Makalah Sejarah Sahabat Nabi
Makalah Sejarah Sahabat Nabi
DAFTAR ISI
Cover................................................................................................................................... i
Kata Pengantar.................................................................................................................... ii
Daftar Isi ............................................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang........................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................... 2
2.1 Sejarah Perkembangan Islam................................................................................... 2
2.2 Sejarah Khulafaur Rasyidin..................................................................................... 5
2.3 Sejarah Pemberontakan dan Pelencengan Ajaran Islam.......................................... 14
BAB III PENUTUP............................................................................................................ 18
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................... 19
BAB I
PENDAHULUAN
1) Bidang eksekutif
Pendelegasian terhadap tugas-tugas pemerintahan di Madinah maupun daerah. Misalnya untuk
pemerintahan pusat menunjuk Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, dan Zaid bin Tsabit sebagai
sekretaris dan Abu Ubaidah sebagai bendaharawan. Untuk daerah-daerah kekuasaan Islam, di bentuklah
provinsi-provinsi, dan untuk setiap provinsi ditunjuk seorang amir.
2) Pertahanan dan keamanan
Dengan mengorganisasikan pasukan-pasukan yang ada untuk mempertahankan eksistensi keagamaan dan
pemerintahan. Pasukan itu disebarkan untuk memelihara srabilitas di dalam maupun di luar negeri. Di
antara panglima yang ada ialah Khalid bin Walid, Musanna bin Harisah, Amr bin ‘Ash,Zaid bin Sufyan,
dan lain-lain
3) Yudikatif
Fungsi kehakiman dilaksanakan Oleh Umar bin Khaththab dan selama masa pemerintahan Abu Bakar
tidak di temukan suatu permasalahan yang berarti untuk d pecahkan. Hal ini karena kemampuan dan sifat
Umar sendiri, dan masarakat pada waktu itu di kenal ‘alim.
4) Sosial ekonomi
Sebuah lembaga mirip bait Al-Mal, di dalamnya dikelolah harta benda yang didapat dari zakat, infaq,
sedekah, ghanimah, dan lain-lain. Pengguna harta tersebut digunakan untuk gaji pegawai negara dan
untuk kesejahteraan umat sesuai dengan aturan yang ada.
Masa pemerintahan Utsman bin Affan termasuk yang paling lama apabila dibandingkan dengan khalifah
lainnya, yaitu selama 12 tahun: 24-36H./644-656 M. Atau kira-kira 6 tahun masa pemerintahannya penuh
dengan berbagai prestasi. Dan Utsman wafat karena pemberontakan dan pembangkangan pada tahun 35
H.
Pro dan kontra terhadap pengangkatan Ali bin Abi Thalib sebagai Khalifah dikarenakan beberapa hal
yaitu bahwa orang yang tidak menyukai Ali diangkat menjadi Khalifah, bukanlah rakyat umum yang
terbanyak. Akan tetapi golongan kecil (keluarga Umaiyyah) yaitu keluarga yang selama ini telah hidup
bergelimang harta selama pemerintahan Khalifah Ustman. Mereka menentang Ali karena khawatir
kekayaan dan kesenangan mereka akan hilang lenyap karena keadilan yang akan dijalankan oleh Ali.
Adapun rakyat terbanyak, mereka menantikan kepemimpinan Ali dan menyambutnya dengan tangan
terbuka. Beliau akan dijadikan tempat berlindung melepaskan diri dari penderitaan yang mereka alami.[1]
C. Pemberontakan Ketiga
Pemberontakan ketiga terjadi pada masa pemerintahan Khalifah ‘Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu
anhu. Yaitu gerakan teroris yang merupakan konspirasi Yahudi dan Persia untuk melakukan pembunuhan
yang dilakukan oleh Abu Lu’lu’ah al-Majusi terhadap Amirul Mukminin al-Faruq ‘Umar bin al-
Khaththab Radhiyallahu anhu. Beliau wafat tahun 23 H (643 M).
D. Pemberontakan Keempat
Kemudian di zaman pemerintahan khalifah ‘Utsman bin ‘Affan Radhiyallahu anhu muncul pula gerakan
teror dan pemberontakan yang memprovokasi massa untuk anti terhadap khalifah yang sah, Amirul
Mukminin ‘Utsman bin ‘Affan Radhiyallahu anhu. Gembong dari gerakan ini adalah ‘Abdullah bin Saba’
al-Yahudi. Dia menampilkan diri sebagai seorang Muslim, namun kedengkian dan kekufuran terhadap
Islam tersimpan di dadanya.
Selama 40 hari khalifah ‘Utsman bin ‘Affan Radhiyallahu anhu dikepung di rumah beliau sendiri. Para
pemberontak (Khawarij/teroris) pun bahkan berani menerobos masuk rumah khalifah ‘Utsman dengan
menaiki dinding rumah beliau. Kemudian dengan kejinya mereka membunuh Amirul Mukminin ‘Utsman
bin ‘Affan yang ketika itu sedang membaca Al-Qur-an. Muncratlah darah suci seorang Sahabat mulia
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan tetesan pertama darah beliau mengenai mushaf yang berada
di pangkuannya.
E. Pemberontakan Kelima
Kemudian barisan para teroris pembunuh Khalifah ‘Utsman bin ‘Affan tersebut menghilangkan jejak dan
menyusup di barisan Amirul Mukminin ‘Ali bin Abi Thalib. Mereka menampilkan diri sebagai
pendukung khalifah ‘Ali. Barisan para teroris tersebut menyulut bara fitnah. Hingga akhirnya, mereka
menyatakan diri keluar dari barisan khalifah ‘Ali, dengan alasan bahwa ‘Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu
anhu telah kafir karena telah berhukum dengan selain hukum Allah. Mereka menyempal dari barisan
khalifah ‘Ali dan menyingkir dari suatu tempat yang bernama Harura’, jumlah mereka sekitar 12000
orang, yang kemudian mereka berdiam di situ. Itulah awal pertumbuhan mereka secara terang-terangan
memisahkan diri dan keluar dari barisan para Sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka
memproklamirkan bahwa komandan perang mereka adalah ‘Abdullah bin Wahhab ar-Rasibi dan imam
mereka adalah ‘Abdullah bin al-Kawwa al-Yasykuri.
Orang-orang Khawarij sangat kuat dalam beribadah, tetapi mereka meyakini bahwa mereka lebih berilmu
dari para Sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan ini merupakan penyakit yang sangat
berbahaya. Di tengah-tengah mereka tidak ada seorang pun ahlul ilmu dari kalangan Sahabat, padahal
para Sahabat masih hidup.
Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhuma menuturkan: “Ketika kaum Khawarij me-misahkan diri, mereka
masuk ke suatu daerah. Ketika itu jumlah mereka 6000 orang. Mereka semua sepakat untuk memberontak
kepada Amirul Mukminin ‘Ali bin Abi Thalib. Banyak yang datang kepada ‘Ali untuk mengingatkan
beliau: ‘Wahai Amirul Mukminin sesungguhnya kaum ini (Khawarij) hendak memberontak kepadamu!”
Namun ‘Ali menyatakan: “Biarkan mereka, karena aku tidak akan memerangi mereka hingga mereka
dulu yang memerangiku dan mereka akan mengetahui nantinya.”
Kemudian terjadi perdebatan antara Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhuma dengan para Khawarij tersebut,
semua hujjah dan argumentasi mereka dalam mengkafirkan dan memberontak dari barisan ‘Ali -bahkan
dari barisan para Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam- dibantah habis oleh Ibnu ‘Abbas
Radhiyallahu anhuma dengan hujjah dan argumentasi yang kokoh dan tidak dapat dibantah lagi, dan
mereka tidak mampu membantah hujjah-hujjah tersebut. Sehingga tersingkap dan terjawab segala
kerancuan berpikir yang selama ini menutupi akal dan hati mereka yang picik tersebut. Ibnu ‘Abbas
berkata: “Maka bertaubatlah 4000 orang dari mereka, dan sisanya tetap memberontak. Maka akhirnya
mereka para pemberontak- ditumpas habis.
Demikianlah Ibnu ‘Abbas menasihati mereka dengan meletakkan prinsip dasar dalam memahami agama
Islam yang benar, yaitu dengan merujuk apa yang telah difahami dan diamalkan oleh para Sahabat
Radhiyallahu anhum. Tidak boleh seseorang memahami dan menafsirkan nash-nash Al-Qur-an dan As-
Sunnah dengan pemahaman dan penafsiran sendiri yang keluar dan berbeda dari apa yang dipahami dan
diamalkan oleh para Sahabat.
Kemudian barisan Khawarij yang melarikan diri membuat fitnah dimana-mana dan berusaha membangun
kekuatan kembali untuk memberontak dan memporak-porandakan jama’ah kaum Muslimin dan mereka
terus mendendam kepada khalifah kaum Muslimin. Ada tiga orang Khawarij yang berencana membunuh
khalifah ‘Ali bin Abi Thalib, Mu’awiyah bin Abi Sufyan dan ‘Amr bin al-‘Ash Radhiyallahu anhum.
Kemudian ‘Abdurrahman bin ‘Amr yang terkenal dengan ‘Abdurrahman bin Muljam al-Himyari al-Kindi
(seseorang dari kaum Khawarij) membunuh ‘Ali bin Abi Thalib ketika shalat Shubuh. Amirul Mukminin
‘Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu anhu wafat di bulan Ramadhan tahun 40 H (661 M).
Setiap pemberontakan melawan pemerintah, membuat kerusakan, mengganggu stabilitas keamanan,
menakut-nakuti dan mengadakan teror bagi kaum Muslimin, maka umumnya pelakunya orang kafir, atau
munafik atau Khawarij. Karena sesungguhnya Islam tidak pernah mengajarkan untuk membuat
kerusakan, sebaliknya Islam mengajak kepada kedamaian dan keamanan.[1]
BAB III
PENUTUP
Demikianlah yang dapat kami sampaikan mengenai materi yang menjadi bahasan dalam makalah ini,
tentunya banyak kekurangan dan kelemahan kerena terbatasnya pengetahuan kurangnya rujukan atau
referensi yang kami peroleh hubungannya dengan makalah ini Penulis banyak berharap kepada para
pembaca yang budiman memberikan kritik saran yang membangun kepada kami demi sempurnanya
makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis para pembaca khusus pada penulis.