Christopher Dureau
Buku ini adalah studi yang ditugaskan kepada penulis oleh Australian Community Development and
Civil Society Strengthening Scheme (ACCESS) Tahap II, yang didukung oleh AusAID funded. Meskipun
konsisten dengan pendekatan yang digunakan oleh ACCESS Tahap II, isi buku ini merupakan pandangan
penulis dan tidak berimplikasi atau mewakili kebijakan atau pandangan baik pengelola program ACCESS
Tahap II maupun Pemerintah Australia dan pengelola program AusAID. Penulis bertanggung jawab penuh
atas karya ini sebagaimana tertulis.
Diterbitkan oleh:
Kecuali dinyatakan berbeda, seluruh isi buku ini dilindungi oleh lisensi Creative Commons Attribution-NonCommercial-
ShareAlike (CC BY-NC-SA). Pembaca boleh mencampur, mengubah, menggunakannya dalam karyanya, selama
mencantumkan buku ini sebagai sumbernya, dan menaruh lisensi seperti ini dalam hasil karya yang baru.
Daftar isi
Kata Pengantar..................................................................................................vii
1. Pendahuluan....................................................................................................1
2. Elemen-elemen Kunci Pendekatan Berbasis Aset..............................................07
.
Ikhtisar.........................................................................................................................................................................................08 i
Perspektif Berbeda tentang Pembangunan..................................................................................... 08
Perbandingan antara Pendekatan Berbasis Kebutuhan dan Berbasis Aset ������������������������������������������������������09
Keterbatasan Pendekatan Berbasis Kebutuhan yang Tradisional.........................................................................12
Tiga Elemen Kunci............................................................................................................................... 16
Energi Masa Lampau:.............................................................................................................................................................16
Daya Tarik Masa Depan:........................................................................................................................................................16
Persuasi Masa Kini:..................................................................................................................................................................17
Mengapa Menekankan Pesan Negatif.............................................................................................. 18
Bagaimana Menghadapi Ketidakadilan dan Masalah Sosial?........................................................ 22
Berpikir dengan Memori dan Imajinasi............................................................................................ 24
Inklusif Gender dan Sosial................................................................................................................. 25
Peran Fasilitasi Organisasi dan Pemerintah..................................................................................... 27
Beberapa Poin Rangkuman Bab ini..................................................................................................................................30
3. Pengaruh Historis pada Pendekatan Berbasis Aset............................................33
.
Ikhtisar.........................................................................................................................................................................................34
Pendekatan Partisipatif...................................................................................................................... 35
Psikologi Positif................................................................................................................................... 38
Pengembangan Organisasi................................................................................................................ 38
Pemetaan Aset.................................................................................................................................... 39
Pendekatan Penghidupan Berkelanjutan......................................................................................... 41
Pengecualian Positif........................................................................................................................... 44
Modal Sosial........................................................................................................................................ 45
Dinamika Kekuasaan dan Suara Warga............................................................................................. 48
Percakapan dan Narasi (Tutur Cerita)............................................................................................... 54
ii Pertumbuhan Organik dan Dikendalikan secara Lokal................................................................... 55
Beberapa Poin Rangkuman Bab ini..................................................................................................................................57
Kata VII
Pengantar
Pembaru dan Kekuatan Lokal untuk Pembangunan
Secara berkala selama setengah abad terakhir, terjadi perubahan radikal dalam cara orang
berpikir tentang pelaksanaan pembangunan. Buku Pembaru dan Kekuatan Lokal untuk
Pembangunan menggambarkan salah satu perubahan tersebut, yakni dari melihat realitas sebagai
masalah yang harus dipecahkan menjadi sesuatu yang penuh dengan kemungkinan dan potensi.
Memanfaatkan potensi berpeluang memberi daya ungkit pada perubahan sosial dan organisasi
sehingga hasilnya jauh melampaui yang sudah dicapai saat ini. Buku ini menyatakan bahwa
sesungguhnya saat perubahan cara berpikir ini diterapkan untuk memperbaiki kerja sama warga
dan pemerintah, terbukti bahwa efektivitas dan dampak jangka panjang program pembangunan
meningkat tajam.
Apakah ini penting? Cara-cara lama melaksanakan pembangunan tidak membuahkan hasil
yang kita bayangkan. Model-model pembangunan yang dipimpin masyarakat dan mendorong
VIII
Viii tata kepemerintahan yang demokratik tidak menghasilkan tingkat kepemilikan dan engagement
yang diharapkan terjadi. Kesetaraan gender dan inklusi sosial telah menjadi tambahan pada
program, bukan nilai-nilai integral dalam proses implementasi. Pemerintah cenderung berperan
sebagai pemimpin feodal yang menganggap warganya harus menunggu giliran dan puas dengan
apa yang diberikan. Pendekatan baru yang mendahulukan warga dan kekuatan yang mereka
miliki mempunyai kemampuan mengubah semua itu dan mengatasi berbagai tantangan yang
kita hadapi sekarang.
Jika ada lubang di atap, bagaimana cara kita memperbaikinya? Mungkin tidak terlalu
masuk akal untuk melihat bagian-bagian lain dari atap untuk memperbaiki lubang itu. Kita
bisa menggunakan pendekatan berbasis aset atau pendekatan yang bertumpu pada kekuatan.
Misalnya mempertimbangkan cara-cara yang pernah digunakan atau mendaftar keterampilan
dan bahan-bahan yang ada untuk memperbaiki lubang itu.. Menarik pelajaran dari pengalaman
dan sumber daya lokal yang ada sebagai titik awal perubahan adalah pendekatan yang dijelaskan
dalam buku ini.
Kata Pengantar
Pembaca buku ini akan belajar tentang pemahaman pendekatan berbasis kekuatan, apa saja
pengaruh sejarah yang mendorong lahirnya, asumsi-asumsi serta prinsip-prinsip dasar atau teori-
teori perubahan yang terkandung di dalamnya dan bagaimana menerapkannya. Fokus pada
aplikasi dihubungkan dengan bagaimana memperbaiki tata kepemerintahan yang demokratik
Pembaru dan Kekuatan Lokal untuk Pembangunan
– atau bagaimana organisasi warga bisa berkolaborasi dengan instansi pelayanan pemerintah
dalam memastikan bahwa sumber daya negara digunakan untuk memaksimalkan peningkatan
kesejahteraan rakyat – dan dalam memobilisasi masyarakat agar menjadi agen pembangunan
diri sendiri.
Pembuatan buku ini ditugaskan oleh Australian Community Development and Civil Society
Strengthening Scheme (ACCESS). ACCESS adalah program kerja sama Pemerintah Australia
dan Pemerintah Republik Indonesia yang bertujuan mempromosikan cara-cara inovatif
memperbaiki kerja sama antara instansi-instansi pemerintah dan organisasi-organisasi warga.
ACCESS memilih pendekatan berbasis aset sebagai prinsip dasar pelaksanaan pembangunan.
Penulis buku, Christopher Dureau, telah menjadi penasihat strategik ACCESS selama 10 tahun
terakhir. Dia sangat berpengalaman dalam pembangunan internasional dan selama puluhan
X tahun terlibat dalam pengembangan masyarakat di Indonesia. Dapat dipastikan bahwa buku ini
benar-benar ditulis berdasarkan banyak pengalaman dan refleksi mendalam yang kokoh.
Melalui publikasi buku ini dan alat-alat pembelajaran yang melengkapinya, ACCESS berharap
semua mitra program baik di tingkat strategik dan pelaksana, nasional, distrik dan komunitas
dapat benar-benar memahami apa yang menjadi konsep dan nilai-nilai dasar pendekatan ini,
dan bagaimana aplikasinya pada tiap tahap siklus program. Bagaimana pendekatan ini bisa
benar-benar meresap dalam cara-cara yang digunakan untuk mendukung komunitas yang
sedang berupaya meningkatkan standar kehidupan mereka, baik melalui pendidikan, kesehatan,
perbaikan infrastruktur, kesetaraan gender dan sosial, dan pengelolaan sumber daya alam yang
berkelanjutan atau pembangunan ekonomi?
Tercapai tidaknya tujuan tersebut tidak saja tergantung pada berapa banyak orang memahami
pendekatan ini sebagai alternatif, tetapi pada bagaimana orang sungguh-sungguh mengerti
manfaatnya saat diaplikasikan. Kekayaan pengalaman dan nilainya bagi pembangunan akan
diperoleh dari kesuksesan penggunaannya dalam praktik. Hanya lewat mencoba dan melakukan
refleksi kita bisa belajar apakah pendekatan ini dapat digunakan secara lebih luas dalam program-
program seperti Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) dan apakah dapat juga
memengaruhi program-program pembangunan nasional yang berbasis masyarakat lainnya di
Indonesia, bahkan di seluruh dunia.
Buku ini dimaksudkan sebagai panduan praktisi tentang cara memfasilitasi pendekatan
berbasis aset. Selain bagian-bagian yang membantu pembaca semakin memahami konsep-konsep
dasar, ada bagian-bagian praktis tentang aplikasinya. Proses enam tahap yang dijelaskan pada
bagian akhir buku dan modul-modul pelatihan satu dan dua hari serta referensi bisa digunakan
para fasilitator dan agen perubahan untuk merancang program-program baru atau memantau
pelaksanaan program yang sedang berjalan. Studi-studi kasus yang ditampilkan memberi Xi
harapan kepada pembaca bahwa investasi waktu dan upaya untuk mencoba pendekatan sepadan
dengan hasilnya.
ACCESS Tahap II sudah menggunakan pendekatan ini selama beberapa tahun terakhir.
Sekarang tiba saatnya, lewat buku ini, untuk berbagi tentang pendekatan dan metodologi
yang mungkin sudah pernah didengar orang tetapi belum pernah berkesempatan memperoleh
pemahaman dan gambaran lebih lengkap tentang pendekatan berbasis aset untuk pembangunan.
Agustus 2013
Paul Boon
Direktur Program
ACCESS Tahap II
Pembaru dan Kekuatan Lokal untuk Pembangunan
XII
PENDAHULUAN 01
BAB 1 01
PENDAHULUAN
Pembaru dan Kekuatan Lokal untuk Pembangunan
Manual ini memuat ikhtisar tentang teori dan praktik pendekatan berbasis aset dalam
pelaksanaan pembangunan. Istilah ‘pendekatan berbasis aset’ digunakan untuk menjelaskan
sebuah pendekatan positif dalam pelaksanaan pembangunan dan perubahan organisasi. Di
dalam manual ini, pendekatan berbasis aset berkenaan dengan sekumpulan pendekatan baru
dalam pelaksanaan pembangunan yang memiliki prinsip-prinsip, teori perubahan dan tahapan
metodologi yang sangat mirip satu sama lain. Pendekatan-pendekatan ini terkadang disebut
sebagai pendekatan ‘berbasis kekuatan’. Kata-kata seperti ‘apresiatif’ dan ‘positif’ juga sering
digunakan dalam menjelaskan cara pandang baru pelaksanaan pembangunan dan perubahan
organisasi ini. Di samping itu, orang-orang yang menggunakan pendekatan ini juga mendapat
inspirasi dari alam sekitar serta menyebutnya sebagai sesuatu yang organik atau endogen, yang
artinya lahir dari dalam dan bertumpu pada apa yang sudah ada.
02 Pendekatan berbasis aset memasukkan cara pandang baru yang lebih holistik dan
kreatif dalam melihat realitas, seperti: melihat gelas setengah penuh; mengapresiasi apa
yang bekerja dengan baik di masa lampau; dan menggunakan apa yang kita miliki untuk
mendapatkan apa yang kita inginkan.
Pendekatan-pendekatan ini meskipun sangat mirip dan pada dasarnya berbeda dari cara-
cara konvensional, bervariasi satu sama lain karena lahir dari beberapa bidang ilmu sosial dan
perubahan perilaku yang berbeda namun saling terkait, baik dari ilmu psikologi, pengembangan
organisasi, pengembangan masyarakat, maupun pembangunan internasional. Pendekatan-
pendekatan ini diterapkan dalam konteks beragam, seperti psikologi personal dan klinis,
pengembangan kapasitas organisasi, pelayanan publik oleh pemerintah dan masyarakat sipil, atau
perusahaan swasta. Kesemuanya mewakili cara berpikir dan bertindak yang dapat diterapkan
dalam perencanaan strategis, maupun desain program, implementasi dan evaluasi.
PENDAHULUAN
Meskipun banyak metodologi atau pendekatan, cukup banyak kesamaan yang memungkinkan
kita untuk memakai salah satu dari istilah-istilah yang lebih umum, seperti Pendekatan Apresiatif,
atau Berbasis Kekuatan atau Aset, sambil tetap membuka kemungkinan untuk mengintegrasikan
pandangan-pandangan lain dari serangkaian strategi yang termasuk kategori pendekatan-
pendekatan positif dalam pelaksanaan pembangunan.
Dalam manual ini, kita mengaplikasikan pendekatan berbasis aset pada pembangunan yang
dipimpin oleh warga, yang bertujuan agar pemerintah dan warga beserta organisasi-organisasi
yang mereka bentuk, bekerja secara lebih kolaboratif untuk meningkatkan proses dan manfaat
pelaksanaan pembangunan.
Buku ini dibagi dalam dua bagian pokok. Bagian pertama, bab 1-6, berisi kerangka teoritis
dan berbagai metodologi yang masuk dalam kategori pendekatan berbasis aset untuk perubahan 03
organisasi dan pembangunan yang dipimpin warga atau citizen-led development.
Bagian kedua terdiri dari Bab 7, yang menjelaskan proses enam tahap praktis, dan Bab 8
memberikan contoh-contoh lokakarya serta sumber-sumber informasi lebih lanjut.
Pada setiap tahap dalam Bab 7, terdapat ikhtisar aspek-aspek terpenting setiap tahapan,
termasuk tujuannya, bagaimana aplikasinya, siapa yang selayaknya berpartisipasi, peran
fasilitator, serta alat-alat bantu yang mungkin bermanfaat dalam melaksanakan tahap tersebut.
Buku ini bertumpu pada pengalaman menggunakan pendekatan berbasis aset dalam banyak
kegiatan pembangunan yang dipimpin oleh komunitas di Indonesia dan tempat-tempat lain di
Asia, Afrika dan Pasifik. Secara lebih khusus, banyak pengetahuan dan contoh alam manual
ini diambil dari sebuah program kerja sama antara Pemerintah Indonesia yang diwakili oleh
Kementerian Dalam Negeri cq Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, dan
04 Pemerintah Australia yang diwakili Australian Agency for International Development (AusAID).
Program ini, Australian Community Development and Civil Society Strengthening Scheme (ACCESS),
telah bekerja di berbagai kabupaten di kawasan Indonesia Timur sejak tahun 2002. Saat ini,
ACCESS Tahap II bekerja dengan pemerintah dan organisasi masyarakat sipil di 20 kabupaten,
meliputi lebih dari 1.000 komunitas desa. Pernyataan maksud ACCESS Tahap II adalah:
Warga dan organisasinya berdaya untuk berinteraksi aktif dengan pemerintahan lokal sehingga
berdampak pada hasil pembangunan di berbagai bidang di 20 Kabupaten di Kawasan Timur Indonesia.
Program Australian Civil Society and Community Development Scheme (ACCESS Tahap II):
l Values driven atau bertumpu pada nilai
l Memprioritaskan pendekatan berbasis aset dalam pelaksanaan pembangunan
l Dipimpin oleh aktor pembangunan (warga dan organisasi warga)
PENDAHULUAN
05
Pembaru dan Kekuatan Lokal untuk Pembangunan
06
Elemen-elemen Kunci Pendekatan Berbasis Aset 07
BAB 2
Elemen-elemen Kunci 07
Pendekatan Berbasis
Aset
Pembaru dan Kekuatan Lokal untuk Pembangunan
Ikhtisar
Bab ini menjelaskan elemen-elemen kunci dari pendekatan utama dalam pembangunan dan
perubahan organisasi yang kita sebut sebagai pendekatan-pendekatan berbasis aset. Hal-hal yang
turut dipertimbangkan di sini adalah:
Di sisi lain kita bisa membayangkan pendekatan berbasis aset sebagai pendekatan ‘merawat’.
Bila kita mengamati alam sekitar dan melihat bagaimana tanaman tumbuh, maka kita bisa
memahami bahwa pertumbuhan terjadi ketika ada cahaya, air dan gizi. Ini serupa dengan
organisasi sosial. Semuanya memiliki kemampuan untuk tumbuh dan berubah dalam situasi 09
yang tepat. Bila organisasi tidak berhasil tumbuh, artinya kondisi untuk bertumbuh itu tidak ada
atau kurang tepat. Seorang aktor atau manajer perubahan mengasumsikan bahwa ada potensi
untuk tumbuh – ada benih yang nanti akan menjadi sesuatu yang besar – dan yang kita butuhkan
adalah kondisi yang tepat untuk pertumbuhannya. Maka aktor perubahan atau manajer akan
bertindak seperti seorang petani yang merawat potensi alamiah yang telah ada dalam organisasi.
cara yang konvensional. Cara ini menciptakan gambaran negatif atau “peta masalah” komunitas.
Gambaran atau realitas negatif ini sebenarnya hanya menunjukkan setengah bagian dari kondisi
hidup aktual komunitas. Sayangnya, dalam upaya menjustifikasi masa depan yang lebih baik,
sering kali kondisi ini dianggap sebagai kebenaran yang utuh. Padahal ada juga ‘kebenaran’ yang
lain. Yakni ketika komunitas merasa bahagia dan bangga akan diri mereka dan komunitasnya.
Kebenaran mana yang mau kita pilih, apakah anda memilih melihat gelas setengah penuh atau
setengah kosong?
10
Pendekatan pembangunan ‘berbasis kebutuhan’ adalah produk dari niat baik perguruan
tinggi, lembaga dana dan pemerintah. Dengan menggunakan survei kebutuhan untuk
menemukenali kekurangan dalam masyarakat, mereka mengembangkan solusi untuk mengisi
kebutuhan tersebut. Tetapi pendekatan ini hanya menyajikan sisi negatif komunitas, yang biasanya
menunjukkan adanya kebutuhan, bukan berkontribusi pada peningkatan kapasitas komunitas.
menghidupkan suatu organisasi. Dia menemukan bahwa ketika orang melihat kembali sejarah
mereka dan menemukan sumber inspirasi dan kelentingan mereka, lalu menggunakan
pengetahuan tersebut sebagai basis untuk bergerak maju, maka mereka menjadi lebih mampu
dan berkomitmen untuk mencapai perubahan yang mereka inginkan. Dia menyebut pendekatan
ini sebagai Appreciative Inquiry dan menyimpulkan bahwa cara terbaik untuk menghasilkan
pengembangan organisasi adalah dengan menyelidiki capaian terbaik sejauh ini3.
l Beberapa pemimpin berusaha meyakinkan orang lain bahwa perubahan dibutuhkan. Jadi
perubahan tergantung pada bagaimana hal tersebut bisa ‘dijual’ kepada pada mereka yang
12 perlu perubahan.
l Perubahan terjadi secara bertahap dan dengan urutan yang diputuskan oleh aktor perubahan
dan para pemimpin, daripada memiliki potensi untuk meluas dengan dahsyat dengan berbagai
cara ketika komunitas merangkul sendiri perubahan itu.
l Perubahan dilihat sebagai gangguan terhadap kerja-kerja rutin, atau minimal sebagai beban
tambahan dalam hidup yang sudah penuh kesibukan.
l Implementasi macet ketika orang-orang lupa apa yang harusnya mereka lakukan.
l Proses perubahan tidak bisa berlanjut setelah intervensi program.
l Ada sikap sinis yang kuat terhadap perubahan di kalangan pemimpin tradisional dan
kadang dalam komunitas sendiri merasa telah ‘membuang waktu’ dalam intervensi dari luar
sebelumnya.
Sebaliknya bila program difokuskan pada memobilisasi aset atau bertumpu pada kekuatan
yang ada, maka mereka yang ingin menghambat perubahan berkurang legitimasinya atau
Elemen-elemen Kunci Pendekatan Berbasis Aset
ruang bagi mereka untuk berargumentasi tentang tidak perlunya perubahan, menyempit. Tabel
berikut menunjukkan perbedaan antara dua pendekatan ini. Yang pertama adalah pendekatan
defisit yang lebih tradisional (masalah, kebutuhan). Yang kedua adalah pendekatan berbasis aset.
Tabel ini diadaptasi dari sebuah artikel tentang Appreciative Inquiry yang membandingkan antara
pendekatan pemecahan masalah dengan pendekatan apresiatif5.
Pendekatan Berbasis
Pendekatan Masalah
Berbasis Masalah Pendekatan Apresiatif
Pendekatan Apresiatif
Fokus pada apa yang salah Fokus pada apa yang terbaik hingga sekarang
Analisis akar masalah Analisis kekuatan dan aset yang ada saat ini
13
Berbasis kelemahan Berbasis kekuatan
Pendekatan berbasis aset membantu komunitas melihat kenyataan mereka dan kemungkinan
perubahan secara berbeda. Mempromosikan perubahan fokus pada apa yang ingin mereka capai
dan membantu mereka menemukan cara baru dan kreatif untuk mewujudkan visi mereka.
Sebagai contoh, pendekatan berbasis aset selalu mengandung salah satu dari beberapa elemen
kunci berikut:
Pendekatan berbasis aset mencari cara bagi individu dan seluruh komunitas berkontribusi
pada pengembangan mereka sendiri dengan:
Cara pikir tentang pembangunan yang seperti ini memiliki potensi untuk merevitalisasi
pemahaman kita tentang kemitraan, karena fokusnya adalah membantu tiap mitra menemukenali
kekuatan mereka, atau apa yang bisa mereka kontribusikan pada suatu kemitraan. Pendekatan ini 15
bisa membantu kita lebih memahami berbagai pernyataan tentang arah dan efektivitas bantuan
pembangunan. Contohnya konsep ‘menyelaraskan pendekatan dengan proses dan struktur
lokal’ atau ‘mendorong tanggungjawab bersama untuk mencapai hasil’ bisa dipahami dengan
lebih baik dari perspektif berbasis aset terhadap pelaksanaan pembangunan6.
Pada kenyataannya, memulai pendekatan ini tidak sulit sama sekali. Bila diberikan peluang,
kebanyakan komunitas dan organisasi bisa menemukan berbagai contoh di mana mereka
menggunakan apa yang sudah mereka miliki untuk mencapai apa yang mereka inginkan di
masa depan. Kebanyakan orang bisa melihat masa lampau mereka dan menemukan strategi-
strategi yang pernah membantu mereka untuk mengatasi tantangan sehari-hari atau tantangan
organisasi. Kebanyakan dari kita juga bisa menemukan orang yang kita kenal yang sedang
mengatasi masalah dan menemukan solusi yang bisa diterapkan secara umum.
Pembaru dan Kekuatan Lokal untuk Pembangunan
Walau begitu, semua metode secara umum memiliki tiga proses kunci, dengan penekanan
yang berbeda-beda di tiap metode. Proses kunci pendekatan berbasis aset adalah:
16
Energi Masa Lampau
Menemukan apa yang telah membuat individu, kelompok atau organisasi sukses di masa
lampau. Terkadang elemen ini dipahami juga sebagai melihat ke masa lampau untuk menemukan
apa yang memberi ‘kehidupan’, membuat masyarakat bangga dan apa strategi yang digunakan
untuk mencapai hasil sukses tersebut. Ingatan-ingatan dan cerita-cerita ini menunjukkan
kelentingan mereka – bagaimana kuat dan kreatifnya mereka menghadapi tantangan sejarah.
Ketiga proses ini harus menjadi bagian dari seleksi alat bantu apapun untuk konteks
pendekatan berbasis aset. Tiga elemen tersebut bisa digambarkan dalam diagram berikut:
17
Daya tarik (penggerak)
dari Gambaran Positif
Masa Depan
Kekuatan
(energi)
dari Sukses
di Masa
Lampau
Persuasi dari
identifikasi
dan penggunaan
Kekuatan
Saat Ini
Pembaru dan Kekuatan Lokal untuk Pembangunan
Seperti disebutkan di atas, sekuensi tiga elemen ini berbeda-beda pada tiap metode yang
digunakan dalam berbagai pendekatan berbasis aset. Misalnya, ada yang mulai dengan pemetaan
aset saat ini, ada yang mulai dengan cerita sukses masa lampau dan yang lain lagi bisa mulai dengan
tujuan akhir atau pernyataan tentang bagaimana sukses divisualisasikan. Sekuensi ini bervariasi
tergantung situasi dan karakter tugasnya. Di banyak kegiatan pengembangan masyarakat,
menggali aset yang ada akan membantu komunitas untuk fokus pada potensi dan dari mana
mereka bisa mulai. Ketersediaan aset yang dapat dimanfaatkan menentukan arah tujuan. Dalam
proyek, di mana sektor kerja dan hasil akhir sudah ditentukan sebelumnya, memulai dengan
cerita sukses masa lampau akan membuat komunitas fokus pada menemukan harga diri dan
keyakinan bahwa mereka memiliki energi positif untuk mengatasi tantangan baru.
Pendekatan berbasis aset tidak menyangkal manfaat riset akademik seperti itu, juga terhadap
kebutuhan pada waktu tertentu untuk mengetahui apa yang menjadi penghambat kemajuan atau
mengapa sesuatu tidak berjalan sesuai rencana. Tetapi para peneliti dan perancang sosial yang
telah memilih pendekatan berbasis aset menunjuk pada kekurangan pendekatan berbasis masalah
atau kebutuhan dalam mendorong perubahan yang berkelanjutan. Mereka juga menemukan
bahwa pendekatan alternatif yang lebih positif dan tegas ini lebih memberdayakan dan efektif 19
sebagai cara untuk mengajak seluruh komunitas atau organisasi bersama-sama menjalani proses
perubahan.
Marty Seligman sekarang ini dianggap sebagai penemu Psikologi Positif.8 Dia mengemukakan
bahwa lebih alamiah menampilkan risiko dan hambatan dan sisi negatif dari tiap situasi,
karena lebih menjamin keberlangsungan spesis kita. Menitikberatkan pada bahaya di sekitar
kita membantu kita tumbuh lebih aman. Konsekuensi dari menghindari bahaya adalah
menyelamatkan hidup. Maka alamiah bila kita menekankan penghindaran daripada bersikap
positif untuk menjaga keselamatan kita dan orang-orang yang kita sayangi. Lebih lanjut dia
berpendapat – tentang belajar menjadi sehat dan optimis– bahwa orang yang fokus pada hal-hal
positif adalah yang kemungkinan besar akan tumbuh bertumbuh menjadi lebih kuat dan lebih
baik.
20 Berkembang
(+)
Kepositifan adalah
Kenegatifan
melebarkan batas
tentang menjadi
– berkembang dan
aman atau
tumbuh lebih sehat
menjaga agar
tetap hidup dan
menghindari
( - ) kematian
Bertahan
hidup
Elemen-elemen Kunci Pendekatan Berbasis Aset
Dalam konteks organisasi, terutama lembaga-lembaga tradisional dan kelompok di desa, sering
kali insting bertahan hidup lebih kuat dan lebih diutamakan oleh para pemimpin dibandingkan
pilihan untuk berkembang. Pemimpin desa dihormati karena mereka tahu cara melestarikan
budaya dan tradisi. Bila kelompok tradisional di desa atau kelompok lain menginginkan
perubahan, mereka harus dengan sungguh mempelajari cara baru memahami hidup mereka –
dan belajar menjadi lebih positif tentang pergerakan menuju masa depan. Mereka harus belajar
menemukenali apa yang telah membantu mereka berkembang, daripada yang apa yang membuat
mereka aman; apa yang bisa mereka gunakan dalam konteks mereka untuk memperlebar
batas – batas mereka daripada mengkhawatirkan kegagalan. Fokus mereka harus beranjak dari
mempertahankan budaya (melihat ke belakang) ke transisi budaya mereka (melihat ke depan).
21
“
Kita berdua belajar bahwa cara tercepat untuk
melemahkan suatu komunitas adalah
dengan memperkenalkan tentang
“
pekerja sosial dan pengacara.
~Jody Kretzmann, tentang dirinya dan rekannya John McKnight, April 2002~
Pembaru dan Kekuatan Lokal untuk Pembangunan
Dengan menggunakan pendekatan aset, Florence Nderitu, belum lama ini bekerja dengan
kelompok perempuan buta aksara di Kenya. Dia tidak fokus pada masalah buta aksara, tetapi
pada kapasitas berkomunikasi, di mana dia menemukan bahwa hampir semua perempuan
di kelompoknya menggunakan telepon seluler (ponsel) secara teratur. Mereka telah belajar
menggunakan ponsel untuk memahami konteks tulisan dan untuk menyampaikan
pesan. Dengan menganalisis cara komunikasi dan strategi yang mereka gunakan untuk
mengelolanya, Florence bisa membantu mereka memperoleh pemahaman baru tentang
Elemen-elemen Kunci Pendekatan Berbasis Aset
Berikut ini adalah daftar yang menggambarkan bagaimana pendekatan berbasis aset
digunakan untuk mengatasi masalah sosial dan struktural yang menghambat keadilan dan
kesetaraan.
l Memperluas realitas komunitas sehingga lebih terbuka pada alternatif lain
l Menciptakan aliansi dan relasi kekuatan dan pengaruh baru
l Fokus pada kekuasaan untuk, kekuasaan bersama dan kekuasaan di dalam, daripada kekuasaan
atas (orang/kelompok lain)
l Mengatur ulang (dan menantang) asumsi – asumsi tentang bagaimana perubahan terjadi –
bukan karena tekanan dari luar tetapi karena kekuatan dari dalam 23
l Tidak menyangkal realitas – tetapi memilih untuk mencari sumber-sumber yang memberi
hidup pada kenyataan itu
Poin-poin ini akan dibahas lebih mendalam di bagian lain dari buku ini, ketika kita membahas
tentang pembelajaran dari berbagai metode lain dan langkah-langkah kunci dari proses ini.
24 Pendekatan berbasis aset bertumpu pada pengalaman tercapainya sesuatu di masa lampau;
Pada memori bahwa apa yang diinginkan dengan satu atau lain cara, pernah dicapai di masa
lampau. Hal ini dilakukan dengan membantu komunitas mendalami masa lalunya, dengan
bertutur cerita dan inventarisasi agar bisa menemukan apa atau di mana ada contoh-contoh
keberhasilan yang dicapai dengan cara yang diinginkan. Masa lalu mewakili kapasitas laten dan
potensial yang bisa digunakan sebagai awal perubahan masa depan. Menemukenali apa yang
berhasil, apa yang sudah dicapai dan apa yang sangat dihargai di masa lampau mengumpulkan
semangat dan antusiasme untuk perubahan di masa depan.
Menghadirkan kembali masa lampau bukan semata-mata menceritakan ulang sejarah. Ketika
komunitas menghadapi tantangan sekarang dan melihat kembali perjalanan mereka sampai
ke titik ini, perlu upaya menafsirkan ulang apa yang terjadi di masa lampau dengan cara yang
membuatnya masuk akal untuk konteks tantangan ke depan. Proses menafsirkan ulang ini
membantu komunitas mengalami kembali praktik-praktik tradisional dan pola perilaku yang
Elemen-elemen Kunci Pendekatan Berbasis Aset
sudah tidak relevan lagi. Pada gilirannya proses ini membuka pintu untuk perumusan ulang
kearifan kolektif. Proses ini seperti proses membalik tanah yang dibutuhkan untuk menanam
tanaman baru, yakni arah kebijakan yang bisa mengatasi tantangan atau hambatan.
Mengakui dan membebaskan potensi perempuan, bukan hanya untuk kegiatan sosial ekonomi,
tetapi juga dalam pengambilan keputusan dan kepemimpinan di ruang publik, sudah terbukti
secara signifikan mengurangi kekerasan dalam rumah tangga dan kekerasan berbasis gender.10
Ketika kontribusi di ruang publik diakui maka perempuan lebih dihormati dan diperlakukan
dengan setara.
Ada banyak contoh bagaimana kontribusi perempuan di berbagai sektor atau kegiatan telah
meningkatkan kualitas dan keberlanjutan pengembangan masyarakat.
Pembaru dan Kekuatan Lokal untuk Pembangunan
Di Kayuloe Barat, Sulawesi Selatan, seorang kepala desa melaporkan bahwa ‘ketika kami
mulai mendengarkan perempuan dan mereka terlibat dalam setiap aspek produksi beras, produksi
kami meningkat 2 – 3 ton per hektar menjadi 5 – 6 ton. Perempuan menyebarkan disiplin dan
konsistensi bekerja,’ demikian katanya.
Di Noelbaki, Timor Barat, perempuan melihat potensi aset alam mereka dan membentuk
kelompok petani perempuan. Dengan memikirkan kebutuhan mereka dan apa yang mereka
miliki, mereka memutuskan untuk saling membantu untuk menggunakan tanah, seluas atau
sesempit apapun, di depan rumah mereka untuk menanam sayuran, buah dan memelihara
lebih banyak ayam. Mereka juga belajar membuat pupuk organik. Dalam waktu singkat mereka
mampu menghasilkan tambahan gizi dan sumber pendapatan yang teratur untuk keluarga.
26 Dari pengalaman ini mereka mendapatkan piagam penghargaan dan tambahan sumber daya
dari pemerintah lokal untuk melatih perempuan di desa-desa tetangga.
Mengenali seluruh aset komunitas dan potensi yang dimiliki tiap individu mengharuskan
kita menemukan cara untuk memastikan mereka yang biasanya tersingkir secara sosial juga
turut berkontribusi. Kelompok yang terpinggirkan ini bukan hanya bisa memahami kebutuhan
perubahan yang ada, tetapi mereka juga paling ingin berkontribusi bilamana diberikan
kesempatan berpartisipasi.
Contohnya para penyandang disabilitas. Dengan berfokus pada disabilitas mereka akan
membuat berbagai kemampuan yang telah mereka pelajari karena mereka jadi tersembunyi.
Penyandang disabilitas juga telah belajar mengembangkan kemampuan berbeda yang
memperkaya kita semua ketika mereka diberi kesempatan menggunakannya. Fokus pada
‘disabilitas’ hanya sebagian gambar yang ada, karena biasanya mereka telah mengembangkan
kemampuan yang berbeda (different abilities atau diffabilities).
Elemen-elemen Kunci Pendekatan Berbasis Aset
Ketika lembaga yang memfasilitasi mengadopsi pendekatan berbasis aset, maka cakupan
perbedaan antara pendekatan ini dengan pendekatan manajemen program yang tradisional dan
prioritas organisasi akan muncul. Tabel berikut memberikan gambaran perbedaan pada berbagai
perbedaan tingkatan.
Pembaru dan Kekuatan Lokal untuk Pembangunan
Perbedaan kunci antara dua cara mengelola program pembangunan di atas terletak pada
perbedaan karakter relasi antara agen perubahan dengan masyarakat yang terlibat dalam
perubahan. Pada contoh pertama, agen perubahan mengambil peran seorang manajer yang
punya informasi dan memberikan arahan. Dalam contoh kedua, hubungan antar kedua pihak
bersifat saling belajar dan komunitas difasilitasi agar menjadi aktor dalam proses perubahan
mereka sendiri.
Maka tak mengherankan bila para ‘profesional’ di bidang pembangunan dan organisasi
masyarakat sipil yang mengelola dana donor adalah yang paling enggan mengubah cara
mereka bekerja menjadi lebih sebagai fasilitator pendekatan berbasis aset. Konsep ‘bergantung
pada dukungan dari luar’ adalah asumsi operasional kunci dari kebanyakan lembaga tersebut.
Selama donor memberikan perhatian pada memberikan dukungan dana, lembaga-lembaga
28 pembangunan mendapatkan legitimasi dengan mengajukan ‘solusi’ terhadap masalah orang
lain. Mereka melihat diri mereka sebagai lembaga antara yang penting dan ini menjadi semakin
jelas bila mereka bisa meyakinkan lembaga donor bahwa komunitas tidak memiliki kapasitas
untuk mencapai aspirasinya sendiri.
Elemen-elemen Kunci Pendekatan Berbasis Aset
Fokus pada KEBUTUHAN mendatang Fokus pada KELIMPAHAN yang ada sekarang
BERTANDING – kekuatan yang ada terbatas MELUAS dan menciptakan lebih banyak kekuatan
Memantau apa yang dilakukan pelaku proyek Memantau bagaimana situasi berubah
Evaluasi – bagaimana input proyek digunakan Evaluasi – bagaimana ASET yang dimiliki
digunakan
Pembaru dan Kekuatan Lokal untuk Pembangunan
Di sisi lain, komunitas biasanya dengan cepat mengapresiasi dan mengadopsi pendekatan
berbasis aset. Mereka paling mengapresiasi pendekatan yang membantu mereka mengakui dan
memobilisasi berbagai aset yang mereka miliki atau yang bisa mereka akses dengan mudah.
l Pendekatan tradisional dimulai dengan mempelajari masalah dan kekurangan atau kebutuhan
komunitas, lalu bergantung pada dukungan luar untuk mengatasi masalah yang ada.
Pendekatan berbasis aset menganggap pendekatan defisit atau berbasis kebutuhan kurang
efektif untuk memobilisasi dan memberdayakan organisasi komunitas dan warga karena
menyoroti ketidak berdayaan, padahal itu merupakan setengah bagian dari keseluruhan
realitas komunitas dan kurang berguna dalam mewujudkan perubahan.
Elemen-elemen Kunci Pendekatan Berbasis Aset
l Pendekatan berbasis aset bertumpu pada apa yang sudah ada sebagai bagian dari proses
membangun komunitas atau organisasi dari dalam. Dalam pendekatan ini, rencana masa
depan didasarkan pada apa yang sudah ada dalam masyarakat dan organisasi agar bisa
mendapatkan apa yang mereka inginkan.
l Pendekatan berbasis aset memiliki tiga langkah kunci – yang bisa dilaksanakan dalam sekuensi
yang berbeda, tetapi selalu ada:
n Penggalian apa yang sudah dan terus menghidupkan kelompok atau komunitas (cerita
sukses sejauh ini);
n Pemetaan aset yang tersedia (bakat, kapasitas dan sumber daya) dalam organisasi atau
komunitas;
n Visi masa depan yang inspiratif di mana seluruh pihak bekerja untuk menghasilkan 31
rumusan bagi diri mereka sendiri.
l Semua pendekatan berbasis aset mengatasi masalah dengan melihat peluang potensial dan
fokus pada bagaimana aset yang ada bisa lebih dimobilisasi dengan lebih baik untuk mencapai
visi masa depan yang diinginkan.
Pembaru dan Kekuatan Lokal untuk Pembangunan
32
Pengaruh Historis pada Pendekatan Berbasis Aset 33
BAB 3
Pengaruh Historis 33
pada Pendekatan
Berbasis Aset
Pembaru dan Kekuatan Lokal untuk Pembangunan
Ikhtisar
Seperti layaknya pendekatan baru atau perubahan metode manapun, pendekatan berbasis aset
berkembang secara historis dari berbagai pemahaman mengenai pengembangan komunitas,
pengorganisasian komunitas, dan peningkatan kapasitas organisasi.
Bab ini memberikan gambaran tentang beberapa pengaruh historis tersebut. Para pembaca
akan belajar mengenai:
l Beberapa sektor berbeda yang mulai menggunakan pendekatan lebih positif dan berbasis
kekuatan
l Beberapa metode dan alat yang menggunakan pendekatan berbasis kekuatan dan apresiatif
34 untuk mendorong perubahan
l Beberapa konteks yang melahirkan pendekatan berbasis aset
Selain itu, bab ini juga akan secara khusus mengeksplorasi hubungan antara pendekatan
berbasis aset dan beberapa metode terkait dengan isu pembangunan di bawah ini:
l Pendekatan Partisipatif
l Psikologi Positif
l Pengembangan Organisasi
l Pembangunan Aset
l Penghidupan Berkelanjutan
l Pengecualian Positif
l Modal Sosial
l Dinamika Kekuasaan dan Suara Warga
l Platform Multi-Pihak
l Pendekatan Percakapan dan Naratif
Pengaruh Historis pada Pendekatan Berbasis Aset
Pendekatan Partisipatif
Pendekatan partisipatif bertujuan melibatkan penerima manfaat dalam pengumpulan data awal
serta dalam perancangan kegiatan yang sesuai. Pendekatan partisipatif berkembang dari riset
aksi dan proses refleksi aksi yang terkenal pada tahun 1970an. Pada pertengahan tahun 1990an
pendekatan partisipatif diterapkan secara luas di berbagai proyek yang berhubungan dengan
komunitas. Namun pada saat yang sama beberapa kritikus menyatakan bahwa alat bantu untuk
memastikan partisipasi menjadi lebih penting ketimbang tujuan awalnya. Alat bantu proses
partisipatif menjadi tujuan akhir dan bukan sarana bagi komunitas untuk mengendalikan proses.
Warga tetap menjadi obyek proses pengumpulan informasi, bukan subyek proses pembangunan
seperti yang diharapkan. Kritikus pendekatan ini berargumentasi bahwa alat bantu yang
digunakan masih membebani komunitas, dan kekuasaan tetap di tangan donor atau organisasi
perantara. 35
Pada saat yang sama, serangkaian pendekatan yang berpotensi untuk mengembalikan
kekuasaan kembali ke tangan warga mulai berkembang. Pendekatan-pendekatan ini bagian dari
‘keluarga’ pendekatan berbasis aset. Kebanyakan dari pendekatan berbasis aset berkembang
dari harapan yang sama, yaitu meningkatkan peluang terwujudnya pembangunan yang
dipimpin oleh warga. Alat bantu yang digunakan untuk meningkatkan partisipasi masih relevan
dalam pendekatan berbasis aset ini. Namun, pemilihan alat ditentukan oleh apa yang paling
bisa memberdayakan komunitas untuk mengelola aset mereka sendiri. Alat bantu partisipatif
digunakan untuk membantu komunitas menemukan apa yang bisa mereka bawa ke dalam
proses pembangunan.
Tabel berikut diadaptasi dari buku pelatihan Coady Institute mengenai Asset-Based Community
Development (Pengembangan Komunitas Berbasis Aset) dan menguraikan perubahan historis
yang memengaruhi perkembangan pendekatan partisipatif:12
Pembaru dan Kekuatan Lokal untuk Pembangunan
PRA ganti nama menjadi Pembelajaran dan Aksi Partisipatif (Participatory Learning
and Action). Gagasan PLA populer di India, Asia Tenggara, dan Sub-Sahara Afrika.
PRA,
1990an Pada tahun 1996, PLA sudah digunakan di 100 negara. RRA dan PRA dilihat sebagai
PLA
kontinum dengan kendali pihak luar atas proses di satu ekstrem dan kontrol lokal di
ekstrem lainnya. Di tengah-tengah ada kolaborasi antara pihak lokal dan pihak luar.
Psikologi Positif
Para psikolog merujuk psikologi positif sebagai sebuah cara di mana manusia dan organisasi
didorong untuk menghasilkan energi dan antusiasme yang lebih besar demi mewujudkan
perubahan yang diinginkan. Psikologi positif lahir dari beberapa eksperimen terkenal seperti
Placebo Effect dan Pygmalion Effect untuk menguji bagaimana manusia bereaksi terhadap umpan
balik positif dan negatif. Beberapa eksperimen sosial tersebut mendemonstrasikan bagaimana
seseorang secara utuh bisa mengubah pola perilaku untuk memenuhi harapannya. Jika sebuah
kelompok memiliki harapan pribadi yang kuat tentang kesuksesan, maka pola perilaku kelompok
tersebut kemungkinan besar akan merefleksikan harapan tersebut. Sebaliknya, jika gambaran
yang dominan adalah tentang kegagalan, maka perilaku kelompok juga akan mendukung
gambaran tersebut. Visualisasi positif dan membayangkan visi sukses juga banyak diterapkan
38 dalam psikologi olah raga serta penciptaan lingkungan belajar yang mendukung dengan fokus
pada apa yang membangun rasa percaya diri dan gambaran kuat sebagai seorang pemenang.
Saat ini, ada banyak promotor psikologi positif untuk dibidang psikologi sosial dan pendidikan,
seperti Marty Seligman dan Barbara Fredrickson. Hasil riset mereka membuktikan pentingnya
memberikan perhatian yang sama untuk membimbing bakat serta mendorong sikap dan
kapasitas yang lebih memungkinkan membawa seseorang menuju peningkatan kualitas hidup
dan kebahagiaan. Menurut temuan mereka, orang yang cenderung mengadopsi pendekatan
positif dan pengembangan kompetensi diri dalam kehidupannya lebih mungkin mencapai tujuan
hidupnya.13
Pengembangan Organisasi
Pengelolaan perubahan organisasi berdasar pada konsep bahwa kita bisa dan memang membangun
masa depan berdasarkan kata-kata yang kita gunakan dan mimpi-mimpi yang kita pilih. Konsep
Pengaruh Historis pada Pendekatan Berbasis Aset
ini bagian dari teori konstruksi yang mengacu kepada siklus pembelajaran Kolb mengenai model
pengalaman, refleksi, dan aksi atau pembelajaran berbasis pengalaman yang terinspirasi oleh
Kurt Lewin. Dasar dari ide-ide ini adalah konsep ‘aksi-refleksi’ atau belajar berdasarkan apa yang
sudah kita, atau sekelompok orang, alami – apa yang sudah kita lakukan di masa lalu. Beranjak
dari aliran belajar dari masa lalu untuk mengubah organisasi, David Cooperrider menemukan
bahwa organisasi lebih banyak berubah ketika fokus pada satu aspek tertentu dari pengalaman
masa lalu, yaitu aspek positif dan yang memberikan kehidupan pada masa lalu. Jadi ketimbang
memikirkan apa salah, lebih banyak pembelajaran akan didapat dengan memikirkan apa yang
telah berjalan dengan baik.
Ide yang sama juga bisa ditemukan pada diskusi Peter Senge mengenai proses belajar organisasi.
Organisasi belajar ketika orang-orang di dalamnya memiliki keinginan untuk menjadi berbeda
dan melakukan refleksi atas pengalaman masa lalu mereka. Senge memperkenalkan konsep 39
tentang ‘organisasi pembelajaran’. Menurut Peter Senge, organisasi pembelajaran adalah “...
organisasi di mana orang-orang di dalamnya terus-menerus mengembangkan kapasitas mereka
untuk menciptakan hasil yang benar-benar mereka inginkan, di mana pola pemikiran yang baru
dan lebih luas terbimbing, di mana aspirasi kolektif dibebaskan, dan di mana orang-orang di
dalamnya terus belajar untuk melihat semua ini bersama-sama.” 14
Pemetaan Aset
Pemikiran berbasis aset dan pemetaan aset komunitas telah menjadi bagian dari pengembangan
komunitas selama lebih dari 20 tahun, terutama melalui Pendekatan Penghidupan Berkelanjutan
(Sustainable Livelihoods Approach/SLA) dan Pengembangan Komunitas Berbasis Aset (Asset Based
Community Development/ABCD) yang akan dibahas lebih lanjut kemudian.
Pembaru dan Kekuatan Lokal untuk Pembangunan
Ide “pembangunan aset” memiliki beberapa asal usul. Amartya Sen mempromosikan
ide meningkatkan kebebasan dari setiap individu untuk menjadi agen perubahan yang aktif,
ketimbang menjadi penerima layanan yang pasif15. Konsep kebebasan ini tidak hanya bersifat
politis, namun juga lahir ketika manusia memiliki kapasitas dan kemampuan untuk bertindak,
sebagai akibat adanya pendidikan, fasilitas kesehatan, dan perlindungan keamanan yang memadai.
Maka dalam pemahaman yang lebih luas, pembangunan aset juga meliputi penciptaan sebuah
lingkungan di mana kapasitas-kapasitas itu bisa bangkit dan bertahan. Dengan demikian, investasi
untuk penanganan kesehatan dan pendidikan, perlindungan sumber daya alam, dan penciptaan
aset finansial untuk investasi menjadi penting. Oleh karena itu, pembangunan berbasis aset bisa
dilihat pada beragamnya program, mulai dari keuangan mikro seperti yang dilakukan oleh
Self Employed Women’s Association (SEWA) di India16 dan Grameen Bank di Bangladesh; investasi
dalam organisasi-organisasi komunitas yang dikelola oleh komunitas lokal; beberapa program
40 yang dirancang untuk memperkuat modal sosial; peningkatan kapasitas organisasi; pelayanan
kesehatan reproduksi; dan pengelolaan sumber daya berbasis-komunitas.
“
Aset... bukan hanya sekadar sumber daya yang
digunakan manusia untuk membangun penghidupan –
aset... memberikan mereka kemampuan untuk menjadi
“
dan bertindak.
~Bebbington, 1999~
Pengaruh Historis pada Pendekatan Berbasis Aset
Pembangunan aset dimulai dengan sebuah komunitas atau organisasi belajar menghargai
aset yang mereka miliki. Banyak komunitas yang mengabaikan atau tidak menganggap
serius nilai dari aset yang sudah mereka miliki. Belajar untuk mengidentifikasi sumber daya
yang dimiliki, lalu mulai memperhitungkannya sebagai aset potensial untuk terlibat dalam
pelaksanaan pembangunan merupakan pemahaman kunci dari tradisi yang lahir dari pendekatan
pembangunan aset dan pelaksanaan berbasis aset.
Pembangunan aset: Memperkuat aset yang sudah ada dan memperluas aset dasar tersebut.
Mobilisasi aset: Menyusun, menyiapkan dan mengorganisasikan aset, dan siap menggunakannya
untuk ketahanan penghidupan jangka panjang.
Berbasis aset: Menghargai dan mengembangkan aset organisasi atau komunitas.
41
Pendekatan Penghidupan Berkelanjutan
Konsep Penghidupan Berkelanjutan berkembang dari karya Robert Chambers dan beberapa
tokoh lain pada tahun 1980an. Konsep ini dikembangkan menjadi sebuah pendekatan khusus
untuk pembangunan pada akhir 1990an oleh British Department for International Development,
dibantu Institute for Development Studies di Inggris. Beberapa organisasi seperti UNDP, CARE
(Amerika Serikat), Oxfam (Inggris), dan IISD di Kanada merupakan beberapa pelopor penggunaan
pendekatan ini.
Pembaru dan Kekuatan Lokal untuk Pembangunan
H
Kerentanan
Konteks S N
Orang Kebijakan
Goncangan Miskin
Strategi Hasil
pengaruh Institusi
Musim Penghidupan Penghidupan
Proses
Tren Perubahan
P F
Pengaruh Historis pada Pendekatan Berbasis Aset
Seluruh faktor ini “memengaruhi strategi penghidupan manusia – cara-cara untuk mengkombinasikan
dan menggunakan aset – yang terbuka bagi setiap orang yang mencari hasil penghidupan yang memenuhi
tujuan penghidupan masing-masing”.17
l Pertama, titik mulanya adalah bahwa kerentanan terhadap goncangan dan tren menghambat
orang untuk memiliki jaminan terhadap penghidupan berkelanjutan.
l Kedua, sebagai kerangka analisis, pendekatan ini memberi perhatian pada cakupan aset yang
lebih luas yang diperlukan orang untuk membentuk penghidupannya (yaitu manusia, alam,
keuangan, fisik, sosial, dan/atau budaya) dan mengamati elemen-elemen ini dalam konteks 43
lingkungan ekonomi, politik, dan institusi yang lebih luas.
l Ketiga, sebagai instrumen rancangan kebijakan dan program, pendekatan ini menekankan
pendekatan integrasi dalam pelaksanaan pembangunan, di mana campuran beberapa aset
yang tepat bisa diciptakan, dipertahankan, dan dialihkan dari satu generasi ke lainnya.
l Terakhir, pendekatan ini menempatkan anggota komunitas pada posisi pusat sebagai agen
pembangunan yang utama yang bertindak melalui organisasi-organisasi berbasis komunitas,
dan berkolaborasi dengan beragam agen lainnya seperti pemerintah lokal, OMS, dan sektor
swasta (DFID, 2001; UNDP, 1997).
inilah orang mulai mengembangkan pendekatan ABCD. SLA membuka pintu pemetaan aset
atau modal komunitas dan bagaimana mereka bisa menggunakan aset tersebut untuk terlibat
aktif dalam mengubah situasi mereka. Dalam pembahasan yang lebih terkini tentang SLA,
terdapat penekanan yang jauh lebih besar pada pendekatan berbasis aset sebagai prinsip acuan.
“SLA bertumpu pada apa yang orang lihat sebagai kekuatan dan peluang, bukan masalah dan
kebutuhan. Hal ini mendukung strategi penghidupan yang sudah ada”18
Pengecualian Positif
Pengaruh penting lainnya pada pemikiran berbasis aset adalah strategi untuk menemukan
contoh-contoh positif tentang apa yang diinginkan dalam konteks saat ini. Berdasarkan analisis
44 ini, setiap orang bisa menemukan contoh bagaimana mengatasi kesulitan dengan cara yang lebih
dikehendaki untuk setiap situasi. Dengan kata lain, konteks apapun juga bisa dianalisis untuk
memberikan contoh perilaku yang mencerminkan praktik yang diinginkan. Ada beberapa orang
yang bisa melakukannya, atau melakukannya dengan lebih baik dibanding orang-orang di sekitar
mereka walau semuanya memiliki akses terhadap sumber daya yang sama.
Organisasi yang menggunakan pendekatan ini biasanya mencari orang-orang yang memiliki
kinerja sangat baik dan tidak hanya memberikan penghargaan kepada mereka, melainkan juga
meneliti bagaimana mereka bisa melakukan pencapaian tersebut. Artinya, fokus perubahan
adalah dengan mengalokasikan waktu untuk memelajari mengapa orang hebat tersebut bisa
melakukan hal yang hebat dalam konteks yang sama dengan yang lain. Apa yang mereka lakukan
untuk mencapai apa yang tidak bisa dicapai oleh rekannya dalam konteks yang sama.
Pengaruh Historis pada Pendekatan Berbasis Aset
Komunitas pun bisa mengidentifikasi siapa yang bisa disebut ‘champion’ dari anggota mereka.
Bisa jadi seseorang petani yang lebih baik, memiliki anak yang lebih sehat, memiliki usaha yang
lebih baik, atau memiliki usulan yang lebih baik untuk mencapai perubahan yang diiinginkan.
Bagi ACCESS, menemukan dan mendukung pembaru atau champion lokal atau cerita perubahan
yang mengilustrasikan pendekatan yang baru dan inovatif terletak pada pusat hampir seluruh
aspek kegiatannya. Misalnya, sebelum Pertemuan Apresiatif Kabupaten tentang Pemberdayaan
Warga dan Organisasi, sebuah proses wawancara yang panjang dilakukan untuk menemukan para
pembaru ‘demokrasi’ di kabupaten yang akan diundang untuk berpartisipasi dalam acara tersebut.
Modal Sosial20
Modal sosial mengacu kepada hasil atau modal yang didapatkan oleh masyarakat ketika dua
atau lebih warganya bekerja untuk kebaikan bersama – membantu warga lain di masyarakat
tanpa tujuan mencari keuntungan. Modal sosial dalam konteks ini mengacu pada aset yang
didapat oleh sebuah komunitas ketika beberapa orang membentuk asosiasi atau kelompok
untuk keswadayaan atau untuk kebaikan bersama. Modal sosial merupakan bagian penting
Pembaru dan Kekuatan Lokal untuk Pembangunan
dari pendekatan Penghidupan Berkelanjutan. Namun demikian peran pentingnya sebagai aset
pembangunan teridentifikasi lebih jelas pada pendekatan berbasis aset yang lebih baru.
Modal sosial telah banyak diteliti sejak Robert Putnam dalam studinya mengenai perbedaan
regional kesejahteraan ekonomi di Italia Utara mengidentifikasi hubungan antara kesejahteraan
ekonomi dan keanggotaan dalam asosiasi dan jejaring sosial (yang mewakili modal sosial dalam
sebuah komunitas). Hasil risetnya menunjukkan bagaimana kepercayaan dan kerja sama yang
ditemukan dalam kelompok-kelompok swadaya atau kelompok sosial meningkatkan aliran
informasi, mengembangkan potensi dari usaha-usaha individu dan kolektif, dan menstimulasi
pertumbuhan ekonomi lokal.
Modal sosial tidak mengacu kepada cara anggota sebuah keluarga saling membantu, tetapi
46 bisa berlaku pada komunitas -komunitas di unit kecil, lebih kecil dari desa, di negara berkembang
di mana banyak rumahtangga merupakan bagian dari sebuah keluarga besar atau memiliki
hubungan keluarga. Putman, dan beberapa tokoh lainnya yang kemudian menekuni bidang
yang dipeloporinya, mendeskripsikan modal sosial sebagai kumpulan:
l Keyakinan (rasa saling percaya) antar-anggota sebuah masyarakat atau komunitas tertentu
l Kelompok-kelompok di dalam komunitas tersebut
l Norma sosial yang diterapkan kelompok-kelompok tersebut
l Jejaring sosial atau relasi antar kelompok dan individu dalam kelompok
l Organisasi atau kelompok lebih formal yang bekerja untuk kebaikan bersama masyarakat
lebih luas, tidak hanya untuk anggotanya
Seluruh faktor ini membentuk interaksi para aktor dalam masyarakat atau komunitas dan
dianggap sebagai aset individu dan kolektif untuk menciptakan kesejahteraan. Di antara para
Pengaruh Historis pada Pendekatan Berbasis Aset
pelaku pendekatan berbasis aset, selain untuk keperluan bisnis dan pekerjaan, modal sosial atau
kehidupan berasosiasi semakin dianggap sebagai ‘aset yang memberikan akses terhadap aset
lainnya’. Hal ini dikarenakan mereka yang secara sosial terkoneksi dalam hubungan kerja sama
dan saling percaya memiliki jembatan atau gerbang menuju beragam aset berguna lainnya yang
dimiliki orang lain dalam komunitas tersebut. Mereka yang tidak punya akses terhadap asosiasi
sosial, atau terisolasi secara sosial, biasanya adalah yang paling miskin dan termarjinalisasi dalam
komunitas manapun.
Pengalaman menunjukkan bahwa ketika ada komitmen kuat dalam sebuah masyarakat
untuk membangun dan mempertahankan modal sosial, maka komitmen untuk aksi bersama
demi perubahan akan lebih mudah terjadi. Dengan demikian, membantu komunitas untuk lebih
sadar akan modal sosial yang dimilikinya (misalnya berbagai jenis asosiasi dan kelompok yang
dianggotai warga) merupakan sebuah cara untuk membangun kapasitas mereka agar bekerja 47
sama demi perubahan.
Beberapa peneliti yang melanjutkan riset awal Robert Pittman menemukan bahwa perbedaan
yang dinyatakannya antara modal sosial yang mengikat (yang bisa membuat kita bertahan
hidup) dan modal sosial yang menjembatani (yang bisa membuat kita terhubung dengan
berbagai jaringan untuk meningkatkan pilihan penghidupan) amat bermanfaat. Modal sosial
yang menjembatani merupakan hubungan yang mereka miliki dengan kelompok dan institusi
yang memiliki sumber daya di luar batasan tradisional keluarga atau komunitas mereka. Dalam
pendekatan berbasis aset, modal sosial mengikat menjadi sumber inspirasi dan keyakinan
tentang pentingnya aksi kolektif. Sementara itu, modal sosial yang menjembatani merupakan
cara bagi komunitas untuk memperkuat hubungan mereka dengan pemerintah lokal, organisasi
masyarakat sipil, dan donor yang potensial. Beberapa penulis modern sekarang menyebut yang
terakhir sebagai mengaitkan modal sosial. Mengaitkan modal sosial termasuk menjangkau ke
Pembaru dan Kekuatan Lokal untuk Pembangunan
Karena modal sosial dalam bentuk apapun adalah tentang membangun hubungan, dan
membangun hubungan merupakan faktor kunci untuk peningkatan kapasitas organisasi dan
komunitas, maka modal sosial merupakan elemen kunci dalam seluruh kegiatan pembangunan
di tingkat lokal. Asosiasi, kelompok, dan jejaring sosial menyediakan hubungan dan pengalaman
usaha kolektif bagi individu dan kebaikan bersama. Hal ini juga akan mengarah ke pertumbuhan
tingkat ekonomi lokal. Beberapa studi membuktikan bahwa ketika ada dukungan untuk modal
sosial, terutama dalam konteks desentralisasi, maka hubungan kemitraan yang lebih efektif
dengan pemerintah lokal dalam pengelolaan sumber daya lokal lebih mungkin terjadi.22 Ketika
48 komunitas meningkatkan penggunaan modal sosial mereka, maka mereka juga memperkuat
kapasitas mereka untuk mendapatkan respon yang lebih bagus dari pemerintah. Hal ini akan
dibahas kemudian.
Di balik seluruh pendekatan berbasis aset, terdapat beragam asosiasi dan jaringan sosial yang
membentuk unsur-unsur kehidupan komunitas dan usaha bersama. Komunitas menunjukkan
kapasitas mereka sebagai warga dengan membuat perubahan melalui kehidupan mereka yang
saling berhubungan.
mulanya mungkin terlihat kurang efektif dalam situasi di mana ketidakadilan dan penindasan
terjadi dalam skala besar dan mengakar. Jika kekerasan dan konflik sosial internal terus terjadi
baik pada tingkat masyarakat maupun dalam konteks keluarga, orang tidak memiliki banyak
kesempatan untuk berinteraksi satu sama lain dengan cara tanpa kekerasan. Selain itu, korban
kekerasan pada umumnya tidak memiliki banyak pilihan selain mengikuti parameter yang
ditentukan mereka yang memiliki kekuasaan penuh.
Jadi, pertanyaan yang banyak ditujukan kepada pendukung pendekatan berbasis aset adalah
apakah pendekatan ini bisa digunakan untuk mengatasi konflik sosial dan domestik, dan apakah
pendekatan ini efektif untuk mengatasi ketidakadilan sosial.
Pada tahun 1999, Mary Anderson menulis sebuah buku berjudul Do No Harm: How Aid Can Support
Peace – or War. Berdasarkan refleksi atas pengalaman membangun perdamaian di Timur Tengah, 49
Anderson menjelaskan beberapa cara di mana lembaga-lembaga donor bisa mengidentifikasi dan
membangun dari apa yang disebut dengan ‘kapasitas lokal untuk mewujudkan perdamaian’.
Dengan menganalisis pengalaman-pengalaman masa lalu dalam situasi konflik manapun, seorang
pekerja sosial akan mampu menemukan pola perilaku, termasuk orang, lokasi, dan peristiwa,
yang cenderung mendorong terwujudnya perdamaian. Para pekerja sosial dianjurkan untuk
belajar dari analisis terhadap aksi membangun perdamaian di masa lalu dan menggunakan pola
perilaku tersebut, daripada menggunakan cara-cara yang dapat mengekskalasi konflik. Pola-pola
atau kapasitas-kapasitas yang ’menghubungkan’ dan bukan ‘memisahkan’ mereka yang hidup di
daerah konflik adalah apa yang bisa kita sebut juga sebagai aset membangun perdamaian dalam
komunitas manapun. Jika aset adalah apapun dalam konteks kita sekarang yang bisa membantu
mencapai tujuan, maka yang disebut Mary Anderson sebagai konektor atau kapasitas lokal untuk
membangun perdamaian mewakili pendekatan positif atau berbasis kekuatan untuk bekerja
dalam situasi-situasi konflik yang dibahas dalam buku ini.
Pembaru dan Kekuatan Lokal untuk Pembangunan
Sama halnya, pendekatan berbasis aset juga semakin melihat kekuasaan dengan lensa yang
berbeda. Dalam pendekatan berbasis aset, ‘kekuasaan’ bisa dilihat sebagai kekuatan laten yang
tersedia bagi semua anggota komunitas. Pemahaman tradisional melihat kekuasaan dipegang
oleh organisasi dan institusi formal, dan didominasi oleh konsep memiliki kekuasaan atas
seseorang, serta dianggap sebagai jumlah yang tetap atau ‘zero sum’.
Dalam kerangka tradisional mengenai kekuasaan, beberapa orang memegang kekuasaan atas
orang yang lain dan kekuasaan itu sifatnya terbatas. Kekuasaan hanya dipegang oleh beberapa
orang saja dan mereka yang didominasi merasa tidak berdaya. Oleh karena itu, satu-satunya cara
untuk mengubah dinamika kekuasaan yang sudah ada adalah dengan terlibat dalam ‘perebutan
kekuasaan’ yang bertujuan untuk merebut kekuasaan dari mereka yang memegangnya – untuk
mengambil kekuasaan dari satu orang atau kelompok dalam masyarakat dan memberikannya
50 kepada pihak lain. Dinamika kekuasaan berubah berubah ketika mereka yang tidak memiliki
kekuasaan merebutnya dari pihak yang berkuasa sekarang.
Kerangka berpikir tentang mengabaikan potensi kekuasaan informal dan yang tak terlihat,
seperti kekuasaan yang ada pada kita semua untuk menciptakan realitas baru, kekuasaan yang
timbul karena hidup di dunia ini, dan kekuasaan untuk berinteraksi dengan lainnya.
Tipe-tipe kekuasaan ini biasa disebut juga sebagai kekuasaan yang ada ‘di dalam’ seseorang,
kekuasaan ‘untuk melakukan’ sesuatu, dan kekuasaan ‘bersama’ yang datang dari ‘orang
bertindak bersama’ karena mereka peduli. Kekuasaan dari dalam lahir dari harga diri, rasa
percaya diri, serta keyakinan di dalam hati memberikan hak bagi seseorang atau sekelompok
orang untuk menggunakan kekuasaan laten mereka. Kekuasaan untuk bertindak adalah
kemampuan untuk bertindak dan pengakuan bahwa melakukan tindakan adalah kekuatan yang
bisa membawa perubahan di masa lalu. Ini adalah kekuasaan untuk menjadi subyek perubahan,
Pengaruh Historis pada Pendekatan Berbasis Aset
dan bukan sekadar penerima pasif penggunaan kekuasaan oleh pihak lain. Kekuasaan ada saat
orang bertindak bersama-sama. Margaret Mead dikenal telah melihat hal ini ketika ia menulis
kutipan terkenalnya: “Jangan pernah meragukan bahwa sekelompok kecil orang yang punya
kepedulian dan berkomitmen bisa mengubah dunia; sesungguhnya, hanya mereka yang pernah
melakukannya.”
Jadi pendekatan berbasis aset tidak bertanya bagaimana cara mengambil kembali kekuasaan
dari kelompok atau dominan. Sebaliknya, pendekatan berbasis aset mencari sumber-sumber
baru bagi kekuasaan yang belum digunakan sebelumnya. Kekuasaan bukanlah sesuatu yang
bersifat zero sum, atau tidak bisa bertambah, melainkan bisa tumbuh dan meningkat tergantung
siapa dan berapa orang dalam komunitas yang bersedia menggunakan kekuasaan mereka.
Mereka yang saat ini memiliki kekuasaan tidak harus kehilangan kekuasaannya agar pihak
lain memiliki kekuasaan. Ketika pihak lain mengakui kekuasaan laten yang mereka miliki 51
dan menggunakannya, maka totalitas kekuasaan akan membesar, dan pentingnya pemegang
kekuasaan secara relatif akan mengecil. Mereka yang tadinya tidak memiliki kekuasaan akan
mulai mengakui bahwa kekuasaan bukan komoditas yang tidak bisa diakses, melainkan sebuah
sumber daya yang potensial – yang sifatnya dinamis, bukan statis. Mereka yang tidak memiliki
kekuasaan mulai menyadari bahwa mereka memiliki kekuasaan yang belum digunakan atau
diterapkan pada konteks di mana sebelumnya mereka merasa tidak berdaya. Di sisi lain, mereka
yang memegang kekuasaan sering kali menyadari bahwa kekuasaan mereka atas orang lain
ternyata kurang sah, kurang bermanfaat, atau bahkan tidak lagi relevan.
Pembaru dan Kekuatan Lokal untuk Pembangunan
Di Papua Nugini, sebagai bagian dari proyek peningkatan kapasitas komunitas untuk
sekolah dasar, para orang tua dan komunitas dari sebuah sekolah menyadari bahwa
mereka memiliki potensi sebagai pemegang kekuasaan untuk membuat perubahan atas
sistem pengelolaan sekolah tersebut. Sebelumnya, mereka mengajukan keluhan tentang
Badan Pengawas Sekolah, yang terdiri dari para pemilik lahan dan kelompok , tidak efektif
dan tidak aktif. Ketika mereka terorganisasi dan mengembangkan rencana aksi serta
pemahaman yang jelas tentang bagaimana mereka bisa memobilisasi aset yang mereka
miliki, anggota Badan Pengawas Sekolah yang lama memutuskan bahwa mereka tidak
memiliki energi untuk melawan dan mempertahankan kekuasaan mereka. Mereka sadar
bahwa mereka tidak mempunyai dukungan dari komunitas yang ternyata memiliki lebih
banyak gagasan dan lebih banyak sumber daya daripada yang mereka mampu himpun.
52 Akhirnya, mereka mundur dan dengan demikian membuka jalan bagi Badan Pengawas
Sekolah yang baru dan lebih representatif.
Pendekatan berbasis aset mencari sekutu baru, sumber kekuasaan baru, dan cara-cara kreatif
untuk mengenali dan memanfaatkan sumber-sumber kekuasaan yang ada saat ini. Beberapa
promotor pendekatan berbasis aset menjelaskan proses perubahan pada dinamika kekuasaan
sebagai ‘crowding out’ atau ‘mendesak keluar’penerapan kekuasaan atas pihak lain dengan
meningkatkan penerapan kekuasaan dari dalam, bersama, dan untuk bertindak. Mereka yang
belum menggunakan potensi kekuasaannya, atau yang mempunyai kekuasaan dalam konteks
lainnya, didorong untuk mengakui kekuasaan yang tersedia bagi mereka dan menggunakannya.
Ini merupakan dasar dari pendekatan berbasis hak dan program-program partisipatif untuk
akuntabilitas sosial lewat promosi suara warga dan tindakan warga yang dikendalikan oleh
mereka sendiri.
Pengaruh Historis pada Pendekatan Berbasis Aset
Perubahan dalam dinamika kekuasaan yang dicari oleh pendekatan berbasis aset dapat
dideskripsikan dalam diagram berikut:
53
61
Pembaru dan Kekuatan Lokal untuk Pembangunan
Empat strategi kunci yang digunakan oleh pendekatan berbasis aset dalam kaitannya dengan
perubahan dinamika kekuasaan adalah:
l Perbesar penggunaan sumber kekuasaan yang baru (kekuasaan dari dalam, bersama, dan
untuk bertindak)
l Desak Keluar penyalahgunaan kekuasaan atas pihak lain, yaitu sekelompok kecil individu
atau individu-individu yang dominan
l Ciptakan forum-forum interaksi yang bersifat apresiatif, inklusif, dan setara
l Dorong Dialog – lewat tata kepemerintahan yang bersifat konsultatif/representative dengan
menemukan platform baru bagi suara dan akuntabilitas warga
l Bentuk platform multi-pihak – di mana setiap orang atau perwakilan dari setiap level dalam
sebuah sistem atau organisasi bisa menegosiasikan sebuah visi kolektif tentang realitas yang
54 baru
Contoh terkenal dari diskusi terbuka dalam pertemuan, kecil maupun besar, adalah Open
Space Technology1, yaitu sebuah cara sederhana untuk menggelar rapat kecil dan besar mengenai
berbagai topik yang diminati dan ada orang yang dengan semangat mengusung topik pilihannya.
Hal yang mirip dengan dan lebih cocok untuk seminar dan lokakarya adalah The Art of Hosting2,
yang mendefinisikan dirinya sebagai cara bagi orang untuk bertemu dan mengembangkan
kompetensi mereka melalui percakapan-percakapan untuk menemukan sesuatu.
Ketertarikan baru terhadap menyimak aktif atau belajar bagaimana menjadi terbuka terhadap
orang lain lewat percakapan tengah dikembangkan oleh Collaborative for Development Action (CDA),
yang memperkenalkan kerangka ‘Do No Harm’ seperti yang diterangkan di atas, dan diberi nama
Listening Project.3 Proyek ini bertujuan untuk mendapatkan umpan balik dari penerima manfaat
atau penerima bantuan atau dukungan humanis lainnya hanya dengan menanyakan beberapa 55
pertanyaan terbuka.
tingkatan lebih tinggi. Kebanyakan dari pendekatan organik seperti ini melihat perubahan
sebagai proses evolusi yang didorong oleh mutasi dari dalam sebagai respon terhadap tantangan
eksternal dan hasrat mewujudkan kehidupan yang lebih memadai. Pendekatan-pendekatan ini
berkembang dari ilmu alam yang mengacu kepada perubahan seperti ini sebagai bio-dinamis
atau pendekatan yang endogen terhadap perubahan.
Pendekatan Berbasis Hak, yang sekarang menjadi strategi pilihan bagi banyak lembaga, bisa
juga dipandang sebagai langkah untuk menuju pendekatan yang organik dan dikendalikan secara
internal. Pendekatan berbasis hak menekankan bahwa inisiatif dan mandat untuk pembangunan
datang dari dalam masyarakat. Pembangunan harus dipimpin oleh warga dan fokus pada
kebutuhan warga akan kesejahteraan mereka. Warga berhak untuk merasakan manfaat dari
pembangunan. Namun, walau pendekatan berbasis aset didorong oleh hak dan nilai, pendekatan
56 ini juga melengkapi afirmasi sederhana bahwa warga juga memiliki hak atas pembangunan.
Warga juga memiliki hak untuk terlibat secara aktif dalam pembangunan mereka sendiri.
Mereka berhak atas ruang dan sumber daya yang memudahkan mereka untuk menjadi agen
perubahan. Dalam hal ini, pendekatan berbasis aset mendorong kita untuk mempromosikan
inisiatif pembangunan yang dipimpin oleh aktor, di mana pemerintah dilihat sebagai pihak yang
bekerja sama, bukan pelaku atau badan yang bertanggung jawab untuk perubahan.
Akhir kata, bisa dikatakan bahwa Prinsip Pembangunan seperti yang dicanangkan dalam
tiga pertemuan terakhir OECD High Level Forums on Aid Effectiveness4 lebih konsisten dengan
pendekatan berbasis aset. Penekanan untuk memanfaatkan sistem dan proses suatu pemerintah
atau organisasi lokal, dan menyediakan dukungan dana untuk inisiatif lokal merupakan sebuah
pengakuan bahwa titik mula pendekatan ini harus bertumpu pada penguatan kapasitas lokal
dan dukungan terhadap upaya-upaya lokal. Demikian juga prinsip-prinsip pembangunan yang
terdapat dalam pernyataan tentang keefektifan bantuan ini menekankan bahwa dukungan
Pengaruh Historis pada Pendekatan Berbasis Aset
l Pendekatan partisipatif telah diterapkan dalam pembangunan selama lebih dari 20 tahun.
Pendekatan berbasis aset masih terbuka untuk menggunakan metode-metode partisipatif
dan mendukung tujuan pendekatan partisipatif sebagai usaha untuk memposisikan warga di 57
ruang kendali utama untuk mengarahkan pembangunan mereka sendiri.
l Pendekatan berbasis aset juga berdasar kepada tren baru yang disebut Psikologi Positif, yang
menekankan pada membantu orang dan organisasi untuk fokus pada, dan bekerja untuk,
mengembangkan citra dan strategi positif guna mengatasi tantangan-tantangan kehidupan.
l Pemetaan aset sudah ada selama bertahun-tahun dan diakui sebagai strategi yang dapat
digunakan oleh organisasi-organisasi warga yang tertarik untuk mendorong perubahan
sosial.
l Pendekatan Penghidupan Berkelanjutan muncul pada awal tahun 1990an sebagai cara untuk
mengatasi kerentanan dalam komunitas miskin dan kebanyakan di wilayah pedesaan.
Pendekatan ini mendorong penggunaan aset yang lebih kuat – di mana ada modal yang
lebih besar – sebagai cara untuk mengatasi aset yang lebih lemah atau kekurangan yang
Pembaru dan Kekuatan Lokal untuk Pembangunan
bisa menyebabkan kemiskinan dan ketergantungan. SLA merupakan salah satu pendekatan
pertama yang secara gamblang mengidentifikasi kategori yang bisa digunakan untuk
mendokumentasikan inventarisasi aset.
l Walau kontribusi modal sosial terhadap pembangunan telah diakui selama bertahun-tahun,
ketika dikombinasikan dengan asosiasi atau organisasi warga, maka kesatuan ini menjadi
aset paling penting yang dimiliki komunitas. Pengembangan kapasitas organisasi juga
mengidentifikasi peningkatan kualitas relasi antarkelompok sebagai strategi kunci untuk
mempromosikan peningkatan fungsionalitas.
l Pada mulanya, pendekatan berbasis aset terlihat tidak cukup memberi penekanan pada
dominasi kekuasaan dan penindasan. Salah satu alasannya adalah karena pendekatan berbasis
58 aset melihat dinamika kekuasaan dengan cara yang sangat berbeda. Kekuasaan ada pada
setiap orang dan tumbuh melalui hubungan dan kolaborasi untuk mencapai tujuan bersama.
Mengeluarkan dan menumbuhkan kekuasaan ini untuk bekerja sama, dan bukan untuk
mengkonfrontasi pemegang kekuasaan, adalah strategi yang digunakan untuk pendekatan
berbasis aset.
l Ada beberapa gaya percakapan dan pendekatan naratif (atau bertutur cerita secara terstruktur)
dan penggunaannya sudah dipromosikan oleh banyak organisasi. Hal ini juga merupakan
salah satu modal dasar untuk kegiatan pembangunan berbasis aset.
l Akhir kata, kebalikan dari pendekatan berbasis logika dan kaku yang digunakan dalam
industri konstruksi, dan dapat dilihat dalam aplikasi ketat pendekatan LogFrame, pendekatan
berbasis aset mengacu kepada contoh pertumbuhan organik dan evolusioner seperti yang
terjadi di alam.
Pengaruh Historis pada Pendekatan Berbasis Aset
59
Pembaru dan Kekuatan Lokal untuk Pembangunan
60
Teori-Teori Perubahan dalam Berbagai Pendekatan Berbasis Kekuatan 61
Baba 4
Teori-Teori 61
Perubahan dalam
Berbagai Pendekatan
Berbasis Kekuatan
Pembaru dan Kekuatan Lokal untuk Pembangunan
Ikhtisar
Bab ini menjelaskan filosofi pembangunan yang digunakan banyak pendekatan berbasis kekuatan.
Pendekatan berbasis kekuatan membuat asumsi tentang realitas dan bagaimana perubahan
terjadi. Asumsi-asumsi ini dibuat berdasarkan melihat realitas dengan cara yang berbeda
dari pendekatan lain yang menggunakan pendekatan berbasis masalah untuk menciptakan
perubahan.
Bab ini juga menjelaskan prinsip-prinsip operasional yang lahir dari landasan teori-teori
tersebut.
pengalaman dan analisis terhadap pengalaman tersebut. Sebuah teori adalah ekspektasi akan
realitas seharusnya bagaimana. Teori perubahan adalah sebuah dalil atau pernyataan yang
mendeskripsikan usulan langkah-langkah yang perlu diambil untuk mencapai hasil yang
diinginkan.
Di sisi lain, pendekatan berbasis kekuatan melihat realitas dengan cara yang jauh lebih
alami dan holistik. Kegiatan pembangunan harus ditetapkan dalam konteks organisme hidup
yang memiliki sejarah dan aspirasi untuk masa depan yang lebih baik. Selain menggunakan
logika dan analisis, memori dan imajinasi juga penting dihidupkan dalam mencipta perubahan.
Proses perubahan adalah upaya bersengaja mengumpulkan apa yang memberi hidup pada masa
lalu (memori) dan apa yang memberi harapan untuk masa depan (imajinasi). Proses tersebut
didasarkan pada apa yang sedang terjadi sekarang dan memobilisasi apa yang sudah ada sebagai
potensi.
1. Keberlimpahan masa kini – Setiap orang punya kapasitas, kemampuan, bakat dan gagasan.
Setiap kelompok punya sistem dan sumber daya yang bisa digunakan dan diadaptasi untuk
proses perubahan.
2. Pembangunan ‘inside out’ atau dari dalam ke luar – Perubahan yang bermakna dan
berkelanjutan pada dasarnya bersumber dari dalam dan orang merasa yakin untuk menapak
menuju masa depan saat mereka bisa memanfaatkan kesuksesan masa lalunya.
3. Proses Apresiatif – Setiap orang punya pilihan untuk melihat realitas dari sisi negatif atau
sisi positif. Anda bisa melihat sebuah gelas sebagai setengah penuh atau setengah kosong.
Pendekatan berbasis kekuatan menggunakan teori ini untuk menawarkan pandangan bahwa
sementara selalu ada dua sisi untuk realitas apa pun, memusatkan perhatian pada kedua sisi
Teori-Teori Perubahan dalam Berbagai Pendekatan Berbasis Kekuatan
positif dan negatif akan memberi gambaran realitas yang lebih lengkap, tetapi memusatkan
perhatian pada hal yang positif atau gelas yang setengah penuh akan lebih mungkin membantu
masyarakat dan organisasi berubah. Pendekatan berbasis kekuatan bersengaja mengamati
dan mendorong sisi realitas yang bisa diapresiasi. Pendekatan berbasis kekuatan melacak apa
yang ingin kita lihat lebih banyak dan mengembangkan apa yang telah berhasil sejauh ini.
4. Pengecualian positif – dalam setiap komunitas sering kali ada sesuatu yang bekerja dengan
baik dan seseorang yang berhasil secara istimewa, kendati menggunakan sumber daya
yang sama. Ini adalah prinsip yang mendasari teori Positive Deviance. Menurut teori ini, titik
mula adalah mencari dan menganalisis contoh-contoh mereka yang lebih berhasil meski
menggunakan sumber daya yang sama seperti semua orang lain. Titik awal perubahan adalah
mengamati perilaku yang patut dicontoh, bukan kekurangan dan kelemahan. Pengetahuan
dan perubahan sikap adalah hasil dari aplikasi ulang dan adaptasi perilaku sukses yang sudah 65
ada.
5. Konstruksi Sosial atas Realitas – tidak ada situasi sosial yang telah ditentukan sebelumnya.
Kita selalu mengkonstruksikan sendiri realitas yang kita jalani – apapun yang kita lakukan
merupakan langkah pertama menuju apa yang kita wujudkan. Appreciative Inquiry dan
pendekatan berbasis aset lain beranjak dari teori ini.6 Banyak pendekatan berbasis aset yang
menyatakan kita bergerak menuju realitas yang kita paling menarik perhatian kita. Apa yang
kita bicarakan menjadi fokus kita, dan apa yang kita inginkan sangat mungkin terwujud
karena kita selalu menciptakan peluang dan membuat pilihan untuk mewujudkannya.
Bahkan apa yang ingin kita ketahui, dan saat kita mulai proses pencarian, maka kita memulai
proses perubahan. Jadi jika kita ingin perubahan positif maka kita harus mencari tahu tentang
berbagai hal yang paling mungkin membuat perubahan itu terjadi.
Pembaru dan Kekuatan Lokal untuk Pembangunan
7. Dialog Internal – Anda bisa mengukur dan memengaruhi bagaimana sebuah organisasi
66 berfungsi dengan memerhatikannya dan mengubah dialog internal yang terjadi di dalam
organisasi tersebut. Riset oleh Profesor Marcial Losada dan Barbara Fredrickson tentang
Organisasi dengan Kinerja Tinggi dan Rendah memperlihatkan efek ini.7 Mereka memberikan
beberapa bukti untuk menunjukkan bahwa jika sebagian besar hubungan kita berdasarkan
interaksi positif, maka besar kemungkinan hubungan tersebut akan berkembang. Akibatnya,
Jika dialog internal (atau percakapan antar anggota) positif, terbuka terhadap perubahan,
dan kolaboratif maka organisasi itu akan menjadi lebih kuat. AI mengambil dari teori ini
dengan menyatakan bahwa jika kita fokus pada kekuatan dan kesuksesan maka kita bisa
menemukan energi yang lebih besar untuk perubahan dan kita bisa menciptakan lingkungan
yang mendukung terjadinya perubahan. Menariknya, dialog internal ini sangat terkait dengan
bertutur cerita dan interaksi informal, sama seperti keterkaitannya dengan pernyataan misi
dan KPA atau alat manajemen organisasi lainnya.
Teori-Teori Perubahan dalam Berbagai Pendekatan Berbasis Kekuatan
8. Keterlibatan Seluruh Sistem – Cara berpikir sistem atau systems thinking (bagaimana segala
sesuatu bekerja dalam sistem atau saling terhubung, dengan masing-masing bagian saling
memengaruhi dalam menentukan apa yang akan terjadi) diadaptasi untuk diterapkan pada
sistem sosial dan organisasi oleh Peter Checkland, dan telah menjadi apa yang sekarang
dikenal sebagai Soft Systems Methodology (SSM).8 Metodologi ini beranggapan bahwa
sebuah organisasi atau kumpulan kelompok yang bekerja menuju tujuan bersama dapat
berubah dengan menemukan cara untuk memengaruhi bagian-bagian dalam rantai unit
yang saling berinteraksi. AI menggunakan sebagian teori di balik systems thinking dan SSM
dengan menawarkan bahwa jika ingin melakukan perubahan seluruh sistem harus dilibatkan
– keseluruhan organisasi dan mitranya – semua yang berhubungan dengan apa yang sedang
diusahakan. Ini bisa berarti agen dan klien; pembeli dan penjual; guru dan siswanya; atau
dalam pendekatan program, semua mitra yang berbeda-beda. Kebanyakan program AI akhir-
akhir ini dimulai dengan apa yang disebut sebagai AI Summit. 67
9. Teori Naratif – Penggunaan percakapan semi terstruktur makin sering digunakan dan
dilihat sabagai cara mendorong pemahaman dan fokus komunitas pada apa yang menjadi
kepedulian bersama kelompok. Percakapan merupakan bentuk lain mendorong bertutur
cerita dalam format yang terlalu terstruktur. Percakapan adalah belajar mengidentifikasi apa
yang dianggap penting lewat suasana terbuka dan tidak terlalu formal. Salah satu contoh
adalah World Café yang biasanya dipakai sebagai pertemuan kelompok yang sedang mencari
arah, dan dijelaskan sebagai usaha interaksi pemikiran yang ‘lewat percakapan tentang
pertanyaan yang benar-benar penting’. 9
Pembaru dan Kekuatan Lokal untuk Pembangunan
3. Prinsip Puisi: Kita bisa memilih apa yang ingin kita pelajari; organisasi, bagaikan buku
yang terbuka, adalah sumber informasi dan pembelajaran yang tak ada habisnya.
4. Prinsip Antisipasi: Sistem manusia bergerak menuju gambar atau visualisasi yang
dimiliki; apa menjadi pilihan untuk dipelajari mempunyai arti. Sistem sosial berevolusi ke
arah gambaran paling positif yang dimiliki tentang dirinya.
5. Prinsip Positif: Pertanyaan positif menghasilkan perubahan positif. Jika Anda mengubah
dialog internal (apa yang dibicarakan orang-orang dalam sebuah organisasi), Anda
mengubah organisasi itu sendiri.
Teori-Teori Perubahan dalam Berbagai Pendekatan Berbasis Kekuatan
6. Prinsip Keutuhan: Keutuhan menarik yang terbaik dari orang dan organisasi; membawa
seluruh pemegang kepentingan dalam forum bersama yang mendorong kreativitas dan
membangun kapasitas kolektif.
8. Prinsip Bebas Memilih: Orang akan bekerja lebih baik dan lebih berkomitmen ketika
mereka punya kebebasan untuk memilih bagaimana dan apa yang ingin mereka
kontribusikan.
9. Prinsip Kelentingan: Setiap individu, kelompok, atau institusi memiliki sesuatu yang
telah memberi hidup di masa lalu dan beberapa aset yang mendukung mereka di masa 69
sekarang. “Setiap komunitas punya potensi sumber daya lebih banyak daripada yang
diketahui siapapun.”
10. Prinsip Organik: Semua yang hidup punya cetak biru bagi kesuksesannya sendiri atau
pengembangan diri yang tertulis di dalamnya. Yang diperlukan hanyalah lingkungan
yang merawat dan mendukungnya. Hal ini berhubungan dengan teori keanekaragaman
hayati termasuk praktik permakultur dalam pertanian.
Pembaru dan Kekuatan Lokal untuk Pembangunan
l Metode teoritis untuk perubahan dalam berpikir berbasis aset diambil dari alam dan cara
lingkungan alam berubah secara organik dan berinteraksi secara holistik.
70 l Berpikir kreatif, atau apa yang kadang sering disebut cara berpikir ‘otak kanan’ sangat
berguna karena membantu kita mengaktifkan imajinasi dan membuka banyak kesempatan
yang sebelumnya mungkin tidak akan terpikirkan. Pemikiran ini mendorong kita melihat
realitas dengan cara berbeda.
l Karena manusia, organisasi, dan komunitas tempat mereka berada pada dasarnya mampu
secara inheren untuk bergerak maju menuju respon hidup yang lebih sesuai, maka perubahan
dimulai saat dua orang atau lebih berkumpul untuk saling bertutur cerita dan berinteraksi
dalam percakapan-percakapan yang kaya. Percakapan dan pendekatan naratif adalah alat
paling fundamental untuk mencipta perubahan sosial menurut cara berpikir berbasis aset
dan apresiatif.
Teori-Teori Perubahan dalam Berbagai Pendekatan Berbasis Kekuatan
71
Pembaru dan Kekuatan Lokal untuk Pembangunan
72
Hubungan antara Warga dan Pemerintah 73
BAB 5
Hubungan antara 73
Ikhtisar
Bab ini akan membahas bagaimana pendekatan berbasis aset mendorong peluang membangun
kemitraan dengan pemerintah dan dengan demikian meningkatkan kinerja pemerintah serta
memberi manfaat bagi warga.
l Forum Multipihak
l Desentralisasi
l Produksi Bersama
l Sisi Permintaan dan Penawaran
74
Forum Multipihak
Pendekatan apresiatif untuk perubahan organisasi dan pendekatan berbasis aset untuk
pengembangan warga semakin menyadari pentingnya dengan mengumpulkan perwakilan dari
seluruh sistem, termasuk para manajer atau level senior, level menengah dan level bawah atau
penerima manfaat utama. David Cooperrider menggambarkannya sebagai kombinasi pendekatan
bawah ke atas dan atas ke bawah yang disatukan. Ada pula yang menyebutkan platform multi
pihak di mana semua pemain ada di ruang yang sama pada waktu yang sama. Ini adalah sebuah
pencarian kolektif oleh semua yang mungkin akan kena pengaruh kegiatan-kegiatan proyek
sekaligus sebuah persetujuan kolektif untuk bekerja secara kolaboratif untuk mewujudkan masa
depan yang disepakati.
Hubungan antara Warga dan Pemerintah
Salah seorang pendukung awal proses interaksi multipihak ini adalah Peter Checkland, yang
mengembangkan Soft Systems Methodology (SSM) pada awal 1990-an. SSM adalah pendekatan
lain yang melihat bahwa perilaku manusia adalah bagian dari sebuah sistem yang lebih utuh
dan organic, dan setiap aspek dari sistem organik itu memengaruhi setiap bagian lainnya. SSM
berusaha melibatkan seluruh sistem dengan mencari cara untuk menstimulasi pertumbuhan
dari dalam sistem, bukan merancang dan mengatur perubahan dari luar.
Gawe Rapah Warga adalah kegiatan tradisional di Lombok, Nusa Tenggara Barat. Komunitas
dan para pemimpinnya berkumpul dalam satu pertemuan untuk mengungkapkan keluhan,
mempertimbangkan pilihan dan menyepakati strategi untuk masa depan. Kesepakatan yang
dicapai mengikat semua pihak.
Ini adalah contoh bagus tentang pemanfaatan forum multi pihak tradisional untuk berpikir kreatif 75
dan mnyepakati tindakan untuk masa depan. Jaringan Masyarakat Sipil adalah sebuah organisasi
masyarakat sipil di Lombok Barat yang mengaplikasikan strategi tradisional dan efektif ini pada
kerja sama komunitas dan pemerintah daerah guna meningkatkan pelayanan publik. 10
Dasar untuk mengelola dan memantau proses perubahan lewat kegiatan-kegiatan multi pihak
terletak pada prinsip-prinsip kunci pendekatan berbasis aset. Yaitu bahwa setiap anggota sistem
memiliki kontribusi yang relevan pada proses perubahan dan setiap orang memiliki pemahaman
yang berhubungan dengan bagiannya masing-masing dalam proses perubahan, yang harus
diikutsertakan dalam rencana besar sistem itu.
Pembaru dan Kekuatan Lokal untuk Pembangunan
Desentralisasi11
Desentralisasi
76 Politik atau
Demokratik
Kekuasaan dan sumber daya dialihkan kepada pihak berwenang yang mewakili
(dan bertanggung jawab kepada) populasi lokal.
Kekuasaan dan sumber daya dialihkan kepada cabang lokal pemerintah pusat.
Desentralisasi
Badan-badan yang bertanggung jawab ke atas adalah lembaga administratif
Administratif
lokal perpanjangan dari pemerintah pusat.
Desentralisasi Fiskal
Seiring dengan waktu, warga telah menuntut dan mencari cara meningkatkan partisipasi
mereka dalam pembuatan keputusan tentang masa depan mereka dan jenis pelayanan publik
yang harus berikan oleh negara kepada mereka. Lebih dari seabad lalu, asosiasi-asosiasi buruh
dan gerakan kesejahteraan lahir sebagai penyeimbang monopoli feodal dan menjadi reaksi kuat
terhadap industrialisasi Eropa. Perjuangan kelas atau usaha kaum miskin untuk mengambil
kembali kekuasaan kelas menengah atas aset-aset produksi dan pengambilan keputusan membuat
komunitas mengorganisir diri menjadi kelompok-kelompok konfrontatif untuk menuntut haknya.
Gerakan-gerakan rakyat membawa perjuangan warga masuk ke ruang-ruang publik sebagai cara
menghentikan mekanisme pemerintahan yang opresif. Pengembangan masyarakat awalnya
dimaksudkan untuk membantu komunitas bernegosiasi dengan pemerintah untuk mendapat
layanan yang lebih baik. Pada akhirnya, pengembangan masyarakat termasuk kegiatan-kegiatan
swadaya sosial dan ekonomi yang dikelola oleh OMS, yang terkadang menggantikan kerja-kerja
pemerintah atau menjangkau tempat-tempat di mana layanan pemerintah belum berfungsi. 77
Akhir-akhir ini jejaring sosial digunakan oleh warga untuk mendorong demokratisasi dan
membuka ruang-ruang baru bagi partisipasi warga dalam meningkatkan layanan pemerintah.
Pemerintah juga lebih terbuka dalam menurunkan dana langsung ke masyarakat, seperti yang
terjadi dalam inisiatif pembangunan yang dipimpin oleh komunitas, seperti Program Nasional
Pembangunan Masyarakat (PNPM) di mana pemerintah desa (atau dewan yang terdiri dari
perwakilan desa) menerima subsidi keuangan tahunan langsung dari Kementerian Keuangan
untuk mengelola secara mandiri pembangunan infrastruktur skala kecil.
Maka, kemitraan atau jaringan kolaboratif antara warga dan pemerintah dalam menjalankan
pengelolaan pembangunan sebuah daerah atau negara menjadi lebih sering umum dan sekarang
memiliki legitimasi yang oleh warga era sebelumnya hanya menjadi mimpi. Sekarang warga
mengorganisir diri dan mengelola sumber dayanya sendiri menjadi praktik standar dalam
kegiatan pembangunan.
Pembaru dan Kekuatan Lokal untuk Pembangunan
Layanan Lembaga
Pemerintah Non Pemerintah
Kolaborasi
Pembangunan
78 antara Pemerintah,
Lembaga Non-Pemerintah,
dan Organisasi Masyarakat
Aset yang
dimobilisasi
Warga
Hubungan antara Warga dan Pemerintah
Pengalaman tsunami tahun 2002 di Aceh dan gempa tahun 206 di sekitar Yogyakarta membuat
komunitas di tempat-tempat tersebut menggunakan alat pengumpul data modern dan aplikasi
pemetaan ruang yang terbuka (seperti Open Street Map) untuk merevisi cara mengumpulkan
informasi desa. Sejak 2003, ACCESS lewat organisasi-organisasi masyarakat sipil yang menjadi
mitranya telah mengembangkan cara-cara partisipatif untuk melakukan pemetaan sosial dan aset.
Semua inisiatif ini telah mendorong lahirnya Sistem Informasi Desa (SID) yang lebih partisipatif
berjalan terus-menerus. Selain membantu masyarakat belajar tentang aset apa saja yang mereka
miliki untuk digunakan dalam perencanaan desa, prosesnya sendiri menunjukkan bagaimana
perempuan dan kelompok-kelompok lain yang lebih terpinggirkan di dalam desa mampu
berkontribusi. Pemerintah juga terbantu dalam menentukan sasaran layanan publik dan program
jaringan sosial dengan lebih baik agar sampai pada mereka yang benar-benar membutuhkannya.
Pemetaan komprehensif dan database GPS telah memungkinkan para pemimpin desa dan warganya 79
memiliki cara-cara lebih baik untuk bernegosiasi dengan pemerintah daerah untuk mendapatkan
cakupan layanan yang lebih baik.
Sebuah studi tentang dampak ACCESS dan mitra masyarakat sipil di pulau Sumba,
Nusa Tenggara Timur, memperlihatkan bahwa dengan mengikuti proses multi pihak dalam
mengembangkan rencana jangka menengah desa, masyarakat menjadi sadar bahwa mereka mampu
menjalankan banyak rencana mereka sendiri tanpa menunggu dukungan pemerintah. Beberapa
contoh yang dijabarkan dalam studi tersebut termasuk:
Di Sumba Barat, dimulai dari satu desa yang bersebelahan dengan hutan Poromombu dan
pada akhirnya berkembang menjadi 3 kecamatan dan 6 desa, masyarakat menjadi sadar bahwa
mereka perlu segera mengambil langkah untuk melindungi dan mengembangkan sumber daya
hutan. Selain menyepakati beberapa kebijakan konservasi, komunitas sekitar mulai melihat hutan
sebagai sumber daya integral bagi konservasi air, obat-obatan tradisional, keuntungan ekonomi
untuk kesejahteraan jangka pendek maupun jangka panjang. Organisasi-organsiasi yang dibentuk
di enam desa ini tidak saja semakin menyadari nilai aset yang sebelumnya mereka rusak secara
80 acak, namun mereka juga mulai mendekati pemerintah sebagai mitra untuk menjalankan rencana-
rencana mereka.
Di desa lain, komunitas memutuskan bahwa mereka bisa menyelesaikan beberapa kegiatan
prioritas tanpa perlu menunggu pendanaan pemerintah yang akan datang. Di Waimangoma,
komunitas menggunakan asetnya sendiri untuk mendirikan kantor desa baru dan rumah bagi
para pemimpin desa. Di Pahola mereka membangun jalan akses sepanjang 2 kilometer yang
menghubungkan desa mereka dengan desa lainnya serta memberikan akses lebih luas bagi mereka
bagi mobilitas sosial dan ekonomi. DI banyak desa lainnya, proses partisipasi dalam perencanaan
satu rencana desa mendorong lahirnya usaha-usaha koperasi tingkat kecil dan menengah.
Dalam contoh ini dan banyak lainnya yang serupa, penelitian oleh IRE Yogyakarta
menyimpulkan bahwa dengan menggunakan pendekatan berbasis aset, masyarakat menjadi sadar
akan meningkatnya, atau ‘emansipasi’ modal sosial mereka sendiri, termasuk meningkatnya rasa
percaya diri dan saling percaya, meningkatnya kesadaran akan keuntungan dari bekerja bersama
dan dalam jejaring. 12
Hubungan antara Warga dan Pemerintah
Produksi Bersama
Berbagai pemerintah semakin mengakui bahwa meskipun pemerintah mengelola layanan seperti
kesehatan dan pendidikan, organisasi warga juga melakukan banyak fungsi-fungsi pelengkap
yang tidak saja membuat layanan publik itu efektif, namun juga menguatkannya. Jika warga tidak
turut berpartisipasi mewujudkan kesejahteraannya sendiri, tidak saja birokrasi dan anggaran
yang membengkak, namun juga tidak mungkin mempunyai jangkauan yang sama seperti yang
dicapai warga yang bekerja sama dalam berbagai asosiasi.
Dalam pendidikan, kualitas dan efektivitas komite manajemen warga dan asosiasi orang tua
berdampak besar pada layanan secara keseluruhan. Dalam sekolah tipe apapun yang berfungsi
baik, selalu ada banyak kelompok organisasi warga atau orang tua yang bersemangat dan
melengkapi layanan yang diberikan Kementerian Pendidikan. Dalam hal kesehatan, kelompok 81
dukungan warga memenuhi kebutuhan masyarakat dalam lingkup antara rumah dan kantor
layanan pemerintah manapun. Di dalam rumahnya juga, masyarakat merawat keluarganya
masing-masing dengan cara-cara yang sepadan dengan program layanan resmi yang disediakan
pemerintah.
Di berbagai tempat di dunia, sebagai akibat desentraliasai dan tekanan menurunnya birokrasi
pemerintah, pengakuan atas peran potensial yang lebih besar bagi organisasi masyarakat sipil telah
mendorong pemerintah, khususnya pemerintah lokal, untuk bekerja sama dengan masyarakat
sipil di tingkat implementasi dan kebijakan. Organisasi masyarakat sipil sekarang bekerja sama
dalam mengupayakan perbaikan dalam kebijakan dan sistem yang melayani masyarakat dengan
lebih baik.
Pembaru dan Kekuatan Lokal untuk Pembangunan
‘Pengalaman ACCESS dengan masyarakat sipil yang menghasilkan peningkatan rasa kepemilikan
dan institusionaliasi partisipasi warga oleh pemerintah daerah telah diakui secara nasional,
terbukti dari permintaan berulang kali dari lembaga seperti Tim Nasional Percepatan Pengentasan
Kemiskinan untuk berkontribusi terhadap formulasi kebijakan kolaborasi, juga permintaan dari
banyak pemerintah kabupaten untuk mendanai replikasi model kemitraan warga-pemerintah
untuk layanan publik. ‘
Tabel berikut menggambarkan proses historis dari tiga model berbeda tentang partisipasi
warga dalam meningkatkan layanan dan menuntut haknya terhadap pembangunan.
82
Layanan yang Komunitas dan
Kemandirian
Dinegosiasikan Pemerintah
Dalam model Kemandirian mewakili aktivitas warga dan kelompok komunitas yang bekerja
sendiri dan dalam kelompok-kelompok komunitasnya. Usaha ini ditujukan untuk memenuhi
tujuan mereka sendiri dan dilakukan seiring dengan apapun yang disediakan pemerintah.
Pelaksanaan pengembangan komunitas sering kali tetapi tidak secara eksklusif ditujukan untuk
meningkatkan kemampuan sebuah komunitas untuk terlibat dalam kegiatan-kegiatan mandiri.
Kegiatan-kegiatan ini sering kali didanai oleh dana hibah komunitas diberikan pemerintah atau
lembaga donor lewat organisasi masyarakat sipil lokal dan internasional
Saat komunitas belajar mengorganisir aset mereka sendiri dan membangun organisasi-organisasi
yang lebih kuat untuk perubahan sosial, pemerintah semakin bersedia mengkontribusikan
84 sumber daya dan keahliannya. Menggunakan pendekatan berbasis aset, komunitas bisa menguji
coba praktik pertanian baru, mengolah kembali lahan tak terpakai, meningkatkan pengelolaan
sumber daya alam mereka sendiri, mengelola diri dengan lebih baik untuk memanfaatkan
layanan kesehatan dan pendidikan, mengorganisir diri dalam kelompok-kelompok pengguna
untuk distribusi air, baik untuk produksi maupun untuk air minum, meningkatkan perilaku
sanitasi dan kebersihan, mengembangkan strategi untuk memperbaiki gizi, mendirikan koperasi
dan jaringan pemasaran, di samping memanfaatkan aset alam dan manusia yang dimiliki untuk
membangun atau merawat infrastruktur di mana pemerintah gagal atau terlalu merespon.
Dalam merespon mobilisasi warga, sumber daya pemerintah memiliki banyak bentuk.
Contoh pertama, mereka mungkin menunjukkan ketertarikan, yang tidak ada sebelumnya.
Mereka mungkin merevisi kebijakan untuk memastikan keberlanjutan inisiatif masyarakat
atau setidaknya melengkapi kegiatan komunitas. Kunci meningkatkan kualitas pelayanan
dalam pendekatan produksi bersama adalah dengan meningkatkan kapasitas daya ungkit.
Hubungan antara Warga dan Pemerintah
Semakin besar keterlibatan komunitas dalam memenuhi kebutuhan sosial dasar, makin besar
kemungkinan pemerintah akan mau membuat komitmen untuk mendukung keterlibatan ini.
Ilustrasi di bawah menjelaskan hal ini secara jelas. Saat masyarakat aktif, pemerintah menjadi
lebih terinformasikan dan menjadi lebih ingin terlibat.
Memberi Investasi
informasi
Pemerintah
Merespon 85
atau Dinas
Bekerja
Punya Suara
Komunitas
Daya Ungkit
Pembaru dan Kekuatan Lokal untuk Pembangunan
Di bawah ini adalah beberapa contoh dari Indonesia Timur tentang komunitas yang
mengorganisir sumber dayanya sendiri dengan cara-cara yang telah meningkatkan kolaborasi
pemerintah dan komunitas, dan menggambarkan kekuatan pendekatan produksi bersama dalam
pembangunan.
87
Pembaru dan Kekuatan Lokal untuk Pembangunan
Dalam pendekatan berbasis aset, warga juga mampu berkontribusi dalam proses
pembangunan. Warga bisa berkontribusi berbagai aset dan melengkapi layanan pemerintah.
Warga juga bisa menuntut kualitas pengeloaan organisasi mereka sendiri juga, bukan hanya
pemerintah.
Hubungan antara Warga dan Pemerintah
Dalam pendekatan aset, pemerintah dan organisasi warga sama-sama bertanggung jawab
atas sisi penawaran dan sisi permintaan. Layanan publik oleh pemerintah bisa ditingkatkan
dengan partisipasi warga dalam dalam perencanaan pembangunan, pusat pengaduan warga dan
citizen report cards. Layanan publik bisa juga ditingkatkan dengan adanya populasi warga yang
lebih aktif dan terlibat penuh dalam melakukan inisiatif mereka sendiri dan memimpin upaya-
upaya pembangunan sendiri juga. Di banyak tempat yang sebelumnya pasif dan sering kali
termarjinalkan, warga sekarang melihat pemerintah sebagai salah satu dari banyak aset yang
mereka miliki untuk berkontribusi pada pengembangan diri mereka sendiri.
Jejaring Desa Siaga adalah program kesehatan untuk memobilisasi aset komunitas dan
memperkuat lembaga-lembaga lokal untuk melengkapi dan memaksimalkan layanan
kesehatan dari pemerintah. Di kabupaten Kupang, Timor Barat, Oelomin adalah satu 89
dari banyak desa di mana hal ini telah terjadi dibawah arahan organisasi masyarakat sipil
bernama INCREASE. Masyarakat melakukan pencatatan atas kondisi kesehatan desa yang
terus diperbarui secara berkala, mendirikan pusat promosi kesehatan menggunakan aset
fisik dan kemampuan lokal yang ada, membuat jadwal transport sebagai pengganti layanan
ambulans, menjalankan tabungan bagi ibu melahirkan, memproduksi makanan tambahan
lokal untuk bayi, melakukan konseling dan memberikan pelatihan gizi, kesehatan ibu,
menyusui, dan keluarga berencana. Bersamaan dengan beberapa program lain yang
dijalankan masyarakat dengan dukungan tekis dari Kementerian Kesehatan, dalam 4 tahun
terakhir telah terjadi penurunan drastis dalam: kematian ibu dan bayi saat persalinan;
penyakit bawaan vektor; penyakit saluran pernafasan dan penyakit dalam lainnya; serta
telah menjadikan akses terhadap layanan kesehatan lebih terjangkau dan tidak berakibat
meningkatkan kemiskinan secara dramatis bagi keluarga yang membutuhkannya.
Pembaru dan Kekuatan Lokal untuk Pembangunan
90
Metode-Metode Paling Umum 91
BAB 6 91
Metode-Metode
Paling Umum
Pembaru dan Kekuatan Lokal untuk Pembangunan
Ikhtisar
Bab ini membahas metodologi yang paling jelas dan bersengaja menggunakan pendekatan
berbasis aset untuk pengembangan organisasi dan pemberdayaan komunitas. Setiap pendekatan
ini berkembang dari beberapa pengalaman, sektor, dan tujuan yang cukup berbeda-berbeda.
Walau pada dasarnya semua mengandung pesan-pesan berbasis aset yang serupa, setiap
metodologi memiliki penekanan atau kontribusi khusus terhadap pendekatan berbasis aset
secara keseluruhan.
Appreciative Inquiry
Pendekatan berbasis aset yang paling maju kemungkinan berasal dari apa yang dinamakan
Appreciative Inquiry (AI).
Appreciative Inquiry adalah sebuah filosofi perubahan positif dengan pendekatan siklus
5-D, yang telah sukses digunakan dalam proyek-proyek perubahan skala kecil dan besar, oleh
ribuan organisasi di seluruh dunia. Dasar dari AI adalah sebuah gagasan sederhana, yaitu
bahwa organisasi akan bergerak menuju apa yang mereka pertanyakan. Misalnya, ketika sebuah
kelompok mempelajari tentang masalah dan konflik yang dihadapi manusia, sering kali mereka
Metode-Metode Paling Umum
menemukan bahwa jumlah dan intensitas masalah-masalah itu semakin meningkat. Dengan cara
yang sama, ketika kelompok mempelajari idealisme dan capaian manusia, seperti pengalaman
puncak, praktik terbaik, dan capaian mulia, maka fenomena ini juga cenderung akan meningkat.
Yang membedakan AI dari metodologi perubahan lainnya adalah bahwa AI sengaja mengajukan
pertanyaan positif untuk memancing percakapan konstruktif dan tindakan inspiratif dalam
organisasi.
Ap-pre’ci-ate, (apresiasi): 1. menghargai; melihat yang paling baik pada seseorang atau dunia
sekitar kita; mengakui kekuatan, kesuksesan, dan potensi masa lalu dan masa kini; memahami
hal-hal yang memberi hidup (kesehatan, vitalitas, keunggulan) pada sistem yang hidup. 2.
meningkat dari segi nilai, misalnya tingkat ekonomi telah meningkat nilainya. Sinonim: nilai,
hadiah, hargai, dan kehormatan.
Pembaru dan Kekuatan Lokal untuk Pembangunan
Appreciative Inquiry (AI) adalah teknik sederhana yang digunakan dalam berbagai konteks
yang kompleks untuk:
l Berkonsultasi dengan orang lain dan belajar dari pengalaman mereka, untuk
l Melibatkan seluruh kelompok atau organisasi untuk terlibat dalam perubahan, dan untuk
l Membangun visi masa depan di mana semua orang bisa berbagi dan saling membantu dalam
mewujudkannya
l Mengajak dan melibatkan seluruh peserta dengan menggunakan teknik sederhana yang
bisa mengeksplorasi pengalaman saat ini dan kesuksesan masa lalu
94 l Mendorong keterampilan menyimak dan komunikasi dan
l Memberdayakan individu dan menunjukkan rasa hormat terhadap pendapat masing-masing
Prinsip-prinsip AI dideskripsikan secara rinci dalam bab sebelumnya di buku ini. Secara
sederhana, AI berkembang dari empat gagasan kunci:
l Kata mencipta dunia – kita mulai menciptakan masa depan lewat cara kita membicarakannya.
l Pertanyaan mencipta perubahan – kita memulai proses perubahan saat kita mengajukan
pertanyaan
l Gambar menginspirasi tindakan – gambaran yang kita miliki tentang masa depan
mepengaruhi tindakan yang kita ambil
l Pertanyaan positif akan mengarah kepada perubahan positif – jika kita menginginkan
masa depan yang berbeda, maka kita perlu mengajukan pertanyaan yang sesuai dengan masa
depan itu
Metode-Metode Paling Umum
DEFINE
Topik Pilihan
DISCOVERY
“Apa yang memberi
hidup?”
(yang terbaik dari yang
ada sekarang)
Mengapresiasi
DREAM
“Apa yang mungkin?”
(apa yang diinginkan
95
Siklus
dunia?)
Membayangkan Hasil
“Bagaimana
Siklus Appreciative memberdayakan,
belajar, menyesuaikan/
Inquiry bisa dilihat improvisasi?”
dalam diagram Melanjutkan
berikut:
DESIGN
Apa yang idealnya ada?
Konstruksi bersama
Pembaru dan Kekuatan Lokal untuk Pembangunan
1. Define (Menentukan)
Kelompok pemimpin sebaiknya menentukan ‘pilihan topik positif’: tujuan dari proses
pencarian – atau deskripsi mengenai perubahan yang diinginkan.
2. Discover (Menemukan)
Apa yang telah sangat dihargai dari masa lalu perlu diidentifikasi sebagai titik awal proses
perubahan. Proses menemukenali kesuksesan dilakukan lewat proses percakapan atau
wawancara dan harus menjadi penemuan personal tentang apa yang menjadi kontribusi
individu yang memberi hidup pada sebuah kegiatan atau usaha.
Pada tahap discovery, kita mulai memindahkan tanggung jawab untuk perubahan kepada
96 para individu yang berkepentingan dengan perubahan tersebut – yaitu entitas lokal.
Kita juga mulai membangun rasa bangga lewat proses menemukan kesuksesan masa lalu dan
dengan rendah hati tetapi jujur mengakui setiap kontribusi unik atau sejarah kesuksesan/
kemampuan bertahan.
Tantangan bagi fasilitator adalah mengembangkan serangkaian pertanyaan yang inklusif
tepat mendorong peserta mampu menceritakan pengalaman sukses serta peran mereka
dalam kesuksesan tersebut. Lihat lampiran untuk beberapa contoh pertanyaan.
3. Dream (Impian)
Dengan cara kreatif dan secara kolektif melihat masa depan yang mungkin terwujud, apa
yang sangat dihargai dikaitkan dengan apa yang paling diinginkan. Seperti apa masa depan
yang dibayangkan oleh semua pihak? Jawaban bisa berupa harapan atau impian. Sebuah
mimpi atau visi bersama terhadap masa depan yang bisa terdiri dari gambar, tindakan, kata-
kata, lagu, dan foto. Pada tahap ini, masalah yang ada didefinisikan ulang menjadi harapan
untuk masa depan dan cara untuk maju – sebagai peluang dan aspirasi.
Metode-Metode Paling Umum
4. Design (Merancang)
Proses di mana seluruh komunitas (atau kelompok) terlibat dalam proses belajar tentang
kekuatan atau aset yang dimiliki agar bisa mulai memanfaatkannya dalam cara yang
konstruktif, inklusif, dan kolaboratif untuk mencapai aspirasi dan tujuan seperti yang sudah
ditetapkan sendiri.
5. Deliver (Lakukan)
Serangkaian tindakan inspiratif yang mendukung proses belajar terus menerus dan inovasi
tentang “apa yang akan terjadi.” Hal ini merupakan fase akhir yang secara khusus fokus pada
cara-cara personal dan organisasi untuk melangkah maju. Dalam banyak kasus, AI menjadi
kerangka kerja bagi kepemimpinan dan pengembangan organisasi yang terus menerus.
97
Pembelajaran dari Appreciative Inquiry
Kegiatan pengembangan komunitas yang efektif bermula dari membangun hubungan di
tingkat komunitas. Menghargai capaian dan kekuatan komunitas merupakan aspek penting
untuk membangun hubungan tersebut. Untuk memfasilitasi hal ini, pendekatan berbasis aset
dipengaruhi oleh metodologi Appreciative Inquiry (AI). AI awalnya dikembangkan di Case
Western University sebagai cara untuk mentransformasi organisasi yang sulit berkembang.
Saat ini, AI sudah diterapkan di berbagai komunitas di dunia, seperti oleh ACCESS di Indonesia,
MYRADA di India, PACT di Nepal, World Vision di Tanzania, dan banyak program komunitas
yang dibiayai oleh Pemerintah Australia di wilayah Pasifik, Asia, dan Afrika.
Appreciative Inquiry adalah sebuah proses yang mendorong perubahan positif (alam organisasi
atau komunitas) dengan fokus pada pengalaman puncak dan kesuksesan masa lalu. Metodologi
Pembaru dan Kekuatan Lokal untuk Pembangunan
ini mengandalkan wawancara dan bertutur cerita yang memancing memori positif, serta analisis
kolektif terhadap berbagai kesuksesan yang ada. Analisis ini kemudian akan menjadi titik referensi
untuk merancang perubahan organisasi atau aksi komunitas di masa mendatang.
Di tingkat komunitas, AI menolak pendekatan fokus pada masalah dan berbasis kebutuhan
dari model pelayanan. AI mencoba untuk mentransformasi budaya komunitas yang tadinya
melihat dirinya dengan cara negatif menjadi mampu mengapresiasi kapasitas dirinya untuk
mewujudkan perubahan positif. Menolak untuk fokus pada masalah, AI mengadopsi apa yang
disebut Elliott (1999) sebagai “prinsip heliotropik”. Seperti layaknya tanaman yang tumbuh ke
arah sumber energi mereka, komunitas dan organisasipun tumbuh ke arah apa yang memberi
mereka kehidupan dan energi. AI menghasilkan energi tersebut dengan membantu komunitas
melihat dirinya dengan sudut pandang positif, menekankan kekuatan mereka, dan menginspirasi
98 mereka untuk berkolaborasi dalam kegiatan komunitas yang bisa memberikan kontribusi bagi
visi mereka akan masa depan. Meski tidak menyangkal adanya masalah, masalah tidak dibahas
secara langsung. Ashford dan Patkar (2001) mengilustrasikan hal ini dengan mengutip tulisan
Carl Jung, seorang psiko-analis:
Pada prinsipnya, semua masalah terbesar dan terpenting dalam hidup tidak bisa terpecahkan.
Masalah-masalah ini tidak akan pernah bisa diselesaikan, tetapi hanya bisa ditinggalkan. Lewat
investigasi lebih lanjut tentang “meninggalkan” masalah, terbukti bahwa hal ini membutuhkan
tingkat kesadaran yang baru. Munculnya minat lebih penting dan lebih luas di cakrawala, yang
membuat cara pandang kita menjadi lebih luas, sehingga masalah yang tak terpecahkan tadi
kehilangan urgensinya. Masalah itu tidak dipecahkan secara logis, tetapi luntur ketika dihadapkan
dengan daya tarik kehidupan yang baru dan lebih kuat. (hal. 86).
Metode-Metode Paling Umum
Misalnya, dalam pendekatan berbasis aset penting untuk mengidentifikasi apa yang harus 99
dilakukan agar kita bisa mengerjakannya dengan lebih baik lagi atau agar lebih memungkinkan
untuk mencapai mimpi kita, ketimbang menghabiskan waktu untuk menganalisis mengapa
sesuatu berjalan dengan tidak baik dan apa yang belum diperbaiki. Salah satu contoh yang tepat
untuk hal ini adalah pernyataan dari UNICEF tentang mengatasi masalah tingkat pendidikan
yang rendah, terutama bagi perempuan. Frase yang mereka gunakan adalah “melek huruf untuk
semua” – sebuah tujuan yang fokus untuk mencapai sesuatu, daripada fokus pada masalah.
Pengembangan Komunitas Berbasis Aset berangkat dari hasil kerja yang dilakukan sebagai
bagian dari gerakan masyarakat sipil dan perjuangan kelas di daerah-daerah kumuh sekitar
kota Chicago di Amerika Serikat. Kegiatan pengorganisasian komunitas dirancang untuk
merebut kekuasaan dari kelas menengah dan kelas atas, karena upaya memberdayakan wilayah-
wilayah miskin terus menerus berakhir dengan kekecewaan dan kepasrahan untuk menerima
ketergantungan pada orang lain.
Dua periset pionir memutuskan untuk mengubah keadaan ini dengan mendorong anggota
komunitas untuk melihat kembali ke dalam diri mereka. Komunitas yang bekerja dengan mereka
dibantu dalam mendokumentasikan semua kekuatan dan aset yang ada pada mereka, dan mulai
menggunakan semua itu sebagai dasar membangun fondasi ekonomi dan sosial baru.
100 Kedua pionir ini, Jody Kretzmann dan John McKnight, menuangkan hasil penemuan riset
mereka selama lima tahun tentang inisiatif-inisiatif komunitas yang berhasil dalam sebuah buku
yang berjudul ‘Building Communities from the Inside Out’15 atau ‘Membangun Komunitas dari
Dalam ke Luar”. Gagasan-gagasan John McKnight dan Jody Kretzmann kemudian mulai dikenal
dengan Asset Based Community Development (Pembangunan Komunitas Berbasis Aset/ABCD).
Dalam bukunya, mereka menjelaskan bagaimana komunitas lokal dengan kepemimpinan yang
berdedikasi berhasi mentransformasi ekonomi lokal dan kondisi kehidupan sosialnya. Setelah
hasil penelitian mereka diterbitkan, mereka mendirikan Departemen Asset Based Comunity
Development di Institute for Policy Research, Northwestern University, Illinois, Amerika Serikat.
ABCD Institute masih terus menyediakan sumber daya dan menginspirasi komunitas di seluruh
dunia dengan pendekatan radikal mereka terhadap pemberdayaan komunitas dan memperbaiki
basis ekonomi komunitas lokal.
Metode-Metode Paling Umum
Banyak institusi lain, yang paling terkenal adalah Coady Institute di St. Francis Xavier
University, Nova Scotia, Kanada, sekarang melanjutkan gagasan ABCD Institute. Coady Institute
telah melakukan riset tentang dampak ABCD dan melatih orang dari berbagai penjuru dunia
selama 10 tahun terakhir.
Belum lama ini, jaringan ABCD Asia Pasifik didirikan di Australia16. Beberapa jaringan
nasional lainnya yang mempromosikan ABCD telah berdiri di wilayah Asia Pasifik, termasuk
Vietnam dan Filipina.
Dua ‘peta’ di bawah ini adalah contoh tipikal apa yang dibahas dalam buku mereka. Yang
pertama adalah peta kebutuhan komunitas dalam kaitannya dengan ekonomi. Sementara,
peta kedua melihat realitas yang sama dengan lensa yang berbeda, yaitu melimpahnya peluang
ekonomi dan pemanfaatan aset fisik yang sudah ada dengan lebih baik.
Pembaru dan Kekuatan Lokal untuk Pembangunan
102
Sumber: Community Partnering Conference of the South East Asian Geography Association (SEAGA) di Manila, 2008.
Metode-Metode Paling Umum
103
Dampak lain dari kondisi tersebut adalah munculnya kepemimpinan yang hanya mampu
104 untuk mencetak gambaran negatif atas komunitasnya. Ketika peta kebutuhan adalah satu-
satunya hal yang mereka miliki untuk menggambarkan kenyataan, para pemimpin tersebut akan
berpikir bahwa cara paling tepat untuk menarik bantuan dari berbagai institusi eksternal adalah
hanya dengan meningkatkan tingkat kebutuhan atau permasalahan tersebut. Kepemimpinan
lokal kemudian dihargai dari berapa banyak bantuan sumber daya luar yang berhasil ditarik
masuk ke komunitas, bukan seberapa jauh tingkat kemandirian komunitas.
Di sisi lain, ketika komunitas didorong untuk fokus pada aset yang ada, maka mereka
mulai merasa berdaya dan mulai membuat perubahan untuk diri mereka sendiri. Mereka akan
memilih pemimpin yang mampu mendokumentasikan kapasitas serta aset mereka sendiri, dan
menghubungkan diri dengan institusi-institusi eksternal, termasuk pemerintah, sebagai mitra
untuk melaksanakan inisiatif mereka sendiri.
Metode-Metode Paling Umum
Para pendukung ABCD mendorong komunitas agar fokus berpikir bahwa mereka adalah
gelas setengah penuh – yaitu dengan melihat bahwa mereka memiliki aset ‘melimpah’ yang
layak dan belum digunakan. Mereka melakukan hal ini dengan mendorong komunitas untuk
mengidentifikasi aset yang bisa dihubungkan dengan beberapa konteks masalah, misalnya
seperti yang tergambarkan pada tabel berikut.17
Masalah
Aset Komunitas
Komunitas
Penyakit yang dapat
Contoh keluarga yang sehat sebagai model positif
dicegah
105
Infrastruktur sekolah atau Keterampilan menukang, sejarah membangun rumah bersama-sama,
klinik kesehatan dengan tradisi menabung, lahan kosong, hubungan dengan komunitas bisnis,
kondisi buruk akses terhadap sumber daya alam dan materi bangunan
Fitur yang berbeda dari ABCD adalah penekanannya untuk melibatkan warga sebagai bagian
dari asosiasi mereka, baik yang sudah ada sebelumnya maupun yang baru. Salah satu cara seorang
individu bisa menjalankan peranannya sebagai warga adalah dengan ikut bertanggung jawab
untuk membuat inisiatif kegiatan pemberdayaan masyarakat oleh mereka sendiri, misalnya
106 dengan membentuk kelompok sipil lokal. Proses pembangunan yang dipimpin oleh warga
akan terjadi secara spontan ketika warga membentuk asosiasi formal maupun informal untuk
melakukan kegiatan pengembangan komunitas. Sebagai alat untuk upaya bekerja sama, banyak
asosiasi yang kemudian mengambil peran lebih dari tujuan awalnya untuk berkontribusi penuh
pada proses pembangunan, termasuk untuk menjalin hubungan dengan publik dan institusi
swasta.
Dalam terminologi ABCD, sebuah asosiasi adalah segala organisasi komunitas dasar untuk
memperkuat individu dan menggerakkan kapasitas mereka. Sebuah asosiasi bisa didefinisikan
sebagai satu kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih, yang berkumpul untuk melakukan
kegiatan bersama dan biasanya memiliki visi atau tujuan bersama. Asosiasi adalah organisasi suka
rela yang beroperasi berdasarkan dari kehendak anggotanya. Pada prinsipnya, tidak ada yang
bisa memberi tahu anggota apa yang harus mereka lakukan – bahkan untuk menghadiri rapat.
Asosiasi bisa memiliki bentuk formal, dengan struktur kepengurusan dan keanggotaan yang
Metode-Metode Paling Umum
memiliki tugas masing-masing. Bisa juga informal, tidak punya nama, tidak ada kepengurusan,
dan tidak memiliki sistem keanggotaan formal. Beberapa asosiasi biasanya berdiri untuk
merespon isu sosial yang mendesak. Beberapa asosiasi lain terorganisir dalam beberapa kategori
minat seperti olah raga, budaya, gender, umur, keterampilan, layanan, dan kesamaan profesi.
Institusi adalah aktor utama lainnya alam proses pembangunan komunitas. Yang disebut
dengan institusi meliputi bisnis swasta, badan publik, dan OMS. Pada dasarnya, institusi adalah
sistem. Mereka terorganisir untuk mengendalikan sesuatu yang banyak oleh yang sedikit, serta
untuk produksi masal: “Meletakkan pemikiran sedikit orang kepada banyak tangan”. Seperti
yang dilihat oleh John Mc Knight, sistem merupakan hal yang sangat bagus untuk beberapa hal,
misalnya untuk menjalankan sebuah penerbangan. Kita tidak ingin pilot terus bertanya kepada
penumpang untuk meminta pendapat mereka kemana pesawat tersebut harus terbang, atau siapa
yang harus merawat pesawat tersebut. Sistem juga baik untuk menjaga efisiensi dalam birokrasi
penyediaan jasa, seperti kesehatan dan pendidikan.
Pembaru dan Kekuatan Lokal untuk Pembangunan
Walau sistem sangat membantu untuk menjaga efisiensi, namun penemu ABCD berpendapat
bahwa sistem bukan hal yang tepat untuk menunjukkan kepedulian. Sistem tidak bisa
mengakomodir perbedaan-perbedaan dari setiap individu. Sistem menciptakan pelanggan dan
klien, bukan produser dan warga. Ketika sistem tumbuh besar, biasanya mereka akan kewalahan
atau mengambil alih fungsi asosiasi. Lebih lanjut lagi, sistem biasanya tidak akuntabel untuk
komunitas lokal, melainkan untuk beberapa pusat kekuasaan atau serangkaian standar
profesional.
Namun demikian, biasanya ada beberapa orang di dalam institusi yang menyadari akan situasi
tersebut dan tidak menyukainya. McKnight dan Kretzmann menyebut orang-orang ini sebagai
“gappers” – yaitu orang-orang yang bekerja dalam institusi namun hatinya ada di komunitas.
Mereka biasanya yang akan menjembatani antara institusi dan asosiasi.
108
Pembelajaran dari Pembangunan Komunitas Berbasis Aset
Mendorong komunitas untuk melihat dirinya sendiri sebagai aset yang melimpah ketimbang aset
miskin memiliki dampak penting tidak hanya terhadap kemampuan mereka untuk memiliki dan
memimpin perubahan, tetap juga pemimpin seperti apa yang akan mereka pilih. Ketika warga
mulai menyadari adanya potensi di lingkungan mereka serta sumber daya untuk meningkatkan
kehidupan mereka, warga mulai melihat kehidupannya sebagai agen perubahan aktif dan akan
mencari pemimpin yang fokus untuk membantu mereka menggerakkan potensi yang disediakan
oleh lingkungan disekitarnya.
Pemetaan dan penggerakan aset membantu mengatasi masalah akibat timbulnya harapan
yang tidak sesuai. Ketika pemerintah atau badan lain meminta komunitas untuk mengidentifikasi
kebutuhan dasar mereka, maka segera timbul harapan di komunitas bahwa kebutuhan tersebut
Metode-Metode Paling Umum
akan dipenuhi oleh pemerintah maupun badan lain tersebut dalam waktu dekat. Maka biasanya,
semua lembaga akan berhati-hati untuk tidak bertanya terlalu banyak karena hal ini bisa
meningkatkan harapan di komunitas yang belum tentu bisa dipenuhi.
Dengan pendekatan ABCD, setiap orang didorong untuk memulai proses perubahan dengan
menggunakan aset mereka sendiri. Harapan yang timbul atas apa yang mungkin terjadi dibatasi
oleh apa yang bisa mereka sendiri tawarkan, yaitu sumber daya apa yang mereka bisa identifikasi
dan kerahkan. Mereka kemudian menyadari bahwa jika sumber daya ini ada atau bisa didapatkan,
maka bantuan dari pihak lain menjadi tidak penting. Komunitas bisa memulainya sendiri besok.
Proses ini membuat mereka menjadi jauh lebih berdaya.
Komunitas yang mampu mengidentifikasi aset mereka bisa memperkenalkan diri sebagai
entitas yang patut diperhatikan dan merupakan investasi bagi pemerintah dan donor. Akumulasi 109
aset (atau pengetahuan) adalah potensi jaminan bagi investor dan merupakan pengakuan bahwa
komunitas dan pemerintah bisa bekerja sama untuk pembangunan sebagai mitra dengan
kontribusi yang setara.
Penyimpangan Positif
Inisiatif Penyimpangan Positif (Positive Deviance, PD) adalah bentuk lain dari pembangunan
yang mencari juara, atau orang yang melakukan sesuatu hal dengan baik, dalam suatu konteks
tertentu sebagai cara untuk memengaruhi perubahan perilaku.
Simpangan positif berdasar pada pengamatan bahwa dalam setiap komunitas pasti ada beberapa
individu atau kelompok yang memiliki perilaku dan strategi berbeda, yang bisa menemukan
solusi lebih baik ketimbang rekan lainnya dalam komunitas tersebut. Padahal, mereka semua
memiliki akses yang sama terhadap sumber daya serta menghadapi tantangan yang sama baik
maupun buruknya.18
110 Simpangan positif merupakan sebuah strategi untuk mengidentifikasi mereka yang
menunjukkan kepemimpinannya untuk melakukan hal yang lebih baik daripada orang lain, dan
mengakui posisi kepemimpinan tersebut dengan mengundang mereka untuk berbagi pengalaman
kesuksesannya. Tugas dari OMS atau fasilitator komunitas adalah untuk mengidentifikasi di
mana contoh positif atas perubahan yang diharapkan bisa ditemukan, dan memberikan platform
bagi pelaku contoh baik tersebut untuk menjelaskan mengapa mereka memilih untuk menjadi
berbeda dalam arti kata positif, atau untuk mengambil tindakan yang berbeda namun lebih baik,
karena kemudian bisa memperbaiki situasi mereka saat itu.
Pendekatan Penyimpangan Positif merupakan sebuah pendekatan berbasis aset yang berdasar
pada fakta bahwa sebagian dari organisasi atau komunitas memiliki kinerja yang lebih baik
(melakukannya dengan baik), serta bahwa komunitas memiliki aset atau sumber daya yang
belum dimanfaatkan sepenuhnya. Hal ini membantu komunitas atau organisasi untuk fokus
Metode-Metode Paling Umum
pada perilaku yang tidak biasa namun lebih diinginkan, atau pada strategi yang ditemukan oleh
anggota komunitas yang melakukan hal baik walaupun dia/mereka merupakan bagian dari
kelompok besar yang tidak semuanya berhasil melakukan kesuksesan yang sama. Selain itu
komunitas atau organisasi juga bisa mengembangkan beberapa kegiatan atau inisiatif berdasarkan
penemuan-penemuan tersebut dan mengukur hasilnya. Pendekatan PD menawarkan perubahan
perilaku dan sosial yang berkelanjutan dengan mengidentifikasi solusi yang sudah ada dalam
sistem.
l Definisikan area fokus yang ingin dibahas, misalnya: nutrisi, layanan publik, atau perilaku
pencegahan penyakit
111
l Tentukan siapa dan perilaku apa yang paling sukses dalam konteks dan dalam komunitas
tertentu tersebut
l Rancang sebuah cara agar elemen ini bisa diadaptasi dan diterapkan untuk seluruh anggota
masyarakat sehingga hal ini bisa menjadi standar perilaku bagi banyak orang
PD menyebut langkah-langkah di atas sebagai 4D dan jelas ada pola yang serupa dengan
pendekatan 5D pada AI. Walau polanya sama – apa kesuksesan yang sudah pernah terjadi, apa
yang diinginkan, dan apa yang harus dilakukan berdasarkan kekuatan kita sendiri – namun
rincian dari setiap langkah tersebut sedikit berbeda dan lebih fokus. Untuk PD, langkah-langkah
Pembaru dan Kekuatan Lokal untuk Pembangunan
4D merupakan peta jalan dari sebuah proses. Istilah “PD inquiry (pertanyaan PD)” mengacu
pada tahap dalam proses tersebut di mana komunitas mencari perilaku dan strategi sukses yang
mungkin berulang di antara sesama anggota komunitas.
Istilah “Proses PD” mengacu kepada seluruh langkah penggunaan metode pembelajaran
berbasis pengalaman (experiential learning methods) serta keterampilan fasilitasi yang tepat untuk
diterapkan dalam empat langkah rancangan PD. Hal ini akan menghasilkan pengerahan sumber
daya dan rasa kepemilikan dari komunitas, penemuan solusi yang sudah ada, pembentukan
jaringan baru, dan lahirnya solusi baru sebagai hasil dari inisiatif komunitas.
Pendekatan Penyimpangan Positif mengubah cara penyelesaian yang biasa kita lakukan dari
puncaknya. Biasanya, kita akan melihat dasar teori untuk sebuah perubahan, atau mencoba
untuk memahami apa yang diperlukan untuk berubah. Biasanya, hal ini akan berujung pada
menemukan seseorang dari luar komunitas untuk memeriksa masalah yang ada, mengidentifikasi
solusi, kemudian meyakinkan komunitas agar mau mengadopsi penyelesaian tersebut. Proses
perubahan akan dimulai dengan mendapatkan pengetahuan baru atau mempelajari hal baru.
Metode-Metode Paling Umum
Langkah selanjutnya adalah untuk meyakinkan semua orang untuk mengubah sikap mereka –
yaitu untuk mau berubah dan bersedia mengadopsi pola perilaku yang baru.
Di sisi lain, Penyimpangan Positif bermula dari pengamatan akan sebuah praktik yang
sudah ada, dan dimulai dari perilaku. Tugas pertama dalam proses perubahan apapun adalah
untuk memeriksa dan meniru perilaku yang diinginkan dari dalam komunitas atau kelompok.
Kemudian, hal ini akan dilanjutkan dengan sebuah pengetahuan atau apresiasi mendalam
mengenai apa yang sudah ada dan bagaimana hal ini bisa dikembangkan atau diadaptasi untuk
mengatasi tantangan yang dihadapi oleh komunitas atau oleh anggota komunitas lainnya.
Gibson & Graham (2005) mengambil kesimpulan serupa berdasarkan kerja mereka di Filipina
dan Indonesia bagian timur. Mereka menemukan aset ekonomi tersembunyi, seperti modal
sosial, modal bersama yang timbul ketika beberapa keluarga saling membantu atau berbagi
sumber daya, usaha kecil seperti kios yang sering kali tidak tercatat dalam konteks ekonomi
formal, kerja sukarela membantu sesama warga mengorganisir sebuah acara, serta saweran
untuk mengadakan pesta atau membangun sesuatu bersama-sama. Ternyata, pekerjaan yang
dilakukan perempuan memegang peranan penting dalam kesehatan kondisi ekonomi, namun
Pembaru dan Kekuatan Lokal untuk Pembangunan
PEMBARU DAN KEKUATAN LOKAL UNTUK PEMBANGUNAN
upah buruh
wage labor
produce
produksi for a pasar
untuk market
perusahaan kapitalis
in a capitalist film
in neighborhoods
di sekolah diwithin
jalanfamilies
diantara keluarga diwilayah sekitar
unpaid in church/temple
114
118
1 18 tidak dibayar pensiunan
dithe
gereja/kuil diantara
retired between teman
freiends
hadiah mempekerjakan diri sendiri
gifts selft-employment volunteer
suka rela barter
tidak layak
barter dipasarkanchildren
moonlighting ilegal
pinjaman informal anak-anak
informal
tidak bernilai lending pekerjaan
moneter not for market
sampingan
menghidupi diri sendiri di bawah meja
illegal not motezed self-provisioning
koperasi produser koperasi pelanggan
under-the-table producer cooperatives
perusahaan non-kapitalis
hal ini jarang diperhitungkan. Mereka menyebut ekonomi kerakyatan sebagai fenomena gunung
es, seperti yang terlihat pada gambar di atas. Bagian yang terlihat di atas permukaan air adalah
ekonomi formal, sementara di bawah sebenarnya terdapat banyak kegiatan ekonomi yang terjadi
di sektor informal dan di tingkat rumah tangga.
Faktor yang membentuk sebuah komunitas yang kuat adalah kapasitas masyarakat lokal dan
kelompok mereka. Pengakuan akan kapasitas ini bisa dimulai dengan mengkonstrusi sebuah
sudut pandang baru di mana komunitas bisa “mulai menyusun kekuatan mereka ke dalam
beberapa kombinasi baru, struktur kesempatan yang baru, sumber pemasukan dan kontrol yang
baru, dan kesempatan produksi yang juga baru” (ibid, p. 6).
Wacana dari Ekonomi Komunitas yang Beragam dan proses yang mereka gunakan sangat
bermanfaat untuk membangun inisiatif komunitas lokal untuk pengembangan ekonomi,
terutama untuk perempuan.
Pembangunan Endogen
Pembangunan endogen adalah pembangunan yang berdasar dari dalam konteks atau komunitas
tertentu. Istilah ini mengacu pada sebuah model perubahan yang organik dan mendasar pada
Pembaru dan Kekuatan Lokal untuk Pembangunan
konteksnya. Pembangunan endogen berkembang dengan menemukan apa yang bisa ditemukan
dalam satu konteks tertentu berdasarkan stimulus dari pengetahuan dan pemahaman di luar
konteks tersebut. Pembangunan endogen sebagai sebuah pendekatan untuk kerja pembangunan
sudah dipromosikan oleh Compas Network19.
Tujuan Pembangunan Endogen adalah untuk memperkuat komunitas lokal untuk mengambil
alih kendali akan proses pembangunan mereka sendiri dengan cara:
l Merevitalisasi pengetahuan turun temurun dan pengetahuan lokal
l Memilih sumber daya eksternal yang paling sesuai dengan kondisi lokal
l Mencapai peningkatkan keanekaragaman hayati dan keragaman budaya, mengurangi
kerusakan lingkungan, dan interaksi di tingkat lokal dan regional yang berkesinambungan.
116 Beberapa konsep kunci pembangunan endogen sebagai contoh penerapan pendekatan berbasis
kekuatan, serta sebagai bagian dari konteks sejarah penerapan pembangunan komunitas berbasis
aset adalah:
l Memiliki kendali lokal atas proses pembangunan;
l Mempertimbangkan nilai budaya secara sungguh-sungguh;
l Mengapresiasi cara pandang dunia;
l Menemukan keseimbangan antara sumber daya lokal dan eksternal.
Praktisi pembangunan endogen dan contoh dari pendekatan ini kebanyakan bekerja di
wilayah Amerika Latin dan India. Misalnya, komunitas di India sudah bekerja sama dengan
praktisi kesehatan untuk menganalisis tanaman dan rempah yang digunakan oleh tabib
untuk menemukan mana yang paling efektif untuk menangani penyakit yang ditularkan oleh
nyamuk. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan penggunaan tanaman dan rempah sehingga
bisa mengurangi ketergantungan terhadap obat-obatan. Komunitas juga kemudian didorong
Metode-Metode Paling Umum
untuk menanam tanaman yang paling bermanfaat dan tumbuh di sekitar mereka dengan
mengembangkan Kebun Tanaman Obat. Hasilnya adalah kombinasi dari praktik tradisional dan
modern yang terbukti bisa lebih efektif dan lebih hemat biaya.20
Di bagian timur Indonesia, Threads of Life, sebuah usaha sosial yang berbasis di Bali juga menerapkan
ide dasar Pembangunan Endogen ketika bekerja sama dengan para penenun tradisional. Warisan
budaya dan adat yang diwujudkan dalam produksi kain tradisional diberi nilai komersial yang
lebih tinggi dibanding harga pasar sebagai hanya sekadar kain. Bahan yang ditenun dengan tangan
ini mengandung banyak ‘budaya yang tak terhingga’, seperti yang dikatakan oleh William Ingram,
co-founder Threads of Life. Istilah budaya tak terhingga ini meliputi nilai-nilai, pengetahuan,
pemahaman, serta aspirasi yang tersirat di balik ekspresi budaya dan perilaku komunitas di desa
sehari-hari. Praktik pembangunan barat pada umumnya, atau ekonomi berbasis barat, tidak 117
pernah menyertakan nilai komersil atas hal-hal yang sangat penting dan tak terpisahkan dalam
kehidupan sehari-hari ini. Di sisi lain, dengan kerelaan untuk membayar lebih untuk sebuah kain
tradisional, Threads of Life membantu mengembangkan komunitas dengan mendapatkan kembali
harga diri yang mereka miliki tentang identitas mereka dan apa yang mereka wakili ke dunia luar.
“Kunci pembangunan yang sukses dan berkelanjutan adalah dengan bekerja sama dengan budaya
tradisional dan terlibat dengan nilai yang tersirat dalam budaya tradisional tersebut.”21
selalu tidak bisa mengakui aset kunci yang ternyata bisa dimobilisasi untuk wilayah pedesaan di
negara berkembang. Aset ini biasa disebut sisi spiritual – sistem kepercayaan, cerita, dan tradisi
yang datang dari adat dan sangat memengaruhi kehidupan sehari-hari komunitas. Hal ini sering
kali diabaikan oleh pekerja pembangunan asing, bahkan dianggap hambatan untuk kemajuan
program. Pembangunan Endogen mengubah hal ini menjadi aset penting yang bisa dimobilisasi
untuk pembangunan sosial dan ekonomi kerakyatan. Di saat orang lain menganggapnya sebagai
kekurangan, metode ini malah mengubahnya menjadi salah satu pilar pembangunan.
l Pembangunan Komunitas Berbasis Aset – yang berkontribusi pada cara pandang bahwa
orang bisa mengubah persepsi atas lingkungan mereka saat ini, yaitu dari selalu tergantung
terhadap kebutuhan menjadi memiliki aset yang berlimpah. Ketika mereka melakukan
Metode-Metode Paling Umum
perubahan sudut pandang ini, mereka menghargai fakta bahwa aset mereka sendiri bisa
digunakan untuk mencapai apa yang mereka belum miliki. Mereka bisa memulai proses
perubahan dari dalam keluar.
l Ekonomi Komunitas yang Beragam – yang berkontribusi untuk menerapkan kunci perspektif
ABCD pada pembangunan ekonomi lokal berbasis masyarakat.
120
Tahap – tahap dalam Pelaksanaan Pendekatan Berbasis Aset 121
BAB 7
Tahap – tahap 121
dalam Pelaksanaan
Pendekatan
Berbasis Aset
Pembaru dan Kekuatan Lokal untuk Pembangunan
Bab ini menggarisbawahi enam tahap kunci yang bisa digunakan untuk memadu-padankan bagian
– bagian pendekatan berbasis aset. Tahapan kunci ini adalah suatu kerangka kerja atau panduan
tentang apa yang mungkin dilakukan, tapi bukan apa yang harus dilakukan. Tiap komunitas,
organisasi atau situasi itu berbeda – beda dan proses ini mungkin harus disesuaikan agar bisa
cocok dengan situasi tertentu. Tiap tahapan bisa saja memiliki penekanan tertentu, tergantung
pada titik berangkatnya. Misalnya, bila satu program baru saja dimulai, maka tahapan awal lah
yang paling penting. Bila satu program sedang berjalan, maka tahapan seperti perencanaan aksi
dan monitoring menjadi tahapan paling penting. Walaupun derajat penekanannya berbeda di
tiap bagian dalam siklus proyek, tetapi tiap – tiap tahapan memiliki sumbangsih penting masing-
masing.
122
Enam tahapan yang akan dijabarkan dibawah ini adalah:
l Tahap 1: Mempelajari dan Mengatur Skenario
l Tahap 2: Menemukan Masa Lampau
l Tahap 3: Memimpikan Masa Depan
l Tahap 4: Memetakan Aset
l Tahap 5: Menghubungkan dan Menggerakkan Aset/Perencanaan Aksi
l Tahap 6: Pemantauan, Pembelajaran dan Evaluasi
Tahap – tahap dalam Pelaksanaan Pendekatan Berbasis Aset
1. Tempat
2. Orang
3. Fokus Program
4. Informasi tentang Latar Belakang
123
Tempat
Bagian penting dari tahap pertama ini adalah pendekatan berbasis aset dan dipelopori oleh warga
untuk memutuskan lokasi, organisasi atau komunitas, di mana proses perubahan akan terjadi.
Hal ini penting dilakukan diawal, karena lokasilah yang akan menghasilkan informasi – informasi
yang spesifik di konteksnya, dan memengaruhi keseluruhan rancangan input berikutnya. Di mana
kita bekerja sama pentingnya dengan bagaimana proses yang kita gunakan. Termasuk dalam
pertimbangan tempat adalah menentukan di mana pertemuan awal akan dilakukan. Tempat-
tempat tertentu memiliki konotasi atau pengaruh sosial dan politik tersendiri. Misalnya, bila
kita ingin bekerja dengan kelompok yang kurang akses ke sumber daya, maka harus melakukan
riset sebelumnya tentang lokasi kerja kita nantinya. Mungkin kita juga harus menjelaskan alasan
pemilihan lokasi tersebut pada pemerintah setempat. Pilihan lokasi juga bisa jadi dipengaruhi
Pembaru dan Kekuatan Lokal untuk Pembangunan
oleh rencana pembangunan di tingkat distrik yang telah disepakati. Dalam kasus ACCESS
rencana ini dipengaruhi oleh Visi Kabupaten dan Rencana Kerja yang dipilih oleh Organisasi
Non Pemerintah (Ornop).
Kemiskinan atau ‘kebutuhan terbesar dunia’ bukan kriteria yang berguna untuk melaksanakan
pendekatan berbasis aset. Yang jauh lebih penting adalah kemauan untuk berpartisipasi. Salah
satu cara menilai kemauan ini adalah dengan mencari tanda – tanda kepemimpinan lokal yang
kuat, sejarah kerja bersama untuk kepentingan bersama, serta modal sosial yang tinggi. Mencari
komunitas seperti ini akan memakan waktu lama. Penting untuk mengenal orang – orang, dan
cara mereka berinteraksi dalam komunitas tersebut. Sebaliknya, bila suatu komunitas tidak
mau berkomitmen pada kekuatan dan sumber dayanya, maka disarankan untuk tidak bekerja di
komunitas tersebut, untuk alasan sosial politik apapun.
124
Bila komunitas atau organisasi sudah dipilih, maka diharapkan untuk memilih lokasi mulai
yang netral secara politik, yang tidak mengkaitkan proses ini dengan pemilik kekuasaan. Dan
dalam konteks masyarakat di mana konflik sedang berlangsung, penting untuk memilih posisi
netral yang tidak bisa dikaitkan atau diidentifikasi sebagai domain salah satu pihak yang terlibat
dalam konflik.
Masyarakat
Kita harus sangat jelas tentang siapa yang akan terlibat. Harus ada cukup waktu yang digunakan
untuk membangun hubungan dengan masyarakat atau kelompok, sehingga Organisasi Non
Pemerintah bisa memahami dinamika internal dan hubungan – hubungan majemuk yang
ada dalam komunitas. Tidak cukup untuk mengasumsikan bahwa kita akan bekerja bersama
Tahap – tahap dalam Pelaksanaan Pendekatan Berbasis Aset
seluruh komunitas, hanya karena kita sudah mendorong setiap orang untuk terlibat. Dalam
menggunakan pendekatan berbasis aset, penting untuk memastikan semuanya jelas bahwa
setiap orang memiliki sesuatu yang bisa dikontribusikan, setiap orang punya bakat, talenta,
kemampuan atau cara pandangan yang bermanfaat. Seluruh komunitas, bukan salah satu bagian
saja, harus dilibatkan.
l Inklusif gender – memastikan laki – laki dan perempuan terwakili secara setara di tiap
kegiatan, mulai dari penentuan agenda sampai dengan monitoring dan evaluasi.
l Inklusif orang muda – memberikan kesempatan bagi orang muda dibawah sampai dengan 16
tahun untuk berpartisipasi.
l Inklusif secara sosial – memastikan bahwa mereka yang dengan alasan apapun terasing dari 125
komunitas, juga hadir (penting memastikan keterlibatan etnis minoritas, orang miskin, yang
terisolasi secara geografis, juga mereka yang dianggap rendah karena kondisi yang dialami
sejak lahir, agama ataupun kondisi fisik, mereka yang baru bermukim di lokasi tersebut,
maupun mereka secara sejarah terpisah dari kelompok atau keluarganya).
l Inklusif penyandang disabilitas – pelajari mereka yang menyandang disabilitas atau punya
kebutuhan khusus dan memastikan bahwa mereka ini bisa juga terlibat di seluruh proses
sejak awal.
Penting juga untuk memastikan keterlibatan agen perubahan formal maupun informal dalam
komunitas. Agen perubahan seperti itu biasanya adalah mereka yang bekerja di belakang layar
dan memastikan keberhasilan suatu upaya. Mereka ini belum tentu dipilih atau dinominasikan
sebagai pemimpin di komunitas.
Pembaru dan Kekuatan Lokal untuk Pembangunan
Fokus Program
Di banyak konteks pembangunan, alasan kita bekerja bersama masyarakat biasanya sudah
ditentukan sebelumnya. Ada yang ditentukan oleh pemerintah setempat atau donatur atau
mananjer program. Ada yang ditentukan oleh karakter intervensi, misalnya pemulihan
dan rehabilitasi setelah bencana alam atau program untuk pengembangan ekonomi lokal
atau memperbaiki pengelolaan sumber daya alam sebagai respon terhadap perubahan iklim.
Komunitas sendiri bisa jadi terlibat dalam penentuan ini. Di ACCESS, banyak Ornop sudah
memiliki rancangan konsep atau fokus program untuk menyikapi tema yang muncul dari Visi
Kabupaten dan Rencana Kerja.
Komunitas ingin tahu mengapa kita hadir ditengah mereka dan fokus program kita bisa
126 menjelaskan ini. Fokus program bisa juga dipahami sebagai topik pembicaraan kita dengan
komunitas. Komunitas bisa saja ingin membicarakan berbagai hal tetapi diskusi dan interaksi
bisa dibatasi dengan menyampaikan bahwa kita diundang untuk menjajaki hal atau kepedulian
tertentu.
Bila alasan atau latar belakang ini sudah ditentukan, maka harus sangat umum seperti
‘memajukan kesehatan’ atau ‘memajukan kesempatan mendapatkan pendidikan’, atau untuk
memberdayakan komunitas agar bisa mengelola sumber dayanya dengan lebih baik. Penting
untuk tidak menjadi terlalu spesifik agar masih ada ruang bagi komunitas untuk terlibat dalam
menentukan fokus yang diinginkan bagi diri mereka sendiri.
Dalam memilih fokus atau latar belakang keterlibatan kita, pastikan kita melakukannya
secara positif atau apresiatif. Tujuan utama penyelidikan atau fokus kegiatan yang akan
membawa perubahan haruslah suatu outcome yang diinginkan. Pilihan topik kita harusnya
untuk mencapai sesuatu yang diinginkan, bukannya menghindari sesuatu yang menyebabkan
Tahap – tahap dalam Pelaksanaan Pendekatan Berbasis Aset
masalah di masa lampau. Misalnya, bukan ‘mengurangi kerentanan terhadap kelaparan’ tetapi
lebih baik ‘memastikan ketersediaan pangan yang berlimpah’. Atau, daripada ‘mengurangi kasus
kekerasan dalam rumah tangga’, lebih baik membuatnya menjadi ‘meningkatkan harmoni atau
kesetaraan dalam rumah tangga’.
Metode ABDC tidak menyarankan kita pemilihan topik perubahan sebelumnya. Bagi ABCD,
topik harusnya muncul sebagai hasil dari penjajakan sumber daya yang paling berguna, baik
yang ada maupun yang potensial. Dalam pendekatan seperti ABCD, konteks akan menentukan
kesempatan, dan kesempatan akan menentukan arah perubahan. Pada gilirannya, arah perubahan
akan bertambah luas dan menjadi lebih holistik ketika pemahaman komunitas tentang diri
sendiri dan kesepakatan untuk menyikapi aspirasi tertentu, terus berkembang.
127
Informasi Latar Belakang
Pada tahap awal membangun hubungan dengan komunitas atau kelompok, akan ada
kesempatan untuk melengkapi penelitian awal di konteks yang ada. Riset ini hanyalah bagian
dari pengambilan data dasar yang mungkin dibutuhkan, dan biasanya terkait informasi yang
bisa dikumpulkan melalui survey atau review atas survey yang sudah ada. Riset latarbelakang ini
termasuk jenis informasi yang bisa dikumpulkan tanpa banyak keterlibatan masyarakat ataupun
kebutuhan perspektif dan sumber – sumber yang berbeda. Kebanyakan adalah data obyektif
tentang konteks yang ada, dan bukanlah identifikasi kebutuhan, keinginan atau masalah yang
dihadapi komunitas.
Ketika monitoring rencana kerja atau pelaksanaan oleh Ornop yang menggunakan pendekatan
berbasis aset, akan sangat berguna untuk menanyakan tentang bagaimana tiap – tiap point diatas
akan atau sudah disikapi.
Pembaru dan Kekuatan Lokal untuk Pembangunan
Terkadang peran perantara dibutuhkan untuk memperkenalkan agen perubahan dari luar.
Terkadang perlu menggunakan salah satu proses yang disarankan di bawah ini (Alat) untuk
mengidentifikasi agen perubahan kunci atau fasilitator komunitas untuk bekerja bersama kita.
Proses mengidentifikasi tempat mulai yang cocok dan organisasi komunitas yang menjadi
target bisa jadi sudah ditentukan oleh lembaga luar, seperti pemerintah atau donatur. Bisa juga
dibutuhkan investigasi awal berdasarkan kriteria – kriteria yang telah disepakati.
Alat
Semua pendekatan berbasis aset dimulai dari percakapan dan cerita. Percakapan merupakan
nadi dari seluruh kekuatan dan pendekatan berbasis aset. Percakapan tentang capaian di masa
lampau, aspirasi masa depan, aset potensial dan orang – orang yan membuat perubahan yang
Tahap – tahap dalam Pelaksanaan Pendekatan Berbasis Aset
lebih baik, adalah alat yang paing mendasar. Secara khusus, tahap awal dalam membangun
kepercayaan dan belajar memahami komunitas, mendorong percakapan yang kaya dan menerus
adalah alat terbaik yang tersedia.
Percakapan bisa formal atau informal. Percakapan informal bisa mendorong orang bercerita
tentang apa yang paling dibanggakan oleh komunitas dan apa yang menjadi kepedulian
komunitas yang beragam, baik orang muda, perempuan, penyandang disabilitas, orang renta,
maupun mereka yang terpinggirkan. Percakapan bisa jadi formal, dalam konteks pertemuan,
ketika ada pertanyaan yang sama untuk semua orang, tetapi masing-masing punya kesempatan
untuk menyampaikan pendapat dengan cara mereka, berdasarkan pengalaman masing-masing.
Ada sejumlah alat atau metode yang bisa disarankan untuk kepentingan ini. Mungkin yang
paling berguna adalah proses Wawancara Apresiatif, baik di kelompok kecil maupun secara 129
individual. Cara ini bisa digunakan untuk mengidentifikasi orang-orang yang paling terbuka
untuk perubahan, yang paling kreatif dalam membayangkan masa depan.
Banyak yang memulai dengan forum terbuka atau membuat ruang bagi masyarakat untuk
mengembangkan percakapan yang lebih terbuka. Termasuk di dalamnya adalah World Cafe dan
Open Space Technology.
rumit. Mengubah data menjadi visual dan peta yang bisa diakses dapat dilakukan dengan
menggunakan program OpenStreetMap yang bisa diunduh gratis.
OpenStreetMap (OSM) adalah proyek kolaboratif yang menciptakan peta dunia yang bisa
diedit. Dua kekuatan utama di balik pembuatan dan perkembangan OSM adalah larangan
penggunaan peta informasi yang ada di berbagai belahan dunia, dan ditemukannya alat navigasi
satelit portabel yang murah.
Peta tersebut diciptakan dengan menggunakan data dari alat GPS portabel, potret udara, dan
sumber – sumber gratis lainnya atau bahkan dari pengetahuan lokal. Tetapi baik gambar yang
dihasilkan dari kumpulan data ini dan kategori informasi yang dapat dikumpulkan, tersedia dan
dapat diunduh di Creative CommonsAttribution-ShareAlike 2.0.[4]
130
ACCESS dan mitra bekerja di 20 kabupaten di Indonesia bagian Timur, dan sekarang
menggunakan ‘Pendekatan OpenStreetMap’ bersama – sama dengan perangkat editing lain yang
juga dapat diunduh gratis seperti JOSM dan program editing data vektor lain seperti Quantum
GIS. Dengan berbagai kombinasi, perangkat – perangkat ini sekarang digunakan sebagai cara
untuk memasukkan informasi komprehensif yang kemudian dapat digunakan untuk memetakan
kesuksesan program dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga. Informasi ini berguna untuk
kebutuhan perencanaan dan monitoring pemerintah. Juga berguna bagi komunitas, dengan
melakukan pemetaan perkembangan mereka secara partisipatif, misalnya, perkembangan
kesejahteraan, sanitasi lingkungan, gizi, kondisi kesehatan dasar dan memastikan partisipasi
kelompok rentan, termasuk penyandang disabilitas, orang muda dan perempuan.
Tahap – tahap dalam Pelaksanaan Pendekatan Berbasis Aset
l Mengungkap (discover) sukses – apa sumber hidup dalam komunitas. Apa yang memberi
kemampuan untuk tiba di titik ini dalam rangkaian perjalanannya. Siapa yang melakukan
lebih baik.
l Menelaah sukses dan kekuatan – elemen dan sifat khusus apa yang muncul dari telaah cerita
– cerita yang disampaikan oleh komunitas.
131
Bercerita di Discovery
Tahap discovery merupakan pencarian yang luas dan bersama-sama oleh anggota komunitas
untuk memahami “apa yang terbaik sekarang” dan “apa yang pernah menjadi terbaik”. Di sinilah
akan ditemukan “inti positif ” – pontensi paling positif untuk perubahan di masa depan.
Untuk membantu pencerita mengingat informasi rinci tentang kekuatan dan aset,
pewawancara perlu menggali dengan pertanyaan. Pewawancara sedang berupaya memahami
faktor pendorong sukses, belajar bersama dengan orang yang sedang bercerita.
132 l Bagaimana peran anda dalam sukses tersebut? (Orang mungkin tidak ingin atau terlalu
malu menceritakan kekuatan dan kapasitas diri sendiri. Bila demikian, anda mungkin harus
mencari tahu dengan bertanya pada orang lain).
l Siapa lagi yang membantu mencapai sukses yang anda alami sejauh ini?
Dokumentasi kekuatan, aset dan faktor pendukung positif yang baik sangat penting , karena
informasi – informasi ini akan digunakan di tahap pemetaan aset.
Dengan dorongan positif, pertanyaan – pertanyaan diatas akan menghasilkan cerita yang kaya
yang mencerminkan pencapaian, nilai dan aspirasi individual, kelompok maupun komunitas.
Peran fasilitator adalah membantu kelompok menggambarkan tema umum dari cerita – cerita
tersebut. Juga mulai memahami alasan mengapa proses ini digelar dengan cara seperti itu, dan
memahami hubungan antara beragam aset komunitas.
Tahap – tahap dalam Pelaksanaan Pendekatan Berbasis Aset
Tujuan Discovery
Tahap discovery ditujukan untuk:
Pesan kunci yang ingin kami sampaikan di tahap Discovery adalah bahwa komunitas: 133
l Sudah pernah mencapai sukses atau bahwa mereka sudah melakukan hal seperti ini
sebelumnya.
l Memiliki rasa bangga dan percaya terhadap upaya mereka sendiri
l Memiliki contoh bagaimana mereka bisa melakukan sesuatu yang lebih baik atau bagaimana
mereka mampu mengatasi kesulitan – kesulitan.
l Memiliki cerita sukses yang memberikan mereka contoh baik serta menjadi inspirasi di masal
depan.
l Mulai mengidentifikasi beberapa kekuatan dan asetnya.
l Melalui proses ini komunitas menemukan energi dan kepercayaan diri untuk bisa bergerak ke
masa depan yang tidak diketahuinya dan bisa jadi melampaui apa yang mereka bayangkan.
Pembaru dan Kekuatan Lokal untuk Pembangunan
Bagaimana?
Mulailah dengan pertanyaan – pertanyaan umum. Minta orang-orang untuk bercerita tentang
sukses komunitas di masa lalu, di mana masyarakat mengambil inisiatif tanpa bantuan dari luar.
Ajukan juga pertanyaan yang berhubungan dengan fokus keterlibatan kita – topik penyelidikan
yang akan digali. Misalnya: ‘bagaimana komunitas ini berkontribusi pada pengelolaan dan
berfungsinya sekolah atau klinik? Atau perluas pertanyaan menjadi ‘apa yang telah anda lakukan
untuk memastikan bahwa masyarakat tetap sehat atau apa kegiatan ekonomi yang menurut
anda paling berguna?’ Tanyakan tentang sukses di praktik pertanian atau pengelolaan sumber
daya alam.
134 Contohnya, diskusi bisa dimulai dengan salah satu dari point dibawah ini:
l Ceritakan pada saya tentang satu inisiatif komunitas yang menurut anda berhasil, dan
merupakan upaya komunitas sendiri. (Bisa jadi membantu bila didahului dengan pertanyaan
tentang upaya – upaya yang sudah dilakukan oleh komunitas dengan menggunakan sumber
daya sendiri atau dengan hanya sedikit bantuan luar).
l Ceritakan pada saya tentang satu kegiatan yang dilakukan oleh anggota komunitas yang
menguntungkan ekonomi lokal dan terus memberikan keuntungan bagi komunitas lokal
.
l Ceritakan pada saya tentang suatu waktu di mana anda sendiri berkontribusi memperbaiki
kesehatan komunitas atau keluarga anda, dengan sumber daya anda sendiri, serta gagasan
tentang bagaimana hidup sehat itu.
Tahap – tahap dalam Pelaksanaan Pendekatan Berbasis Aset
Mengacu pada metode Simpangan Positif, minta komunitas membantu menemukenali siapa
dalam komunitas yang pernah sangat sukses, misalnya dalam hal kegiatan ekonomi, produksi
pangan, kesehatan dan gizi untuk keluarganya, dan sebagainya.
Biasanya, pada awalnya, hal ini dilakukan dalam wawancara perorangan. Namun hal ini
tidak cukup praktis dan terkadang tidak pantas dilakukan di konteks komunitas tertentu. Untuk
alasan tersebut, maka proses discovery atau wawancara apresiatif ini bisa juga dilakukan dalam
kelompok. Kelompok diskusi biasanya dibagi menjadi kelompok laki – laki, kelompok perempuan,
kelompok laki – laki dan perempuan dewasa, kelompok orang muda, dan sebagainya.
Saran lain adalah untuk memulainya dengan sangat informal di awal tahap membangun
hubungan, kemudian membuatnya lebih sistematik atau formal bersama kelompok.
135
Yang ketiga, bisa jadi lebih baik untuk memulai dengan seluruh komunitas, melakukan
wawancara dalam kelompok – kelompok yang dibagi berdasarkan gender dan umur. Dengan begitu
seluruh komunitas bisa mengerti bagaimana proses ini dilakukan. Setelah pertemuan umum
dan biasanya singkat ini dilakukan, fasilitator bisa melakukan wawancara apresiatif terhadap
individu atau rumah tangga. Terkadang pertemuan besar juga menjadi ajang menemukenali co-
fasilitator atau relawan dari desa yang akan membantu dalam proses wawancara individu atau
rumahtangga.
atau sesi diskusi kelompok dengan pihak – pihak yang berasosiasi dengan komunitas. Bisa pelaku
usaha lokal, pedagang, pemuka agama lokal, unsur pemerintah lokal seperti guru, staf kesehatan,
PPL, atau camat dan staf pemerintah lokal lainnya.
Peran Fasilitator
Sangat penting bagi fasilitator untuk terlibat dalam proses bercerita dan wawancara ini dengan
cara pikir yang apresiatif. Fasilitator atau staf Ornop harus bisa memandang proses ini sebagai
kesempatan untuk belajar tentang apa yang bisa ditawarkan oleh komunitas dan kekuatan yang
dimiliki untuk membuat perubahan. Komunitaspun harus bisa melihat bahwa Ornop benar –
benar tertarik mempelajari apa yang dibanggakan oleh komunitas.
136
Fasilitator pun harus bisa menunjukkan pendekatan menyimak apresiatif. Fasilitator atau
pewawancara dituntut untuk menyimak dengan aktif dan apresiatif, atau memanfaatkan peluang
untuk mengenali dan mengakui bagian terbaik dari cerita yang disampaikan. Mengapresiasi
adalah menghargai, prize, esteem and honour.
Tahap ini juga bisa dilakukan dalam satu minggu atau lebih panjang, dimulai dan berpuncak
pada pertemuan kelompok besar dengan sejumlah besar anggota komunitas. Di antara dua
pertemuan besar tersebut, diskusi terfokus kecil atau wawancara perorangan bisa dilakukan.
l Identifikasi kontribusi – apa saja kontribusi orang lain – dukungan yang diberikan oleh,
misalnya, keluarga, anggota kelompok, atau komunitas anda?
l Elemen sukses – apa yang membuat sukses tersebut – apa kekuatan, keterampilan khusus,
sumber daya atau aset yang anda gunakan? Elemen sukses bisa dijelaskan sebagai pembelajaran
– pembelajaran apa yang anda peroleh dari pengalaman sukses ini, sesuatu yang akan anda
lakukan lagi dan lagi setelah pengalaman tersebut.
l Menyeleksi cerita terbaik atau yang paling informatif untuk dihubungkan dengan seluruh
komunitas, atau yang paling bisa mewakili capaian komunitas.
Pembaru dan Kekuatan Lokal untuk Pembangunan
Sangat penting dipastikan bahwa anda mengajukan pertanyaan yang tepat. Pertanyaan harus
cocok dengan konteks orang, tempat dan juga hakikat penyelidikan, atau fokus percakapan
ini. Adalah normal untuk mengujicoba pertanyaan yang ingin diajukan, sampai menemukan
rangkaian kata – kata yang tepat untuk mendorong respon yang berharga.
Metode Simpangan Positif dimulai dengan menggali informasi siapa dalam komunitas yang
melakukan hal – hal yang lebih baik daripada yang lain. Simpangan Positif berguna bila kita
mencari pola perilaku yang diinginkan. Contohnya, bila fokus kita adalah mempromosikan praktik
pertanian yang baik, atau ketahanan pangan maka komunitas bisa diminta mengidentifikasi siapa
petani terbaik di antara mereka. Bila fokus kita adalah memajukan fungsi pelayanan kesehatan
di desa, maka mulailah bertanya pada mereka yang paling mendapat keuntungan dari pelayanan
kesehatan, atau contoh pusat pos layanan kesehatan terbaik serta pelayanan yang mereka berikan.
138
Tahap 3: Mimpikan Masa Depan
Memimpikan masa depan atau proses pengembangan visi (visioning) adalah kekuatan positif luar
biasa dalam mendorong perubahan. Tahap ini mendorong komunitas menggunakan imajinasinya
untuk membuat gambaran positif tentang masa depan mereka. Proses ini menambahkan energi
dalam mencari tahu “apa yang mungkin.”
Tahap ini adalah saat di mana masyarakat secara kolektif menggali harapan dan impian untuk
komunitas, kelompok dan keluarga mereka. Tetapi juga didasarkan pada apa yang sudah pernah
terjadi di masa lampau. Apa yang sangat dihargai dari masa lampau terhubungkan pada apa yang
diinginkan di masa depan, dengan bersama-sama mencari hal – hal yang mungkin. Bagaimana
masa depan yang bisa dibayangkan oleh komunitas secara bersama?
Tahap – tahap dalam Pelaksanaan Pendekatan Berbasis Aset
Perbedaan antara tahap mimpi dengan menggunakan pendekatan berbasis aset dengan di
proses visioning lain adalah, mimpi di sini dibangun diatas penggalian kekuatan yang ada sekarang.
Mimpi tanpa didahului oleh penggalian aset atau kekuatan akan berakhir hanya sebagai daftar
khayalan dan tidak berakar pada kenyataan.
Mengartikulasi Mimpi
Kebanyakan komunitas tradisional yang tidak mengecap pendidikan modern, tidak terbiasa 139
mempunya mimpi masa depan. Mereka hidup dalam masyarakat yang diatur dengan tradisi
dan bagi mereka hari esok adalah tantangan. Dengan memberikan mereka ruang untuk
mengembangkan visi mereka, setelah mempelajari aset mereka, akan sangat membantu untuk
membayangkan masa depan yang bisa diraih.
Pelajaran yang dapat dipetik dari beberapa pengalaman adalah bahwa ketika melakukan
visioning, ada bahaya kecenderungan bahwa hasilnya akan terlalu sempit atau sebaliknya sekadar
daftar keinginan hal-hal yang diinginkan sesuai anggaran yang tersedia. Dengan kata lain, kita
tidak perlu takut untuk membiarkan masyarakat membayangkan hal-hal baru yang mungkin
dilakukan serta cara-cara baru bekerja sama guna mewujudkan tujuan bersama. Justru dengan
cara ini kita bisa membantu mereka menemukan energi baru untuk menjelajahi masa depan
yang memiliki makna.
Pembaru dan Kekuatan Lokal untuk Pembangunan
Juga bila komunitas membuat gambar atau menggunakan lagu, tarian atau ekspresi kreatif
lainnya, maka ada kesempatan untuk menceritakan apa yang ada dalam gambar atau gerakan
tersebut. Biasanya hal ini merupakan daftar atau urutan prioritas di dalam kelompok sebelum
dibagikan di komunitas yang lebih besar.
Rangkuman ini bisa berbentu gambar – desa ideal, sekolah komunitas ideal, atau desa yang
sehat – tapi biasanya juga mengandung kalimat atau pernyataan kunci yang bisa digunakan
oleh komunitas sebagai versi ringkas dari gambar yang sangat kaya. Biasanya lebih baik
kalau masyarakat punya versi panjang dan versi ringkas. Versi panjang bisa menggambarkan
keseluruhan gambar atau mimpi masa depan, menetapkan beberapa prioritas kunci atau
menggarisbawahi aspek – aspek kunci dari mimpi, termasuk tampakan masa depan, siapa saja
aktornya dan seperti apa mereka akan bekerja sama. Sementara versi ringkas adalah cara agar
masyarakat bisa mengulang – ulangnya terus menerus. Versi ringkas ini adalah bagian refrain
yang akan tetap diingat, dan bisa menjadi bagian dari lagu atau judul dari upaya komunitas ini.
Tahap – tahap dalam Pelaksanaan Pendekatan Berbasis Aset
‘Warga negara dan organisasinya dikuatkan agar bisa bekerja sama dengan pemerintah lokal demi
memajukan dampak pembangunan di berbagai kabupaten di Indonesia Timur’.
Akhirnya, dalam rumusan rencana strategis, mimpi atau pernyataan visi dapat dibagi menjadi
Pernyataan Visi yang luas dan Pernyataan Misi yang lebih rinci. Pernyataan Visi memberikan
gambaran besar tentang masa depan dan Pernyataan Misi menggambarkan para aktor dan apa
yang akan mereka lakukan.
141
Tujuan Mimpi atau Visi
Menciptakan seperangkat dalil provokatif, yaitu pernyataan – pernyataan yang menggambarkan
komunitas ideal atau “apa yang harusnya terjadi”.
Merancang kegiatan yang dikembangkan atas imaji komunitas tentang diri sendiri dengan
menampilkan gambaran – gambaran yang jelas tentang bagaimana kondisi mereka bila inti
positifnya benar – benar dihidupkan.
l Masalah bisa diubah menjadi kesempatan dan cara baru untuk bergerak maju.
l Kesempatan untuk berbagai kelompok dalam masyarakat untuk saling mendengar tentang
visi masa depan masing-masing. Juga kesempatan untuk membua dialog antara perempuan
dan laki – laki, anak muda dan orang dewasa, kaya dan miskin dan mereka yang terkucilkan
karena alasan tertentu.
Kata cipta dunia – ekspresi ini digunakan untuk menjelaskan fakta bahwa kata dan gambar
tentang masa depan yang kita miliki dalam pikiran dan apa yang kita bicarakan, menentukan
arah masa depan kita. Apa yang kita bicarakan dan apa yang kita impikan menentukan apa yang
kita capai.
Visi harusnya adalah masa depan yang diinginkan semua orang dan harusnya melibatkan
142 semua orang dalam upaya mencapainya. Visi bukan tujuan khusus proyek atau yang dihadirkan
untuk mengurangi apa yang tidak diinginkan, tetapi:
l Gambaran tentang sesuatu yang menarik – sesuatu cukup berharga sehingga kita mau
berkomitmen untuk mencapainya – misalnya ‘akan selalu tersedia cukup makanan bergizi
untuk kita semua’
l Tujuan yang inklusif – sesuatu yang membuat setiap orang dalam komunitas merasa terlibat
dalam kerja – kerja untuk mencapainya – misalnya transparansi, bukannya anti korupsi;
keharmonisan rumah tangga, daripada hentikan kekerasan dalam rumah tangga, layanan
kesehatan yang baik, bukannya memperbaiki standar layanan kesehatan yang buruk. Tujuan
inklusif ini lebih dibutuhkan lagi bila ada bagian atau seseorang dalam komunitas yang
diketahui punya perilaku negatif yang ingin kita ubah.
l Gambaran positif – sesuatu yang menjelaskan sebuah kondisi di mana masalah yang kita
hadapi telah diatasi.
Tahap – tahap dalam Pelaksanaan Pendekatan Berbasis Aset
Bagaimana?
Ada beberapa cara mendorong komunitas atau kelompok untuk memikirkan masa depan yang
ideal. Beberapa yang paling sering digunakan:
l Terkadang anda bisa mulai dengan bertanya pada anggota kelompok, satu atau dua keinginan
atau harapan atas komunitas mereka (dan berhubungan dengan area fokus spesifik).
l Terkadang berguna juga untuk meminta tiap anggota komunitas untuk dalam diam
memikirkan mimpi atau ambisi pribadi mereka. Proses ini membantu mereka dalam
mengambil posisi merefleksikan apa yang mereka inginkan untuk komunitas. Misalnya, ada
yang langsung berpikir tentang lingkungan kerjanya, dan yang lain bisa jadi berpikir tentang
masa depan anak mereka. 143
l Komunitas bisa juga diminta untuk membayangkan bagaimana rupa desa mereka dalam 5
atau 10 tahun bila semua keinginan tersebut telah tercapai.
l Anda bisa minta komunitas untuk membuat gambar masa depan ideal mereka dan letakkan
semua elemen penting yang telah mereka gambarkan dalam komunitas ideal tersebut.
l Di tempat tertentu bisa saja membuat kolase atau bahkan bermain peran tentang situasi
ideal sebagai langkah untuk membantu masyarakat merasakan apa yang benar – benar ingin
mereka lihat.
Pembaru dan Kekuatan Lokal untuk Pembangunan
Peran Fasilitator
Fasilitator fase mimpi harus berkonsultasi dengan anggota komunitas terpilih atau wakil-wakilnya
144 tentang proses yang digunakan dan bentuk mimpi (lihat bagian Bagaimana diatas). Jumlah dan
karakter kelompok dan waktu yang tersedia akan menentukan proses yang digunakan.
Fasilitator harus mempersiapkan material yang akan digunakan, seperti kertas atau alat
mewarnai. Terkadang akan membantu bila ada pekerja seni atau pelukis bagus yang siap
membantu komunitas menyempurnakan gambar mereka atau memberikan warna dan detailnya.
Fasilitator harus bisa memastikan bahwa gambar yang dihasilkan akan bisa diterjemahkan
menjadi aspirasi atau ekspresi kepedulian komunitas atau pernyataan yang akan dicari oleh
komunitas dalam perjalanan menuju sukses mereka (outcome).
Ekspresi – ekspresi atau pernyataan ini juga menjadi titik mulai untuk mengidentifikasi
indikator outcome proyek, sehingga harus dituliskan dengan cara tertentu sehingga komunitas
bisa membuat keputusan dan prioritas atasnya.
Tahap – tahap dalam Pelaksanaan Pendekatan Berbasis Aset
Alat
AI memberikan informasi terbanyak tentang pelaksanaan fase mimpi. AI membantu kita
menyadari bahwa fase ini bukan visioning sederhana tetapi suatu kesempatan untuk menggali
aspirasi yang lebih dalam lewat imajinasi. AI juga membantu kita menyadari bahwa mimpi tidak
boleh dilakukan sebelum fase discovery, di mana orang-orang mencari dan menemukan kekuatan
mereka sendiri.
Mimpi atau visioning tidak diutamakan dalam ABCD karena ada bahaya ketika mimpi tidak
didasarkan pada aspek ‘gelas setengah penuh’ di konteks komunitas sendiri. Dengan kata lain
ABCD juga menekankan pentingnya memastikan bahwa komunitas memutuskan apa yang
mereka inginkan hanya setelah mereka menyadari bahwa mereka kuat, kompeten dan memiliki
aset atau sumber daya yang selama ini disia – siakan. 145
Outcome Mapping juga memberi tekanan pada tahap visioning dan menggunakan beberapa
metode dan alat bantu untuk melakukan fase ini. Agar tidak langsung loncat ke tahap visioning,
dalam program ACCESS ditambahkan tahap Wawancara Apresiatif sebelum visioning dilakukan.
atau kerajinan tangan atau pertukangan tapi tidak ada kesempatan menggunakannya. Ketika
sudah terungkap aset – aset yang ada, maka komunitas bisa mulai mengumpulkan atau
menggunakannya dengan lebih baik untuk mencapai tujuan pribadi maupun mimpi bersama.
Tujuan pemetaan aset adalah agar komunitas belajar kekuatan yang sudah mereka miliki
sebagai bagian dari kelompok. Apa yang bisa dilakukan dengan baik sekarang dan siapa di antara
mereka yang memiliki keterampilan atau sumber daya. Mereka ini kemudian dapat diundang
untuk berbagi kekuatan demi kebaikan seluruh kelompok atau komunitas.
seperti Kelompok Tari atau Nyanyi; Kelompok Kerja PBB atau Ornop lain dalam komunitas
atau yang memberikan pelatihan bagi komunitas. Asosiasi mewakili modal sosial komunitas
dan penting bagi komunitas untuk memahami kekayaan ini.
4. Aset Alam – tanah untuk kebun, ikan dan kerang, air, sinar matahari, pohon dan semua
hasilnya seperti kayu, buah dan kulit kayu, bambu, material bangunan yang bisa digunakan 147
kembali, material untuk menenun, material dari semak, sayuran, dan sebagainya.
5. Aset Fisik – alat untuk bertani, menangkap ikan, alat transportasi yang bisa dipinjam, rumah
atau bangunan yang bisa digunakan untuk pertemuan, pelatihan atau kerja, pipa, ledeng,
kendaraan.
6. Aset Keuangan – mereka yang tahu bagaimana menabung, tahu bagaimana menanam dan
menjual sayur di pasar, yang tahu bagaimana menghasilkan uang. Produk – produk yang bisa
dijual, menjalankan usaha kecil, termasuk berkelompok untuk bekerja menghasilkan uang.
Memperbaiki cara penjualan sehingga bisa menambah penghasilan dan menggunakannya
dengan lebih bijak. Kemampuan pembukuan untuk rumah tangga dan untuk kelompok
maupun usaha kecil.
Pembaru dan Kekuatan Lokal untuk Pembangunan
7. Aset Spiritual dan Kultural – anda bisa menemukan aset ini dengan memikirkan nilai
atau gagasan terpenting dalam hidup anda – apa yang paling membuat anda bersemangat?
Termasuk di dalamnya nilai – nilai penganut Kristen atau Muslim, keinginan untuk berbagi,
berkumpul untuk berdoa dan mendukung satu sama lain. Atau mungkin ada nilai – nilai
budaya, seperti menghormati saudara ipar atau menghormati berbagai perayaan dan nilai
– nilai harmoni dan kebersamaan. Cerita – cerita tentang pahlawan masa lalu dan kejadian
sukses masa lalu juga termasuk di sini karena hal – hal tersebut mewakili elemen sukses dan
strategi untuk bergerak maju.
Ketika aset sudah dipetakan, komunitas perlu menelaahnya sehingga mereka sadar aset mana
yang akan berguna. Proses ini sering kali tidak dilakukan dengan baik atau bahkan dilangkahi.
Seleksi aset sering disebut juga asosiasi aset atau menghubungkan aset – aset dan terkadang
disebut juga mobilisasi aset. Pemetaan aset tanpa seleksi atau membuat hubungan satu dengan
Tahap – tahap dalam Pelaksanaan Pendekatan Berbasis Aset
lain, akan menjadi proses statis dan mungkin tidak akan menantang bagi komunitas untuk
meraih apa yang bisa mereka capai tanpa ketergantungan. Karena proses seleksi ini memberikan
gambaran ke arah mana komunitas dapat bergerak.
l Komunitas menyadari bakat terpendam dan orang-orang yang punya kapasitas tetapi belum
punya kesempatan.
l Komunitas menyadari nilai kehidupan yang asosiatif – bagaimana hal tersebut bisa berguna
bagi tujuan khusus suatu komunitas.
l Orang-orang menyadari bahwa hidup mereka dibangun atas sumber daya dan aset sekarang,
tetapi juga bisa digunakan dengan lebih baik.
l Orang-orang belajar untuk membangun hubungan yang lebih setara dengan orang lain
melalui kemauan untuk berkontribusi dan berbagi aset.
Pembaru dan Kekuatan Lokal untuk Pembangunan
Bagaimana?
Terkadang pemetaan aset dilakukan dengan kelompok kecil fasilitator atau wakil-wakil. Bila
yang ini sudah dilakukan, maka proses harus dilanjutkan dengan kelompok lebih besar yang
mewakili seluruh komunitas. Lebih baik lagi untuk memulai dengan kelompok besar yang
terdiri dari semua anggota, atau paling kurang mewakili setiap bagian dari komunitas.
Sesi pertama di Tahap ini adalah membantu komunitas memahami makna kata ‘aset’
(keterampilan, karunia, bakat atau kemampuan, kelompok komunitas dan sumber daya fisik).
Ketika komunitas sudah memahmainya, maka buatlah kategori aset yang ingin komunitas
dalami. Salah satu cara membuat komunitas memahami aset dan kekuatan memulai dengan
150 kemampuan pribadi atau anggota kelompok. Cobalah berbagai cara untuk melakukannya.
Contohnya, anda bisa menggunakan:
Bila peserta sudah bisa memahami makna aset yang berbeda-beda, bagi peserta dalam
kelompok berdasarkan jenis kelamin atau kelompok sosial. Tiap kelompok diminta untuk
memetakan apapun aset yang ada dalam komunitas.
151
Kelompok kecil dengan jumlah orang terbatas adalah saat yang tepat untuk memulai proses
pemetaan aset. Anda bisa membantu kelompok menyadari banyak dan beragamnya aset dan
kekuatan yang mereka miliki dan membantu brainstorming dan membuat 5 – 8 kategori yang
dipilih sendiri oleh mereka.
Bila peserta banyak dan mewakili kelompok yang lebih besar, seperti keseluruhan komunitas,
bisa jadi berguna untuk mulai proses dengan meminta masing-masing kelompok untuk brainstorm
kategori aset yang berbeda-beda. Bila peserta sudah dibagi dalam kelompok, masing-masing
kelompok diminta untuk merndiskusikan salah satu kategori saja. Misalnya satu kelompok
memikirkan aset fisik dan kelompok lain tentang aset alam, aset spiritual dan kultural, dan
kelompok lain lagi tentang aset sosial dan jejaring dan seterusnya.
Pembaru dan Kekuatan Lokal untuk Pembangunan
Ketika semua telah selesai, semua orang berkumpul kembali dan membuat gambar besar atau
daftar inventaris aset yang dimiliki dan bisa digunakan oleh komunitas di masa depan.
Cara lain memetakan aset yang bisa digunakan untuk memobilisasi komunitas agar
berpartisipasi dalam perencanaan sosial dan ekonomi adalah dengan melatih sekelompok
fasilitator. Mereka ini yang akan melakukan wawancara sendiri – sendiri atau diskusi terfokus di
kelompok – kelompok yang berbeda dalam komunitas. Mereka yang akan menanyakan tentang
strategi dan pengalaman yang ada di komunitas, keterampilan yang dimiliki, terutama yang
bermanfaat untuk mereka, dan apa yang ingin dikontribusikan bagi kesejahteraan komunitas.
Ketika semua informasi sudah dikumpulkan (biasanya lebih dari dua minggu) kemudian
dipresentasikan di kelompok yang lebih besar untuk mendengar tentang apa yang dikontribusikan
152 oleh tiap bagian dari komunitas. Proses ini dijabarkan lebih rinci di strategi BEAR.23 Informasi
yang dikumpulkan lewat proses ini adalah basis untuk mengkoordinir masukan dari komunitas
untuk mencapai apa yang komunitas bayangkan tentang masa depan mereka.
disabilitas harus bisa mengejutkan komunitas umum tentang banyaknya kontribusi yang bisa
diberikan oleh penyandang disabilitas. Satu organisasi berbasis di Yogyakarta, yang berdedikasi
untuk mendukung penyandang disabilitas, mencoba melakukan pemetaan aset dan keheranan
dengan respon komunitas. Saat itu adalah pertama kalinya dalam 20 tahun di mana penyandang
disabilitas dianggap kaya aset, dan bukannya tidak mampu dan butuh bantuan.
Peran Facilitator
Ornop yang bekerja dengan komunitas atau kelompok warga harus memastikan bahwa
setiap orang yang bisa membuat kontribusi dilibatkan dan mendapatkan kesempatan untuk
mengemukakan aset mereka. Proses mengungkapkan, menggambarkan, mengkategorisasi
dan mempublikasikan aset komunitas adalah proses yang sangat menguatkan dan persuasif.
Pengungkapan dan peningkatan kesadaran tentang kelimpahan yang ada, dan bukan tentang
kekurangan, adalah capaian penting yang harus menjadi tujuan fasilitator.
Pembaru dan Kekuatan Lokal untuk Pembangunan
Fasilitator harus membuat masyarakat berpikir reflektif tentang aset yang mereka miliki dan
yang mungkin relevan dengan perjalanan mencapai visi mereka. Untuk itu fasilitator akan perlu
mengembangkan strategi yang memastikan tingkat partisipasi yang maksimal. Komunitas tidak
terbiasa dengan cara berpikir seperti ini, sehingga membutuhkan banyak praktik dan eksperimen
untuk membantu komunitas menyadari jumlah maupun jangkauan aset yang ada maupun yang
potensial. Ada banyak kasus di mana kelompok laki – laki yang dominan lebih sulit melakukan
tugas ini dibandingkan orang muda dan kelompok yang terpinggirkan.
Terkadang orang dengan kemampuan luar biasa atau mereka yang sudah menonjol dalam
komunitas akan butuh untuk diidentifikasi oleh kelompok mereka dalam proses ini. Mereka
juga perlu didorong untuk menggambarkan apa yang menjadi kekuatan mereka. Pengalaman
menunjukkan bahwa bila hal ini dilakukan maka setiap orang akan punya rasa memiliki terhadap
154 kompetensi masing-masing.
Alat
ABCD mendorong kita untuk memulai proses pemetaan aset dengan penggalian organisasi
komunitas dan mengusulkan langkah – langkah berikut:
1. Mulailah dengan panitia pelaksana. Minta mereka untuk mendaftar hubungan orang –
orang dengan asosiasi yang ada. Gambarkan karakter hubungan yang ada. Tuliskan nama
tiap orang di daftar asosiasinya. Tuliskan pemimpin dari tiap asosiasi ini.
2. Luaskan daftar ini ke asosiasi lainnya. Minta tiap anggota panitia pelaksana untuk
menemukenali asosiasi lain yang diketahuinya. Bila diketahui, daftar nama pemimpin dan
nama orang disekitar kelompok anda yang paling bisa menghubungi pemimpin tersebut. Bila
Tahap – tahap dalam Pelaksanaan Pendekatan Berbasis Aset
anda sudah tahu asosiasi apa yang ada dalam komunitas, maka akan baik untuk tahu juga
jenis hubungan antara asosiasi dengan komunitas dan antar asosiasi.
3. Temukenali prospek terbaik. Asosiasi mana yang paling mungkin turut serta dalam
mengupayakan tujuan bersama? Kunci untuk membangun relasi antar aset lokal adalah
memobilisasi asosiasi – asosiasi untuk melakukan aksi. Dan ini dimulai dari pemimpinnya.
l Asosiasi bisa dikumpulkan berdasarkan kesamaan, baik secara geografis maupun tema.
l Bekerja dengan “dari dalam ke luar”: Asosiasi lebih ingin terlibat dalam melakukan apa yang
ingin mereka tawarkan, daripada menjadi “relawan” atas apa yang ingin dilakukan kelompok
lain. Tanyakan “apa yang ingin kalian lakukan terhadap isu ini?”
l Isu yang baik adalah isu yang jawabannya adalah YA atas pertanyaan: “Bisakah kita sukses?”
dan “Apakah ini akan membangun partisipasi kita?”
Pembaru dan Kekuatan Lokal untuk Pembangunan
l Lakukanlah hal yang mudah lebih dahulu: asosiasi bisa mulai kerja bersama dengan melakukan
hal yang cocok dengan dirinya – sukses akan mendorong lebih banyak partisipasi.
l Tetap fokus: jangan mencoba melakukan banyak hal sekaligus – asosiasi juga memiliki energi
terbatas.
l Harapkan kontribusi orang lain dan dorong semua orang juga melakukan hal yang sama.
Cara sederhana untuk mengembangkan inventaris aset manusia dimulai dengan meminta
orang – orang untuk menemukenali anugrah dan keterampilan yang mereka miliki yang
berhubungan dengan kepala (manajemen dan pengorganisasian); tangan (praktik, membangun
dan mencipta); dan hati (motivasi, fasilitasi, menghubungkan).
Cara yang lebih komprehensif untuk mengembangkan inventaris aset manusia bisa mengikuti
format ini:
1. Mulai dari keterampilan, kekuatan dan aset yang muncul dari wawancara apresiatif. Pastikan
ada cukup perwakilan komunitas: orang renta, usia pertengahan, muda, seniman, perempuan,
wirausahawan, penyandang disabilitas, dan sebagainya.
2. Organisir dalam kategori – kategori berikut:
Tahap – tahap dalam Pelaksanaan Pendekatan Berbasis Aset
a. Kemampuan dan keterampilan umum: keterampilan bisa jadi sangat luas, mulai dari
menyiapkan makanan sampai menggembalakan ternak, juga memanjat pohon. Di
beberapa kultur, masyarakat sangat rendah hati tentang bakat dan keterampilan mereka.
Mereka mungkin saja tidak punya pengalaman menawarkan keterampilan mereka pada
orang lain, baik sebagai karunia atau sebagai sesuatu yang dijual.
b. Keterampilan sebagai warga: keterampilan mengembangkan komunitas, seperti
pengorganisasian, komunikasi, kemampuan untuk bekerja dengan orang muda dan orang
renta, kepemimpinan, dan sebagainya.
c. Kemampuan dan Pengalaman Kewirausahawan: keterampilan wirausaha seperti
mengelola bisnis kecil, pembukuan, pemasaran, berurusan dengan pemasok, dan
sebagainya.
d. Keterampilan budaya dan seni: keterampilan seperti membuat kerajinan tangan, menari,
teater, mendongeng, musik, dan sebagainya. 157
3. Tandai tingkat ‘tertarik’, ‘pengalaman’, ‘kemampuan’ dan ‘kemauan untuk mengajarkan’.
4. Perluas inventaris kapasitas ini agar mencakup setiap orang dalam komunitas.25
bersama. Mereka ini bisa saja menjadi relawan atau bagian dari organisasi nirlaba. Modal dalam
hal ini adalah nama lain dari aset yang ada dalam organisasi atau asosiasi masyarakat di dalam
komunitas.
Setiap orang bergabung dalam satu atau lebih kelompok. Biasanya seseorang menjadi bagian
dari 4 atau 5 kelompok, baik yang berhubungan dengan agama, pekerjaan, hobi atau kelompok
saling dukung.
Salah satu cara yang berguna untuk memulai proses ini adalah dengan meminta tiap anggota
untuk menemukenali tiga kelompok paling penting di mana mereka bergabung dan aset atau
kontribusi apa yang bisa diberikan kelompok tersebut dalam usaha mencapai visi bersama.
158 Cara lebih formal adalah menggunakan Analisis Jejaring Sosial (Social Network Analysis/
SNA). Analisis Jejaring Sosial membantu anggota menemukenali dengan siapa mereka terhubung
dan yang mana yang merupakan kelompok paling penting atau paling berpengaruh dalam
komunitas.
Tahapan kunci dalam proses Analisis Jejaring Sosial yang relevan dengan pemetaan aset sosial
dalam komunitas atau kelompok adalah:
1. Menemukenali jejaring orang yang akan dianalisis (misalnya tim, kelompok kerja, komunitas)
2. Memperjelas tujuan, menentukan cakupan analisis dan menyepakati tingkatan pelaporan
yang dibutuhkan.
3. Mengembangkan metode survei dan merancang kuesioner.
4. Mengamati individu – individu yang ada dalam jejaring untuk menemukenali hubungan –
hubungan dan pengetahuan yang beredar di antara mereka.
5. Gunakan alat perangkat lunak pemetaan atau desain grafis untuk membuat peta visual
jejaring.
Tahap – tahap dalam Pelaksanaan Pendekatan Berbasis Aset
6. Petakan kompentensi dan kesempatan yang bisa dibuat oleh masing-masing kelompok atau
asosiasi.
7. Temukenali dan rancang aksi untuk tiap kelompok untuk memaksimalkan kompentensi
spesifik mereka.
8. Lakukan aksi – aksi tersebut.
9. Pantau bagaimana kelompok bisa menggunakan kompetensinya dan koneksinya dengan
melakukan pemetaan jejaring lagi setelah jangka waktu tertentu yang tepat.26
Alat lain yang bisa digunakan adalah Jalan Transek. Jalan transek bisa dilakukan oleh
kelompok representatif seperti orang muda dan pemimpin. Terkadang berguna bagi kelompok –
kelompok yang berbeda untuk melakukan sendiri jalan transek dan membandingkan hasilnya.
Dengan metode ini, komunitas diingatkan akan banyaknya set yang mungkin tidak mereka
gunakan secara maksimal.
Ketika tiap kelompok bisa menemukenali dua atau tiga isu, maka minta mereka untuk
menemukan kekuatan atau aset komunitas yang ada dan bisa digunakan untuk mulai mengurus
isu – isu tersebut. Misalnya, bila komunitas menemukenali bahwa mereka punya masalah
dengan kekurangan pangan di bulan – bulan terntentu, maka komunitas bisa diminta untuk
menemukenali aset apa yang sekarang dimiliki dan bisa mengatasi problem tersebut. Termasuk
misalnya orang dengan pengetahuan pertanian, orang yang bisa mengajarkannya, orang yang
bisa mengorganisir diskusi atau mengumpulkan material untuk diajarkan; alat pertanian mereka,
sumber air yang bisa digunakan dengan lebih baik, dan sebagainya.
160 l Akses pada pengajar dan material untuk memperbaiki praktik pertanian
l Air
Bulan l Alat pertanian
– bulan l Material untuk kompos
kekurangan l Benih yang lebih baik
pangan l Ada contoh petani yang tidak mengalami kekurangan pangan
l Ternak
l Kegiatan peningkatan pendapatan yang bisa diperluas
Latihan ini sangat berguna untuk membantu kelompok yang sulit bergerak maju dari selalu
dipenuhi dengan pemikiran tentang masalah dan kesulitan yang mereka alami. Nilai latihan ini
adalah membantu memotivasi masyarakat agar menyadari bahwa mereka memiliki aset dan
memahami mengapa pemetaan aset bisa berguna untuk mereka.
Tahap – tahap dalam Pelaksanaan Pendekatan Berbasis Aset
Tujuan penggolongan dan mobilisasi aset adalah untuk langsung membentuk jalan menuju
pencapaian visi atau gambaran masa depan. Hasil dari tahapan ini harusnya adalah suatu rencana
kerja yang didasarkan pada apa yang bisa langsung dilakukan diawal, dan bukan apa yang bisa
dilakukan oleh lembaga dari luar. Walaupun lembaga dari luar dan potensi dukungannya,
termasuk anggaran pemerintah adalah juga set yang tersedia untuk dimobilisasi, maksud kunci 161
dari tahapan ini adalah untuk membuat seluruh komunitas menyadari bahwa mereka bisa mulai
memimpin proses pembangunan lewat kontrol atas potensi aset yang tersedia dan tersimpan.
Di salah satu komunitas di Jawa Tengah, Indonesia, proses pemetaan aset membuat komunitas
menyadari adanya anggota komunitas yang menjadi terlibat di tahap – tahap yang berbeda dalam
pembuatan dan penjualan pakaian. Sebelumnya mereka bekerja sendiri – sendiri. Tetapi setelah
mereka menyadari bahwa bila mereka menggabungkan keterampilan individual, sumber daya dan
kontak yang mereka miliki dalam suatu koperasi, maka pasti akan lebih menguntungkan. Sekarang
mereka mendapatkan pesanan dari outlet – outlet yang lebih besar.
Mobilisasi aset bisa diaplikasikan dalam berbagai jenis kegiatan yang dilakukan oleh
komunitas untuk meningkatkan kesejahteraannya. Bisa untuk pengembangan ekonomi lokal,
peningkatan pengelolaan sumber daya alam, untuk melengkapi dan memperbaiki efektivitas
layanan pemerintah, meningkatkan ketahanan pangan, memperbaiki pasokan air dan sanitasi,
Pembaru dan Kekuatan Lokal untuk Pembangunan
dan infrastruktur. Mobilisasi aset membantu menyadarkan komunitas akan jenis – jenis aksi
yang bisa mereka lakukan, dan juga yang mereka miliki sumber dayanya. Mobilisasi aset tidak
hanya bisa diaplikasikan pada proyek mandiri yang dilakukan oleh komunitas sendiri. Proses ini
juga membantu komunitas untuk memposisikan aset komunitas atas rencana kontribusi oleh
lembaga luar dan pemerintah.
Aset termasuk juga pola strategi dan perilaku yang telah terbukti berhasil di masa lampau.
‘Indikator sukses’ dan contoh champion (atau pola perilaku yang menunjukkan ‘simpangan
positif’) akan didokumentasikan sebagai bagian dari proses bercerita di Tahap 2.
Bila komunitas sudah bisa membayangkan dunianya dengan cara berbeda dan berbagi visi
masa depannya, akan ada berbagai jenis kegiatan dengan cakupan yang luas yang dilakukan
162 oleh kelompok dan anggota dengan menggunakan aset mereka untuk mencapai beragam bagian
dari mimpi mereka. Perjalanan ini memiliki beragam rute. Tiap rute akan ditentukan oleh
kreatifitas masyarakat memobilisasi asetnya. Misalnya mereka bisa menyadari bahwa mereka
bisa menggunakan aset yang ada untuk memperbaiki komite sekolah, layanan kesehatan yang
disediakan oleh pemerintah, keterlibatan kaum muda yang lebih baik dalam komunitas, atau
untuk memperbaiki kondisi sanitasi desa.
Bagaimana?
Setelah ditemukenali, aset dikelompokkan berdasarkan kategori yang serupa. Bisa saja berdasarkan
pendekatan sektoral, layanan yang diberikan, ukuran wirausaha kecil atau menengah atau
kesejahteraan sosial. Pengelompokkan aset diikuti dengan telaah. Termasuk dalam telaah adalah
menanyakan pertanyaan – pertanyaan berikut:
1. Aksi apa yang diusulkan dengan kelompok aset ini? – misalnya siapa yang punya keterampilan
atau kemampuan yang bisa dimobilisasi; sumber daya apa yang bisa digunakan; aset fisik apa
yang bisa membantu kita mencapai tujuan kita?
2. Bagaimana pentahapan aksi yang paling efektif? – misalnya apa yang bisa dilakukan sekarang,
apa yang harus dilakukan pertama, yang kedua, dan seterusnya.
3. Strategi apa yang pernah sukses di masa lampau dan bisa diulang lagi untuk pilihan – pilihan 163
aksi ini?
4. Siapa yang sudah terbukti punya kemampuan untuk memimpin proses seperti ini? – misalnya
siapa ‘champion’ sehubungan dengan aset dan aksi ini?
Bila pengelompokkan awal aset dan rumusan aksi telah ada, maka sekaranglah saatnya
untuk bertanya apa lagi yang masih dibutuhkan dan akses seperti apa yang kita miliki untuk
mendapatkan dukungan tersebut. Bisa jadi yang dibutuhkan adalah bantuan teknis ataupun
keuangan. Pada titik inilah komunitas bisa berpaling pada lembaga luar dan mendapatkan
komitmen untuk dukungan di masa depan. Dukungan ini untuk melengkapi apa yang bisa
dikelola komunitas dari dalam dengan sumber daya dan kemampuan sendiri.
Bila aksi yang dibutuhkan berhubungan dengan layanan pemerintah seperti pendidikan,
layanan kesehatan, PPL pertanian, infrastruktur atau pasokan air, maka fokus pengelompokkan
Pembaru dan Kekuatan Lokal untuk Pembangunan
dan mobilisasi aset adalah bagaimana memperlengkapi layanan yang ada sekarang. Contohnya
bila ada subsidi pemerintah, maka bagaimana agar komunitas bekerja bersama, menggunakan
aset sendiri untuk memastikan bahwa subsidi mencapai sasaran sebenarnya dengan paling efektif
dan dilaksanakan dengan cara yang akuntibel. Atau bila layanan kesehatan dasar yang direview,
bagaimana agar jangkauan dan sumber dayanya yang terbatas itu bisa diperbesar dengan cara
yang paling efektif untuk keuntungan sebesarnya.
164 Perencanaan Aksi biasanya membutuhkan prioritasi aksi yang mungkin dilakukan. Hal ini
bisa dilakukan dengan mempersilakan kelompok – kelompok yang berbeda di seluruh komunitas
untuk menentukan prioritas tertinggi mereka. Kemudian diikuti dengan proses pemeringkatan
atau memilih prioritas tertinggi dengan kehadiran perwakilan dari tiap kelompok atau sub-
kelompok.
Pada akhirnya rencana aksi harus disusun dengan merespon pada lima tipikal pertanyaan
berikut: Apa? Mengapa? Siapa? Bagaimana? dan Kapan?
Peran Fasilitator
Dalam pendekatan berbasis aset, peran lembaga perantara adalah memastikan kehadiran
semua orang yang harus hadir. Biasanya ini dilakukan melalui proses wawancara apresiatif
untuk menemukan siapa champion atau orang yang paling cocok dengan visi positif yang akan
Tahap – tahap dalam Pelaksanaan Pendekatan Berbasis Aset
dicapai. Misalnya bila program ini tentang demokratisisasi, maka akan dicari peserta yang paling
memahami hal tersebut. Di reformasi kesehatan misalnya, akan dipilih mereka yang paling
nampak ada komitmen untuk perubahan.
Hal terpenting kedua dari lembaga yang memfasilitasi adalah mempromosikan keterhubungan
antar semua aktor untuk memastikan partisipasi yang penuh dan setara. Bisa jadi artinya
memastikan ada perwakilan perempuan dan laki – laki yang sepatutnya, atau mereka yang
biasanya tidak diperhatikan karena ada keterbatasan atau kecacatan.
Hal terpenting ketiga tentang fungsi lembaga fasilitatif adalah memastikan ada proses
perencanaan aksi yang positif dan milik bersama.
Di ACCESS, proses pengembangan aset awal ini dilakukan melalui Pertemuan Apresiatif 165
Kabupaten (PAK). Di PAK, para champion dari tiap tingkatan dalam masyarakat, termasuk
pemerintah, ornop, lembaga agama, media dan pemimpin masyarakat diseleksi melalui wawancara
apresiatif. Mereka kemudian dikumpulkan untuk merumuskan visi dan menentukan area aksi
yang mungkin dilakukan untuk mencapai visi kabupaten.
Penentuan arahan umum dan prioritasi oleh kelompok pemangku kepentingan yang besar
dari sub-kelompok yang berbeda-beda.
Perencanaan substantif dan rinci oleh perwakilan yang diseleksi atau oleh kelompok
manajemen. Biasanya difasilitasi oleh lembaga dari luar (pemerintah lokal atau organisasi
masyarakat sipil).
Alat
166
Seperangkat alat tersedia untuk membantu mengelompokkan aset yang berhubungan atau yang
saling melengkapi. Kemudian bisa diurutkan menurut suatu proses logis termasuk:
l Jejak penting – apa saja langkah inti dan di urutan yang mana.
l Jadwal alur kerja – apa yang harus selesai dilakukan sebelum memulai sesuatu yang lain lagi
l Pemetaan sistem – seperti yang bisa ditemukan dalam Soft System Methodology, di mana semua
aksi yang bisa dilakukan diletakkan dan kemudian dipindah – pindahkan untuk membuat
suatu alur atau koneksi atau pengelompokkan antar kegiatan yang berhubungan.
l Alat pemeringkatan – diambil dari PLA bisa juga digunakan untuk menentukan apa yang
paling dianggap penting oleh kebanyakan peserta.
Tahap – tahap dalam Pelaksanaan Pendekatan Berbasis Aset
1. Apakah komunitas sudah bisa menghargai dan menggunakan pola pemberian hidup dari
sukses mereka di masa lampau?
2. Apakah komunitas sudah bisa menemukenali dan secara efektif memobilisasi aset sendiri 167
yang ada dan yang potensial (keterampilan, kemampuan, sistem operasi dan sumber daya?)
3. Apakah komunitas sudah mampu mengartikulasi dan bekerja menuju pada masa depan yang
diinginkan atau gambaran suksesnya?
4. Apakah kejelasan visi komunitas dan penggunaan aset dengan tujuan yang pasti telah mampu
memengaruhi penggunaan sumber daya luar (pemerintah) secara tepat dan memadai untuk
mencapai tujuan bersama?
Dibawah ini adalah beberapa pesan kunci yang dimonitor dalam pendekatan berbasis aset
dalam hubungannya dengan mobilisasi komunitas:
l Setiap orang dalam komunitas ini memberikan kontribusi dan kita menjadi kuat dengan
memastikan kontribusi ini diartikulasi dan dimanfaatkan.
l Kegiatan ini untuk keuntungan kita (meningkatkan kesejahteraan) dan kita memiliki kapasitas
untuk tahu bagaimana memaksimalkan keuntungan tersebut.
Pembaru dan Kekuatan Lokal untuk Pembangunan
l Setiap orang punya bakat dan setiap komunitas punya sumber daya yang bisa dan harus
digunakan untuk meningkatan kesejahteraan komunitas.
l Sebagian orang di komunitas ini mampu menjadi teladan (role model) tentang perubahan
perilaku yang diinginkan.
l Komunitas tahu dan mampu bersama – sama sepakat tentang masa depan seperti apa yang
diinginkan, yang didasarkan pada apa yang berhasil dicapai di masa lampau.
l Komunitas mengetahui rencana pemerintah untuk berkontribusi dan ada metode yang
tersedia bagi publik untuk memonitor perkembangan dan memberikan umpan balik untuk
perbaikan.
168
l Kita mampu memperbaiki akses kita terhadap pelayanan dasar dengan menggunakan
peningkatan kapasitas yang kita miliki sekarang untuk mengelola masa depan.
Beberapa indikator kemajuan sehubungan dengan mobilisasi aset dan pembentukan visi:
l Peningkatan kesadaran atau akses pada aset komunitas (individual, sosial, kelembagaan, fisik,
alam, spiritual dan keuangan), baik yang kelihatan maupun tersembunyi (atau yang tidak
diperhatikan).
l Peningkatan penggunaan, dari waktu ke waktu, aset lokal yang tersedia dalam kegiatan
pembangunan komunitas.
Tahap – tahap dalam Pelaksanaan Pendekatan Berbasis Aset
l Para champion dan pemimpin alami (yang sudah memiliki keterampilan dan kapasitas)
ditemukenali dari komunitas dan menjadi bagian dari proses perubahan.
l Peningkatan kesadaran tentang kontribusi yang bisa dilakukan oleh orang muda dan
sebaliknya, menurunnya kegiatan merusak diri sendiri di antara mereka.
l Rancangan kegiatan didasarkan pada apa yang mungkin dan diinginkan, dengan sumber
daya dan kapasitas yang tersedia di lokal.
l Sumber daya luar melengkapi kontribusi lokal, bukan menggantikannya atau membuatnya
tidak relevan.
l Perencanaan aksi dirancang atas dasar apa yang menurut komunitas mampu mereka lakukan, 169
bisa langsung dimulai dan menghasilkan sesuatu yang bisa diukur (tangible).
Visi Bersama
l Komunitas sadar dan mengapresiasi apa yang mereka capai di masa lalu (sumber kelentingan
dan hidup mereka).
l Ada visi dan hasil akhir (outcome) yang tampak jelas dan diartikulasikan dalam komunitas.
l Komunitas menggunakan visi untuk menentukan pilihan – pilihan nilai dan seleksi prioritas
sehubungan dengan pendanaan dari pemerintah.
Appreciative Inquiry adalah penyelidikan atas apa yang sudah bekerja dengan baik dan bagaimana
bisa dilakukan lebih baik di masa depan. Evaluasi apresiatif membawa kembali ‘nilai’ (value) ke
proses yang disebut ‘e-value-ation’. Daripada mencari apa yang tak berharga (‘no-value’) – atau apa
yang salah – kita mencari apa yang dihargai (valued) dalam kerja kita sejauh ini dan bagaimana
bisa menjadi dasar untuk kerja di masa depan.
Evaluasi apresiatif mengajukan pertanyaan: ‘Seberapa jauh jalan menuju perubahan yang telah
ditempuh program ini?’, dan bukannya ‘mengapa kemajuannya demikian terbatas?’ atau ‘apa
170 yang menjadi penghambat perkembangan program sejauh ini?’ Karenanya, evaluasi apresiatif
fokus pada mendukung dan mendorong organisasi atau komunitas untuk semakin kuat dan
lebih fokus pada apa yang memungkinkan mereka lebih sukses mencapai hasil (outcomes).
ABCD mengevaluasi bagaimana sumber daya dalam komunitas digunakan dan sumber daya atau
aset tambahan apa yang masih bisa dimobilisasi dengan efektif. ABCD mempelajari kapasitas
dalam komunitas untuk memimpin diri sendiri atau untuk meningkatkan partisipasi warga
dalam pembangunan. Biasanya evaluasi ABCD akan melihat peningkatan kapasitas komunitas
untuk mengorganisir dan memobilisasi sumber daya, peningkatan aksi bersama, keanggotaan
yang lebih demokratik dan inklusif, peningkatan motivasi untuk memobilisasi sumber daya.27
Tahap – tahap dalam Pelaksanaan Pendekatan Berbasis Aset
Outcome Mapping
Outcome mapping metode yang biasa digunakan dalam monitoring proyek atau program.
Pendekatan berbasis aset biasa digunakan bersama – sama dengan Outcome Mapping dalam
proses monitoring. Proses ini memiliki hubungan erat dengan organisasi masyarakat sipil, yang
dideskripsikan sebagai ‘boundary partner’ . Outcome mapping juga memberikan penekanan kuat
terhadap identifikasi visi atau gambaran jelas tentang sukses.
Tetapi Outcome Mapping mulai dengan ‘rancangan yang disengaja’ atau visi masa depan.
Kebanyakan pendekatan berbasis aset proses visioning sampai peserta atau mitra benar – benar
mengapresiasi kapasitas dan kekuatan atau cerita sukses masa lalu mereka. Tambahan lagi,
Outcome Mapping lebih fokus pada pelaksananya, para mitra (boundary partners).
171
Fokus utama pendekatan berbasis aset adalah komunitas itu sendiri. Pendekatan berbasis aset
membawa semua orang ke meja atau ruang pertemuan bersama. Mitra (boundary partner) dan
manajer proyek didorong untuk pindah kedalam ruang kelompok penerima manfaat utama –
yakni komunitas, bukan sebagai konsekuensi tetapi sejak tahap awal.
Pembaru dan Kekuatan Lokal untuk Pembangunan
172
Pelatihan dan Referensi 173
BAB 8 173
Pelatihan dan
Referensi
Pembaru dan Kekuatan Lokal untuk Pembangunan
Agenda Pelatihan
Agenda Satu Hari: Pendekatan Berbasis Aset dalam Pembangunan
174 mereka.
Penjelasan singkat tentang apa yang
yang dimaksud dengan ABA?
10.45 Istirahat
3.00 Istirahat
3.15 – 3.45 Langkah 2 & 3: Visi & Pemetaan Aset Kerja kelompok
4.15 – 5.00 Review dan Evaluasi Apa yang akan kita bawa pulang 175
Agenda Dua Hari: Pendekatan Berbasis Aset dalam Perubahan Komunitas dan Sosial
Hari 1
10.00 Istirahat
3.00 Istirahat
Hari 2
10.00 Istirahat
180
3.00 Istirahat
Buku Pelatihan
Appreciative Inquiry memiliki banyak alat bantu; kebanyakan bisa ditemukan melalui
website Appreciative Inquiry Commons . Buku pelatihan terkini tentang How to Build
Partnerships telah dikembangkan oleh CRS di America. Beberapa sudah lebih tua tetapi
tetap berguna, termasuk yang ditulis oleh Malcolm Odell di Nepal seperti buku pelatihan
untuk pelatih yang dignakan oleh Habitat for Humanity Asia dan pelatihan yang
digunakan oleh Mountain Institute untuk Community Based Tourism in Nepal. Lihat juga
Do it Now an Appreciative Toolkit.
Untuk Asset Based Community Development, buku pelatihan paling berguna dan relevan
adalah yang dari SEWA yang menggunakan kombinasi dari AI dan ABCD dan diaplikasikan
untuk perencanaan keuangan mikro di satu desa di India. Buku ini bisa diunduh dalam 181
bentuk pdf atau versi microsoft di dari website Coady Institute Resources. Coady Institute
lah yang sekarang paling banyak melakukan pelatihan ABCD untuk pelajar internasional
dan memiliki ABCD Certificate Book yang sangat bermanfaat untuk pengembangan
masyarakat. Di website yang sama ada juga buku pelatihan lain yang digunakan dalam
konteks pengembangan masyarakat. Penjelasan tentang penggunaan ABCD oleh komunitas
Jambi Kiwa memberikan pengetahuan tentang bagaimana program dilaksanakan di
komunitas pedesaan Kolombia.
Ada juga sumber pelatihan yang bisa diunduh dari website ABCD Institute, termasuk
bagian – bagian dari Building Community From the Inside Out yang asli dan seperangkat
‘Workbooks’ yang lebih kecil atau buku – buku yang menjelaskan bagian – bagian dan
contoh – contoh yang berbeda dari proses pembangunan berbasis aset.
Pembaru dan Kekuatan Lokal untuk Pembangunan
Jejaring Community Economies juga memproduksi satu seri modul pelatihan untuk para
pekerja di Community Partnering Project yang memasukkan pemetaan komunitas.
Referensi
Ashe, Jeffrey and Lisa Parrott, (2001) Impact Evaluation, PACT’s Women’s Empowerment
Program in Nepal, A savings and Literacy Led Alternative to Financial Institution
Building,Pact’s Women’s Empowerment Program in Nepal
Ashford, G and Patkar, S, (2001) The Positive Path, Using Appreciative Inquiry in
Indian Rural Development, International Institute for Sustainable Development IISD in
182 collaboration with DFID. http://www.iisd.org/pdf/2001/ai_the_postive_path.pdf
Bergdall, Terry (2003) “Reflections on the Catalytic Role of an Outsider” in Asset Based
Community Development.
Brescia, Steve, Workshop Report: Facilitated Capacity Self-Assessment and Action Plan,
CEDICAM, Oaxaca, Mexico, July 2001.
Booy, D. & Sena, O. (2001) “Capacity Building Using the Appreciative Inquiry Approach:
The Experience of World Vision Tanzania,” January.
Cameron, Jenny and Katherine Gibson “ABCD Meets DEF: Using Asset Based Community
Development to Build Economic Diversity.” Paper presented at the Asset Based Community
Development Conference, University of Newcastle, December 2008.
Catholic Relief Services (2005) The partnership toolbox a facilitator’s guide to partnership
dialogue. How to maintain effective partnerships, Publisher: CRS, USA, 2005 http://crs.org/
publications/showpdf.cfm?pdf_id=92
Chimbuya, Sam (2006) “Participatory Tools and Community Based Planning” Khanya-aicdd,
Free State, South Africa.
Delaney, Jim and Nguyen Duc Vinh (2009) “When bamboo is old, the sprouts appear:
rekindling local economies through traditional skills in Hanoi, Vietnam” in From Clients
to Citizens: Communities changing the course of their own development. Rural Community
Development Center, National Institute of Agricultural Planning and Projection
Pembaru dan Kekuatan Lokal untuk Pembangunan
Dureau, C (2009) Applying an Asset Based Approach to Community Development and Civil
Society Strengthening, Matrix International Consulting (private circulation, unpublished)
Elliott, C. (1999) Locating the energy for change: An introduction to appreciative inquiry.
Winnipeg, MB: International Institute for Sustainable Development
Foster, Megan & Alison Mathie, (2001)Situating Asset Based Community Development in
the International Development Context, Coady Institute, http://www.stfx.ca/institutes/
coady/about_publications_new_situating.html
Guri, Bernard, “Development from the Inside Out: The Case of the Tanchara Project in
Northern Ghana.”
184
Kretzmann, John & McKnight, John, (1993), Building Communities from the Inside Out: A
Path Toward Finding and Mobilizing a Community’s Assets. The Asset Based Community
Development Institute, Institute for Policy Research, Northwestern University, Evanston,
Illinois
Kretzmann, John, McKnight, John, & Sheehan, Geralyn (with Mike Green & Deborah
Putenney), 1997, A Guide to Capacity Inventories: Mobilizing the Community Skills of Local
Residents, Asset Based Community Development Institute, Institute for Policy Research,
Northwestern University, Illinois
Mathie, Alison (2006), Does ABCD Deliver on Social Justice, Panel Discussion for the
International Association of Community Development, CIVICUS Conference, Glasgow,
http://coady.stfx.ca/library/coady-publications/
Pelatihan dan Referensi
Mathie, Allison, Gordon Cunningham (ed), (2008) From Clients to Citizens: Communities
Changing the Course of their own development, Practical Action Publishing. (13 case studies from
around the world)
Mathie, A. & Cunningham, G. (2002) From Clients to Citizens: Asset Based Community
Development as a Strategy for Community-Driven Development, Occassional Paper, Nova
Scotia: The Coady International Institute, St Francis Xavier University, http://coady.stfx.ca/
library/coady-publications/
Michael, Sarah (2005) “The Promise of Appreciative Inquiry as an Interview Tool for Field Reseach”,
Development in Practice, Vol 15, No 2, April 2005, pp 222-230 in http://appreciativeinquiry.
case.edu/practice/bibAiArticlesDetail.cfm?coid=7110
185
Moser, Caroline (2007) “Asset accumulation policy and poverty reduction’ in C. Moser (Ed.)
Reducing Global Poverty: the Case for Asset Accumulation, Washington DC Brookings Press
Puntenney, Deborah (2000) “A Guide to Building Sustainable Organizations from the Inside Out:
An Organizational Capacity Building Toolbox from the Chicago Foundation for Women.” Chicago,
IL: ACTA Publications. AACESible through http://www.abcdinstitute.org/publications/
workbooks/
Liebler, C. (2000). “Getting comfortable with Appreciative Inquiry,” GEM Journal, 1:2.
November
Van Otterloo-Butler, Sara (ed), 92007) Learning Endogenous Development. Building on Bio-
186 cultural Diversity, Compas, Practical Action Publishing
A series of case studies and reflective pieces about endogenous development and how it is used in
promoting learning
Web Sites
Appreciative Inquiry
http://appreciativeinquiry.case.edu/
Ini adalah website utama tentang Appreciative Inquiry (AI) dan menggunaannya. Website ini
dikenal dengan Appreciative Commons dan mengandung tautan untuk buku-buku, artikel,
riset, bibliografi, alat bantu praktik, manajemen, cerita dari lapangan, daftar kontak dan
website-website terbaik terkait AI.
Pelatihan dan Referensi
http://www.gervasebushe.ca/appinq.htm
Gustave Bushe menyajikan banyak diskusi menarik tetapi akademis (dengan tautan ke
website lainnya) tentang bagaimana AI dapat diaplikasikan dalam peningkatan kapasitas
birokrasi dan organisasi yang relevan dengan upaya Australia mengubah cara pemerintah
nasional dan lokal melakukan pembangunan.
yang dipimpin oleh warga dan berbasis aset di seluruh dunia; melakukan eksplorasi tentang
bagaimana pendekatan berbasis aset dapat diaplikasikan pada konteks internasional yang
beragam untuk menstimulasi pembangunan yang dipimpin warga; mempelajari implikasi
pendekatan berbasis aset terhadap peran lembaga donor, LSM, pemerintah lokal dan
perantara lainnya; menemukenali lingkungan kebijakan dan peraturan yang optimal bagi
kesuksesan aplikasi pembangunan berbasis aset dan dipimpin oleh warga.
http://www.synergos.org/knowledge/02/abcdoverview.htm
Website knowledge management yang memberikan ikhtisar tentang ABCD.
188
Positive Deviance Initiative
http://www.positivedeviance.org/
Gagasan Positive Deviance berdasar pada pengamatan bahwa di dalam setiap komunitas
terdapat sejumlah individu atau kelompok yang memiliki perilaku dan strategi yang
tidak biasa untuk menemukan solusi lebih baik terhadap masalah yang dihadapi. Mereka
memiliki akses yang sama terhadap sumberdaya yang sama dengan orang lain, malah
terkadang menghadapi tantangan yang lebih besar, tetapi berbeda dalam mengatasinya.
Pendekatan Positive Deviance merupakan pendekatan berbasis aset dan dipimpin oleh warga
yang memungkinkan komunitas menemukan perilaku-perilaku serta strategi-strategi
sukses, untuk kemudian dikembangkan menjadi rencana aksi yang bisa diterima oleh semua
pihak.
Pelatihan dan Referensi
Endogenous Development
http://www.compasnet.org/ed_1.html
Jejaring ini menggunakan pendekatan berbasis aset dalam pembangunan agrikultur dan
pedesaan yang berdasarkan keanekaragaman hayati. Website dan portal pengetahuan terkait
bagus sebagai sumber kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup. Ada
banyak contoh tentang bagaimana pendekatan berbasis aset lahir dari pertimbangan tentang
pentingnya nilai-nilai budaya dan spiritualitas. Disamping itu, jaringan ini menekankan
pentingnya budaya dalam menentukan berbagai cara memperoleh informasi baru (belajar).
Di website ini terdapat banyak referensi, termasuk buku, majalah dan artikel yang dapat
diunduh.
Bank of Ideas
http://www.bankofideas.com.au
Inspiring Communities
www.inspiringcommunities.com
190
Catatan Akhir
1 John Kretzmann dan John L. McKnight, adalah pendiri The Asset based Community
Development Institute, di Northwestern University, Evanston, Illinois.
2 David Cooperrider, penemu Appreciative Inquiry, berasal dari Case Western University,
USA. Informasi lebih lanjut lihat: www.appreciativeinquiry.net.au
5 Brown, R.M (2001), An Appreciative Vision for Building Partnership and Empowering
Communities, p.6. See also Annis Hammond, The Thin Book of Appreciative Inquiry, Thin
Book Publishing Company, 2nd Ed, p 24.
9 Jawaban Peter Drucker ketika pada akhir tahun 90an ditanya tentang apa yang
dianggapnya sebagai kunci manajemen yang baik di milenium yang baru.
10 Hal ini berulang kali ditemukan oleh ACCESS dan sudah dilaporkan dalam berbagai
laporan.
11 Diadaptasi dari karya Jody Kretzman di Asset Based Community Development Institute,
School of Education and Social Policy, Northwestern University, Illinois, USA.
Pembaru dan Kekuatan Lokal untuk Pembangunan
14 Senge, P. M. (1990) The Fifth Discipline. The art and practice of the learning organization,
London: Random House.
16 Lihat http://www.sewa.org
192 17 Diadaptasi dari DFID (2001). Sustainable livelihoods approach guidance sheets. Livelihoods
Connect Website. http://www.livelihoods.orgcrs
19 Lihat www.positivedeviance.org
20 Bagian ini diambil dari presentasi oleh Mathie A. and Cunningham G. (2003) Who
is Driving Development? Manchester, February 2003. Lihat http://www.coady.stfx.ca/
knowledge/publications/
21 Woolcock, Michael (2001), ‘The place of social capital in understanding social and
economic outcomes’, Isuma: Canadian Journal of Policy Research 2:1, pp 1-17
Pelatihan dan Referensi
23 Anderson, M. (1999), Do No Harm: How Aid Can Support Peace – or War, Boulder, Colorado:
Lynne Rienner Publishers, 1999. pp. 147
24 Istilah ‘zero sum’ merujuk pada kenyataan bahwa tidak ada perubahan pada jumlah atau
besarnya kekuasaan yang ada dalam masyarakat maupun interaksi sosial manapun.
25 Analisis ini menjadi dasar perjuangan kelas dan dijelaskan dalam buku klasik
pengorganisasian masyarakat, Rules for Radicals (1971) oleh Saul Alinsky.
193
26 Lihat Allen, J (2003), Lost Geographies of Power, Blackwell, Malden
27 Lihat, Tagagau, S and Pettit, J., (2006) “-2006 Conference Papers diterbitkan via internet di
http://www.strengthbasedstrategies.com
28 http://www.openspaceworld.org/
29 http://www.artofhosting.org/home/
30 http://www.cdainc.com/cdawww/project_profile.
php?pid=LISTEN&pname=Listening%20Project
31 Dalam Paris Declaration, Accra Agenda for Action dan the Busan Partnership
Agreement.
Pembaru dan Kekuatan Lokal untuk Pembangunan
33 Barnett, Thomas & Hocevar, (1995), “The central role of discourse in large scale change:
A social construction perspective,” Journal of Applied Behavioral Science, 31:3 352 372.
34 Fredrickson, B. L. & Losada, M. (2005), “Positive affect and the complex dynamics of
human flourishing .” American Psychologist, 60 (7) 678-686.
35 Checkland, Peter B. & Poulter, J. (2006) Learning for Action: A Short Definitive Account of Soft
Systems Methodology and its use for Practitioners, Teachers and Students, Wiley, Chichester.
194
36 Lihat www.theworldcafe.com.
37 Rias, R.M & Suhaimi, (2012), Gawe Rapah Warga, Menilik Masa Lalu – Menata Hari Ini –
Merangkai Masa Depan, publikasi JMS yang didukung oleh ACCESS Tahap II.
38 Tabel diadaptasi dari Dupar, M., & Badenoch, N. (2002), Environment, livelihoods and local
institutions: Decentralization in Mainland South East Asia, Washington DC, USA: World
Resources Institute.
40 Sumber: http://www.neweconomics.org/projects/co-production
41 Referensi www.abcdinstitute.org
43 Lihat http://abcdasiapacific.ning.com/
45 Rincian pendekatan ini didokumentasi dengan baik dan dapat ditemukan pada website
Positive Deviance Initiative www.positivedeviance.org
195
46 G. Hariramamurthi and P.M. Unnikrishnan, (2010), “Promoting Health Care in India by
Reinforcing Local Traditions”, in Seeking Strength from Within, The Quest for a Methodology
of Endogenous Development, p 62.
48 Catatan: Ada beberapa daftar lain yang bisa digunakan, ini hanya salah satu cara
mengelompokkan aset komunitas agar anggota kelompok menjadi familiar dengan
membuat gambar kekayaan komunitas, serta menjadi semakin sadar akan talenta,
kelompok dan sumberdaya yang sudah mereka miliki, dan dapat memanfaatkannya
dengan lebih baik.
Pembaru dan Kekuatan Lokal untuk Pembangunan
49 ‘Posyandu’ di Indonesia.
51 Green, M (2006) When People Care Enough To Act, Inclusion Press, Toronto, Canada, p
36.
52 Diambil dari Mobilising Assets for Community-Driven Development, Participant Book, 2008,
Coady International Institute.
56 URL: http://www.youtube.com/watch?v=w7WSHk1QbD8
57 URL: http://www.youtube.com/watch?v=D-aJXTi3UVw
Pelatihan dan Referensi
197
Australian Community Development and Civil Society
Strengthening Scheme (ACCESS) Phase II
Australian Aid managed by IDSS on behalf of AusAID