Anda di halaman 1dari 5

Nama : Fransiska Aprila Wilna

Nim : 311710123

Kelas : B Pagi

Mata kuliah : Kajian Puisi

Dosen pengampu : Indriyana Uli, M.Pd

TETAPI AKU

(Karya: Amir hamzah)

Tersapu sutra pigura

Dengan nilam hitam kelam

Berpadaman lentera alit

Berates ribu diatas langit

Berates ribu diatas langit

Seketika sekejap mata

Segala ada menekan dada

Napas nipis berlindung guring

Mati suara dunia cahaya


Gugur badanku lemah

Mati api di dalam hati

Terhenti dawai pesawat dariku

Tersngkam sujud mencium tanah

Cahaya suci riwarna pelangi

Harus sekuntum bunga rahasia

Menyinggung daku terhantar sunyi

Seperti hauri dengan kepaknya

Rupanya ia mutiara-jiwaku

Yang kuselami dilautan masa

Gewang canggainya menyentuh rindu

Tetapi aku tiada merasa…..


Hasil Analisis puisi “TETAPI AKU” (pendekatan struktural)

Sajak tersebut di buka dengan keadaan yang tiba-tiba, yaitu langit


bagai sutra lukisan tersapu, terhapus oleh warna hitam kelam, yaitu kegelapan yang
pekat. Beratus ribu bintang yang bagai lamu-lampu kecil menjadi padam.

Seketika itu, sekejap mata, dada si aku terasa sesak tertekan oleh
segala sesuatu yang ada. Ia hanya dapat bernapas sedikit-sedikit sambil berlindung
guling. Maka rasanya segala suara di dunia ini tak terdengar dalam keadaan
kesesakan napas demikian.

Badan si aku terasa lemah dan jatuh. Semangat dalam dirinya terasa
hilang (mati). Alat-alat tubuhnya yang bagai pesawat itu menjadi terhenti. Si aku
tersugkur sujud mencium tanah. Jadi, pada perasaannya si aku seketika itu mati.

Sejenak itu dilihatnya cahaya (Tuhan) yang suci yang bermacam-


macam bagai warna pelangi dan diciumnya bau bunga harum yang penuh
kerahasiaan. Semua itu mengenai/meliputi si aku yang terhantar suci. Simnggungan
yang halus itu bagaikan singgungan halus kepaksayap bidadari.

Rupanya yang tersebut itu adalah kehadiran Tuhan yang


diumpamakan sebagai mutiara-jiwa si aku, yang telah bertahun-tahun dicarinya
sebagai penyelam yang mencari mutiara dilautan. Digambarkan bahwa Tuhan bagai
gadis yang penuh kerinduan menyentuh si aku dengan kukunya yang halus dan
bagaikan permata itu. Namun si aku tidak sadar akan kehadiran Tuhan yang
diumpamakan bidadari itu.

Dalam sajak ini untuk membangkitkan perasaan dan tanggapan


dipergunakan kiasa-kiasan berupa metafora yang juga berupa citraan. Langit yang
inda dikiaskan sebagai ‘sutra pigura’: lukisan suttera. Kegelapan yang pekat yang
menutup langit itu dikiaskan sebagai permata yang hitam kelam. Bintang-bintang
yang berkelipkan dikiaskan sebagai lampu-lampu kecil. Matafora-metafora tersebut
berupa metafora implisit yang memberikan efek kepadatan, menjadikan ekspresif.
Metafora-metafora tersebut sekaligus adalah citra-citra penglihatan yang memperjelas
dan menghidupkan gambaran: sutera piguran,nilam hitam, lentera alit.

Dalam bait kedua, untuk kepadatan dipergunakan sinekdoki totum


pro parte : segala ada menekan dada; mati suara dunia cahaya. Dalam bait ketiga,
semangat semangat dalam hati dikiaskan sebagai api, yang juga citra visual sehingga
tampak hadir di depan mata. Organ-organ tubuh dikiaskan sebagai pesawat, atau
sebagai biola yang mempunyai dawai/senar.

Ide abstrak, yaitu cinta Tuhan dikiaskan sebagai cahaya suci yang
bagai pelangi, dan cinta kasih itu digambarkan sbagai bau bunga yang harum penuh
rahasia. Juga kasih saying Tuhan diberi citra intelektual, tapi juga visual, yaitu
singgungan/sentuhan bidadari dengan kepaknya, ini juga citra rabaan (tectile image).

Pada bait kelima, Tuhan dikiaskan dengan metafora ‘mutiara-jiwa’


yang diselami dilautan masa (dalam waktu bertahun-tahun). Disamping itu, juga
dikiaskan sebagai gadis yang kuku-kuku jarinya menyentuh penuh kerinduan. Kiasan
mutiara selain memberikan makna hal yang yang sangat berharga,sangat indah dan
menarik,berkilau.

Dalam sajak ini untuk pathos, yaitu rasa untuk meleburkan diri
dengan objeknya, dipergunakan citra-citra gadis, dara yang cantik bagai bidadar.
Kiasa tersebut untuk mengiaskan Tuhan yang penuh kasih sayang itu sebagai gadis
yang cantik yang memberahikan si aku. Ia menyinggung si aku dengan lembut (bait
4), menyentuh si aku dengan kukunya yang indah (bait 5).

Dalam sajak ini, ekspresivitas dan intensitas arti di capai selain


dengan pilihan kata yang arti sangat (menyangatkan) juga dengan unsur bunyinya
yang selaras dengan pilihan katanya tersebut. Pada bait 1: Tersapu…. Dengan nilam
kelam; lentera ali-di atas langit; seketika sekejap mata / segala ada menekan dada;
napas nipis; mati api di dalam hati / twrhenti dawai….; tersungkam sujud; cahaya
suci riwarna pelangi; menyinggung daku terhantar sunyi; mutiara-jiwa / kuselami
dilautan masa; menyentuh rindu.

Selain oleh kiasan-kiasannya, sajak ini menjadi romantic oleh


pilihan kata-katanya, seperti: sutera pigura; nilam hitam kelam; lentera ali; napas
nipis; berhenti dawai; tersungkum sujud mencium tanah; riwarna pelangi; harus
sekuntum bunga; hauri dengan kepaknya; mutiara-jiwa; lautan masa; gewang-
canggainya, menyenuh rindu.

Dalam sajak ini ada koherensi antara pilihan kata-katanya, kiasan,


dan citraan, yang semuanya itu memberikan dan memperkuat suasana kegaiban
antara si aku dengan Tuhan yang terjadi sekejap mata, namun si aku tak merasa (tak
sadar) bahwa ia bertemu dengan ‘mutiara-jiwa-ku’ yang di carinya bertahun-tahun.
Kombinasi-kombinasi yang koheren tersebut sebagai berikut: sutera pigura; nilam
hitam kelam;berpadaman lentera alit; mati sara dunia cahaya; matai api didalam hati/
terhenti dawai pesawat diriku / tersungkum sujud; cahaya suci riwarna pelangi /
harum sekuntum bunga rahasia / menyinggung daku terhantar sunyi / seperti hauri
dengan kepaknya; ia mutiara-jiwaku; kuselami dilautan masa / gewang cenggainya
menyentuh rindu.

Anda mungkin juga menyukai