Diajukan sebagai salah satu tugas mata kuliah Teori & Teknik Konseling yang diampu oleh
Ibu Amherstia Pasca Rina, S.Psi., M.Psi., Psikolog
Disusun Oleh:
Kelompok IV
SURABAYA
KATA PENGANTAR
Kami panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayah-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah
Modifikasi Perilaku tanpa ada halangan suatu apapun. Adapun tujuan dari penyusunan
makalah ini agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami Teknik Pembiasaan Dan
Imitasi.
Dalam menyelesaikan makalah ini, kami tidak lepas dari bantuan berbagai pihak.
Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Amherstia Pasca Rina, S.Psi., M.Psi., Psikolog selaku dosen mata kuliah
Modifikasi Perilaku.
2. Teman-teman di kelompok empat dalam mata kuliah Modifikasi Perilaku.
Kami telah berusaha menyusun makalah ini dengan sebaik-baiknya agar bermanfaat
bagi para pembaca. Kami selaku penyusun masih menyadari bahwa kami masih banyak
kelemahan dalam menyusun tugas ini. Oleh karena itu, kami mohon saran dan kritik yang
membangun dari semua pihak dalam memperbaiki tugas selanjutnya.
Penyusun
ii | P a g e
DAFTAR ISI
iii | P a g e
A. Applying Extinction
1) Pengertian
Extinction merupakan sebuah teknik modifikasi perilaku untuk mengatasi
perilaku bermasalah dengan cara menghapus atau menghilangkan penguat dari
perilaku tersebut agar frekuensinya dapat berkurang dan menghilang. Bab ini akan
menjelaskan bagaimana penerapan extinction untuk menghilangkan perilaku yang
bermasalah.
Menghilangkan penguat
Extinction melibatkan penghapusan penguat di setiap perilaku bermasalah.
Sejumlah pertimbangan yang perlu dilakukan agar dapat berhasil dalam
menerapkan prosedur extinction adalah sebagai berikut :
Melakukan identifikasi penguat
Sebelum menerapkan prosedur extinction, sebaiknya harus mengidentifikasi
penguat apa yang membuat perilaku bermasalah itu muncul. Jika tidak melakukan
identifikasi dengan tepat akan terjadi kegagalan dalam penerapan prosedur
extinction.
Menghapus penguat
Setelah melakukan identifikasi penguat, maka langkah selanjutnya adalah
mengkondisikan apakah orang yang terlibat dalam prosedur extinction ini (orang
tua, guru, klien, perawat, dan sebagainya) dapat mengontrol penguat. Jika orang
yang ikut serta tidak dapat melakukannya, maka prosedur extinction ini tidak akan
berhasil.
Apakah prosedur extinction ini aman?
Sebelum memutuskan untuk menerapkan prosedur extinction, sangat penting untuk
menentukan apakah prosedur ini dapat membahayakan orang yang memiliki
perilaku bermasalah itu sendiri atau orang lain di lingkungan sekitarnya.
Dapatkah ledakan extinction di tolerir?
Penerapan prosedur extinction sering disertai dengan ledakan extinction, di mana
perilaku meningkat dalam frekuensi, durasi, atau intensitas, serta perilaku baru atau
respons emosional dapat muncul (Goh & Iwata, 1994; Lerman, Iwata, & Wallace,
1999; Vollmer et al., 1998). Sebelum memutuskan untuk menggunakan extinction,
harus mengantisipasi ledakan extinction dan memastikan bahwa orang-orang yang
terlibat dalam prosedur ini dapat mentolerir peningkatan perilaku.
- Dapatkah pemeliharan secara konsistensi?
Orang yang terlibat dalam prosedur extinction ini harus konsisten dalam
menghilangkan penguat yang dapat menguatkan perilaku bermasalah yang terjadi.
2|Page
Jika perilaku bermasalah itu mendapatkan penguat lagi maka prosedur extinction
akan gagal.
3|Page
diimplementasikan secara konsisten oleh semua orang yang terlibat dalam prosedur
ini dan harus diimplementasikan dalam semua keadaan di mana perubahan
perilaku diharapkan. Untuk mempromosikan pemeliharaan perubahan perilaku
yang terjadi, maka penting untuk menerapkan prosedur extinction setiap kali
perilaku bermasalah terjadi lagi.
5|Page
Pertama, dia memberi tahu staf tentang hasil penilaian fungsional bahwa
perhatian anggota staf wanita tampaknya memperkuat perilaku yang bermasalah.
Pengelola tersebut kemudian mengatakan kepada stafnya bahwa mereka harus
menghilangkan penguat agar perilaku bermasalah dapat berkurang. Dia memberi
stafnya instruksi seperti berikut: "Setiap kali Anda meminta Willy untuk
menyelesaikan tugas dan dia menolak atau membuat komentar seksis, jangan
ulangi permintaan itu dan jangan menanggapi Willy dengan cara apa pun. Jangan
berdebat dengannya. Jangan mencoba membujuknya melakukan tugasnya. Jangan
mencoba menjelaskan kepadanya bahwa ucapan seksisnya itu tidak dapat diterima.
Jangan tunjukkan Willy segala macam reaksi emosional. Jangan membuat wajah
yang terlihat kecewa atau kesal. Cukup berjalan pergi dan melakukan kegiatan lain
ketika Willy menunjukkan perilaku yang bermasalah. ”
Setelah memberikan instruksi untuk penggunaan extinction, pengelola panti
mencontohkan penggunaan extinction untuk stafnya. Dia meminta Willy menolak
permintaan dan membuat komentar seksis, dan sebagai tanggapan, dia pergi begitu
saja dan tidak menanggapi perilaku bermasalah Willy. Selanjutnya, ia memainkan
peran sebagai Willy dan meminta setiap anggota staf berlatih menggunakan
prosedur extinction sebagai tanggapan terhadap perilaku bermasalah Willy. Setelah
setiap anggota staf telah menunjukkan penggunaan extinction dalam demonstrasi
role play dengan variasi yang berbeda dari perilaku bermasalah Willy, pengelola
panti menginstruksikan stafnya untuk menggunakan prosedur dengan Willy setiap
kali dia menunjukkan perilaku yang bermasalah dalam menanggapi permintaan
staf wanita. Dia memperingatkan staf bahwa mereka semua harus menggunakan
prosedur extinction secara konsisten, dengan harus mengabaikan komentar seksis
Willy, tidak peduli seberapa mengecewakan komentar tersebut. Dia menekankan
bahwa jika hanya satu orang yang terus menanggapi perilaku bermasalah Willy
dengan perhatian, Willy akan terus menunjukkan perilaku yang bermasalah dan
prosedur extinction tidak akan berhasil. Dia juga memperingatkan anggota stafnya
bahwa ada kemungkinan perilaku Willy akan semakin parah ketika mereka mulai
menggunakan extinction. Penolakannya mungkin menjadi lebih keras atau lebih
lama, dan dia mungkin membuat komentar yang lebih mengecewakan. Staf harus
siap untuk ledakan extinction ini dan terus mengabaikan perilaku Willy.
Dalam kaitannya dengan prosedur extinction ini, pengelola panti
menginstruksikan anggota stafnya untuk memuji Willy segera setelah dia
6|Page
mengerjakan tugas yang mereka minta. Dia mengatakan kepada stafnya bahwa
mereka harus memperkuat perilaku kooperatif Willy dengan perhatian mereka,
sehingga perilaku ini akan meningkat saat perilaku bermasalahnya berkurang.
Karena Willy tidak akan menerima perhatian anggota staf karena menolak
mengerjakan tugasnya dan membuat komentar seksis, sangat penting bagi Willy
untuk menerima perhatian anggota staf saat dia bersikap kooperatif.
B. Differential Reinforcement
Pengertian Differential Reinforcement (Penguatan Differensial)
Differential reinforcement adalah prosedur yang digunakan untuk
meningkatkan terjadinya perilaku yang diinginkan dan mengurangi perilaku yang
7|Page
tidak diinginkan. diiferential reinforcement melibatkan penerapan reinforcement
dan extinction yang. Ada 3 jenis differential reinforcement, yaitu :
a) DRA (Differential Reinforcement of Alternative Behavior)
b) DRO (Differential Reinforcement of Other Behavior)
c) DRL (Differential Reinforcement of Low Rates of Responding)
8|Page
Prosedur Menggunakan DRA
Ada beberapa langkah untuk terlibat dalam menggunakan DRA secara efektif.
Langkah-langkah ini dijelaskan di sini.
a. Definisikan Perilaku yang Diinginkan
Anda harus mengidentifikasi dan mendefinisikan perilaku yang diinginkan
dengan jelas yang Anda rencanakan untuk ditingkatkan dengan DRA. Definisi
perilaku yang jelas dari perilaku yang diinginkan untuk membantu memastikan
bahwa Anda memperkuat perilaku yang benar dan memungkinkan Anda untuk
merekam perilaku tersebut untuk menentukan apakah perawatan yang dilakukan
berhasil.
c. Identifikasi Penguat
DRA bertujuan untuk menguatkan perilaku yang diinginkan dan menahan
penguatan untuk perilaku yang tidak diinginkan. Sebab itu, pentingnya
mengidentifikasi penguat apa yang akan dilakukan atau digunakan karena akan
berbeda perlakuan untuk satu orang dengan orang yang lainnya.
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengidentifikasi penguat,
yaitu:
Menggunakan penguat yang mempertahankan perilaku yang tidak
diinginkan. Contohnya, ketika perawat memberikan perhatian yang akan
memperkuat perilaku mengeluh (perilaku yang tidak diinginkan) lalu perawat
bisa menggunakan perhatiannya untuk memperkuat pembicaraan yang lebih
positif daripada mengeluh.
Melakukan observasi dan mencatat kegiatan atau hal-hal yang menarik bagi
individu yang ingin kita ubah perilakunya. Contohnya, bermain game,
shopping, dll.
9|Page
Bertanya langsung kepada orang yang bersangkutan
Mencoba berbagai stimulus yang berbeda dan lihat mana yang berfungsi
sebagai penguat atau yang disebut dengan Preference Assessment :
- Single Stimulus Assessment : stimulus dihadirkan satu per satu secara
bergantian dan lihat apakah individu tersebut mendekati stimulus yang
diberikan.
- Paired Stimulus Assessment : dua stimulus dihadirkan dalam waktu yang
bersamaan dan lihat stimulus mana yang dipilih
- Multiple Stimulus Assessment : lebih dari dua stimulus dihadirkan dalam
waktu yang bersamaan kemudian terapis dapat mencatat stimulus mana yang
didekati oleh individu tersebut.
10 | P a g e
Anda harus mengidentifikasi dan menghilangkan penguatan untuk perilaku
yang tidak diinginkan. Jika penguat untuk perilaku yang tidak diinginkan tidak
dapat dihilangkan sepenuhnya, itu setidaknya harus diminimalkan sehingga kontras
antara penguatan perilaku yang diinginkan dan yang tidak diinginkan
dimaksimalkan.
11 | P a g e
Hasil dari penggunaan prosedur ini tidak bisa dicapai dengan cepat
Penguat akan digunakan diluar situasi yang diinginkan secara terus menerus
dan akan membuat penguat tidak lagi efektif.
12 | P a g e
Penerapan DRA
Ny. Williams telah berada di panti jompo selama sekitar satu tahun, tetapi bagi
para perawatnya terasa seperti lama sekali. Kapan pun Ny. Williams menemui
seorang perawat, ia akan mulai mengeluh tentang makanan, kamarnya, pasien-
pasien lain, kebisingan, atau radang sendi. Para perawat selalu mendengarkan
dengan sopan dan berusaha menghibur Ny. Williams ketika dia mengeluh.
Tampaknya selama setahun terakhir keluhannya semakin memburuk, sampai-
sampai dia jarang mengatakan sesuatu yang positif lagi. Ketika dia pertama kali
datang ke panti jompo, Ny. Williams mengatakan banyak hal baik, dia memuji
orang, dan dia jarang mengeluh. Para perawat berharap mereka bisa membuat Ny.
Williams seperti dulu lagi, jadi mereka berkonsultasi dengan seorang psikolog
perilaku untuk menentukan apakah ada yang bisa mereka lakukan.
Psikolog memberi tahu para perawat bahwa mereka dapat membantu Ny.
Williams mengubah perilakunya dengan mengubah cara mereka berinteraksi
dengannya. Para perawat diperintahkan untuk melakukan tiga hal. Pertama, setiap
kali mereka melihat Ny. Williams, mereka harus mengatakan sesuatu yang positif
kepadanya sesegera mungkin. Kedua, kapanpun Ny. Williams sendiri mengatakan
sesuatu yang positif, perawat harus menghentikan apa yang dia lakukan, tersenyum
pada Ny. Williams, dan secara aktif mendengarkannya dan memperhatikan apa
yang dia katakan. Perawat harus terus mendengarkan dan memperhatikannya
selama dia terus mengatakan hal-hal positif. (Tentu saja, perawat dapat mulai
bekerja lagi dan terus memperhatikan Ny. Williams saat dia sedang bekerja.)
Ketiga, setiap kali Ny. Williams mulai mengeluh, perawat harus membiarkannya
dan meninggalkan ruangan atau menjadi sangat sibuk untuk mendengarkan
keluhan itu. Segera setelah Ny. Williams berhenti mengeluh dan mengatakan
sesuatu yang positif, perawat kembali berhenti bekerja dan memperhatikannya.
Semua perawat secara konsisten menerapkan program ini dan, dalam beberapa
minggu, Ny. Williams mengatakan banyak hal positif kepada perawat dan sangat
jarang mengeluh. Dia tampak lebih bahagia, dan para perawat senang bekerja
dengannya lagi.
Prosedur perilaku yang biasa digunakan perawat untuk membuat Ny. Williams
mengatakan lebih banyak hal positif dan lebih sedikit mengeluh adalah DRA.
Setelah mendengarkan para perawat menjelaskan masalahnya dan mengamati Ny.
Williams selama beberapa waktu, psikolog berhipotesis bahwa Ny. Williams sering
13 | P a g e
mengeluh karena para perawat secara tidak sengaja memperkuat perilaku
mengeluhnya. Ketika Ny. Williams mengeluh, mereka mendengarkan dengan
penuh perhatian, mengatakan hal-hal yang menghiburnya, dan menghabiskan lebih
banyak waktu dengannya. Psikolog memutuskan bahwa perawat harus
meningkatkan perhatian mereka ketika Ny. Williams mengatakan hal-hal positif
untuk memperkuat perilaku ini. Selain itu, para perawat harus memastikan bahwa
Ny. Williams tidak mendapatkan perhatian mereka ketika dia mengeluh.
14 | P a g e
Prosedur Menggunakan DRO
Mengidentifikasi Penguat untuk Perilaku yang Bermasalah
Pada prosedur ini maka psikolog atau terapis harus menghilangkan
reinforce (penguat) dari perilaku yang bermasalah agar prosedur DRO
berhasil dengan baik.
15 | P a g e
Keunggulan dan Kelemahan DRO
Keunggulan DRO
Pengurangan frekuensi secara cepat atau lamanya perilaku sasaran terjadi
Dapat dilaksanakan secara bertahap
Jadwal pemberian penguatan juga dapat dibuat bervariasi (VR)
Perhatian tidak tertuju pada perilaku negative
Kelemahan DRO
Ada kemungkinan perilaku negatif muncul pada saat interval waktu yang
ditentukan
Kemungkinan adanya efek diskriminatif
Penerapan DRO
Sara adalah seorang gadis berusia 3 tahun yang menghabiskan setiap harinya
di sebuah tempat penitipan anak karena orang tuanya sibuk bekerja. Selama di
penitipan, Sara tidur siang selama satu jam setiap sore dan mengisap ibu jarinya
hampir sepanjang waktu tidur siang. Para peneliti menggunakan prosedur
penguatan diferensial untuk mengurangi durasi mengisap ibu jari selama waktu
tidur siang. Karena Sara suka dibacakan sebuah cerita sebelum tidur siang,
mereka menggunakan bacaan tersebut sebagai penguat. Dalam prosedur ini,
perawat Sara duduk di sebelah Sara pada waktu tidur siang dan membacakannya
setiap kali dia tidak mengisap ibu jari. Penguatan diberikan ketika perilaku yang
bermasalah tidak terjadi. Setiap kali Sara memasukkan ibu jarinya ke mulut,
perawat Sara akan berhenti membacakan cerita. Karena reseptor bergantung pada
tidak adanya perilaku mengisap ibu jari, lamanya waktu tanpa mengisap ibu jari
meningkat sampai tidak ada lagi perilaku mengisap ibu jari selama waktu tidur
siang. Prosedur ini efektif dilakukan pada dua anak lain yang mengisap ibu jari
mereka. Hal tersebut diterapkan oleh ibu mereka di rumah sebelum tidur.
16 | P a g e
3) DRL (Differential Reinforcement of Low Rates Responding)
DRL merupakan pemberian penguatan secara terjadwal (schedule of
reinforcement) yang bertujuan untuk mengurangi tingkat kemunculan tingkah–laku
yang tidak diinginkan bila tingkah-laku tersebut sering muncul (Cooper, et.al., 2007:
480).
Contohnya, ketika seorang siswa mengangkat tangannya untuk menjawab
pertanyaan pada setiap menit. Mengangkat tangan bukan perilaku yang bermasalah,
hanya saja itu terlalu sering dan membuat siswa lain tidak memiliki kesempatan
untuk ikut berpartisipasi. Seorang guru tidak ingin menghilangkan perilaku ini
(mengangkat tangan), tetapi dia hanya ingin menurunkan tingkat perilaku. Untuk
menggunakan DRL, guru memberitahu kepada semua siswanya bahwa ketika ia
mengangkat tangan 3 kali maka ia diizinkan untuk membaca pertama kali dalam
kelompok. Tetapi, jika siswa mengangkat tangan lebih dari 3 kali maka ia akan
membaca pada urutan terakhir di kelompok tersebut. Dalam hal ini, guru bisa
mencatat perilaku siswa atau membuat tanda di papan tulis bahwa siswa yang sudah
mengangkat tangannya sebanyak 3 kali maka ia tidak boleh mengangkat tangannya
lagi.
Ada 2 variasi dalam menggunakan DRL, yaitu :
A. Full-session DRL: reinforcement yang diberikan lebih sedikit dari jumlah
respon yang terjadi dalam satu periode waktu. Contoh: siswa yang diminta
angkat tangan tidak lebih dari 3 kali dalam satu hari waktu belajar maka akan
mendapatkan reinforce jika berhasil melakukannya.
B. Spaced-Responding DRL: respon terjadi setelah interval waktu tertentu,
kemudian diberikan reinforce (penguat).
17 | P a g e
menggunakan Spaced-responding DRL, kamu harus mengatakan kepada klien
berapa lama kamu mengharapkan perilaku itu muncul dalam satu interval waktu.
Penerapan DRL
Dalam DRL, penguat disampaikan ketika tingkat perilaku masalah menurun
ke tingkat kriteria. Dalam prosedur DRL, Anda tidak memperkuat ketiadaan
perilaku, seperti dalam prosedur DRO; alih-alih, Anda memperkuat tingkat perilaku
bermasalah yang lebih rendah. Prosedur DRL digunakan ketika tingkat rendah dari
perilaku bermasalah dapat ditoleransi atau ketika perilaku menjadi masalah hanya
karena tingkat tinggi. Ada seorang siswa di kelas dua, mengangkat tangannya untuk
menjawab pertanyaan setiap beberapa menit. Mengangkat tangannya bukan
termasuk masalah perilaku kecuali adanya fakta bahwa itu terjadi terlalu sering dan
siswa lain tidak mendapatkan kesempatan untuk berpartisipasi. Guru tidak ingin
menghilangkan perilaku tersebut; dia hanya ingin menurunkan tingkat perilakunya.
DRL akan menjadi prosedur yang ideal untuk digunakan dalam kasus ini. Untuk
menggunakan DRL, guru akan memberi tahu siswa tersebut bahwa gurunya ingin
dia mengangkat tangan hanya tiga kali perperiode kelas, dan jika dia melakukannya,
dia akan diizinkan untuk membaca pertama kali dalam kelompok membaca di
kemudian hari. (Guru tahu bahwa hal ini adalah penguat untuk siswa tersebut). Jika
dia mengangkat tangannya lebih dari tiga kali dalam periode kelas, dia akan
membaca yang terakhir dalam kelompok membaca pada hari itu. Guru membuat
prosedur DRL lebih efektif lagi dengan menyuruh siswa tersebut untuk mencatat
waktu dia mengangkat tangannya di selembar kertas di atas mejanya. Ketika dia
18 | P a g e
mencatat perilaku itu untuk ketiga kalinya, dia tahu dia tidak harus mengangkat
tangannya lagi. Atau, guru dapat membuat tanda di papan tulis setiap kali siswa
tersebut mengangkat tangannya, siswa akan melihat tanda tersebut dipapan tulis dan
ketika dia melihat sudah ada tiga tanda dipapan tulis maka siswa tersebut akan tahu
bahwa dia tidak harus mengangkat tangannya lagi.
19 | P a g e
Membuat jadwal belajar dan menulisnya, sehingga setiap kali melihat
catatan tersebut mengisyaratkan Mawar untuk pergi belajar.
Mengajak temannya untuk belajar bersama juga merupakan stimulus
yang mengisyaratkan Mawar untuk belajar.
Ketika mempertimbangkan untuk menggunakan prosedur antecedent
control untuk meningkatkan perilaku tertentu, tanyakan pada klien keadaan
atau stimulus apa yang bisa memunculkan perilaku yang diharapkan seperti
contoh di atas.
20 | P a g e
rupa sehingga sedikit upaya yang diperlukan untuk melakukan perilaku yang
diharapkan. Perilaku yang diharapkan akan lebih mungkin terjadi apabila
sedikit upaya yang dibutuhkan untuk melakukannya, dibandingkan bila
membutuhkan upaya lebih banyak.
Sebagai contoh pada kasus Mawar:
Mawar selalu membawa buku catatan dan modulnya di dalam tas,
sehingga ia bisa belajar sewaktu-waktu saat ada jadwal kelas yang kosong.
Dengan selalu membawa bukunya, upaya yang dibutuhkan Mawar untuk
belajar menjadi lebih sedikit. Dibandingkan dengan kondisi yang
mengharuskan Mawar untuk kembali dulu ke asrama mengambil buku
catatannya.
21 | P a g e
melemah adalah dengan cara menghilangkan kemungkinan terbentuknya
perilaku tersebut. Ini tidak selalu berhasil, tetapi dalam beberapa kasus, ini
adalah strategi yang berguna.
Contoh kasus:
Noah sedang menjalankan program diet dan hanya makan makanan
yang sehat, tanpa junk food. Untuk menghilangkan perilaku membeli junk
food atau makanan ringan yang tidak sehat saat sedang berbelanja di mall,
Noah memutuskan untuk makan dulu sebelum pergi. Karena perut sudah
merasa kenyang, Noah tidak membeli junk food atau makanan ringan yang
tidak sehat. Dari kasus ini dapat dilihat bahwa Noah memperlemah
kemungkinan terbentuknya perilaku yang tidak diharapkan (membeli junk
food) dengan cara membuat dirinya kenyang sebelum pergi ke mall.
22 | P a g e
Prosedur mudah untuk diterapkan
Kelemahan:
Membutuhkan waktu yang lama sampai terjadi perubahan perilaku
Membutuhkan komitmen yang kuat dari klien dalam penerapannya
23 | P a g e
D. Using Punishment: Time Out dan Response Cost
1) Pengertian Teknik Time Out
Time-out adalah salah satu teknik mengubah perilaku bermasalah anak
berbasis pada hukumandengan cara menempatkan anak dalam lingkungan
yang terbatas tetapi tetap dalam pantauan untuk menurunkan perilaku
menyimpang. Time-out digunakan untuk menurunkan frekuensi perilaku
bermasalah (Wolf, McLaughlin & Williams, 2006). Time-out adalah jenis
hukuman negatif untuk menghilangkan penguatan positif yang diterima anak
setiap kali melakukan perilaku maladaptif. Hal itu dilakukan dengan harapan
anak tidak lagi melakukan perilaku salah tersebut karena ia mendapatkan hal
positif tetapi sebaliknya hukuman (Erford, 2010). Teknik ini banyak digunakan
oleh guru di sekolah dan orangtua di rumah. Beberapa kasus, time-out efektif
membantu anak berkebutuhan khusus, anak tantrum, perilaku sosial yang
salah, suka berteriak-teriak (yelling), anak agresif (Wolf, McLaughlin & Williams,
2006).
Exclusionary Time-Out.
Time-out tipe ini mengasingkan anak ke satu tempat yang tidak
memungkinkan anak tersebut berinteraksi sosial, tetapi masih dalam
ruangan yang sama agar tetap dapat diobservasi.
Contoh, seorang siswa SD karena ribut dan mengganggu temannya
diberikan time-outdengan cara menyuruh dia duduk di pojok
menghadap tembok sampai batas waktu yang ditentukan.
24 | P a g e
Non-seclusionary time-out.
Time-out tipe ini menempatkan anak di lingkungan yang
berbeda dengan lingkungan anak di mana dia menunjukkan
perilakubermasalahnya tetapi masih di dalam satu ruangan yang sama.
Contohnya, seorang anak TK mengganggu temannya yang satu
meja dengan dia. Anak tersebut kemudian dikenai time-out dengan
memindahkan ke meja lain.
Tipe time-out ini dibagi menjadi tiga bentuk: contigent observation,
removal of stimulus conditions, dan ignoring (Wolf, Mclaugh&
Williams, 2006; Costenbader & Reading-Brown, 1995; Harris, 1985).
25 | P a g e
melakukan perilaku yang tidak diharapkan. Hukuman dalam bentuk time-
outharus konsisten diberikan kepada anak setiap kali anak tersebut
melakukan perilaku bermasalah. Agar menjadi efektif, pemberian time-
outtidak diberikan bersamaan dengan pemberian penguatan.
Langkah keempat, komunikasikan prosedur time-out kepada anak
sebelumnya. Anak harus mendapatkan informasi yang jelas dan lengkap
tentang program ini agar anak mampu terlibat penuh. Anak juga harus
diinformasikan frase-frase yang digunakan dalam time-out.
Langkah kelima, penerapan hukuman dilakukan dengan aturan yang
jelas. Anak harus mengetahui aturan main dari time-out. Sangat baik jika
penerapan time-out disertai dengan pencatatan.
26 | P a g e
27 | P a g e
28 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
29 | P a g e