Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Penyebab kematian terbesar pada usia sekolah dan remaja adalah


kecelakaan transportasi. Masalah kesehatan lain adalah penggunaan tembakau dan
pernikahan pada usia dini. Untuk status gizi remaja, hasil Riskesdas 2010, secara
nasional prevalensi remaja usia 13-15 tahun yang pendek dan amat pendek adalah
35,2% dan pada usia 16-18 tahun sebesar 31,2%. Sekitar separuh remaja
mengalami defisit energi dan sepertiga remaja mengalami defisit protein dan
mikronutrien. Untuk itu Keputusan Mentri Kesehatan RI mewajibkan pelaksanaan
UKS (Usaha Kesehatan Sekolah) di setisp tingkatan sekolah untuk menciptakan
lingkungan sekolah yang sehat, pemeliharaan dan pelayanan kesehatan di sekolah,
serta upaya pendidikan yang berkesinambungan. (Keputusan Menkes RI, 2015).

Dalam rangka menjaga dan meningkatkan kesehatan warga sekolah,


sekolah perlu melaksanakan berbagai macam program yang dapat mewujudkan
sekolah yang sehat. Program ini dikenal dengan comprehensive school health
program (Swarjana,2016). Komponen dari program komprehensif diantaranya
pelayanan kesehatan, pendidikan kesehatan, lingkungan sehat, aktivitas
pendidikan fisik, pelayanan nutrisi, kesehatan kerja, konseling psikologikal dan
sosial dan keterlibatan orangtua dan masyarakat (Clark, 2003).

Keperawatan kesehatan sekolah merupakan salah satu dari beberapa peran


keperawatan kesehatan komunitas. Keperawatan kesehatan sekolah diperlukan
karena beberapa alasan yaitu lingkungan sekolah yang dapat saja menimbulkan
bahaya bagi siswa, kesehatan dibutuhkan siswa untuk belajar yang lebih efektif,
mempertahankan kesehatan siswa pada saat ini yang akan berpengaruh di masa
mendatang dan meningkatkan kesehatan komunitas secara keseluruhan. Tujuan
dari keperawatan kesehatan sekolah untuk meningkatkan proses pembelajaran
dengan menghilangkan hambatan dalam proses belajar (Clark, 2003).

1
Seorang perawat sekolah dapat membantu sekolah dalam meningkatkan
derajat kesehatan sekolah, melakukan pencegahan, maupun promosi kesehatan
(Swarjana, 2016). Tidak hanya perawat tetapi peran tim kesehatan sekolah
diperlukan diantanya orang tua yang merupakan pemegang tanggung jawab untuk
memperkuat pengajaran kesehatan di rumah dan menindaklanjuti rujukan untuk
mendapatkan bantuan mengenai masalah kesehatan pada anaknya. Guru yang
memotivasi siswanya dalam mengembangkan kebiasaan kesehatan yang baik,
peran teman sebaya dan juga kolaborasi dari multidisiplin memegang peranan
penting dalam peningkatan kesehatan sekolah (Clark, 2003).

Perawat sekolah hasrus memiliki standar dalam perawatan dan standar


performa perawat. Standar dalam perawatan yaitu melakukan pengkajian dimana
perawat menumpulkan data, melakukan diagnosis dari data yang terkumpul,
mengidentifikasi keluaran hasil yang diharapkan untuk setiap individu , membuat
intervensi spesifik untuk mencapai hasil yang diharapkan dan implementasi dari
intervensi yang telah dibuat. Standar performa perawat yaitu kualitas perawat
dimana perawat sekolah secara sistematis mengevaluasi kualitas dan efektifitas
dari praktik keperawatan sekolah, penilaian kerja yaitu perawat sekolah
mengevaluasi tindakan keperawatan apakah sudah sesuai dengan standar praktik
professional, peraturan dan kebijakan, education yaitu perawat sekolah belajar
dan mempertahankan pengetahuan dan kompetensi dalam praktik keperawatan di
sekolah dan collegality yaitu bagaimana perawat sekolah melakukan interaksi
dengan ikut berkontribusi bagi pengembangan sekolah (Clark, 2003).

2
BAB 2

KASUS

1. Kasus 1

Perawat A seorang perawat komunitas yang bertanggung jawab pada


program kesehtan sekolah di wilayah binaan puskesmasnya. Perawat A telah
melakukan pengkajian pada SMP Negeri. Hasil dari pengkajian jumlah seiswa
sebanyak 227 siswa di kelas VII, dengan status gizi overweight (18,5%),
konjungtiva anemis (16,7%), kebiasaan sarapan (67,8%), karies (48,6%). Kuku
kotor (31,6%), injury pada saat olahraga (49,8%), pengetahuan terhadap kesehatan
reproduksi (25%), merokok pada siswa laki laki sebanyak 10%. Perawat A juga
pernah mendapat laporan beberapa siswa mendapat bullying dari temannya
sendiri. Perawat juga mendapatkan laporan ada beberapa siswa yang masuk dalm
geng motor, di SMPN ini ada guru BK hanya saja proses bimbingan belum
berjalan dengan baik. SMP ini belum menpunyai kader kesehatan sekolah. Dari
hasil data tersebut, perawat A akan melakukan intervensi keperawatan dan
promosi kesehatan sesuai model keperawatan kesehatan sekolah sehingga dapat
mewujudkan healthy school.

2. Learning Objective

1. Konsep Keperawatan kesehatan sekolah


2. Model Keperawatan kesehatan sekolah
3. Kebijakan kesehatan sekolah
4. Pengkajian keperawatan kesehatan sekolah
5. Intervensi kesehatan sekolah (Promosi kesehatan &Health education)
6. Intervensi promosi kesehatan pada kasus merokok
7. Intervensi promosi kesehatan pada kasus bullying
8. Evaluasi asuhan keperawatan kesehatan sekolah
9. Tim kesehatan Sekolah

3
BAB 3
Pembahasan

1. Konsep Keperawatan kesehatan sekolah

Konsep Keperawatan kesehatan sekolah ini adalah pratek keperawatan


profesional dalam usaha mencapai kesejahteraan (Well-being), prestasi akademik,
dan usia yang panjang dengan usaha memfasilitasi pelajar agar mencapai
perkembangan yang normal dengan cara promosi perilaku sehat dan keselamatan,
menangani masalah kesehatan yang bersifat potensial dan aktual, melakukan
pengelolaan pelayanan kesehatan, melakukan kolaborasi aktif dengan lintas
program dan sektoral untuk membangun kemampuan pelajar dan keluarga agar
mencapai kemampuan adaptasi sendiri, advokasi, dan belajar (National
Associatian of school Nurse, 1999).

Kriteria sekolah sehat secara internasional, yaitu:

1. Personal, Social and Health Education (PSHE)


Sekolah memberikan pendidikan kesehatan berupa pendidikan seksual dan
narkoba. Pendidikan kesehatan ini diperuntukkan bagi siswa siswa kelas 7, 8 dan
9 serta dapat dimasukkan ke mata pelajaran agama di sekolah. Dengan
terlaksananya kriteria ini, sekolah akan mampu meningkatkan pengetahuan,
pemahaman, skill dan sikap peserta didiknya.
2. Makanan sehat (healthy eating)
Sekolah menyediakan kantin yang sehat di sekolah dan memberikan
keterampilan kepada siswanya dalam memilih makanan.
3. Aktivitas fisik (physical activity)
Mendorong siswa untuk melakukan aktifitas fisik dengan baik dan
memberikan siswa kesempatan untuk aktif secara fisik. Dengan terlaksananya
kriteria ini, kesehatan siswa akan meningkat dan kualitas hidup pun akan
meningkat.
4. Pendidikan mental (emotional health and well being)

4
Bagaimana siswa mengekspresikan perasaannya, membangun kepercayaan
diri dan kekuatan emosi dengan baik. Hal ini didukung dengan adanya konselor di
sekolah.
5. Lingkungan sekolah sehat dan aman (safe and healthy environment)
Memberikan perhatian khusus pada keamanan sekolah dan sistem emergensi,
budaya sekolah, evaluasi faktor dan kondisi yang mempengaruhi lingkungan
sekolah. Faktor dan kondisi tersebut berupa bangunan sekolah, area sekitar
sekolah, sistem transportasi sekolah, bahaya kimiawi baik di dalam maupun di
luar sekolah, kondisi fisik seperti suhu, kebisingan, penyahayaan, kualitas udara,
potensi kesehatan dan bahaya keamanan.

Di Indonesia, terdapat 10 kriteria sekolah sehat, yaitu:


a. Kepadatan ruang kelas minimal 1,75 m2/anak
b. Tingkat kebisingan ≤ 45 db
c. Memiliki lapangan/halaman/aula untuk pendidikan jasmani
d. Memiliki lingkungan sekolah yang bersih, rindang dan nyaman dengan
melakukan penghijauan, kerja bakti serta membasmi vektor penyakit
e. Memiliki sumber air bersih yang memadai (jarak sumber air bersih dan septic tank
minimal 10 m), bila terjadi keretakan pada dinding sumur atau lantai sumur agar
segera diperbaiki dan tempat penampungan air harus dibersihkan/dikuras secara
berkala
f. Ventilasi kelas yang memadai
g. Pencahayaan kelas yang memadai (terang)
h. Memiliki kantin sekolah yang memenuhi syarat kesehatan dilihat dari bahan,
peralatan yang digunakan, cara pengolahan dan cara penyajian makanan
i. Memiliki kamar mandi/WC yang cukup jumlahnya (memenuhi rasio kamar mandi
atau WC terhadap siswa laki adalah 1:40dan perempuan 1:25)
j. Menerapkan kawasan tanpa rokok.Kriteria diatas didukung dengan adanya ruang
Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) serta menjalankan program Trias UKS berupa
pendidikan kesehatan, pelayanan kesehatan dan pembinaan lingkungan sehat di
sekolah.

5
Konsep penting dari keperawatan kesehatan sekolah adalah, Usaha Kesehatan
Sekolah (UKS) merupakan perpaduan antara dua upaya dasar, yaitu upaya
pendidikan dan upaya kesehatan, yang pada gilirannya nanti di harapkan UKS
dapat dijadikan usaha untuk meningkatkan kesehatan anak usia sekolah pada
setiap jalur, jenis dan jengjang pendidikan. Kemuadia kedua adalah terdapat tiga
program pokok (trias) UKS meliputi pendidikan kesehatan, pelayanan kesehatan
dan pembinaan lingkungan sekolah sehat meliputi kamar mandi, ruang belajar,
sarana pendukung belajar, pengolahan sampah dan kantin. Ketiga adalah sasaran
pelayanan UKS adalah seluruh peserta didik dari berbagai tingkat pendidikan.
Terakhir adalah peran perawat kesehatan sekolah diantaranya sebagai pelaksana
asuhan keperawatan di skolah serta pengelola UKS.
Dalam jurnal berjudul “Program Dokter Kecil Sebagai Upaya Meningkatkan
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Pada Siswa Sekolah Dasar” oleh Ni Putu Dewi
Sri Wahyuni pada tahun 2013 menyebutkan untuk mencapai visi pembangunan
kesehatan di Indonesia, yakni Indonesia Sehat 2010 telah di tetapkan sejumlah
misi, strategi, pokok-pokok program serta program-programnya. Salah satu
program yang di maksud adalah program Usaha Kesehata Sekolah. UU No.23
tahun 1992 pasal 45 tentang Kesehatan Sekolah wajib di selenggarakan di sekolah
dimana salah satu program unggulannya adalah program Dokter Kecil (Depkes
RI, 2008).

Tujuan UKS adalah sebagai berikut:

a. Tujuan umum

Untuk meningkatkan kemampuan hidup sehat dan derajat kesehatan peserta didik
serta menciptakan lingkungan yang sehat, sehingga memungkinkan pertumbuhan
dan perkembangan yang harmonis dan optimal dalam rangka pembentukan
manusia Indonesia seutuhnya.

b. Tujuan khusus

Untuk memupuk kebiasaan hidup sehat dan mempertinggi derajat kesehatan


peserta didik yang didalamnya mencakup:

6
1. Memiliki pengetahuan, sikap dan keterampilan untuk melaksanakan prinsip
hidup sehat, serta berpartisipasi aktif di dalam usaha peningkatan kesehatan di
sekolah, di rumah tangga, maupun di lingkungan masyarakat;

2. Sehat, baik dalam arti fisik, mental maupun sosial;

3. Memiliki daya hayat dan daya tangkal terhadap pengaruh buruk,


penyalahgunaan narkotika, obat-obatan berbahaya, alkohol dan rokok

2. Model Keperawatan kesehatan sekolah

THE CSH /HPS MODEL ( Comprehensive Health School or Health


Promoting School) merupakan model tradisional yang berkembang, yang mana
model kesehatan sekolah berkoordinasi untuk melakukan promosi kesehatan di
komonutas pada setting sekolah. Elemen penting antara lain:
 Kebijakan kesehatan sekolah
 Lingkungan fisik dan sosial
 Mengajar-belajar (edukasi)
 Layanan kemitraan komunitas
 Case Finding (Bukti pelaksanaan penilaian pengumpulan informasi
terkait)
Pada tahun 2007 Model CHS ini berkembang menjadi model WSCC (Whole
School, Whole Community, Whole Child) yang ditujukkan sebagai pendekatan
bersama untuk belajar dan kesehatan. WSCC berusaha menyelaraskan,
mengintegrasikan dan mengkolaborasikan antara kesehatan dan pendidikan untuk
memperbaiki perkembangan kognitif, fisik dan sosial dan emsional setiap anak.
WSCC telah memperluas komponen CSH dan menyadari pelrunya melibatkan
partisipasi siswa sebagai peserta aktif dalam pembelajaran dan kesehatan mereka.
Ada sepuluh komponen :
a. Health Education
Memberi kesehatan pada siswa untuk menerima kebutuhan akan informasi
dan kemampuan yang mereka butuhkan untuk memutuskan memiliki kualitas
hidup yang baik.

7
b. Nutrition Environment and S
Keberadaan lingkungan dan layanan gizi yang baik pada setting sekolah,
membantu para siswa untuk langsung belajar dan mempraktikkan memilih
makan-makanan yang sehat.
c. Social and Emotional School Climate
Pemahaman iklim sekolah adalah suasana yang ditawarkan pada setting
sekolah. Hal ini merujuk pada pengaturan suasana sosial dan emosional yang akan
mempengaruhi baik staff, guru sebagai pekerja maupun murid sebagai peserta
ajar. Iklim ini akan mempengaruhi murid dalam beraktivitas di sekolah seperti :
hubungan yang terjalin antar murid, staff, guru dan performa akademik.
d. Physical Environment
Lingkungan fisik sekolah yang aman dan sehat sebenarnya menjadi
representasi sekolah yang mempromosikan kesehatan. Keadaan seperti ini dapat
menjamin kesehatan siswa dan pekerja didalamnya. Lingkungan fisik sekolah
meliputi gedung, letak sekolah, dan daerah sekitarnya. Lingkungan sekolah yang
sehat juga memperhatikan kecukupan ventilasi, kelembaban, kebisingan suhu,
pencahayaan alami serta buatan. Tidak sampai disitu, lingkungan fisik yang baik
seharusnya juga melindungi pekerja dan siswa dari adanya kejahatan, kekerasan,
dan kecelakaan.
e. Employee Wellness
Sekolah bukan hanya tempat belajar, melainkan tempat bagi guru, dan staff
lainnya untuk bekerja. Konsep healty school juga turut memperhatikan para
pekerja, dimana ada upaya untuk menciptakan lingkungan kerja yang mendukung
pola makan sehat, mengadopsi gaya hidup aktif, bebas stress dan pengelolaan
cedera saat bekerja. Terlaksananya komponen ini dapat menguntungkan pihak
sekolah dimana, mengurangi biaya pengganti atau asuransi.
f. Health Services
Pelayanan kesehatan pada setting sekolah mengintervensi masalah kesehatan
yang actual dan potensial seperti pertolongan pertama, kegawatdaruratan,
pengkajian dan rencana untuk mengati masalah-masalh kronis (asma, diabetes).
g. Counseling, Psychological, and Social Services

8
Memberi dukungan kesehatan secara mental emosional dan yang mendukung
tercapainya proses belajar yang baik.
h. Community Involvement
Kelompok masyarakat, organisasi dapat menjadi mitra sekolah dalam hal
berbagi sumber daya dalam rangka mendukung pembelajaran siswa serta
mengembangkan kegiatan yang berhubungan dengan kesehatan.
i. Family engagement
Pada elemen ini, keluarga bersama staff sekolah memiliki tanggung jawab
yang sama untuk terlibat dalam mendukung perkembangan pembelajaran siswa
serta memperhatikan dari aspek kesehatannya.
j. Physical Education and Physical Activity
Dalam elemen ini, sekolah berupaya menciptakanlingkungan yang
mendukung baik siswa maupun staff untuk beraktivitas fisik selama berada di
sekolah. Program aktivitas fisik ini biasanya tergabung dengan adanya kurikulum
dalam mata pelaaran pendidikan jasmani. Program pendidikan jasmani
memberikan kesempatan bagi siswa agar secara konsep memahami mengenai
aktivitas fisik serta memiliki ketrampilan praktis yang diperlukan untuk
mempertahankan gaya hidup aktif secara fisik mulai dari masa remaja hingga
dewasa nanti

3. Kebijakan kesehatan sekolah

Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.


02.02/MENKES/52/2015 Tentang Rencana Strategis Kementrian Kesahatan
Tahun 2015-2019 Mewajibkan pelaksanaan UKS harus di setiap sekolah dan
madrasah mulai dari TK/RA sampai SMA/SMK/MA. Trias UKS mencakup
penciptaan lingkungan sekolah yang sehat,pemeliharaan dan pelayanan di
sekolah, serta upaya pendidikan yang berkesinambungan Prioritas program UKS
adalah perbaikan gizi usia sekolah, kesehatan reproduksi dan deteksi dini penyakit
tidak menular. Mengingat pemasalahan anak dan remaja paling besar yaitu

9
kecelakaan lalu lintas, kemudia permasalahan tembakau, pernikahan dini dan
status gizi defisit energi dan nutrisi serta stunting.
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) terus berupaya
meningkatkan mutu pendidikan serta memperbaiki gizi anak-anak Indonesia.
Salah satunya yaitu mencanangkan Program Gizi Anak Sekolah Dasar
(PROGAS). Perancangan Progas tersebut merupakan peningkatan gizi anak
sekolah melalui pendidikan gizi, peningkatan asupan gizi dan penumbuhan budi
pekerti. Perwujudan dari program itu ialah gerakan sarapan bersama dimana
melibatkan orang tua sebagai juru masaknya. Dimana anggaran 2,2 miliyar
disiapkan oleh untuk 4 sekolah.
Outbreak Response Immunization (ORI) yaitu pemberian imunisasi setelah
terjadi KLB difteri di banyak provinsi di Indonesia. Kementrian Kesehatan
memfokuskan Pelaksanaan ORI di sekolah-sekolah walaupun bisa dilaksanakan di
puskesmas atau di posyandu karena sasaran ORI luas yaitu usia di bawah 19
tahun.

UU No 36/2009 :

Pasal 48 penyelenggaraan upaya kesehatan dengan pendekatan preventive,


promotif, kuratif dan rehabilitative yang salah satunya melalui kegiatan kesehatan
sekolah

Pasal 79 tentang Kesehatan sekolah diselenggarakan untuk meningkatkan


kemampuan hidup sehat peserta didik dalam lingkungan hidup sehat sehingga
peserta didik dapat belajar, tumbuh, dan berkembang secara harmonis dan
setinggitingginya menjadi sumber daya manusia yang berkualitas

Pasal 136 ayat 1 tentang setiap anak usia sekolah dan remaja berhak atas
informasi dan edukasi serta layanan kesehatan termasuk kesehatan reproduksi
remaja dengan memperhatikan masalah dan kebutuhan agar terbebas dari berbagai
gangguan kesehatan dan penyakit yang dapat menghambat pengembangan potensi
anak. Setiap anak usia sekolah dan remaja berhak mendapatkan pendidikan
kesehatan melalui sekolah dan madrasah dan maupun luar sekolah untuk
meningkatkan kemampuan hidup anak dalam lingkungan hidup yang sehat

10
sehingga dapat belajar, tumbuh dan berkembang secara harmonis dan optimal
menjadi sumber daya manusia yang berkualitas.

4. Pengkajian keperawatan kesehatan sekolah

Asuhan keperawatan anak sekolah adalah salah satu specialisasi dari


keperawatan komunitas atau Comunity Health Nursing (CHN) tujuannya
meningkatkan kesehatan masyarakat sekolah dengan keperawatan sebagai
salurannya. Asuhan keperawatan sekolah pada umumnya sama dengan asuhan
keperawatan pada sasaran lainnya Asuhan keperawatan sekolah pada umumnya
sama dengan asuhan keperawatan pada sasaran lainnya.

Pengkajian
Dimensi Fisik
a. usia:
- komposisi usia populasi anak sekolah: -
- apakah terdapat anak dengan keterlambatan perkembangan: -
- apakah terdapat isu perkembangan yang spesifik berhubungan dengan
populasi siswa: -
b. genetik
- proporsi perempuan dan laki-laki: 227 siswa total kelas VII
- ras/suku/ etnik: -
- predisposisi faktor genetik:-
c. fungsi fisiologis
- masalah kesehatan: pengetahuan terhadap kesehatan reproduksi 25%,
status gizi overweight 18,5 %, konjungtiva anemis 16,7%, karies
48,6%, kuku kotor 31,6%
- insiden penyakit menular:-
- cakupan imunisasi:-
-
Dimensi Psikologis
a. adakah kegiatan promosi kesehatan: -

11
b. kualitas hubungan antara siswa: terdapat bullying antar siswa, beberapa
siswa masuk geng motor
c. tipe disiplin:-
d. apakah ada tekanan pada siswa untuk penampilan:-
e. kualitas hubungan orang tua dengan sekolah:-

Dimensi Fisik Sekolah:


a. lokasi sekolah:-
b. area bermain:-
c. binatang disekitar sekolah:-
d. tanaman beracun disekitar sekolah:-
e. keadaan disekolah: (ventilasi, cahaya, suhu): Halaman, kebun sekolah,
bangunan sekolah : meja, papan tulis, kursi, lantai, kebersihan, ventilasi,
penerangan, papan tuilis, kepadatan), Sumber air minum, Pembuangan Air
Limbah (PAL), Jamban Keluarga, Tempat cuci tangan, kebersihan kamar
mandi dan penampungan air, pembuangan sampah, pagar sekolah, dan
lain-lain.
f. kebisingan: -
g. kebersihan makanan: -
h. bahaya listrik: -
Dimensi Sosial

a. sikap masyarakat terhadap pendidikan:


b. dukungan masyarkat terhadap program sekolah:
c. keamanan lingkungan sekolah:
d. sumber daya yang ada dilingkungan sekolah:
e. status sosial ekonomi siswa dan staf:
f. latar belakang budaya siswa dan staf:
g. tipe lingkungan rumah siswa:
h. latar belakang pendidikan orang tua:
i. siswa tuna wisma:
j. konflik antar grup di populasi sekolah

12
Dimensi perilaku
a. pola konsumsi
- kebutuhan nutris dan staus nutrisi:
- program peningkatan kualitas nutrisi sekolah:
- pengetahuan tengang nutrisi:
- kebiasaan merokok: merokok pada siswa laki-laki 10%
b. latihan dan aktifitas
- pola istirahat dan aktivitas
- kesempatan dan jenis rekreasi:
- keamanan saat olahraga: 49,8% injury saat olahraga
c. penggunaan pengobatan
- populasi yang menjalankan pengobatan rutin:
- jenis pengobatan:

Dimensi sistem kesehatan


a. pelayanan kesehatan di sekolah: sekolah ini belum memiliki kader
kesehatan sekolah, Terdapat guru BK namun proses bimbingan belym
berjalan dengan baik

5. Intervensi kesehatan sekolah (Promosi kesehatan &Health education)

Intervensi keperawatan untuk kesehatan sekolah lebih menekankan pada


tindakan promotif dan preventif.

1) Promosi kesehatan sekolah (Leger (2010) & WHO (1996) meliputi:


a. Kebijakan sekolah yang sehat
b. Lingkungan fisik sekolah
c. Lingkungan sosial sekolah
d. Hubungan komunikasi
e. Keterampilan kesehatan personal
f. Pelayanan kesehatan

13
2) Preventif di setting sekolah menurut Mary A. Nies & Melanie McEwen
(2007), terdiri atas 3 bagian antara lain:
a. Primary prevention
- Nutrisi : memberikan pengetahuan terkait kebutuhan nutrisi kepada
siswa & orangtua; konsultasi dengan staf ahli diet
- Imunisasi : menyediakan atau merujuk ke sumber untuk imunisasi
- Keamanan : mengajarkan terkait keamanan personal, alat-alat
olahraga & lingkungan
- Pendidikan kesehatan : gaya hidup sehat dan pendidikan kesehatan
untuk orangtua & staf, serta kurikulum pendidikan kesehatan sesuai
tingkat pendidikan
b. Secondary prevention
- Skrining kesehatan : jadwal rutin skrining skoliosis/lordosis,
masalah penglihatan dan pendengaran, gangguan makan, obesitas,
depresi, emosi, kesehatan gigi dan penyalahgunaan obat. Dan Early
and Periodic Screening, Diagnostic and Treatment (EPSDT)
program.
- Case finding : identifikasi resiko-resiko masalah kesehatan siswa
- Treatment : mengelola pengobatan (terutama untuk siswa dengan
masalah kesehatan khusus), mengajarkan pertolongan pertama/first
aid, dan membuat rencana kesehatan individual
- Home visit/kunjungan rumah : membantu memberikan konseling
keluarga (terutama untuk siswa dengan masalah kesehatan khusus
atau memiliki resiko tinggi)
c. Tertiary prevention
- Rujukan untuk siswa dengan masalah kebiasaan/behavior
(merokok, penyalahgunaan obat, konsumsi alcohol dll) :
memberikan edukasi dan advokasi khusus, membantu mencarikan
bantuan untuk mengatasi masalah dan membantu berkonsultasi
dengan orangtua dan staf

14
- Pencegahan komplikasi dan efek yang merugikan (obesitas, dll) :
memberikan edukasi dan advokasi khusus, membantu memanage
faktor-faktor resiko dari kesehatan siswa tersebut
- Monitoring staf : monitoring secara rutin terkait kejadian
luka/injury, kecelakaan, dan kejadian penyakit serius atau kronik

6. Intervensi promosi kesehatan pada kasus merokok

Intervensi mencakup dua pendekatan: intervensi dan pendekatan konseling.


Pendekatan intervensi mencakup Ask (tentang penggunaan tembakau), Anjuran
(semua pengguna tembakau untuk berhenti), Menilai (permintaan pengguna
tembakau untuk berhenti), Membantu (pengguna tembakau berhenti merokok)
dan Atur (tindak lanjut). dan keterampilan remaja dan self-efficacy untuk berhenti
merokok

Komponen konseling didasarkan pada Teori Kognitif Sosial Bandura, dan


mencakup metode berpusat pada pasien di mana perawat tersebut mengajukan
pertanyaan terbuka kepada siswa untuk membantu pemikiran, gagasan, perilaku,
dan preferensi tindakan yang terlibat. Intervensi dibagi menjadi 4 sesi, dan
disampaikan selama 30 hari. Intervensi ini memungkinkan sesi tambahan jika
siswa membutuhkannya atau mulai merokok lagi.

1) Laporan penghentian merokok, yang didefinisikan sebagai tidak merokok


dalam 30 hari terakhir secara signifikan lebih besar di sekolah intervensi
dibandingkan dengan sekolah kontrol pada 6 minggu dan 3 bulan tindak
lanjut.
2) 14% siswa di sekolah intervensi melaporkan penghentian merokok pada 6
minggu, seperti 24% pada tiga bulan, dibandingkan dengan 2% siswa di
sekolah kontrol pada 6 minggu dan 5% pada tiga bulan.
3) Dibandingkan dengan kontrol siswa, jumlah hari yang dihisap dalam 30
hari terakhir secara signifikan lebih rendah pada 6 minggu dan 3 bulan (15
hari vs 24 hari, dan 14 hari vs 23 hari berturut-turut) untuk siswa
intervensi.

15
4) kemungkinan merokok 10 atau lebih sedikit rokok per hari 2,6 kali lebih
besar dalam intervensi dibandingkan dengan sekolah kontrol dan 3,5 kali
lebih besar pada 3 bulan.
5) siswa di sekolah intervensi 8 kali lebih mungkin untuk berhenti pada 6
minggu, 6 kali lebih mungkin pada 3 bulan, dibandingkan siswa di sekolah
kontrol.

1. Kebijakan
Mengembangkan dan memberlakukan kebijakan sekolah tentang merokok.
Kebijakan tersebut dibuat bersama oleh kepala sekolah, guru, tenaga
kesehatan professional, orangtua dan siswa. Kebijakan tersebut harus:
 Melarang kepala sekolah, guru, staf, orangtua dan siswa merokok di
lingkungan sekolah
 orang tua, staf sekolah, profesional kesehatan, dan sekolah
 Melarang iklan rokok dengan tidak menjadikan perusahaan rokok
sebagai sponsor acara sekolah
 Memberikan instruksi kepada semua siswa untuk menghindari rokok
 Menyediakan program berhenti merokok pada staf sekolah maupun
siswa
 Membantu siswa yang melanggar kebijakan bebas merokok dengan
tidak hanya menghukum namun mencari jalan keluarnya
2. Instruksi
Memberikan instruksi mengenai dampak negatif jangka pendek dan jangka
panjang dari merokok (dampak fisiologis dan sosial). Isi dari instruksi ini
harus:
 Mengurangi penerimaan sosial bagi orang yang merokok dan
menunjukan bahwa sebagian besar anak sekolah tidak merokok
 Membantu siswa mengidentifikasi aktivitas yang lebih positif daripada
merokok
 Mengajarkan siswa untuk lebih tegas menolak jika diajak untuk
merokok oleh orang lain

16
3. Kurikulum
 Mengenalkan bahaya merokok dari mulai sekolah dasar dan lebih
diintensifkan saat di SMP
 Melakukan penguatan kembali mengenai bahaya rokok saat di bangku
SMA untuk memastikan keberhasilan pencegahan merokok
4. Training
Memberikan pelatihan khusus mengenai pencegahan merokok pada guru.
Pelatihan tersebut harus mencakup pengkajian kurikulum, pemodelan kegiatan
instruksiona; dan menyediakan kesempatan untuk mempraktekan hasil
pelatihan.
5. Keterlibatkan keluarga
Melibatkan keluarga dalam program pencegahan rokok di sekolah
6. Usaha penghentian merokok
Memberi dukungan pada staf sekolah maupun siswa yang merokok untuk
berhenti merokok. Sekolah dapat mengadakan program yang dapat membantu
perokok untuk berhenti merokok.
7. Evaluasi
Kaji program pencegahan merokok secara berkala.

7. Intervensi promosi kesehatan pada kasus bullying

Bullying mencakup tiga elemen: agresi, pengulangan, dan


ketidakseimbangan kekuatan. Orang yang melakukan bullying dibagi 3 yaitu ada
pure bullie dan pure victim serta jenis campuran (yaitu, orang yang menjadi
korban bullying tetapi juga berperilaku sebagai pembuli). Selain itu, selalu ada
individu netral atau saksi yang memperhatikan tingkah lakunya namun tidak
melakukan intervensi dengan cara apa pun, mencontohkan perilaku bullying tidak
langsung atau bullying yang lebih halus. Solusi harus menargetkan pelaku
intimidasi, orang-orang yang diintimidasi, anak-anak yang termasuk dalam
kategori korban pengganggu, dan para saksi. Program pecegahan bulling oleh
Olweus dibagi menjadi primary, secondary, and tertiary levels of intervention
(Olweus, 2001).

17
1. Primary Prevention
Komponen inti dari program intervensi antibullying adalah kesadaran dan
keterlibatan orang dewasa sekolah. Melaksanakan pencegahan primer dapat
mencakup langkah-langkah berikut:
1. Lakukan program guru / staf untuk mendidik anggota di sekolah tentang
masalah bullying.
a. Diskusikan prevalensi bullying.
b. Diskusikan berbagai peran yang berkaitan dengan isu bullying, seperti
pengganggu, korban, campuran, dan saksi.
2. Tentukan apakah kebijakan bullying / pelecehan seksual ada di sekolah
a. Jika tidak ada kebijakan, bantu administrasi sekolah mengembangkan
kebijakan sekolah untuk menangani situasi bullying teman sebaya.
b. Jika ada kebijakan, rumuskan rencana untuk meningkatkan kesadaran.
3. Minta pertemuan orang tua untuk mendiskusikan pencegahan kekerasan
di sekolah dan jelaskan bahwa menangani dan menghentikan bullying
merupakan komponen penting dalam pencegahan kekerasan.
4. Merumuskan kelompok koordinasi guru, staf, perawat sekolah,
administrasi, orang tua, anggota masyarakat, dan siswa untuk terlibat.
2. Secondary Prevention
Lakukan Screen for bullying behaviors untuk menentukan prevalensi di
sekolah dan kelas
1. Kaji perilaku bullying dengan menggunakan kuesioner siswa seperti
Kuesioner Hubungan Sebaya
2. Mempunyai school conference day untuk menyebarluaskan hasil survei
dan memunculkan rencana untuk mengatasi masalah tersebut.
3. Melaksanakan pengawasan orang dewasa yang efektif selama istirahat,
makan siang, dan istirahat di kelas / kamar mandi
4. Adanya kelompok diskusi guru-siswa untuk memperkuat pesan
antibullying dan berkontribusi untuk mengubah budaya sekolah. Dengan
kata lain, siswa harus percaya bahwa orang dewasa di sekolah tidak akan
mentolerir perilaku bullying dan bahwa korban dapat melaporkan
perilaku tersebut dengan nyaman.

18
Pada tingkat individu
1. Pisahkan konseling pengganggu dan korban.
2. Libatkan orang tua dari pengganggu dan korban dalam diskusi.
3. Kembangkan rencana perawatan individu untuk siswa, baik pengganggu
dan korban, meliputi kebutuhan kesehatan fisik, mental, dan perilaku.
4. Buat rujukan ke penyedia layanan kesehatan yang sesuai.
3. Tertiary Prevention
Berfokus pada kemajuan dari kebijakan yang sudah ada
1. Secara formal menilai perilaku bullying setiap tahun.
2. Lanjutkan kelompok diskusi guru-siswa.
3. Dorong keterlibatan orang tua dalam berbagai kegiatan sekolah.
(Anderson, E.T. & Mc Farlane, J. (2011). Community as partner: Theori and
paractice in nursing. Philadelphia: Lippincot)

Ken Rigby (2010) mengatakan ada 6 (enam) cara yang dapat


dilakukan di Sekolah untuk mengurangi “bullying” dan dampaknya :
a. The traditional disciplinary approach
Pendekatan ini dilakukan dengan cara :

1) Guru memanggil siswa yang melakukan perilaku kekerasan


2) Menjelaskan kepada siswa tentang perilaku kekerasan yang terjadi.
3) Minta penjelasan dari siswa tersebut terhadap kejadian perilaku
kekerasan yang dilakukan.
4) Jelaskan kepada siswa jika ada peraturan sekolah yang dapat
memberikan hukuman atau sanksi bagi pelaku perilaku kekerasan
5) Berikan hukuman dan sanksi kepada pelaku kekerasan
6) Motivasi agar tidak melakukan kembali perilaku kekerasan
7) Berikan penekanan dengan ancaman hukuman yang lebih berat jika
perilaku kekerasan terjadi kembali di masa yang akan datang.

b. Strengthening the victim

19
Korban “bullying” diberi penguatan untuk dapat melawan dan
mempertahankan diri dengan berbagai macam aktifitas seperti bela
diri. Namun demikian, hal ini dapat menimbulkan terus
berlangsungnya “bullying” dengan perilaku kekerasan. Agar
korban “bullying” mampu beradaptasi terhadap stressor yang dialami,
maka perlu dilakukan latihan “management stress” sehingga anak
memiliki kemampuan koping yang baik.
c. Mediation
Mediasi merupakan cara penyelesaian konflik yang terjadi antara
siswa dengan melibatkan guru sebagai mediator. Mediasi dapat terjadi
jika kedua pihak, pelaku dan korban sepakat untuk mencari bantuan
terhadap masalah yang mereka hadapi. Langkah-langkah yang
dilakukan :

1) Guru meminta penjelasan dari setiap siswa secara bergantian,


tentang kejadian atau masalah yang terjadi.
2) Siswa lain diminta mendengarkan tanpa memberikan pendapat,
memotong pembicaraan sampai siswa tersebut selesai
menyampaikan pendapatnya.
3) Guru kemudian meminta saran tentang penyelesaian masalah
kepada setiap murid kemudian mencatatnya tanpa memberikan
pendapat terhadap saran yang disampaikan oleh setiap siswa.
4) Saranyang disampaikan oleh setiap siswa dibuatkan daftar dan
didiskusikan dengan kedua siswa, memilih saran yang disepakati
bersama untuk mengatasi masalah yang ada.

d. Restorasi practice
Pendekatan ini mencoba memperbaiki hubungan yang tidak harmonis
antara pelaku dan korban, dengan saling memaafkan dan tindakan
kompensasi. Kegiatan ini diterapkan dengan meningkatkan
komunikasi dengan melibatkan orang tua kedua belah pihak atau di
kelas dengan teman mereka.
e. The Support Group Method

20
Ada 7 langkah dalam metoda ini yaitu :

1) Wawancara terhadap korban untuk mengidentifikasi kejadian


secara detail, termasuk nama-nama pelaku yang melakukan
perilaku kekerasan atau yang menyaksikan perilaku kekerasan
terjadi. Yakinkan kepada korban bahwa tidak ada pelaku yang akan
mendapatkan hukuman.
2) Nama-nama yang teridentifikasi, dikumpulkan dalam sebuah group
6 – 8 orang.
3) Kemudian diskusikan tentang perilaku kekerasan dan jelaskan
situasi yang dialami oleh korban tanpa menyebutkan secara spesifik
identitas korban atau waktu serta lokasi kejadian perilaku
kekerasan
4) Pastikan dan yakinkan bahwa tidak ada yang akan dihukum agar
pelaku mau terlibat dalam diskusi dan bertanggung jawab terhadap
kejadian yang terjadi.
5) Tanyakan kepada setiap individu apa yang bisa dilakukan untuk
dapat membuat korban perilaku kekerasan menjadi lebih baik lagi.
6) Ingatkan kepada peserta akan tanggung jawab yang harus
dilakukan agar korban menjadi lebih baik. Berikan penghargaan
karna sudah mau terlibat dalam diskusi dan membuat situasi
menjadi lebih baik lagi. Jelaskan bahwa pertemuan berikutnya akan
dilakukan sesuai dengan kesepakatan bersama untu mendiskusikan
tindak lanjut.
7) Seminggu kemudian, setiap siswa dari grup di wawancara secara
individu untuk mengidentifikasi perkembangan tanggungjawab
yang telah dilakukannya. Korban juga diwawancara untuk melihat
perbaikan situasi yang telah dilakukan oleh para pelaku.

Selama metode ini diterapkan, penting untuk tidak menyalahkan


salah satu pihak atau individu.

f. The Method of Shared Concern

21
Metode ini meliputi :

1) Mengidentifikasi dengan cara mengobservasi dan wawancara


siswa yang dicurigai menjadi korban dan pelaku perilaku
kekerasan.
2) Motivasi siswa agar mau menjelaskan kejadian yang terjadi dan
yakinkan bahwa tidak ada satu pun yang akan mendapatkan
hukuman termasuk dengan menyebutkan pelaku kekerasan.
3) Temui siswa yang dicurigai secara individual, jika respon siswa
positif, rencanakan untuk bertemu antaraa pelaku dan korban dalam
sebuah diskusi.
4) Dalam pertemuan kedua belah pihak, cari solusi penyelesaian
terhadap masalah yang dihadapi.

Program pencegahan buli adalah usaha menyeluruh dan terpadu pihak


sekolah, yang dirancang dan didesain untuk menyampaikan pesan kepada murid
bahwa perilaku buli tidak diterima di sekolah.

SEkolah perlu memerlukan program pencegahan dan intervensi karena :

a. Perilaku buli secara serius memberi dampak terhadap emosi, fisik dan
pencapaian akademik murid-murid yang menjadi korban buli.
b. Perilaku buli bisa menjadikan kegiatan belajar mengajar menjadi tidak
nyaman dan aman di skeolah.

Penelitian-penelitian erdahulu menunjukkan bahwa pencegahan dan intervensi


yang dirancang dengan baik bisa mengurangi perilaku buli di sekoalh,
emningkatkan suasana lingkungan sekolah yang aman, nyaman dan kondusif.

Ada banyak model program pencegahan yang ditawarkan oleh para ahli
diantaranya Model Olweus dan Model Rigby.

Menurut Olweus, program pencegana merupakan program berbagai


tingkatan dan kompnen yang berbasis sekolah. Program ini menggunakan
kombinasiintervensi keseluruhan sekolah, intervensi dalam kelas dan intervensi
individu.

22
1. Yang pertama intervensi keseluruhan kelas. Program ini dimulai
dengan pembentukan kepanitiaan pencegahan buli di sekolah untuk
memantau keseluruhan program anti buli di sekolah.
2. Yang kedua, intervensi dalam kelas dapat dilaksanakan oleh guru
dengan mengadakan diskusi dan ceramah mengenai perilaku buli di
sekolah. Guru dapat membahas tentang dampak buli terhadap peratuan
sekolah. Guru juga dapat melakukan pertemuan dengan orang tua
murd atau komite sekolah guna mendapat dukungan tentang langkah2
pencegahan buli.
3. Yang ketiga intervensi individu, melibatkan individu. Pembuli perlu
mendapatkan penanganan secara individual , begitu pula korban buli
dengan melibatkan orang tua masing-mamsing.

Menurut Model pencegahan oleh Rigby (2002) , yang menyarankan


sepuluh garis panduan bagi sekolah untuk menangani perilaku buli, yaitu :
a. Mulai dengan pendefinisian perilaku buli yang jelas dan dapat diterima
b. Mengakui bahwa perilaku buli berlaku dalam berbagai bentuk
c. Mengenali apa yang berlaku di sekolah
d. Menyusun rencana tindakan
e. Menyediakan kebijakan anti bullying
f. Menyediakan media bagi murid atau kelompok murid tentang apa yang akan
dilakukan bagi membantu mereka
g. Mendorong tingkah laku yang dapat mendatangkan pengaruh positif terhadap
tingkah laku interpersonal murid
h. Mengatasi setiap kejadian bullying secara bijaksana
i. Menyediakan bantuan kepada murid yang menjadi korban buli
j. Bekerja secara konstruktif dengan pihak lain terutama orang tua atau komite
sekolah

Selain model pencegahan, etrdapat pula Model Pemulihan. Hal ini penting
sebagai peringatan keapda kita bahwa tidak jarang ditemukan kasus dimana
korban buli melakukan bunuh diri ketika dia sudah tidak asanggup menanggung

23
enderitaan secara fisik maupun psikologis akibat perilaku buli (Underwood,
Springer, & Scott, 2011). .Salah satu model intervensi yang data digunakan untuk
pemulihan korban buli adalah Citizen Responsibility Program., program ini meng-
intergrasikan kembali murid yang tealh melalkukan kesalahan ke dalam
komunitas sekolah supayamenjadi murid yang mempunyai daya tahan, serta
menjadi komunita sekolah yang patuh dan berpegang teguh kepada peraturan dan
nilai yang berlaku.
Program inter-vensi ini menggariskan lima prinsip yaitu;
1. Mengharapkan yang terbaik dari orang lain. Prinsip ini menegaskan bahwa
pembuli dan dibuli adalah tingkah laku yang dapat diubah.
2. Bertanggungjawab adalah tingkah laku dan perasaan. Prinsip ini menegaskan
bahwa menangani tingkah laku buli memerlukan tindakan, dan seharusnya tidak
melibatkan cacian atau celaan terhadap seseorang sebagai individu
3. Mengakui, menerima perasaan dan kerusakan yang telah dilakukan. Prinsip ini
menegaskan bahwa kecederaan atau kerusakan akibat dari perilaku buli perlu
diterima
4. Perbaikan kerusakan atau kehancuran yang telah dilakukan. Prinsip ini
menegaskan bahwa kerusakan dan kehancuran yang telah dilakukan perlu ditebus.
5. Peduli tentang orang lain. Prinsip ini menegaskan bahwa pembuli dan korban
buli adalah anggota komunitas sekolah yang patut dihargai. Dukungan dari orang
lain perlu ditingkatkan melalui partisipasi dalam komunitas sekolah, yang
senantiasa peduli dan penuh perhatian.

8. Evaluasi asuhan keperawatan kesehatan sekolah

Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan


yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan
pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Melalui evaluasi memungkinkan perawat
untuk memonitor kealpaan yang terjadi selama tahap pengkajian, analisa,
perencanaan dan pelaksanaan tindakan (Ignatavicius & Bayne,1994). Menurut
Griffith & (Christensen (1986) evaluasi sebagai sesuatu yang di rencanakan, dan

24
perbandingan yang sistimatik pada status kesehatan Klien. Dengan mengukur
perkembangan klien dalam mencapai suatu tujuan, maka perawat bisa
menentukan efektifitas tindakan keperawatan. Meskipun evaluasi diletakkan pada
akhir proses keperawatan, evaluasi merupakan bagian integral pada setiap tahap
proses keperawatan. Pengumpulan data perlu direvisi untuk menentukan apakah
informasi yang telah di kumpulkan sudah mencukupi dan apakah perilaku yang di
observasi sudah sesuai. Diagnosa juga perlu di evaluasi dalam hal keakuratan dan
kelengkapannya.Tujuan dan intervensi di evaluasi adalah untuk menentukan
apakah tujuan tersebut,dapat di capai secara efektif.
Penentuan keputusan pada tahap evaluasi dapat dilakukan dengan
membandingkan data setelah dilakukan intervensi dengan tujuan yang
sebelumnya telah ditetapkan. Hasil tersebut dapat berupa :

 Peserta telah mencapai tujuan


 Peserta sedang dalam proses mencapai tujuan
 Peserta tidak dapat mencapai tujuan

Setelah waktu yang ditetapkan untuk evaluasi telah tercapai maka perawat
sekolah harus siap untuk mengadakan evaluasi. Bila dalam tujuan keperawatan
dituliskan anak sekolah dapat menerapkan kebiasaan cuci tangan menggunakan
sabun sebelum dan sesudah makan dalam waktu 3 hari setelah dilakukan
penyuluhan oleh perawat, maka evaluasi sumatif dilakukan pada hari ke empat.
Sedangkan evaluasi formatif dapat dilakukan setelah melaksanakan kegiatan
intervensi komunitas untuk menilai apakah kegiatan tersebut berhasil, seperti; bila
telah melakukan tindakan penyuluhan, maka evaluasi formatifnya adalah menilai
apakah penyuluhan dapat terlaksana dengan baik, apakah tujuan penyuluhan dapat
dicapai atau tidak.
Evaluasi sumatif dilakukan dengan cara pertama mengidentifikasi kriteria
evaluasi kemudian bandingkan dengan kondisi/keadaan atau fakta yang terjadi
setelah dilakukan intervensi. Evaluasi dapat berupa evaluasi struktur, proses dan
hasil. Evaluasi program merupakan proses mendapatkan dan menggunakan
informasi sebagai dasar proses pengambilan keputusan, dengan cara
meningkatkan upaya pelayanan kesehatan. Evaluasi proses difokuskan pada

25
urutasn kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan hasil. Evaluasi hasil dapat
diukur melalui perubahan pengetahuan, sikap dan peribahan perilaku masyarakat.
Evaluasi terdiri atas evaluasi formatif, menghasilkan informasi untuk umpan balik
selama program berlangsung. Sementara itu, evaluasi sumatif dilakukan setelah
program selesai dan mendapatkan informasi tentang efektifitas pengambilan
keputusan. Pengukuran efektivitas program dapat dilakukan dengan cara
mengevaluasi kesuksesan dalam pelaksanaan program. Catatlah semua kegiatan
praktik (tindakan keperawatan kesehatan sekolah) ke dalam logbook sebagai bukti
telah melaksanakan asuhan keperawatan kesehatan sekolah.

Perawat menggunakan keterampilan pengkajian untuk mendapatkan data yang


akan digunakan dalam evaluasi. Faktor yang di evaluasi mengenai status
kesehatan klien yang terdiri dari beberapa komponen, meliputi:

a. Kognitif ( pengetahuan)
Tujuan mengidentifikasi pengetahuan yang spesifik yang diperlukan
setelah klien di ajarkan tentang teknik-teknik tertentu. Lingkup evaluasi
pada kognitif meliputi pengetahuan klien terhadap masalah yang dimiliki.
b. Affektif ( status emusional )
Hasil penilaian emosi di tulis dalam bentuk perilaku yang akan memberi
suatu indikasi terhadap status emosi klien.
c. Psikomotor
Hal ini biasanya dilakukan melalui observasi secara langsung dengan
melihat apa yang telah dilakukan klien sesuai dengan yang di harapan
adalah suatu cara yang terbaik untuk mengevaluasi psikomotor klien.
d. Perubahan fungsi tubuh dan gejala
Evaluasi pada komponen fungsi tubuh mencakup beberapa aspek status
kesehatan klien yang bisa di observasi. Untuk mengevaluasi perubahan
fungsi tubuh maka perawat memfokuskan pada bagaimana fungsi
kesehatan klien berubah setelah dilakukan tindakan keperawatan ( Pinell
dan Meneses, 1986 ).

26
9. Tim kesehatan Sekolah

Menurut Clark (2008) anggota tim kesehatan sekolah yang spesifik akan berbeda
sesuai dengan kebutuhan populasi yang teridentifikasi, namun beberapa dari
mereka yang mungkin terlibat selain perawat adalah orang tua, guru,
administrator, konselor, psikolog, pekerja sosial, dokter dan dokter gigi,
koordinator kesehatan , petugas layanan makanan, petugas kebersihan dan
sekretaris, pejabat kesehatan masyarakat dan pejabat publik lainnya. Anggota tim
tambahan di beberapa lingkungan sekolah termasuk praktisi perawat; asisten
personel, fisik, pekerjaan, dan terapis respirasi; dan ahli patologi.

27
BAB IV

1. Kesimpulan

Asuhan keperawatan anak sekolah adalah salah satu specialisasi dari


keperawatan komunitas atau Comunity Health Nursing (CHN) tujuannya
meningkatkan kesehatan masyarakat sekolah dengan keperawatan sebagai
salurannya. Konsep Keperawatan kesehatan sekolah ini adalah pratek
keperawatan profesional dalam usaha mencapai kesejahteraan (Well-being),
prestasi akademik, dan usia yang panjang, dengan , melakukan pengelolaan
pelayanan kesehatan, melakukan kolaborasi aktif dengan lintas program dan
sektoral. Anggota tim kesehatan sekolah yang spesifik akan berbeda sesuai
dengan kebutuhan populasi yang teridentifikasi, namun beberapa dari mereka
yang mungkin terlibat selain perawat adalah orang tua, guru, administrator,
konselor, psikolog, pekerja sosial, dokter dan dokter gigi, koordinator
kesehatan , petugas layanan makanan, petugas kebersihan dan sekretaris,
pejabat kesehatan masyarakat dan pejabat publik lainnya. Dengan
menyelaraskan, mengintegrasikan dan mengkolaborasikan antara kesehatan
dan pendidikan untuk memperbaiki perkembangan kognitif, fisik dan sosial
dan emsional setiap anak.

2. Saran

Dalam mewujudkan sekolah sehat dukungan yang diberikan bukan hanya


dari tim sekolah dan perawat yang membina sekolah tersebut, tetapi banyak
pihak yang terlibat. Perawat sebagai pemegang peran yang penting disini
bukan hanya sebagai pemberi inervensi yang bersifat keperawatan saa,
mungkin dengan ikut terlibat dalam beberapa hal yang bersifat kerasama
ddengan pihak luar sekolah dalam mewujudkan sekolah sehat dan intervensi
yang akan diberikan dapat berjalan lancar.

28
DAFTAR PUSTAKA

Clark, Mary Jo Dummer. 2003. Community Health Nursing : caring for


population 4th edition)

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


HK.02.02/MENKES/52/2015 Tentang Rencana Strategis Kementrian Kesehatan
Tahun 2015-2019

Swarjana, I Ketut. 2016. Keperawatan Kesehatan Komunitas. Yogyakarta : ANDI

Nies MA, McEwen M. 2014. Community Public Health Nursing Promoting the
Health Populations. St. Louis Missouri. WB Saunders.)

Tim Pembina Usaha Kesehatan Sekolah (UKS), 2015.


http://slideplayer.info/slide/3185733/

Mary A. Nies & Melanie McEwen. 2007. Community/Public Health Nursing


hal.621. Elsavier

O'Neill, K. M., & Sheetz, A. (2006).


https://www.childtrends.org/programs/school-nurse-delivered-adolescent-
smoking-cessation-counseling-intervention

Centers for Disease Control and Prevention. (2008). Guidelines for School Health
Programs to Prevent Tobacco Use: Summary

Anderson, E.T. & Mc Farlane, J. (2011). Community as partner: Theori and


paractice in nursing. Philadelphia: Lippincot

29
Chabot, Guylaine et all. 2010. Determinants of the intention of elementary school
nurses to adopt a redefined role in health promotion at school. Chabot et
al.Implementation Science 2010, 5:93

Committee on School Health. 2001. The Role of the School Nurse in Providing
School Health Services. Pediatrics 2001;108;1231.

Council on School Health. 2008. Role of the School Nurse in Providing School
Health Services.www.pediatrics.org/cgi/doi/10.1542/peds.2008-0382.

Centers for Disease Control and Prevention, www.cdc.gov/healthyyouth/cshp/

Debukke NH, 2013 at repository.usu.ac.id diakses tanggal 8 maret 2013

Direktorat Jenderal dan Pendidikan Dasar. (2014). Pedoman Pelaksanaan UKS di


Sekolah. Jakarta: Kemendikbud

Effendi, Ferry & Makhfudli. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori dan
Praktik dalam Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

Wahyuni, Ni Putu Dewi Sri. 2013. PROGRAM DOKTER KECIL SEBAGAI


UPAYA MENINGKATKAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT
PADA SISWA SEKOLAH DASAR.

Sholeh, Mohammad Fakhrudin. 2016. SURVEI PELAKSANAAN USAHA


KESEHATAN SEKOLAH (UKS) DAN PERAN GURU PENDIDIKAN
JASMANI, OLAHRAGA, DAN KESEHATAN (PJOK) DALAM PENDIDIKAN
KESEHATAN DI SMA NEGERI SE-KECAMATAN BOJONEGORO. Jurnal
Pendidikan Olahraga dan Kesehatan, IV/1, 200 - 206

Nies, Mary A. dan Melanie McEwen. 2007. Community/Public Health Nursing.


Elsavier

Clark, Mary Jo. 2008. Community Health Nursing. www.prenhall.com/clark. New


Jersey : Pearson Education.

Kirani, Heni. 2015. Tim Pembina Usaha Kesehatan Sekolah (UKS).


http://slideplayer.info/slide/3185733/. Diakses pada 24 Februari 2018

Clark, Mary Jo DummeR. 2003. Community Health Nursing : caring for


population 4th edition).

30
Mujiyati. 2015. Peningkatan self esteem siswa korban bullying melalui teknik
assertive training Jurnal Fokus Konseling Volume 1 No. 1, Januari 2015 Hlm. 1-
12

Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.


02.02/MENKES/52/2015

Tentang Rencana Strategis Kementrian Kesahatan Tahun 2015-2019

Sugiyanto, H. 2016. Praktik klinik keperawatan keluarga dan komunitas. Jakarta:


Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Rigby, Ken. Bullying Interventions in schools: Six major approaches


http://www.bullyingawarenessweek.org/pdf/Bullying_Prevention_Strategies_in_S
chools_Ken_Rigby.pdf

https://www.cdc.gov/healthyschools/wscc/components.htm

Underwood, M., Springer, J., & Scott, M. (2011). Lifelines intervention. Center
City, MN: Hazelden Publishing.

Husmiati Yusuf., Adi Fahrudin. (2012). Perilaku Bullying : Asesmen


Multidimensi Dan Intervensi Sosial, Jurnal Psikologi Undip Vol. 11, No.2.

31
LAMPIRAN

32

Anda mungkin juga menyukai