PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
1
Seorang perawat sekolah dapat membantu sekolah dalam meningkatkan
derajat kesehatan sekolah, melakukan pencegahan, maupun promosi kesehatan
(Swarjana, 2016). Tidak hanya perawat tetapi peran tim kesehatan sekolah
diperlukan diantanya orang tua yang merupakan pemegang tanggung jawab untuk
memperkuat pengajaran kesehatan di rumah dan menindaklanjuti rujukan untuk
mendapatkan bantuan mengenai masalah kesehatan pada anaknya. Guru yang
memotivasi siswanya dalam mengembangkan kebiasaan kesehatan yang baik,
peran teman sebaya dan juga kolaborasi dari multidisiplin memegang peranan
penting dalam peningkatan kesehatan sekolah (Clark, 2003).
2
BAB 2
KASUS
1. Kasus 1
2. Learning Objective
3
BAB 3
Pembahasan
4
Bagaimana siswa mengekspresikan perasaannya, membangun kepercayaan
diri dan kekuatan emosi dengan baik. Hal ini didukung dengan adanya konselor di
sekolah.
5. Lingkungan sekolah sehat dan aman (safe and healthy environment)
Memberikan perhatian khusus pada keamanan sekolah dan sistem emergensi,
budaya sekolah, evaluasi faktor dan kondisi yang mempengaruhi lingkungan
sekolah. Faktor dan kondisi tersebut berupa bangunan sekolah, area sekitar
sekolah, sistem transportasi sekolah, bahaya kimiawi baik di dalam maupun di
luar sekolah, kondisi fisik seperti suhu, kebisingan, penyahayaan, kualitas udara,
potensi kesehatan dan bahaya keamanan.
5
Konsep penting dari keperawatan kesehatan sekolah adalah, Usaha Kesehatan
Sekolah (UKS) merupakan perpaduan antara dua upaya dasar, yaitu upaya
pendidikan dan upaya kesehatan, yang pada gilirannya nanti di harapkan UKS
dapat dijadikan usaha untuk meningkatkan kesehatan anak usia sekolah pada
setiap jalur, jenis dan jengjang pendidikan. Kemuadia kedua adalah terdapat tiga
program pokok (trias) UKS meliputi pendidikan kesehatan, pelayanan kesehatan
dan pembinaan lingkungan sekolah sehat meliputi kamar mandi, ruang belajar,
sarana pendukung belajar, pengolahan sampah dan kantin. Ketiga adalah sasaran
pelayanan UKS adalah seluruh peserta didik dari berbagai tingkat pendidikan.
Terakhir adalah peran perawat kesehatan sekolah diantaranya sebagai pelaksana
asuhan keperawatan di skolah serta pengelola UKS.
Dalam jurnal berjudul “Program Dokter Kecil Sebagai Upaya Meningkatkan
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Pada Siswa Sekolah Dasar” oleh Ni Putu Dewi
Sri Wahyuni pada tahun 2013 menyebutkan untuk mencapai visi pembangunan
kesehatan di Indonesia, yakni Indonesia Sehat 2010 telah di tetapkan sejumlah
misi, strategi, pokok-pokok program serta program-programnya. Salah satu
program yang di maksud adalah program Usaha Kesehata Sekolah. UU No.23
tahun 1992 pasal 45 tentang Kesehatan Sekolah wajib di selenggarakan di sekolah
dimana salah satu program unggulannya adalah program Dokter Kecil (Depkes
RI, 2008).
a. Tujuan umum
Untuk meningkatkan kemampuan hidup sehat dan derajat kesehatan peserta didik
serta menciptakan lingkungan yang sehat, sehingga memungkinkan pertumbuhan
dan perkembangan yang harmonis dan optimal dalam rangka pembentukan
manusia Indonesia seutuhnya.
b. Tujuan khusus
6
1. Memiliki pengetahuan, sikap dan keterampilan untuk melaksanakan prinsip
hidup sehat, serta berpartisipasi aktif di dalam usaha peningkatan kesehatan di
sekolah, di rumah tangga, maupun di lingkungan masyarakat;
7
b. Nutrition Environment and S
Keberadaan lingkungan dan layanan gizi yang baik pada setting sekolah,
membantu para siswa untuk langsung belajar dan mempraktikkan memilih
makan-makanan yang sehat.
c. Social and Emotional School Climate
Pemahaman iklim sekolah adalah suasana yang ditawarkan pada setting
sekolah. Hal ini merujuk pada pengaturan suasana sosial dan emosional yang akan
mempengaruhi baik staff, guru sebagai pekerja maupun murid sebagai peserta
ajar. Iklim ini akan mempengaruhi murid dalam beraktivitas di sekolah seperti :
hubungan yang terjalin antar murid, staff, guru dan performa akademik.
d. Physical Environment
Lingkungan fisik sekolah yang aman dan sehat sebenarnya menjadi
representasi sekolah yang mempromosikan kesehatan. Keadaan seperti ini dapat
menjamin kesehatan siswa dan pekerja didalamnya. Lingkungan fisik sekolah
meliputi gedung, letak sekolah, dan daerah sekitarnya. Lingkungan sekolah yang
sehat juga memperhatikan kecukupan ventilasi, kelembaban, kebisingan suhu,
pencahayaan alami serta buatan. Tidak sampai disitu, lingkungan fisik yang baik
seharusnya juga melindungi pekerja dan siswa dari adanya kejahatan, kekerasan,
dan kecelakaan.
e. Employee Wellness
Sekolah bukan hanya tempat belajar, melainkan tempat bagi guru, dan staff
lainnya untuk bekerja. Konsep healty school juga turut memperhatikan para
pekerja, dimana ada upaya untuk menciptakan lingkungan kerja yang mendukung
pola makan sehat, mengadopsi gaya hidup aktif, bebas stress dan pengelolaan
cedera saat bekerja. Terlaksananya komponen ini dapat menguntungkan pihak
sekolah dimana, mengurangi biaya pengganti atau asuransi.
f. Health Services
Pelayanan kesehatan pada setting sekolah mengintervensi masalah kesehatan
yang actual dan potensial seperti pertolongan pertama, kegawatdaruratan,
pengkajian dan rencana untuk mengati masalah-masalh kronis (asma, diabetes).
g. Counseling, Psychological, and Social Services
8
Memberi dukungan kesehatan secara mental emosional dan yang mendukung
tercapainya proses belajar yang baik.
h. Community Involvement
Kelompok masyarakat, organisasi dapat menjadi mitra sekolah dalam hal
berbagi sumber daya dalam rangka mendukung pembelajaran siswa serta
mengembangkan kegiatan yang berhubungan dengan kesehatan.
i. Family engagement
Pada elemen ini, keluarga bersama staff sekolah memiliki tanggung jawab
yang sama untuk terlibat dalam mendukung perkembangan pembelajaran siswa
serta memperhatikan dari aspek kesehatannya.
j. Physical Education and Physical Activity
Dalam elemen ini, sekolah berupaya menciptakanlingkungan yang
mendukung baik siswa maupun staff untuk beraktivitas fisik selama berada di
sekolah. Program aktivitas fisik ini biasanya tergabung dengan adanya kurikulum
dalam mata pelaaran pendidikan jasmani. Program pendidikan jasmani
memberikan kesempatan bagi siswa agar secara konsep memahami mengenai
aktivitas fisik serta memiliki ketrampilan praktis yang diperlukan untuk
mempertahankan gaya hidup aktif secara fisik mulai dari masa remaja hingga
dewasa nanti
9
kecelakaan lalu lintas, kemudia permasalahan tembakau, pernikahan dini dan
status gizi defisit energi dan nutrisi serta stunting.
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) terus berupaya
meningkatkan mutu pendidikan serta memperbaiki gizi anak-anak Indonesia.
Salah satunya yaitu mencanangkan Program Gizi Anak Sekolah Dasar
(PROGAS). Perancangan Progas tersebut merupakan peningkatan gizi anak
sekolah melalui pendidikan gizi, peningkatan asupan gizi dan penumbuhan budi
pekerti. Perwujudan dari program itu ialah gerakan sarapan bersama dimana
melibatkan orang tua sebagai juru masaknya. Dimana anggaran 2,2 miliyar
disiapkan oleh untuk 4 sekolah.
Outbreak Response Immunization (ORI) yaitu pemberian imunisasi setelah
terjadi KLB difteri di banyak provinsi di Indonesia. Kementrian Kesehatan
memfokuskan Pelaksanaan ORI di sekolah-sekolah walaupun bisa dilaksanakan di
puskesmas atau di posyandu karena sasaran ORI luas yaitu usia di bawah 19
tahun.
UU No 36/2009 :
Pasal 136 ayat 1 tentang setiap anak usia sekolah dan remaja berhak atas
informasi dan edukasi serta layanan kesehatan termasuk kesehatan reproduksi
remaja dengan memperhatikan masalah dan kebutuhan agar terbebas dari berbagai
gangguan kesehatan dan penyakit yang dapat menghambat pengembangan potensi
anak. Setiap anak usia sekolah dan remaja berhak mendapatkan pendidikan
kesehatan melalui sekolah dan madrasah dan maupun luar sekolah untuk
meningkatkan kemampuan hidup anak dalam lingkungan hidup yang sehat
10
sehingga dapat belajar, tumbuh dan berkembang secara harmonis dan optimal
menjadi sumber daya manusia yang berkualitas.
Pengkajian
Dimensi Fisik
a. usia:
- komposisi usia populasi anak sekolah: -
- apakah terdapat anak dengan keterlambatan perkembangan: -
- apakah terdapat isu perkembangan yang spesifik berhubungan dengan
populasi siswa: -
b. genetik
- proporsi perempuan dan laki-laki: 227 siswa total kelas VII
- ras/suku/ etnik: -
- predisposisi faktor genetik:-
c. fungsi fisiologis
- masalah kesehatan: pengetahuan terhadap kesehatan reproduksi 25%,
status gizi overweight 18,5 %, konjungtiva anemis 16,7%, karies
48,6%, kuku kotor 31,6%
- insiden penyakit menular:-
- cakupan imunisasi:-
-
Dimensi Psikologis
a. adakah kegiatan promosi kesehatan: -
11
b. kualitas hubungan antara siswa: terdapat bullying antar siswa, beberapa
siswa masuk geng motor
c. tipe disiplin:-
d. apakah ada tekanan pada siswa untuk penampilan:-
e. kualitas hubungan orang tua dengan sekolah:-
12
Dimensi perilaku
a. pola konsumsi
- kebutuhan nutris dan staus nutrisi:
- program peningkatan kualitas nutrisi sekolah:
- pengetahuan tengang nutrisi:
- kebiasaan merokok: merokok pada siswa laki-laki 10%
b. latihan dan aktifitas
- pola istirahat dan aktivitas
- kesempatan dan jenis rekreasi:
- keamanan saat olahraga: 49,8% injury saat olahraga
c. penggunaan pengobatan
- populasi yang menjalankan pengobatan rutin:
- jenis pengobatan:
13
2) Preventif di setting sekolah menurut Mary A. Nies & Melanie McEwen
(2007), terdiri atas 3 bagian antara lain:
a. Primary prevention
- Nutrisi : memberikan pengetahuan terkait kebutuhan nutrisi kepada
siswa & orangtua; konsultasi dengan staf ahli diet
- Imunisasi : menyediakan atau merujuk ke sumber untuk imunisasi
- Keamanan : mengajarkan terkait keamanan personal, alat-alat
olahraga & lingkungan
- Pendidikan kesehatan : gaya hidup sehat dan pendidikan kesehatan
untuk orangtua & staf, serta kurikulum pendidikan kesehatan sesuai
tingkat pendidikan
b. Secondary prevention
- Skrining kesehatan : jadwal rutin skrining skoliosis/lordosis,
masalah penglihatan dan pendengaran, gangguan makan, obesitas,
depresi, emosi, kesehatan gigi dan penyalahgunaan obat. Dan Early
and Periodic Screening, Diagnostic and Treatment (EPSDT)
program.
- Case finding : identifikasi resiko-resiko masalah kesehatan siswa
- Treatment : mengelola pengobatan (terutama untuk siswa dengan
masalah kesehatan khusus), mengajarkan pertolongan pertama/first
aid, dan membuat rencana kesehatan individual
- Home visit/kunjungan rumah : membantu memberikan konseling
keluarga (terutama untuk siswa dengan masalah kesehatan khusus
atau memiliki resiko tinggi)
c. Tertiary prevention
- Rujukan untuk siswa dengan masalah kebiasaan/behavior
(merokok, penyalahgunaan obat, konsumsi alcohol dll) :
memberikan edukasi dan advokasi khusus, membantu mencarikan
bantuan untuk mengatasi masalah dan membantu berkonsultasi
dengan orangtua dan staf
14
- Pencegahan komplikasi dan efek yang merugikan (obesitas, dll) :
memberikan edukasi dan advokasi khusus, membantu memanage
faktor-faktor resiko dari kesehatan siswa tersebut
- Monitoring staf : monitoring secara rutin terkait kejadian
luka/injury, kecelakaan, dan kejadian penyakit serius atau kronik
15
4) kemungkinan merokok 10 atau lebih sedikit rokok per hari 2,6 kali lebih
besar dalam intervensi dibandingkan dengan sekolah kontrol dan 3,5 kali
lebih besar pada 3 bulan.
5) siswa di sekolah intervensi 8 kali lebih mungkin untuk berhenti pada 6
minggu, 6 kali lebih mungkin pada 3 bulan, dibandingkan siswa di sekolah
kontrol.
1. Kebijakan
Mengembangkan dan memberlakukan kebijakan sekolah tentang merokok.
Kebijakan tersebut dibuat bersama oleh kepala sekolah, guru, tenaga
kesehatan professional, orangtua dan siswa. Kebijakan tersebut harus:
Melarang kepala sekolah, guru, staf, orangtua dan siswa merokok di
lingkungan sekolah
orang tua, staf sekolah, profesional kesehatan, dan sekolah
Melarang iklan rokok dengan tidak menjadikan perusahaan rokok
sebagai sponsor acara sekolah
Memberikan instruksi kepada semua siswa untuk menghindari rokok
Menyediakan program berhenti merokok pada staf sekolah maupun
siswa
Membantu siswa yang melanggar kebijakan bebas merokok dengan
tidak hanya menghukum namun mencari jalan keluarnya
2. Instruksi
Memberikan instruksi mengenai dampak negatif jangka pendek dan jangka
panjang dari merokok (dampak fisiologis dan sosial). Isi dari instruksi ini
harus:
Mengurangi penerimaan sosial bagi orang yang merokok dan
menunjukan bahwa sebagian besar anak sekolah tidak merokok
Membantu siswa mengidentifikasi aktivitas yang lebih positif daripada
merokok
Mengajarkan siswa untuk lebih tegas menolak jika diajak untuk
merokok oleh orang lain
16
3. Kurikulum
Mengenalkan bahaya merokok dari mulai sekolah dasar dan lebih
diintensifkan saat di SMP
Melakukan penguatan kembali mengenai bahaya rokok saat di bangku
SMA untuk memastikan keberhasilan pencegahan merokok
4. Training
Memberikan pelatihan khusus mengenai pencegahan merokok pada guru.
Pelatihan tersebut harus mencakup pengkajian kurikulum, pemodelan kegiatan
instruksiona; dan menyediakan kesempatan untuk mempraktekan hasil
pelatihan.
5. Keterlibatkan keluarga
Melibatkan keluarga dalam program pencegahan rokok di sekolah
6. Usaha penghentian merokok
Memberi dukungan pada staf sekolah maupun siswa yang merokok untuk
berhenti merokok. Sekolah dapat mengadakan program yang dapat membantu
perokok untuk berhenti merokok.
7. Evaluasi
Kaji program pencegahan merokok secara berkala.
17
1. Primary Prevention
Komponen inti dari program intervensi antibullying adalah kesadaran dan
keterlibatan orang dewasa sekolah. Melaksanakan pencegahan primer dapat
mencakup langkah-langkah berikut:
1. Lakukan program guru / staf untuk mendidik anggota di sekolah tentang
masalah bullying.
a. Diskusikan prevalensi bullying.
b. Diskusikan berbagai peran yang berkaitan dengan isu bullying, seperti
pengganggu, korban, campuran, dan saksi.
2. Tentukan apakah kebijakan bullying / pelecehan seksual ada di sekolah
a. Jika tidak ada kebijakan, bantu administrasi sekolah mengembangkan
kebijakan sekolah untuk menangani situasi bullying teman sebaya.
b. Jika ada kebijakan, rumuskan rencana untuk meningkatkan kesadaran.
3. Minta pertemuan orang tua untuk mendiskusikan pencegahan kekerasan
di sekolah dan jelaskan bahwa menangani dan menghentikan bullying
merupakan komponen penting dalam pencegahan kekerasan.
4. Merumuskan kelompok koordinasi guru, staf, perawat sekolah,
administrasi, orang tua, anggota masyarakat, dan siswa untuk terlibat.
2. Secondary Prevention
Lakukan Screen for bullying behaviors untuk menentukan prevalensi di
sekolah dan kelas
1. Kaji perilaku bullying dengan menggunakan kuesioner siswa seperti
Kuesioner Hubungan Sebaya
2. Mempunyai school conference day untuk menyebarluaskan hasil survei
dan memunculkan rencana untuk mengatasi masalah tersebut.
3. Melaksanakan pengawasan orang dewasa yang efektif selama istirahat,
makan siang, dan istirahat di kelas / kamar mandi
4. Adanya kelompok diskusi guru-siswa untuk memperkuat pesan
antibullying dan berkontribusi untuk mengubah budaya sekolah. Dengan
kata lain, siswa harus percaya bahwa orang dewasa di sekolah tidak akan
mentolerir perilaku bullying dan bahwa korban dapat melaporkan
perilaku tersebut dengan nyaman.
18
Pada tingkat individu
1. Pisahkan konseling pengganggu dan korban.
2. Libatkan orang tua dari pengganggu dan korban dalam diskusi.
3. Kembangkan rencana perawatan individu untuk siswa, baik pengganggu
dan korban, meliputi kebutuhan kesehatan fisik, mental, dan perilaku.
4. Buat rujukan ke penyedia layanan kesehatan yang sesuai.
3. Tertiary Prevention
Berfokus pada kemajuan dari kebijakan yang sudah ada
1. Secara formal menilai perilaku bullying setiap tahun.
2. Lanjutkan kelompok diskusi guru-siswa.
3. Dorong keterlibatan orang tua dalam berbagai kegiatan sekolah.
(Anderson, E.T. & Mc Farlane, J. (2011). Community as partner: Theori and
paractice in nursing. Philadelphia: Lippincot)
19
Korban “bullying” diberi penguatan untuk dapat melawan dan
mempertahankan diri dengan berbagai macam aktifitas seperti bela
diri. Namun demikian, hal ini dapat menimbulkan terus
berlangsungnya “bullying” dengan perilaku kekerasan. Agar
korban “bullying” mampu beradaptasi terhadap stressor yang dialami,
maka perlu dilakukan latihan “management stress” sehingga anak
memiliki kemampuan koping yang baik.
c. Mediation
Mediasi merupakan cara penyelesaian konflik yang terjadi antara
siswa dengan melibatkan guru sebagai mediator. Mediasi dapat terjadi
jika kedua pihak, pelaku dan korban sepakat untuk mencari bantuan
terhadap masalah yang mereka hadapi. Langkah-langkah yang
dilakukan :
d. Restorasi practice
Pendekatan ini mencoba memperbaiki hubungan yang tidak harmonis
antara pelaku dan korban, dengan saling memaafkan dan tindakan
kompensasi. Kegiatan ini diterapkan dengan meningkatkan
komunikasi dengan melibatkan orang tua kedua belah pihak atau di
kelas dengan teman mereka.
e. The Support Group Method
20
Ada 7 langkah dalam metoda ini yaitu :
21
Metode ini meliputi :
a. Perilaku buli secara serius memberi dampak terhadap emosi, fisik dan
pencapaian akademik murid-murid yang menjadi korban buli.
b. Perilaku buli bisa menjadikan kegiatan belajar mengajar menjadi tidak
nyaman dan aman di skeolah.
Ada banyak model program pencegahan yang ditawarkan oleh para ahli
diantaranya Model Olweus dan Model Rigby.
22
1. Yang pertama intervensi keseluruhan kelas. Program ini dimulai
dengan pembentukan kepanitiaan pencegahan buli di sekolah untuk
memantau keseluruhan program anti buli di sekolah.
2. Yang kedua, intervensi dalam kelas dapat dilaksanakan oleh guru
dengan mengadakan diskusi dan ceramah mengenai perilaku buli di
sekolah. Guru dapat membahas tentang dampak buli terhadap peratuan
sekolah. Guru juga dapat melakukan pertemuan dengan orang tua
murd atau komite sekolah guna mendapat dukungan tentang langkah2
pencegahan buli.
3. Yang ketiga intervensi individu, melibatkan individu. Pembuli perlu
mendapatkan penanganan secara individual , begitu pula korban buli
dengan melibatkan orang tua masing-mamsing.
Selain model pencegahan, etrdapat pula Model Pemulihan. Hal ini penting
sebagai peringatan keapda kita bahwa tidak jarang ditemukan kasus dimana
korban buli melakukan bunuh diri ketika dia sudah tidak asanggup menanggung
23
enderitaan secara fisik maupun psikologis akibat perilaku buli (Underwood,
Springer, & Scott, 2011). .Salah satu model intervensi yang data digunakan untuk
pemulihan korban buli adalah Citizen Responsibility Program., program ini meng-
intergrasikan kembali murid yang tealh melalkukan kesalahan ke dalam
komunitas sekolah supayamenjadi murid yang mempunyai daya tahan, serta
menjadi komunita sekolah yang patuh dan berpegang teguh kepada peraturan dan
nilai yang berlaku.
Program inter-vensi ini menggariskan lima prinsip yaitu;
1. Mengharapkan yang terbaik dari orang lain. Prinsip ini menegaskan bahwa
pembuli dan dibuli adalah tingkah laku yang dapat diubah.
2. Bertanggungjawab adalah tingkah laku dan perasaan. Prinsip ini menegaskan
bahwa menangani tingkah laku buli memerlukan tindakan, dan seharusnya tidak
melibatkan cacian atau celaan terhadap seseorang sebagai individu
3. Mengakui, menerima perasaan dan kerusakan yang telah dilakukan. Prinsip ini
menegaskan bahwa kecederaan atau kerusakan akibat dari perilaku buli perlu
diterima
4. Perbaikan kerusakan atau kehancuran yang telah dilakukan. Prinsip ini
menegaskan bahwa kerusakan dan kehancuran yang telah dilakukan perlu ditebus.
5. Peduli tentang orang lain. Prinsip ini menegaskan bahwa pembuli dan korban
buli adalah anggota komunitas sekolah yang patut dihargai. Dukungan dari orang
lain perlu ditingkatkan melalui partisipasi dalam komunitas sekolah, yang
senantiasa peduli dan penuh perhatian.
24
perbandingan yang sistimatik pada status kesehatan Klien. Dengan mengukur
perkembangan klien dalam mencapai suatu tujuan, maka perawat bisa
menentukan efektifitas tindakan keperawatan. Meskipun evaluasi diletakkan pada
akhir proses keperawatan, evaluasi merupakan bagian integral pada setiap tahap
proses keperawatan. Pengumpulan data perlu direvisi untuk menentukan apakah
informasi yang telah di kumpulkan sudah mencukupi dan apakah perilaku yang di
observasi sudah sesuai. Diagnosa juga perlu di evaluasi dalam hal keakuratan dan
kelengkapannya.Tujuan dan intervensi di evaluasi adalah untuk menentukan
apakah tujuan tersebut,dapat di capai secara efektif.
Penentuan keputusan pada tahap evaluasi dapat dilakukan dengan
membandingkan data setelah dilakukan intervensi dengan tujuan yang
sebelumnya telah ditetapkan. Hasil tersebut dapat berupa :
Setelah waktu yang ditetapkan untuk evaluasi telah tercapai maka perawat
sekolah harus siap untuk mengadakan evaluasi. Bila dalam tujuan keperawatan
dituliskan anak sekolah dapat menerapkan kebiasaan cuci tangan menggunakan
sabun sebelum dan sesudah makan dalam waktu 3 hari setelah dilakukan
penyuluhan oleh perawat, maka evaluasi sumatif dilakukan pada hari ke empat.
Sedangkan evaluasi formatif dapat dilakukan setelah melaksanakan kegiatan
intervensi komunitas untuk menilai apakah kegiatan tersebut berhasil, seperti; bila
telah melakukan tindakan penyuluhan, maka evaluasi formatifnya adalah menilai
apakah penyuluhan dapat terlaksana dengan baik, apakah tujuan penyuluhan dapat
dicapai atau tidak.
Evaluasi sumatif dilakukan dengan cara pertama mengidentifikasi kriteria
evaluasi kemudian bandingkan dengan kondisi/keadaan atau fakta yang terjadi
setelah dilakukan intervensi. Evaluasi dapat berupa evaluasi struktur, proses dan
hasil. Evaluasi program merupakan proses mendapatkan dan menggunakan
informasi sebagai dasar proses pengambilan keputusan, dengan cara
meningkatkan upaya pelayanan kesehatan. Evaluasi proses difokuskan pada
25
urutasn kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan hasil. Evaluasi hasil dapat
diukur melalui perubahan pengetahuan, sikap dan peribahan perilaku masyarakat.
Evaluasi terdiri atas evaluasi formatif, menghasilkan informasi untuk umpan balik
selama program berlangsung. Sementara itu, evaluasi sumatif dilakukan setelah
program selesai dan mendapatkan informasi tentang efektifitas pengambilan
keputusan. Pengukuran efektivitas program dapat dilakukan dengan cara
mengevaluasi kesuksesan dalam pelaksanaan program. Catatlah semua kegiatan
praktik (tindakan keperawatan kesehatan sekolah) ke dalam logbook sebagai bukti
telah melaksanakan asuhan keperawatan kesehatan sekolah.
a. Kognitif ( pengetahuan)
Tujuan mengidentifikasi pengetahuan yang spesifik yang diperlukan
setelah klien di ajarkan tentang teknik-teknik tertentu. Lingkup evaluasi
pada kognitif meliputi pengetahuan klien terhadap masalah yang dimiliki.
b. Affektif ( status emusional )
Hasil penilaian emosi di tulis dalam bentuk perilaku yang akan memberi
suatu indikasi terhadap status emosi klien.
c. Psikomotor
Hal ini biasanya dilakukan melalui observasi secara langsung dengan
melihat apa yang telah dilakukan klien sesuai dengan yang di harapan
adalah suatu cara yang terbaik untuk mengevaluasi psikomotor klien.
d. Perubahan fungsi tubuh dan gejala
Evaluasi pada komponen fungsi tubuh mencakup beberapa aspek status
kesehatan klien yang bisa di observasi. Untuk mengevaluasi perubahan
fungsi tubuh maka perawat memfokuskan pada bagaimana fungsi
kesehatan klien berubah setelah dilakukan tindakan keperawatan ( Pinell
dan Meneses, 1986 ).
26
9. Tim kesehatan Sekolah
Menurut Clark (2008) anggota tim kesehatan sekolah yang spesifik akan berbeda
sesuai dengan kebutuhan populasi yang teridentifikasi, namun beberapa dari
mereka yang mungkin terlibat selain perawat adalah orang tua, guru,
administrator, konselor, psikolog, pekerja sosial, dokter dan dokter gigi,
koordinator kesehatan , petugas layanan makanan, petugas kebersihan dan
sekretaris, pejabat kesehatan masyarakat dan pejabat publik lainnya. Anggota tim
tambahan di beberapa lingkungan sekolah termasuk praktisi perawat; asisten
personel, fisik, pekerjaan, dan terapis respirasi; dan ahli patologi.
27
BAB IV
1. Kesimpulan
2. Saran
28
DAFTAR PUSTAKA
Nies MA, McEwen M. 2014. Community Public Health Nursing Promoting the
Health Populations. St. Louis Missouri. WB Saunders.)
Centers for Disease Control and Prevention. (2008). Guidelines for School Health
Programs to Prevent Tobacco Use: Summary
29
Chabot, Guylaine et all. 2010. Determinants of the intention of elementary school
nurses to adopt a redefined role in health promotion at school. Chabot et
al.Implementation Science 2010, 5:93
Committee on School Health. 2001. The Role of the School Nurse in Providing
School Health Services. Pediatrics 2001;108;1231.
Council on School Health. 2008. Role of the School Nurse in Providing School
Health Services.www.pediatrics.org/cgi/doi/10.1542/peds.2008-0382.
Effendi, Ferry & Makhfudli. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori dan
Praktik dalam Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
30
Mujiyati. 2015. Peningkatan self esteem siswa korban bullying melalui teknik
assertive training Jurnal Fokus Konseling Volume 1 No. 1, Januari 2015 Hlm. 1-
12
https://www.cdc.gov/healthyschools/wscc/components.htm
Underwood, M., Springer, J., & Scott, M. (2011). Lifelines intervention. Center
City, MN: Hazelden Publishing.
31
LAMPIRAN
32