Anda di halaman 1dari 17

Sejarah Hukum Perdata di Indonesia

Hukum perdata yang berlaku sekarang ini di indonesia adalah hukum perdata belanda

atau BW (Burgerlijk Wetboek). Hukum perdata belanda ini juga berasal dari hukum perdata

perancis (code Napolion), karena pada waktu itu pemerintahan Napolion Bonaparte Prancis

pernah menjajah belanda. Adapun code Napolion itu sendiri disusun berdasarkan hukum

Romawi, yakni Corpus Juris Civils yang pada waktu itu dianggap sebagai hukum yang paling

sempurna.

Selanjutnya setelah belanda merdeka dari kekuasaan perancis, belanda menginginkan

pembentukan Kitab Undang-Undang Perdata sendiri yang terlepas dari pengaruh kekuasaan

Perancis. Untuk mewujudkan keinginan Belanda tersebut, maka dibentuklah suatu panitia yang

diketahui oleh Mr. J.M. Kemper dan bertugas membuat rencana kodifikasi hukum perdata

Belanda dengan menggunakan sebagai sumbernya sebagian besar dari “Code Napolion” dan

sebagian kecil berasal dari hukum Belanda kuno.

Pembentukan kodifikasi perdata Belanda itu baru selesai pada tanggal 5 Juli 1830, dan

diberlakukan pada tanggal 1Oktober 1838. Hal ini disebabkan karena pada bulan Agustus 1830

terjadi pemberontakan di daerah bagian selatan Belanda yang memisahkan diri dari kerajaan

Belanda yang sekarang ini disebut kerajaan Belgia.

Walaupun Hukum Perdata Belanda atau BW () merupakan kodifikasi bentukan nasional

Belanda, namun isi dan bentuknya sebagian besar serupa dengan Code Civil Prancis. Dalam hal
ini oleh J. Van Kan menjelaskan, bahwa BW adalah saduran dari Cide Civil, hasil jiplakan yang

disalin dari bahasa Perancis ke dalam bahasa Belanda.[2]

Kemudian Hukum Perdata atau BW Belanda yang berlaku di Indonesia adalah Hukum

perdata atau BW Belanda, karena Belanda pernah menjajah Indonesia. Jadi BW Belanda juga

diberlakukan di Hindia Belanda (Indonesia) berdasarkan asas konkordonansi (persamaan).

Adapun BW Hinda Belanda (Indonesia) ini disahkan oleh raja pada tanggal 16 Mei 1846, yang

diundangkan melalui staatsblad Nomor 23 tahun 1847, dan dinyatakan berlaku pada tanggal 1

mei1848.

Setelah Indonesia merdeka, maka BW Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku. Hal

tersebut berdasarkan Pasal II aturan peralihan Undang-Undang Dasar 1945 sebelum diamandeme

yang berbunyi “segala badan negara dan peraturan yang ada, masih langsung berlaku, selama

belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini”. Atau Pasal 1 aturan peralihan

Undang-Undang Dasar 1945 hasil amandemen yang berbunyi: “segala pertauturan

perundangundangan yang ada masih tetap berlaku selama belum diadakan yang baru menurut

Undang-Undang ini”. Oleh karena itu, BW Hindia Belnda ini disebut dengan Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata Indonesia, sebagai induk hukum perdata Indonesia.[3]

PEMBAGIAN HUKUM PERDATA


(menurut ilmu pengantar hukum)

1. Hukum perorangan (persomenrecht)


2. Hukum keluarga (familierecht)

3. Hukum harta kekayaan (vermogensrecht)

4. Hukum waris (erfrecht)

(menurut sistematika BW)

1. Buku I perihal orang (van personen)

2. Buku II perihal benda (van zaken)

3. Buku III perihal perikatan (van verbintenissen)

4. Buku IV perihal pembuktian dan daluwarsa (van bewijsen verjaring)

TENTANG ORANG

Orang (badan pribadi) adalah subyek hokum (subjectum juris) di dalam hokum/pendukung

hak dan kewajiban.

Ada 2 yaitu

· Manusia (naturlijke persoon)

· Badan (recht persoon)

Manusia:

Sejak lahir sampai mati, pasal 2 BW

“Anak dalam kandungan dianggap telah lahir, bila kepentingan si anak menghendaki”

Badan hokum:

Tidak semua orang dapat bertindak sendiri dalam melaksanakan hak-haknya.

Pasal 1330 BW (tidak cakap hukum) :

1) Orang yang belum dewasa

2) Gila
3) Perempuan bersuami

TENTANG KEBENDAAN

Buku II KUHperdata tentang hokum kebendaan menggunakan “system tertutup” yaitu orang

tidak di perkenankan menciptakan hak kebendaan lain, selain apa yang sudah ada dalam buku II

tersebut.

BENDA

Apa saja yang dapat dijadikan hak seseorang.

HAK KEBENDAAN

Hak yang diberikan kepada seseorang berupa kekuasaan langsung atas suatu benda yang

dapat di pertahankan kepada setiap orang.

Hak kebendaan ada 2:

1) Hak kebendaan yang member kenikmatan/manfaat.[1]

2) Hak kebendaan yang memberi jaminan.[2]

TENTANG PERIKATAN

BUKU III

Perikatan

Perikatan adalah suatu hubungan hokum antara 2 orang/pihak, dimana pihak yang 1

(kreditur) berhak menuntut satu hal dari pihak lain (debitim) yang berkewajiban

memenuhi.(HAK KREDITUR DAN KEWAJIBAN DEBITUR DI SEBUT PRESTATIE.

“PASAL 1234 BW”)

1. Memberi sesuatu

2. Berbuat sesuatu
3. Tidak melakukan perbuatan/ sesuatu.

SAHNYA PERIKATAN (pasal 1320 BW)

1. Sepakat

2. Cakap hukum

3. Adanya hal/obyek tertentu

4. Kausa yang halal.

HUKUM WARIS MENGATUR

1. Siapa yang tergolong ahli waris

2. Penggolongan ahli waeis dan urutannya di antara mereka

3. Berapa bagian masing-masing ahli waris

4. Apa saja yang dapat di pesankan seseorang bila meninggal dan batas kekuasaan seseorang

untuk membuat wasiat.

POKOK-POKOK ACARA PERDAT

Hukum acara perdata adalah aturan-aturan hukum yang mengatur cara-cara memelihara dan

mempertahankan hokum perdata materil

SUMBER-SUMBER

Rv .(reglement op de burgerlijke rechtuor dering) yang berlaku bagi golongan eropa di jawa dan

eropa.

H.I.R (herziene inlandsch reglement) yang berlaku bagi golongan bumi putra di jawa dan

Madura
SUMBER-SUMBER PERDATA

1. UU NO. 1 THUN 1974 tentang perkawinan

2. UU NO. 4 THUN 2004 tentang kekuasaan kehakiman

3. UU NO. 5 THUN 2004 tentang perubahan atas UU No. 14 tahun 1970 tentang MA.

4. UU NO. 8 THUN 2004 tentang perubahan atas UU NO. 2 THUN 1986 tentang peradilan

5. UU NO. 3 THUN 2006 tantang perubahan atas UU NO. 7 THUN 1989 tentang peradilan

agama

ASAS-ASAS

1. Beracara dengan hadir sendiri/tidaka ada kewajiban mewakili

2. Hakim bersifat menunggu , artinya inisiatif berperkara dating dari para pihak (nemo judex sine

antor)

3. Hakim pasif, artinya ruang lingkup/luas pokok sengketa yang di ajukan kepada hakim di

tentukan oleh para pihak.(secundum alegat iudecare)

4. Beracara dengan mengajukan permohonan

5. Pemeriksaan perkara dalam siding pengadilan yang terbuka[3]

6. Beracara tidak dengan Cuma-Cuma[4]

7. Hakim mendengar ke 2 belah pihak (audi et elte ram partem)

8. Pemeriksaan perkara secara lisan

9. Terikatnya hakim pada alat pembuktian[5]

10. Keputusan hakim harus memuat alas an-alsan.


[1] Hak eigendom dan hak erfpacth.

[2] Hak gadai dan hak hipotik.

[3] Terbuka untuk umum..setiap orang boleh hadir mendengar dan menyimak berjalannya

pengadilan .

Tujuan terbuka: 1. Memberi perlindungan ham 2. Menjaga obyektifitas peradilan

[4] Adanya pembayaran. 1. Materi. 2. Honor pembela 3. Uang saksi

[5] Alat pembuktian. Member upaya untuk menyakinkan hakim bahwa suatu kenyataan/hub

sudah sungguh2terjadi. Alat bukti: 1. Tertulis 2. Saksi 3. Persangkaan 4. Pengakuan 5. Sumpah

[6]. Desente 7 saksi ahli

SISTEM HUKUM PERDATA DI INDONESIA

Istilah “hukum perdata” (privaat recht) dipakai sebagai lawan dari istilah “hukum oublik”

(publiekrecht). Yang dimaksud dengan hukum perdata adalah seperangkat/kaidah hukum yang

mengatur perbuatan atau hubungan antara manusia/ badan hukum perdata untuk kepentingan

para pihak sendiri dan pihak-pihak lain yang bersangkutan dengannya. Tanpa melibatkan

kepentingan publik/umum/masyarakat yang lebih luas. Karena itu, hukum perdata tidak

tergolong ke dalam hukum publik di mana hukum publik menyangkut dengan kepentingan

umum.

Hukum perdata di Indonesia bersumber dari:


1. Undang-undang. Ini adalah sumber sangat penting dari hukum perdata di Indonesia, yanh

antara lain terdiri dari :

a. Kitab undang-undang Hukum Perdata (sebagai sumber utama).

b. Berbagai undang – undang lainnnya, seperti

1) Undang-undang pokok Agraria.

2) Undang-undang perkawinan.

3) Undang-undang Hak Tanggungan.

4) Undang-undang Tenaga Kerja.

C. Berbagai peraturan perundang-undangan yang tingkatannya dibawah undang-undang.

1. Hukum adat.

2. Hukum Islam.

3. Hukum agama lain selain islam.


4. Yurisprudensi.

5. Perjanjian yang dibuat antara para pihak.

6. Pendapat ahli.

7. Traktat. Khususnya yang berkenaan dengan perdata Internasional.

Hukum perdata yang berlaku bagi rakyat Indonesia berbeda-beda semula, dengan berlakunya

ketentuan di zaman belanda (pasal 131) juncto pasal 163 IS), maka hukum (termasuk hukum

perdata) yang berlakunya bagi bangsa Indonesia adalah sebagai berikut :

1. Bagi golongan Eropa dan timur asing tionghoa, berlaku KUH Perdata. Akan tetapi kemudian,

sesuai dengan perkembangan dalam yurispudensi, maka banyak ketentuan KUH Perdata berlaku

bagi semua penduduk Indonesia tanpa melihat golongan asal usul mereka. Dalam hal ini, semua

orang Indonesia tanpa melihat golongan penduduknya, dianggap telah menundukkan diri secara

diam-diam kepada system hukum yang terdapat dalam KUH Perdata.

2. Bagi Timur Asing lainnya, berlaku hukum adatnya masing-masing,

3. Bagi golongan penduduk Indonesia berlaku hukum adat Indonesia.


Jadi KUH Perdata merupakan sumber hukum utama bagi penduduk Indonesia, dengan

berbagai undang-undang yang telah mencabut beberapa hal, seperti UU Pokok Agraria, UU

Perkawinan, UU Hak Tanggungan dan UU Tenaga Kerja.

KUH Perdata Indonesia adalah tidak lain terjemahan dari KUH Perdata Belanda yang

berlaku di negeri Belanda, sedangkan KUH Perdata Belanda berasal dari KUH Perdata Prancis

yang dibuat dimasa berkuasanya Napoleon Bonaparte, sehingga terhadapnya disebut dengan

Kitab Undang undang Napoleon (Code Napoleon), sedangkan Napoleon Bonaparte membuat

kitab undang-undang dengan mengambil sumber utamanya adalah kitab Undang-undang Hukum

Romawi yang dikenal dengan Corpus Juris Civilis. Kitab undang-undang Napoleon tersebut

berdiri diatas tiga pilar utama sebagai berikut :

1. Konsep hak milik individual.

2. Konsep kebebasan berkontrak.

3. Konsep keluarga patrilineal.

Bidang-bidang yang termasuk ke dalam golongan hukum perdata terdapat dua

pendekatan:

1. Pendekatan sebagai sistematika undang-undang.


2. Pendekatan melalui doktrin keilmuan hukum.

Apabila dilakukan melalui pendekatan sebagai sistematika undang-undang dalam hal ini sesuai

dengan sistematika dari kitab undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata) atau yang dikenal

dengan isttilah BW (Burgerlike Wetboek), maka hukum perdata dibagi ke dalam bidang-bidang

sebagai berikut:

1. Hukum tentang orang (personen recht)

2. Hukum tentang benda (zaken recht)

3. Hukum tentang perikatan (verbintenissen recht)

4. Hukum tentang pembuktian dan kadaluarsa (lewat waktu) ( vanbewijs en verjaring).

Sementara apabila dilakukan pendekatan melalui doktrin keilmuan hukum, maka hukum

perdata terdiri dari bidang sebagai berikut:

1. Hukum tentang orang (personal law).

2. Hukum keluarga (family law).

3. Hukum harta kekayaan (property law).


4. Hukum waris (heritage law)

Kitab undang-undang hukum perdata idonesia merupakan terjemahan dari Burgerlijke Wetboek

(BW) dari negeri belanda. Sementara BW Belanda tersebut merupakan terjemahan dari kode

civil dari perancis, yang dibuat semasa pemerintahan Napoleon Bonaparte. Pemerintah belanda

melakukan BW mereka di Indonesia sewaktu Indonesia di jajah oleh belanda tempo hari.

Pemberlakuan hukum belanda di negara jajahannya di lakukan berdasarkan asas dalam hukum

yang disebut dengan asas konkordansi.

Kemudian, sebagaimana di ketahui bahwa disiplin hukum perdata secara utuh hanya dikenal

dalam sistem hukum eropa continental, termasuk dalam system hukum Indonesia, karena hukum

Indonesia dalam hal ini berasal dari system hukum belanda. Hal ini sebagai konsekuensi logis

dari diberlakukannya disana system kodifikasi, yakni system yang memusatkan hukum-hukum

dalam kitab hukum, semacam kitab undang-undang hukum perdata Indonesia. Akan tetapi

dinegara-negara yang tidak berlaku system kodifikasi, seperi dinegara-negara yang menganut

system hukum Anglo Saxon (misalnya di Inggris, Australia atau Amerika Serikat), tidak dikenal

hukum disiplin perdata secara utuh, sehingga disana tidak ada yang namanya hukum perdata.

Yang ada hanyalah pecahan-pecahan dari hukum perdata, seperti hukum kontrak(contract),

hukum benda (property), perbuatan melawan hukum (tort), hukum perkawinan(marriage), dan

lain-lain.[1]

Sistematika Hukum Perdata


Sistematika hukum perdata Eropa menurut ilmu pengetahuan hukum dengan

sistematika hukum perdata eropa menurut kitab undang-undang hukum perdata (KUH Perdata)

terdapat perbedaan.

Adapun sistematika hukum perdata eropa mnurut ilmu pengetahuan Hukum dibagi atas 4

buku atau bagian, yaitu:

Buku I : Hukum perorangan (personen recht), berisikan peraturan peraturan yang mengatur

kedudukan orang dalam hukum kewenangan seseorang serta akibat-akibat hukumnya.

Buku II : Hukum Keluarga (familie recht), berisikan peraturan-peraturan yang menganut

hubungan antara orang tua dengan anak-anak, hubung antara suami dan istri serta hak-hak

kewajiban masing-masing.

Buku III : Hukum harta kekayaan (vermogens-recht), berisikan peraturan-peraturan yang

mengatur kedudukan benda dalam hukum yaitu pelbagai hak-hak kebendaan.

Buku IV : Hukum Waris (efrecht), berisikan peraturan-peraturan mengenai kedudukan benda-

benda yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal dunia.

Sedangkan sistematika hukum perdata Eropa menurut Kitab Undang-Undang Perdata (KUH

Per) terdiri atas 4 macam buku atau bagian, yaitu:


Buku I : Tentang oran (van personen), berisikan hukum perorangan dan hukum keluarga.

Buku II : Tentang benda (van zaken), berisikan hukum harta kekayaan dengan hukum waris.

Buku III : Tentang perikatan (van verbintennissen), berisikan hukum perikatan yang lahir dari

Undang-Undang dan dari persetujuan-persetujuan / perjanjian-perjanjian.

Buku IV : Tentang pembuktian dan daluarsa (van-bewijs en verjaring), berisikan peraturan-

peraturan tentang alat-alat bukti dan kedudukan benda-benda akibat waktu (verjaring).

Apabila diperhatikan antara sistematika hukum perdata eropa menurut ilmu pengetahuan

hukum dengan sistematika hukum perdata eropa menurut kitab undang-undang hukum perdata /

BW terhadap perbedaan. Adapun perbedaan ini disebabkan karena latar belakang

penyusunannya. Adapun penyusunan atau sistematika ilmu pengetahuan hukum itu didasarkan

pada perkembangan siklus kehidupan manusia, seperti lahir kemudian menjadi dewasa (kawin),

dan selanjutnya cari harta (nafkah hidup). Dan akhirnya mati (pewarisan).

Sedangkan penyusunan atau sistematika BW didasarkan [ada sistem individualisme

(kebebasan individual) sebagai pengaruh dari revolusi prancis. Hak milik (eigendom) adalah

sentral, tidak dapat diganggu gugat oleh siapa pun juga.

Dalam hal ini perbedan sistematika tersebut dapat dilihat di bawah ini :

1. Buku 1 hukum perdata menurut ilmu pengetahuan hukum memuat tentang manusia pribadi
dan badan hukum, keduanya sebagai pendukung hak dan kewajiban. Sedangkan buku 1 hukum

perdata menurut BW (KUH Per) memuat ketentuan mengenai manusia pribadi dan keluarga

(perkawinan).

2. Buku 2 hukum perdata menurut ilmu pengetahuan hukum memuat tentang ketentuan keluarga

(perkawinan dan segala akibatnya). Sedangkan buku 2 perdata menurut BW (KUH Per) memuat

ketentuan tentang benda dan waris.

3. Buku 3 hukum perdata menurut ilmu pengetahuan ketentuan tentang harta kekayaan yang

meliputi benda dan perikatan. Sedangkan buku 3 hukum perdata menurut ketentuan tentang

perikatan saja.

4. Buku 4 hukum perdata menurut ilmu pengetahuan hukum memuat ketentuan tentang

pewarisan. Sedangkan buku 4 hukum perdata menurut BW (KUH Per) memuat tentang

ketentuan tentang bukti dan daluarsa.[4]

Contoh Kasus Perdata di Indonesia

1. Kasus Perseteruan Julia Perez dan Dewi Persik

JAKARTA, RIMANEWS- Perseteruan antara Julia Perez dengan Dewi Perssik semakin

memanas. Setelah melaporkan artis yang akrab disapa Jupe itu ke polisi, Dewi juga menuntut

artis itu secara perdata. Ia menggugat Jupe sebesar Rp1,7 miliar.

Menurut pengacara Dewi, Angga Brata Rosihan, kliennya itu merasa sudah dirugikan secara

materiil dan immateriil atas pertengkarannya dengan kekasih Gaston Castano tersebut. Dan tak
hanya itu, Dewi merasa Jupe telah merusak wajahnya yang merupakan asetnya sebagai seorang

artis.

"Pastinya, kami punya bukti kwitansi atas perawatan mukanya dia. Bahwa ini benar untuk

pengobatan, untuk mereparasi wajahnya. Itukan aset Mbak Dewi," kata Angga

Tuntutan tersebut telah diajukan pihak pemilik goyang gergaji itu ke Pengadilan Negeri Jakarta

Timur pada Senin, 31 Januari kemarin. Tuntutan itu tercatat dengan nomor 41/PDP/2011 di PN

Timur.

2. Kasus Prita Mulyasari

Prita Mulyasari, ibu dua anak, mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Tangerang,

Banten. Prita dijebloskan ke penjara karena alasan pencemaran nama baik. Tali yang dipakai

untuk menjerat Prita adalah Pasal 27 ayat 3 UU ITE. Isinya “Setiap orang dengan sengaja dan

tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya

informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau

pencemaran nama baik“. Prita terancam hukuman penjara maksimal enam tahun dan atau

denda maksimal Rp 1 miliar.

Kasus ini bermula dari email Prita yang mengeluhkan layanan unit gawat darurat Omni

Internasional pada 7 Agustus 2008. Email ke sebuah milis itu ternyata beredar ke milis dan
forum lain. Manajemen PT Sarana Mediatama Internasional, pengelola rumah sakit itu, lalu

merespons dengan mengirim jawaban atas keluhan Prita ke beberapa milis. Mereka juga

memasang iklan di koran. Tak cukup hanya merespon email, PT Sarana juga menggugat Prita,

secara perdata maupun pidana, dengan tuduhan pencemaran nama baik.

Itu merupakan salah satu contoh dari hukum perdata. Suatu komentar atas pengeluhan yang

dilakukan oleh seorang pasien terhadap suatu pelayanan dari sebuah Rumah Sakit berbuntut

panjang. Masalah individu ini merebak ke public, setelah pasien menulis tentang keluhanya itu

diblog. Pasal yang dijerat merupakan pasal mengenai UU ITE, yang menguat tidak bolehnya

melakukan penghinaan di suatu media elektronik.

Anda mungkin juga menyukai