Anda di halaman 1dari 7

TUGAS ILMU PENYAKIT DALAM VETERINER

“ CANINE ATOPIC DERMATITIS (CAD) “

Disusun oleh :

I Kadek Ariyuda Prasetya 1609511056


Deo Lauda Putra 1609511059
Cikal Farah Irian Jati Saweng 1609511060
Ni Made Wirani Ari Tiasnitha 1609511065
Anggia Yustisia 1609511067

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2018
I . Definisi Canine Atopic Dermatitis (CAD)
Atopic Dermatitis adalah penyakit kulit pada anjing yang disebabkan
karena alergi. Alergi bisa disebabkan oleh berbagai macam, mulai dari pakan,
lingkungan, serbuk bunga, debu, dan lain-lain. Atopic dermatitis umumnya
diderita oleh anjing yang mulai beranjak usia 1-3 tahun. Canine atopic dermatitis
(CAD) adalah penyakit interaksi yang kompleks antara faktor genetik, imunologi,
lingkungan dan mikroba. CAD merupakan predisposisi genetik penyakit kulit
alergi inflamasi dan pruritus dengan fitur klinis yang khas terkait dengan antibodi
IgE paling sering ditujukan terhadap alergen lingkungan. ( Halliwell, 2006).

Canine Dermatitis atopik (CAD) telah didefinisikan sebagai penyakit kulit


genetik cenderung inflamasi dan pruritus alergi dengan fitur klinis yang khas. Hal
ini terkait paling sering dengan antibodi IgE terhadap alergen lingkungan dan juga
disebabkan keragaman presentasi klinis, yang mungkin tergantung pada faktor
genetik (keturunan terkait fenotipe, luasnya lesi (lokal vs umum), tahap penyakit
(akut dan kronis), dan adanya infeksi mikroba sekunder atau faktor flare lainnya.
Meskipun definisi ini mencakup banyak aspek patogenesis dan aspek klinis dari
kondisi, penting untuk diingat bahwa penyakit ini tidak memiliki tanda-tanda
klinis patognomonik yang memungkinkan diagnosis definitif harus dibuat pada
wawancara pemilik awal dan pemeriksaan klinis.

II. Patofisiologi Canine Atopic Dermatitis (CAD)

Dermatitis atopik adalah kondisi tidak dapat disembuhkan dan


memerlukan manajemen seumur hidup.Canine AD biasanya berkembang pada
anjing muda (antara 1 dan 3 tahun), dan mungkin memiliki manifestasi musiman
awalnya, dengan progresif memburuk dari waktu ke waktu. CAD memiliki
keterkaitan dengan antibody IgE dan keterkaitan allergen terhadap lingkungan .
Beberapa bahan dari lingkungan yang sering menyebabkan alergi yakni serbuk
bunga, rumput, batang pohon, spora jamur, tungau karpet rumah, debu, bulu
hewan lain (seperti rodensia) atau serangga. Hewan yang peka akan menjadi
tersensitisasi oleh alergen lingkungan dengan memproduksi IgE-specific allergen
yang akan mengikat reseptor mast cell cutaneous. Eksposur allergen yang lebih
lanjut, via perinhalasi atau percutan, akan menyebabkan degranulasi mast cell
dan basofil yang akan menyebabkan hypersensitivitas cepat (Tipe I) dan akan
menghasilkan pelepasan histamin, heparin, dan enzim proteolitik dan berbagai
mediator kimia lain. ). Selain mengembangkan alergi, itu juga menjadi jelas
bahwa komponen penting dari CAD adalah fungsi cacat penghalang kulit yang
merupakan predisposisi kering, kulit gatal, peningkatan penetrasi alergen dan
infeksi mikroba. Ada bukti kuat bahwa CAD adalah kondisi warisan (de Weck
et al, 1997), yang menjelaskan banyak keturunan cenderung, dan berkembang
biak dari hewan yang terkena harus sangat tidak dianjurkan (Shaw et al, 2004).
Dapat juga dihipotesiskan bahwa respon imun yang menyimpang menyebabkan
produksi IgE spesifik allergen yang tidak tepat.Pada infeksi kulit terutama infeksi
staphylococcus bersifat persisten dan berulang pada pasien CAD. Infeksi
sekunder ini muncul sebagai kofaktor penting dalam patogenesis AD . Pada
anjing, itu menunjukkan bahwa antigen staphylococcus dapat menembus stratum
korneum, dan serum pasien dengan infeksi kulit berulang kadang-kadang
mengandung IgE anti- staphylococcus terdeteksi (Hensel et al, 2015).

III. Etiologi

Atopic dermatitis adalah penyakit kulit inflamatori yang sangat gatal


yang terjadi akibat interaksi komplek antar gen-gen suseptibel (mengakibatkan
tidak efektifnya sawar kulit, kerusakan sistem imun alami, dan meningkatnya
respon imunologik terhadap alergen dan antigen mikrobial). Menurunnya fungsi
sawar kulit akibat downregulasi gen cornified envelope (filaggrin dan loricrin),
penurunan level ceramid, peningkatan level enzim proteolitik endogen, dan
peningkatan kehilangan cairan trans-epidermal, selain tidak ada inhibitor terhadap
protease endogen.
Penambahan sabun ke kulit anjing akan meningkatkan pH, yang
berakibat meningkatkan aktivitas protease endogen, yang selanjutnya menambah
kerusakan fungsi sawar kulit. Sawar epidermis dapat pula dirusak oleh pajanan
protease eksogen dari house dust mite dan S aureus. Perubahan epidermis di atas
berkontribusi meningkatkan absorpsi alergen dan kolonisasi mikrobial ke dalam
kulit. Menurunnya fungsi sawar kulit dapat bertindak sebagai lokasi untuk
sensitisasi alergen.

IV. Gejala Klinis

Kurangnya tanda-tanda patognomonik dan gambaran klinis dari


penyakit ini. Eritema dan pruritus biasanya merupakan tanda klinis pertama yang
terjadi. Namun, pruritus ringan juga masih susah untuk dikenali. Sebagian besar
tanda klinis disebabkan oleh trauma atau infeksi sekunder. Bahkan, papula
eritematosa yang dianggap sebagai lesi primer dari CAD, jarang diamati pada
anjing yang menderita CAD. Biasanya dokter hewan akan mengamati dari infeksi
peradangan dan pruritus, atau tanda-tanda infeksi bakteri sekunder (papula,
pustula, krusta, erosi) atau juga gejala dermatitis sekunder (hiperplasia epidermal,
hiperpigmentasi, likenifikasi). Infeksi kulit atau telinga yang berulang atau kronis
sangat sering diamati pada kasus CAD.

V. Diagnosis

CAD di diagnosis dari riwayat pasien (usia saat terkena, musim, bahan
sinus pruritus saat terkena, predisposisi familial, respon terhadap glukokortikoid),
perkembangan penyakit (musiman, perkembangan infeksi kulit sekunder) dan pola
lesi. Selama lesinya menyerupai penyakit seperti flek, ektoparasit (kudis sarcoptic)
dan infeksi kulit primer diagnosis CAD tidak pernah dilakukan. Diagnosis
dilakukan tergantung dari hasil klinis dan usia anjing yang terkena, beberapa
penyakit yang mirip dengan CAD yaitu: demodekosis, dermatofitosis,
cheyletiellosis, limfoma kulit.

VI. Pengobatan

Pengobatan yang sesuai dapat dilakukan dengan cara pemberian steroid


dan siklosporin, yang umumnya efektif tetapi dapat menyebabkan efek samping
dan masalah kesehatan jangka panjang untuk beberapa hewan peliharaan. Anti
histamin, fatty acid, dan terapi topikal juga dapat membantu kasus-kasus ringan
dermatitis atopik terutama ketika dipasangkan dengan bentuk-bentuk perawatan
lainnya. Seringkali mengobati dermatitis atopik memerlukan perawatan yang
berbeda, dan hewan peliharaan mungkin perlu terus menggunakan obat bahkan
selama imunoterapi.

Cara tambahan yang dapat dilakukan oleh pemilik selain penanganan dari
dokter hewan ialah :

a. Kontrol jamur
Kepekaan terhadap jamur dapat menyebabkan alergi, berikut cara mengontrolnya
:
 Hidarkan hewan peliharaan dari halaman yang rumputnya baru saja dipotong
serta jauhkan dari serasah daun dan sampah organik lainnya
 Kurangi kelembaban berlebihan di dalam rumah
 Cuci rutin mangkuk makanan dan minuman hewan peliharaan
 Mandikan hewan peliharaan dengan sampo hipoalergenik yang
direkomendasikan oleh vet.
b. Kontrol tungau pada makanan
Tertelan tungau dalam makanan yang disimpan lama sering terjadi maka dari itu
belilah makanan dengan kemasan yang tidak lebih untuk 30 hari serta simpanlah
makanan di tempat yang kering dan kedap udara.
c. Kontrol tungau pada debu
Hipersensitivitas yang terjadi akibat tungau pada debu cukup sulit dihindari karena
tungau debu akan mendiami tmpat yang hangat dan lembab seperti karpet, tempat
tidur dan sejumlah perabotan lainnya, cara berikut dapat mengurangi
keberadaannya :
 Mengurangi penggunaan karpet dan sering vakum
 Mengurangi tanaman hias di dalam ruangan
 Sering membersihkan penyejuk ruangan
 Cuci tempat tidur hewan peliharaan dengan air hangat
 Tutup tempat tidur anjing dengan plastik
DAFTAR PUSTAKA

Hensel, Hill, Santoro, Favrot, Griffin. 2015. Canine Atopic Dermatitis: Detailed
Guidelines for Diagnosis and Allergen Identification. BMC Veterinary
Research Vol. 11 (196): 1-13.

Marsella, Rosanna. 2012. Canine Atopic Dermatitis: What Is New? From Bench To
Clinics. Artikel Ilmiah. Latin America Veterinary Conference. Peru.
Nuttall, Uri, Halliwell et al. 2013. Canine Atopic Dermatitis, What Have We Learned?.
Veterinary Record 172 : 201-207.
Logas, Lio. 2016. Canine Atopic Dermatitis. Practice Dermatology, Clinical Focus
September.
Bethlehem S, Bexley J, Mueller RS (2012) Patch testing and allergen-specific serum
IgE and IgG antibodies in the diagnosis of canine adverse food reactions. Vet
Immunol Immunopathol 145: 582–9.
Cosgrove SB, Wren JA, Cleaver DM et al (2013) Efficacy and safety of oclacitinib for
the control of pruritus and associated skin lesions in dogs with canine allergic
dermatitis. Vet Dermatol 24: 479-e114.

Anda mungkin juga menyukai