Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN AKHIR

PRAKTIKUM KIMIA BAHAN ALAM

JUDUL PRAKTIKUM :
EKSTRAKSI DAN ISOLASI SENYAWA FLAVONOID PADA DAUN
COCOR BEBEK (Kalanchoe pinnata) DENGAN MENGGUNAKAN
PELARUT ETIL ASETAT

Pembimbing:
Tri Reksa Saputra, S.Si., M.Si

Oleh:
Kelompok : 5
Atikah Halimah Putri NIM 171431004
Ayu Nurul Mausufy NIM 171431005
Geraldy Andreas S NIM 171431010
Sisi Marliani NIM 171431027

2A - Analis Kimia

POLBAN

PROGRAM STUDI D3 - ANALIS KIMIA


JURUSAN TEKNIK KIMIA
POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penyusun panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas
berkat dan rahmat-Nya penyusun dapat menyelesaikan laporan praktikum kimia
bahan alam yang berjudul “EKSTRAKSI DAN ISOLASI SENYAWA
FLAVONOID PADA DAUN COCOR BEBEK DENGAN MENGGUNAKAN
PELARUT ETIL ASETAT”.
Laporan praktikum ini disusun dengan tujuan untuk menginformasikan
kepada pembaca perihal ekstraksi Flavonoid dari bahan alam. Laporan praktikum
ini disusun berdasarkan data yang diperoleh melalui penelitian yang dilakukan di
Laboratorium Satuan Proses, Politeknik Negeri Bandung.
Dalam penyusunan penulisan laporan ilmiah ini penyusun dibantu oleh:
1. Bapak Tri Reksa Saputra, S.Si., M.Si selaku pembimbing praktikum yang
telah memberi pengarahan dan masukkan kepada penyusun dalam
praktikum Kimia Bahan Alam;

2. Ibu Verina, A.Md selaku teknisi di Laboratorium Satuan Proses, Politeknik


Negeri Bandung
yang menjadikan laporan praktikum ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu,
penyusun mengucapkan terima kasih.
Penyusun menyadari bahwa laporan ilmiah ini masih terdapat kekurangan.
Oleh karena itu, penyusun mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun
penyusun agar lebih baik di masa yang akan datang.
Akhir kata, semoga laporan ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pengembangan
ilmu kimia khususnya di bidang analisis kimia.

Bandung Barat, Desember 2018

Tim Penyusun

ii
Abstrak

Indonesia kaya akan keanekaragaman hayati. Salah satunya adalah


tumbuhan cocor bebek (Kalanchoe pinnata). Tanaman cocor bebek ini
mengandung senyawa metabolit sekunder yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai
kebutuhan manusia. Dalam penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi adanya
senyawa golongan flavonoid dalam tanaman cocor bebek (Kalanchoe pinnata).
Metode ekstraksi yang digunakan adalah maserasi dengan pelarut metanol.
Selanjutnya dilakukan partisi menggunakan pelarut etil asetat. Identifikasi senyawa
golongan flavanoid dilakukan dengan cara uji kualitatif Kromatografi Lapis Tipis
(KLT) menggunakan fasa gerak etil asetat:n-heksan dengan perbandingan 5:5, 2:6,
dan 2:14. Hasil penelitian diperoleh dari 900 gram daun cocor bebek segar yang
diekstraksi menghasilkan ekstrak flavonoid dari pelarut etil asetat ± 3 gram, dan
memberikan warna hijau terang pada uji kualitatif Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
yang menunjukan adanya senyawa golongan flavonoid dalam daun cocor bebek.

Kata kunci: Cocor bebek (Kalanchoe pinnata), Ekstraksi, Kromatografi Lapis


Tipis (KLT).

iii
DAFTAR ISI
COVER ...……………………………….………………………………….......….i

KATA PENGANTAR ...…………….…………….……………………………...ii

ABSTRAK ...……………………………….………………………………...…..iii

DAFTAR ISI ...……………………………….…………………………………..iv

DAFTAR TABEL……………………….………………………………………..vi

DAFTAR GAMBAR………………….…………………………………………vii

DAFTAR LAMPIRAN………………….……………………………………. viii

BAB I PENDAHULUAN…………………….…………………………………...1

1.1 Latar Belakang……………….………………………………………………. 1


1.2 Rumusan Masalah.………………………...…………………………………..2
1.3 Tujuan Penelitian………………………………………………………....…...2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………......3


2.1 Tanaman Cocor Bebek (Kalanchoe pinnata)………............................…...….3
2.1.1 Klasifikasi Tanaman……………………………………………….3
2.1.2 Deskripsi Tanaman…………………………………………...…....3
2.1.3 Kandungan Kimia…………………………………………………4
2.2 Flavonoid…………………………………………………………………….4
2.2.1 Pengertian Flavonoid……………………………………………...4
2.2.2 Jenis Flavonoid…………………………………………………….4
2.2.3 Ciri – Ciri Flavonoid……………………………………………....5
2.2.4 Biosintesis Flavonoid……………………………………………...5
2.3 Metode Ekstaksi………………………………………………………………7
2.4 Kromatografi Lapis Tipis……………………………………………………..8

BAB III METODOLOGI PENELITIAN………………………………………..10


3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan…………………………………………….10
3.2 Tahap Persiapan……………………………………………………………..10
3.2.1 Persiapan Alat……………………………………………………10
3.2.2 Persiapan Bahan………………………………………………….10
3.2.3 Persiapan Sampel………………………………………………...11
3.3 Tahap Pelaksanaan…………………………………………………………..11
3.3.1 Ekstraksi Cocor Bebek…………………………………………...11
3.3.2 Pemekatan………………………………………………………..11
3.3.3 Partisi…………………………………………………………….11
3.3.4 Analisis Senyawa Flavonoid Fraksi Etil Asetat..................……..12

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN………………………………………...13

iv
4.1 Preparasi Sampel……………………………………………………………..13
4.2 Metoda Ekstraksi…………………………………………………………….13
4.3 Pemekatan menggunakan Penguapan………………………………………..13
4.4 Partisi…………………………………………………………………………14
4.5 Uji Kualitatif Flavonoid Menggunakan Kromatografi Lapis Tipis………….14
4.6 Uji Kualitatif Flavonoid Menggunakan Spektrofotometri Inframerah............15
BAB V PENUUTUP……………………………………………………………..18
5.1 Kesimpulan…………………………………………………………………..18
5.2 Saran………………………………………………………………………….18
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………19
LAMPIRAN……………………………………………………………………...21

v
DAFTAR TABEL

Tabel 4.6 Interpretasi Spektrum Inframerah dari Isolat.........................................16

vi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Tanaman Cocor bebek......................................................................3

Gambar 2.2 Jenis Utama dan Struktur Dasar Flavonoid Alam............................5

Gambar 2.3 Biosintesis senyawa Flavonoid........................................................6

Gambar 4.5.1 Profil KLT analitik.........................................................................14

Gambar 4.5.2 Pembentukan senyawa kompleks quersetin-alumunium klorida...15

Gambar 4.6 Spektrum Inframerah dari senyawa Isolat......................................16

vii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Prosedur Kerja...................................................................................21

Lampiran 2. Data Pengamatan...............................................................................24

Lampiran 3. Dokumentasi.....................................................................................26

viii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Senyawa organik bahan alam adalah senyawa organik yang merupakan hasil
metabolisme dalam organisme hidup. Senyawa dari jenis ini disebut juga metabolit.
Secara sistematik, penyelidikan dalam bidang ini telah dimulai sejak 200 tahun lalu.
Pada akhir abad 18, Scheele misalnya telah mengekstraksi beberapa senyawa
organik sederhana dari sumbernya, baik dari tumbuh-tumbuhan maupun dari
hewan, antara lain: gliserol, asam oksalat, asam laktat, dan asam sitrat. Pada tahun
1806, Serturner memperoleh morfin dari opium dan 15 tahun kemudian Peletier dan
Cafenton telah dapat mengisolasi striknin, brusin, quinin, sinkonin, dan kafein.
Senyawa-senyawa tersebut merupakan bahan alam yang dapat diisolasi untuk
pertama sekali dalam keadaan murni. Setelah itu, isolasi bahan alam berkembang
makin lama makin pesat terutama setelah penemuan teknik dan instrumen yang
makin mutakhir.
Kimia Organik Bahan Alam sangat penting peranannya dalam rangka
pemanfaatan zat- zat yang tersedia di alam, terutama senyawa- senyawa yang aktif
farmakologi. Studi bahan alam dalam bidang kimia dapat digunakan secara luas
dalam penelitian terhadap struktur dan biosintesis, isolasi dan identifikasi senyawa-
senyawa berkhasiat atau berguna. Penggunaan ekstrak tumbuh-tumbuhan tertentu
sebagai ramu-ramuan obat-obatan secara tradisional dari beberapa jenis tumbuh-
tumbuhan dikenal hampir diseluruh Indonesia, bahkan tumbuh-tumbuhan ini telah
dibudidayakan oleh sebagian masyarakat tertentu sebagai apotek hidup, dan
merupakan sumber bahan obat-obatan secara tradisional. Penggunaan obat-obatan
tradisional ini merupakan warisan dari nenek moyang secara turun-temurun bagi
masyarakat tertentu dan sampai saat ini masih digunakan sebagian masyarakat.
Himbauan ini merupakan tantangan serta dorongan bagi para ilmuan untuk
meningkatkan penelitian di bidang Kimia Organik Bahan Alam.
Tanaman Cocor Bebek merupakan tanaman yang banyak dibudidayakan di
Indonesia sebagai tanaman hias. Persebaran tanaman ini umum di daerah beriklim
tropika seperti Asia, Australia, Selandia Baru, India Barat, Makaronesia,
Maskarenes, Galapagos, Melanesia, Polinesia, and Hawai. Kandungan kimia dalam
daun cocor bebek mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, saponin, dan tanin
(Safitri, dkk., 2013; Depkes RI a, 2000), asam askorbat, kuersetin, kaempferol dan
bryophyllin (Utami, 2003), asam cis-akonitat, asam ferulat, asam syringat, asam
kofeat, asam p-hydroxybenzoat, dan beberapa asam organik, β-sisterol, kuersetin-
3-0-α-rhamnopyranosil-α-L-arabinopyranosida (Trubus, 2013).
Berdasarkan data tersebut membuat peneliti semakin tertarik untuk
memanfaatkan senyawa metabolit sekunder yang terkandung di dalam cocor bebek
yang belum banyak dimanfaatkan dalam berbagai bidang. Salah satu senyawa

1
metabolit sekunder yang tersebar merata dalam dunia tumbuh-tumbuhan dan
ditemukan pada hampir semua bagian tumbuhan termasuk daun, akar, kayu, kulit,
tepung sari, nektar, bunga, buah dan biji adalah senyawa Flavonoid. Untuk
mengoptimalkan fungsi dari senyawa flavonoid, maka dilakukan suatu isolasi untuk
dihasilkan senyawa tunggal (murni).

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana cara mengekstraksi daun Cocor Bebek?
2. Bagaimana cara mengidentifikasi adanya senyawa golongan Flavonoid
dalam ekstrak dari daun Cocor Bebek?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Mempelajari cara memperoleh senyawa Flavonoid dalam ekstrak daun
Cocor Bebek.
2. Mempelajari cara mengidentifikasi senyawa golongan Flavonoid dalam
ekstrak daun Cocor Bebek.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Cocor Bebek (Kalanchoe pinnata)


2.1.1 Klasifikasi Tanaman
Tanaman Kalanchoe pinnata (Lam.) Oken dapat diklasifikasi sebagai
berikut:

Gambar 2.1 Tanaman Cocor bebek

sumber: commons.wikimedia.org

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Bangsa : Rosales

Suku : Crassulaceae

Marga : Bryophyllum

Jenis : Bryophyllum pinnatum

Sinonim : Kalanchoe pinnata

2.1.2 Deskripsi Tanaman

Cocor bebek merupakan tumbuhan semak atau tumbuhan


semusim dengan tinggi 30-100 cm. Batang bersegi empat, lunak, beruas,
tegak, hijau. Daun tebal, tunggal, berbentuk lonjong, bertangkai pendek,

3
ujung tumpul, tepi bergerigi, pangkal membundar, panjang 5-20 cm,
lebar 2,5 – 15 cm. Bunga berbentuk malai, majemuk, menggantung,
kelopak silindris, berlekatan, berwarna merah keunguan, benang sari
delapan, putik panjang ± 4 cm, mahkota berbentuk corong dan
panjangnya 3,5-5,5 cm. Buah berbentuk kotak dan berwarna ungu
bernoda putih. Biji kecil dan putih dan berakar tunggang berwarna
kuning keputihan (Depkes RIa, 2000).

2.1.3 Kandungan Kimia

Daun cocor bebek mengandung senyawa alkaloid, flavonoid,


saponin, dan tanin (Safitri, dkk., 2013; Depkes RIa, 2000), asam askorbat,
kuersetin, kaempferol dan bryophyllin (Utami, 2003), asam cis-akonitat,
asam ferulat, asam syringat, asam kofeat, asam p-hydroxybenzoat, dan
beberapa asam organik, β-sisterol, kuersetin-3-0-α-rhamnopyranosil-α-
L-arabinopyranosida (Trubus, 2013).

2.2 Flavonoid
2.2.1 Pengertian Flavonoid
Flavonoid adalah senyawa yang terdiri dari dari 15 atom karbon
yang umumnya tersebar di dunia tumbuhan. Senyawa flavanoid
merupakan suatu kelompok senyawa fenol yang terbesar yang ditemukan
di alam. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu, dan
biru serta sebagai zat warna kuning yang ditemukan dalam tumbuh-
tumbuhan.
Pada tumbuhan tinggi, flavonoid terdapat baik dalam bagian
vegetative maupun dalam bunga. Senyawa ini berperan penting dalam
menentukan warna, rasa, bau, serta kualitas nutrisi makanan. Tumbuhan
umumnya hanya menghasilkan senyawa flavonoid tertentu. Keberadaan
flavonoid pada tingkat spesies, genus atau familia menunjukkan proses
evolusi yang terjadi sepanjang sejarah hidupnya. Bagi tumbuhan,
senyawa flavonoid berperan dalam pertahanan diri terhadap hama,
penyakit, herbivori, kompetisi, interaksi dengan mikrobia, dormansi biji,
pelindung terhadap radiasi sinar UV, molekul sinyal pada berbagai jalur
transduksi, serta molekul sinyal pada polinasi dan fertilitas jantan.
Flavanoid mempunyai kerangka dasar karbon yang terdiri dari 15
atom karbon, dimana dua cincin benzene (C6) terikat pada suatu rantai
propane (C3) sehingga membentuk suatu susunan C6-C3-C6.
2.2.2 Jenis Flavonoid
Senyawa-senyawa flavonoid terdiri atas beberapa jenis,
bergantung pada tingkat oksidasi dari rantai propan dari sistem 1,3-
diarilpropan. Dalam hal ini, flavan mempunyai tingkat oksidasi yang

4
terendah sehingga senyawa ini dianggap sebagai senyawa induk dalam
tatanama senyawa-senyawa turunan flavon.

Gambar 2.2
Jenis Utama dan Struktur Dasar Flavonoid Alam
Dari berbagai jenis flavonoid tersebut, flavon, flavonol, dan
antosianidin adalah jenis yang banyak ditemukan di alam, sehingga
seringkali dinyatakan sebagai flavonoid utama. Sedangkan jenis-jenis
flavonoid yang tersebar di alam dalam jumlah yang terbatas adalah
calkon, auron, katecin, flavanon, dan leukoantosianidin.
2.2.3 Ciri – Ciri Flavonoid
Pada umumnya, cincin A dari struktur flavonoid mempunyai pola
oksigenasi yang berselang-seling, yaitu pada posisi 2’, 4’, dan 6’ dari
struktur terbuka calkon.
Dalam banyak hal, cincin B dari struktur flavonoid mempunyai
sebuah gugus fungsi oksigen pada posisi para, atau dua yang masing-
masing berada pada posisi para dan meta, atau pula tiga di mana satu
pada posisi para dan dua pada posisi meta. Pola oksigenasi dari cincin B
di mana terdapat tiga gugus fungsi oksigen jarang dapat ditemukan.
Selain itu, cincin B yang tidak teroksigenasi, atau teroksigenasi pada
posisi orto sangat jarang ditemukan.
Pola oksigenasi dari cincin A mengikuti pola florogusinol dan
cincin B mengikuti pola katekol atau fenol. Cincin A struktur flavonoid
seringkali teralkilasi, baik oleh gugus metil (berasal dari metionin), atau
oleh isoprenil C5 yang berasal dari isopentil pirofosfat, maupun suatu C-
glikosida.
2.2.4 Biosintesis Flavonoid
Semua varian flavonoid saling berkaitan karena alur biosintesis
yang sama, yaiut jalur Sikimat dan jalur Asetat-Malonat. Pola biosintesis
flavonoid pertama kali disarankan oleh Birch. Menurut Birch, pada

5
tahap-tahap pertama dari biosintesis flavonoid suatu unit C6-C3
berkombinasi dengan tiga unit C2 menghasilakan unit C6-C3-
(C2+C2+C2). Kerangka C15 yang dihasilkan dari kombinasi ini telah
mengandung gugus fungsi oksigen pada posisi yang diperlukan. Cincin
A dari struktur flavonoid berasal dari jalur poliketida, yaitu kondensasi
dari tiga unit asetat atau malonat. Sedangkan cincin B dan tiga atom
karbon dari rantai propan berasal adari jalur fenilpropanoid (jalur
shikimat). Dengan demikian, kerangka dasar karbon dari flavonoid
dihasilkan dari kombinasi antara dua jalur biosintesis yang utama untuk
cincin aromatik, yaitu jalur shikimat dan jalur asetat-malonat. Sebagai
akibat dari berbagai perubahan yang disebabkan oleh enzim, ketiga atom
karbon dari rantai propan dapat menghasilkan berbagai gugus fungsi,
seperti ikatan rangkap, gugus hidroksil, gugus karbonil, dan sebagainya.

Gambar 2.3 Biosintesis senyawa Flavonoid


Sumber: Saito, 2013

6
2.3 Metode Ekstraksi

Ekstraksi adalah suatu proses penyarian senyawa kimia yang terdapat


di dalam bahan alam atau berasal dari dalam sel dengan menggunakan pelarut
dan metode yang tepat. Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat
dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok, di luar
pengaruh cahaya matahari langsung (Ditjen POM, 1979). Metode ekstraksi
dengan menggunakan pelarut, dibedakan menjadi:

a. Cara dingin
Metode ekstraksi cara dingin dibedakan menjadi:
i. Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan
pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada
temperatur ruangan (kamar).
ii. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang selalu baru
sampai sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada
temperatur ruangan.

b. Cara Panas
Metode dengan cara panas dibedakan menjadi:
i. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut pada temperatur
titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang
relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
ii. Soxhletasi
Soxhletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang
umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi
kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin
balik.
iii. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) temperatur
yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara umum
dilakukan pada temperatur 40-50oC.
iv. Infundasi
Infundasi adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur 90oC
selama 15 menit di penangas air, dapat berupa bejana infus tercelup
dalam penangas air mendidih.
v. Dekoktasi
Dekoktasi adalah infundasi pada waktu yang lebih lama≥ (30 menit) dan
temperatur sampai titik didih air.

7
2.4 Kromatografi Lapis tipis
Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah salah satu metode pemisahan
komponen menggunakan fasa diam berupa plat dengan lapisan bahan adsorben
inert. KLT merupakan salah satu jenis kromatografi analitik. KLT sering
digunakan untuk identifikasi awal, karena banyak keuntungan menggunakan
KLT, di antaranya adalah sederhana dan murah. KLT termasuk dalam kategori
kromatografi planar, selain kromatografi kertas. Kromatografi juga merupakan
analisis cepat yang memerlukan bahan sangat sedikit, baik penyerap maupun
cuplikannya. KLT dapat digunakan untuk memisahkan senyawa–senyawa
yang sifatnya hidrofobik seperti lipida–lipida dan hidrokarbon yang sukar
dikerjakan dengan kromatografi kertas. KLT juga dapat berguna untuk mencari
eluen untuk kromatografi kolom, analisis fraksi yang diperoleh dari
kromatografi kolom, identifikasi senyawa secara kromatografi, dan isolasi
senyawa murni skala kecil (Fessenden,2003).
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) adalah suatu teknik yang sederhana
yang banyak digunakan, metode ini menggunakan lempeng kaca atau lembaran
plastik yang ditutupi penyerap atau lapisan tipis dan kering. Untuk menotolkan
larutan cuplikan pada kempeng kaca, pada dasarnya menggunakan mikro pipet
atau pipa kapiler. Setelah itu, bagian bawah dari lempeng dicelup dalam larutan
pengelusi di dalam wadah yang tertutup (Soebagio,2002).
Kromatografi lapis tipis merupakan cara pemisahan campuran senyawa
menjadi senyawa murni dan mengetahui kuantitasnya yang menggunakan
kromatografi juga merupakan analisis cepat yang memerlukan bahan sangat
sedikit, baik menyerap maupun merupakan cuplikan KLT dapat digunakan
untuk memisahkan senyawa-senyawa yang sifatnya hidrofilik seperti lipid-
lipid dan hidrokarbon yang sukar dikerjakan dengan kromatografi kertas. KLT
juga dapat digunakan untuk mencari kromatografi kolom, identifikasi senyawa
secara kromatografi dengan sifat kelarutan senyawa yang dianalisis. Bahan
lapis tipis seperti silika gel adalah senyawa yang tidak bereaksi dengan
pereaksi-pereaksi yang lebih reaktif seperti asam sulfat. ( Fessenden, 2003 )
Pertimbangan untuk pemilihan pelarut pengembang (aluen) umumnya
sama dengan pemilihan pelarut untuk kromatografi kolom. Dalam
kromatografi adsorpsi, pelarut naik sejalan dengan pelarut (misalnya dari
heksana ke aseton, ke alkohol, ke air). Pelarut pengembang dapat berupa
pelarut tunggal dan campuran pelarut dengan susunan tertentu. Pelarut-pelarut
pengembang harus mempunyai kemurnian yang tiggi. Terdapatnya sejumlah
air atau zat pengotor lainnya dapat menghasilkan kromatogram yang tidak
diharapkan.
KLT merupakan contoh dari kromatografi adsorpsi. Fase diam berupa
padatan dan fase geraknya dapat berupa cairan dan gas. Zat terlarut yang
diadsorpsi oleh permukaan partikel padat. ( Soebagio,2002).

8
Prinsip KLT adalah adsorbsi dan partisi dimana adsorbsi adalah
penyerapan pada pemukaan, sedangkan partisi adalah penyebaran atau
kemampuan suatu zat yang ada dalam larutan untuk berpisah kedalam pelarut
yang digunakan. Kecepatan gerak senyawa-senyawa ke atas pada lempengan
tergantung pada kelarutan senyawa dalam pelarut, hal ini bergantung pada
bagaimana besar atraksi antara molekul-molekul senyawa dengan pelarut.
Bagaimana senyawa melekat pada fase diam, misalnya gel silika. Hal ini
tergantung pada bagaimana besar atraksi antara senyawa dengan gel silica
(Soebagio,2002).
Kromatografi lapis tipis menggunakan plat tipis yang dilapisi dengan
adsorben seperti silika gel, aluminium oksida (alumina) maupun selulosa.
Adsorben tersebut berperan sebagai fasa diam Fasa gerak yang digunakan
dalam KLT sering disebut dengan eluen (pelarut). Pemilihan pelarut
didasarkan pada polaritas senyawa dan biasanya merupakan campuran
beberapa cairan yang berbeda polaritas, sehingga didapatkan perbandingan
tertentu. Pelarut KLT dipilih dengan cara trial and error. Kepolaran pelarut
sangat berpengaruh terhadap Rf (faktor retensi) yang diperoleh
(Wikipedia,2018).
Derajat retensi pada kromatografi lempeng biasanya dinyatakan
sebagai faktor resensi. Nilai Rf sangat karakterisitik untuk senyawa tertentu
pada pelarut tertentu. Hal tersebut dapat digunakan untuk mengidentifikasi
adanya perbedaan senyawa dalam sampel. Senyawa yang mempunyai Rf lebih
besar berarti mempunyai kepolaran yang rendah, begitu juga sebaliknya. Hal
tersebut dikarenakan fasa diam bersifat polar. Senyawa yang lebih polar akan
tertahan kuat pada fasa diam, sehingga menghasilkan nilai Rf yang rendah. Rf
KLT yang bagus berkisar antara 0,2 - 0,8. Jika Rf terlalu tinggi, yang harus
dilakukan adalah mengurangi kepolaran pelarut, dan sebaliknya
(Gandjar,2007).
Analisis dengan KLT dapat dilakukan untuk mengidentifikasi simplisia
yang kelompok kandungan kimianya telah diketahui. Kelompok kandungan
kimia tersebut antara lain: (Ditjen POM, 1987)
a. Alkaloid
b. Glikosida jantung
c. Flavanoid
d. Saponin
e. Minyak atsiri
f. Kumarin dan asam fenol karboksilat.

9
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan


Penelitian ini dilaksanakan pada bulan 19 September 2018 sampai 21
November 2018, dilakukan di Laboratorium Satuan Proses, Teknik Kimia
Bawah (TKB) Politeknik Negeri Bandung.

3.2 Tahap Persiapan


3.2.1 Persiapan Alat
Pada tahap ini dilakukan persiapan alat yang dibutuhkan untuk
penelitian yang dilakukan mulai dari peralatan untuk pembuatan larutan,
ekstraksi maserasi, partisi dan peralatan analisis seperti uji Kromatografi
Lapis Tipis (KLT).
Alat yang digunakan adalah:

 Wather bath  Corong Pisah


 Gelas ukur  Statif dan Klem
 Cawan Penguapan  Bejana KLT
 Kaca Arloji  Sinar UV
 Gelas Kimia  Pipa kapiler
 Spatula  Plat Tetes
 Batang Pengaduk  Baskom Plastik
 Pipet tetes  Gelas Kimia Plastik ukuran
 Blender 2L
 Neraca teknis  Botol Semprot
 Ziplocbag  Alumunium Foil
 Kertas Saring  Alat Tulis
 Penjepit Cawan  Botol Parfum
 Corong Gelas

3.2.2 Persiapan Bahan


Tahap ini yaitu mempersiapkan bahan baku yang digunakan, baik
bahan baku utama dan bahan penunjang selama proses penelitian.
Bahan yang digunakan adalah:

 Daun Cocor Bebek  Plat KLT


 Metanol 96%  Aquadest
 Larutan AlCl3 10%  Aseton
 Larutan CH3COONa  Larutan Etil Asetat
 Etanol 98%  Larutan N-Heksan

10
3.2.3 Persiapan Sampel

Sampel daun cocor bebek sebelumnya dipotong kecil-kecil dan


dihaluskan untuk memperbesar kontak antara sampel dan pelarut,
sehingga ekstraksi yang dilakukan akan maksimal.

3.3 Tahap Pelaksanaan


3.3.1 Ekstraksi Cocor Bebek
Dengan metode maserasi, 900 gram daun cocor bebek segar
dimasukkan ke dalam baskom plastik, lalu ditambahkan 900 ml methanol
96% dan ditutup rapat serta terhindar dari cahaya matahari langsung.
Proses perendaman dilakukan selama 3 hari. Setelah 3 hari, campuran
tersebut disaring sehingga diperoleh maserat dan terpisah dari residu.
3.3.2 Pemekatan
Proses ini dilakukan dengan pemanasan menggunakan water
bath. Suhu pemanasan tidak terlalu tinggi, hanya berkisar 700C - 800C
agar tidak merusak ekstrak yang nantinya dihasilkan. Proses pemekatan
dilakukan hingga dipastikan air yang terkandung dalam Cocor Bebek dan
pelarut metanol telah menguap sempurna atau hingga dipastikan
terbentuk seperti selai.
3.3.3 Partisi
Metode yang digunakan adalah partisi cair cair, dengan pelarut
Etil Asetat.Sebanyak 50 gram ekstrak metanol Cocor Bebek dilarutkan
dalam air sebanyak 100 ml. Selanjutnya dimasukkan ke dalam labu pisah
lalu ditambahkan 100 ml Etil Asetat, dikocok secara pelahan-lahan
selama 10 menit, setelah itu didiamkan hingga terjadi pemisahan antara
ekstrak nheksana dan air. ekstrak n-heksana dipisahkan dengan lapisan
air kemudian dipartisi kembali hingga larutan berwarna bening. Ekstrak
etil asetat cair dan ekstrak air diuapkan sehingga diperoleh ekstrak kental.
Partisi cair-cair biasa juga disebut sebagai metode corong pisah.
Jika suatu cairan ditambahkan ke dalam ekstrak yang telah dilarutkan
dalam cairan lain yang tidak dapat bercampur dengan yang pertama, akan
terbentuk dua lapisan. Satu komponen dari campuran akan memiliki
kelarutan dalam kedua lapisan tersebut (biasanya disebut fase) dan
setelah beberapa waktu dicapai kesetimbangan konsentrasi dalam kedua
lapisan. Waktu yang diperlukan untuk tercapainya kesetimbangan
biasanya dipersingkat oleh pencampuran keduanya dalam corong pisah.
(Tobo: 2001). Dan yang perlu diperhatikan dalam penggunaan corong
pisah, pastikan keran yang akan dibuka untuk mengeluarkan gas tidak
diarahkan kepada orang lain.

11
3.3.4 Analisis Senyawa Flavonoid Fraksi Etil Asetat

Fase diam berupa pelat TLC Silica gel 60 F254 Aluminum TLC
Plate 20×20 cm 25/pk Merck 105554 dan fase gerak berupa kombinasi
pelarut etil asetat : n-heksan (5:5), (2:6), dan (2:14).
Pelat KLT dimasukkan ke dalam bejana kromatografi yang
sebelumnya telah dijenuhkan dengan fase gerak. Pola kromatogram
diamati setelah disemprot dengan reagen AlCl3 10% dan amati warna
penampak bercak (noda).

Daun Cocor Bebek segar

Dicuci, potong dalam ukuran kecil, dan


timbang 900 gram

-Haluskan dengan diblender

- Maserasi dengan pelarut methanol 96%

Pekatkan dengan penguapan


Ekstrak Metanol-Cocor Bebek

Partisi dengan metode ekstraksi cair-cair ( etil


asetat:air)
Fraksi air Fraksi Etil Asetat

Uji kualitatif dengan


KLT dan disemprotkan
reagen AlCl3

Analisis IR Terbentuk warna


bercak hijau pada
(Infra Red) lempeng KLT

12
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Preparasi sampel
Identifikasi kandungan flavonoid dalam tanaman cocor bebek
(Kalanchoe pinnata) dilakukan dengan beberapa tahap. Tahapan penelitian ini
meliputi pengumpulan sampel, ekstraksi dengan metode maserasi
menggunakan metanol, pemekatan dengan menggunakan penguapan diatas
water bath, partisi dengan menggunakan etil asetat dan kemudian kami
mendapatkan ekstak pekat dari fraksi yang kami hasilkan.
Penelitian diawali dengan preparasi sampel. Daun cocor bebek segar
dipotong kecil-kecil, kemudian diblender (penghalusan). Penghalusan
bertujuan untuk memaksimalkan pembebasan senyawa aktif yang terkandung
didalamnya karena pada proses penghalusan ini dinding sel cocor bebek akan
rusak sehingga zat aktif terekstraksi dalam pelarut yang digunakan. Pelarut
yang digunakan adalah metanol, untuk mendapatkan senyawa polar dan non
polar dalam cocor bebek, sesuai dengan sifat like dissolve like yaitu suatu zat
akan terlarut dengan baik pada pelarut yang memiliki polaritas yang sama.
Dalam metanol terdapat gugus hidroksil pada strukturnya yang membuat
metanol mampu menarik semua komponen polar, sedangkan adanya gugus
metil membuat metanol mampu menarik semua komponen non polar yang
terkandung dalam daun K. Pinnata (Saputra, 2016).

4.2 Metode Ekstraksi


Metode ekstraksi yang digunakan adalah maserasi. Cocor bebek yang
telah halus dimaserasi dengan pelarut metanol selama 3x24 jam. Maserasi 24
jam pertama menghasilkan ekstrak berwarna hijau pekat. Pada tahap ini
cocor bebek dalam kondisi awal masih banyak mengandung air sehingga
kemungkinan air ikut bersama zat aktif lainnya. Dilakukan maserasi
berikutnya pada rafinat cocor bebek. Ektrak cocor bebek dalam metanol yang
sudah terkumpul pada hari petama mengalami perubahan warna dari hijau
menjadi kuning kehijauan. Zat ini kemungkinan adalah getah daun yang
terakumulasi pada ekstrak setelah didiamkan selama berjam-jam. Maserasi
dilakukan sampai diperkirakan zat aktif dalam daun cocor bebek sudah
terekstraksi semua.
4.3 Pemekatan menggunakan penguapan

Hasil ekstrak flavonoid yang diperoleh kemudian diuapkan diatas


water bath pada suhu ±80°C. digunakan suhu penguapan ±80°C karena titik
lebur dari golongan flavonoid adalah diatas suhu 600C sehingga suhu tersebut
cukup baik untuk penguapan cocor bebek. Suhu yang terlalu tinggi akan
menyebabkan senyawa yang terkandung mengalami dekomposisi, sehingga hal

13
tersebut dihindari pada proses ini. Dihasilkan ekstrak cocor bebek yang lebih
kental dan warnanya semakin pekat (hijau kehitaman).

4.4 Partisi

Selanjutnya dilakukan partisi dengan etil asetat sehingga diperoleh


fraksi dari partisi tersebut. Metode partisi ini adalah ekstraksi cair-cair yang
didasarkan pada perbedaan kepolaran larutan. Ektrak yang diperoleh
dimasukkan kedalam corong pisah kemudian ditambahkan air dan etil asetat.
Partisi ini dilakukan sebanyak tiga kali sampai diperoleh ekstrak yang
mempunyai warna lebih muda dari sebelumnya. Proses ekstraksi ini
menghasilkan dua fasa yaitu fasa atas dan fasa bawah. Dimana lapisan atas
adalah fraksi etil asetat dan lapisan bawah adalah fraksi air. Fraksi etil asetat
inilah yang mengandung senyawa flavonoid yang bersifat polar. Kemudian
fraksi etil asetat diuapkan kembali dengan menggunakan water bath. Proses
pemekatan ini menghasilkan ektrak etil asetat sebanyak kurang lebih 3 gram.
Pada proses pemekatan fraksi etil asetat ini, ekstrak berbentuk pasta dengan
warna menjadi lebih pekat dari sebelumnya (hitam kehijauan).

4.5 Uji Kualitatif Flavonoid menggunakan Kromatografi Lapis Tipis

Untuk mengidentifikasi keberadaan senyawa flavonoid dalam ekstrak


etil asetat cocor bebek dilakukan metode uji kualitatif menggunakan
kromatografi lapis tipis (KLT). Analisis dengan menggunakan KLT
merupakan pemisahan komponen kimia berdasarkan prinsip adsorbsi dan
partisi yang ditentukan oleh fase diam (adsorben) dan fase gerak (pelarut).
Analisis KLT pada ekstrak dilakukan dengan menotolkannya pada plat silica
sebagai adsorben yang dilarutkan dengan fase gerak adalah pelarut etil asetat:n-
heksan dengan perbandingan (5:5), (2:6), dan (2:14). Hasil identifikasi dapat
diamati dengan melihat bentuk bercak (noda) yang merupakan komponen
kimia yang bergerak mengikuti kepolaran pelarut. Bentuk bercak akan semakin
jelas dengan disemprotkan reagen kimia yang sesuai.

14
Gambar 4.5.1 Profil KLT analitik, meggunakan fase diam silika gel 60
F254 pelarut etil asetat:n-heksan dengan perbandingan a: (5:5), b: (2:6), c:
(2:14) pada lampu UV 366.

Sumber: dokumentasi peneliti

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bentuk puncak dari bercak yang


terbentuk dari pelarut etil asetat dengan berbagai perbandingan memberikan hasil
uji positif terkandung flavonoid dalam esktrak cocor bebek yang ditandai dengan
warna hijau dan warna tersebut semakin terlihat ketika disemprotkan menggunakan
reagen AlCl3. Penggunaan reagen AlCl3 karena struktur kimia AlCl3 dapat
berikatan dengan senyawa flavonoid sehingga terjadi pendaran yang akan
memunculkan warna yang khas dari flavonoid yaitu warna hijau terang. Dan
diperjelas dengan penggunaan sinar UV agar warna yang terbentuk terlihat
perbedaannya.

Prinsip penetapan kadar flavonoid metode aluminium klorida adalah


terjadinya pembentukan kompleks antara aluminium klorida dengan gugus keto
pada atom C-4 dan gugus hidroksi pada atom C-3 atau C-5 yang bertetangga dari
golongan flavon dan flavonol. Senyawa yang digunakan sebagai standar pada
penetapan kadar flavonoid ini adalah quersetin, karena quersetin merupakan
flavonoid golongan flavonol yang memiliki gugus keto pada atom C-4 dan juga
gugus hidroksil pada atom C-3 dan C-5 yang bertetangga.

Gambar 4.5.2

Pembentukan senyawa kompleks quersetin-alumunium klorida

Sumber : Azizah, 2014

4.6 Uji Kualitatif Flavonoid menggunakan Spektrofotometri Inframerah


Isolat diuji menggunakan spektrofotometer inframerah. Spektrum yang
didapat ditampilkan pada gambar. X dan karakteristik dari posisi puncak
dijelaskan pada tabel. X. Karakteristik spektrum IR dari isolat dibandingkan
dengan spektrum senyawa Quercetin dari literatur (Sambandam, 2016).

15
Gambar 4.6 Spektrum Inframerah dari senyawa Isolat

Posisi Puncak Kemungkinan Gugus Fungsi


3368.07 Uluran O-H pada fenol
2928.39 Uluran C-H
1711.05 Uluran C=O
1649.99 Uluran C---C dari cincin aromatik
1509.29 Uluran C=O aromatic
1439.50 Uluran C=C aromatik
1355.59 Pembengkokan O-H pada fenol
1008.06, 1057.35, 1085.49, 1169.95, 1198.35 Uluran C-O pada fenol
949.86, 815.10, 777.07 Pembengkokan C-H pada hidrokarbon aromatik

Tabel 4.6 Interpretasi Spektrum Inframerah dari Isolat

Berdasarkan analisis spektrum inframerah pada gambar 4.6,


menunjukan adanya beberapa gugus fungsi. Hasil analisis isolat ini yaitu
adanya serapan melebar dengan intensitas lemah pada daerah bilangan
gelombang 3368.07 cm-1 yang diduga adalah serapan uluran dari gugus O-H
pada fenol. Serapan uluran C-H alifatik yang tajam dan lemah muncul pada
daerah bilangan gelombang 2928.39 cm-1. Adanya gugus karbonil (C=O)
sebagai ciri umum senyawa golongan flavonoid (Sukadana, 2010)
diindikasikan oleh adanya serapan pada daerah bilangan gelombang 1711.05
cm-1. Serapan uluran C---C, C=O, dan C=C aromatik muncul pada daerah
bilangan gelombang 1649.99 cm-1, 1509.29 cm-1, 1439.50 cm-1. Vibrasi
pembengkokan O-H dari fenol diamati pada 1355.59 cm-1. Kemudian vibrasi
ulur C-O dalam senyawa fenol menghasilkan pita kuat di daerah 1260-1000
cm-1 (Silverstein dkk, 1986) dan pada isolat ini serapan C-O muncul pada
daerah bilangan gelombang 1008.06 cm-1, 1057.35 cm-1, 1085.49 cm-1,

16
1169.95 cm-1, 1198.35 cm-1. Sementara itu serapan pada bilangan gelombang
adanya gugus C-H aromatik menghasilkan pita di daerah 1000-650 cm-1
(Silverstein dkk, 1986) dan pada isolat ini serapan C-H aromatik muncul pada
daerah bilangan gelombang 949.86 cm-1, 815.10 cm-1, 777.07 cm-1. Adanya
gugus fungsi OH, CH alifatik, C=O, C=C aromatik dan C-O mengindikasikan
isolat ini suatu senyawa flavonoid. Ini diperkuat berdasarkan hasil penelitian
yang dilakukan oleh (Akbar, 2010) sesuai dengan hasil spektrum infra merah
adanya gugus fungsi O-H, C=O, C-O, C=C aromatik, dan C-H alifatik yang
mendukung bahwa isolatnya positif suatu senyawa flavonoid.

17
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini yaitu:
1. Berdasarkan penelitian yang kami dilakukan, daun cocor bebek (Kalanchoe
pinnata) segar sebanyak 900 gram menghasilkan ekstrak etil asetat
sebanyak ± 3 gram.
2. Hasil identifikasi flavonoid dalam ekstrak cocor bebek yang dilakukan
secara kualitatif dengan kromatografi lapis tipis (KLT) menggunakan fasa
gerak etil asetat:n-heksan dengan perbandingan 5:5, 2:6, dan 2:14. Setelah
disemprot dengan reagen AlCl3 memberikan warna kuning kehijauan yang
berarti adanya senyawa golongan flavonoid dalam cocor bebek.
3. Hasil spektrum isolat menunjukkan secara positif adanya suatu senyawa
flavonoid.
5.2 Saran
1. Dibutuhkan percobaan lebih lanjut tentang potensi pemanfaatan ekstrak
fraksi etil asetat daun Cocor Bebek.
2. Perlu dioptimalkan proses isolasi sehingga didapat isolat murni fraksi etil
asetat daun Cocor Bebek.
3. Dibutuhkan analisa lebih lanjut untuk mendapatkan senyawa flavonoid
secara pasti.

18
DAFTAR PUSTAKA

Achmad, S. A. 1986. Kimia Organik Bahan Alam. Jakarta: Universitas Terbuka.

Akbar, H. Rizki. 2010. Isolasi dan Identifikasi Golongan Flavonoid Daun Dandang
Gendis (Clinacanthus nutans) Berpotensi Sebagai Antioksidan. Skripsi.
Departemen Kimia, Fakultas MIPA. Institut Pertanian Bogor.

Departemen Kesehatan RI, 2000, Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan


Obat, Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Direktorat
Pengawasan Obat Tradisional, Jakarta, 17, 31-32
Ditjen POM, 1987. Farmakope Indonesia Ed. III. Departemen Kesehatan RI :
Jakarta

Fessenden R.J dan J.S Fessenden. 2003. “Dasar-dasar kimia organic”. Jakarta:
Erlangga

Gandjar, Ibnu Gholib dan Abdul Rohman. 2007. “Kimia Farmasi Analisis.”
pustaka pelajar, Yogyakarta

Handayani Sri, Sunarto, dan Susila Kristianingrum. 2005. "Kromatografi Lapis


Tipis Untuk Penelitian Kadat Hesperidin Dalam Kulit Buah Jeruk".
Jurnal Penelitian Saintek, vol 10 No.1 (53-68)

Harborne, J.B., 1996, “Metode Fitokimia, Penuntun Cara Modern Menganalisis


Tumbuhan”, Edisi kedua, diterjemahkan oleh Kosasih, P. dan Iwang, S.,
Penerbit ITB, Bandung.

Kazuki,Saito,2013, The flavonoid biosynthetic pathway in Arabidopsis: Structural


and genetic diversity,Plant Physiology and Biochemistry Volume 72, ,
Pages 21-34

Latifah. 2015. "Identifikasi Golongan Senyawa Flavonoid Dan Uji Aktivitas


Antioksidan Pada Ekstrak Rimpang Kencur (Kaempferia galanga L.)
Dengan Metode DPPH (1,1-Difenil-2-Pikrilhidrazil)". Skripsi. FMIPA
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.

Markham, K. R. 1988. Cara Mengidentifikasi Flavonoid. Penerjemah: Kosasih


Padmawinata. Bandung: ITB.

Reksa, Tri. 2016. Ekstrak daun tumbuhan cocor bebek (kalanchoe pinnata) sebagai
inhibitor korosi.pdf. Laporan penelitian : Politeknik Negeri Bandung.
Safitri, A.R., Andre, M., dan Irsan, A. (2013). Uji Efek Analgetik Infusa Daun
Cocor Bebek (Kalanchoe pinnata (Lam.) Pers.) terhadap Mencit Jantan

19
Galur Swiss yang Diinduksi dengan Asam Asetat. Skripsi. Pontianak:
Fakultas Kedokteran, Universitas Tanjungpura.
Silviani, Novia dkk. (2018). Pengelompokan Golongan Flavonoid Dari Ekstrak
Cocor Bebek. Jurusan Teknik Kimia POLBAN: Bandung.
Soebagio., 2002, Kimia Analitik, Universitas Negeri Makassar Fakultas MIPA,
Makassar.

Sudjadi. 1985. Penentuan Struktur Senyawa Organik. Bandung: Ghalia Indonesia.

Sukadana, I.M.2010. Aktivitas Seny awa Flavonoid dari kulit akar awar-awar. 4
(1):63-67.
Silverstein, Bassler and Moril. 1986. Penyidikan Spketrofotometrik Senyawa
Organic edisi ke-4. Jakarta : erlangga
Tobo, Fachruddin, (2001), Buku Pegangan Laboratorium Fitokimia,
Laboratorium Fitokimia Jurusan Farmasi Unhas, Makassar

Trubus, T. (2013). 100 Plus Herbal Indonesia Buku Ilmiah dan Racikan. Depok:
PT. Trubus Swadaya. Halaman: 574-575.
Utami, P. (2003). Tanaman Obat untuk Mengatasi Asam Urat dan Rematik.
Jakarta: Agromedia Pustaka. Halaman 28-30.

https://www.academia.edu/24271970/Metode_Ekstraksi diakses pada 1 Desember


2018

https://www.academia.edu/7395598/Ekstraksi_Pengertian_Prinsip_Kerja_jenis-
jenis_Ekstraksi diakses pada 1 Desember 2018

https://ekspektasia.com/tanaman-cocor-bebek/ diakses pada 1 Desember 2018

https://id.wikipedia.org/wiki/Kromatografi_lapisan_tipis diakses pada 1 Desember


2018

https://id.wikipedia.org/wiki/Cocor_bebek diakses pada 3 Desember 2018

https://www.ilmukimia.org/2013/05/kromatografi-lapis-tipis-klt.html diakses pada


1 Desember 2018

http://kimiaorganik2.blogspot.com/2012/10/biosintesis-dan-identifikasi-
flavonoid.html diakses pada 2 Desember 2018

http://www.tanobat.com/cocor-bebek-ciri-ciri-tanaman-serta-khasiat-dan-
manfaatnya.html diakses pada 1 Desember 2018

20
LAMPIRAN

Lampiran 1. Prosedur Kerja

Lampiran 1.1 Preparasi Sampel


Daun cocor bebek segar

- Cuci sampai bersih

- Potong ukuran kecil-kecil

-Timbang 900 gram daun cocor


bebek

- Haluskan menggunakan blender

Hasil

Lampiran 1.2 Ekstraksi menggunakan metode Maserasi

Daun cocor bebek halus

- Rendam daun menggunakan


pelarut methanol 900 ml pada
suhu kamar
- Saring dengan kain

Ampas Ekstrak Seluruhnya (Ekstrak metanol


cocor bebek)

Ekstrak dipekatkan
menggunakan penguapan

21
Lampiran 1.3 Partisi

Ekstak cocor bebek yang sudah dipekatkan

- Masukan kedalam corong pisah bersih


- Tambahkan 200 ml etil asetat
- Tambahkan 50 ml aquadest

Ekstaksi cair-cair

Didapatkan ekstrak etil asetat yang ditampung pada


gelas kimia

Fraksi ekstrak etil asetat


dan fraksi air

Lakukan ektraksi sampai 3 kali, sehingga


diperoleh warna fraksi etil asetat lebih bening
dari sebelumnya.

Ekstrak cocor bebek


fraksi etil asetat

Uji Flavonoid Dibuat larutan deret standar kuarsetin


dalam ekstrak dan pengukuran absorbansi deret
cocor bebek larutan standar juga pengukuran
absorbansi fraksi etil asetat.

22
Lampiran 1.4 Uji flavonoid dalam ekstrak cocor bebek

1.4.1 Dengan Kromatografi Lapis Tipis


Siapkan lempeng silica KLT
(1X5) cm
Siapkan gelas bersih + tutupnya

Gelas diisi pelarut etil asetat:n-heksan


(5:5)

Totolkan ekstrak dengan pipa kapiler pada jarak


1 cm dari tepi bawah lempeng
Angkat dan keringkan
Diisi menggunakan pelarut etil asetat : n-
heksan

Semprot dengan reagen AlCl3

Amati noda yang terbentuk

Ulangi langkah di atas untuk


perbandingan pelarut etil asetat:n-
heksan (2:6) dan (2:14)

1.4.2 Dengan Spektrofotometri Inframerah

Hidupkan spektrofotometer inframerah

Ukur serapan isolat pada bilangan gelombang 500-4000 cm-1

Tandai puncak-puncak dari spektrum yang didapat

Matikan spektrofotometer inframerah

Bandingkan bilangan gelombang puncak dengan literatur


23
Lampiran 2. Data Pengamatan

Data dan Hasil Pengamatan

3.1 Pengamatan Maserasi


Dengan menambahkan 900 ml methanol dan didiamkan selama 3x24 jam pada
suhu kamar warna larutan menjadi hijau muda.

3.2 Pengamatan Pemekatan Menggunakan Penguapan


Diperoleh hasil ekstrak Cocor Bebek dimana larutan semakin pekat (warna
hijau kehitaman) dan tekstur seperti pasta.

3.3 Pengamatan Partisi


Metode yang digunakan adalah ekstraksi cair-cair. Ekstraksi menggunakan
pelarut etil asetat yaitu terbentuk dua fasa, lapisan atas merupakan fraksi Etil
asetat dan lapisan bawah merupakan fraksi air. Fraksi air dilakukan ekstraksi
kembali sampai dihasilkan warna fraksi Etil asetat yang lebih muda dari warna
fraksi sebelumnya.

3.4 Pengamatan Penguapan Setelah Partisi


Diperoleh hasil ekstrak Flavonoid dari Cocor Bebek dengan spesifikasi
berwarna hijau cenderung kehitaman dan tekstur seperti pasta.
Berat Cawan Penguapan = 99,0000 gram
Berat Fraksi Etil Asetat + Cawan Penguapam = 102,0051 gram
Berat Fraksi Etil Asetat = 3,0051 gram
Absorbansi Etil Asetat pada panjang gelombang 437,55 nm adalah 0,2257

Berikut tabel hasil Absorbansi dari deret larutan standar Kuarsetin dan Kurva
kalibrasi dari deret larutan standar:

Konsentrasi (ppm) Absorbansi Kurva Kalibrasi


2 0,049
0.35
4 0,1321 0.3
6 0,1737 0.25 y = 0.0512x + 0.0111
Absorbansi

R² = 0.9773
8 0,205 0.2
0.15
10 0,252
0.1
12 0,3289 0.05
0
2 4 6 8 10 12
Konsentrasi (ppm)

Maka akan didapatkan konsentrasi sampel (fraksi etil asetat) hasil perhitungan
sebesar 4,20 ppm.

24
3.5 Pengamatan Uji Flavonoid menggunakan KLT

No Pelarut Bentuk Puncak Warna dengan sinar


UV dan disemprot
pereaksi AlCl3

1 Etil Asetat : n- tailing Hijau terang


Heksan (5:5)
2 Etil Asetat : n- tailing Hijau terang
Heksan (2:6)
3 Etil Asetat : n- tailing Hijau terang
Heksan (2:14)

25
Lampiran 3. Dokumentasi

1. Proses Ekstraksi

2. Pemekatan dengan penguapan

3. Partisi

26
4. Hasil Uji Kualitatif Flavonoid dalam ekstrak daun cocor bebek
Menggunakan Kromatografi Lapis Tipis

5. Hasil Uji Kualitatif Flavonoid dalam ekstrak daun cocor bebek


Menggunakan Infra Red

27

Anda mungkin juga menyukai