda. Eunhyuk tidak perlu melihat wajah gadis
itu untuk mengetahui bahwa dia sedang menangis dan tidak bisa
membalas kata-kata kasar yang dilontarkan padanya itu. Dan wanita
tua di hadapannya itu harus bertanggung jawab atas semua yang
sudah dilakukannya malam ini. Dia akan mendapatkan balasan jauh
lebih mengerikan daripada apa yang pernah dibayangkannya. Hal yang
mudah untuk dilakukan jika kau punya sepupu yang memiliki separuh
dunia.
“Nyonya Shim,” ujar Eunhyuk dengan suara pelan namun
mematikan. Wanita itu menoleh ke arahnya dan langsung terperanjat
saat tahu dengan siapa dia berhadapan. Siapapun akan berpikir ulang
seribu kali untuk mencari gara-gara dengan anggota keluarga Cho.
“Kau pernah sekolah? Pernah diajari pendidikan dan sopan
santun? Sikapmu persis seperti gelandangan tidak berpendidikan di
pinggir jalan. Sebelum keluar rumah dan bersosialisasi dengan orang
lain, lebih baik mulutmu disekolahkan terlebih dahulu. Kau itu orang
terkenal, taapi kenapa bisa memiliki perilaku rendahan seperti ini?
Benar-benar memalukan! Tidak heran bahwa sifat anakmu itu sangat
menyebalkan. Aku sudah tahu alasannya sekarang. Karena dia memilki
ibu sepertimu. Dan kau ingat baik-baik, kau tahu gadis ini, kan? Choi
Ji-Yoo. Aku senang sekali kau datang kesini dan menghancurkan
semuanya, jadi aku tidak perlu susah payah merebutnya dari anakmu.
Gadis ini, sebentar lagi akan jadi anggota keluargaku. Ah, istriku
lebih tepatnya. Dan aku tidak terima kau memperlakukan calon istriku
seperti ini. Kau tahu kan apa yang akan kau dapatkan jika bernai
mencari gara-gara dengan keluarga kami? Aku bisa menghancurkan
keluargamu dengan sekali jentik. Jadi kau tunggu saja.”
Eunhyuk menarik tangan Ji-Yoo, membawa gadis itu keluar
ruangan di bawah tatapan syok dari semua orang. Sudah pasti bahwa
semua surat kabar dan acara gosip besok akan menayangkan berita ini
habis-habisan. Tapi setidaknya imejnya akan terlihat keren sekali di
mata publik. Coba bayangkan betapa histerisnya para wanita jika tahu
dia ingin menikahi tunangan musuh bisnisnya. Hahaha, pasti lucu
sekali. Dan dia juga penasaran dengan reaksi Kyuhyun tentang hal ini.
Tapi sepertinya dia tidak perlu terlalu khawatir, sepupunya itu
sedang snagat sibuk dengan gadis masa kecilnya itu sekarang.
Eunhyuk terus menarik gadis itu dan baru berhenti setelah
mereka sampai di lapangan parkir. Dia melepaskan jas yang dipakainya
dan menyampirkannya ke bahu Ji-Yoo, kemudian menyandarkan
tubuhnya ke badan mobil, berdiri santai disana sambil menatap gadis
di depannya yang tidak henti meenunduk dari tadi.
“Aku berdiri di depanmu menurutmu untuk apa? Kau bisa
menangis sekarang, Yoo~ya. Tempat ini cukup sepi. Hmm? Atau
tempatnya kurang keren? Kau mau kemana? Pantai? Atau….” Ucapan
Eunhyuk terhenti karena Ji-Yoo sudah melontarkan tubuhnya ke
pelukan pria itu. Sesaat kemudian isak tangisnya sudah terdengar,
membuat Eunhyuk berusaha keras menahan emosinya untuk tidak
menghambur masuk ke gedung itu lagi dan mencekik leher wanita tua
itu sampai mati. Alih-alih melakukan itu, Eunhyuk malah terkekeh geli
dan melingkarkan tangannya di pinggang Ji-Yoo, mengusap punggung
gadis itu dengan gerakan menenangkan.
“Bodoh, sudah kubilang, kan? Tinggalkan pria itu. Kau tidak
mau mendengarkan kata-kataku.”
Ji-Yoo mengangkat wajahnya dan menatap Eunhyuk dengan
bibir mengerucut. Pipinya tampak menggembung dan hidungnya
memerah, membuatnya terlihat manis sekali seperti boneka. Melihat
itu, tawa Eunhyuk malah meledak keras dan dia terbungkuk-bungkuk
sambil memegangi perutnya.
“Yak!” seru Ji-Yoo tak terima.
“Astaga, wajahmu itu jelek sekali! Ya Tuhan, bagaimana
mungkin aku menyukaimu? Apa seleraku serendah itu?”
“Lee Hyuk-Jae~ya!!!!” Kali ini Ji-Yoo menghantam bahu pria
itu dengan kepalan tangannya.
Eunhyuk berdeham dan menegakkan tubuhnya lagi. Tawanya
mendadak lenyap, digantikan wajah seriusnya yang menatap Ji-Yoo
lekat-lekat.
“Kau sudah baikan? Baik-baik saja, kan? Yoo?”
“Sejak kapan aku memberimu izin memanggilku dengan nama
itu?”
Eunhyuk mengulurkan tangannya dan menyentuhkannya ke pipi
gadis itu, mengusapnya pelan, menghapus sisa-sisa air mata yang
masih membekas disana. Mata gadis itu menatapnya dengan polos dan
entah apa yang ada di pikiran Eunhyuk, pria itu menjulurkan wajahnya
dan menyapu bibir Ji-Yoo sekilas dengan bibirnya. Ciuman
pertamanya, dan dia tidak mau memikirkan apa Changmin sudah
pernah melakukan hal itu pada gadisnya atau belum. Dia sudah
memutuskan sesuatu sejak melihat Ji-Yoo diperlakukan semena-mena
oleh ibu Changmin tadi dan dia akan melaksanakannya dalam waktu
dekat. Secepatnya.
“Kau… Choi Ji-Yoo…” ujarnya dengan suara rendah. “Ayo kita
menikah.”
***
“Hye-Na~ya, aku sudah pulang. Hah, saat aku sampai di rumah
tadi kau sudah berangkat kerja, kita jadi tidak bisa berangkat sama-
sama. Apa yang sedang kau lakukan? Oh iya, aku dengar kau sudah
mendapat kemajuan pesat dengan kasus 5to5. Leeteuk oppa
menceritakannya padaku tadi. Kau benar-benar hebat! Ah, aku
sampaai lupa, bagaimana kemarin lusa? Kau bertemu dengan Kyuhyun
di rumahnya? Bertemu dengan ibunya? Nunanya? Rumahnya pasti
hebat sekali, kan?” cerocos Eun-Ji tanpa henti.
Hye-Na meremas kertas kosong di dekatnya dan
memasukkannya dengan cepat ke dalam mulut gadis itu untuk
menghentikan ocehannya.
“Kembali setelah dua hari menghilang, kau menjadi cerewet
seperti burung perkutut. Paman dan bibi memberimu makan apa
disana?”
“Kasih sayang dan cinta,” jawab Eun-Ji dengan ekspresi yang
membuat perut Hye-Na mendadak terasa mual.
“Astaga, Shin Eun-Ji, pergi kau dari hadapanku sekarang juga!
Benar-benar menjijikkan!”
Pintu ruangan kantor Hye-Na terbuka dan mata gadis itu
langsung membelalak lebar saat melihat siapa tamunya siang ini.
“Wah, Tuan Cho, ada perlu apa kau datang kesini? Mau
merecokiku lagi? Tugasku untuk melindungimu baru dimulai 3 hari
lagi, jadi lebih baik kau tidak muncul dulu di depanku sampai hari itu
tiba.”
Eun-Ji menendang kaki Hye-Na dari bawah meja, merasa
bahwa kata-kata gadis itu tidak sopan untuk dilontarkan pada atasan
mereka, tapi seperti yang sudah diperkirakannya, gadis itu tidak
mengacuhkannya sama sekali.
Kyuhyun merentangkan kedua tangannya di atas meja dan
menjulurkan tubuhnya kea rah Hye-Na. Seperti biasa, pria itu
mencoba mengintimidasinya lagi.
“Apa lagi sekarang?”
Kyuhyun menegakkan tubuhnya tanpa berkata apa-apa dan
berjalan mengitari meja sampai tiba di samping Hye-Na. Dengan
cepat dia menarik tangan gadis itu dan memberi tanda agar Eun-Ji
mengikuti mereka.
“Yak yak, kau mau membawaku kemana, hah?”
Pria itu tidak berkata apa-apa dan tetap melanjutkan
kegiatannya menarik tangan Hye-Na. Gadis itu bisa merasakan
tatapan heran semua pegawai ke arah mereka. Astaga, pasti dia akan
menjadi bahan empuk untuk digosipkan selama satu bulan ke depan.
“Masuk,” perintah Kyuhyun setelah membukakan pintu mobil
Ferrari hitamnya untuk Hye-Na. Jangan mengira itu perlakuan manis
dari seorang pria terhadap wanitanya, karena wajah pria itu jelas
menyiratkan pemaksaan.
Pria itu mengemudikan mobilnya dengan gila-gilaan, 180
kilometer per jam di jalanan yang cukup ramai. Hye-Na dan Eun-Ji
juga sering ngebut di jalanan, tapi jika jalanan itu lengang, bukan saat
jam-jam sibuk seperti ini. Dan pria itu melakukan tukikan-tukikan
mengerikan saat memotong mobil-mobil lain dengan jarak yang sangat
dekat. Hye-Na melirik Eun-Ji yang balas menatapnya dengan
ketakutan. Sepertinya pria itu bermaksud membunuhnya sekarang
atau mungkin nanti setelah sampai di tempat tujuan.
Mobil itu berbelok memasuki sebuah gedung. Saking
kencangnya, Hye-Na bahkan tidak sempat melihat papan nama gedung
yang mereka masuki.
“Turun,” ujar Kyuhyun singkat dan mulai menarik-narik Hye-
Na lagi.
“Awas kalau tulangku sampai patah gara-gara kelakuanmu!
Bisa tidak kau membawaku secara baik-baik, hah?” dumel Hye-Na.
“Tidak, karena jelas-jelas kau tidak akan ikut denganku
secara sukarela.”
Hye-Na mencibir kesal dan menyadari bahwa tatapan para
pegawai di gedung itu sama dengan tatapan yang didapatkannya di
gedung STA tadi.
Hah, ini bahkan lebih parah lagi, batin Hye-Na. Bisa-bisa dia
jadi bahan gosipan se-Korea. Siapa yang tidak kenal dengan Cho
Kyuhyun?
“Kim ajjushi, kau sudah mendapatkan suratnya?” tanya
Kyuhyun kepada seorang pria paruh baya yang sudah menanti mereka.
Sepertinya itulah asisten pribadi Kyuhyun yang dicurigainya selama
ini. Tampang pria itu sama sekali tidak terlihat seperti seorang
penjahat, malah terkesan sangat kebapakan. Tidak heran Kyuhyun
marah saat Hye-Na menjadikan pria itu sebagai salah satu
tersangkanya.
“Ye. Kalian tinggal tanda tangan saja.”
Pria itu menyerahkan selembar kertas kepada Kyuhyun dan
selembar lainnya pada Hye-Na.
“Apa ini?”
“Aku mendaftarkan pernikahan kita. Kau tanda tangan saja,”
ujar Kyuhyun santai sambil mencoretkan tanda tangannya di atas
kertas yang diberikan asistennya tadi.
“Mendaftar… apa? Pernikahan? KITA?” jerit Hye-Na kaget.
Dia tidak peduli bahwa sudah ada beberapa orang yang mendekat
untuk melihat apa yang dilakukan seorang Cho Kyuhyun di tempat
seperti ini.
“Haaah, aku tahu jadinya akan sesulit ini. Eun-Ji, kau tanda
tangan di kolom saksi, aku harus mengurus temanmu ini dulu,” kata
Kyuhyun sambil menyerahkan kertas yang sudah ditandatanganinya
tadi pada Eun-Ji yang menatap mereka berdua seolah mereka adalah
tontonan paling menarik sedunia.
“Shin Eun-Ji, awas kalau kau tanda tangan!” kecam Hye-Na.
“Wah, maaf Hye-Na~ya, aku harus menuruti perintah
atasanku,” seru Eun-Ji riang.
“Ini salah satu perintahku sebagai atasanmu,” ujar Kyuhyun
sambil menundukkan wajahnya ke arah Hye-Na, berbisik di telinga
gadis itu agar orang-orang yang berkerumun tidak bisa mendengar
ucapannya. “Aku akan menjelaskannya dan aku minta kau tidak
berteriak-teriak lagi seperti tadi. Reputasiku dipertaruhkan disini.
Kau mengerti?”
“Memangnya apa peduliku kalau imejmu rusak?” bentak Hye-
Na keras kepala. Tapi melihat tatapan Kyuhyun yang seperti siap
membunuhnya, dia terpaksa mengatupkan mulutnya sambil
mengangkat bahu. “Jelaskan,” ujar Hye-Na akhirnya.
“Kau tahu isi wasiat ayahku jadi aku tidak perlu menjelaskan
padamu kenapa aku tiba-tiba ingin menikah. Dan kenapa aku
memilihmu, itu seharusnya sudah bisa kau tebak. Aku hanya mengenal
dua gadis sejauh ini, nunaku dan kau. Karena aku tidak mungkin
menikahi nunaku sendiri, jadi aku memilihmu. Setidaknya asal usulmu
sudah jelas dan ibuku juga sangat menyukaimu. Lagipula kau
ditugaskan untuk melindungiku, bukankah akan lebih mudah jika kau
menjadi istriku dan tinggal bersamaku? Kau bisa mengawasiku 24 jam
penuh. Menarik, kan?”
“Sama sekali tidak menarik,” desis Hye-Na. “Kau pikir
pernikahan itu main-main, hah?”
“Lebih cepat kau menemukan siapa pelaku pembunuhan
ayahku, maka lebih cepat pula kau bisa kabur dariku. Daan kalau kau
mau tahu, aku sudah menelepon ibumu untuk meminta izin dan sudah
menjelaskan alasan kenapa aku menikahimu. Dan dia terdengar senang
sekali.”
“Mworago? Kau menjelaskan alasan kau menikahiku dan ibuku
menyetujuinya dengan senang hati?”
“Tepat sekali. Dia bahkan menyuruhku untuk memaksamu jika
kau menolak. Kau boleh meneleponnya kalau tidak percaya.”
Kyuhyun tentu saja serius dengan ucapannya. Dia menjelaskan
segala hal pada ibu Hye-Na, persis seperti apa yang sudah
dikatakannya pada gadis itu. Tapi tentu saja dia mengungkapkan
perasaannya secara jujur pada sahabat ibunya itu. Bahwa dia akan
mempertahankan pernikahan mereka selama mungkin, tidak peduli
bagaimanapun perasaan gadis itu terhadapnya. Dan dia meminta ibu
Hye-Na untuk menyembunyikan fakta itu sampai dia sendiri yang
mengatakannya pada Hye-Na, walaupun tidak jelas kapan hal itu akan
terjadi. Dia selalu merasa sulit untuk berbicara baik-baik pada gadis
di hadapannya ini.
Kyuhyun memperhatikan ekspresi wajah Hye-Na yang terlihat
sedikit goyah dengan pendiriannya, sehingga dengan sengaja Kyuhyun
menyodorkan kertas tadi ke depan wajah gadis itu.
“Tanda tangan atau aku akan menarikmu ke depan altar dan
memaksa pendeta menikahkan kita sekarang juga,” ujar Kyuhyun
tajam.
“Aku sudah gila!” cetus Hye-Na sambil merebut kertas itu
dari tangan Kyuhyun dan mencoretkan tanda tangannya disana.
“Menjadi istrimu? Ya Tuha, aku pasti terkena kutukan!”
Kyuhyun mengabaikan omelan Hye-Na dan merengkuh wajah
gadis itu sampai menatapnya.
“Dengar baik-baik, aku memberimu peringatan awal. Kalau
sampai kau jatuh cinta padaku, aku akan pastikan bahwa kau akan
menyandang status sebagai istriku sampai mati. Jadi berhati-hatilah,
Nyonya Cho.”
TBC
“14 tahun yang nyaris terasa sia-sia karena kau tidak ingat
apa-apa. Tapi mengingat apa yang aku lihat saat ini, hal itu ternyata
memang pantas untuk diperjuangkan,” bisik Kyuhyun lirih. “Gadis
bodoh, aku sudah seterus terang ini apa kau masih tidak bisa
membaca perasaanku juga?”
Hye-Na mengerjap, membiarkan tangannya meremas bagian
bawah gaunnya untuk menahan kegugupannya sendiri. Pria itu tidak
bergerak sama sekali dari posisinya semula dan matanya malah
semakin menatap mata Hye-Na dengan intens. Dia memperlihatkan
senyum setengahnya, seolah ingin menunjukkan bahwa dia sangat
menyukai apa yang ditatapnya saat ini.
“Kau menyukaiku?” tukas Hye-Na akhirnya, dengan suara
serak yang nyaris tidak terdengar. Tapi dengan posisi sedekat itu,
nyaris mustahil jika Kyuhyun tidak bisa mendengarnya.
Kyuhyun mendengus, tak percaya mendengar ucapan polos
gadis itu.
“Suka? Apa menurutmu aku akan dengan bodohnya menunggu
seseorang selama 14 tahun hanya untuk satu kata suka?”
“Kau suka sekali berada disini, ya? Aku jadi mudah jika
ingin menemukanmu,” komentar Leeteuk sambil menjatuhkan
tubuhnya ke atas kursi besi di samping Eun-Kyo. Tempat yang sama,
kursi yang sama, danau dan pemandangan yang sama.
“Seingatku setiap jam istirahat aku memang selalu berada
disini.”
“Kau selalu mengandalkan ingatanmu, ya?” gumam Leeteuk
pelan. “Kau sudah makan?”
Eun-Kyo mengangguk.
Leeteuk menyelonjorkan kakinya dan menatap air tenang di
depan mereka dengan pandangan menerawang. Dia sama sekali tidak
mengerti apa yang sedang dilakukannya saat ini. Gadis yang duduk di
sampingnya ini adalah gadis yang pernah ditolaknya dulu karena dia
merasa tidak ada ketertarikan sedikitpun di antara mereka, tapi lihat
apa yang dia lakukan sekarang, dia malah mencari-cari gadis itu saat
gadis itu tidak ada dalam jarak pandangnya, dia bahkan sering
memperhatikan gadis itu dari jauh secara diam-diam. Perasaan macam
apa itu namanya? Kenapa hatinya bisa terlalu cepat berubah?
“Bagaimana kalau kau menceritakan segala hal tentang dirimu
padaku?” pinta Leeteuk sambil menoleh ke arah Eun-Kyo yang balas
menatapnya dengan bingung.
“Untuk apa?”
“Apa aku tidak boleh mengenalmu lebih jauh?”
Mata Eun-Kyo mengerjap, masih kebingungan dengan
permintaan Leeteuk.
“Apa yang kau suka, apa yang tidak kau suka. Beritahukan
semuanya padaku.”
“Aku… aku menyukai nasi goreng, jus melon, ice tea, es krim….
Aku lebih suka menonton film daripada membaca buku, terutama
film-film romantis. Aku merasa warna ungu itu sangat manis. Dan…
aku tidak terlalu suka berdandan. Aku lebih memilih pantai daripada
gunung.”
Leeteuk mendengarkan setiap kata yang keluar dari bibir
gadis itu dengan cermat, berusaha merekam setiap ucapan gadis itu
dalam memorinya, walaupun suatu saat memori itu juga akan segera
memudar. Selama ini dia tidak pernah menghabiskan banyak waktu
dengan gadis di depannya itu, yang dilakukannya hanyalah
memberitahu gadis itu bahwa dia tidak suka jika gadis itu selalu
mengikutinya kemanapun dia pergi, karena hakikat pria adalah untuk
mengejar, bukan dikejar. Dia tidak pernah membiarkan sosok gadis
itu bertahan lama dalam penglihatannya, tidak pernah mendengarkan
gadis itu bicara, tidak mau berusaha mengamati setiap gerak-
geriknya. Tidak heran kalau Leeteuk baru mengetahui bahwa suara
gadis itu sangat lembut, ekspresi yang terpancar dari wajahnya
terlihat sangat enak dipandang, bahwa apa yang sedang dilakukannya,
sengaja ataupun tidak, membuat auranya semakin terlihat memukau.
Hal-hal luar biasa seperti itu, hal-hal yang tidak pernah diakuinya
selama ini.
“Kau tahu?” potong Leeteuk, menghentikan ucapan Eun-Kyo.
Pria itu mencondongkan tubuhnya dan menyapukan sebuah kecupan
singkat di pipi gadis itu, kemudian tersenyum manis, menampakkan
lesung pipinya yang menawan. “Bagaimana kalau mulai sekarang kau
membiarkan aku mengejarmu?”
***
Eunhyuk’s Home, Yeoju, Seoul
07.00 PM
“Hei, apa siang ini kau akan makan dengan Kyuhyun lagi?
Akhir-akhir ini dia jadi perhatian sekali,” komentar Eun-Ji saat
melihat Hye-Na mengumpulkan barang-barangnya dan
memasukkannya ke dalam tas.
“Dia memaksaku. Menurutmu aku bisa apa?” sahut Hye-Na
ketus.
“Suamimu itu keren sekali, ya! Kau yakin belum jatuh cinta
padanya?” goda Eun-Ji sambil mengedip jahil ke arah Hye-Na.
Anehnya, gadis itu sekarang malah terlihat gugup dengan pertanyaan
tiba-tiba itu. Padahal biasanya dia akan meneriaki Eun-Ji dengan
penuh emosi. Bersikap seolah jatuh cinta pada Kyuhyun adalah sebuah
dosa besar yang memalukan.
“Jangan mengada-ada,” sergah Hye-Na tanpa menatap Eun-Ji
sedikitpun.
“Yak, kau sudah mulai menyukainya, ya? Kenapa kau gugup
seperti itu? Aigoo, Hye-Na~ya, kau termakan ucapanmu sendiri, kan?
Baru juga dua hari menikah, tapi dia sudah berhasil menarik
perhatianmu.”
Hye-Na mendongak dan menatap Eun-Ji sengit. “Yak, kalau
terus-menerus disodori godaan sebesar itu, menurutmu gadis mana
yang akan terlepas dari pesonanya, hah?”
“Ah, jadi menurutmu Kyuhyun itu mempesona, ya? Bukannya
pria yang sok tampan dan berkuasa lagi?” potong Eun-Ji, semakin
menyukai kegiatannya menggoda Hye-Na.
Hye-Na menggeram kesal dan menyentakkan tasnya dari atas
meja, keluar dari ruangan dengan hati dongkol, meninggalkan Eun-Ji
yang tertawa-tawa di belakangnya. Sial, kenapa dia tidak bisa
bersikap seperti biasa dan mengatakan bahwa pria itu sama sekali
tidak menarik minatnya?
Akui saja Hye-Na~ya, pria itu bahkan lebih dari sekedar amat
sangat menarik perhatianmu.
Hye-Na menggertakkan giginya mendengar kata hatinya yang
menggema di kepalanya seolah dia sendiri yang meneriakkannya. Dia
tidak suka terikat dalam pernikahan, dia tidak suka hidup dalam
kekangan, dan yang lebih penting lagi, dia tidak suka berada di Korea.
Selama ini hidupnya hanya tentang pekerjaan saja, dan dia tidak siap
menghadapi jenis kehidupan baru seperti yang sedang dijalaninya
sekarang.
Sayangnya, alasan untuk menjauhi pria itu semakin
menghilang. Dia mulai berpikir bahwa menikah itu sama sekali tidak
buruk, dia menyukai sikap protektif pria itu terhadapnya, dan
terlebih lagi, Korea sama sekali tidak semenakutkan bayangannya.
Hye-Na menghentikan langkahnya di depan Kyuhyun yang
sedang bersandar di depan kap mobilnya, menunggu Hye-Na dengan
tangan bersedekap di depan dada. Pria itu tersenyum singkat dan
berbalik masuk ke dalam mobilnya, tanpa mau bersusah-payah
membukakan pintu mobil untuk gadis itu. Tapi kabar buruknya adalah,
Hye-Na memang tidak suka pria yang memperlakukan gadisnya dengan
romantis. Dia bahkan setengah berharap bahwa Kyuhyun akan
membukakan pintu mobil untuknya, memberinya alasan untuk
menemukan salah satu sikap yang tidak disukainya dari pria itu. Tapi
tidak, sejauh ini pria itu selalu melakukan segala hal yang berhasil
membuat Hye-Na terpesona. Dan bukannya menemukan alasan untuk
menjauh, gadis itu malah menemukan alasan-alasan baru untuk
semakin mendekat.
“Kau sudah pernah makan siang di Irlandia?” tanya Kyuhyun
tiba-tiba setelah Hye-Na memasang seatbelt-nya.
“Mwo?”
***
Dublin, Ireland
07.00 AM (Ireland’s Time)
“Bum~a, ayolah! Beritahu aku!!! Eo? Eo? Eo?” bujuk Eun-Kyo dengan
wajah memelas. Dia mengatupkan kedua tangannya di depan dada
untuk mendramatisir keadaan. Siapa tahu saja namja itu tergugah
dan mau mengatakan sesuatu.
“Nuna, kau tidak sadar umurmu berapa, hah? Masih saja merengek
seperti anak kecil begitu,” ejek Kibum tanpa mengalihkan pandangan
dari cairan-cairan kimia yang sedang ditelitinya.
“Kau mau membuat nuna kesayanganmu ini mati penasaran? Ayolah,
Bum~a!”
“Memangnya apa yang dia katakan padamu?”
“Dia hanya bilang bahwa aku melupakannya dan karena kau adalah
penyebab kenapa aku bisa lupa ingatan, jadi dia menyuruhku bertanya
padamu.”
“Cih, itu kesalahanmu sendiri sampai kau bisa amnesia. Jangan berani-
beraninya menyalahkanku!” dumel Kibum sambil menuangkan cairan
raksa dengan hati-hati ke dalam tabung reaksi. Setelah selesai, dia
meletakkan tabung reaksi itu ke dalam rak dan berbalik menatap Eun-
Kyo.
“Sekarang beritahu aku, apa kalian pacaran?”
Eun-Kyo mengangkat bahunya dengan bibir mengerucut.
“Kemarin dia tiba-tiba mengajakku pacaran dan tidak meminta
jawaban apakah aku setuju atau tidak. Sepertinya dia langsung
mengambil kesimpulan bahwa aku mau berpacaran dengannya.”
“Kalau hal ini terjadi satu minggu yang lalu, sebelum kau amnesia, kau
pasti akan langsung pingsan di tempat saking senangnya, nuna,” ejek
Kibum.
“Tapi tadi malam aku memang tidak bisa tidur,” aku Eun-Kyo.
“Sepertinya serum buatanku tidak terlalu manjur,” keluh Kibum. “Kau
bahkan masih tetap jatuh cinta padanya meskipun serum itu berhasil
menghapus semua ingatanmu.”
“Serum apa?” tanya Eun-Kyo bingung.
“Kalau aku memberitahumu, mungkin kau akan berpikiran negatif
tentang apa yang dilakukan Teukie hyung sekarang. Setelah
mengetahui hal ini, apakah kau masih ingin tahu juga?”
Eun-Kyo termangu sesaat. Apa dia cukup kuat menerima fakta itu
walaupun dia mungkin akan membenci Leeteuk nantinya?
“Ne.”
Kibum mengangguk dan mulai memberikan penjelasannya.
“Gomme-8. Serum penghapus ingatan. Aku baru menemukannya saat
itu dan aku memperlihatkannya padamu. Siapa sangka esok harinya
kau malah mencuri serum itu dariku diam-diam dan menggunakannya
untuk melupakan memori yang paling menyakitkan hatimu. Memori
penting bahwa ada seorang Park Jung-Soo dalam hidupmu. Pria yang
membuatmu tergila-gila setengah mati sampai terkadang kau
melupakan harga dirimu hanya untuk menarik perhatiannya.”
Eun-Kyo terdiam. Menyerap penjelasan itu dalam otaknya. Jadi…
selama ini dia mengejar-ngejar Leeteuk seperti gadis tidak tahu
malu? Dan saking putus asanya dia memakai serum itu untuk
melupakan Leeteuk? Lalu… kenapa pria itu sekarang malah balik
mengejarnya setelah Eun-Kyo melupakan semuanya? Bukankah
seharusnya pria itu senang karena tidak ada lagi yang
mengganggunya?
Eun-Kyo mencengkeram ujung meja di depannya. Apa… pria itu
mendekatinya hanya karena gengsi? Pria itu mendekatinya hanya
karena dia merasa tidak terima bahwa ada gadis yang dulu selalu
mengikutinya dan sekarang malah melupakannya? Pria itu tidak
menerima kenyataan itu dan balik mengejar Eun-Kyo hanya untuk
memastikan bahwa dia hanyalah gadis bodoh yang akan jatuh cinta
lagi dengan mudahnya pada pria itu? Bahwa… pria itu hanya
memerlukan bukti bahwa apapun yang terjadi, sekeras apapun Eun-
Kyo berusaha melupakannya, pria itu masih tetap terlalu mempesona
untuk diabaikannya? Lalu setelah itu apa? Pria itu akan
mencampakkannya lagi seperti sebelumnya?
“Nuna~ya, neo gwaenchana?” tanya Kibum cemas sambil menyentuh
bahu Eun-Kyo pelan.
“Tidak. Aku tidak baik-baik saja. Sama sekali tidak baik-baik saja.”
***
STA Building
11.00 AM
Caelum Building
01.10 PM
“Nuna~ya?” ujar Eunhyuk saat dia sudah menekan tombol terima
di communicator-nya. “Kenapa kau menelepon siang-siang begini?”
“Hyuk~a, tadi aku tidak sengaja mendengar Ji-Yoo menerima telepon
dari Changmin. Aku tidak tahu apa yang mereka bicarakan tapi raut
wajah Ji-Yoo tampak sangat ketakutan. Dia tadi masuk ke dalam
ruangan kerjamu, tapi aku tidak tahu apa yang dia lakukan disana. Aku
rasa kau harus mengetahui hal ini.”
Eunhyuk mencengkeram communicator-nya dan menggertakkan
giginya marah.
“Baik. Aku mengerti.”
“Jangan berpikiran buruk dulu dengan gadis itu. Dia hanya dijebak.
Selesaikan baik-baik, oke?”
“Aku tahu apa yang harus aku lakukan, nuna,” jawab Eunhyuk dingin.
Dia melemparkancommunicator-nya itu ke atas meja dan
menyandarkan tubuhnya ke kursi.
Tentu saja dia tahu apa yang akan dilakukannya. Gadis itu. Choi Ji-
Yoo. Ini saatnya mengakhiri semuanya. Dan itu tergantung pada apa
yang telah dilakukan gadis itu.
***
Shim Enterprise Building
02.00 PM
“Apa film ini akan berakhir dalam sad ending?” tanya Ga-Eul sambil
mengusap air matanya dengan tisu.
Donghae menoleh dan menatap gadis itu lekat-lekat. Film itu, The
Notebook, adalah film kuno kesukaan mereka sepanjang masa. Entah
sudah berapa kali mereka menontonnya bersama dan selalu berakhir
dengan protes dari Ga-Eul. Gadis itu akan menghabiskan sekotak tisu
untuk menghapus air matanya, mengkritik bahwa seharusnya film
sebagus itu berakhir dengan bahagia.
“Kau ingat?” tanya Donghae pelan.
“Kita sudah pernah menontonnya? Aku… tidak ingat. Tapi aku merasa
kalau wanita itu akan mati. Mereka berdua akan mati. Bersama.”
“Biasanya kau akan protes.”
“Tidak juga. Kematian mereka akan menjadi bukti kalau cinta abadi
itu memang ada. Setidaknya, walaupun mereka menjalin hubungan
dengan orang lain sebelum akhirnya bersatu, sampai akhir mereka
benar-benar tetap bersama-sama. Pria itu… tidak mau beranjak
sedikitpun kan dari sisi istrinya.”
Tanpa sadar Donghae sudah mengulurkan tangannya untuk memegang
wajah gadis itu, menangkup pipi gadis itu dengan kedua telapak
tangannya.
“Kau benar-benar ingat? Itu semua adalah kalimat yang aku katakan
padamu saat kau melancarkan protes setelah film itu berakhir.”
Ga-Eul mengerjap. Kalimat tadi lolos begitu saja dari bibirnya. Seolah
dia sudah mendengarnya berulang kali. Seolah kalimat itu sudah
bertahan di otaknya begitu lama sampai dia bisa menghapalnya di luar
kepala.
“Oppa….”
Donghae dengan refleks menurunkan tangannya, seakan baru saja
tersadar dengan apa yang baru saja dilakukannya.
“Mianhae, aku tadi hanya…. Lupakan. Kita makan es krim saja. Mmm?”
Dengan salah tingkah Donghae bangkit berdiri dan pergi ke ruang
makan, mengambil es krim dari lemari pendingin. Dia merutuki apa
yang baru saja dilakukannya. Pasti gadis itu menjadi takut padanya
sekarang.
Aish, Donghae babo! Gerutunya dalam hati sambil memukul kepalanya
pelan.
Pria itu kembali ke ruang tamu dan menyerahkan kotak berisi es krim
itu pada Ga-Eul yang langsung mengambilnya dengan wajah riang,
persis seperti anak kecil yang begitu bahagia bisa mendapatkan
makanan kesukaannya.
“Mashita!!!” seru gadis itu dengan senyum lebar di wajahnya.
Donghae memperhatikan setiap gerakan dan ekspresi yang
dikeluarkan oleh gadis tiu dengan teliti. Hal-hal yang sejak lima tahun
terakhir menghilang dari penglihatannya. Hal-hal yang selalu
berusaha diingatnya dengan baik, tapi semakin lama semakin kabur,
sehingga dia merasa perlu untuk menyegarkan ingatannya lagi. Hal-hal
yang membuatnya merasa bahwa dia bisa jatuh cinta pada gadis itu.
Lagi dan lagi.
Donghae tersenyum kecil saat melihat es krim itu mengotori sudut
mulut Ga-Eul, membuatnya dengan refleks mengulurkan tangannya
untuk membersihkan wajah gadis itu, langsung dengan jarinya sendiri.
Ga-Eul membulatkan matanya, terpaku melihat wajah Donghae yang
hanya berjarak beberapa senti dari wajahnya sendiri. Perasaan aneh
melanda gadis itu, keinginan ganjil bahwa dia berharap Donghae
memajukan wajah dan menciumnya. Dan memang itulah yang dilakukan
pria itu sedetik kemudian.
Ciuman itu terasa ringan, tidak menuntut. Donghae hanya
menyentuhkan bibirnya saja dengan ringan ke bibir Ga-Eul, menyukai
sensasi menenangkan saat bibir mereka bertemu. Perasaan yang
masih diingatnya dengan sangat jelas sejak terakhir kali mereka
berciuman.
“Aku punya hadiah untukmu,” ujar Donghae setelah Ga-Eul
memamerkan ijazah kelulusan SMA-nya dengan bangga pada pria itu.
“Apa?” tanya Ga-Eul semangat sambil menyodorkan tangannya
ke arah Donghae, memberi tanda agar pria itu segera menyerahkan
hadiah itu padanya.
Pria itu hanya tersenyum tanpa berkata apa-apa, memajukan
tubuhnya dan menutup maata Ga-Eul dengan tangan kanannya. Dan
yang dirasakan gadis itu sesaat kemudian adalah bibir Donghae yang
bergerak pelan di atas bibirnya. Ciuman pertama mereka.
Donghae melepaskan gadis itu beberapa detik kemudian
sambil tersenyum.
“Kenapa kau menutup mataku?” protes Ga-Eul kesal.
“Kau masih kecil. Anak kecil belum boleh berciuman. Tapi aku
berbaik hati karena hari ini kau lulus dengan nilai memuaskan. Nanti
kalau kau sudah besar, aku akan menciummu seperti yang kau
inginkan. Eo?”
“Pagi ini aku terbangun di samping seorang wanita hebat, dengan siapa
aku akan menghabiskan waktu makan siang dan seluruh sisa hidupku.
Lalu berpikir sederhana bahwa memang inilah yang benar-benar aku
inginkan terjadi setiap harinya. Menikah denganmu ternyata memang
semenyenangkan itu kan, Hye-Na~ya?”
Hye-Na membulatkan matanya saat mendengar kalimat terus terang
pria itu. Terkadang pria itu bisa melambungkan harapannya terlalu
tinggi, tapi terkadang dia juga bersikap begitu tidak peduli, seolah
dia hanya bermain-main saja, sehingga gadis itu tidak bisa
memutuskan sisi mana dari pria itu yang harus dipercayainya? Cho
Kyuhyun yang bersikap seperti pria yang tergila-gila padanya atau
Cho Kyuhyun yang dingin, misterius, tidak peduli pada sekitar, dan
mematikan?
Kyuhyun tersenyum singkat dan mengacak-acak rambut gadis itu
sekilas.
“Mandilah. Aku akan mengantarmu ke kantor,” ujar pria itu sambil
melangkah meninggalkan Hye-Na. Gadis itu sedikit tersentak dan
bergegas mengikuti Kyuhyun. Dia tidak mau tersesat di tempat ini.
Setelah ciuman yang membuat kepalanya terasa pusing itu, dia tidak
yakin bisa menemukan jalan pulang dengan benar.
***
Gadis itu baru saja sampai di Dublin lewat tengah malam setelah
perjalanan lebih dari 9 jam di atas pesawat. Ibu Siwon yang mengatur
semuanya. Dia yang menyediakan supir untuk menjemput Eun-Ji di
bandara, memberi tahu pelayan di rumah bahwa Eun-Ji akan datang
dan menyediakan satu kamar tamu untuk gadis itu. Semuanya tanpa
memberitahu Siwon sama sekali. Tapi yang didapati Eun-Ji saat
sampai disana adalah kenyataan bahwa Siwon tidak pulang ke rumah,
yang berarti dia harus menunda semuanya sampai nanti. Itu juga
kalau pria itu memutuskan untuk pulang.
Eun-Ji menjulurkan kakinya sampai menyentuh permukaan air,
menggerakkannya sampai menimbulkan kecipak air yang kemudian
membasahi gaun putih yang dipakainya. Berpikir tentang apa yang
akan dikatakannya pada Siwon nanti. Bagaimana reaksi pria itu nanti
saat melihatnya. Apa pria itu akan… marah?
Eun-Ji masih terlarut dalam pikirannya saat tiba-tiba saja dia
merasakan seseorang menyampirkan sebuah jas di sekeliling
tubuhnya. Gadis itu dengan cepat mendongak dan mendapati Siwon
yang dengan santainya mengambil tempat di sampingnya. Terlihat
lelah, walaupun masih tetap mempesona seperti biasa. Pria itu masih
memakai kemeja putih pas badan yang tampak sedikit kusut,
menunjukkan dengan jelas bahwa dia langsung kesini sepulang dari
kantor. Mungkin salah seorang pelayan memberitahu pria itu bahwa
dia ada disini.
“Kau tidak kedinginan? Malah berkeliaran dengan gaun tipis seperti
itu,” komentar Siwon dengan senyum khas yang tersungging di
bibirnya.
“Jadi… apa yang sedang Nona Shin Eun-Ji lakukan di halaman
belakang rumahku?”
Eun-Ji menatap pria itu bingung. Sedikit melongo lebih tepatnya.
Kenapa sikapnya bisa sesantai itu? Setelah semua kesalahan yang
sudah Eun-Ji lakukan, pria itu masih bisa bersikap seolah tidak
terjadi apa-apa?
Siwon memasukkan kakinya ke dalam air setelah menggulung celana
yang dipakainya. Tangannya memainkan dasi yang tadi dilepasnya
dengan paksa dari kerah kemejanya, mengambil nafas sesaat sebelum
akhirnya menoleh ke arah Eun-Ji dan menatap gadis itu lekat-lekat.
“Soo-Hyun bilang dia sudah menjelaskan semuanya padamu, jadi
sepertinya aku tahu alasanmu datang kesini.” Pria itu tersenyum dan
menjulurkan tangannya, menyentuh tangan Eun-Ji yang terletak di
pangkuan gadis itu, dan memainkan jemarinya dengan lembut.
“Ada banyak kesalahan yang bisa aku maafkan jika itu sudah
menyangkut tentangmu. Mungkin semua kesalahanmu, apapun, aku
akan pura-pura tidak tahu dan tidak mengambil pusing. Aku akan
memaafkanmu dengan sangat mudah.” Siwon mengambil nafas
perlahan dan menghembuskannya, tetap dengan mata yang tertuju
pada gadis itu. “Lamaranku waktu itu masih berlaku.”
Eun-Ji menggigit bibirnya dan mengangkat tangan kanannya yang
bebas, memamerkan jari manisnya yang dilingkari sebuah cincin
berlian yang berkilauan ditimpa sinar matahari. Eun-Ji tersenyum
lemah, berharap Siwon mengerti apa yang dimaksudkannya hanya
dengan menatap mata gadis itu. Dia bukan gadis yang bisa
mengungkapkan perasaannya dengan gamblang dan selama ini, selalu
Siwon yang berusaha mengerti apa yang dia inginkan.
Semudah ini. Pria itu memaafkannya semudah ini tanpa meminta
penjelasan apapun. Selalu begitu.
“Kau belum mandi?”
Astaga, kalimat apa yang baru saja diucapkannya? Eun-Ji babo!
Siwon membulatkan matanya sebelum akhirnya terkekeh geli.
“Apa aku sebau itu?” guraunya.
Eun-Ji tersenyum sekilas dan bangkit berdiri. Hanya sedetik, karena
di detik berikutnya Siwon sudah menarik tangannya, membuat tubuh
gadis itu membungkuk ke arah pria itu, dengan bibir yang tepat
bersentuhan dengan bibir Siwon yang masih duduk di tempatnya
semula.
Eun-Ji membelalakkan matanya kaget. Ini… ciuman pertama mereka.
“Aku harus mendapatkan bayaran yang pantas kan setelah
memaafkanmu dengan begitu mudahnya?” ujar Siwon sambil
melepaskan cekalannya di pergelangan tangan Eun-Ji. Dia ingin
melakukannya lebih lama sebenarnya, tapi dia takut pinggang gadis itu
menjadi sakit karena posisi yang tidak menguntungkan tersebut.
Namun tentu saja, ciuman itu persis seperti apa yang pernah
diimajinasikannya selama ini. Manis.
“Kita harus secepatnya menikah, Eun-Ji ssi. Jadi kau bisa mengatur
semua kebutuhanku,” ujar Siwon sambil menggenggam tangan gadis
itu, bangkit berdiri, dan menarik gadis itu berjalan bersamanya.
“Kau pikir aku pembantumu?” seru Eun-Ji ketus.
Siwon menghentikan langkahnya dan menyusupkan tangannya ke
helaian rambut gadis itu. Dia selalu suka saat menatap wajah gadis di
depannya ini. Wajah paling familiar dalam memorinya.
“Bukan. Kau satu-satunya gadis yang kuizinkan mengendalikan
hidupku.”
***
Zhoumi’s Home, Seoul
08.00 AM
“Kau sudah bangun?” sapa Zhoumi saat Yu-Na baru turun dari
kamarnya dan melangkah memasuki ruang makan.
Gadis itu tersenyum dan duduk di depan Zhoumi, mengambil
setangkup roti bakar yang tersedia di atas meja dan memulai sarapan
paginya.
“Kyuhyun sudah mengurus semuanya, jadi kau sudah bisa merasa aman
sekarang. Tapi jaminan keselamatanmu hanya berlaku untuk di negara
ini. Aku tidak bisa mengambil resiko membiarkanmu kembali ke
Amerika. Itu negara mereka, sudah di luar kuasa Kyuhyun untuk
melindungimu.”
Yu-Na mendongakkan kepalanya dan meletakkan lagi roti yang baru
separuh dimakannya ke atas piring.
“Tapi aku tidak punya rumah disini. Aku tidak mungkin merepotkanmu
terus-menerus.”
“Kalau begitu hanya ada satu jalan keluar, kan?”
Yu-Na mengerutkan keningnya bingung, tidak mengerti dengan ucapan
pria itu.
Zhoumi tersenyum singkat, membiarkan tangannya bergerak
mengambil cangkir kopinya kemudian menyeruputnya pelan. Entah apa
alasannya dia bisa memikirkan hal ini, tapi yang dia tahu hanyalah
rasa ketertarikan tak tertahankan yang dirasakannya terhadap gadis
di hadapannya itu. Mungkin karena gadis itu adalah gadis pertama
yang bisa dekat dengannya. Entahlah, dia juga tidak terlalu ambil
pusing. Dia bahkan nyaris tidak tahu apa-apa tentang gadis ini, tapi…
Zhoumi merasa sangat menginginkannya. Gadis bernama Kwon Yu-Na
itu. Dia menginginkannya.
“Jalan keluar apa?”
“Kau jadi istriku saja. Dengan begitu… kau bisa merepotkanku seumur
hidupmu.”
***
STA Building
09.30 AM
“Ga-Eul~a, ireona. Ini sudah jam 10. Kau mau tidur sampai kapan?”
seru Donghae sambil menyibakkan tirai yang menutupi jendela balkon
kamar gadis itu, memberi kesempatan sinar matahari menerjang
masuk dan menerangi ruangan. Hal itu berhasil membuat Ga-Eul
menggeliat dan membuka matanya dengan susah payah. Gadis itu
menggosok-gosok matanya agar bisa melihat Donghae dengan lebih
jelas.
“Hari ini aku libur syuting, bagaimana kalau kita pergi piknik ke
taman? Kau juga bisa berlatih berjalan disana. Hmm?” ajak Donghae
penuh semangat.
Ga-Eul menganggukkan kepalanya, tapi setelah itu gadis itu malah
menarik selimutnya lagi ke atas kepala, berniat melanjutkan tidurnya.
“Yak, Cho Ga-Eul!” teriak Donghae habis kesabaran. Pria itu
menyibakkan selimut yang menutupi tubuh Ga-Eul dan mengangkat
tubuh gadis itu, menggendongnya ke kamar mandi. Dengan santainya
Donghae menjatuhkan Ga-Eul ke dalam bathtub yang sudah penuh
terisi air, membuat air bercipratan ke tubuh gadis itu, sehingga Ga-
Eul langsung tersadar dan melupakan kantuknya.
“OPPA!!! Apa yang kau lakukan?”
“Mandi. Atau terpaksa aku sendiri yang harus memandikanmu.”
“Mwo? Yak, kenapa kau bisa jadi semesum itu, hah?”
***
“Jadi maksudmu dengan piknik ke taman itu adalah ini?” dengus Ga-
Eul.
Donghae memang membawanya ke taman. Taman belakang rumah
lebih tepatnya. Taman itu memang indah dan sangat besar, tapi tetap
saja… apa bagusnya kalau begitu?
“Setidaknya disini tidak ada yang akan mengganggu kita. Kau tidak
tahu kan seberapa terkenalnya aku?”
Ga-Eul menjulurkan lidahnya, mual mendengar kenarsisan pria di
sampingnya itu.
Donghae berdiri dan mengulurkan tangannya ke arah Ga-Eul.
“Ayo berlatih.”
Gadis itu menyambut uluran tangan Donghae, berusaha
menyeimbangkan tubuhnya sambil berpegangan pada Donghae,
keheranan sendiri dengan kenyataan bahwa dia merasa gugup saat
bersentuhan dengan pria itu.
Mereka menghabiskan setengah jam berikutnya dengan berlatih dan
baru diakhiri saat Ga-Eul menyerah karena kelelahan.
“Kau masih meminum obat dari Kibum, kan?” tanya Donghae saat
mereka berdua akhirnya terkapar di atas tikar. Sinar matahari
sangat cerah, tapi tidak terlalu menyilaukan. Benar-benar saat yang
tepat untuk menghabiskan waktu di luar.
Ga-Eul mengangguk sambil berusaha menormalkan nafasnya yang
terengah-engah.
“Itu bisa membuatmu mengingat lebih cepat.”
“Aku sudah ingat beberapa. Eomma, appa. Tapi… aku belum
mengingatmu dengan jelas.”
Donghae menoleh dan tersenyum. “Setidaknya semalam kau sudah
mengingat sedikit tentangku.”
Ga-Eul balas menatap Donghae, sedikit silau dengan sinar matahari
yang tepat menyorot ke wajah pria itu. Tapi pria itu memang sudah
menyilaukan sejak awal. Terlihat begitu tampan dengan senyum
manisnya yang menenangkan. Sempurna secara keseluruhan.
“Bagaimana kalau suatu saat nanti aku melupakanmu seperti Ally
terhadap Noah? Atau Su-Jin terhadap Chul-Soo?” tanya Ga-Eul,
menyebutkan nama karakter di film kesukaannya, The Notebook dan
A Walk To Remember, saat mereka berdua sedang berbaring di
tempat favorit mereka, taman belakang rumah Donghae. Matahari
bersinar menerpa wajah mereka, tapi kedua orang itu sama sekali
tidak merasa terganggu. Ga-Eul sendiri sangat suka melihat Donghae
di bawah siraman cahaya matahari, karena pria itu terlihat begitu
menyilaukan, seperti karakter-karakter pria sempurna yang pernah
diceritakan di novel-novel romantis yang sering dibacanya.
“Bagaimana perasaanmu kalau itu terjadi? Ah, biar aku tebak. Pasti
kau akan mencari gadis lain yang lebih cantik dariku, kan?”
“Tentu saja,” sahut Donghae cepat, kemudian tertawa geli melihat
wajah cemberut gadisnya itu.
“Kau pernah merasa mau mati karena seseorang? Rasanya pasti akan
seperti itu. Tidak bisa makan, tidak bisa tidur, itu hanya gejala awal
seperti yang kau baca di novel-novel. Kau tidur lalu bermimpi buruk,
tapi saat bangun kau juga merasa seperti di neraka. Yang terburuk
adalah bahwa orang yang membuatmu menderita itu bahkan tidak
memikirkanmu sama sekali. Dia melupakan segala hal tentangmu dan
masih terlihat bahagia. Rasanya seperti ingin mati… tapi kau tidak
bisa mati. Karena kalau kau mati, kau tidak akan pernah bisa melihat
wajah orang itu lagi dan itu bahkan lebih buruk dari kematian
sekalipun. Itu jawabanku kalau kau bertanya bagaimana aku nanti jika
kau melupakanku.”
Donghae tersenyum melihat Ga-Eul terpana mendengar ucapannya
barusan. Tapi kata-katanya itu belum seberapa. Dia tidak bisa
membayangkan sama sekali jika gadis itu benar-benar melupakannya.
Pasti rasanya akan lebih buruk dari itu.
Ga-Eul menarik nafas, berusaha meredakan detak jantungnya yang di
luar batas normal. Dia melihat Donghae yang sudah membuka
mulutnya lagi, mengucapkan kata-kata lain yang membuatnya
terkesima lagi.
STA Building
11.30 AM
“Bisa turun sebentar dan pergi ke depan gedung?”
Hye-Na mengerutkan keningnya dan menjauhkan communicator-nya
dari telinga, menatap layar sekali lagi untuk memastikan bahwa yang
meneleponnya memang Kyuhyun. Tapi yang didengarnya saat ini
memang suara pria itu. Lalu apa maksudnya menyuruh Hye-Na turun?
Apa pria itu sudah pulang? Walau pria itu sudah pulang sekalipun
seharusnya dia tidak berada disini sekarang, tapi di Polytelí̱s Hotel.
Setengah jam lagi adalah peluncuran perdanaAmphibithrope di depan
para wartawan, Presiden, dan Duta Besar dari berbagai negara. Apa
yang sedang dipikirkan pria itu sebenarnya?
“Jangan melamun dan memasang tampang bodohmu, Hye-Na~ya.
Turun saja.”
Hye-Na mendelik saat mendengar sambungan telepon diputus begitu
saja dari seberang sana. Kebiasaan buruk pria itu.
“Matikan komputer,” ujar gadis itu cepat sambil bergegas keluar dari
ruangannya, setengah berlari menuju lift. Dua hari tanpa melihat pria
itu, rasanya… aneh. Dia sudah terbiasa dengan kehadiran tiba-tiba
pria itu dimana-mana, terbiasa dengan keberadaan pria itu di
sekitarnya, dengan sentuhan ringan yang selalu secara refleks
dilakukan Kyuhyun saat berada di dekatnya, dengan sikap pria itu
yang terlalu protektif. Hye-Na cukup merasa tertolong dengan
pekerjaannya yang menumpuk di kantor, tapi itu hanya sampai tengah
malam. Saat dimana akhirnya dia terbaring sendirian di kamar dengan
pikiran kosong tanpa kasus penting yang bisa diurusnya. Saat itulah
pria itu merangsek masuk ke dalam pikirannya, seperti gunung berapi
yang awalnya hanya menimbulkan gempa-gempa kecil, kemudian
mengeluarkan lahar dan awan panas, sebelum akhirnya benar-benar
meletus dan menghancurkan semuanya. Kyuhyun… seperti itu baginya.
Awalnya dia hanya merasa sedikit aneh karena pria itu tidak bisa
dilihatnya, tapi lama kelamaan perasaan itu semakin memburuk sampai
akhirnya dia menjadi linglung, berpikir setengah gila bahwa dia bisa
menjadi mayat hidup jika tidak segera melihat pria itu.
Tapi sekarang… saat akhirnya dia melihat pria itu lagi… pria yang
sekarang bersandar di pintu mobil Ferrari hitamnya, dengan raut
wajah dingin tanpa ekspresinya yang biasa, dia akhirnya benar-benar
tahu betapa dia sangat merindukan pria itu. Ternyata jauh lebih
parah daripada apa yang dia bayangkan selama ini. Dia nyaris tidak
bisa mengendalikan tubuhnya untuk tidak gemetar, nyaris tidak bisa
mengendalikan kakinya sendiri untuk tidak berlari menghambur
memeluk pria itu. Alih-alih melakukan itu, Hye-Na berjalan perlahan
ke arah Kyuhyun. Berusaha mengontrol detak jantungnya yang
menggila saat dia semakin dekat dengan pria itu. Dia bisa melihat
getaran di tangannya sendiri saat menyambut tangan Kyuhyun yang
terjulur ke arahnya. Dia bahkan tidak bisa berpikir dengan jernih
saat pria itu dengan frontal menarik tubuhnya mendekat,
merangkulnya dengan erat sampai tubuhnya sedikit terangkat dari
tanah. Dia tidak mau memikirkan dimana letak kewarasannya saat
membiarkan pria itu melumat bibirnya dalam satu ciuman sarat emosi,
menunjukkan dengan jelas bahwa pria itu juga merasakan hal yang
sama dengannya. Dia bahkan tidak memedulikan ada berapa puluh
karyawan yang berkeliaran di sekeliling mereka karena waktu
istirahat sudah tiba dan menjadikan mereka berdua tontonan
menarik. Dan dia baru sadar bahwa alih-alih mendorong pria itu
menjauh seperti yang seharusnya dilakukannya, dia malah berjinjit,
membuka sedikit mulutnya untuk memudahkan pria itu menjelajahi
bibirnya. Apa saat merindukan seseorang setengah mati, kau benar-
benar bisa menjadi bodoh dan melupakan kewarasanmu?
Kyuhyun melepaskannya saat akhirnya paru-paru mereka berontak
mencari udara, mengalihkan bibirnya ke kening wanita tersebut dan
mengecupnya singkat.
“Aku merindukanmu,” ujarnya lirih dengan suara berat. Tangannya
terangkat menyentuh pipi wanitanya itu sekilas, menyadari bahwa ada
semburat merah disana.
Kyuhyun tidak pernah terbiasa dengan perasaan semanusiawi ini
sebelumnya. Cho Hye-Na adalah satu-satunya wanita yang pernah
dirindukannya seumur hidupnya. 14 tahun terakhir rasanya tidak
terlalu masalah. Dia masih bisa mengendalikannya dengan baik. Tapi
dua hari terakhir… terasa terlalu sulit. Dia baru mengerti apa
maksudnya seseorang harus melihat orang yang dicintainya dulu baru
bisa melakukan segala hal dalam hidupnya dengan baik. Baru bisa
bernafas dengan benar. Karena ternyata memang seperti itu
kenyataannya. Bahwa saat kau berada jauh dari wanita itu, kau ingin
cepat-cepat pulang ke rumah untuk melihatnya lagi dan menemukan
oksigenmu kembali untuk bisa bernafas secara normal.
Dia cukup senang saat mengetahui bahwa sepertinya wanita itu juga
merasakan hal yang sama, dilihat dari bagaimana wanita itu
menempelkan tubuhnya tadi dan membalas ciumannya. Apakah itu
berarti dia sudah bisa tenang sekarang karena wanita itu sudah
benar-benar menjadi miliknya?
“Kau… mau pergi makan siang bersamaku?” ajak Kyuhyun akhirnya
setelah keheningan yang melanda selama beberapa detik.
Hye-Na mendongak dengan kening berkerut.
“Tidak sampai satu jam lagi kau akan meluncurkan Amphibithrope dan
acara itu akan diliput oleh media seluruh dunia dan sekarang kau
berada disini, dengan santainya mengajakku makan siang?” tanya Hye-
Na tak percaya.
“Aku bisa menunda acaranya selama beberapa jam kalau kau mau,”
ujar Kyuhyun enteng.
“Kyu!”
“Baiklah, sepertinya kau tidak mau. Tapi apa kau bisa menjamin bahwa
kau akan memiliki menu makan siang yang sehat siang ini?”
“Aku berencana makan jajangmyeon.”
Kyuhyun tahu bahwa kali ini dia tidak bisa memarahi gadis itu.
Jajangmyeon adalah makanan kesukaannya, jadi kalau dia mengatakan
bahwa tidak baik untuk memakan itu sebagai menu makan siang, gadis
itu pasti akan balik menyerangnya dan dia tidak bisa membela diri
jika itu terjadi.
“Terserah kau saja,” ujar Kyuhyun sambil menarik nafas berat.
“Ngomong-ngomong… setelah makan siang aku berencana mengunjungi
makam ayahku,” beritahu Hye-Na dengan kepala tertunduk. Suara
gadis itu sedikit tercekat saat mengatakannya. Tentu saja, ini adalah
pertama kalinya gadis itu memberanikan dirinya untuk pergi ke
tempat itu setelah dia menginjakkan kakinya di Korea.
“Mau kuantar? Kalau kau mau kau bisa menunggu sampai acaraku
selesai dan kita bisa pergi kesana bersama,” tawar Kyuhyun. Dia tidak
yakin bisa membiarkan gadis itu kesana sendirian. Pasti akan terasa
sangat berat bagi Hye-Na. Gadis itu membutuhkan pendamping.
“Tidak,” tolak Hye-Na sambil menggelengkan kepalanya, mempertegas
penolakannya terhadap tawaran pria itu. “Aku rasa… kedatanganku
kesana untuk kali pertama harus menjadi sesuatu yang pribadi.
Mungkin… lain kali saja kita pergi kesana bersama.”
Kyuhyun mempelajari raut wajah gadis itu, memastikan bahwa gadis
itu akan baik-baik saja sebelum akhirnya menganggukkan kepalanya.
“Baiklah, kalau itu yang kau inginkan.”
“Jadi… bisakah kau kembalikan kunci mobilku sekarang?” tanya Hye-
Na sambil mengulurkan tangannya. Mobil Porsche-nya memang masih
terparkir di basement gedung STA dan Kyuhyun menahan kuncinya.
“Hati-hati mengemudi. Kau tidak boleh menjalankan mobilmu dengan
kecepatan lebih dari 80 km/jam,” pesan Kyuhyun, mengulurkan kunci
mobil gadis itu yang disimpannya di dalam dompetnya.
“Cih, kau mau menasihatiku? Kau bahkan tidak pernah berkendara
dengan kecepatan di bawah 100 km/jam,” dengus Hye-Na.
“Dengarkan saja aku, oke? Atau aku akan memaksamu menungguku
dan kita pergi kesana bersama,” ucap Kyuhyun tegas.
“Kau menyebalkan!” umpat gadis itu sambil melengos meninggalkan
Kyuhyun.
“Jangan seperti anak kecil begitu, Nyonya Cho,” ujar Kyuhyun sambil
terkekeh geli. “Nanti malam makan bersamaku?” Kali ini Kyuhyun
sedikit mengeraskan suaranya karena Hye-Na sudah berjalan cukup
jauh.
Gadis itu berbalik dan mengernyit.
“Kali ini kau mau membawaku kemana? Paris?” Ada ejekan yang
sedikit kentara dalam suara gadis itu, membuat Kyuhyun lagi-lagi
tidak bisa menahan tawanya.
“Kalau kau mau aku bisa mengajakmu kesana.”
“Cih, dasar pria sok kaya tukang menghambur-hamburkan uang.”
***
STA Building
12.30 PM
Suburbia of Seoul
12.50 PM
Flashback
Dia telah membaca banyak hal. Bagaimana setiap kasus kriminal yang
ditangani KIA diselesaikan. Bagaimana para penjahat ditangkap. Dan
bagaimana cara memakai senjata secara teoritis. Karena itu dia tidak
menyia-nyiakan kesempatan pertama saat ayahnya membawanya ke
tempat kerjanya untuk pertama kalinya. Ayahnya berkata padanya
bahwa dia bekerja sebagai seorang agen pemerintah, seperti film
mata-mata kesukaannya di TV. Mungkin ayahnya berpikir dia hanya
akan menganggap itu adalah pekerjaan keren dimana ayahnya bisa
menembak penjahat sesukanya dan menyelamatkan orang-orang yang
tidak bersalah. Tapi beliau tidak tahu bahwa Hye-Na ingin menjadi
bagian dari pekerjaan keren itu. Bahkan belum sadar sama sekali saat
Hye-Na bermain-main dengan senapan yang tergeletak begitu saja di
arena pelatihan, menarik pelatuknya, dan menembak tepat di tengah-
tengah papan sasaran.
Bos ayahnya-lah, Park Soo-Hwan, yang pertama kali menyadari
kemampuannya. Beliaulah yang mendesak ayah Hye-Na untuk
membawa gadis kecil itu ke kantor setiap hari sepulang sekolah,
mengajarinya secara diam-diam semua hal tentang organisasi itu
sampai batas-batas tertentu yang diizinkan, sampai akhirnya Hye-Na
tahu bahwa pada ulang tahunnya yang keenam, dia bahkan sama
hebatnya dengan semua trainee perusahaan itu yang berumur sekitar
17 tahun ke atas. Dan saat ayahnya tahu, bukannya marah, pria itu
malah menepuk-nepuk pundaknya bangga dan berkata bahwa gadis itu
bisa bergabung dengan mereka saat umurnya sudah tepat nanti,
berjuang bersama untuk menyelamatkan negara. Ibunya awalnya tidak
terlalu setuju, tapi akhirnya mengalah saat melihat betapa anaknya
sangat menikmati ‘permainan barunya’ itu.
Karena itu Hye-Na merasa sangat kesal saat dirinya ditinggalkan
sendirian di tengah-tengah para bocah ingusan yang dalam jangka
wakut dekat akan merengek mencari orang tua mereka. Dia sudah
menghabiskan es krimnya dan berniat ingin mengambil gelas berisi
cola di atas meja di seberangnya, tapi cukup tahu diri bahwa meja itu
terlalu tinggi untuk dijangkaunya. Tapi kerongkongannya sudah kering
dan dia malas mencari orang tuanya yang entah terdampar dimana di
antara semua kerumunan ini.
Hye-Na mendekati meja itu. Ada seorang anak laki-laki yang lebih
besar darinya juga berdiri disana. Sepertinya lebih tua sekitar 2 atau
3 tahun. Dan yang jelas, cukup tinggi untuk dimintai pertolongan.
“Chogiyo… bisakah kau membantuku mengambilkan cola? Mejanya
terlalu tinggi,” ujar Hye-Na sopan.
Anak laki-laki itu menoleh, memperlihatkan keseluruhan wajahnya.
Mata Hye-Na sedikit melebar melihat bahwa anak laki-laki itu
mungkin saja adalah anak laki-laki tertampan yang pernah dilihatnya.
Penampilan anak itu tampak berkelas dalam balutan jas dari desainer
terkenal. Pasti orang tuanya kaya sekali.
Tatapan Hye-Na terpaku pada mata anak laki-laki itu. Tampak begitu
gelap dan dingin. Mungkin sombong adalah kesan pertama yang akan
didapat semua orang saat menatap mata anak itu. Dan wajahnya,
tampak tidak ramah. Sepertinya dia sudah salah memilih orang untuk
dimintai tolong.
“Kau menyuruhku?” tanya anak itu tidak percaya. Ekspresinya seolah-
olah menunjukkan bahwa Hye-Na telah berbuat sesuatu yang salah
dengan meminta tolong padanya.
“Anio. Bukan menyuruh. Aku hanya meminta tolong karena tidak ada
orang lain di sekitar sini.”
“Itu sama saja. Memangnya kau tidak tahu siapa aku sampai berani-
beraninya meminta tolong padaku?”
Hye-Na dengan refleks mengepalkan tangannya, menahan diri untuk
tidak meninju wajah di depannya itu. Sombong sekali bocah ini!
“Aku rasa aku tidak perlu tahu siapa kau hanya agar kau mau
menolongku mengambilkan gelas di atas meja itu untukku,” geram
Hye-Na sambil menggertakkan giginya dengan marah.
“Ada apa ini? Kyunnie?”
Seorang anak perempuan lain menyela mereka. Hye-Na menebak umur
anak itu baru 12 atau 13 tahun. Tidak lebih. Dia sudah belajar cara
mengira-ngira umur seseorang dari buku yang dibacanya.
“Apa lagi yang kau lakukan? Kau bersikap kasar lagi?” ulang anak
perempuan itu. Sepertinya dia adalah kakak dari anak laki-laki
sombong itu. Mata mereka mirip. Tapi jelas anak perempuan ini jauh
lebih ramah.
Anak laki-laki yang sepertinya bernama Kyu itu tidak menjawab sama
sekali dan malah memasang tampang angkuhnya, membuat anak
perempuan itu menyerah dan mengalihkan tatapannya pada Hye-Na.
“Ah-Ra imnida. Kau boleh memanggilku onnie. Kau anak Seuk-Gil
ajjushi, kan? Aku melihatmu datang bersamanya tadi. Aku, dan bocah
menyebalkan ini, anak dari teman ayahmu. Pemilik rumah ini. Orang
tua kamilah yang mengadakan pesta.”
“Ah, ye, onnie. Bangapseumnida,” ucap Hye-Na sambil membungkuk
sopan.
“Jadi… beritahu aku, apa yang dilakukan Kyuhyun padamu?”
Jadi namanya Kyuhyun? Wajahnya seperti jelmaan setan
menyebalkan, batin Hye-Na dalam hati.
“Aku meminta tolong padanya untuk mengambilkan gelas cola di atas
meja karena aku tidak bisa meraihnya, tapi dia malah bertanya
apakah aku tidak tahu siapa dia sampai berani-beraninya meminta
tolong padanya seperti itu.”
“Aish, Kyunnie, hentikan sikap dingin dan sombongmu itu,” bentak Ah-
Ra sambil menjewer telinga adiknya itu.
“Nuna, berhenti memperlakukanku seperti anak berumur lima tahun!
Aku sudah 9 tahun!” seru Kyuhyun. Dia sedikit meringis, tapi
tangannya dengan mudah mengenyahkan tangan kakaknya itu dari
telinganya.
Ah-Ra mengambil gelas berisi cola itu dari atas meja dan
memberikannya pada Hye-Na.
“Ini. Kalau kau butuh sesuatu lagi, jangan pernah meminta tolong
padanya,” ujar Ah-Ra mewanti-wanti. “Aku pergi dulu.”
Hye-Na mengangguk, menatap punggung Ah-Ra yang berlalu dengan
anggun, seanggun yang bisa dilakukan anak umur 13 tahun.
“Dasar pendek!”
Hye-Na berbalik saat mendengar suara penuh ejekan itu. Bocah
menyebalkan itu benar-benar menguji kesabarannya.
Dia mencengkeram gelas cola-nya, menarik nafas dalam-dalam, dan
memilih untuk mengabaikan setan kecil itu.
Oke, sepanjang sisa pesta, dia akan berusaha mencari tempat sejauh
mungkin dari makhluk di depannya ini.
***
“Kenapa aku harus menemaninya?” protes Kyuhyun. Dari nada
bicaranya jelas bahwa dia tidak mau mengerjakan perintah ayahnya
dengan sukarela.
“Karena ajjushi tidak mungkin membawa Hye-Na kemana-mana di
antara orang dewasa seperti ini. Jadi karena kalian sebaya, lebih baik
kalian bersama-sama saja.” Ganti Seuk-Gil yang berusaha membujuk
Kyuhyun agar anak itu mau bermain bersama Hye-Na, sementara para
ornag tua membicarakan bisnis.
Kyuhyun menghela nafasnya. Dia ingin sekali menolak, karena jelas
saja kalau dia berada di dekat anak perempuan yang terlihat
menyebalkan itu dia akan emosi tingkat tinggi dan pada ujungnya
mereka akan bertengkar. Gadis kecil itu memperlihatkan dengan jelas
ketidaksukaannya pada Kyuhyun, jadi untuk apa dia harus bersikap
baik dengan menemani anak itu? Tapi masalahnya, jika Seuk-Gil yang
meminta, dia tidak bisa menolak. Dia dekat dan sangat menyukai
‘paman’nya itu dan ini adalah kali pertama dia bisa melakukan sesuatu
untuk pria itu.
“Hye-Na juga suka bermain game, sama sepertimu. Iya kan, Sayang?
Apa kau membawa PSP-mu? Kalian bisa bermain bersama,” ujar Seuk-
Gil sambil mengusap rambut anak semata wayangnya.
Kyuhyun menoleh dan mendapati bahwa gadis itu menatapnya dengan
raut wajah dingin sebelum mengangguk pelan.
“Nah, kalau begitu tunggu apalagi? Kalian pergi bermain saja
sekarang.”
“Ayo ikut aku ke atas. PSP-ku ada di kamar,” ujar Kyuhyun sambil
melangkah duluan meninggalkan Hye-Na, membuat gadis kecil itu
terpaksa berlari-lari kecil untuk menjajari langkahnya yang besar.
“Berapa umurmu?” tanya Kyuhyun basa-basi. Sebenarnya dia tidak
suka berbicara dengan orang asing, tapi apa boleh buat. Gadis ini anak
‘paman’ kesayangannya.
“6 tahun,” jawab gadis itu singkat.
Kyuhyun menggumam pelan dan membuka pintu kamarnya, membawa
gadis itu masuk ke sebuah ruangan besar yang terdiri dari ruang
tidur, ruang ganti pakaian, perpustakaan kecil, dan ruang belajar. Ada
balkon besar yang tersambung dengan ruang tidur, menghadap
pemandangan taman bunga luas kesayangan ibunya.
Kyuhyun melihat gadis itu sedikit terkesima, tapi berhasil menguasai
ekspresinya dengan baik. Sesaat dia merasa gadis itu bersikap begitu
dewasa, pembawaannya tidak seperti anak berumur 6 tahun, walaupun
penampilannya memperlihatkan umurnya yang seharusnya. Dan… itu
membuatnya sedikit terkesan.
Kyuhyun berjalan masuk ke ruang belajarnya, sedangkan Hye-Na
mengikutinya dari belakang. Kyuhyun mengambil PSP-nya yang
tergeletak di atas meja dan menyadari bahwa Hye-Na tidak
mengikutinya lagi. Dia berbalik dan mendapati gadis itu sedang
mengamati sebuah robot yang berdiri diam di sudut ruangan.
“Namanya Pocka,” ujar Kyuhyun sambil berjalan mendekati gadis itu.
“Sentuh saja, dia akan bergerak.”
Hye-Na mendongak menatap Kyuhyun dan dengan ragu-ragu
menjulurkan tangannya untuk menyentuh robot itu.
“Annyeonghaseyo, Pocka imnida. Bangaweoyo. Ireumi mwoeyo? (Salam
kenal, namaku Pocka. Senang bertemu denganmu. Namamu siapa?)”
ucap robot itu dengan suara kekanak-kanakan sambil mengulurkan
tangannya ke arah Hye-Na, membuat gadis itu menatap benda itu
kagum.
“Dia akan selalu begitu pada orang yang belum dikenalnya,” jelas
Kyuhyun.
“Hye-Na imnida,” jawab Hye-Na sambil tersenyum, balas mengulurkan
tangannya untuk menjabat tangan robot tersebut.
“Hye-Na nuna, senang bertemu denganmu!”
“Nuna?” ulang Hye-Na bingung.
“Umurnya baru dua tahun, makanya dia memanggilmu nuna.”
“Dia bisa apa saja?” tanya Hye-Na dengan ketertarikan yang jelas
terlihat di wajahnya.
“Bisanya dia hanya menemaniku bermain game. Dia bisa melakukan
beberapa hal kalau kuprogram.”
“Kau program?”
“Dia robot ciptaanku.”
Hye-Na menegakkan tubuhnya, menatap Kyuhyun tak percaya.
“Terserah kau percaya atau tidak, tapi dia memang ciptaanku. Aku
sedang membuat rancangan untuk menciptakan sebuah android yang
sangat mirip dengan manusia dan mungkin appa bisa memproduksinya.”
“Android mirip manusia?”
“Mmm. Kalau kau mau tahu, aku ini sudah kelas 1 SMP walaupun
umurku baru 9 tahun. Aku loncat kelas berkali-kali.”
Hye-Na merengut dan mengerucutkan bibirnya.
“Kau sedang pamer padaku, ya?”
“Menurutmu?” ujar Kyuhyun sinis. Dia berjalan ke ruang tidur dan
membuka pintu balkon.
“Sampai jumpa, nuna!” seru Pocka saat Hye-Na bergegas menyusul
anak itu.
“Ne,” ujar Hye-Na sambil melambai sekilas. Gadis itu melangkah
keluar dan mendapati balkon yang cukup luas untuk bersantai. Ada
kursi kayu panjang dan kursi malas disana, di bawah naungan atap
yang menghalangi sinar matahari yang menusuk pada siang hari.
Pemandangan yang diperlihatkan sangat memukau. Taman bunga yang
diterangi lampu-lampu taman yang sangat terang sehingga semuanya
terlihat jelas, sama seperti di siang hari.
“Kau benar-benar sangat dimanjakan, ya?” kata Hye-Na dengan
sedikit nada mengejek yang tidak berusaha disembunyikannya.
“Membuat banyak anak-anak berusaha mendekatiku dengan cara
menjilat,” sahut Kyuhyun dengan wajah dingin tanpa ekspresinya.
Hye-Na menoleh ke arah anak laki-laki itu, menatapnya seperti
sedang menimbang-nimbang sesuatu.
“Aku bahkan tidak berniat mendekatimu,” ujar Hye-Na tenang,
membuat Kyuhyun dengan refleks tertawa kecil.
“Tidak usah kau katakan aku juga sudah tahu.”
Gadis itu terdiam, sedikit terpaku dengan raut wajah laki-laki itu
saat tertawa. Wajah yang datar dan dingin itu terlihat begitu ramah
ketika sudut-sudut mulutnya terangkat membentuk senyum dan
kekehan yang keluar dari mulutnya terdengar sedikit berat, khas
anak laki-laki yang sudah mulai beranjak dewasa. Pendapat awal gadis
itu benar. Anak itu memang anak laki-laki tertampan yang pernah
dilihatnya.
“Jadi… kau tidak punya teman?” tanya Hye-Na hati-hati seraya
mendudukkan tubuhnya di atas kursi kayu panjang, tepat di samping
laki-laki itu.
“Aku kira kita kesini untuk bertanding game,” elak Kyuhyun.
Tangannya memutar-mutar PSP dalam genggamannya.
Hye-Na mengedikkan bahunya. “Terserah padamu.”
Kyuhyun menarik nafas berat dan meletakkan PSP-nya ke atas meja.
Dia tidak tahu kenapa, tapi dia bersedia menceritakan rahasia
pribadinya pada gadis kecil yang awalnya tidak disukainya ini. Tapi
bukankah kau memang akan merasa nyaman saat bercerita pada orang
asing yang tidak kau kenal sehingga dia tidak akan menghakimimu
karena dia tidak mengenalmu? Setidaknya menurutnya begitu.
“Kau tahu, menjadi anak laki-laki orang terkaya di Korea sama sekali
tidak enak. Semua orang tahu bahwa aku akan menjadi pewaris
tunggal perusahaan ayahku saat aku sudah besar nanti. Aku
disekolahkan di sekolah terbaik dan bergaul dengan anak-anak dari
keluarga terpandang. Semua orang tua berusaha menyuruh anak
mereka untuk berteman denganku. Mungkin mereka berpikir bahwa
jika sang anak dekat denganku, ayahku akan tahu dan berminat
berbisnis dengan mereka. Semua orang selalu berkata bahwa aku
terlalu cepat dewasa dan jalan pikiranku sama sekali tidak
menunjukkan isi otak anak berumur 9 tahun. Mereka benar dalam
beberapa hal.”
“Aku tahu jalan pikiran orang dewasa dan berpikir sama seperti
mereka. Tapi aku juga anak kecil yang ingin memiliki teman bermain
yang memang ingin berteman denganku dan tidak menggunjingkanku di
belakang. Dan satu-satunya teman terbaik yang kukenal hanya
Eunhyuk hyung, sepupuku. Tapi dia lebih tua dan kami tidak satu
sekolah. Jadi tetap saja pada intinya aku tidak punya teman.”
“Saat itu aku merasa begitu marah dan membenci teman-temanku.
Jadi saat pulang sekolah, saat para orang tua menjemput anaknya,
sedangkan aku dijemput oleh supirku, aku membuat keributan. Salah
satu ayah temanku mendatangiku dan berkata bahwa dia mengenal
ayahku. Dia memberikan kartu namanya padaku dan menyuruhku
memberikan kartu nama itu pada ayahku. Aku sangat ingat kata-
katanya waktu itu, ‘Sang-Hyun teman baikmu, kan? Aku menyuruh
anakkku berteman denganmu agar kau punya teman disini. Jadi
katakan pada ayahmu bahwa aku berharap kami juga bisa berteman
seperti pertemananmu dengan anakku.’” Kyuhyun tersenyum getir
sebelum melanjutkan ceritanya.
“Tentu saja dia berpikir bahwa dia sedang berbicara dengan anak
kecil yang tidak akan mengerti maksud terselubung dari ucapannya
itu. Pria tua itu salah besar. Aku dengan kesal langsung menyobek
kartu namanya itu tepat di depan matanya sendiri dan membuangnya
ke tanah. Lalu berteriak padanya bahwa aku tidak butuh teman
seperti anaknya yang cengeng dan suka menggunjingkanku dengan
teman-teman yang lain, mengatakan bahwa aku sombong karena tidak
mau mengajaknya ke rumahku untuk bermain. Bahwa anaknya itu suka
mencuri barang-barangku yang mahal lalu memamerkannya pada anak-
anak yang lain. Semua orang di lapangan parkir mendengarnya dan aku
senang saat memikirkan betapa malunya pria tua dan anaknya yang
penjilat itu. Besoknya anak itu tidak masuk sekolah. Kudengar mereka
pindah ke Jepang.”
“Aku heran kau tidak melemparkaan kartu nama itu ke wajahnya. Apa
kau tidak pernah menonton film?” komentar Hye-Na dengan raut
wajah polosnya.
Kyuhyun tertawa keras, terpesona dengan cara gadis itu merespon
ceritanya dan bahwa jalan pikiran mereka berada pada frekuensi yang
sama.
“Tentu saja aku berpikir untuk melakukannya,” ujar Kyuhyun setelah
tawanya mereda. “Tapi pria itu jauh lebih tua dariku dan aku diajari
sopan santun bagaimana cara bersikap kepada orang tua. Kalau aku
melakukannya, pasti orangtuaku akan dicap buruk karena tidak bisa
mengajariku dengan baik.”
“Tapi pada akhirnya kau juga meneriakinya dan membuka aib anaknya.
Itu sama saja.”
“Beda. Aku kan membicarakan fakta.”
“Ya ya, bela saja dirimu terus Tuan Muda Cho.” Hye-Na
mengatakannya dengan senyum lebar di wajahnya.
“Jadi… sejak saat itu kau selalu bersikap sinis pada semua orang
asing?”
Kyuhyun menimbang-nimbang sesaat sebelum menjawab.
“Tidak juga. Dari dulu aku juga begini. Nuna gatal sekali ingin
menjitak kepalaku karena terkadang aku tidak bisa menjaga ucapan
sinisku di saat-saat tertentu.”
“Lalu… kau menciptakan Pocka sebagai teman bermain terbaikmu yang
tidak akan menggunjingkanmu di belakang dan tidak punya orang tua
yang akan menyuruhnya mendekatimu agar bisa berbisnis dengan
ayahmu?”
“Yah, kira-kira begitu.”
“Untuk anak umur 9 tahun… kau jenius sekali.”
“Umurku 7 tahun saat menciptakannya,” potong Kyuhyun.
“Dasar tukang pamer!”
“Kau juga bisa pamer kalau kau mau. Tapi memangnya apa yang bisa
dilakukan gadis kecil pendek dan ingusan sepertimu?”
“Yak, berhenti mengataiku pendek!” bentak Hye-Na tak terima.
“Tapi kau kan memang pendek,” ujar Kyuhyun tak mau kalah.
“Asal kau tahu saja, aku ini trainee di KIA. Direktur KIA sendiri yang
mengajariku secara pribadi. Aku bisa menembak tepat sasaran dan
diperbolehkan mengakses arsip-arsip KIA. Bahkan Soo-Hwan ajjushi
juga suka meminta pendapatku tentang suatu kasus karena
menurutnya aku sudah membaca arsip-arsip lama KIA jauh lebih
banyak daripada sebagian besar agen disana.”
Kyuhyun menatap gadis itu kagum, setengah tidak percaya bahwa
gadis pendek bertampang polos di depannya itu sebegitu hebatnya di
umurnya yang baru 6 tahun.
“Ayah tidak pernah mengizinkanku masuk ke gedung KNI. Dia hanya
membawaku ke ACC setelah aku menciptakan Pocka dan berpikir
bahwa aku tertarik dengan robot.”
“Kau tertarik dengan KNI?”
“Aku tertarik mempelajari beberapa hal. Menembak, menjinakkan
bom, hal-hal keren seperti itu. Tapi aku lebih tertarik melanjutkan
bisnis ayah. Hanya saja, sepertinya aku memang harus mempelajari
banyak tekhnik melindungi diri karena untuk menjadi pebisnis hebat
seperti ayah berarti aku akan mengorbankan diriku ke tangan para
penjahat. Ayahku bahkan membutuhkan ayahmu untuk melindunginya
dari kemungkinan pembunuhan.”
Hye-Na mengangguk setuju. Dia tahu bahwa ada banyak percobaan
pembunuhan yang direncanakan oleh saingan bisnis ayah Kyuhyun dan
tugas ayahnyalah untuk menggagalkan itu semua.
“Kau mau minum?” tawar Kyuhyun tiba-tiba. Dia menunjuk ke arah
kulkas kecil di dekat mereka.
“Apa ada kopi?” tanya Hye-Na antusias. Di rumah ibunya selalu
mengawasinya sehingga gadis kecil itu tidak bisa mencicipi kopi
kesukaannya. Tapi diam-diam ayahnya selalu menyisakan kopinya dan
memberikannya pada anak gadis semata wayangnya itu.
“Kau suka kopi? Kafein itu kan berbahaya, Na~ya.”
“Na~ya?”
Kyuhyun terdiam salah tingkah saat menyadari bahwa dia menyingkat
nama gadis itu begitu saja tanpa sadar.
“Lebih bagus, kan?” gumamnya pelan.
“Tapi… itu kedengarannya seperti kita sudah sangat dekat. Padahal
kan tadinya aku tidak menyukaimu,” ujar Hye-Na dengan tampang
cemberut.
“Tadinya? Jadi sekarang kau menyukaiku?” goda Kyuhyun, lagi-lagi
tanpa berpikir. Padahal biasanya dia tidak pernah tertarik pada gadis
manapun, apalagi sampai menggoda.
Hye-Na mengusap tengkuknya pelan. “Kau… lumayan. Tidak terlalu
buruk seperti yang kupikirkan. Kalau kau mau… kita bisa berteman.
Anggap saja aku teman pertamamu. Hmm?”
Kali ini, tanpa mempertimbangkannya sedikitpun, Kyuhyun langsung
menganggukkan kepalanya. Tangannya terjulur membuka kulkas kecil
tadi dan mengeluarkan sekaleng kopi dari dalamnya, mengulurkannya
pada Hye-Na setelah dia melepaskan pengait kaleng itu.
“Na~ya kedengarannya bagus,” gumam Hye-Na sambil meneguk kopi
dinginnya. “Tapi itu berarti aku juga harus punya nama panggilan
untukmu.”
“Yang pasti kau harus memanggilku oppa. Kau lebih kecil 3 tahun
dariku.”
“Oppa? Aku belum pernah memanggil siapapun dengan sebutan oppa.
Baiklah. Hyun oppa?”
“Hyun?”
“Ne. Hyun itu terdengar seperti nama anak laki-laki yang baik dan
manis. Saat aku pertama kali mendengar namamu, aku pikir nama itu
cocok sekali dengan perilakumu. Cho Kyuhyun. Terdengar seperti
nama setan dan kebetulan kau juga mirip setan. Jadi imejmu harus
diperbaiki sedikit.”
“Yak yak, Han Hye-Na, apa yang barusan kau katakan, hah?” protes
Kyuhyun kesal.
“Sudahlah, tidak perlu protes. Itu kan memang kenyataan,” tandas
Hye-Na santai. Dia meminum kopinya dalam satu tegukan cepat dan
mengulurkan kaleng itu ke arah Kyuhyun yang balas menatapnya
dengan pandangan tak mengerti.
“Kau tidak terlalu suka kopi? Mulai sekarang kau harus mencoba
menyukainya. Anggap saja sebagai awal pertemanan kita. Eo?”
Kyuhyun menatap kaleng berisi kopi itu dengan ragu. Dia belum
pernah….
“Kau belum pernah meminum bekas orang lain? Dasar Tuan Muda
manja,” ejek Hye-Na, menyuarakan pikiran Kyuhyun. “Tahu tidak?
Selalu ada kali pertama untuk segala hal. Kau juga harus mencoba
segala hal yang tidak kau sukai sebelum kau memutuskan menyukainya
atau tidak. Appaku bilang begitu.”
Kyuhyun mengambil kaleng minuman itu dan meneguknya pelan. Dia
hanya pernah sekali mencoba minuman itu dan dia tidak terlalu
menyukai rasa pahitnya, tapi saat dia melihat mata cokelat gadis itu
yang menatapnya dengan penuh harap dan senyum manis
kekanakannya, Kyuhyun berpikir bahwa rasa kopi ini sama sekali tidak
buruk. Dan dia menyukainya.
“Kau mau bertanding game denganku?” tawar Hye-Na.
“Bukannya dari awal tujuan kita memang untuk bertanding?”
***
Kyuhyun menoleh saat merasakan sesuatu tiba-tiba membebani
bahunya. Dia sedang asyik memainkan game di PSP-nya dan baru
menyadari bahwa Hye-Na sudah jatuh tertidur di sampingnya.
Dia melihat jam tangannya sekilas. Sudah jam 11 malam. Pantas saja.
Kyuhyun meletakkan PSP-nya ke atas meja, dengan hati-hati
memegangi kepala Hye-Na agar tidak terkulai jatuh dan
membaringkannya ke atas pahanya secara perlahan agar gadis itu
tidak terbangun.
Kyuhyun menarik nafas pelan sambil menatap wajah polos gadis yang
sedang tertidur di pangkuannya itu. Hela nafas gadis itu terdengar
teratur saat bahunya bergerak naik turun membantu paru-parunya
memompa udara. Angin malam kota Seoul terasa sedikit dingin, tapi
Kyuhyun tidak bisa bergerak sedikitpun untuk mengambil selimut ke
dalam walaupun dia sangat ingin melakukannya. Jadi sebagai gantinya
dia melepaskan jas yang dipakainya dan membentangkannya menutupi
tubuh bagian atas gadis kecil itu.
Hanya dalam waktu kurang dari satu jam, gadis itu sudah banyak
mengajarkannya hal-hal yang belum pernah dilakukannya sebelumnya.
Berbicara dengan orang asing, tertawa dengan lepas untuk pertama
kalinya di depan orang asing, berbagi satu kaleng minuman yang sama
dengan orang asing, menceritakan perasaannya pada orang asing itu,
memutuskan menjadikan orang asing itu sahabat pertamanya,
bertukar nama panggilan yang aneh, dan sekarang orang asing itu
tidur dengan nyamannya di atas pangkuannya.
Dia tidak pernah benar-benar menginginkan sesuatu, karena semua
yang dibutuhkannya akan selalu tersedia di depannya begitu saja jika
dia menginginkannya. Tapi sekarang… dia sangat ingin mengenal gadis
kecil dalam pangkuannya ini lebih jauh. Gadis yang terlihat begitu
dewasa dan lebih pintar daripada anak-anak sebayanya. Gadis yang
dengan enteng berkata padanya bahwa dia harus melakukan segala
sesuatu sesuai keinginannya tanpa perlu mendengarkan pendapat
orang lain. Bahwa selalu ada kali pertama untuk segala hal.
Dan gadis itu benar. Memang selalu ada kali pertama untuk segala hal,
termasuk saat dia untuk pertama kalinya benar-benar menginginkan
sesuatu. Dia ingin bertemu dengan gadis itu lagi, tidak peduli kapan,
dan saat itu terjadi dia yakin bahwa dia akan lebih dari siap untuk
mengenal gadis itu lebih jauh, bertemu dengannya lagi dan lagi. Ini
bukan jenis perasaan yang dipahami oleh anak seusianya, tapi dia tahu
pasti apa yang diinginkannya. Dan kali ini dia akan mendapatkannya
tanpa bantuan orang lain. Dengan usaha dan caranya sendiri.
***
“Hyun oppa, ireona!”
Kyuhyun merasa tubuhnya diguncang-guncang seseorang dan dia
mendengar nama… Hyun oppa?
Kyuhyun mengusap wajahnya dan membuka matanya sedikit. Dia
merasa bingung selama beberapa detik karena kesadarannya yang
masih belum terkumpul penuh, tapi akhirnya dia mengenali siapa gadis
kecil yang sedang berusaha membangunkannya itu.
“Na~ya? Wae?” tanyanya dengan suara serak. Dia membenamkan
wajahnya ke dalam bantal, berusaha melanjutkan tidurnya yang
terganggu tadi.
“Yak, oppa, aku mau pulang ke Amerika sebentar lagi. Ayo bangun!”
Mendengar kalimat itu Kyuhyun langsung tersentak kaget dan dengan
refleks duduk di atas tempat tidurnya. Ada rasa pusing yang sedikit
menyerang disebabkan oleh gerakannya yang begitu tiba-tiba itu, tapi
dia mengabaikannya begitu saja.
“Kau? Pulang?”
“Ne. 2 jam lagi pesawatku berangkat. Aku mau pamit. Ibumu bilang
kau baru bangun jam 10 di hari libur, tapi aku tidak bisa menunggu
selama itu. Pesawat kami berangkat jam 9, jadi maaf kalau aku
mengganggu tidurmu.” Hye-Na tersenyum manis dan memiringkan
wajahnya, menatap Kyuhyun dengan bingung. “Kata Ah-Ra onnie kau
paling tidak suka jika tidurmu diganggu, tapi kau kelihatannya tidak
marah aku mengganggu tidurmu?”
Kyuhyun baru tersadar akan kebiasaannya saat gadis itu
mengucapkannya. Dan dia jadi merasa bingung sendiri.
“Gwaenchana,” jawabnya akhirnya.
“Ya sudah, aku hanya mau mengatakan itu. Kau bisa melanjutkan
tidurmu,” ujar Hye-Na sambil bangkit dari atas tempat tidur
Kyuhyun.
“Chakkaman!” cegah Kyuhyun sambil memegangi pergelangan tangan
gadis itu, menghalangi langkahnya.
“Ne?”
“Bukannya… biasanya saat berpisah… harus meninggalkan sesuatu?”
tanya Kyuhyun salah tingkah. Dia tidak akan heran jika wajahnya
berubah jadi memerah saat ini.
Hye-Na membelalakkan matanya, tapi kemudian tertawa geli.
“Oppa, kau pasti terlalu banyak menonton film romantis.”
“Ani. Nuna selalu memaksaku menemaninya menonton sambil
merengek-rengek, jadi aku terpaksa memenuhi permintaannya,”
gumam Kyuhyun tak jelas.
Hye-Na tersenyum dan menjatuhkan tubuhnya lagi ke atas tempat
tidur.
“Barang kenangan? Menurutmu kita akan bertemu lagi saat dewasa
lalu saling memperlihatkan barang pemberian masing-masing… dan
jatuh cinta satu sama lain?” Hye-Na terkekeh membayangkan hal
menggelikan itu. “Itu hanya ada dalam kisah cinta zaman dulu, oppa.”
“Aku setuju dengan dua hal pertama, tapi tidak dengan yang
terakhir.”
“Apanya? Bagian jatuh cintanya? Cih, saat kita bertemu lagi aku pasti
sudah memiliki kekasih yang tampan dan kaya, lalu aku akan menikah
dengannya.”
“Memangnya aku tidak tampan dan kaya?”
“Kau itu menyebalkan. Aku tidak mau punya suami sepertimu.”
“Aku menyebalkan?” ulang Kyuhyun tak terima.
“Aish, oppa, sekarang bukan waktunya untuk berdebat. Cepat
beritahu aku benda apa yang harus kuberikan padamu. Aku harus
segera berangkat.”
Kyuhyun mendengus sebelum akhirnya mengalah dan mulai berpikir.
“Bagaimana kalau PSP-mu saja? Itu barang kesayanganmu, kan?”
“PSP? Tapi itu hadiah dari Soo-Hwan ajjushi saat ulang tahunku yang
kelima.”
“Aku juga akan memberikan PSP-ku. Eotte?”
Hye-Na tampak berpikir sesaat, kemudian membuka tas ransel kecil
di punggungnya, mengeluarkan PSP kesayangannya dan
memberikannya pada Kyuhyun.
“Kau harus menjaganya baik-baik, eo? Kalau sampai rusak, aku tidak
akan pernah memaafkanmu!”
Kyuhyun mengambil PSP-nya yang tergeletak di atas meja kecil di
samping tempat tidurnya, menyerahkannya pada gadis itu.
“Kau juga harus melakukan hal yang sama pada PSP-ku.”
Hye-Na mengangguk dan memasukkan PSP itu ke dalam tasnya.
“Sudah, kan? Aku pergi dulu. Annyeonghi gaseyo!”
Gadis itu melambaikan tangannya dan berlari keluar dari kamar, tanpa
menoleh ke belakang sama sekali.
Kyuhyun tersenyum lemah, membiarkan tatapannya tetap tertuju ke
arah pintu kamarnya yang sudah tertutup, menyembunyikan sosok
gadis kecil yang baru dikenalnya kurang dari 24 jam, tapi berhasil
mengubah beberapa hal dalam hidupnya dengan begitu mudah.
“Annyeong… Na~ya….”
FLASHBACK END
***
Hye-Na memegangi kepalanya yang terasa sedikit berdenyut-denyut.
Ingatan masa kecilnya itu membanjiri pikirannya tanpa ampun, seolah
karena telah tertahan begitu lama, kenangan itu datang menyerbu
seperti air bah.
Dia tidak tahu kenapa dia bisa melupakan kenangan itu selama ini.
Sepertinya dia terlalu membenci pria itu sampai-sampai tidak mau
menyisakan sedikit tempat pun di sudut otaknya untuk didiami oleh
ingatan 14 tahun yang lalu itu.
Dia ingat kejadian 2 minggu setelah pertemuan mereka. Ayahnya baru
pulang ke Amerika setelah menjalankan tugasnya sebagai agen di
Korea. Tugas apa lagi kalau bukan melindungi ayah Kyuhyun. Saat
itulah kebencian awalnya pada pria itu memuncak seperti virus kanker
yang tidak bisa disembuhkan. Ayahnya membawa PSP kesayangannya
yang telah retak di beberapa bagian dan benar-benar mustahil untuk
bisa dimainkan lagi.
“Jadi ini yang kau sebut dengan yacht?” tanya Hye-Na sinis sambil
mendelik menatap suaminya yang hanya mengangkat bahu tak peduli.
Yang dimaksud dengan yacht oleh suaminya yang sok kaya itu adalah
sebuah… oke, Hye-Na tidak tahu bagaimana mungkin sebuah benda
besar yang lebih berbentuk seperti rumah mewah itu bisa disebut
yacht. Yacht itu bahkan lebih besar dua kali lipat dari rumahnya di
Manhattan.
“Dan berapa tepatnya uang yang kau habiskan untuk membeli… benda
ini?”
“2 milyar dollar.”
“Itu gajiku seumur hidup!” teriak Hye-Na nyaris meledak. Eunhyuk
yang berdiri di belakang mereka bersama calon istrinya tertawa
keras sampai terbahak-bahak.
“Diam kau, Lee Hyuk-Jae!” bentak Kyuhyun dengan aura menyeramkan
sehingga pria itu langsung menutup mulutnya dan menarik Ji-Yoo naik
ke atas yacht itu duluan. Orang tua Eunhyuk, Ji-Yoo, dan Kyuhyun
sudah naik dari tadi bersama Ah-Ra dan So-Ra yang akan menjadi
pendamping pengantin untuk Ji-Yoo, dan Leeteuk yang akan menjadi
pendamping pengantin pria.
“Apa kegiatan favoritmu itu memang menghambur-hamburkan uang,
hah?” cetus Hye-Na sambil naaik ke atas yacht itu, diikuti oleh
Kyuhyun di belakangnya.
“Yak, lalu apa gunanya aku punya uang sebanyak itu kalau hanya untuk
ditumpuk-tumpuk sampai memenuhi satu bank, hah?”
“Kau bisa berhenti mencari uang kalau begitu. Lebih baik kau pensiun
saja. Apa kau tidak sadar ada banyak pengusaha yang bangkrut gara-
gara kau menguasai semua bisnis yang ada? Kau masih bisa
menghidupi sepuluh keturunanmu dan bahkan lebih walaupun mereka
hanya menghambur-hamburkan uangmu saja tanpa bekerja.”
Kyuhyun terkekeh geli dan mengulurkan tangannya, melingkarkannya
ke pinggang gadis itu sehingga mereka berdua berjalan bersisian.
“YAK!” protes Hye-Na sambil berusaha melepaskan diri, tapi seperti
biasa, tenaganya tidak cukup kuat untuk mengalahkan pria itu.
“Keturunan, eh? Aku akan memikirkannya kalau kau bersedia
membuatkan anak untukku,” ucap Kyuhyun santai.
“Anak? Apa eomma baru saja mendengar kata anak? Kau sedang
hamil, Hye-Na~ya?”
Hye-Na terlonjak kaget saat tiba-tiba ibu mertuanya muncul di
hadapan mereka, menatapnya penasaran. Dia mendelik ke arah
Kyuhyun yang menutup mulutnya untuk menahan tawanya yang hampir
menyembur keluar, sama sekali tidak berniat membantu gadis itu.
“A… aniyo, eomma. Ma… maksud Kyuhyun… ng… kami….”
“Kami sedang mengusahakan memberimu seorang cucu, eomma,” ucap
Kyuhyun memperparah keadaan.
Hye-Na menginjak kaki pria itu dengan keras saking kesalnya,
membuat pria itu meringis kesakitan dan memalingkan wajahnya ke
arah lain agar ibunya tidak curiga.
“Kalau begitu usahakanlah yang cepat! Eomma dan eommamu sudah
tidak sabar ingin segera punya cucu.”
“Ne, eomma,” ujar Hye-Na pasrah.
“Ya sudah, kalau begitu eomma mau mencari So-Ra dulu, dia harus
mencoba gaunnya.”
Hye-Na mengangguk dan menunggu sampai wanita itu menghilang
sebelum berbalik ke arah Kyuhyun dengan emosi yang sudah naik ke
tingkat maksimum.
“Apa-apaan itu tadi?”
“Hanya membantumu. Kau mau diinterogasi eomma kalau dia tahu
bagaimana hubungan kita sebenarnya? Seharusnya kau berterima
kasih karena aku sudah mau membantu.”
Hye-Na tertegun mendengar ucapan pria itu. Bagaimana hubungan
mereka yang sebenarnya?
Dia tiba-tiba tersadar bahwa setelah seminggu lebih pernikahan
mereka, dia merasa seperti pernikahan itu memang nyata, bahwa dia
sama sekali tidak keberatan telah dipaksa menjadi istri pria itu. Tapi
sekarang… saat pria itu menyinggungnya, dia baru teringat bahwa
pernikahan ini hanya sekedar perjanjian tak kasatmata. Dan mungkin
dalam waktu dekat akan segera kadaluwarsa.
***
A Beach in Bermuda
09.00 AM
“Aku mau ke Irlandia pagi ini. Perbaikan peternakan yang aku beli
waktu itu sudah selesai, jadi aku mau kesana untuk mengeceknya. Kau
mau ikut? Kita bisa menginap,” tawar Kyuhyun saat mereka sedang
berada di ruang makan untuk sarapan.
Hye-Na mendongak. Besok adalah waktu terakhirnya. Mungkin… dia
bisa membuat kenangan-kenangan terakhir bersama pria itu.
“Oke. Aku akan bersiap-siap.”
“Na~ya… kau tidak apa-apa, kan? Kau benar-benar terlihat aneh,”
ujar Kyuhyun cemas.
“Tidak. Aku memang selalu seperti ini kalau sedang datang bulan.
Memangnya kau tidak capek mendengarku berteriak-teriak terus?”
elak Hye-Na.
Kyuhyun menatap gadis itu lekat-lekat. Dia tahu ada sesuatu yang
terjadi pada gadis itu, tapi dia tidak bisa menebak apa dan itu
membuatnya benar-benar ketakutan.
***
Dublin, Ireland
11.00 AM (Ireland’s Time)
Mereka berangkat dari Seoul jam 9 pagi dan sampai di Dublin jam 11
siang, tepatnya jam 7 malam waktu Korea, karena perbedaan waktu 8
jam di antara kedua negara itu. Kyuhyun langsung ke peternakan
setelah mengantar Hye-Na ke rumah Siwon karena gadis itu ingin
bertemu dengan Eun-Ji. Keputusan yang akhirnya disesali Hye-Na
karena Eun-Ji merecokinya dengan semua pembicaraan tentang tetek
bengek pernikahan yang membuat kepalanya terasa sakit. Dan gadis
itu hanya bisa pasrah saat Eun-Ji memaksanya menjadi
pendampingnya di hari pernikahan nanti.
Kyuhyun menjemputnya saat makan siang dan membawanya ke villa
pria itu yang terletak di daerah pegunungan. Gadis itu tidak habis
pikir, apa sebuah kastil saja tidak cukup sampai pria itu juga harus
memiliki sebuah villa? Tapi villa itu memang indah sekali, dengan
pemandangan hijau pohon-pohon pinus di sekelilingnya. Mereka makan
siang di taman belakang yang menyuguhkan suasana hutan yang hening
dan sejuk. Di Irlandia musim gugur baru datang, jadi cuaca belum
terlalu dingin dan matahari masih bersinar terang.
“Setelah ini kau mau ikut aku jalan-jalan?” tanya Kyuhyun. “Ada
pantai di dekat sini dan kudengar pemandangan dari arah
mercusuarnya indah sekali.”
“Aku akan ikut kalau kau membelikanku es krim.”
Kyuhyun meletakkan sendoknya ke atas piring dan menatap gadis itu
heran.
“Na~ya, kau benar-benar sedang tidak waras, ya?”
***
Kyuhyun benar. Pemandangan pantai itu indah sekali. Mercusuar itu
terletak di atas bukit yang dikelilingi batu karang dan cuaca benar-
benar sedang cerah. Matahari juga tidak bersinar terlalu terik.
Cocok untuk merayakan perpisahan mereka, batin Hye-Na.
Kyuhyun memegangi tangan gadis itu saat mereka mendaki melewati
bebatuan, sesekali harus mengangkat tubuh gadis itu saat jalanan
yang mereka lewati benar-benar terjal. Pria itu merasakan perasaan
tidak nyaman menyerangnya, tapi dia mengabaikannya begitu saja. Dia
tidak bisa menikmati momen langka seperti ini dengan pikiran buruk.
“Ini kopimu,” ujar Kyuhyun sambil menyodorkan gelas kertas berisi
kopi yang masih panas ke tangan Hye-Na. Dia mengambilnya
dari AutoChef yang tersedia di depan bangunan di samping
mercusuar, sepertinya tempat ini cukup sering dikunjungi para turis,
jadi ada beberapa fasilitas yang bisa digunakan untuk umum.
Hye-Na mengambil gelas itu dan meniupnya pelan, menunggu sampai
cairan hitam kental itu cukup dingin untuk diminum. Gadis itu
memandang laut di depannya dengan tatapan kosong. Bau asin air laut
menyergap indera penciumannya dan telinganya menangkap bunyi
keras debur ombak yang menghantam karang, mencipratkan tetesan-
tetesan air ke dekat mereka.
Tanpa sadar dia mengangkat tangannya dan meminum kopi itu,
menyebabkan rasa terbakar di lidahnya. Tapi dia diam saja, tidak
mengeluh sama sekali.
“Rasanya aneh, kau tahu? Duduk berdua denganmu tanpa berdebat
sekalipun dalam waktu yang cukup lama,” ucap Kyuhyun tiba-tiba. Dia
menoleh menatap gadis itu kemudian tersenyum enggan. Tangannya
terangkat merapikan anak rambut gadis itu yang berantakan
dihembus angin, menyisipkannya ke belakang telinga.
Biasanya gadis itu akan protes dan berusaha mengelak dari
sentuhannya, tapi kali ini gadis itu hanya menatapnya tanpa berkata
apa-apa, membuat Kyuhyun merasa bahwa benar-benar ada sesuatu
yang buruk yang akan segera terjadi. Pria itu merasa perutnya
dihantam dengan keras. Tangannya yang bebas mengepal,
mencengkeram baju gadis itu, menarik pinggangnya mendekat, dan
sesaat kemudian pria itu sudah mencium Hye-Na dengan putus asa,
menyalurkan segala rasa frustasinya.
Lidah gadis itu terasa hangat karena kopi yang baru saja diminumnya
dan Kyuhyun tidak mau merepotkan diri dengan bersusah payah
mencium gadis itu dengan lembut. Dia melumat bibir gadis itu dengan
rakus, meredam teriakan depresinya yang berusaha mendesak keluar.
Ada yang salah. Benar-benar salah.
Kyuhyun menjauhkan wajahnya sedikit saat paru-paru mereka sudah
memberontak meminta oksigen. Dadanya terengah-engah mengambil
nafas dan dia bisa merasakan deru nafas gadis itu di wajahnya.
Pria itu menunduk dan menatap gadis itu sayu, berusaha tidak
memeluk gadis itu erat-erat seperti yang ingin dilakukannya, karena
dia takut kalau-kalau dia akan meremukkan tubuh gadis itu saking
frustasinya.
“Rasanya kita lebih dekat dari kapanpun,” ujarnya serak. “Tapi kenapa
aku merasa akan kehilangan dirimu segera?”
TBC
Dublin, Ireland
05.00 AM (Ireland’s Time)
Hye-Na membuka matanya perlahan, merasakan rangkulan ringan di
pinggangnya, tubuhnya yang terbaring menempel dengan tubuh
Kyuhyun, mengikuti tiap lekuk tubuh pria itu dengan tepat seolah
mereka memang sudah diciptakan untuk melengkapi satu sama lain,
dan wajahnya yang menghadap ke dada pria itu.
Dia melepaskan lengan Kyuhyun dengan hati-hati, berusaha tidak
membangunkan pria itu, kemudian menyingkap selimut yang menutupi
tubuh mereka berdua. Hari masih cukup gelap, dan matahari bahkan
belum muncul sama sekali. Waktu yang tepat baginya untuk pergi.
Dia sudah mendapatkan tiket ke New York, penerbangan paling pagi.
Dan dia tidak mau rencananya untuk kabur gagal begitu saja. Dia
harus melakukannya. Bukannya dia takut mati atau apa, tapi… ada
sesuatu yang harus dijaganya baik-baik. Sesuatu yang membuatnya
menjadi begitu lemah dan memilih untuk kabur dari semua kekacauan
yang terjadi. Sesuatu yang membuatnya rela untuk meninggalkan hal
terpenting dalam hidupnya.
Ah-Zin tersentak saat mendengar suara keras yang berasal dari jam
alarm yang terletak tepat di samping kepalanya. Astaga, sejak kapan
dia memakai alarm? Ini pasti ulah suaminya!
Gadis itu menegakkan tubuhnya dan duduk di atas tempat tidur,
sedikit menggeliatkan tubuhnya dan menguap keras-keras.
Dia masih belum berbaikan dengan suaminya itu. Entah sudah berapa
hari mereka tidak saling berbicara. Seminggu? Jadi kenapa Wookie
tiba-tiba masuk ke kamarnya dan memasang alarm? Setahunya ini
hari Kamis. Dan dia tidak punya acara apa-apa saat ini.
Ah-Zin menyibakkan selimut yang menutupi tubuhnya, meraba-raba
lantai dengan kaki untuk mencari sandal kamarnya, dan bangkit
berdiri setelah menemukannya. Langkahnya terhenti saat melihat ada
sebuah gambar panah super besar di lantai kamar, dengan sehelai
kartu di atasnya.
Ikuti saja panahnya. Dan lakukan apa yang tertulis di kartu
berikutnya.
-RW-
***
Ah-Zin melangkah memasuki gereja mewah yang sepi di depannya.
Tidak ada satu orang pun di dalamnya. Tentu saja, ini kan bukan hari
Minggu.
Gereja itu masih terlihat sama seperti 3 tahun yang lalu, saat hari
pernikahannya. Hanya saja saat ini tidak ada orang, dan dia tidak
sedang mengenakan gaun pengantin.
Ah-Zin menyusuri lorong di sepanjang gang yang memisahkan barisan
kursi di samping kanan kirinya. Suara langkah kakinya memantul
seperti gema. Matanya terpaku pada sosok yang duduk di barisan
bangku paling depan. Sendirian.
Dia yakin pria itu mendengar kedatangannya, tapi pria itu sama sekali
tidak menoleh. Gugup mungkin? Bagaimanapun mereka berdua tidak
pernah berada dalam situasi seperti ini sebelumnya.
Ah-Zin sampai di bangku paling depan dan duduk di samping pria itu
tanpa berkata apa-apa. Dia tersenyum dalam hati saat melihat pria
itu juga mengenakan baju yang sama dengan yang dipakainya pada
pertemuan pertama mereka dulu. Ah-Zin menyangka pria itu sudah
melupakannya, tapi ternyata memori pria itu masih setajam saat
mereka bertemu dulu.
“Selamat hari ulang tahun pernikahan yang ke-3, Ah-Zin~a,” ucap
Ryeowook pelan sambil menolehkan wajahnya ke arah gadis itu.
Bibirnya terangkat membentuk sebuah senyuman, membuat wajahnya
yang masih tampak seperti remaja bertambah manis.
Ah-Zin termangu sesaat. Ulang tahun pernikahan? Hari ini?
“Kau tidak ingat? Sekarang kan tanggal 11 November.”
“Aku… tidak melihat kalender,” ucap Ah-Zin tidak enak.
Ryeowook memiringkan wajahnya sesaat sebelum akhirnya
mengangguk.
“Gwaenchana.”
Mereka terdiam lagi. Bisa saja orang yang kenal dengan mereka dan
melihat mereka seperti ini akan menganggap kedua orang itu tidak
waras. Pasangan suami istri macam apa yang duduk berdampingan tapi
tidak tahu harus mengucapkan apa?
“Kau bahagia menikah denganku?” tanya Ryeowook tiba-tiba.
“Ne?”
“Kau bahagia menikah denganku?” ulangnya lagi dengan sabar.
Ah-Zin menatap wajah pria itu lekat-lekat, tersadar betapa dia
sangat merindukan wajah itu akhir-akhir ini, tersadar akan sikap
egoisnya yang benar-benar berlebihan dan tidak masuk akal.
“Kau bukan suami yang buruk,” jawab gadis itu beberapa saat
kemudian.
Ryeowook mengulurkan tangannya dan menyentuh wajah gadis itu
dengan lembut. Dia tersenyum dan memajukan wajahnya, mendekat.
“Saranghae.”
Ah-Zin menggigit bibir bawahnya saat akhirnya kata itu meluncur
keluar dari mulut Ryeowook. Dia akhirnya mendengar kata itu, tapi
dia bahkan tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Bagaimana
seharusnya dia bersikap? Karena yang dilakukannya sekarang
hanyalah balas menatap pria itu tanpa bisa berkedip sedikitpun.
Gadis itu menarik nafas diam-diam, setengah berusaha meredakan
detak jantungnya yang menggila. Dia tersenyum simpul, dan yang dia
tahu adalah dia sudah melemparkan tubuhnya ke pelukan pria itu di
detik berikutnya, membenamkan wajahnya dalam-dalam ke leher pria
tersebut. Tangannya melingkari pinggang pria itu, sedikit meremas
kemeja yang dikenakannya.
“Nado saranghae… oppa.”
***
Min-Yeon’s Home, Seoul
04.00 PM
“Apa yang sedang kau lakukan disini? Bukankah besok kau akan
menikah?” tanya Kibum, memandang Nou-Mi dengan tatapan
menyelidik.
“Aku hanya ingin memberikan penghormatan pada Sae-Hee dan
langsung ke bandara. Penerbanganku jam setengah satu,” jawab Nou-
Mi, memfokuskan pandangan ke cangkir tehnya tanpa memandang
Kibum sama sekali.
Kibum menggeser cangkir kopinya ke samping dan meletakkan
tangannya ke atas meja, sedikit memajukan tubuhnya ke arah gadis
itu.
“Kau yakin akan tetap menikah?”
Nou-Mi mengangkat wajahnya dan menatap Kibum tak percaya.
“Aku akan menikah besok dan kau menanyakan hal itu padaku
sekarang?”
Nou-Mi meraih tasnya dan bangkit berdiri saat Kibum tidak kunjung
menjawab pertanyaannya. Gadis itu baru akan melangkah pergi saat
Kibum dengan tiba-tiba mencengkeram pergelangan tangannya dengan
pandangan menunduk, tertuju ke lantai.
“Kau bahagia?” tanya pria itu retoris. Tangannya begitu dingin,
seperti baru menggenggam salju selama berjam-jam.
Nou-Mi menarik nafas susah payah. Seharusnya dia tidak kesini.
Seharusnya dia mengikuti instingnya bahwa pria itu akan datang ke
tempat ini juga, jadi dia tidak harus merasa ragu dan gamang dengan
pilihannya sendiri.
“Kalau aku tidak bahagia, memangnya apa yang akan kau lakukan?”
tanya gadis itu dingin.
“Kalau aku bilang bahwa aku tidak menyalahkanmu sama sekali atas
kematian Sae-Hee, apakah kau akan kembali padaku dan membatalkan
pernikahanmu?”
***
KIA Building, Manhattan, New York
01.00 PM
“Yak, kau sudah gila? Kalau para fansmu itu menerkamku bagaimana?”
bisik Min-Hyo takut saat Heechul menarik gadis itu bersamanya ke
karpet merah. Min-Hyo berusaha menutupi wajahnya saat melihat
kerumunan wartawan yang langsung mengerubungi mereka seperti
kerumunan lebah.
“Kau sedang apa? Santai saja! Tampangmu cukup enak untuk dilihat,”
ujar Heechul santai, membuat gadis itu mendelik sambil
menggertakkan giginya kesal. Bisa-bisanya pria itu bercanda di saat-
saat genting seperti ini! Apa dia tidak mendengar teriakan marah
para fansnya itu?
“Heechul ssi, bisa Anda beritahu siapa gadis ini?”
“Apa dia tunanganmu?”
Dengan sengaja Heecul meraih tangan Min-Hyo yang sedang sibuk
digunakan gadis itu untuk menutupi wajahnya, menggenggamnya erat,
kemudian mengalungkan lengannya sendiri ke bahu Min-Hyo, menarik
gadis itu mendekat.
“Eotte? Geunyeoneun yeppeuji anhnayo? (Bagaimana? Dia cantik,
kan?)” ujar Heechul tanpa menjawab pertanyaan mereka sama sekali.
Pria itu menarik Min-Hyo ke dalam gedung, mengambil tempat di
salah satu meja yang telah disediakan.
“Aish, kau benar-benar mau membunuhku!” rutuk Min-Hyo sambil
menelungkupkan wajahnya ke atas meja. Dia rasanya mau mati saja.
Apa-apaan itu tadi? Aiiiiish, seharusnya dia menolak diajak kesini
kalau tahu bahwa pria itu akan ‘memperkenalkannya’ ke depan publik
seperti tadi.
“Aku ini sudah hampir 29 tahun, menurutmu aku harus sendirian
berapa lama lagi, hah? Lagipula tidak ada urusannya dengan mereka
apakah aku mau menikah atau tidak. Kalau aku mau menikah ya aku
akan melakukannya. Aku tidak butuh izin siapapun,” tandas Heechul
dengan nada tak peduli.
Min-Hyo menghembuskan nafas keras kemudian memperbaiki posisi
duduknya.
“Kau yakin aku diizinkan duduk disini? Aku kan bukan artis,” ujar Min-
Hyo sambil mengedarkan pandangan ke sekeliling. Matanya sedikit
membulat saat melihat beberapa aktor dan aktris terkenal yang
berlalu-lalang di sekitar tempat duduk mereka.
“Aku juga tidak mau duduk disini sendirian.”
Min-Hyo menarik nafas dan menghembuskannya perlahan. Lebih baik
dia menutup mulutnya saja daripada emosinya meledak melihat pria di
sampingnya itu.
***
“Menurutmu siapa yang akan mendapatkan penghargaan aktor pria
terbaik?” tanya Min-Hyo antusias saat dua orang yang membacakan
nominasi pemenang mulai membuka gulungan kertas di tangan mereka.
“Aku,” jawab Heechul enteng. Belum sempat Min-Hyo mendebat pria
itu, dia mendengar nama pria tersebut disebutkan oleh kedua orang
di atas panggung, membuat pria tersebut menatap Min-Hyo dengan
senyum penuh kemenangan.
“Kau lihat, kan?” ejeknya sambil bangkit berdiri untuk naik ke atas
panggung.
Min-Hyo menghembuskan nafas, mau tidak mau tersenyum saat
mendengar teriakan keras dari para fans Heechul yang dari tadi
nyaris tidak berhenti meneriakkan nama pria itu. Oh baiklah, dia tahu
bahwa pria itu memang aktor berbakat, hanya saja lebih baik dia
tidak menyuarakannya daripada membuat pria itu semakin besar
kepala.
“Ne, gamsahamnida!!!! Terima kasih untuk semua penggemar yang
sudah mendukung, menonton drama yang kumainkan, dan menghargai
aktingku sehingga aku bisa mendapatkan penghargaan ini. Terima
kasih untuk para kru dan semua yang telah membantuku. Dan… yang
terpenting, terima kasih untuk gadis yang telah memberikan tiga
minggu terbaik dalam hidupku. Yak, Park Min-Hyo, sepulang dari sini
ayo kita menikah!”
***
Heechul menghentikan mobilnya di depan sebuah gedung mewah yang
biasanya digunakan untuk menyelenggarakan acara-acara besar. Pria
itu menyerahkan kunci mobilnya kepada pria penjaga pintu yang
menunggu di lobi dan menarik Min-Hyo masuk.
Setelah menghebohkan ribuan orang di acara penghargaan drama
tahunan terbesar di Korea itu, Heechul sama sekali tidak bicara
dengan Min-Hyo sepanjang perjalanan pulang. Dan gadis itu juga tidak
berusaha menanyakan apapun padanya.
Mereka berhenti di depan sebuah pintu kayu besar yang tertutup.
Min-Hyo bisa mendengar suara-suara yang tidak terlalu jelas dari
dalam, sehingga dia mendongak menatap Heechul yang juga sedang
menunduk menatapnya.
“Aku sudah bilang kan bahwa sepulang dari tempat itu kita akan
menikah? Kau pikir aku bercanda?”
“Mwo?” seru Min-Hyo, nyaris menjerit keras saking syoknya.
“Menurutmu kenapa aku menyuruhmu mengenakan gaun itu?” tanya
Heechul sambil menunjuk gaun putih selutut yang dikenakan Min-Hyo
malam itu. “Apa kau tidak berpikir bahwa gaun itu terlalu mewah
hanya untuk dipakai ke acara penghargaan?”
“Hyo, aku sudah mempersiapkan semua ini. Di dalam sudah ada orang
tua dan keluargamu, beberapa kenalan dan sahabat-sahabatku.
Mungkin kau ingin memakai gaun pengantin pilihanmu sendiri. Aku
akan mewujudkannya untukmu nanti. Tidak masalah jika kau meminta
pernikahan ulang dan semacamnya. Hanya saja aku sangat ingin
menikahimu secepatnya. Aku sudah mendapatkan penghargaan
sebagai aktor terbaik malam ini, salah satu keinginan terbesarku
dalam hidup. Dan mulai dari satu minggu yang lalu, keinginanku
bertambah satu lagi. Menikah denganmu. Aku tidak tahu apa gunanya
menunggu lebih lama lagi jika aku bisa menikahimu malam ini juga.
Hasilnya sama saja, kan? Kau menjadi istriku.”
Min-Hyo mengerjap, terpana dengan nada bicara pria itu yang tiba-
tiba berubah 180 derajat.
“Kau mau ikut denganku ke dalam dan menikah denganku?” tanya
Heechul, meninggalkan semua ekspresi menyebalkan di wajahnya dan
nada pemaksaan dari cara berbicaranya, menggantinya dengan
ekspresi serius, seolah hidupnya bergantung pada keputusan gadis
itu.
Min-Hyo mendadak melupakan dimana letak semua kewarasannya saat
menatap wajah pria itu. menatap ekspresi yang selama ini tidak
diketahuinya dimiliki oleh pria itu. Dan dia nyaris tidak tahu hal apa
yang membuatnya menganggukkan kepalanya, mengiyakan ajakan gila
pria itu unutk menikah.
Heechul tersenyum, dengan refleks menundukkan wajahnya dan
menyapukan kecupan cepat di bibir gadis itu. Dia mengulurkan tangan
kirinya dan memegang handle pintu dengan tangan kanannya.
“Ayo,” ujarnya, memberi tanda agar Min-Hyo memegang tangannya,
yang langsung diikuti dengan patuh oleh gadis itu.
Dan Min-Hyo tahu bahwa baru saja, dia mengambil keputusan tergila
dalam hidupnya. Keputusan yang dia tahu tidak akan pernah
disesalinya sampai kapanpun, karena pria itu… adalah pria terbaik
yang bisa didapatkannya. Tidak peduli walaupun pria itu setan atau
keturunan Lucifer sekalipun.
***
Dublin, Ireland
08.00 PM (Ireland’s Time)
Siwon mendongak saat melihat Eun-Ji melangkah memasuki ruang
santai dengan muka tertekuk. Dia berjalan gontai kemudian
menjatuhkan tubuhnya ke atas sofa, tepat di samping Siwon.
“Wae?” tanya pria itu heran sambil menyingkirkan berkas-berkas
STA yang sedang dipelajarinya. Berkas itu baru saja dikirim
lewat corriere, email intern milik KNI yang hanya bisa diakses oleh
karyawan organisasi itu saja.
“Aish, aku hampir pingsan karena ditarik oleh ibuku dan ibumu
kemana-mana untuk mengurus semua tetek bengek pernikahan itu!
Astaga! Bukankah seharusnya aku beristirahat di rumah saja agar
bisa segar saat menikah besok?” gerutunya dengan raut wajah
masam.
Siwon tertawa dan menarik bahu Eun-Ji, membaringkan kepala gadis
itu ke pangkuannya. Dia memberi pijatan pelan di kening Eun-Ji,
membuat gadis itu mendongakkan wajahnya, menatap Siwon heran.
“Sejak kapan kau berubah profesi menjadi tukang pijat?”
“Aku hanya ingin calon istriku merasa sedikit lebih segar. Kepalamu
pasti sakit sekali, kan? Kalau mau kau tidur saja. Aku akan
menungguimu disini.”
“Aku tidur di kamar saja,” sahut gadis itu, tapi malah membenamkan
wajahnya ke perut pria itu, menghirup nafas disana. “Aku mau mandi,
lalu tidur,” gumamnya tidak jelas. Dia menggeliat sesaat sebelum
bangkit berdiri.
“Eun-Ji~ya?” panggil Siwon saat gadis itu baru mencapai pintu.
“Mmm?”
Pria itu tersenyum sambil memiringkan wajahnya.
“Sampai jumpa besok di depan altar.”
***
Dublin, Ireland
10.00 PM (Ireland’s Time)
***
A Shack, Suburban of Seoul, South Korea
03.00 PM
“Tidak ada luka yang terlalu serius. Untung saja tidak ada luka dalam.
Tapi memang ada beberapa tulang punggung yang patah, tapi tidak
masalah. Bisa disembuhkan dalam beberapa hari. Lebam-lebam di
wajah dan tubuhnya juga akan cepat menghilang. Kau tenang saja.
Wajah suamimu akan terlihat tampan lagi,” ujar Yesung sambil
tersenyum menenangkan setelah memberi penjelasan kepada Hye-Na
yang menatapnya dengan penuh perhatian.
“Kau yakin?” tanya gadis itu sangsi. “Pukulan yang diterimanya terlalu
keras untuk tidak menimbulkan luka serius.”
“Aku tidak akan berbohong padamu, Hye-Na~ya. Lagipula, walaupun
ada luka serius sekalipun, kami pasti akan bisa menyembuhkannya.”
“Kau yakin dia tidak perlu dirawat di rumah sakit?”
“Peralatan disini bahkan lebih lengkap daripada di rumah sakit. Yang
harus kau khawatirkan itu adalah kondisi kandunganmu. Untung saja
kandunganmu cukup kuat sehingga pukulan yang kau terima tidak
menyebabkan keguguran. Tapi kau butuh istirahat yang cukup. Jadi
lebih baik kau pulang ke rumah dan kembali kesini besok pagi.”
Hye-Na menggeleng cepat, menolak usul Yesung itu mentah-mentah.
“Aku tidur disini. Eomma dan Ah-Ra onnie sebentar lagi datang,
mereka akan membawakan barang-barangku.”
“Kau keras kepala sekali,” rutuk Yesung kesal.
“Aku sudah bisa menjenguknya?”
“Mmm. Dia menanyakanmu tadi. Aku tidak habis pikir, dengan pukulan
sebanyak itu, dia sama sekali tidak jatuh koma. Memarnya
mengerikan. Memang menakjubkan kalau dia tidak mengalami luka
dalam yang membahayakan….”
Hye-Na mengabaikan gerutuan pria itu dan berjalan ke ruang sebelah
yang dipisahkan oleh tirai putih panjang. Dia menghampiri ranjang
Kyuhyun, sedikit mengernyit saat melihat luka-luka di bagian tubuh
pria itu yang tidak tertutup pakaian. Dan gadis itu juga tidak habis
pikir, dengan tubuh penuh luka seperti itu, dan hanya memakai baju
pasien yang sama sekali tidak ada bagus-bagusnya, pria itu tetap saja
terlihat mempesona. Seperti biasa.
“Hai,” sapanya sambil tersenyum lemas, menggenggam tangan pria itu
yang terulur ke arahnya.
“Kau tidak apa-apa?” tanya Kyuhyun dengan suara serak, memandang
gadis itu dengan intens, memastikan bahwa gadis itu baik-baik saja.
“Hanya kepalaku saja yang harus diperban,” ujar gadis itu sambil
menunjuk kain kasa putih yang melingkari kepalanya. “Besok juga bisa
dibuka.”
“Kau melanggar perintahku, Na~ya. Aku sudah memperingatkanmu
untuk tidak pergi kemanapun tanpa memberitahu siapa-siapa. Dan kau
malah bersikap sok pahlawan dengan datang kesana sendirian.”
“Dia orang kepercayaanmu. Dan aku merasa bersalah karena dia
diculik gara-gara aku kembali ke negara ini.”
“Kalau dia bukan penjahatnya, dan dia memang diculik, aku tidak
keberatan jika dia mati asalkan kau tetap selamat,” ujar Kyuhyun
enteng, seolah nyawa siapapun tidak berarti sama sekali baginya.
“Kau!”
“Aku bersikap egois lagi. Maaf saja, tapi aku memang begitu,” tandas
pria itu santai. “Kau lupa? Aku bisa melakukan apa saja untuk
memastikan bahwa kau tetap hidup. Tidak peduli jika itu berarti
harus melenyapkan nyawa orang lain sekalipun.”
***
2 days later….
Villa itu terbuat dari kayu dan memberi pemandangan penuh ke arah
Pegunungan Alpen yang diselimuti salju abadi sepanjang tahun. Dan
cuaca di tempat ini jauh lebih ekstrim lagi, membuat Hye-Na
setengah berlari masuk ke dalam villa, berharap temperatur di dalam
ruangan lebih hangat.
“Aish, kau benar-benar mau membunuhku!” geram gadis itu sambil
mengusap-usapkan tangannya yang sudah memerah.
Kyuhyun meletakkan dua buah koper yang dibawanya ke atas lantai
dan bergabung dengan gadis itu di depan perapian listrik. Dia memang
sudah memberitahu penjaga villa agar menghidupkan perapian
sebelum mereka tiba.
“Anggap saja kau sedang liburan dan mencoba sesuatu yang baru,”
jawab Kyuhyun cuek sambil melepaskan mantel yang dipakainya,
memperlihatkan kemeja berwarna biru laut dan singlet putih yang
dipakainya sebagai dalaman. Hye-Na menyipitkan matanya saat
melihat noda memerah di bagian punggung pria itu.
“Lukamu belum mengering?” tanya Hye-Na sambil mengangkat paksa
kemeja dan singlet pria itu ke atas. Dia langsung meringis ngeri saat
melihat lebam-lebam membiru dan luka yang tertutup perbannyang
sudah basah oleh darah.
“Kau berdarah dan kau masih bersikap seperti tidak terjadi apa-
apa?”
“Lukanya tidak sesakit itu,” ucap Kyuhyun santai sambil bangkit
berdiri.
“Dimana kotak P3K-nya?”
“Untuk apa? Sudahlah, biarkan saja.”
“Kyu!” seru gadis itu setengah membentak, membuat Kyuhyun
menoleh dan merasa frustasi saat melihat ekspresi khawatir di wajah
gadis itu. Dia menarik nafas sesaat dan mengangkat tangannya.
“Oke. Baik. Kau menang.”
***
“Aish, bagaimana mungkin kau tidak merasa sakit sama sekali?” keluh
Hye-Na sambil mengoleskan salep ke bagian luka yang terbuka itu,
berusaha memfokuskan pandangannya pada luka yang sedang
diobatinya, bukannya tubuh bagian atas pria itu yang terpampang
jelas di hadapannya. “Kenapa Yesung oppa tidak memberimu salep
yang digunakannya untuk mengobatiku waktu itu saja?”
“Salep itu masih percobaan dan belum diproduksi besar-besaran.
Yesung hyung kehabisan stok dan dia harus memesan komposisi untuk
membuatnya dulu dari Belanda.”
“Yang benar saja,” gumam gadis itu sambil melemparkan salep
tersebut ke dalam kotak dan menempelkan kain kasa di atas luka
tersebut menggunakan selotip khusus.
“Yak, mulai sekarang berhentilah bersikap sok kaya, menyebalkan,
egois, tukang perintah, dingin, seolah kau penguasa dunia saja.”
Kyuhyun berbalik, mendekatkan wajahnya, dan menatap gadis itu tak
percaya. “Aku memang memiliki separuh dunia, Na~ya. Masa kau
belum tahu juga?”
“Percuma saja bicara denganmu,” gerutu gadis itu, mendadak merasa
salah tingkah denagn kedekatan mereka.
Kyuhyun menyeringai dan meletakkan kedua tangannya di atas kasur,
tepat di kedua sisi tubuh gadis itu, memerangkapnya di tempat.
“Kau cerewet sekali, kau tahu?” gumamnya. Matanya menjelajahi
wajah gadis itu. Lama. Dia bahkan tidak ingat kapan terakhir kalinya
dia memuaskan diri dengan menatap gadis itu saja. Ada kesenangan
tersendiri yang dirasakannya saat ini. Bahwa sekarang dia bisa
melihat wajah gadis itu sepuasnya, menggenggam tangan gadis itu
kapan saja dia mau. Bahwa tidak ada lagi yang membuatnya merasa
begitu sulit untuk mempertahankan gadis itu bersamanya. Bahwa…
hidupnya tidak pernah terasa sesempurna itu.
Pria itu memajukan tubuhnya dan memiringkan wajah, dengan
perlahan menempelkan bibirnya di atas bibir gadis itu, melumatnya
pelan. Dia melakukannya selama beberapa detik, sebelum akhirnya
menyerah dan menarik leher gadis itu ke arahnya, memantapkan
posisi bibirnya, dan mengubah ciumannya menjadi lebih panas dan
dalam.
Dia berusaha memperbaiki malam terakhir yang sudah
dihancurkannya saat dia memaksa untuk meniduri gadis itu di Dublin.
Setidaknya dia ingin melakukannya dengan cara yang benar, bukan
berdasarkan nafsu primitifnya saja.
Hye-Na berusaha menahan tangannya agar tetap berada dimana saja,
bukannya menyentuh punggung pria itu dan membuatnya kesakitan,
sedangkan dia nyaris kehilangan akal dengan gerakan pria itu di
bibirnya, tanpa sadar membalas ciuman pria itu sama ganasnya dan
membiarkan tangan pria itu menelusup masuk ke balik sweater yang
dipakainya, mendengar dengan jelas saat Kyuhyun menggeram putus
asa mendapati bahwa ada baju lain di balik sweater yang dipakai gadis
itu.
“Sial,” umpat pria itu kesal dengan kenyataan bahwa sepertinya dia
harus bekerja ganda sebelum berhasil melepaskan semua pakaian
yang membalut tubuh gadis itu.
Oke, lupakan saja kata ‘lembut’ yang digunakannya tadi. Dia memang
tidak pernah bisa bersahabat baik dengan sesuatu yang disebut
‘kesabaran’.
***
06.00 AM
A road, Seoul
02.00 PM
***
Kyuhyun’s Home, Yeoju, South Korea
03.00 PM
***
***
STA Building, Five States
12.05 PM
***
***
“Aku yakin dia tadi nyaris terserang stroke di tempat saat kau
menyebutkan nama Kyuhyun. Dan aku sebenarnya cukup heran,
bagaimana dia tidak tahu kabar yang menggegerkan dunia itu?
Bagaimana bisa dia tidak tahu bahwa Cho Kyuhyun memiliki istri
seorang agen sepertimu?” oceh Eun-Ji selagi mereka berjalan menuju
lapangan parkir.
“Bisa saja dia membayangkan seorang wanita glamor yang cantik
jelita. Dan ngomong-ngomong, aku bahkan baru dua kali tampil di
depan umum. Saat menikah dan saat menghadiri perilisan serum baru
Zhoumi. Tidak heran kalau dia tidak mengenalku. Lagipula, aku
menikmati reaksinya,” ucap Hye-Na puas.
“Tapi ngomong-ngomong, aku rasa kita mendapatkan kesulitan.
Alibinya kuat sekali. Pertemuan dengan Menteri Dalam Negeri, rapat
pribadi dengan Wakil Presiden, dan menghadiri pembukaan Gedung
Kesenian yang baru.”
“Nah, sepertinya kita harus mendatangi mereka semua satu per satu,
kan?”
“Apa?” tanya Eun-Ji tidak mengerti, tapi tidak sempat mendapatkan
jawabannya karenacommunicator Hye-Na berbunyi.
“Ya?” jawab Hye-Na setelah menekan tombol terima dan mendapati
bahwa Leeteuk-lah yang meneleponnya.
“Kembali ke kantor. Sekarang.”
Hye-Na tertegun mendengar suara tertekan dari nada bicara kakak
angkatnya itu. Tegang, tidak seperti biasanya.
“Ada apa?”
“Masalah.”
***
STA Building, Five States
03.15 PM
***
“Tapi seharusnya Appa bisa melakukan sesuatu!” teriak Leeteuk
keras, tidak peduli bahwa para pimpinan lainnya masih silih berganti
lewat di dekat mereka. “Hye-Na tidak bersalah! Perempuan keparat
itu….” Leeteuk melirik Eun-Ji untuk meminta pertolongan.
“Song Ji-Hwa,” bisik gadis itu dengan suara serak, masih sesenggukan
setelah mendengar berita mengejutkan tadi dan menyerapnya
sepenuhnya. Siwon berdiri di samping gadis itu, mengusap punggung
istrinya tersebut dengan gerakan menenangkan, sedangkan matanya
sendiri tampak berapi-api. Pria itu bahkan denagn santainya menatap
Jenderal KNI yang berjalan melewati mereka dengan tatapan benci
yang sangat jelas terlihat.
“Song Ji-Hwa,” ulang Leeteuk. “Dia hanya memberikan laporan yang
tidak berdasar! Hye-Na sudah melakukan semuanya sesuai prosedur!
Dia bahkan hanya melihat janji temu resmi Presiden pada tanggal-
tanggal pembunuhan terjadi. Surat Perintah baru diperlukan jika dia
memaksa ingin melihat janji temu pribadi Presiden. Dan dia jelas
tidak melakukannya! Dan kalian tidak bisa memberikan skorsing
padanya tanpa seizin Kyuhyun sebagai pemilik tempat ini.”
Soo-Hwan menggeleng, tampak sangat lelah dan tiba-tiba terlihat
lebih tua.
“Aku sudah mengajukan argumenku. Dan semua orang mendukungku.
Tapi kantor ini sudah menjadi milik pemerintah, kau tahu itu. Kyuhyun
memang masih memiliki hak penuh untuk memecat dan mengangkat
pegawai, tapi Presiden juga memiliki hak untuk memberikan skorsing
terhadap agen yang menurutnya mengganggu elemen pemerintahan.
Hye-Na agen terbaik kita sejauh ini dan akademi akan sangat
kehilangan dia, tapi kami tidak bisa berbuat apa-apa. Dia menangani
kasus yang salah. Kasus satu ini berbahaya.”
“Hanya karena dia Presiden bukan berarti dia tidak tersentuh,”
sentak Soo-Hyun marah.
“Tapi dia memiliki alibi yang sangat kuat dan jelas dia tidak memiliki
motif pembunuhan. Dia bersih.”
“Dia brengsek,” dengus Siwon, yang dari tadi belum mengeluarkan
suaranya sama sekali.
“Kyuhyun pasti bisa menangani ini semua,” ujar Leeteuk dengan nada
yakin.
Soo-Hwan menggeleng. “Untuk yang satu ini dia tidak bisa.
Memberikan skorsing adalah salah satu hak yang didapatkan Presiden
setelah tempat ini resmi menjadi milik negara. Dan Kyuhyun juga bisa
dituduh hanya memikirkan kepentingan pribadi. Situasinya tidak
bagus.”
“Persetan!” teriak Soo-Hyun habis kesabaran. “Aku akan menangkap
penjahat yang sebenarnya dan orang itu harus membayar. Pekerjaan
ini adalah segala-galanya bagi Hye-Na dan kalian merebutnya.”
“Yah,” bisik Soo-Hwan. “Pastikan balas dendam kalian sukses. Tangkap
penjahatnya. Dan kembalikan pekerjaan Hye-Na.”
***
Kyuhyun’s Home, Yeoju, South Korea
05.00 PM
***
Central Hospital, Seoul
05.05 PM
“Darahnya banyak sekali. Dia sedang hamil. Terjadi sesuatu. Dalam
kondisi seperti ini sangat riskan untuk keselamatan janinnya. Apa
yang harus kita lakukan?”
Hye-Na meringis, merasakan seluruh rasa sakit yang menghantam
setiap inci bagian tubuhnya. Kepalanya terasa berdenyut-denyut, dan
semua percakapan itu hanya terdengar seperti bisikan samar di
telinganya yang berdengung. Ada sesuatu yang terjadi pada perutnya.
Rasanya seperti ada jutaan jarum yang ditusukkan secara membabi-
buta kesana. Bayinya….
Gadis itu memaksa diri untuk membuka mata, walaupun rasa pusing
dan nyeri yang dia rasakan menjadi bertambah parah puluhan kali
lipat. Diperburuk oleh sengatan cahaya lampu yang menyorot retina
matanya secara langsung.
Wajah Yesung adalah wajah pertama yang bisa dilihatnya. Raut wajah
yang saat ini terlihat begitu panik dan penuh keringat. Gadis itu bisa
merasakan seseorang memakaikan masker oksigen ke mulutnya, yang
langsung dienyahkannya dengan tangannya yang ringkih dan lemah. Dia
mencium bau darah dimana-mana dan dia sama sekali tidak berani
melihat ke arah tangannya yang dia gunakan untuk menyingkirkan
masker oksigen tersebut.
“Bayinya,” bisiknya susah payah. “Ye… sung… ssi… bayi… nya…. Lakukan
apapun yang kau bisa untuk menyelamatkan bayinya… aku mohon….”
“Keadaanmu tidak memungkinkan, Hye-Na ssi. Kalau kami berusaha
menyelamatkannya, besar kemungkinan nyawamu terancam.”
“Tidak… tidak…” gelengnya. Matanya menjadi kabur karena air mata
yang mengalir jatuh tanpa dia inginkan. “Lakukan apapun yang kau
bisa. Apapun. Coba sampai akhir. Kau baru boleh menyerah setelah….”
Hye-Na berteriak saat merasakan perutnya diiris oleh sesuatu dari
dalam. Ada sesuatu yang terjadi di dalam sana. Bau karat darah
tercium semakin kuat, bercampur dengan bau disinfektan yang tidak
pernah disukainya. Semua inderanya menajam dan rasa sakit itu
semakin bertambah setiap detiknya, nyaris tak tertahankan.
“Ada banyak tulang patah. Ambil semua persediaan darah yang kita
punyai. Bius dia. Aku rasa ada luka benturan di kepala. Kulitnya robek
dimana-mana. Suster Nam, janinnya….”
Dan setelah itu… mereka seperti sedang memporak-porandakan
tubuhnya.
***
“Dia memintaku mempertahankan janinnya sampai akhir. Tapi itu bisa
membahayakan nyawanya. Kita harus memilih salah satu. Kau harus
menandatangani surat persetujuan.”
Kyuhyun merebut surat itu dan menandatanganinya secara
serampangan, nyaris melemparnya karena emosinya yang tidak
terkendali.
“Keluarkan janinnya,” perintahnya dengan gigi menggertak. “Dan
selamatkan istriku.”
“Kami akan berusaha.”
Kyuhyun berdiri kaku disana, di tengah lorong yang menghadap ke
ruang operasi yang tertutup, tetap berada dalam posisinya setelah
Yesung berlalu masuk dan meninggalkannya. Pria itu baru bergerak
setelah seseorang memanggil namanya dan hal pertama yang dia
lakukan adalah menghantamkan tinjunya tepat di rahang pria
tersebut sampai pria itu tersungkur jatuh di lantai dengan darah
yang mengalir dari sudut mulut.
“Terjadi sesuatu pada istriku,” desisnya penuh ancaman. “Aku akan
membunuh pria yang kalian panggil Presiden itu dengan tanganku
sendiri dan kau adalah orang kedua yang akan aku datangi! Camkan
ucapanku baik-baik, Min Hwang-Do.”
Semua orang yang berada disana terkesiap dengan ancaman terbuka
yang dilontarkan Kyuhyun dengan penuh amarah dan kebencian yang
terlihat jelas di wajahnya. Semua orang tahu bahwa Min Hwang-Do
adalah pria bertubuh raksasa yang tidak pernah ditumbangkan oleh
siapapun sebelumnya. Dengan tubuh 195 senti dan berat 120
kilogramnya, nyaris tidak ada orang yang berniat mencari gara-gara
dengannya, baik disengaja ataupun tidak. Pria itu sendiri terkenal
dengan pukulan mautnya dan gerakan refleksnya yang tidak diragukan
lagi sangat cepat untuk ukuran seseorang sebesar dirinya. Tapi baru
saja pria itu tersungkur hanya dengan satu hantaman yang
dilancarkan oleh Kyuhyun dan semua orang akhirnya tahu, kenapa pria
itu diberi gelar pria paling menakutkan dan berbahaya, bahkan oleh
Sang Jenderal sendiri.
Hwang-Do berdiri, merapikan jasnya, dan mengangguk tanpa berkata
apa-apa, sedangkan Leeteuk bergegas mendorong tubuh Kyuhyun
menjauh dari kerumunan dan mendudukkannya ke atas kursi tunggu.
Ini kedua kalinya pria tersebut melihat adik iparnya seberantakan ini.
Kali pertama adalah saat Hye-Na diculik oleh pembunuh berantai
incaran mereka dan untuk kali kedua, pria itu tampak lebih
mengenaskan lagi. Rambutnya benar-benar berantakan karena diacak-
acak setiap saat dan wajahnya tampak mencekam dan begitu gelap,
penuh aura permusuhan. Pria itu bisa saja membunuh seseorang
dengan tatapannya.
“Kendalikan dirimu. Kau tidak pernah tampak begitu tidak terkendali
seperti ini sebelumnya. Ingat posisimu.”
“Persetan,” dengus pria itu. “Aku kehilangan anakku dan mereka harus
membayarnya. Aku tidak peduli kalau aku harus memutilasi mereka
satu per satu. Kalian boleh menangkapku setelah itu dan aku pastikan,
aku tidak akan memiliki rasa penyesalan sedikitpun setelah
melakukannya.”
“Apa yang terjadi?” tanya Leeteuk, berusaha mengalihkan topik
pembicaraan. Dia tahu bahwa tidak ada seorangpun yang bisa
menenangkan Kyuhyun saat ini.
Kyuhyun melarikan jemarinya ke kepala, menyusuri helaian rambutnya
dan menarik-nariknya pelan, seolah sedang berusaha mencabutnya
dari kulit kepala.
“Mobilnya terbalik dan menghantam pembatas jalan setelah hampir
bertabrakan dengan sebuah mobil dari arah berlawanan. Dia pasti
kalut sekali sampai mengemudikan mobil dengan ugal-ugalan seperti
itu. Mereka bilang 250 km/jam.”
“Dia akan menimpakan semua kesalahan pada dirinya sendiri.
Terutama karena dia kehilangan bayinya. Jangan terlalu keras
padanya saat kau menemuinya nanti.”
“Dia meminta Yesung hyung untuk melakukan apa saja agar bayi kami
selamat tanpa memikirkan keselamatannya sendiri. Dia bilang lakukan
apa saja. Kau pikir aku akan memaafkannya karena memutuskan untuk
meninggalkanku seperti itu?” tanya Kyuhyun dengan raut wajah yang
tampak semakin menakutkan. “Aku bisa saja kehilangan keduanya
hanya karena pikiran tololnya yang tidak tahu tempat itu!”
“Maksudnya pasti tidak seperti itu, Kyu.”
“AKU MELIHATNYA DENGAN CARA SEPERTI ITU!” teriak Kyuhyun
meledak. “Jika mereka menuruti ucapannya dan mencoba sampai cara
terakhir yang bisa mereka lakukan untuk menyelamatkan keduanya,
dia bisa saja mati di dalam sana. Aku tidak akan memaafkan siapapun
yang menyebabkan kematiannya. Bahkan jika dia sendiri yang
menginginkan. Tidak akan.”
***
10.25 PM
***
Blue House, Seoul
11.00 AM
“Jadi kau yang namanya Song Ji-Hwa?” tanya Kyuhyun dengan mata
berkilat.
Dia memang sudah sering datang ke rumah dinas Presiden ini.
Biasanya sudah membuat janji, jadi dia tidak pernah berurusan
terlebih dahulu dengan wanita di depannya itu. Lagipula wanita itu
biasanya sibuk dengan pekerjaannya yang lain. Mengurus ini-itu.
“Benar,” sahut wanita tersebut dengan sikap resmi yang memuakkan.
Wanita itu tampak angkuh, sehingga Kyuhyun ingin sekali menghantam
wajahnya itu dengan sesuatu.
“Anda ingin bertemu dengan Presiden? Sudah ada janji?”
“Kau tahu apa yang sudah kau perbuat pada istriku dengan pengaduan
menjijikkanmu itu?” tanya Kyuhyun, mengabaikan pertanyaan yang
diberikan wanita itu begitu saja.
“Saya tidak mengerti maksud An….”
“Aku tahu banyak tentangmu, Song Ji-Hwa,” potong Kyuhyun, dengan
tatapan penuh intimidasi. “Kalau mulutku terpeleset sedikit saja….”
“Anda menantangku, Tuan? Saya bisa melaporkan….”
“Apa itu saja yang bisa kau lakukan? Melaporkan keburukan orang
sehingga kau bisa meraih posisi ini padahal kau sama liciknya? Kau
pikir kau hebat? Baru sampai pada posisi ini saja kau sudah merasa
berkuasa?” tanya Kyuhyun menyeringai. “Kau yang menantangku
duluan, Nona. Menyakiti istriku berarti kau menantangku terang-
terangan. Kau membuatnya hancur, aku bisa menghancurkanmu
berkali-kali lipat lebih parah.”
“Anda tidak berhak mengancam saya seperti i….”
“Oh, ya? Kita lihat saja. Aku tidak pernah bermain-main dengan
ucapanku. Tapi mengingat aku sedang ingin berbaik hati padamu, jadi
aku akan memperingatkanmu dulu sebelum skandalnya menyebar
besok. Bagaimana kalau kita mulai dari hubungan gelapmu dengan
salah seorang Menteri?”
Wanita itu mundur, tampak begitu syok, hampir menabrak kursi di
belakangnya.
“Nah,” ucap Kyuhyun puas. “Kau sekarang tahu kan sedang bermain-
main dengan siapa? Ah, aku hampir lupa. Apa Presiden ada di
ruangannya? Ada sesuatu yang harus aku bereskan.”
Wanita itu menggertakkan giginya, sehingga bibirnya hanya tampak
seperti garis tipis. Terlalu marah untuk menjawab pertanyaan
Kyuhyun.
“Kalau aku jadi kau, aku akan menyerahkan surat pengunduran diriku
hari ini juga, sebelum diusir secara tidak hormat dengan skandal
memalukan itu. Menteri yang kau kencani pasti tidak akan suka kan
kalau hubungan kalian terkuak? Dia pasti akan meminta
pertanggungjawabanmu.”
Kyuhyun tersenyum. Senyum yang biasanya bisa menjungkirbalikkan
hati wanita manapun sampai tergila-gila. Tapi sepertinya wanita di
depannya itu malah menatapnya seolah dia adalah setan pencabut
nyawa.
“Sore ini, Nona Song. Batas waktumu sore ini. Atau kau harus
menghadapi kiamatmu besok.”
***
“Sepertinya aku tahu kepentinganmu datang kesini,” ujar Min Kwang-
Jin sambil memainkan gelas berisi wine-nya. Presiden Korea Selatan
itu kemudian melipat tangannya di atas meja dan menatap Kyuhyun
lekat-lekat.
“Anak muda,” mulainya. “Aku tahu betapa menyenangkannya
pernikahan pada awalnya. Kau masih tergila-gila pada istrimu,
memberikan apapun yang dia butuhkan, melakukan apapun untuk
membuatnya bahagia. Selalu berada di sisinya apapun kesalahan yang
dia lakukan. Aku mengerti semuanya. Karena aku juga pernah
mengalaminya. Melewati saat-saat itu. Sampai pada tahap
pernikahanku yang sekarang. Bisa dikatakan sudah… 32 tahun. Dan
segala sesuatunya tidak lagi sama.”
“Aku tidak peduli dengan kehidupan pernikahanmu,” sergah Kyuhyun
dingin.
“Aku tahu.” Pria berumur akhir 50-an itu tersenyum. “Aku hanya ingin
memberitahumu bahwa kau juga harus bersikap objektif dalam
memandang sesuatu. Sudah tertulis dalam peraturan KNI bahwa jika
penyelidikan mengarah kepada Presiden, semuanya harus dilakukan
dalam protokol resmi. Dan istrimu melakukan kesalahan dengan
memeriksa jadwal kerjaku tanpa surat perintah. Mendapatkannya
setelah mengancam sekretaris pribadiku. Itu bisa dikatakan ilegal.
Dan aku hanya menuntut agar dia di-skorsing, bukan dipecat.”
“Tentu saja hanya itu, karena kekuasaanmu hanya sebatas itu,” desis
Kyuhyun. “Aku masih memiliki hak penuh untuk menerima ataupun
memecat karyawan.”
“Yah, bisa dikatakan begitu,” ucap Kwang-Jin setuju. Senyum sudah
sepenuhnya menghilang dari wajahnya.
“Apa yang kau takutkan sebenarnya?” tanya Kyuhyun curiga. “Kenapa
kau mengambil tindakan langsung terhadap hal yang tidak terlalu
serius itu? Kau menyembunyikan sesuatu sampai merasa perlu untuk
menyingkirkan istriku dari tim penyelidik kasus pembunuhan itu?
Takut mereka mendapatkan sesuatu?”
“Kau tidak dalam posisi bisa menanyaiku seperti itu, Kyuhyun ssi.”
“Sebaiknya kau tidak membuatku curiga, kan? Karena jika aku
tertarik untuk turun tangan sendiri, tidak ada lagi rahasia yang bisa
kau sembunyikan dariku, Min Kwang-Jin ssi.”
“Apa yang kau inginkan sebenarnya?”
“Pertanyaan bagus. Aku ingin mengambil KNI kembali. Sepenuhnya.
Masih berada di tangan pemerintah tapi setiap keputusan, sekecil
apapun, harus berada di bawah pengawasanku dan atas
persetujuanku. Presiden sama sekali tidak berhak menginvansi
ataupun ikut campur.”
“Kau meminta perusahaanmu kembali?”
“Tidak juga. Hanya mencabut hakmu saja.”
“Hanya sebatas itu?”
“Sejauh ini ya.” Kyuhyun mencondongkan tubuhnya ke depan dan
mengetuk-ngetuk permukaan meja dengan ujung-ujung jemarinya.
“Dan aku ingin kau meminta maaf secara langsung pada istriku atau
aku akan bertindak lebih jauh.”
“Mengancamku, Tuan Cho Kyuhyun?”
Kyuhyun mendengus, memperlihatkan seringaiannya yang menakutkan.
“Kalau kau lebih suka menganggapnya begitu. Presiden.”
***
Central Hospital
10.00 PM
***
2 days later…
***
Next day….
09.00 AM
“Tenanglah, oke? Kalau kau sudah sehat sepenuhnya, kau bisa kembali
bekerja. Kyuhyun sudah mengurus semuanya,” ucap Leeteuk sambil
membantu Hye-Na berdiri dari tempat tidur.
“Mengurus semuanya? Aku pikir… dia tidak memiliki kekuasaan
apapun,” tanya Hye-Na bingung.
“Yah…” gumam Leeteuk. “Dia mengamuk habis-habisan. Dan mengambil
alih KNI, STA, dan KIA ke bawah naungan Cho Corporation lagi.
Butuh waktu beberapa hari untuk mengurusnya kurasa, tapi setelah
itu kau bisa bekerja kembali seperti biasa.”
Hye-Na menghentikan langkahnya dengan mulut ternganga.
“Dia melakukan itu hanya untuk….”
Leeteuk tersenyum geli. “Kau pikir apa yang tidak bisa dilakukan
suamimu untukmu, hmm? Aku rasa dia mengancam Presiden. Aku
dengar mereka berbicara empat mata dan setelah itu Presiden
memberi perintah untuk menyerahkan KNI kembali ke tangan
Kyuhyun. Juga masalah-masalah lainnya.”
“Seperti apa?” tukas Hye-Na, terdengar menuntut.
“Yah… seperti… menarik Yesung dari segala penelitiannya agar dia
berkonsentrasi untuk penyembuhanmu saja. Belum lagi masalah
ibumu. Aku cukup heran kau tidak bertanya.”
Hye-Na mengatupkan rahangnya. “Aku terlalu banyak pikiran.”
“Yah, ibumu sempat histeris dan ingin kesini. Aku rasa Kyuhyun
membutuhkan waktu setengah jam lebih untuk menenangkannya. Dia
juga berhasil melarang beberapa orang untuk menjengukmu. Ibunya,
Ah-Ra. Kau pasti akan merasa tidak nyaman dengan kunjungan
mereka. Dia itu benar-benar mengerti sifatmu, kau tahu? Dia
menjaga kenyamananmu sebisa mungkin. Belum lagi dia juga harus
mengurus bisnisnya dari sini. Dia tidak mau beranjak sedikitpun. Tapi
biasanya dia hanya duduk di luar atau di kafetaria. Kalian sedang
bertengkar, kan? Aku tidak heran. Kalian berdua memang keras
kepala.”
Leeteuk baru saja menyelesaikan ucapannya saat pintu ruang rawat
Hye-Na terbuka dan Kyuhyun melangkah masuk.
“Barang-barangmu sudah dibaawa ke mobil,” ucapnya dingin. “Biar aku
saja. Kau bisa kembali ke kantor, hyung,” tukasnya dengan nada yang
masih sama, meraih siku Hye-Na dari genggaman Leeteuk dan
menarik gadis itu ke arahnya.
“Baiklah. Aku ke kantor dulu. Kalau terjadi apa-apa hubungi aku.
Sampai jumpa, Hye-Na~ya.”
Hye-Na mengangguk, tanpa alasan yang jelas merasa rikuh
ditinggalkan berdua saja dengan pria di sampingnya.
“Yesung hyung bilang kakimu akan kembali normal besok.”
Hanya kalimat tersebut yang diucapkan pria itu. Dan kemudian
mereka berjalan dalam diam, walaupun pria itu masih dengan sigap
membantunya melangkah, melingkarkan lengan ke pinggangnya dan
mengangkat tubuhnya dengan mudah saat mereka menuruni tangga
depan rumah sakit.
Suasana hening itu masih berlanjut saat mereka sampai di rumah.
Tidak ada ibu mertua dan kakak iparnya yang datang menyambut
seperti yang dia takutkan. Sepertinya Kyuhyun juga sudah mengurus
hal itu.
Kyuhyun membukakan pintu mobil untuknya, memegangi sikunya
dengan tangannya yang bebas, sedangkan tangan yang satu lagi
mengangkat tas berisi pakaian-pakaian Hye-Na yang gadis itu tahu
sama sekali tidak ringan. Tapi pria itu seolah tidak menyadarinya.
Kapan dia bisa tahu sejauh apa kekuatan pria itu sebenarnya?
Kyuhyun menggiringnya ke kamar dan dia hanya diam saja. Dia tidak
lagi tertarik berbicara jika tidak diperlukan, cukup sibuk
membenamkan dirinya ke dalam kemuraman yang tidak berujung. Dia
bisa bersikap pura-pura baik-baik saja di depan Soo-Hyun atau
Leeteuk saat mereka datang berkunjung, tapi tidak ada yang tahu
bagaimana perasaannya yang sebenarnya. Kehilangan pekerjaan. Dan
yang lebih buruk lagi; kehilangan anak. Dua hal dari tiga hal
terpenting dalam hidupnya. Terlepas begitu saja dari genggamannya
dalam hitungan jam. Karena kesalahannya sendiri.
Gadis itu mengelus perutnya diam-diam. Bagian itu akan tetap datar,
tidak akan membesar seperti yang seharusnya terjadi pada ibu-ibu
hamil lainnya. Tidak akan ada gerakan apapun yang berasal dari dalam
sana. Tidak ada lagi mual-mual aneh di pagi hari. Tidak ada bayi. Dia
tidak akan memiliki bayi.
Gadis itu tersentak saat mendengar bunyi debam yang ditimbulkan
oleh hantaman tas yang dibawa Kyuhyun dengan lantai kamar. Dia
mendongak dan mendapati pria itu menatapnya tajam. Marah, kesal,
frustrasi… khawatir.
“Cukup,” desis pria itu dari sela-sela bibirnya yang terkatup rapat.
“Aku sudah memberimu waktu empat hari untuk mengasihani dirimu
sendiri dan aku tidak akan berbaik hati lagi. Gunakan akal sehatmu
dan kembalilah ke kondisi normal.”
“Mudah untukmu bicara begitu.”
“APA?” teriak Kyuhyun sengit. “KENAPA? Karena aku tidak
merasakan apa yang kau rasakan? Apa kau saja yang baru kehilangan
anak? ITU JUGA BAYIKU! Sial.” Kyuhyun mengacak-acak rambutnya,
matanya berkilat menyeramkan. “Kau kehilangan pekerjaanmu? Kau
tahu apa yang lebih buruk? Aku juga kehilangan istriku! Kau pikir aku
tidak tahu? Sepanjang hari kerjamu hanya duduk di atas ranjang,
menatap keluar, dan melamun tanpa melakukan apa-apa. Kau pikir air
matamu itu tidak akan habis kalau kau terus-menerus membuang-
buangnya seperti itu, hah? Dengar, Na~ya, apa yang kau inginkan?
Pekerjaanmu? Aku bisa mengembalikannya padamu. Anak? Kita bisa
memilikinya lagi sebanyak apapun yang kau mau. Berhenti membuatku
khawatir dan cemas setengah mati! Kau masih punya aku, sialan. Kau
pikir untuk apa kita menikah?”
Kyuhyun mencengkeram lengan bagian atas Hye-Na dan
menyentakkannnya mendekat.
“Kembalilah,” bisiknya. “Empat hari sudah terlalu lama. Kau mau
membunuhku perlahan-lahan, huh?”
***
Kyuhyun’s Home, Yeoju, South Korea
11.10 PM
Hye-Na berguling sesaat sebelum membuka matanya, mengernyit
saat sinar matahari menusuk tajam, menyilaukan pandangannya. Gadis
itu mendapati ranjang di sampingnya sudah kosong kemudian melirik
jam kecil di samping tempat tidur. Sudah jam sebelas lewat. Dia
tertidur terlalu lama. Mungkin karena itu sudah menjadi kebiasaannya
selama empat hari terakhir.
Hye-Na melompat turun dari tempat tidur, tersenyum senang saat
menyadari bahwa kakinya tidak lagi terasa nyeri seperti kemarin. Dan
salep yang diberikan Yesung setiap hari terbukti ampuh
menghilangkan semua goresan dan luka di sekujur tubuhnya tanpa
bekas, padahal dia sempat ketakutan jika harus melakukan operasi
plastik, yang mengindikasikan bahwa dia harus menginap lebih lama
lagi di tempat terkutuk yang dinamakan rumah sakit itu.
Perasaannya sudah jauh lebih baik pagi ini. Mungkin dikarenakan
suasana yang sudah familiar. Rumah sakit hanya memperburuk
keadaan psikisnya. Membuat segala yang berkeliaran di otaknya hanya
terdiri dari hal-hal negatif saja.
Hye-Na berjalan keluar kamar, langsung menuju ruang makan dan
tidak menemukan siapa-siapa disana. Tentu saja. Kyuhyun pasti sudah
berangkat ke kantor pagi-pagi sekali. Kerajaan bisnisnya sudah
terbengkalai begitu lama hanya karena pria itu ingin menjaganya. Dan
sekarang pria itu pasti sudah tidak sabar ingin membenamkan diri
dengan semua hal yang mengalirkan bermilyar-milyar dolar ke
tangannya dalam waktu singkat.
Gadis itu menghampiri AutoChef, cemberut saat melihat carikan note
yang ditinggalkan di pintunya.
Makan corn soup atau bubur saja. Susu atau jus jeruk.
Dan selamat pagi, Na~ya. Aku harap kau sudah cukup waras hari
ini.
-Kyuhyun-
“Apa-apaan,” dengus gadis itu, tapi tetap memesan corn soup seperti
yang dianjurkan pria itu, membuang jauh-jauh bayangannya tentang
setumpuk sandwich dengan daging panggang dan lelehan keju yang
membuat liurnya menetes. Dia mendapatkan jus jeruknya beberapa
detik kemudian, meminumnya sampai tandas dan berjalan ke meja
makan dengan mangkuk sup di tangan.
Dia tidak tahu apa yang harus dilakukannya hari ini. Melamun di
rumah? Meratapi nasib?
Setidaknya dia harus menyelesaikan satu hal dulu. Berbaikan dengan
suaminya sekarang adalah prioritas utama.
***
***
***
09.00 AM
***
“Kenapa kau memperhatikanku seperti itu?” tanya Hye-Na memprotes
saat akhirnya dia berdiri di depan Kyuhyun, merasa tidak nyaman
dengan cara pria itu menatapnya.
Kyuhyun tidak menjawab, tapi malah menyusuri tubuh gadis itu
dengan intens. Gadis itu masih tidak berdandan, walaupun wajahnya
memang tidak perlu dipoles make-up apapun lagi, tapi siang ini dia
mengenakan gaun terusan putih selutut dan kardigan longgar
berwarna pink lembut yang membuatnya terlihat begitu feminin,
sesuatu yang tidak pernah disangkut-pautkan saat harus
menggambarkan karakter Hye-Na.
“Aneh?” tanya Hye-Na lagi, terlihat rikuh dengan penampilannya
sendiri.
Kyuhyun menggeleng dan mengulurkan tangannya. “Aku suka.”
Gadis itu mengulum senyum lalu menyelipkan jemarinya di sela jari-
jari Kyuhyun, diam-diam memperhatikan pria itu dari sudut matanya.
Kyuhyun mengenakan kemeja polos berwarna dark olive green pas
badan, yang memamerkan bentuk dada dan lengan atasnya, dengan
lengan yang terlipat hingga siku, lalu celana jins dan sepatu kets
santai. Pakaian biasa yang entah bagaimana tetap saja terlihat mewah
saat dipakainya. Kata ‘biasa’ dan ‘sederhana’ memang tidak pernah
sesuai untuk pria itu.
“Bus,” ucap Hye-Na cepat saat langkah Kyuhyun mengarah ke garasi.
“Baik,” jawab Kyuhyun, tidak terlihat keberatan. “Tapi kita butuh
mobil untuk keluar. Kau tidak berencana berjalan kaki dari sini sampai
gerbang depan, kan? Bisa-bisa baru nanti sore kita sampai di jalan
raya.”
Hye-Na merengut, mengangguk setuju. Bagaimana bisa dia melupakan
bahwa jarak dari rumah ini ke gerbang depan membutuhkan waktu
lima belas menit naik mobil? Suaminya itu suka sekali menghambur-
hamburkan uang untuk hal yang tidak penting.
Mereka berjalan menuju garasi dan Hye-Na menunggu dengan tangan
terlipat di depan dada saat Kyuhyun meletakkan tangannya di kotak
pemindai. Pintu menggeser terbuka sesaat kemudian, memperlihatkan
sekitar lima belas mobil sport terbaru dan terhebat yang pernah
diciptakan, satu amphibithrope, satu limusin, dan dua motor balap
yang tidak mau dibayangkan Hye-Na saat Kyuhyun menggunakannya.
Besar garasi itu sendiri sudah benar-benar kelewatan. Dia tidak
pernah mengerti apa gunanya menumpuk semua kendaraan itu jika
kenyataannya Kyuhyun hanya memakai beberapa di antaranya. Dan
tempat itu juga tersambung ke hanggar di belakang rumah, tempat
helikopter dan pesawat jet mungil pribadi berada. Sesuatu yang
pastinya tidak dimiliki setiap orang kaya di dunia. Karena sudah jelas,
yang rumah ini belum miliki, pasti belum diciptakan. Tapi yang rumah
ini miliki, belum tentu sudah dipasarkan.
Dan nyaris empat bulan tinggal di tempat ini tidak berarti Hye-Na
sudah berkeliling ke semua area. Bukan hanya karena luasnya yang
tidak masuk akal, tapi juga ketakutannya kalau-kalau dia malah
tersesat di rumahnya sendiri.
Hal tersebut menjadi perbedaan mereka yang paling mencolok. Hye-
Na tidak pernah menyukai kemewahan, sedangkan Kyuhyun
menganggapnya sebagai bentuk kenyamanan, perlindungan, dan
kekuasaan untuk mengontrol. Setidaknya selama pria itu
melakukannya dengan tujuan legal, dia masih bisa menelan protesnya
sebelum tersembur keluar.
***
Lotte World
01.00 PM
“Seharusnya kau membeli tempat ini!” seru Hye-Na sambil tertawa-
tawa senang setelah mereka berdua turun dari cable car dan gadis
itu berhasil mendapatkan es krim dalam porsi besar.
“Tempat ini memang milikku, Na~ya,” sahut Kyuhyun geli.
“Oh,” gumam gadis itu. “Oh.”
“Sekitar lima tahun yang lalu. Aku tidak ingat. Joong-Ki hyung yang
memberitahuku.”
Hye-Na menatap pria itu serius, mengabaikan es krimnya begitu saja.
“Kalau aku memintamu membelikanku suatu tempat, apa kau mau?”
“Tentu saja,” jawab pria itu enteng seolah Hye-Na hanya meminta
dibelikan es krim seharga seribu won.
“Hmmmmmfh,” desah gadis itu. “Pria macam apa sih yang aku nikahi?”
“Jangan berlebihan begitu. Senang sedikit karena hidup cicit-cicitmu
nanti dan cicit-cicit mereka akan terjamin.”
“Yaaaah… yaaaaah…” ujar Hye-Na, tidak tahu harus berkomentar
seperti apa.
Kyuhyun tertawa kecil dan memandang ke sekeliling mereka.
Beberapa orang tampak sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing
menikmati wahana yang ada disana, tapi sebagian besarnya jelas-jelas
berpikir bahwa menonton mereka berdua lebih menarik daripada
apapun. Masuk akal sebenarnya. Siapa yang bisa menyangka bahwa
pria macam Cho Kyuhyun akan berkeliaran ke tempat seperti ini?
Apalagi dengan tujuan sederhana, kencan bersama istrinya.
“Nah, coba kupikir-pikir,” ujar Hye-Na, menyela pikiran Kyuhyun.
“Bagaimana kalau kau membelikanku sebuah perusahaan manajemen
artis? Jadi setiap hari aku bisa melihat pria-pria muda yang tampan.
Kau tahu? Mengurus kasus pembunuhan setiap hari hanya membuat
stress. Aku butuh penyegaran.”
“Penyegaran kepalamu!” cetus Kyuhyun kesal. “Kau pikir aku ini apa?
Kau tahu tidak aku sudah dinobatkan menjadi pria tertampan dan
terseksi tahun ini? Bagaimana bisa otakmu hanya memikirkan cara
untuk menyeleweng dengan pria lain, hah?”
Hye-Na mengerucutkan bibirnya, mengernyitkan dahi dengan terang-
terangan.
“Itu pertanyaan menjebak,” keluhnya.
“Menjebak apanya?”
“Yaaaaaah… menyuruhku membandingkanmu dengan pria lain. Kau itu
benar-benar mengetahui setiap kelebihanmu dengan baik, ya?”
dengusnya, membuat Kyuhyun kali ini tertawa keras.
“Ya sudahlah. Belikan saja aku kamera. Kita harus punya foto kenang-
kenangan.”
“Tunggu tunggu,” seru Kyuhyun syok. “Foto? Sejak kapan kau
bersedia melakukannya?”
“Aku sedikit berpikir waras. Jarang sekali kan kita bisa pergi berdua
seperti ini? Jadi harus ada sesuatu untuk mengabadikannya.”
“Oh, baiklah,” gerutu Kyuhyun. “Kapan kau akan berhenti memberiku
serangan jantung, huh?”
***
Myeongdeong, Seoul
08.00 PM
***
STA Building, Five States
09.00 AM
***
Kyuhyun’s Home, Yeoju, South Korea
10.15 AM
“Kau tidak perlu melakukan ini,” ujar Kyuhyun saat Hye-Na memasuki
ruang kerjanya dan menelusup masuk ke dalam pelukannya.
Pria itu mendongak, mengecup pipi Hye-Na sekilas lalu mengusap
wajahnya yang terlihat begitu kelelahan. Itu kali pertamanya Hye-Na
melihat Kyuhyun dalam kondisi stress.
Ada kemarahan yang tersembunyi di balik raut tenang yang
diperlihatkan pria itu. Hye-Na sudah mengenalnya cukup lama untuk
tahu arti dari setiap ekspresi yang Kyuhyun perlihatkan. Dan kali ini
pria tersebut benar-benar murka.
“Kyu….”
“Ada 148 ribu orang yang terluka,” ucap pria itu akhirnya, dengan
suara pecah. “Untuk pertama kalinya dalam hidupku aku tidak tahu
harus melakukan apa. Aku takut sekali, Na~ya. Impianku untuk
meringankan beban manusia malah berakhir seperti ini.”
“Tidak. Oke? Pasti ada kesalahan dan kesalahannya bukan berasal
dari pihakmu. Apa yang kau dapatkan sejauh ini?” tanya Hye-Na
sambil mengusap punggung pria itu.
“Android buatan ACC dibuat sedemikian rupa sehingga tidak bisa
diutak-atik oleh pemiliknya. Perintah dasar yang diberikan kepada
mereka hanya sebatas melakukan kegiatan biasa sesuai pekerjaan
yang mereka lakukan. Semua laporan yang masuk menyebutkan bahwa
penyerangan dilakukan oleh android rumahan yang hanya bisa
melakukan pekerjaan rumah tangga. Mereka semua ramah dan
bersikap bersahabat. Bagaimana bisa mereka tiba-tiba menyerang
pemilik mereka begitu saja? Mereka tidak diperintah untuk itu.”
“Bagaimana cara untuk memberi mereka perintah? Maksudku, apa
tekhnisi yang terampil bisa melakukannya? Tidak harus dari ACC?”
“Kami sudah lama berjaga-jaga tentang hal itu. Perintah yang
diterima oleh android berada dalam sebuah chip kecil yang berisi
rekaman suara penciptanya. Tidak ada orang lain yang bisa mengutak-
atiknya selain tekhnisi yang membuatnya.”
Mereka berdua menoleh saat mendengar ketukan di pintu. Kyuhyun
menyerukan perintah masuk dan kemudian Joong-Ki muncul,
membungkuk sekilas ketika melihat kehadiran Hye-Na disana.
“Apa yang kau dapatkan?” tanya Kyuhyun langsung.
“Kabar akurat yang membuat kecurigaan kita semakin kuat. Tidak ada
satu laporan penyerangan pun dari Amerika, tapi mereka merupakan
negara pertama yang mengajukan protes dan berdalih bahwa mereka
sudah mendapatkan laporan-laporan dari negara lain sebelumnya.”
“Kalian mencurigai apa?” tanya Hye-Na penasaran.
“Amerika bersekutu dengan pemerintah kita untuk menjatuhkan Cho
Corp,” jelas Kyuhyun, membuat Hye-Na mengangakan mulutnya.
“Mereka sama-sama akan mendapat keuntungan, terutama Presiden,
karena aku terlalu banyak berkuasa. Amerika menjadi negara
penguasa kedua setelah negara kita mengambil alih. Mereka memiliki
dendam pribadi padaku. Jika kasus ini semakin parah, akan terjadi
masalah besar terhadap perusahaanku karena pemerintah akan
mengeluarkan perintah agar aku menarik semua android dari pasaran.
Lebih buruk lagi jika pemerintah mengambil alih ACC dan kemudian
berpura-pura bahwa mereka bisa memperbaiki android-android
tersebut sedangkan sebenarnya merekalah yang telah menyebabkan
semuanya. Masyarakat akan bersimpati pada pemerintah dan Min
Kwang-Jin akan terpilih lagi untuk pemilihan Presiden selanjutnya.”
“Oh astaga, urusan politik ini membuat kepalaku sakit,” keluh Hye-Na
sambil memijit-mijit keningnya.
Kyuhyun mengusap pinggang Hye-Na yang berdiri di samping kursinya,
lalu memfokuskan pandangan pada Joong-Ki lagi.
“Ada yang lain?”
“Aku sudah menyelidiki semua karyawan ACC, terutama para
tekhnisinya yang berada di bagian android rumah tangga. Ada sekitar
lima puluh lebih tekhnisi disana dan aku menyelidiki latar belakang
mereka. Seseorang bernama Jang Mi-Ran ternyata adalah keponakan
Presiden. Dia menyembunyikannya selama ini. Aku harus membuka
beberapa data tersegel untuk mendapatkan informasi ini.”
“Jadi kita sudah mendapatkan pelakunya?”
Joong-Ki mengangguk.
“Hanya saja masalahnya kita harus tahu bagaimana cara memperbaiki
android-android ini, tapi tidak ada satu android pun yang bermasalah
di negara ini dan mustahil kita bisa mendapatkan android-android
bermasalah dari negara lain dan memintanya dikirim kesini. Jadi satu-
satunya cara hanya dengan mendatangi salah satu negara
bermasalah.”
“Aku mengerti. Terima kasih atas kerja kerasmu, hyung.”
“Sama-sama, Kyu. Aku akan kembali ke kantor untuk mengurus
masalah lainnya.”
“Hyung? Kyu? Seingatku beberapa hari yang lalu kalian masih
bersikap resmi satu sama lain.”
“Oh,” ucap Kyuhyun. Ada nada puas yang terselip dalam suaranya.
“Aku harus sedikit mengancamnya agar bersedia melakukan itu.”
“Cih, seharusnya aku sudah bisa menebak. Kau selalu bisa
mendapatkan apapun dengan ancaman.”
“Kemampuanku yang satu itu tidak bisa dikalahkan oleh siapapun.”
Hye-Na mencibir.
“Tapi ngomong-ngomong dia itu sepertinya hebat sekali. Dan kau
menyukainya.”
“Tentu saja. Aku sudah menghabiskan waktu berminggu-minggu untuk
membujuknya bersedia bekerja bersamaku. Dia itu lulusan terbaik
Harvard dan Oxford. Memiliki gelar professor dan sudah
menamatkan kuliah dalam tiga jurusan berbeda. Tekhnik, bisnis dan
hukum. Banyak yang mengincarnya dan dari awal dia juga sudah
mengincar Cho Corp.”
“Lalu apanya yang susah?”
“Dia ingin menjadi agen KNI. Itu masalahnya.”
“Lalu kenapa kau tidak membiarkannya? Dia pasti akan sangat
bersinar disana.”
“Aku memberikan yang terbaik untuk Five States. Tapi yang terbaik
dari yang terbaik harus menjadi milikku, langsung di bawah
pengawasanku.” Kyuhyun berdiri dan sedikit membungkuk,
menyejajarkan wajahnya dengan wajah Hye-Na. “Kau pikir kenapa aku
menjadikanmu istriku, hah?”
***
Hye-Na dan Eun-Ji berjalan lesu keluar dari rumah mewah milik
Menteri Dalam Negeri. Mereka mendapat kesaksian yang sangat kuat,
sehingga harus mencoret Presiden dari daftar paling atas tersangka.
Yang berarti mereka kembali buta, harus memulai lagi dari awal.
“Kau yakin dia mengatakan yang sebenarnya?” tanya Eun-Ji masih
tidak terima.
“Dia jujur,” ujar Hye-Na pasrah, masuk ke dalam mobil lalu
membanting pintunya sampai menutup, menimbulkan suara debam
keras. “Hyung-Soo sepertinya akan kecewa.”
“Kau benar. Anak yang manis itu,” keluh Eun-Ji. “Lalu untuk apa lagi
kita mewawancarai Presiden setelah ini?”
“Prosedur standar. Lagipula aku ingin bertemu langsung dengannya.”
***
Blue House, Seoul
04.45 PM
***
Kyuhyun’s Home, Yeoju, South Korea
11.00 PM
***
“Eomma,” seru Hye-Na saat teleponnya diangkat oleh wanita itu.
“Oh, Hye-Na~ya? Astaga, bisa-bisanya kau baru menghubungiku
sekarang! Apa kau sesibuk itu, hah?”
Hye-Na sedikit mengernyit tapi tidak mendebatnya.
“Aku ini mencemaskanmu setengah mati dan kau sama sekali tidak
menghubungiku. Bahkan suamimu yang aku rasa orang tersibuk di
dunia itu masih menyempatkan diri meneleponku setiap malam unutk
memberitahuku kabarmu!”
“Jadi apa? Eomma mau bilang bahwa menantumu bahkan lebih
menyayangimu dibandingkan anakmu sendiri. Begitu?” dengus Hye-Na.
“Memang begitu! Kau kan memang tidak peka sama sekali. Lalu?
Kenapa sekarang kau tiba-tiba meneleponku?”
Hye-Na menatap pemandangan dataran Korea di bawahnya yang
semakin lama semakin mengecil selagi mobil yang dikendarai Eunhyuk
melesat ke udara dengan kecepatan mengerikan. Pria di sampingnya
itu sepertinya memiliki kecenderungan yang sama dengan Kyuhyun.
Penggila kecepatan. Sebenarnya Hye-Na juga, tapi gadis itu jauh…
jauh lebih menyukai darat untuk melakukan aksi kebut-kebutannya.
“Aku benci sekali terbang,” bisiknya.
***
***
Kyuhyun mendorong tubuh Hye-Na sampai terjatuh ke ranjang.
Pakaian mereka sudah berceceran dari ruang makan, sampai ke kamar
tidur di bagian belakang villa, dan mereka sudah benar-benar polos
sekarang.
Bibir Kyuhyun menciumi bagian manapun yang bisa dicapainya di wajah
Hye-Na, akhirnya kembali ke bibir gadis itu dan melumatnya dengan
sangat menuntut. Lidahnya meraup, menyusuri rongga mulut gadis itu
sesukanya sebelum beralih ke rahang gadis tersebut, terus turun ke
bawah.
“Kau tidak mau makan siang dulu?” tanya Hye-Na terengah dengan
gerakan mulut pria itu di tubuhnya.
“Aku sedang makan,” ucap Kyuhyun enteng, menghasilkan pukulan di
kepalanya yang dilancarkan oleh Hye-Na.
Pria itu terkekeh geli, tidak menghentikan kegiatannya, malah dengan
sengaja menyusurkan tangannya di sisi tubuh gadis tersebut, dari
pinggang, meraba ringan paha gadis itu, sampai ke tungkai kakinya
yang panjang.
Dia menggantikan gerakan tangannya dengan mulutnya beberapa saat
kemudian, membuat Hye-Na menggigit bibir sebisanya untuk menahan
desahan.
“Bibirmu bisa terluka,” komentar Kyuhyun saat dia menegakkan
tubuhnya kembali, mengecup dagu gadis itu dengan permukaan
bibirnya.
“Kau pikir apa lagi yang bisa aku lakukan?” tanya Hye-Na retoris.
“Coba saja mendesah. Aku penasaran dengan suaramu. Mendesah satu
kali saja untuk suamimu bukan dosa,” godanya, dengan cengiran lebar
di wajah.
Hye-Na tertawa sinis, mengeluarkan delikan andalannya, tapi berada
dalam keadaan amat sangat tidak siap saat Kyuhyun tiba-tiba
menyatukan tubuh mereka, sehingga tanpa sadar satu desahan
terlontar keluar dari mulutnya.
“Nah, seharusnya aku merekamnya, kan?” ujar pria itu, mulai
menggerakkan tubuhnya. “Tapi karena aku ini jenius, aku pasti selalu
bisa mengingatnya dengan jelas.”
“Berhenti menggodaku!” bentak Hye-Na kesal.
“Hei hei, tidak ada suami istri yang bertengkar saat sedang bercinta,
Na~ya.”
“Setelah ini aku akan membunuhmu!”
***
09.00 AM
***
Kyuhyun membawakan semua pesanan gadis itu, ditambah dengan
tumpukan roti panggang dan daging asap dan gadis itu melahap
semuanya dalam waktu singkat.
“Kau punya berapa usus, sih?” tanya pria itu penasaran setelah Hye-
Na menandaskan susu stroberinya dan beralih ke jus jeruknya yang
masih tersisa sedikit.
“Aku memiliki usus cadangan jika sudah menyangkut makanan,” jawab
gadis tersebut, membalikkan ucapan Kyuhyun tadi. “Setelah ini kau
mau ke kantor?”
Kyuhyun menggeleng. “Ada Joong-Ki hyung yang mengurus semuanya.
Dia akan datang untuk melapor nanti.”
“Bagaimana perkembangan kasusnya?”
“Bukti-bukti kami sudah cukup dan kami sudah berhasil menemukan
penyebab amukan para android itu. Kerugian besar karena kami
memutuskan untuk mengambil semua android bermasalah dan
menukarnya dengan yang baru sebagai ganti rugi, tapi kami juga
sudah mengajukan tuntutan terhadap pihak Amerika dan pemerintah
kita. Aku sudah cukup puas dengan itu.”
“Apa setelah itu Presiden terpaksa menyerahkan jabatannya?”
“Tentu saja. Sudahlah, tidak usah mengurusi masalahku. Bagaimana
kalau setelah ini kita olahraga pagi? Di danau belakang villa?”
“Aku tidak bisa berenang,” tolak Hye-Na langsung.
“Yang mengajakmu berenang siapa? Pengertian olahraga dalam
kamusku itu berbeda, Na~ya,” ucapnya licik.
***
Kyuhyun berhasil menyeretnya ke danau dalam lahan pribadi villa pria
itu, bahkan tidak memberinya waktu untuk berpakaian. Dan dia
sekarang berdiri kaku di depan danau yang tersembunyi di balik
rimbunan pohon tersebut, dalam balutan selimut yang dia pakai
sekenanya, dengan kesal memelototi suaminya yang sudah masuk ke
dalam air yang seharusnya terasa sangat dingin itu.
“Ayolah. Tidak ada yang akan melihatmu. Disini wilayah pribadi,”
bujuk Kyuhyun, separuh tertawa melihat ekspresi yang ditunjukkan
istrinya itu.
“Oh Ya Tuhan, apa sih yang sudah kau perbuat padaku? Kenapa aku
bisa jadi seliar ini? Aku ini wanita baik-baik dan sekarang malah
berencana untuk berenang telanjang di tempat terbuka seperti ini.
Ya Tuhan!” gerutu gadis itu frustrasi. “Apa aku ini wanita jalang?”
“Astaga, Na~ya,” seru Kyuhyun, benar-benar tidak bisa menahan
tawanya lagi. “Apanya yang jalang dari seorang wanita yang telanjang
di depan suaminya? Kau ini ada-ada saja!” Pria itu mencipratkan air ke
arah Hye-Na. “Ayo kesini!”
Gadis itu mengerucutkan bibir tapi kemudian menjatuhkan selimut
yang dipakainya, membuat Kyuhyun menahan nafas selagi gadis itu
melangkah mendekat, tampak seperti gambaran visual dewi-dewi yang
diceritakan dalam mitologi Yunani. Rambut ikal panjang, wajah cantik
tanpa cela, dan tubuh yang luar biasa mengagumkan.
Semua orang heran bagaimana bisa gadis itu mendapatkannya, tapi
dia sendiri malah bertanya-tanya, bagaimana bisa gadis itu bersedia
menjadi miliknya.
Tangan Kyuhyun terulur, menyambut Hye-Na setelah gadis itu sampai
di depannya. Tubuh mereka terbenam sepinggang dan berada tepat di
bawah banjir cahaya matahari pagi yang sedang terik-teriknya. Kali
ini kulit mereka tidak terlihat kontras karena matahari membuat
semuanya terlihat menyilaukan.
Kyuhyun menangkup wajah gadis itu di antara kedua tangannya,
mendekatkan wajah hingga kening mereka menempel dan ujung hidung
mereka bersentuhan. Nafas gadis itu menerpa wajahnya dan dia
perlahan tersenyum. Diam-diam mengucapkan syukur di dalam hati
karena masih bisa mempertahankan gadis itu sejauh ini. Bersamanya.
Dia mengusapkan ibu jarinya di pipi gadis itu, mengelusnya pelan,
merasakan bagaimana lengan gadis itu memeluk pinggangnya dengan
posesif, dan tubuh mereka yang bersentuhan tanpa penghalang. Dia
masih menginginkan gadis itu, tidak peduli sebanyak apapun mereka
sudah melakukannya semalam. Ada rasa kertertarikan purba di
antara mereka, seolah tidak akan pernah puas akan satu sama lain.
Dia mencecap bibir gadis itu lambat, tidak merasa perlu terburu-buru
karena mereka punya waktu seharian. Dia melewatkan beberapa detik
begitu saja, menempelkan bibir mereka dalam diam, tidak bergerak,
kemudian mundur dengan perlahan, membenamkan tubuh mereka
lebih dalam sampai sebatas dada, dan memulai proses kesukaannya.
Mereka melakukannya dua kali, menghabiskan waktu satu jam lebih,
lalu kembali ke daratan, duduk disana, berbagi selimut untuk
menutupi tubuh mereka sekedarnya. Diam selama beberapa saat, lalu
Hye-Na mulai tertawa, menggelengkan kepalanya karena tidak
percaya dengan apa yang baru saja mereka lakukan.
“Kau benar-benar merusak imejku!” desah gadis itu.
“Memangnya aku tidak? Hei, aku tidak pernah membayangkan akan
melakukan seks di tempat terbuka seperti ini! Kau pikir aku pria
macam apa?”
“Kau pria mesum. Masih bertanya juga?” sindir Hye-Na.
“Yang membuatku menjadi begini siapa, hah?” Kyuhyun menarik Hye-
Na sampai berdiri, memastikan tubuh gadis itu tertutup sepenuhnya
di balik selimut. Dia tidak mau konsentrasinya terganggu lagi hanya
karena melihat tubuh gadis itu.
“Ayo kembali. Aku rasa aku sudah lapar lagi.”
***
Hye-Na mengenakan tank-top putihnya dan hotpants berwarna
cokelat muda, keluar dari kamar, meninggalkan Kyuhyun yang masih
mandi. Dia memesan beberapa menu makan siang dari AutoChef lalu
memutuskan untuk membuat kopi.
Gadis itu baru saja selesai menuangkan kopi ke cangkirnya dan sedang
mencari-cari krim saat merasakan sepasang lengan melingkari
pinggangnya, ditambah nafas yang berhembus di lehernya, membuat
bulu kuduknya sedikit meremang.
“Kau sedang apa, hah?” tanya Kyuhyun, dan Hye-Na tanpa pikir
panjang menyikut perut pria itu dengan sikunya.
“Tidak usah sok mesra begitu!” bentaknya, membuat pria itu
terkekeh senang.
Hye-Na berbalik untuk mendamprat Kyuhyun lagi, tapi malah
mendapati pria itu melongo menatapnya dengan mata menyipit.
“Kau tidak memakai bra?” tanya pria itu takjub, membuat Hye-Na
langsung melayangkan pukulan ke arah kepalanya.
“Aku lupa membawa dalaman karena terlalu terburu-buru pergi
bersama Eunhyuk oppa kemarin.”
“Di lemari ada banyak. Aku menyiapkan banyak pakaian untukmu di
semua rumah dan villa yang aku miliki. Oh, aku sampai lupa,” ucap pria
itu. “Selamat Natal.”
Hye-Na melebarkan matanya, menatap hadiah yang diulurkan Kyuhyun
padanya.
“Sekarang tanggal 25, Na~ya. Kau kehilangan orientasi waktu, ya?”
ejek Kyuhyun sambil tersenyum menggooda.
“Dengan kau yang memonopoliku seharian kemarin, kau pikir
bagaimana bisa aku mengingat tanggal?” dengus gadis itu, tapi
menerima hadiahnya dengan senang hati.
Dia merobek kertas pembungkus hadiahnya dengan cepat dan
langsung mengangakan mulutnya lebar saat melihat hadiah natal
macam apa yang dia dapatkan.
“Pistol keluaran terbaru. Belum dipasarkan. Aku pikir kau akan
menyukainya.”
“Tentu saja,” desah Hye-Na senang, memandangi senjata itu seolah
benda tersebut benda paling indah yang pernah dilihatnya seumur
hidup.
“Terima kasih,” serunya, melemparkan tubuh ke arah Kyuhyun dan
mengecup bibir pria itu dengan mata berkilat-kilat bahagia.
“Hei, aku berniat mengistirahatkan tubuhmu dulu. Jadi jangan
menggodaku begitu dan membuatku berubah pikiran,” keluh pria itu
dengan wajah merengut.
“Ah, aku tidak punya hadiah untukmu.”
“Kau ada disini. Itu saja sudah cukup,” ujar pria itu serius.
Sebuah deheman memotong pembicaraan mereka dan Kyuhyun dengan
refleks mendorong tubuh Hye-Na sampai tersembunyi di belakang
tubuhnya.
“Hyung.”
Joong-Ki tersenyum dan membungkuk ke arah Hye-Na yang wajahnya
sudah semerah kepiting rebus. Kalau Kyuhyun tidak sigap, tubuhnya
pasti sudah terpampang bebas.
“Aku datang membawa laporan.”
“Tunggu di ruang kerjaku saja, hyung. Nanti aku menyusul.”
Joong-Ki tersenyum maklum dan mengangguk. Kadang-kadang atasan
yang lebih muda darinya itu bisa terlihat sangat kekanakan jika
sedang berada di dekat istrinya, saat-saat dimana pria dingin itu bisa
terlihat jauh lebih manusiawi daripada tampilannya di depan publik.
“Ganti pakaianmu dengan yang lebih sopan,” perintah Kyuhyun
setelahJoong-Ki tidak terlihat lagi. “Aku tidak suka membagi
pemandangan kesukaanku dengan orang lain. Oh, dan bersiap-siaplah.
Setelah ini kita kembali ke Korea. Hmm?”
Hye-Na mengangguk, memamerkan senyumnya.
“Bagaimana kalau kita ganti rencana?” saran Kyuhyun, dengan cepat
berubah pikiran saat melihat senyum gadis itu. “Kau tunggu aku di
kamar. Di atas tempat tidur. Telanjang.”
“Aku akan menunggumu. Di atas tempat tidur,” ucap Hye-Na manis.
“Dengan baju biarawati!” desisnya kemudian dengan tampang galak.
“Ide bagus,” ucap Kyuhyun, tidak terpengaruh dengan ekspresi yang
diperlihatkan gadis itu padanya. “Aku penasaran bagaimana caranya
melepaskan baju setertutup itu dengan cepat.”
“CHO KYUHYUN!!! Bagaimana mungkin aku masih belum
menceraikanmu, hah?”
Kyuhyun tersenyum dan menyentil kening Hye-Na dengan buku-buku
jarinya.
“Tentu saja karena kau tergila-gila padaku. Na~ya.”
***
Kyuhyun’s Home, Yeoju, South Korea
08.00 AM
***
SRO Laboratory, Five States
10.03 PM
“Tidak ada apapun. Cairan sperma, rambut. Tidak ada bukti apa-apa.
Yang kita tahu hanya gadis itu diperkosa dan dibunuh
dengan pepryprone. Titik.”
Hye-Na menghela nafas mendengar penjelasan Kibum.
“Tidak ada saksi. Tidak ada tersangka,” tambah Hye-Na kemudian,
memperkeruh suasana.
“Ah, ngomong-ngomong, aku baru ingat. Salah seorang anak buahku
yang ikut memeriksa lokasi kejadian pada kasus pertama dan kasus
ketiga mengatakan sesuatu yang menarik. Aku tidak tahu apakah ini
berguna atau tidak.”
“Apa?”
“Bau parfum. Ada bau parfum yang sangat menyengat di ruangan itu.
Juga di tubuh korban. Mungkin saja memang parfumnya.”
“Parfum apa?”
“Prior. Mereknya Prior. Parfum yang sangat mahal.”
“Parfum pria?”
“Bukan. Wanita.”
***
***
***
***
***
Shyere Hotel, Seoul
09.45 PM
***
Kyuhyun membuka pintu kamar yang terletak tepat di samping kamar
hotel tempat Presiden disekap itu. Hye-Na menolak memakai jaket
pelindung dan dia sendiri tidak mau mengambil resiko atas
keselamatan gadis itu.
“Hotel ini milikmu, ya?” tanya Leeteuk penasaran. Pria itu memilih
mengikuti Kyuhyun daripada menonton barisan pasukan pengawal yang
berjaga di luar kamar dengan wajah dingin mereka. Kyuhyun baru saja
mengamuk. Lagi. Karena orang-orang itu melarangnya masuk ke kamar
ini untuk melakukan pengintaian. Sepertinya dia berhasil menghajar
beberapa karena saat Leeteuk kembali setelah memberikan laporan
ke kantor, Kyuhyun sudah berhasil membuka pintu kamar, dengan
wajah babak belur beberapa orang pengawal kepresidenan di
belakangnya.
“Mmm,” gumam Kyuhyun sebagai jawaban. Pria itu berdiri di tengah
ruangan, tampak menunggu sesuatu. Dan tidak sampai dua menit
kemudian, seorang pria sudah berlari masuk ke dalam ruangan. Pria
yang dikenali Leeteuk sebagai Sekretaris Pribadi baru Kyuhyun.
“Aku membawanya, Kyu. Apa aku perlu melakukannya sekarang?”
tanya Joong-Ki.
“Biar aku saja,” ucap Kyuhyun, mengambil alat sebesar pensil dari
tangan pria itu dan melangkah ke dinding yang membatasi ruangan ini
denagn ruangan sebelah.
“Apa itu?” tanya Leeteuk, mengarahkan pandangannya pada Kyuhyun
yang sudah berjongkok dan membenamkan alat itu ke dinding.
“Bor kecil. Bisa menembus dinding maupun baja. Penemuan baru,”
jelas Joong-Ki. “Tanpa suara,” lanjut pria itu lagi saat melihat
pandangan cemas Leeteuk.
“Baiklah. Sebenarnya apa sih yang tidak bisa kalian temukan?”
dengusnya, tidak bisa menyembunyikan kekaguman saat alat tersebut
berputar pelan menembus dinding, menyisakan lubang yang cukup
besar untuk mengintip. Benar-benar tanpa suara.
Kyuhyun mengulurkan tangan dan Joong-Ki menyerahkan benda
berikutnya, berupa pistol kecil yang kemudian hanya digenggam pria
itu, tanpa digunakan. Kyuhyun memilih duduk di lantai dan mulai
mengintai, berjaga kalau-kalau senjata itu dibutuhkan.
“Kau tidak akan menembaknya, kan?” tanya Leeteuk panik.
“Ini hanya penyengat. Untuk melumpuhkan selama beberapa menit.
Tidak akan mencederainya.”
“Baguslah. Hye-Na pasti akan memarahimu kalau kau melukai anak itu.
Dia cukup menyukai Hyung-Soo sepertinya.”
“Suka?” dengus Kyuhyun, sedikit mengernyit.
“Yak, jangan bilang kau cemburu pada anak itu.”
Kyuhyun mengedikkan bahu. “Gadis itu seharusnya tahu kan kalau aku
mudah sekali dibuat cemburu.”
***
“Nuna.”
Hye-Na tersenyum dan menutup kembali pintu di belakangnya.
“Hyung-Soo~ya,” sapanya, melirik pistol semi otomatis di tangan pria
itu dan Presiden yang duduk di atas kursi di sampingnya dalam
keadaan terikat. “Bisa memberitahuku ada apa ini?”
“Kau bisa melepaskan mantelmu, nuna.”
“Hmm, kurasa tidak,” ujar Hye-Na, menegaskan dengan gelengan
kepalanya. Dia ingat bahwa dia tadi bahkan tidak sempat berganti
pakaian, yang berarti bahwa dia masih memakai gaun merah super
seksi yang dia kenakan untuk menggoda Kyuhyun malam ini.
“Aku harus memastikan bahwa kau tidak….”
“Tenanglah,” potong Hye-Na. “Aku tidak membawa senjata apapun.
Satu-satunya alasan kenapa aku tidak mau membuka mantelku karena
aku masih memakai gaun yang tidak pantas dilihat oleh siapapun selain
suamiku. Kau tadi mengganggu acara kami, Hyung-Soo~ya.”
“Maafkan aku. Aku hanya….”
“Hei, sudahlah. Aku hanya kecewa padamu karena kau malah
melakukan iini. Kau tidak percaya padaku bahwa aku akan menangkap
pelakunya?” tanya Hye-Na sambil melirik Presiden yang sedari tadi
hanya diam, tidak memberikan komentar apa-apa.
“Tapi kalian memang tidak berhasil. Nuna bahkan sempat terkena
skorsing saat melakukan penyelidikan terhadap pria ini,” ujar Hyung-
Soo sambil mendorong kepala Presiden dengan ujung pistolnya.
Sesuatu yang membuat Hye-Na ingin tertawa dan tidak merasa
bersalah sedikitpun dengan pikirannya.
“Aku sekarang sudah kembali bekerja dan kami masih mengumpulkan
bukti-bukti. Hanya saja, alibi Presiden pada semua malam kejadian
sangat kuat. Dia bukan pelakunya.”
“Tidak, nuna. Aku yakin dia yang…. Rae-Hee sangat mengaguminya….”
“Keyakinan saja tidak cukup, Hyung-Soo~ya,” ucap Hye-Na sabar.
“Menyekapnya seperti ini juga tidak ada untungnya. Kau hanya akan
dimasukkan ke dalam penjara karena percobaan pembunuhan
terhadap Presiden. Kau bisa menghancurkan hidupmu sendiri. Kau
mengerti?”
“Aku tidak akan membunuh pria ini,” ujar Hyung-Soo jijik. “Aku lebih
suka melihatnya menderita dan mati perlahan-lahan. Lagipula Rae-
Hee pasti tidak akan suka kalau aku membunuhnya.”
“Bagus. Sekarang berikan pistolmu padaku dan kita keluar dari sini.
Tidak perlu ada yang terluka. Mengerti?”
“Rugi sekali jika aku membiarkannya bebas tanpa terluka, pada
akhirnya aku tetap akan dihukum, kan?”
“Presiden,” panggil Hye-Na tajam.
“Tidak akan ada tuntutan apapun terhadapmu,” ucap pria itu cepat
tanggap. “Aku mengerti perasaanmu. Kau mungkin tidak percaya, tapi
aku mengerti apa yang kau rasakan. Kehilangan seseorang yang kau
cintai. Dan juga, kau boleh pegang kata-kataku. Aku tidak pernah
membunuh siapapun seumur hidupku.”
Dasar politikus, dengus Hye-Na dalam hati. Selalu pintar berbicara.
“Ayo, Hyung-Soo~ya,” ujar Hye-Na, berjalan mendekat ke arah namja
itu, sedikit berhati-hati. “Kalau dia melanggar ucapannya sendiri, kau
bisa menculiknya lagi dan melakukan apapun yang kau mau,” bisik Hye-
Na kemudian saat mereka sudah berdiri berhadap-hadapan.
“Kau janji akan menangkap pelakunya?”
Hye-Na mengangguk. “Pasti. Aku belum pernah gagal dan aku tidak
akan gagal,” janjinya. “Pistolmu?”
Hyung-Soo menatap wanita yang lebih tua darinya itu selama
beberapa saat lalu mengangguk, mengangsurkan pistolnya ke tangan
Hye-Na.
“Aku percaya padamu, nuna.”
Hye-Na tersenyum dan menepuk bahu namja itu pelan. “Pegang
janjiku.”
***
“Bawa dia ke KNI untuk sesi tanya jawab setelah itu antarkan dia
pulang,” suruh Hye-Na kepada Soo-Hyun setelah pidato singkat yang
disampaikan Presiden di depan semua wartawan yang sudah menunggu
di depan hotel. Tempat tersebut sudah seperti lokasi demo, sekitar
seribu lebih orang sudah berkumpul. Terutama para wartawan, baik
dari dalam maupun luar negeri. Dan untung saja dia bisa melarikan diri
dari kewajiban menjelaskan kasus pembunuhan yang sedang
ditanganinya kepada mereka, karena Leeteuk bersedia
menggantikannya.
“Terima kasih, nuna,” ujar Hyung-Soo cepat-cepat sebelum Soo-Hyun
menyeretnya pergi.
“Sama-sama,” ucap Hye-Na sambil tersenyum manis, membuat
Kyuhyun berdeham pelan di sampingnya.
“Apa?” tanya gadis itu, menoleh menatap Kyuhyun heran.
“Hyung sedang cemburu karena kau tersenyum semanis padaku, nuna,”
jelas Hyung-Soo, langsung mengkerut saat mendapatkan tatapan
mengancam dari Kyuhyun.
“Cih, kekanakan sekali,” dengus Hye-Na, yang terdengar sangat
menyebalkan di telinga Kyuhyun. Tapi nanti saja dia mengurus gadis
itu di rumah.
“Hyung, aku minta maaf karena sudah mengganggu acara apapun yang
sedang kau lakukan dengan Hye-Na nuna tadi.”
“Bagus kalau kau sadar. Kau memang benar-benar telah merusaknya,”
ujar Kyuhyun geram, membuat Hyung-Soo langsung menarik Soo-Hyun
untuk segera membawanya pergi dari tempat itu.
“Kau itu kenapa, sih? Tidak usah terlalu berlebihan! Dia itu lebih
muda 2 tahun dariku. Dan aku tidak ada niat menjalin hubungan
dengan pria yang lebih muda,” gerutu Hye-Na.
“Hubungan apa? Sebelum kau sempat memikirkannya, aku akan
menghapusnya duluan dari otakmu yang kecil itu!” rutuk Kyuhyun,
menyeret Hye-Na keluar dari hotel, mengacuhkan para wartawan
yang berusaha mewawancarai mereka. Wartawan-wartawan yang
langsung mundur teratur karena mendapatkan tatapan menakutkan
dari Kyuhyun.
Beberapa tahun terakhir, semua orang, terutama media massa,
berusaha tidak mencari masalah dengan pria satu itu. Karena
akibatnya akan begitu buruk kalau Kyuhyun merasa terganggu
sehingga para pencari berita sekalipun memilih untuk tidak
mengeluarkan berita yang tidak-tidak tentangnya.
Mereka baru saja memasuki lapangan parkir saat seorang pria,
berumur pertengahan dua puluhan, mencegat langkah mereka. Pria
tersebut hanya pria biasa, tidak membawa apa-apa selain sebuah
ransel kecil yang tersandang di bahu.
“Maaf mengganggu, Nona….”
“Nyonya,” ralat Kyuhyun langsung, membuat Hye-Na lagi-lagi merasa
harus melemparkan delikan penuh peringatan kepada pria itu untuk
yang kedua kalinya dalam jangka waktu lima menit.
“Ne, mianhamnida. Nyonya Cho Hye-Na,” ralat pria itu membetulkan.
“Ada apa?” tanya Hye-Na penasaran.
“Sebelumnya aku benar-benar minta maaf karena aku baru
mendengar berita kasus pembunuhan yang sedang kau selidiki malam
ini. Itupun karena semua channel TV menayangkan peristiwa
penyekapan Presiden.”
“Lalu?”
Pria itu tampak ragu sesaat. “Apa tidak apa-apa kalau aku
memberikan kesaksian disini?”
“Kesaksian?” ulang Hye-Na, tampak sedikit kaget. Tapi otaknya
langsung bekerja cepat. “Tidak tidak. Kesaksianmu harus direkam.
Prosedur standar. Kyu? Five States?”
Suaminya itu menghela nafas pasrah. “Baiklah. Ayo masuk ke mobil.”
***
STA Building, Five States
10.40 PM
***
“Sialan. Pantas saja. Kami mengejar buruan yang salah,” umpat Hye-
Na, memencet-mencetcommunicator-nya dengan kasar, tampak
sangat tidak sabar.
“YAK, KIM SOO-HYUN! Dapatkan Surat Perintah Penangkapan Resmi
untukku sekarang juga!” teriaknya saat teleponnya tersambung.
“Kau sudah menemukan pelakunya?”
“Temui aku di Gedung Biru. Secepatnya.”
“Gedung Biru? Presiden? Tapi alibinya sangat kuat. Kau jangan
bertindak sembarangan lagi, Hye-Na~ya.”
“Dapatkan saja untukku. Dan cantumkan atas nama Hwang Mi-Rae.
Kau mengerti?”
Tanpa menunggu jawaban Hye-Na langsung memutuskan sambungan
teleponnya.
“Tidak bisakah lebih cepat lagi?” gerutu gadis itu.
“Ini sudah 250 km/jam. Kau mau secepat apa lagi?” dengus Kyuhyun
kesal.
“Bagus bagus. Aku akan menangkap waniat sombong itu dengan
tanganku sendiri dan memasangkan borgol ke tangannya. Aku sudah
memberinya peringatan.”
“Kau sudah memikirkan rinciannya?” tanya Kyuhyun. “Kau tidak bisa
menangkapnya begitu saja hanya karena kesaksian satu orang.”
“Aku sudah memikirkannya. Siapapun bisa melihat bahwa hubungan
pernikahan Presiden dan wanita itu tidak sebahagia seperti yang
mereka perlihatkan di publik. Dia bahkan tidak hadir tadi saat
suaminya diculik dan hampir dibunuh. Aku rasa wanita itu lesbian dan
mengincar gadis-gadis muda. Tapi kali ini dia melewati batas dan
mulai takut ketahuan sehingga dia membunuh korbannya. Karena itu
tidak ada sisa sperma yang ditemukan di tubuh korban. Aku rasa dia
menggunakan penis buatan atau semacamnya untuk merobek selaput
dara korban. Para korban seharusnya dalam keadaan sadar. Mungkin
juga mereka ketakutan atau terlalu mengagumi Sang Ibu Negara
sehingga bersedia melakukan apa saja. Dia tidak akan mengaku, tapi
aku tidak akan membiarkannya lolos. Zhoumi oppa masih memiliki
serum kebenarannya, kan?”
“Kau beruntung,” ucap Kyuhyun sambil menyeringai. “Dia baru saja
menyelesaikannya kemarin.”
Pria itu membelokkan mobilnya masuk ke area Gedung Biru dan
terpaksa berhenti karena dicegat oleh sejumlah pasukan bersenjata.
Sepertinya keamanan gedung baru saja diperketat karena kejadian
beberapa jam yang lalu.
Kyuhyun menurunkan kaca mobil dan memperlihatkan wajahnya.
“Ada keperluan penting apa Anda bertamu malam-malam begini, Tuan
Cho?” tanya salah seorang dari mereka.
“Kasus pembunuhan. Bisakah aku lewat?”
“Ada Surat Izin Resmi?”
Pria itu mendesah malas, kemudian turun dari mobil.
“Biarkan istriku masuk dan aku menunggu disini. Keberatan?”
“Tapi peraturannya, tidak ada siapapun yang boleh masuk tanpa izin
resmi.”
“Suratnya akan datang sebentar lagi. Sekarang aku yang bertanggung
jawab,” ucap Kyuhyun, tidak bisa dibantah.
Pria itu menunduk dan melongok ke dalam mobil. “Kau keberatan
masuk sendirian?”
“Tidak masalah,” ujar Hye-Na seraya turun dari mobil.
“Borgolnya, Na~ya. Kau tidak bawa, kan? Ambil di laci,” ujar Kyuhyun
mengingatkan.
Gadis itu menyeringai dan merogoh ke dalam laci mobil yang ditunjuk
Kyuhyun lalu dengan terburu-buru berlari masuk ke dalam.
“Tuan Cho, kuasa Anda tidak berlaku di….”
Mata Kyuhyun berkilat menakutkan, mendadak berubah menjadi
tajam dan penuh intimidasi.
“Kau tahu apa yang bisa terjadi beberapa jam lagi? Presiden akan
turun dari jabatannya dan kalau aku mau, aku bisa saja mendapatkan
kuasa penuh atas tempat ini kalau aku bersedia mengajukan diri. Jadi
jangan mempertanyakan sampai sejauh mana pengaruh kekuasaanku.
Mengerti?”
***
Hye-Na berlari melewati lorong-lorong kosong di sayap timur
bangunan yang menjadi rumah pribadi Presiden dan Ibu Negara. Dia
tahu bahwa dia akan terhalang oleh beberapa pengawal disana dan
tidak akan diizinkan masuk tanpa Surat Perintah Resmi. Tapi dia
tidak terlalu keberatan jika harus adu fisik malam ini. Dia benar-
benar ingin menonjok seseorang. Atau mungkin beberapa orang.
Delapan orang. Hye-Na menghitung saat dia berhasil mencapai
kediaman Presiden. Laki-laki.
Ah, sudah waktunya kan dia memperlihatkan kemampuannya berkelahi
yang tidak pernah dilakukannya lagi sejak kembali ke Korea?
Seharusnya keahliannya belum hilang.
“Bagaimana Anda bisa masuk, Nona?”
“Aku ingin melakukan penangkapan terhadap Hwang Mi-Rae. Minggir,”
ucap Hye-Na tanpa menjawab pertanyaan yang dilontarkan padanya.
“Anda tidak boleh masuk begitu saja. Dan atas dasar apa Anda
menangkap Ibu Negara? Mana Surat Penangkapan Resmi? Anda tidak
boleh masuk kalau Anda tidak membawanya.”
Hye-Na menggerakkan jari-jarinya sehingga menimbulkan bunyi
gemeretak.
“Bermaksud menghalangiku?” tantang gadis itu. “Orang yang kalian
lindungi itu sudah membunuh tiga orang gadis di bawah umur hanya
karena kelainan seksnya. Jadi lebih baik kalian menyingkir. Sekarang.”
Salah seorang dari mereka melangkah maju, menutup jalan Hye-Na,
dengan cepat membuat gadis itu hilang kesabaran sehingga dalam
detik yang samar dan begitu singkat, Hye-Na menggapai tengkuk pria
itu lalu mengaitkan kakinya ke tungkai pria tersebut dan
menjatuhkannya dengan mudah. Dia melakukan beberapa tendangan
mematikan lagi terhadap pengawal-pengawal berikutnya. Hanya
gerakan dasar untuk melumpuhkan, karena dia tidak bermaksud
terlalu melukai mereka. Lagipula apa sih yang mereka pikirkan sampai
mengira bisa mengalahkannya?
Dia membiarkan pengawal terakhir tetap sadar, hanya
menjatuhkannya ke lantai aagar dia bisa mencengkeram kerah kemeja
pria tersebut tanpa perlu mendapatkan perlawanan.
“Hwang Mi-Rae?”
“Ka.. mar… sebelah kanan.”
“Kalau kau memberitahuku dari tadi, ini semua tidak perlu terjadi,
kan?” rutuk Hye-Na, melepaskan cengkeramannya lalu berjalan pergi.
Dia melangkah memasuki ruangan mewah yang penuh perabotan
mahal, mendapati ada dua ruangan dengan pintu tertutup disana. Dia
langsung menebak bahwa suami istri itu pasti tidak pernah lagi tidur
satu ranjang.
Hye-Na mendorong pintu di sebelah kanannya sampai terbuka,
menatap langsung kamar yang sama mewahnya dengan desain diluar.
Ruangan itu berpenerangan redup, tapi dia bisa melihat sesosok
tubuh yang berbaring membelakanginya. Sepertinya kamar ini kedap
suara, karena wanita itu tidak terbangun setelah keributan yang
ditimbulkannya. Dan mungkin wanita itu merasa sangat aman, karena
tidak bersusah-payah untuk sekedar mengunci pintu kamarnya.
“Hwang Mi-Rae ssi,” panggil Hye-Na keras. “Bangun!”
Wanita itu bergerak, terlonjak lebih tepatnya, dan langsung menoleh,
dengan mata terbelalak lebar yang menunjukkan keterkejutannya
melihat kehadiran Hye-Na di tempat paling pribadinya.
“Apa-apaan kau?” teriak wanita itu. “Bagaimana bisa kau masuk kesini
sembarangan. Mana para pengawal? PENGAWAL?!!”
“Sudahlah, tidak usah menghabiskan suaramu. Mereka sudah
kutangani dengan sangat baik.”
“Mau apa kau? Benar-benar tidak sopan!”
“Mana yang lebih tidak sopan? Aku yang masuk ke kamarmu
sembarangan atau kau yang telah membunuh tiga ornag gadis di
bawah umur?” tanya Hye-Na dengan raut wajah jijik.
“APA? Apa kau bilang? Berani-beraninya kau menuduhku seperti itu!”
Wanita tersebut kali ini berdiri, sedikit menjulang di atas Hye-Na,
tapi gadis itu sama sekali tidak merasa terintimidasi.
“Ada saksi yang melihatmu keluar dari hotel, Hwang Mi-Rae ssi. Aku
datang kesini untuk menangkapmu. Jadi lebih baik kau ikut dengan
sukarela bersamaku atau aku harus menggunakan kekerasan.” Hye-Na
menggoyangkan borgol yang digenggamnya, menunjukkan secara
langsung apa yang dia maksud.
“Sukarela kau bilang?” Ada sebersit rasa takut di balik topeng
kemarahan yang diperlihatkan wanita itu saat mengetahui bahwa
kedoknya sudah terbongkar, tapi tentu saja, dia berhasil
menyembunyikannya dengan baik.
“Jangan buang-buang waktuku, Hwang Mi-Rae ssi. Kesabaranku
sangat tipis.”
“Wanita tidak tahu diri!” teriak Mi-Rae murka. Wanita itu maju ke
depan dan berusaha mendorong tubuh Hye-Na agar dia bisa keluar
dari kamar, tapi gadis itu lebih sigap. Dia mencengkeram lengan
wanita itu, sedikit memelintirnya, tapi kemudian tersentak kaget saat
wanita itu balik mencengkeram bagian depan mantelnya dalam
usahanya untuk mempertahankan diri. Terjadi tarik-menarik selama
beberapa saat, dan karena kuatnya cengkeraman wanita tersebut,
Hye-Na ikut tertarik jatuh bersamanya, menyebabkan ikatan sabuk
mantelnya terlepas.
Mi-Rae menggulingkan tubuhnya, memberikan hantaman keras ke
wajah Hye-Na yang belum siap untuk mempertahankan diri dan
berhasil merobek bagian lengan mantel gadis itu dalam usahanya
membebaskan diri.
“Dasar wanita jalang,” umpatnya saat dia bisa melihat gaun yang
dikenakan Hye-na di balik mantelnya. “Jadi begitu caramu
mendapatkan suami kaya?”
Hye-Na meludahkan darah dari sudut mulutnya. Sedikit mengumpat
karena dia melupakan kenyataan bahwa Hwang Mi-Rae adalah
pemegang sabuk hitam Taekwondo di masa mudanya dulu, dan
sepertinya bertambahnya usia tidak membuat kemampuan wanita itu
hilang.
“AISH!” desisnya kesal. “Kau benar-benar membuat kesabaranku
habis!”
Hye-Na bangkit berdiri, melayangkan tendangannya yang
dimaksudkan untuk mencapai kepala wanita itu, tapi hanya berhasil
mengenai dadanya karena ketatanya gaun yang dia kenakan sehingga
tidak mengizinkannya bergerak bebas sesuai yang dia inginkan. Tapi
itu sudah cukup, karena wanita itu berhasil dibuatnya terkapar di
lantai sambil memegangi dadanya yang pasti terasa sangat sakit.
“Beruntung saja aku tidak menghajarmu lebih lama,” gerutu Hye-Na,
membalikkan tubuh wanita itu sampai tertelungkup lalu menarik kedua
tangannya ke belakang punggung, memberikannya akses untuk
memasangkan borgol dengan mudah.
Dia baru saja menarik paksa wanita itu sampai berdiri saat suara
ribut terdengar dan beberapa detik kemudian segerombolan orang
sudah memadati pintu, dengan mulut ternganga lebar menatapnya.
“Lama sekali. Mana suratnya?”
Dia melihat Kyuhyun mendecak kesal dan merangsek maju menuju ke
arahnya seraya melepaskan mantel cokelat yang dipakainya. Dalam
sekejap mata pria itu sudah berhasil mencapainya, tanpa berbicara
apa-apa menyingkirkan Mi-Rae sampai wanita itu terjatuh lagi ke
lantai dengan bunyi debam teredam. Sepertinya sudah benar-benar
pingsan.
Tangan Kyuhyun yang lain menggapai Hye-Na dan memakaikan
mantelnya untuk menutupi bagian depan tubuh gadis itu yang
terekspos, alasan utama kenapa semua pria di tempat itu ternganga
lebar.
“Oh oh, sialan,” seru Hye-Na syok, bergegas memegangi mantel
Kyuhyun tersebut dan menatap rekan satu timnya yang berdiri salah
tingkah di pintu.
“Sayang sekali kau sudah menikah dan hanya menjadi adik angkatku,
Hye-Na~ya,” gumam Leeteuk dengan cengiran lebar di wajah.
“Aku sudah menikah, tapi pemandangan seperti itu tetap saja
menyenangkan,” smabung Siwon, ikut tersenyum, membuat Hye-Na
mendelik menatap suami sahabatnya itu.
“Nah, setidaknya walaupun aku tidak mendapatkanmu, aku bisa
melihat sekilas apa yang bisa dilihat Kyuhyun setiap hari.”
Kali ini Hye-Na tidak perlu merespon ucapan Soo-Hyun karena
Kyuhyun sendiri yang melangkah maju menghampiri pria itu.
“Mimpikan saja sesukamu apa yang kau lihat barusan, Soo-Hyun ssi,”
ucap Kyuhyun dengan bibir yang terkatup rapat, tapi malah
menimbulkan sensasi yang semakin mengancam dari setiap kata yang
dia ucapkan. “Dan ingat, kau bahkan tidak bisa menyentuhnya secara
langsung. Apa itu sudah cukup menyakitkan?”
“Hei hei, aku hanya bercanda,” seru Soo-Hyun gugup.
Kyuhyun masih tetap menatap pria itu lekat-lekat, tapi dia
mengulurkan tangannya ke belakang, yang kemudian disambut oleh
Hye-Na.
“Kalian urus sisanya. Tugas istriku malam ini selesai. Dan… anggap
saja pemandangan tadi itu hadiah malam tahun baru untuk kalian.
Hanya semalam. Atau akan aku pastikan kalian semua menyesal kalau
masih memikirkannya besok. Mengerti?”
***
Kyuhyun’s Home, Yeoju, South Korea
11.50 PM
END