C e m a r a
MASTER CLASS
ILMU BEDAH
Jakarta
Jl padang no 5, manggarai, setiabudi, jakarta selatan
T. 021 8317064 | BB. 5a999b9f/293868a2
WA. 081380385694/081314412212
Medan
Jl. Setiabudi no. 65 G, medan P
T. 061 8229229 | BB. 24BF7CD2
www.optImaprep.com
ATLS
Management of Trauma Patient
Initial Assessment
Penderita trauma/multitrauma memerlukan penilaian dan pengelolaan
yang cepat dan tepat untuk menyelamatkan jiwa penderita. Waktu
berperan sangat penting, oleh karena itu diperlukan cara yang mudah,
cepat dan tepat. Proses awal ini dikenal dengan Initial assessment (
penilaian awal ).
Penatalaksanaan?
Parsial Total
Triple airway
manuver Suction,Orofaringe
al tube, ETT
ATLS Coursed 9th Edition
Cervical in-lin immobilization
Indikasi Airway definitif
B. Breathing dan Ventilasi-Oksigenasi
1. Penilaian
a) Buka leher dan dada penderita, dengan tetap memperhatikan
kontrol servikal in-line immobilisasi
b) Tentukan laju dan dalamnya pernapasan
c) Inspeksi dan palpasi leher dan thoraks untuk mengenali
kemungkinan terdapat deviasi trakhea, ekspansi thoraks simetris
atau tidak, pemakaian otot-otot tambahan dan tanda-tanda cedera
lainnya.
d) Perkusi thoraks untuk menentukan redup atau hipersonor
e) Auskultasi thoraks bilateral
2. Pengelolaan
a) Pemberian oksigen konsentrasi tinggi ( nonrebreather mask 11-12
liter/menit)
b) Ventilasi dengan Bag Valve Mask
c) Menghilangkan tension pneumothorax
d) Menutup open pneumothorax
e) Memasang pulse oxymeter
3. Evaluasi
ATLS Coursed 9th Edition
ATLS Coursed 9th Edition
C. Circulation dengan kontrol perdarahan
1. Penilaian
1. Mengetahui sumber perdarahan eksternal yang fatal
2. Mengetahui sumber perdarahan internal
3. Periksa nadi : kecepatan, kualitas, keteraturan, pulsus paradoksus.
4. Tidak diketemukannya pulsasi dari arteri besar merupakan pertanda diperlukannya
resusitasi masif segera.
5. Periksa warna kulit, kenali tanda-tanda sianosis.
6. Periksa tekanan darah
2. Pengelolaan
1. Penekanan langsung pada sumber perdarahan eksternal
2. Kenali perdarahan internal, kebutuhan untuk intervensi bedah serta konsultasi pada
ahli bedah.
3. Pasang kateter IV 2 jalur ukuran besar sekaligus mengambil sampel darah untuk
pemeriksaan rutin, kimia darah, tes kehamilan (pada wanita usia subur), golongan
darah dan cross-match serta Analisis Gas Darah (BGA).
4. Beri cairan kristaloid yang sudah dihangatkan dengan tetesan cepat.
5. Pasang PSAG/bidai pneumatik untuk kontrol perdarahan pada pasienpasien fraktur
pelvis yang mengancam nyawa.
6. Cegah hipotermia
3. Evaluasi
Perkiraan Kehilangan Cairan dan Darah
D. Disability
1. Tentukan tingkat kesadaran memakai skor
GCS/PTS
2. Nilai pupil : besarnya, isokor atau tidak, reflek
cahaya dan awasi tanda-tanda lateralisasi
3. Evaluasi dan Re-evaluasi aiway, oksigenasi,
ventilasi dan circulation.
E. Exposure/Environment
1.Buka pakaian penderita, periksa jejas
2.Cegah hipotermia : beri selimut hangat dan
tempatkan pada ruangan yang cukup hangat.
ATLS Coursed 9th Edition
Secondary Survey
A. History :
– Allergic Medication Past
illness Last meals Event
(AMPLE)
B. Physical exam : head to toe
C. Every orrifice examination
D. Complete Neurological
examination
E. Special diagnostic tests
F. Re-evaluation
TERSEDAK
Sumbatan Jalan Napas akibat Benda
Asing
Airway Foreign Body
• Tracheal foreign body
• Additional
history/physical:
– Complete airway
obstruction
– Audible slap
– Palpable thud
– Asthmatoid wheeze
Laryngeal Foreign Body
• 8-10% of airway foreign
bodies
• Highest risk of death
before arrival to the
hospital
• Additional
history/physical:
– Complete airway
obstruction
– Hoarseness
– Stridor
– dyspnea
Bronchial Foreign Body
• 80-90% of airway foreign
bodies
• Right main stem most
common (controversial)
• Additional history/physical:
– Diagnostic triad (<50% of
cases):
• unilateral wheezing
• decreased breath sounds
• cough
– Chronic cough or asthma,
recurrent pneumonia, lung
abscess
Esophageal Foreign Bodies
• Complete esophageal
obstruction with overflow
of secretions leading to
drooling
• Odynophagia
• Dysphagia
• In young infants respiratory
symptoms including stridor,
croup, pneumonia– caused
by compression of the
tracheal wall
• Typically at level of
cricopharyngeus muscle
Tatalaksana
TETANUS
Tetanus
• Tetanus: gangguan neuromuskular akut berupa
trismus, kekakuan dan kejang otot disebabkan oleh
eksotosin spesifik Clostridium tetani.
• Akibat komplikasi luka: Vulnus laceratum (luka
robek), Vulnus punctum (luka
tusuk), combustion (luka bakar), fraktur terbuka,
otitis media, luka terkontaminasi, luka tali pusat.
tetanus prone wound
Tanda dan gejala
• Masa inkubasi: bervariasi antara 2 hari atau beberapa
minggu bahkan beberapa bulan, pada umumnya 8 – 12
hari.
• Suhu tubuh normal hingga subfebris
• Tetanus lokal otot sekitar luka kaku
• Tetanus generalisata
– Trismus: sulit/tidak bisa membuka mulut
– Rhesus sardonicus
– Kaku otot kuduk, perut, anggota gerak
– Sukar menelan
– Opistotonus
• Kejang dalam keadaan sadar dan nyeri hebat.
• Sekujur tubuh berkeringat.
Stadium klinis
Derajat penyakit tetanus menurut modifikasi dari klasifikasi Albleet’s :
1. Grade 1 (ringan)
– Trismus ringan sampai sedang, spamisitas umum, tidak ada penyulit
pernafasan, tidak ada spasme, sedikit atau tidak ada disfagia.
2. Grade 2 (sedang)
– Trismus sedang, rigiditas lebih jelas, spasme ringan atau sedang
namun singkat, penyulit pernafasan sedang dengan takipneu.
3. Grade 3 (berat)
– Trismus berat, spastisitas umum, spasme spontan yang lama dan
sering, serangan apneu, disfagia berat, spasme memanjang spontan
yang sering dan terjadi refleks, penyulit pernafasan disertai dengan
takipneu, takikardi, aktivitas sistem saraf otonom sedang yang terus
meningkat.
4. Grade 4 (sangat berat)
– Gejala pada grade 3 ditambah gangguan otonom yang berat, sering
kali menyebabkan “autonomic storm”.
Diagnosis dan Komplikasi
• Diagnosis
– Klinis
– Pewarnaan gram
• Komplikasi
– Anoksia otak
– fraktur vertebra
– Aspirasi, penumonia
– Low intake, Dehidrasi
– Disfungsi otonom: hiper/hipotensi, hiperhidrosis
– Kematian
Tetanus Wound Management
Treatment
ABC’s dengan c-spine control sesuai indikasi
Analgesik kuat
intercostal blocks
Hindari analgesik narkotik
Ventilation membaik tidal volume
meningkat, oksigen darah meningkat
Ventilasi tekanan positif
Hindari barotrauma
Chest tubes bila dibutuhkan
Perbaiki posisi pasien
Posisikan pasien pada posisi yang paling
nyaman dan membantu mengurangi
nyeriPasien miring pada sisi yang terkena
Aggressive pulmonary toilet
Surgical fixation rarely needed
Rawat inap24 hours observasion
http://emedicine.medscape.com/article/152083-overview
Cardiac Tamponade
Gejala Pemeriksaan Fisik
• Takipnea dan DOE, rest • Takikardi
air hunger • Hypotension shock
• Weakness • Elevated JVP with blunted
• Presyncope y descent
• Dysphagia • Muffled heart sounds
• Batu • Pulsus paradoxus
• Anorexia – Bunyi jantung masih
terdengar namun nadi
• (Chest pain) radialis tidak teraba saat
inspirasi
• (Pericardial friction rub)
http://www.learningradiology.com/archives2007/COW%20274-Pericardial%20effusion/perieffusioncorrect.html
http://emedicine.medscape.com/article/152083-overview
Kontusio Paru
• Kontusio paru adalah memar atau peradangan
pada paru yang dapat terjadi pada cedera
tumpul dada akibat kecelakaan kendaraan atau
tertimpa benda berat.
• Kontusio paru adalah kerusakan jaringan paru
yang terjadi pada Paru yang ditandai dengan
hemoragi dan edema setempat.
• Kontusio paru berhubungan dengan trauma
ketika terjadi kompresi dan dekompresi cepat
pada dinding dada yaitu trauma tumpul
Klasifikasi Kontusio Paru
• Ringan
– nyeri saja.
• Sedang
– sesak nafas, mucus dan darah percabangan
bronchial, batuk tetapi tidak mengeluarkan sekret.
• Berat
– sesak nafas hebat, takipnea, takhikardi,
sianosis, agitasi, batuk produktif dan kontinyu,
secret berbusa, berdarah dan mukoid.
Tanda & Gejala
• Takipnea.
• Takikardi.
• Nyeri dada.
• Dispnea.
• Batuk disertai sputum atau darah.
• Suara nafas Ronchi, melemah.
• Perkusi redup
• Ekimosis.
• Hipoksemia berat.
• Respiratori distress.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
• RO thorak: menunjukkan memar paru yang
berhubungan dengan patah tulang rusuk dan
emfisema subkutan
• Ro thoraks: menunjukkan gambaran Infiltrat,
tanda infiltrat kadang tidak muncul dalam 12-
24 jam.
PENYAKIT VASKULAR PERIFER
Penyakit Vaskular Perifer
Peripheral Vascular Disease
Manifestasi Klinis
1. Lilly LS. Pathophysiology of heart disease. 5 th ed. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins; 2011. p. 350
2. Kumar, Abbas, Fausto. Robbins and Cotran’s pathologic basis of disease. 7 th ed.
Tatalaksana
Farmakologi Non Farmako
• Antikoagulan (heparin • Kateter : trombolisis /
warfarin) tromboektomi
Mencegah pembesaran • Pembedahan embolektomi
sumbatan + mengurangi • Pembedahan bypass
risiko emboli di tempat lain
1. Lilly LS. Pathophysiology of heart disease. 5 th ed. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins; 2011. p. 350
2. Kumar, Abbas, Fausto. Robbins and Cotran’s pathologic basis of disease. 7 th ed.
Treatment
Chronic Limb
Ischemia
• Insufisiensi arteri
perifer >2 minggu
• Klaudikasio
intermitten
– Dipicu aktivitas
& elevasi tungkai
– Metabolisme
anaerob asam
laktat muscle
cramping
– Nyeri atau
burning pada
plantar pedis
• Dx: ABI
Penyakit arteri oklusif (Aterosklerosis)
Kerusakan endotel
1. Libby: Braunwald's Heart Disease: A Textbook of Cardiovascular Medicine, 8th ed. 2007
2. Inter-Society Consensus for the Management of Peripheral Arterial Disease. (TASC II). 2007
3. Mostaghimi A, Crager MA. Disease of the peripheral vasculatureLilly LS. Pathophysiology of Heart Disease. 2010
Patogenesis
Perlu
vasodilatasimeningkatkan
suplai
iskemi
ADAPTASI:
perubahan pada Nekrosis
struktur dan jaringan dan
fungsi otot gangren
1.Libby: Braunwald's Heart Disease: A Textbook of Cardiovascular Medicine, 8th ed. 2007
2. Inter-Society Consensus for the Ma nagement of Peripheral Arterial Disease. (TASC II). 2007
3. Mos ta ghimi A, Cra ger MA. Disease of the peripheral vasculatureLilly LS. Pa thophysiology of Heart Disease. 2010
Diagnosis
Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Penunjang
• Penurunan denyut distal • Segmental Pressure
stenosis Measurement
• Bruit • Ankle/Brachial Index
• Iskemia kronik berat : atrofi, • Treadmill Exercise Testing
pucat, sianosis, gangren, • Duplex Ultrasound
nekrosis (luka traumatik) Imaging
• Perfusi • Magnetic Resonance
1. Ankle-brachial indeks Angiography
2. Tekanan sistolik segmental • Computed Tomographic
3. Pulse volume recordings Angiography
• Contrast Angiography,
Segmental Limb Systolic Pressure
Measurement (SLP) Ankle-Brachial Index (ABI)
Lokasi Aorta & cabang utama Arteri sedang-besar (kranial, Arteri kecil-sedang distal
aorta+cabang) (inflamasi segmental)
Prevalensi 1-3 per 1 juta 24 per 100.000 Pria <45 tahun, merokok
80-90% wanita 10-40 tahun >50 tahun, 65% wanita HLA-A9 &HLA B-5 +
Gejala Malaise & demam Polimialgia rheumatika Oklusi arteri distal fatigue,
Iskemia serebrovaskular, Nyeri kepala iskemia
miokard, claudication Nyeri wajah + fatigue mengunyah Fenomena Raynaud
lengan, hipertensi Gangguan penglihatan Thrombophlebitis
Histologi Inflamasi granulomatosa, Infiltrasi limfosit + makrofag, Inflamasi & thrombosis tanpa
proliferasi & gangguan fibrosis intima, nekrosis fokal + nekrosis (keterlibatan vaskular
elastisitas intima, fibrosis granuloma minimal)
Tatalaksana Steroid & sitotoksik, Steroid sistemik dosis tinggi Penghentian merokok,
pembedahan bypass debridemen
American College of Rheumatology 1990 criteria for the diagnosis of Takayasu’s arteritis. Arth Rheum 1990;330:1129
Classification
IIA
Abdominal aorta,
renal arteries, or
both
Ascending aorta,
aortic arch, and its uvahealth.com
Type IIa region Thoracic
branches
plus thoracic descending aorta,
descending abdominal aorta,
aorta renal arteries, or a
combination
intechopen.com http://www.ispub.com/journal/the-internet-journal-of-cardiology/volume-7-number-2/
Buerger’s Disease
(Thrombangiitis Obliterans)
• Secara khusus dihubungkan dengan merokok
• Terjadi Oklusi pada arteri muskular, dengan predileksi pada
pembuluh darah tibial
• Presentation
– Nyeri tidak dipengaruhi aktivitas
– Gangrene
– Ulceration
• Recurrent superficial thrombophlebitis (“phlebitis migrans”)
• Dewasa muda, perokok berat, tidak ada faktor risiko
aterosklerosis yang lain
• Angiography - diffuse occlusion of distal extremity vessels
• Progresivitas – dari distal ke proximal
• Remisi klinis dengan penghentian merokok
Buerger’s treatment
• Rawat RS
• Memastikan diagnosis dan arterial imaging.
• Vasoactive dilation is done during initial
admission to hospital, along with debridement of
any gangrenous tissue.
• Tatalaksana selanjutnya diberikan bergantung
keparahan dan derajat nyeri
• Penghentian rokok menurunkan insidens
amputasi dan meningkatkan patensi dan limb
salvage pada pasien yang melalui surgical
revascularisation
CT-angiografi menunjukan stenosis
segmental arteri tungkai bawah
Vasoactive drugs
• Nifedipine dilatasi perifer dan meningkatkan
aliran darah distal
– Diberikan bersamaan dengan penghentian rokok,
antibiotik dan iloprost
• Pentoxifylline and cilostazol have had good
effects, although there are few supportive data.
Pentoxifylline has been shown to improve pain
and healing in ischaemic ulcers. Cilostazol could
be tried in conjunction with or following failure of
other medical therapies (e.g., nifedipine).
http://bestpractice.bmj.com/best-practice/monograph/1148/treatment/step-by-
step.html
Disease Pathophysiology Symptoms Physical Workup
Peripheral Arterial narrowing Claudication Abnormal Ankle Brachial
Artery Decreased with exertion, in lower Index.
Occlusive blood flow = Pain severe occlusion extremity Duplex
Disease ischemic pain at pulse Ultrasound.
Pain results from rest. mottling & Digital
an imbalance Pain reproduced cyanosis Subtraction
between supply by elevating the Angiography
and demand of leg. Buerger Test: Gold
blood flow Elevate the leg Standard
to 45° - and Intervention
look for pallor at the same
time
Buerger Combination of Pain or Enlarged, red, An angiogram
acute tenderness not tender cord- or arteriogram
affected by
inflammation and exercise like veins. of the
thrombosis of the Numbness and Discoloration extremities.
arteries and veins tingling in the Two or more A Doppler
limbs. limbs affected
in the hands and ultrasound.
Skin ulcers or
feet gangrene of the
digits.
VASOSPASME: FENOMENA
RAYNAUD
Fenomena Raynaud
Spasme otot polos vaskular
Vasospastik arteri digitalis yang biasanya terjadi saat
temperatur dingin/ stress emosional respons simpatik
• Patogenesis: Vasospasme vasokonstriksi ekstrem
obliterasi lumen vaskular menghambat aliran darah.
• Predominan: Wanita 20-40 tahun
1. Lilly LS. Pathophysiology of heart disease. 5 th ed. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins; 2011. p. 350
2. Kumar, Abbas, Fausto. Robbins and Cotran’s pathologic basis of disease. 7 th ed.
Tipe
Primer
• 60% jari tangan, 40% ibu jari kaki
• Prognosis : baik
Sekunder
• Timbul akibat suatu kondisi tertentu : Penyakit
jaringan ikat (skleroderma, SLE), pernyakit
arteri oklusif, obat, thermal, vibrasi
1. Lilly LS. Pathophysiology of heart disease. 5 th ed. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins; 2011. p. 350
2. Kumar, Abbas, Fausto. Robbins and Cotran’s pathologic basis of disease. 7 th ed.
Tatalaksana
• Hindari lingkungan dingin , gunakan pakaian
hangat
• Antivasospasme : calcium channel brocker, α-
adrenergik bloker (kondisi berat)
1. Lilly LS. Pathophysiology of heart disease. 5 th ed. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins; 2011. p. 350
2. Kumar, Abbas, Fausto. Robbins and Cotran’s pathologic basis of disease. 7 th ed.
DVT
Trombosis Vena Dalam
Faktor Risiko Didapat Trombofilia Herediter
• Usia lanjut (>40 thn) • Activated protein C
• Riwayat tromboemboli sebelumnya
resistance
• Pasca operasi, pasca trauma
• Imobilisasi lama • Protrombin G20210A
• Gagal jantung kongestif • Defisiensi antitrombin
• Pasca MCI
• Paralisis tungkai bawah • Defisiensi protein C
• Penggunaan estrogen • Defisiensi protein S
• Kehamilan atau pasca melahirkan
• disfibrinogenemia
• Varises
• Obesitas
• Sindrom antibodi antifosfolipid
• hiperhomosisteinemia
Trombosis Vena Dalam
• Pemeriksaan Fisik
– Rasa tidak nyaman saat palpasi ringan betis bagian bawah
– Edema tungkai unilateral, eritema, hangat, nyeri,
pembuluh darah superfisial teraba, distensi vena,
diskolorasi, sianosis
• Pemeriksaan penunjang
– Lab : kadar FDP meningkat, titer D dimer meningkat
– Radiologis: ultrasonografi kompresi, CT scan dengan injeksi
kontras, venografi
DVT
Virchow Triads:
(1) venous stasis
(2) activation of blood coagulation
(3) vein damage
Sudoyo A dkk. Panduan Diagnosis dan Tatalaksana Trombosis Vena Dalam dan Emboli Paru. 2015
Patient with suspect symptomatic
Acute lower extremity DVT
negative
Venous duplex scan Low clinical probability observe
No
pregnancy LMWH
OPD LMWH
hospitalisation + warfarin
UFH
Compression treatment
Color duplex scan of DVT
Football sign
APPENDISITIS
Appendisitis
Appendisitis
Pemeriksaan Penunjang
Siemen test Dilakukan dengan meletakkan 3 jari di tengah-tengah SIAS dengan tuberculum
pubicum dan palpasi dilakukan di garis tengah, sedang untuk bagian medialis
dilakukan dengan jari telunjuk melalui skrotum. Kemudian pasien diminta
mengejan dan dilihat benjolan timbal di annulus inguinalis lateralis atau annulus
inguinalis medialis dan annulus inguinalis femoralis.
Thumb test Sama seperti siemen test, hanya saja yang diletakkan di annulus inguinalis
lateralis, annulus inguinalis medialis, dan annulus inguinalis femoralis adalah ibu
jari.
Valsava test Pasien dapat diperiksa dalam posisi berdiri. Pada saat itu benjolan bisa saja sudah
ada, atau dapat dicetuskan dengan meminta pasien batuk atau melakukan
manuver valsava.
Gambaran klinik
Penatalaksaan
• Operasi terdiri dari herniotomy disusul dengan hernioplasty
dengan tujuan menjepit annulus femoralis.
HERNIA UMBILIKALIS
• Hernia umbilikalis merupakan hernia congenital pada
umbilicus yang hanya ditutup peritoneum dan kulit,
berupa penonjolan yang mengandung isi rongga
perut yang masuk melalui cincin umbilicus.
• Angka kejadian hernia ini lebih tinggi pada bayi
premature.
• Hernia umbilikalis pada orang dewasa merupakan
lanjutan hernia umbilikalis pada anak.
• Peninggian tekanan karena kehamilan, obesitas atau
asites merupakan factor predisposisi.
ILEUS
Ileus
• Ileus obstruksi Adanya sumbatan Tatalaksana
mekanik yang disebabkan karena adanya • Resusitasi ABC bila pasien tidak stabil
kelainan struktural sehingga menghalangi – Air way (O2 60-100%)
gerak peristaltik usus. – Infus 2 akses vena bila dibutuhkan
• Ileus paralitik Kelainan fungsional atau dengan cairan kristaloid
terjadinya paralisis gerak peristaltik usus • FIDA Fasting, Infussion,
Klinis Decompression, Antibiotic
• Bising Usus: High pitched (metallic sound) • Pemeriksaan laboratorium
dan meningkat (obstruksi), menghilang • Pemasangan kateter urin, monitor output
(paralitik) urin setiap jambalans cairan ketat
• Darm kontur: Terlihatnya bentuk usus • Follow-up hasil lab dan Koreksi
pada dinding abdomen ketidakseimbangan elektrolit
• Darm Steifung: Terlihatnya gerakan • Perawatan di intermediate care
peristaltik pada dinding abdomen
• Rectal tubes hanya dilakukan pada
• Radiologi: Abdomen 3 posisi (Tegak, Sigmoid volvulus.
Supine, LLD) Step-ladder arrangement,
• Operasi emergency bila:
herringbone
– Ada strangulasi, contoh: hernia
– Ada tanda-tanda peritonitis yang
disebabkan karena perforasi atau
iskemia
Penyebab Ileus
Luminal Mural Extraluminal
Benda asing Neoplasims Postoperative
Bezoars lipoma adhesions
Batu Empedu polyps
Sisa-sisa leiyomayoma Congenital
makanan hematoma adhesions
A. Lumbricoides lymphoma
carcimoid Hernia
carinoma
secondary Tumors Volvulus
Crohns
TB
Stricture
Intussusception
Congenital
Lokasi Ileus dan Gejalanya
Tabel 3. Lokasi ileus berdasarkan gejala yang muncul. Siegenthaler W. Ileus. In: Di fferential Diagnosis in Internal Medicine, From Symptom to Diagnosis. Thieme,
New York 2007.
Pemeriksaan Radiologis
Posisi: Supine, tegak dan CXR
Pola udara dalam usus:
• Gastric,
• Colonic and 1-2 small bowel
Fluid Levels:
• Gastric
• 1-2 small bowel
Periksa udara pada 4 area:
1. Caecal
2. Hepatobiliary
3. Udara bebas dibawah diaphragma
4. Rectum
Periksa adanya kalsifikasi
Periksa adanya massa, psoas shadow
Periksa adanya feses
The Difference between small and
large bowel obstruction
optimized by optima
Smith Fracture
optimized by optima
Greenstick Fractures
optimized by optima
Pemulihan Fraktur
• Mekanisme Kalus
– Destruksi Jaringan dan Pembentukan
Hematoma
Segera setelah fraktur, pembuluh
darah mengalami kerusakan dan
hematoma muncul pada garis
fraktur. Jaringan pada ujung-
ujung fraktur mengalami
kekurangan aliran darah
sehingga mati dan mengalami
penyusutan beberapa millimeter.
– Inflamasi dan Proliferasi Sel
Pada 8 jam pertama dari kejadian
fraktur terjadi reaksi inflamasi
dan mulai bermigrasi dan
proliferasinya sel-sel mesenkim
tulang dari daerah periosteum
dan menyebar ke sekitarnya.
Hematoma mulai mengalami
absorbsi dan kapiler mulai
tumbuh pada area fraktur.
(a,b) two views; (c,d) two occasions; (e,f) two joints; (g,h) two limbs
-Apley’s System of Orthopaedics and Fractures, 9th edition-
Penanganan Fraktur
Umur
Kelamin
Pekerjaan
Keadaan Fraktur Patologis non Patologis
Penyakit penyerta
Emergency Orthopaedi
Jika tak ditolong segera bisa terjadi †
1. Fraktur terbuka
Fraktur disertai hancurnya jaringan (Major crush
injury)
Fraktur dengan amputasi
Pembahagian
2. Dis.Posterior (2 %)
3. Dis. Inferior
Mekanisme Trauma
1. Puntiran sendi bahu tiba-tiba
Rontgen Foto
CT Scan
Dislokasi
Posterior: Klinis
• Lengan dipegang di
depan dada
• Adduksi
• Rotasi interna
• Bahu tampak lebih
datar (flat and
squared off)
OSTEOMIELITIS
Osteomielitis
• Peradangan pada tulang dan sumsum
tulang(bone marrow) disebabkan oleh kuman.
• Walaupun tulang normalnya tahan terhadap
kolonisasi bakteri, trauma, operasi, adanya
benda asing atau prostese dapat
menyebabkan rusaknya integritas tulang
sehingga akan menyebabkan infeksi pada
tulang
Pathogenesis Symptoms
Waldvogel, 1971
• Nonspecific symptoms
1. Hematogenous – Demam
– Menggigil
2. Contiguous – Malaise
focus of – Letargi
– Iritabilitas
infection • The classic signs of
inflammation, including local
3. Direct pain, swelling, or redness,
may also occur and normally
inoculation disappear within 5-7 days
http://emedicine.medscape.com/article/1348767-overview#a0112
• S aureus Bakteri penyebab yang paling
sering ditemukan, diikuti dengan
Pseudomonas dan Enterobacteriaceae.
• Bakteri yang lebih jarang adalah anaerobe
gram-negative bacilli.
• Intravenous drug users may acquire
pseudomonal infections
• Osteomielitis akut hematogenus memiliki
predileksi pada tulang panjang.
• The ends of the bone near the growth plate
(the metaphysis) is made of a maze like bone
called cancellous bone.
• It is here in the rapidly growing metaphysis
that osteomyelitis often develops
http://www.hawaii.edu/medicine/pediatrics/pedtext/s19c04.html
RUPTUR TENDON ACHILLES
Ruptur Tendon Achilles
• Ruptur tendo Achilles adalah putusnya tendo
Achilles atau cedera yangmempengaruhi
bagian bawah belakang kaki.
• Klasifikasi:
– Tipe I: Pecah parsial, yaitu sobek yang kurang dari
50%, biasanya diobati dengan manajemen
konservatif
– Tipe II: sobekan yang penuh dengan kesenjangan
tendon kurang dari sama dengan 3 cm, biasanya
diobati dengan akhir-akhir anastomosis
– Tipe III: sobek yang penuh dengan jarak tendon 3
sampai 6 cm
– Tipe IV: perpisahan yang penuh dengan cacat
lebih 6 cm (pecah diabaikan)
http://emedicine.medscape.com/article/1922965-overview
Manifestasi Klinik Ruptur Tendo Achilles
1. Rasa sakit mendadak yang berat dirasakan pada bagian belakang
pergelangan kaki atau betis
2. Bengkak, kaku dan memar
3. Terlihat depresi di tendon 3-5 cm diatas tulang tumit
4. Tumit tidak bisa digerakan turun naik.
5. Pasien mungkin menggambarkan sensasi ditendang di bagian
belakang kaki.
6. Nyeri bisa berat.
7. Nyeri lokal, bengkak dengan gamblang sepanjang tendon Achilles
dekat lokasi penyisipan, dan kekuatan plantar flexion lemah
8. Rasa sakit mendadak dan berat dapat dirasakan di bagian
belakang pegelangan kakiatau betis
9. Terlihat bengkak dan kaku serta tampak memar dan kelemahan di
dekat tumit.
10.Sebuah kesenjangan atau depresi dapat dilihat di tendon sekitar 2 cm di
atas tulang tumit.
11.Tumit tidak dapat digerakan turun atau naik atau “push off” kaki terluka
ketika berjalan.
12.Pasien merasa seolah-olah ia telah dipukul tepat pada tumitnya dan tidak
bisaberjinjit.
13.Apabila ada robekan,suatu celah dapat dilihat dan terasa 5 cm diatas
insersio tendon.
14.Plantar flexi kaki akan lemah dan tidak disertai dengan tendon
Diagnosis
• Weakness in
plantarflexion
• Gap in tendon
• Palpable swelling
• Positive Thompson test
Pemeriksaan Fisik Ruptur Tendon
Achilles
Obrie’n test/
Copeland test
test jarum
O’Brien test
•Jarum 25G, ditusukan pada otot
tungkai bawah 10cm di atas
tonjolan calcaneus.
•Gerakan pangkal jarum
berlawanan arah saat dilakukan
gerakan pasif plantar fleksi dan
dorso fleksi menandakan tendon
achilles yang intak.
Copeland test
• Pasien dalam posisi prone, cuff
sphygmomanometer diletakan
pada bagian tungkai yang paling
besar, kaki pasien diminta plantar
fleksi, kemudian
sphygmomanometer di pompa
hingga 100mmHg.
• Jika tendon achilles intak, tekanan
akan meningkat menjadi 140mmHg
saat pasien diminta dorsofleksi
Pemeriksaan Penunjang
Magnetic Resonance Image (MRI)
Foto Rontgen
Tatalaksana Ruptur Tendo Achilles
• Terapi fisik
– Pengobatan konservatif Boot
orthosis
– Percutaneous Surgery
– Open Surgical Repair
KELAINAN KONGENITAL
GIT Congenital Malformation
Disorder Clinical Presentation
Anal Atresia Anal opening (-), The anal opening in the wrong place, abdominal distention, failed to
pass meconium,meconium excretion from the fistula (perineum, rectovagina, rectovesica,
rectovestibuler).
Low lesionthe colon remains close to the skin stenosis anus, or the rectum ending in
a blind pouch.
High lesionthe colon is higher up in the pelvis fistula
Disorder Clinical Presentation
http://en.wikipedia.org/wiki/ http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth
Congenital Malformation
Disorder Definition Radiologic Findings
http://emedicine.medscape.com/
Atresia anii
Duodenal atresia
Intussusception
Hirschprung
http://emedicine.medscape.com/ Learningradiology.om
Ileal atresia. Upright Jejunal atresia: The “triple
radiograph of the abdomen bubble” sign on the erect
Duodenal atresia. Doble demonstrates many dilated plain abdominal
buble sign loops of bowel and air-fluid radiograph.
levels
Ileal atresia. Upright Jejunal atresia: The “triple
radiograph of the abdomen bubble” sign on the erect
Duodenal atresia. Doble demonstrates many dilated plain abdominal
buble sign loops of bowel and air-fluid radiograph.
levels
HIRSCHSPRUNG
Hirschsprung
• Suatu kelainan bawaan
berupa aganglionik usus,
mulai dari spinchter ani
interna kearah proksimal
dengan panjang yang
bervariasi, tetapi selalu
termasuk anus dan setidak-
tidaknya sebagian rectum
dengan gejala klinis berupa
gangguan pasase usus.
• Tidak terdapat ganglion
Meisner dan Auerbach
EPIDEMIOLOGI
1 diantara 5000
kelahiran hidup
Faktor genetik
ETIOLOGI
Kegagalan
perkembangan Tidak terdapatnya sel Terbentuknya
pleksus submukosa ganglion parasimpatis panjang terminal
Meissner dan pleksus dari pleksus Auerbach aganglionik usus
mienteric Auerbach di colon besar yang bervariasi
di usus besar
PATOFISIOLOGI
Gagal migrasi bakal sel
ganglion dari cranio- caudal
Minggu 5 – 12
Segmen
aganglionik
Peristaltik propulsif Ganglion
tidak ada, sfingter ani parasimpatik
internus gagal intramural tidak ada
mengendur pada
distensi rectum
Colon tidak
Defekasi terganggu
mengembang
MUNTAH HIJAU
DISTENSI ABDOMEN
DIAGNOSA
GAMBARAN KLINIS
COLOK DUBUR
PEM.PENUNJANG :
BNO POLOS BARIUM
Gambaran ENEMA
hearing bone Gambaran
zona transisi
• Darm kontur: terlihatnya bentuk usus pada
abdomen
• Darm Steifung: terlihatnya gerakan peristaltik
pada abdomen
Rontgen :
• Abdomen polos
– Dilatasi usus
– Air-fluid levels.
– Empty rectum
• Contrast enema
– Transition zone
– Abnormal, irregular contractions of
aganglionic segment
– Delayed evacuation of barium
• Biopsy :
– absence of ganglion cells
– hypertrophy and hyperplasia of nerve
fibers,
PENATALAKSANAAN
• Prinsip terapi
– mengatasi obstruksi,
– mencegah terjadinya enterocolitis
– membuang segmen aganglionik
– mengembalikan kontinuitas usus
TERAPI
SEMENTARA COLOSTOMY
PEMBEDAHAN
RECTOSIGMOIDESTOMY
CARA SWENSON
DEFINITIF
ANASTOMOSE
COLOANAL CARA
DUHAMEL DAN SOAVE
ATRESIA ANI
Atresia ani
invertogram Intussusception Hirschprung
Classifcation:
• A low lesion
– colon remains close to the skin
– stenosis (narrowing) of the anus
– anus may be missing altogether,
with the rectum ending in a blind
pouch
• A high lesion
– the colon is higher up in the pelvis
– fistula connecting the rectum and
the bladder, urethra or the vagina
• A persistent cloaca
– rectum, vagina and urinary tract
are joined into a single channel
http://emedicine.medscape.com/ Learningradiology.om Duodenal atresia
ATRESIA ESOFAGUS
Atresia Esofagus
• Developmental anatomical discontinuity of
esophagus with or with out communication with
trachea
• Esophageal atresia with or without an associated
TEF is the most common esophageal
malformation, occurring in approximately 1 in
3500 live births. There appears to be an equal sex
incidence, but the birth weight of most affected
infants is significantly lower than average, and
incidence of prematurity is usually high.
Successive stages in the development of the
tracheoesophageal septum during embryologic
development
A. The laryngotracheal
diverticulum forms as a
ventral outpouching from the
caudal part of the primitive
pharynx.
B. Longitudinal
tracheoesophageal folds begin
to fuse toward the midline to
eventually form the
tracheoesophageal septum.
C. The tracheoesophageal
septum has completely
formed.
D. If the tracheoesophageal
septum deviates posteriorly,
esophageal atresia with a
tracheoesophageal fistula
develops
Classification
VOGT classification GROSS classification
• Type 1: absent esophagus • Type A
(Esophageal agenesis; very
rare, and not included in the • Type B
classification by Gross) • Type C
• Type 2: EA without TEF. • Type D
• Type 3: EA with fistula:
• Type E
3a. EA with proximal TEF
3b. EA with distal TEF
3c. EA with proximal & distal TEF.
• Type 4: isolated TEF with intact
esophagus.
85%
3c/D 4/E
VOGT/GROSS
Syndrome Association
• VACTERL (vertebral defects, anal atresia, cardiac defects, tracheo-
esophageal fistula, renal anomalies, and limb) association: 20%
abnormalities
• Vertebral 17%
• Anal 12%
• Cardiac 20%
• Renal 16%
• Limb 5%
• CHARGE association: Cloboma, Heart defect, Atresia choanae,
developmental Retardation, Genital hypoplasia, Ear deformity.
• Schisis association: Omphalocele, Neural Tube Defect, Cleft Lip &
Palate And Genital Hypoplasia.
Clinical Diagnosis
• Prematurity
• Excessive salivation in form of drooling (copious, fine,
white, frothy bubbles of mucus in the mouth and,
sometimes, the nose).
• Episodes of choking, respiratory distress after feeds
• In pure esophageal atresia (Type A) - scaphoid abdomen
• In esophageal atresia with only proximal fistula (Type B) -
scaphoid abdomen
• Type E - present later in 1st year with repeated respiratory
infections, choking, coughing
Clinical Diagnosis
A. Diagnosis of esophageal
atresia is confirmed
when a 10-Fr gauge
catheter cannot be
passed beyond 10 cm
from the gums.
B. A smaller caliber tube –
not to be used – curling
can give a false
impression of
(A) (B) esophageal continuity.
The chest radiograph
• Chest radiography (see
the images below) is
mandatory and should be
performed as soon as
possible if esophageal
atresia is suspected.
• Plain chest X-ray with a
NGT: coiled NGT at upper
pouch (the tube has not
reached the stomach)
• Type E can’t be
diagnosed with Chest
radiofraph
The Gasless
Abdomen
VOGT 2 3a 3b 3c 4
True EA
Proximal EA Isolated TEF
Without Proximal and
Description Proximal TEF Distal TEF (H or N
fistula Distal Fistula
fistula)
Gasless Gasless
Abnormal X-ray Distal Gas Distal Gas Distal gas
abdomen Abdomen
Incidence 6% 3% 85% 1% 6%
Triad:
• vomiting
• abdominal pain
• colicky, severe, and intermittent,drawing the legs up to the
abdomen,kicking the air, In between attacks, calm and relieved
• blood per rectum /currant jelly stool
http://bestpractice.bmj.com/best-practice/monograph/679/highlights/overview.html
PART OF THE
INTESTINE FOLDS
ON ITSELF LIKE A
TELESCOPE
Etiologi
• 90% Idiopatik
– Belum dapat dipastikan, namun diperkirakan
penyebabnya adalah virus ( Anomalies with
peristalsis)
• 10% Patologis
– Polyp, tumour or other mass within the intestinal
tract is caught by the normal contractions,
creating a “lead point” which pushes along
causing the intussusception
Anne Connell
Radiologic signs
• Ultrasound signs
include:
– target sign /doughnut
sign)
– pseudokidney sign
– crescent in a doughnut
sign
Barium Enema
• Barium Enema
pemeriksaan gold
standar
• intussusception as an
occluding mass
prolapsing into the
lumen, giving the
"coiled spring”
appearance
VOLVULUS
VOLVULUS
• Obstruction caused by twisting
of the intestines more than 180
degrees about the axis of the
mesentery
• 1-5% of large bowel
obstructions
– Sigmoid ~ 65%
– Cecum ~25%
– Transverse colon ~4%
– Splenic Flexure
Midgut volvulus
Klinis • Abdominal Plain Film,
• Children Upright
– bilious emesis (93%) – Dilated stomach
– Malabsorption – Distal paucity of gas
– failure to thrive – Coffee bean sign
– biliary obstruction • Contrast
– GERD – cork-screw appearance
• Adults – small bowel on the right
side of abdomen that does
– intermittent abdominal not cross midline
pain (87%)
– nausea (31%) • USG
– Whirlpool sign
Plain Radiography
Volvulus
Intrathoracic
Double
stomach with Sigmoid Cecal
bubble sign
air fluid level
Volvulus
Cork scerw
Organo-axial Mesentero-axial Sigmoid Cecal
duodenum
R
KANKER KOLOREKTAL
ETIOLOGI
Idiopatik
Faktor predisposisi
• Polyposis familial
• Defisiensi Imunologi
• Inflamatory bowel disease : Kolitis ulseratifa, granulomatosis
• Diet (rendah serat, tinggi protein hewani, lemak dan
karbohidrat refined) mengakibatkan perubahan pada flora
feces dan perubahan degradasi garam-garam empedu atau
hasil pemecahan protein dan lemak, dimana sebagian dari zat-
zat ini bersifat karsinogenik.
Colon-Rectum
• Anus
– Dari Linea Dentata sampai 3-4 cm
dari linea dentata (Anocutan Line)
• Rectum
– Mulai dari 3-4 cm dari Linea
Dentata sampai 15 cm ke
proksimal
• Rectosigmoid junction is the
point at which the three tenia
fan out and form a complete
outer longitudinal layer. Linea Dentata
Sign Symtoms
Anemia defisiensi besi
Letak kiri obstruksi >>, kanan < •Koilonychias
•Glossitis
•Cheilitis
Endoskopi
• Sigmoidoskopi
• Kolonoskopi
• Virtual colonoscopy (CT colonography)
Imaging Tehnik :
• MRI, CT scan, transrectal ultrasound
Colorectal Cancer
Colorectal Cancer
• Symptoms:
– Since stool becomes more
formed as it passes into the
transverse & descending
colon, tumors arising there
tend to impede the passage
of stool, resulting in the
development of abdominal
cramping, occasional
obstruction, & even
perforation. Radiographs of
the abdomen often reveal
characteristic annular,
constricting lesions ("apple-
core" or "napkin-ring")
• Stadium :
– 0 : carcinoma in situ. – III: Dukes C rectal cancer.
– I : Dukes A rectal cancer. – IV: Dukes D rectal cancer
– II: Dukes B rectal cancer.
*Modified from the American Joint Committee on Cancer (1997)
Penanganan
Pembedahan Radiasi Kemoterapi Jangka
Panjang
TUMOR PAYUDARA
THE BREAST LUMP
Tumors Onset Feature
Invasive Ductal Carcinoma , Paget’s disease (Ca Insitu),
Peau d’orange , hard, Painful, not clear border,
Breast cancer 30-menopause
infiltrative, discharge/blood, Retraction of the
nipple,Axillary mass
Fibroadenoma They are solid, round, rubbery lumps that move freely in
< 30 years
mammae the breast when pushed upon and are usually painless.
lumps in both breasts that increase in size and
Fibrocystic
20 to 40 years tenderness just prior to menstrual bleeding.occasionally
mammae
have nipple discharge
Localized breast erythema, warmth, and pain. May be
Mastitis 18-50 years
lactating and may have recently missed feedings.fever.
intralobular stroma . “leaf-like”configuration.Firm,
Philloides smooth-sided, bumpy (not spiky). Breast skin over the
30-55 years
Tumors tumor may become reddish and warm to the touch.
Grow fast.
occurs mainly in large ducts, present with a serous or
Duct Papilloma 45-50 years
bloody nipple discharge
Fibrocystic Disease
• Penyakit fibrokistik atau dikenal juga
sebagai mammary displasia adalah benjolan
payudara yang sering dialami oleh sebagian besar
wanita.
• Benjolan ini harus dibedakan dengan keganasan.
Penyakit fibrokistik pada umumnya terjadi pada
wanita berusia 25-50 tahun (>50%).
• Kelainan fibrokistik pada payudara adalah kondisi
yang ditandai penambahan jaringan fibrous dan
glandular.
Gejala dan Tanda
• Manifestasi dari kelainan ini terdapat benjolan fibrokistik
biasanya multipel, keras, adanya kista, fibrosis, benjolan
konsistensi lunak, terdapat penebalan, dan rasa nyeri.
• Wanita dengan kelainan fibrokistik mengalami nyeri
payudara siklik berkaitan dengan adanya perubahan
hormon estrogen dan progesteron.
• Biasanya payudara teraba lebih keras dan benjolan pada
payudara membesar sesaat sebelum menstruasi. Gejala
tersebut menghilang seminggu setelah menstruasi selesai.
• Benjolan biasanya menghilang setelah wanita memasuki
fase menopause.
Diagnosis
• Evaluasi pada wanita dengan penyakit fibrokistik harus
dilakukan dengan seksama untuk membedakannya
dengan keganasan.
• Apabila melalui pemeriksaan fisik didapatkan benjolan
difus (tidak memiliki batas jelas), terutama berada di
bagian atas-luar payudara tanpa ada benjolan yang
dominan, maka diperlukan pemeriksaan USG,
mammogram dan pemeriksaan ulangan setelah
periode menstruasi berikutnya.
• Apabila keluar cairan dari puting, baik bening, cair, atau
kehijauan, sebaiknya diperiksakan tes hemoccult untuk
pemeriksaan sel keganasan.
• USG:
– Multiple cysts
– Well circumscribed
thins walls
– Increased fibrous
stroma
• Mammogram
– Gambaran
kista dengan
penambahan
jaringan
fibrosa.
Papilloma Intraduktal
• Papilloma intraduktal adalah pertumbuhan
menyerupai kutil dengan disertai tangkai yang
tumbuh dari dalam payudara yang berasal dari
jaringan glandular dan jaringan fibrovaskular.
• Epidemiologi: terjadi pada wanita pada masa
reproduktif akhir, atau post-menopause. Usia
rerata 48 tahun.
Gejala dan Tanda
• Hampir 90% dari Papilloma Intraduktus adalah dari tipe
soliter dengan diameternya kurang dari 1cm dan sering
timbul pada duktus laktiferus dan hampir 70% dari pasien
datang dengan nipple discharge yang serous dan
bercampur darah.
• Ada juga pasien yang datang dengan keluhan massa pada
area subareola walaupun massa ini lebih sering ditemukan
pada pemeriksaan fisis. Massa yang teraba sebenarnya
adalah duktus yang berdilatasi.
• Papilloma Intraduktus multiple biasanya tidak gejala nipple
discharge dan biasanya terjadi pada duktus yang kecil.
Diperkirakan hampir 25% dari Papilloma Intraduktus
multiple adalah bilateral.
http://radiopaedia.org/
Etiologi dan Patogenesis
• Etiologi dan patogenesis dari penyakit ini masih
belum jelas.
• Dari kepustakaan dikatakan bahwa, Papilloma
Intraduktus ini terkait dengan proliferasi dari
epitel fibrokistik yang hiperplasia.
• Ukurannya adalah 2-3 mm dan terlihat seperti
broad-based atau pedunculated polypoid
epithelial lesion yang bisa mengobstruksi dan
melebarkan duktus terkait.
• Kista juga bisa terbentuk hasil dari duktus yang
mengalami obstruksi.
http://radiopaedia.org/
Pemeriksaan Radiologis
• Mammografi
– Biasanya gambaran normal
– Gambaran yang dapat ditemukan dilatasi duktus soliter maupun
multipel, massa jinak sirkumskripta (sering di subareola), atau
kalsifikasi.
• Galactography
– Gambaran abnormalitas ductus: filling defect, ectasia, obstruksi,
atau irregularitas. Tidak spesifik
– Dapat evaluasi jumlah, lokasi, penyebaran, dan jarak dari areola.
• USG
– Gambaran terlihat jelas sebagai nodul padat atau massa
intraduktal dapat pula berupa kista dalam duktus.
– Colour doppleruntuk melihat vaskularisasi.
http://radiopaedia.org/
• Galactogram
USG
• Atas: nodul solid dalam
duktus
• Bawah: nodul
bertangkai dengan
dilatasi duktus
Tatalaksana dan Prognosis
• Papilloma intraduktal solitereksisi
• Menurut komuniti dari College of American
Pathologist, wanita dengan lesi ini mempunyai
risiko 1,5 – 2 kali untuk terjadinya karsinoma
mammae.
Stadium Kanker Payudara
Prognosis dan tingkat
penyebaran tumor
Dermoid Cyst
Lipoma
Neuroma Schwannoma Neurofibroma
Etiology >90% trauma Benign neoplasm of Benign Neoplasm of
the neural sheet the neural sheet and
Severed neural fibers (Schwann cells) perineural fibroblasts
regenerate forming a
mass
Clinical PAIN is the main 25-48% of all cases Can be solitary mass
symptom occur in the Head and or part of
Neck neurofibromatosis
Painless slow
Painless slow growth
growth
Difficult to differ with
Schwannoma
If NF café au lait
Histopathology Well- Streaming fascicles Not well-
circumscribed and of spindle-shaped demarcated
encapsulated with Schwann cells; interlacing bundles
interlacing fascicles These cells are of spindle-shaped
of spindle cells often palisaded cells that exhibit
wavy nuclei
Sometimes mast
cells
Adult Infant
• Bayi berusia sampai satu tahun
– Luas permukaan kepala dan leher berkisar 18%
– Luas permukaan tubuh dan tungkai berkisar 14%.
• Dalam masa pertumbuhannya, setiap tahun di
atas usia satu tahun, maka ukuran kepala
berkurang sekitar 1% dan ukuran tungkai
bertambah 0. 5%
• Proporsi dewasa tercapai saat seorang anak
mencapai usia sepuluh tahun
• Usia 10 thn penambahan ukuran tungkai dipindahkan ke
genitalia dan perineum 1%
Emergency Management of Severe Burns (EMSB) COURSE MANUAL 17th edition Feb 2013
Australia and New Zealand Burn Association Ltd 1996
Indikasi Resusitasi Cairan
• Indikasi Resusitasi Cairan pada Luka Bakar
– LB derajat II >10% (usia <10 tahun atau usia >50
tahun)
– LB derajat II >20% (usia 10-50 tahun)
INDIKASI RAWAT INAP
PADA LUKA BAKAR
– LB yang memenuhi indikasi resusitasi cairan
– LB derajat II >30% ICU
– LB yang mengenai: wajah, leher, mata, telinga,
tangan, kaki, sendi, genitalia
– LB derajat III >5% (semua umur)
– LB elektrik / petir
– LB kimia / radiasi
– LB dengan Trauma Inhalasi
– LB dengan penyakit penyerta
Luka bakar
• Indikasi rawat :
– Luka bakar derajat dua atau tiga lebih dari 10% TBSA pada pasien di bawah 10
tahun atau lebih dari 50 tahun
– Luka bakar derajat dua lebih dari 20% TBSA pada usia berapapun.
– Luka bakar derajat tiga lebih dari 5% TBSA pada usia berapapun
– Luka bakar yang signifikan pada wajah, tangan, kaki, alat kelamin, atau
perineum
– Luka bakar karena tersengat listrik / petir
– Luka bakar signifikan akibat bahan kimia
– Trauma inhalasi, trauma mekanis, atau penyakit medis lain yang sudah ada
sebelumnya
– Luka bakar yang membutuhkan dukungan sosial, emosional, atau rahabilitasi
jangka panjang, terutama apabila dicurigai terdapat kekerasan pada anak.
MANAJEMEN LUKA BAKAR
Tindakan Penyelamatan Segera pada
Luka Bakar
• Kontrol Airway
• Menghentikan proses luka bakar
• Pemasangan akses intravena
Menghentikan Proses Luka Bakar
• Segera tanggalkan pakaian dan perhiasan pasien
– Menghentikan proses pemanasan
– Mencegah jeratan karena oedema
• Debris dan bubuk kimia kering dibersihkan
dengan cara menyapu untuk menghindari
terjadinya kontak langsung.
• Permukaan tubuh yang terkena dicuci dengan air
bersih, kemudian pasie diselimuti kain hangat
yang bersih dan kering.
• Umum/ Non Medikamentosa
– Didinginkan menggunakan air dalam suhu 10-250C selama 30 menit setelah terkena luka
bakar. Luka perlu dibersihkan dari jaringan mati lalu ditutup dengan dressing.
– Irigasi luka bakar kimia
• Medikamentosa
– Penatalaksanaan awal: ABCDEF (A = airway, B = breathing, C = circulation, D = disability,
E = expose, F = fluid).
– Evaluasi luka bakar luas dan derajat luka bakar
– Resusitasi cairan:
• Pada pasien luka bakar dengan TBSA> 15%.
• Baxter /Parkland Formula:
• 4 mL Ringer laktat x kgBB x % luas luka bakar
– Selama 24 jam pertama ½ vol dimasukkan dalam 8 jam pertama paska luka bakar, sisanya dalam 16
jam berikut.
– Koloid 24 jam kedua, apabila pemenuhan kebutuhan cairan belum tercapai.
– Pemantauan resusitasi cairan pantau jumlah urine (N = 0,5-1 cc / kg / jam).
– Obat anti nyeri :
• Narkotika IV pada luka bakar berat.
• Patient-controlled analgesic (PCA) pasien sadar penuh.
– Profilaksis tetanus.
– Escharotomy dan fasiotomiluka bakar konstriksi.
– Pencangkokan kulit.
Komplikasi Luka Bakar
• Keloid dan Hipertropik Skar
– pertumbuhan berlebih dari jaringan fibrosa padat yang muncul setelah
penyembuhan luka pada kulit
– Patof : ketidakseimbangan antara fase anabolik dan katabolik dalam proses
penyembuhan luka kolagen pada jaringan parut diproduksi berlebih
bekas luka tumbuh ke segala arah
– Keloid: bekas luka timbul meninggi, tumbuh melampaui batas luka asli
– Hipertropik skar: mirip keloid tapi penebalan tidak melebihi batas luka asli.
– Th
• Th awal : pijatan, pelembab, antihistamin, dan silicone sheet therapy
• Nonbedah : pemberian tekanan/ mechanical pressure, inj triamsinolon, nitrogen
mustard, tetroquine, asam retinoit, zinc, vitamin A, vitamin E, dan verapamil
• Bedah : eksisi sederhana, Z-plasty, V-Y plasty, W-plasty, laser, dan cryosurgery
Komplikasi Luka Bakar
• Kontraktur
– Luas kulit yang hilang pada luka terbuka mengecil
karena terjadi penurunan konsentrik ukuran luka
kontraksi kemudian berkembang menjadi kontraktur
– Pencegahan : menutup luka sedini mungkin dengan
split-skin graft
– Th: bedah Dilakukan setelah masa penyembuhan
aktif (>1 tahun) dan dilakukan secara bertahap
• Trauma inhalasi
Inhalation Injury
• Antisipasi gangguan respirasi pada korban luka bakar yang
memiliki luka di :
– Kepala, wajah, atau dada
– Rambut hidung, atau alis terbakar
– Suara serak, takipnea atau keluar air liur yang banyak(pasien
kesulitan untuk menelan air liur)
– Kehilangan kesadaran di lokasi kejadian
– Mukosa Nasal atau Oral berwarna merah atau kering
– Jelaga pada mulut atau hidung
– Batuk dengan sputum kehitaman
– Lokasi kebakaran yang tertutup atau terdapat riw.terperangkap
• Semua pasien yang terperangkap dalam api memiliki
kemungkinan keracunan CO atau mengalami hipoksia
Inhalation Injury Management
• Airway, Oxygenation and Ventilation
• Airway Control – Penilaian awal karena sering terhadap edema jalan napas
• Ventilator – Pertimbangkan Intubasi awal dengan RSI(rapid sequence
intubation)Ventilator
• Chest
• Inflamasi dari alveolimengurangi oxigenasi
physiotherapy • After intubated, patients with inhalation injury should receive
• Suctioning mechanical ventilation
– Recommended HFPV (High frequency percussion ventilation)
• Therapeutic – Trend for less barotrauma, less VAP, less sedation
bronchoscopy – Bila terdapat keragu-raguan oxygenate and ventilate
• Pharmacologic – Bronkodilator dapat dipertimbangkan bila terdapat
bronkospasm
adjuncts
– Diuretik tidak sesuai untuk pulmonary edema
• Circulation
– Tatalaksana syok
– IV Access
• LR/NS large bore, multiple IVs
• Titrate fluids to maintain systolic BP and perfusion
– Avoid MAST/PASG
LABIOGNATOPALATOSCHISIS
LABIOPALATOSKISIS
• Penyebab kelainan ini sampai kini belum bisa
diidentifikasi pasti, namun menilik sebaran
penderita kebanyakan berasal dari golongan
ekonomi lemah, diduga kuat faktor gizi saat
kehamilan serta faktor kelelahan atau cedera
fisik saat kehamilan memiliki pengaruh besar
menciptakan kelainan ini pada janin dalam
kandungan.
Labiopalatoschisis
• Labioskisis: celah pada
bibir
• Palatoskisis: celah pada
palatum
• Labiopalatoskisis: celah
bibir+palatum
http://emedicine.medscape.com/
Epidemiologi
• Sumbing bibir disertai atau tidak disertai
sumbing pada palatum , merupakan kelainan
maksilofasial kongenital yang sering pada
neonatus (80%).
• Terjadi pada 1 dari 700-1000 kelahiran.
• Sebesar 30-50% disertai kelainan kongenital
yang lain.
• Cleft palate
• the two plates of the skull that form the hard
palate (roof of the mouth) are not completely
joined
• The soft palate is in these cases cleft as well
• Cleft lip
• formed in the top of the lip
• a small gap or an indentation in the lip
(partial or incomplete cleft)
• continues into the nose (complete
cleft)
• due to the failure of fusion of the
maxillary and medial nasal processes
(formation of the primary palate)
http://www.scribd.com/doc/55885689/labio-gnato-palatoschisis
USIA TINDAKAN
0 – 1 minggu Tidur terlentang, pemberian nutrisi dengan kepala miring
1 – 2 minggu Pasang obturator untuk menutup celah pada palatum, agar dapat menghisap
susu, atau dengan sendok posisi ½ duduk atau memakai dot lubang kearah
bawah agar mencegah aspirasi
10 minggu Labioplasty, dengan memenuhi Rules of ten:
Usia 10 minggu, berat 10 pon, Hb>10g%, Leukosit<10.000
1,5 – 2 tahun Palatoplasty, karena bayi mulai bicara
2 – 4 tahun Speech therapy
4 – 6 tahun Velopharyngoplasty
Mengembalikan fungsi katup yang dibentuk m. tensor veli palatini & m.levator
veli palatini untuk bicara konsonan, latihan dengan cara meniup
BERDASARKAN GCS:
1. GCS 13-15 : Cedera kepala ringan CT scan dilakukan bl ada lucid
interval/ riw. kesdran menurun. evaluasi kesadaran, pupil, gejala fokal
serebral + tanda-tanda vital.
2. GCS 9-12 : Cedera kepala sedang prks dan atasi gangg. Nafas,
pernafasan dan sirkulasi, pem. Ksdran, pupil, td. Fokal serebral, leher,
cedera orga lain, CT scan kepala, obsevasi.
3. GCS 3-8 : Cedera kepala berat : Cedera multipel. + perdarahan
intrakranial dg GCS ringan /sedang.
Epidural
SUBDURAL HEMATOM
• Perdrhan yg mengumpul diantra korteks serebri dan
duramater regangan dan robekan vena-vena drainase yg
tdpt di rongga subdural ant. Permk. Otak dg sinus
duramater.
• Gjl klinik biasany tdk terlalu hebat kecuali bila terdapat efek
massa.
• Berdsrkan kronologis SDH dibagi mjd :
1. SDH akut : 1- 3 hr pasca trauma.
2. SDH subakut : 4-21 hr pasca trauma.
3. SDH khronis : > 21 hari.
gamb. CT scan kepala tdp lesi hiperdens bbtk bulan sabit yg
srg tjd pada daerah yg berseberangan dg trauma (Counter
Coup)
Sensory function preserved but not motor No motor function, but some
B Incomplete function is preserved below the neurological Sensory only sensation preserved below
level and includes the sacral segments S4-S5. level of lesion
Disruption of autonomic
Peripheral neurons become pathway leads to loss of
Mechanism temporarily unresponsive to sympathetic tone and
brain stimuli. decreased systemic vascular
resistance.
PENATALAKSANAAN
1. Tentukan cedera medula spinalis akut?
2. Lakukan stabilisasi medula spinalis (spinal board / cervical
collar )
3. Airway and Breathing Support
4. Perhatikan perdarahan dan sirkulasi, hipotensi, shok
neurogenik: IV Fluid jika diperlukan (Normo Saline 0.9%)
5. Medical:
– methylprednisolon 30mg/kgBB iv bolus dalam 15 menit
– dilanjutkan 5,4mg/kgBB iv hingga 24 jam bila dosis inisial
diberikan <3jam setelah trauma
– Atau dilanjutkan hingga 48 jam bila dosis inisial diberikan 3-
8jam post trauma
– Di atas 8 jam tidak ada pengaruh pemberian steroid
CONUS MEDULLARIS VS CAUDA
EQUINA SYNDROME
Conus Medullaris vs Cauda Equina
Conus medullaris syndrome Cauda equina syndrome
Vertebral level L1-L2 L2-sacrum
Spinal level Sacral cord segment and roots Lumbosacral nerve roots
Presentation Sudden and bilateral Gradual and unilateral
Radicular pain Less severe More severe
Low back pain More Less
Symmetrical, less marked More marked asymmetric
Motor strength hyperreflexic distal paresis of LL, areflexic paraplegia, atrophy
fasciculation more common
Both knee and ankle jerks
Reflexes Ankle jerks affected
affected
Localized numbness to perianal Localized numbness at saddle
Sensory
area, symmetrical and bilateral area, asymmetrical, unilateral
Sphincter
Early urinary and fecal incontinence Tend to present late
dysfunction
Impotence Frequent Less frequent
TRAUMA URETRA
http://urology.iupui.edu/papers/reconstructive_bph/s0094014305001163.pdf
Trauma Uretra
• Curiga adanya trauma
pada traktus urinarius
bag.bawah, bila:
– Terdapat trauma
disekitar traktus
urinarius terutama
fraktur pelvis
– Retensi urin setelah
kecelakaan
– Darah pada muara OUE
– Ekimosis dan hematom
perineal
Uretra Anterior:
• Anatomy:
– Bulbous urethra
Uretra Posterior :
– Pendulous urethra • Anatomy
– Fossa navicularis – Prostatic urethra
• Etiologi: – Membranous urethra
http://ps.cnis.ca/wiki/index.php/68._Urinary
Sleeve Hematom
Butterfly Hematom
Uretrografi
Ruptur Parsial
Ruptur total
TRAUMA URETRA
DERAJAT TRAUMA URETRA
TRAUMA BULI
Trauma Buli
• 86% trauma buli berkaitan dg trauma
abdomen (KLL, jatuh dr ketinggian)
• 90% berhubungan dg fraktur pelvis.
• Sebaliknya hanya 9 – 16 % fraktur pelvis yg
disertai ruptur buli.
• 60% mrpk ruptur buli extraperitoneal, 30%
intraperitoneal
MEKANISME CEDERA
• Ruptur intraperitoneal terjadi akibat trauma pada abdomen
bagian bawah atau jg trauma pelvis pada saat buli-buli penuh.
• Ruptur extraperitoneal lbh sering berkaitan dg fraktur pelvis
Tanda dan gejala
• Hematuria
– dapat merupakan gejala tunggal
– 95% ruptur buli
• Nyeri perut bawah.
• Kesulitan berkemih
• Produksi urin menurun
Pemeriksaan radiologis
• Cystography
– Kontras > 300 cc
– Foto pengosongan (drainase)
• CT scan cystography
Trauma buli
• Kontusio buli
– Cedera mukosa tanpa extravasasi urin
• Ruptur interstisial
– Robekan sebagian dinding buli tanpa extravasasi
• Ruptur intraperitoneal
– Tampak kontras mengisi rongga intraperitoneal
• Ruptur extraperitoneal
– Kontras mengisi ruang perivesika dibawah garis
asetabulum
• Hematoma perivesika : tear drop appearance
Sistogram
Ruptur intraperitoneal Ruptur Ekstraperitoneal
Penatalaksanaan
• Pada luka tembus buli2 explorasi + repair
• Ruptur intraperitoneal explorasi + repair
KONSERVATIF AWAL
• Trauma minor ( awasi vital • Perdarahan
sign)
• Urinoma
OPERASI • Abses peri renal
Absolut • Urosepsis
• Hematom yg pulsatif • Fistula renokutan
• Laserasi mayor parenkim dan
pembuluh darah
Relatif LATE
• Ekstra vasasi,non viable • Hipertensi
tissue,inkomplet • Hidronefrosis
staging,trombosis arterial
• Urolithiasis
• Pyelonefritis kronik
BPH
BPH
BPH
adalah pertumbuhan
berlebihan dari sel-sel
prostat yang tidak ganas.
Pembesaran prostat jinak
diakibatkan sel-sel prostat
memperbanyak diri
melebihi kondisi normal,
biasanya dialami laki-laki
berusia di atas 50 tahun
yang menyumbat saluran
kemih.
NORMAL TIDAK NORMAL
PREVALENSI
Angka kejadian BPH di Indonesia yang pasti belum pernah
diteliti.
Penduduk Indonesia yang berusia tua jumlahnya semakin
meningkat, diperkirakan sekitar 5% atau kira-kira 5 juta pria
di Indonesia berusia 60 tahun atau lebih dan 2,5 juta pria
diantaranya menderita gejala saluran kemih bagian bawah
(Lower Urinary Tract Symptoms/LUTS) akibat BPH.
Prevalensi BPH yang bergejala pada pria berusia 40-49
tahun mencapai hampir 15%, usia 50-59 tahun
prevalensinya mencapai hampir 25%, dan pada usia 60
tahun mencapai angka sekitar 43%.
ETIOLOGI
Umur
Pria berumur lebih dari 50 tahun,
kemungkinannya memiliki BPH adalah 50%.
Ketika berusia 80–85 tahun, kemungkinan
itu meningkat menjadi 90%.
Faktor Hormonal
Testosteron –> hormon pada pria.
Beberapa penelitian menyebutkan karena
adanya peningkatan kadar testosteron pada pria
(namun belum dibuktikan secara ilmiah) .
Hipotesis penyebab timbulnya
hiperplasia prostat
Ketidaksei
Teori mbangan Interaksi Berkurangnya
Teori sel
dihidrotest antara stroma- kematian sel
stem
osteron estrogen- epitel prostat
testosteron
PATOFISIOLOGI
Obstruktif :
terjadi ketika faktor
dinamik dan atau Iritatif :
faktor statik hasil dari
mengurangi obstruksi yang
pengosongan sudah berjalan
kandung kemih. lama pada leher
kandung kemih.
Gambaran BNO IVP
Pada BNO IVP dapat ditemukan:
• Indentasi caudal buli-buli
• Elevasi pada intraureter
menghasilkan bentuk J-ureter
(fish-hook appearance)
• Divertikulasi dan trabekulasi
vesika urinaria
CT Scan:
• Tampak ukuran prostat
membesar di atas ramus superior
simfisis pubis.
Derajat BPH, Dibedakan menjadi 4
Stadium :
Stadium 1 :
Obstruktif tetapi kandung kemih masih
mengeluarkan urin sampai habis.
Stadium 4 :
retensi urin total, buli-buli penuh pasien tampak
kesakitan urin menetes secara periodik.
Grade Pembesaran Prostat
Rectal Grading
Dilakukan pada waktu vesika urinaria kosong :
• Grade 0 : Penonjolan prostat 0-1 cm ke dalam rectum.
• Grade 1 : Penonjolan prostat 1-2 cm ke dalam rectum.
• Grade 2 : Penonjolan prostat 2-3 cm ke dalam rectum.
• Grade 3 : Penonjolan prostat 3-4 cm ke dalam rectum.
• Grade 4 : Penonjolan prostat 4-5 cm ke dalam rectum.
Kategori Keparahan Penyakit BPH Berdasarkan
Gejala dan Tanda (WHO)
Keparahan Skor gejala AUA Gejala khas dan tanda-tanda
penyakit (Asosiasi Urologis
Amerika)
Ringan ≤7 • Asimtomatik (tanpa gejala)
• Kecepatan urinari puncak < 10 mL/s
• Volume urine residual setelah
pengosongan 25-50 mL
• Peningkatan BUN dan kreatinin
serum
Sedang 8-19 Semua tanda di atas ditambah
obstruktif penghilangan gejala dan
iritatif penghilangan gejala (tanda dari
detrusor yang tidak stabil)
Parah ≥ 20 Semua hal di atas ditambah satu atau
lebih komplikasi BPH
Terapi Farmakologi
Jika gejala ringan maka pasien cukup dilakukan
watchful waiting (perubahan gaya hidup).
Jika gejala sedang maka pasien diberikan obat
tunggal antagonis α adrenergik atau inhibitor 5α-
reductase.
Jika keparahan berlanjut maka obat yang
diberikan bisa dalam bentuk kombinasi keduanya.
Jika gejala parah dan komplikasi BPH, dilakukan
pembedahan.
Algoritma manajemen terapi BPH
BPH
Watchful Operasi
waiting
α-adrenergik α-adrenergik
antagonis atau antagonis dan 5-α
5-α Reductace
Reductace inhibitor inhibitor
Sumber: Tekgul S, Dogan HS, Erdem E, Hoebeke P, Kocvara R, Nijman JM. Guideline on pediatric urology, 2015
Tatalaksana
• Tatalaksana dalam rentang 6 jam setelah onset nyeri
• Manual Detorsiotatalaksana awal
• Tatalaksana definitif: surgical detorsion
• Orchiectomyjika testis telah nekrosis
Sumber: Tekgul S, Dogan HS, Erdem E, Hoebeke P, Kocvara R, Nijman JM. Guideline on pediatric urology, 2015
Prinsip tatalaksana
• Analgetik
• Manual detorsion:
- Dapat dilakukan di UGD
- Terapi sementaratetap harus dilakukan operasi
sebagai terapi definitif
- Cara manual detorsion:
- Seperti membuka buku bila dokter berdiri di depan
kaki pasien
- Sebagian besar torsio testis terpelintir ke arah
dalam dan medialmanual detorsio dengan arah ke
luar dan lateral
- Jika testis kiri yang terkenatestis dipegang dengan
ibu jari dan telunjuk kananputar ke arah keluar
dan lateral 180o
- Rotasi mungkin perlu diulang 2-3 kali sampai
detorsio sempurna
- Konfirmasi keberhasilan dengan menggunakan USG
Sumber: Tekgul S, Dogan HS, Erdem E, Hoebeke P, Kocvara R, Nijman JM. Guideline on pediatric urology, 2015
• Surgical detorsion
- Tetap dilakukan walaupun manual
detorsion berhasil
- Jika testis yang mengalami torsio sudah
tampak, dikompres hangat untuk
meningkatkan sirkulasi sekaligus melakukan
tes apakah testis masih viable atau tidak
• Orchiectomy
- Dilakukan jika sudah terjadi nekrosis
Pengobatan
• Salah satu pengobatan terbaik balanitis adalah
menjaga kebersihan di kepala penis dan antibiotik.
• Saat fase akut tidak dilakukan tindakan operasi
• Jika sudah terlanjur kulup menutup maka harus
dilakukan penyunatan.
Balanoposthitis
• Balanitis (inflammation of
the glans)
• Posthitis (inflammation of
the foreskin)
• More likely to affect boys
under four years of age
• Approximately 1 in every 25
boys and 1 in 30
uncircumcised males (at
some time in their life
• Complication:
– Often causes later adhesions
or phimosis
BATU SALURAN KEMIH
Urolithiasis
• Definisi
– Batu saluran kemih (urolitiasis) adalah suatu kondisi didapatkannya batu di
dalam saluran kemih (mulai dari kaliks sampai dengan uretra anterior)
• Klinis
– Nyeri/kolik, Tergantung pada posisi atau letak batu, Ginjal CVA; ureter
selangkangan
– disuria, nyeri saat kencing.
– Retensi urin, anuria
– Hematuria seringkali dikeluhkan akibat trauma pada mukosa saluran kencing,
yang terkadang didapatkan dari pemeriksaaan urinalisis berupa hematuria
mikroskopik.
Radio-
Jenis Batu
Opasitas
Kalsium Opak
MAP/Struvit Semiopak
BNO IVP
Vesikolithiasis
Tanda & Gejala
• Nyeri suprapubik
• Penghentian miksi tiba
tiba
• Poliuria
• Disuria
• Hematuria
• PF: demam, conj
anemis/akral anemis, USG: gambaran objek hiperekoik
nyeri ketok CVA dapat (+). yang berbayang pada bagian
posterior
Pemeriksaan Vesikolithiasis
Litotripsi
•ESWL
<20mm
• Transurethral Cystolitholapaxy
> 2 cm • Precutaneus Suprapubic
Operasi Cystolitholapaxy
• Suprapubic Cystostomy
Tatalaksana Uretrolithiasis
• Medikamentosa, bersifat simtomatis, yaitu
bertujuan untuk mengurangi nyeri,
memperlancar aliran urine dengan
memberikan diuretikum, dan minum banyak
supaya dapat mendorong batu keluar.
• Litotripsy uretroskopi
• Bedah terbuka
Komposisi Batu
http://www.consultant360.com/article/kidney-stones-diagnostic-and-treatment-strategies
• Calcium oxalate stones
– Batu ureter yang tersering
– Cenderung terbentuk pada urin yang bersifat asampH rendah
– Sebagian oksalat yang terdapat di urin, diproduksi oleh tubuh
– Kandungan Kalsium dan oksalat yang terdapat di makanan
memiliki pengaruh terhadap terbentuknya batu, tetapi bukan
merupakan satu-satunya faktor yang mempengaruhi
– Dietary oxalate an organic molecule found in many
vegetables, fruits, and nuts
– Calcium from bone may also play a role in kidney stone
formation.
• Calcium phosphate stones
– Lebih jarang
– Cenderung terbentuk pada urin yang alkalinpH tinggi
http://www.uptodate.com/contents/pathogenesis-and-clinical-manifestations-of-struvite-stones
• Struvite stones
– Lebih sering ditemukan pada wanita
– Hampir selalu akibat dari ISK
– Terbentuk dari magnesium ammonium phosphate (struvite) dan
calcium carbonate-apatite
– Terbentuk bila produksi amonia meningkat dan pH urin
meningkat untuk mengurangi kelarutan dari fosfat.
– Normal urine is undersaturated with ammonium phosphate
• Uric acid stones
– These are a byproduct of protein metabolism
– commonly seen with gout,and may result from certain genetic
factors and disorders of your blood-producing tissues
– fructose also elevates uric acid, and there is evidence that
fructose consumption is helping to drive up rates of kidney
disease
• Cystine stones
– Representing only a very small percentage
– these are the result of a hereditary disorder that causes kidneys
to excrete massive amounts of certain amino acids (cystinuria)
Kristal urine
Amorphous Urates and Uric Acid
Phosphates Bilirubin Crystals
• Klasifikasi
– Inkontinensia uretra
• Kelainan uretral: obesitas, multiparitas, persalinan sulit, fraktur
pelvis, pascaprostatektomi
• Kelainan kandung kemih: kelainan detrusor neuropatik atau
nonneuropatik, infeksi, sistitis interstisial, batu kandung kemih,
atau tumor.
• Kelainan nonurinarius: gangguan mobilitas atau fungsi mental.
– Inkontinensia nonuretra
• Fistula urinarius: vesikovagina
• Ektopia ureter: ureter berlanjut ke uretra (biasanya ureter
dupleks).
Inkontinensia Uretra
• Inkontinensia stress: kebocoran terjadi ketika tekanan
infraabdomen melebihi tekanan uretra (misalnya batuk, mengedan)
• Inkontinensia urgensi: ketidakstabilan otot detrusor idiopatik
menyebabkan peningkatan tekanan intravesika dan kebocoran urine
– Hiperrefleksia detrusor: hilangnya kontrol kortikal →kandung kemih
tidak dapat dihambat dengan kontraksi detrusor yang tidak
stabil→kandung kemih terisi, reflex sakralis dimulai→kandung kemih
melakukan pengosongan secara spontan
• Inkontinensia overflow: kerusakan pada serat eferen dari reflex
sakralis menyebabkan atonia kandung kemih.
• Inkontinensia fungsional
Urinary Incontinence
Acute chronic
• Stress UI
• Overflow UI
• Urgency UI --- OAB
• Functional UI
• Mixed UI
BASICS MECHANISMS
Urgensi Dikaitkan dengan sensasi keinginan berkemih akibat dengan kontraksi detrusor
tak terkendali (detrusor overactivity). Masalah-masalah neurologis sering
dikaitkan dengan inkontinensia urin urgensi ini, meliputi stroke, penyakit
Parkinson, demensia dan cedera medula spinalis. Pasien mengeluh tak cukup
waktu untuk sampai di toilet setelah timbul keinginan untuk berkemih sehingga
timbul peristiwa inkontinensia urin. Inkontinensia tipe urgensi ini merupakan
penyebab tersering inkontinensia pada lansia di atas 75 tahun.
Overflow Tidak terkendalinya pengeluaran urin dikaitkan dengan distensi kandung kemih
yang berlebihan. Hal ini disebabkan oleh obstruksi anatomis, seperti
pembesaran prostat, faktor neurogenik pada diabetes melitus atau sclerosis
multiple, yang menyebabkan berkurang atau tidak berkontraksinya kandung
kemih, dan faktor-faktor obat-obatan. Pasien umumnya mengeluh keluarnya
sedikit urin tanpa adanya sensasi bahwa kandung kemih sudah penuh.
http://clinicalgate.com/pediatric-genitourinary-and-renal-disorders/
Varikokel