Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

MODIFIKASI PERILAKU
Tentang:
“PUNISHMENT”

Disusun Oleh :
Kelompok 4
CHERLLY ANGGRAINI 1715040011
NOVI PUTRI MULYA 1715040127
RONI SAPUTRA 1715040141
JESSY TESPANI 1715040156

DOSEN PEMBIMBING
Masnida Khairat., M.A.

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI ISLAM


FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
IMAM BONJOL PADANG
1140 H / 2019 M
KATA PENGANTAR

Puji syukur marilah kita ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan karunianya kepada pemakalah sehingga bisa menyelesaikan makalah ini. Shalawat
serta salam tidak lupa kami ucapkan untuk junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang
telah membawa umat manusia dari zaman jahiliyah sampai kepada terang benderang
adanya saat sekarang ini.

Makalah ini berisikan tentang “Punishment” yang mencakup prinsip punishment, tipe
punishment, faktor yang mempengaruhi efektifitas punishment, modifikasi perilaku dan
program punishment, kesalahan dalam punishment, panduan dalam penerapan punishment
yang efektif, serta perbedaan time-out, response cost, dan extinction.

Dalam penyusunan makalah ini tidaklah luput dari kesalahan dan kekurangan, maka
dari itu, dari lubuk hati yang paling dalam segala kritik dan saran dari pembaca sangat
dibutuhkan untuk perbaikan makalah dimasa yang akan datang. Demikianlah makalah ini
kami susun. Semoga dapat bermanfaat bagi kita semua.

Padang, 23 Februari 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... i

Daftar Isi .............................................................................................................. ii

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .......................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 1
C. Tujuan Masalah ......................................................................................... 1

BAB II. PEMBAHASAN

A. Prinsip punishment .................................................................................... 2


B. Tipe punishment ........................................................................................ 3
C. Faktor yang mempengaruhi efektifitas punishment .................................. 3
D. Modifikasi perilaku dan program punishment .......................................... 9
E. Kesalahan dalam penerapan punishment................................................... 11
F. Panduan dalam penerapan punishment yang efektif .................................11
G. Perbedaan time-out, response cost, dan extinction .................................... 13

BAB III. PENUTUP

A. Kesimpulan................................................................................................ 15
B. Saran .......................................................................................................... 15
C. Lampiran .................................................................................................. 15

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Modifikasi perilaku merupakan teknik dalam psikologi untuk
menghilangkan perilaku maladaptive atau prilaku yang kurang baik dalam
masyarakat. Ada berbagai macam prinsip dalam modifikasi prilaku salah satunya
adalah dengan punishment (hukuman). Punishment adalah suatu teknik dalam
modifikasi prilaku yang berupa pemberian respon yang tidak menyenangkan atau
pun menghilangkan respon yang menyenangkan apabila individu melakukan
tindakan yang tidak baik.
Punishment juga memiliki prinsip, tipe dan juga faktor yang akan
mempengaruhi efektifitas punishment itu sendiri. Didalam penerapan punishment
juga akan ada kesalahan maka dari itu ada panduan dalam penerapan punishmen
yang efektif.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja prinsip Punishment ?
2. Apa saja tipe Punishment?
3. Faktor apa yang mempengaruhi efektifitas Punishment?
4. Bagaimana modifikasi perilaku dan program Punishment ?
5. Apa saja kesalahan dalam penerapan Punishment ?
6. Bagaimana panduan dalam penerapan Punishment yang efektif ?
7. Apa perbedaan time-out, response cost, dan extinction ?
C. Tujuan Masalah
1. Dapat memahami apa saja prinsip Punishment.
2. Dapat memahamiapa saja tipe Punishment.
3. Dapat memahamifaktor apa yang mempengaruhi efektifitas Punishment.
4. Dapat memahami bagaimana modifikasi perilaku dan program Punishment.
5. Dapat memahami kesalahan dalam penerapan Punishment.
6. Dapat memahamipanduan dalam penerapan Punishment yang efektif.
7. Mengetahui dan memahamiperbedaan time-out, response cost, dan extinction.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Prinsip Punishment
Punishment berasal dari bahasa inggris yang artinya adalah hukuman.
Dalam pengkondisian operan, hukuman adalah proses di mana konsekuensi dari
perilaku menekan perilaku itu, mengurangi frekuensi, durasi, atau besarnya.
Konsekuensi yang menekan perilaku dalam hukuman disebut penghukum.
Penghukum adalah rangsangan atau kondisi yang orang itu rasa benci — secara
longgar, mereka tidak diinginkan atau tidak menyenangkan (Saraffino,E.P, 2012 :
107).
Teknik reward dan punishment yang sering pula disebut dengan istilah
reinforcement merupakan salah satu bentuk aplikasi dari pendekatan behavior,
yang bertujuan untuk modifikasi perilaku. Reward dan punishment merupakan
sebuah sistem. Reinforcement untuk perilaku yang dikelola dan diubah, seseorang
harus dihadiahi atau diberikan penguat untukmeningkatkan atau mengurangi
perilaku yang diinginkan (Martin & Pear, 2003 dalam Sari,G.D, 2016 : 166).
Prinsip punishment jika dalam situasi yang diberikan seseorang, melakukan
sesuatu yang segera diikuti oleh hukuman, kemudian orang tersebut akan
mengurangi perilaku yang sama.
Pada punishment ada dua prinsip yaitu memukul dan memarahi. Pertama,
jika konsekuensi ini diterapkan dengan buruk, efeknya mungkin melemah. Kita
akan melihat dalam bab selanjutnya bahwa beberapa faktor mempengaruhi
seberapa efektif hukuman itu akan terjadi. Kedua, memarahi dan memukul
mungkin merupakan hukuman , tetapi penguatan yang didapatnya mungkin jauh
lebih kuat daripada hukuman yang diterapkan.
Akibatnya, pembuatan keributan tidak akan banyak berubah setelah
dimarahi atau dipukul. Masalah-masalah dalam mengetahui peristiwa mana yang
merupakan hukuman adalah seperti yang telah kita bahas untuk penguatan: Kita
perlu menilai dengan cermat konsekuensi untuk perilaku yang ingin kita ubah.
Firasat konsekuensi apa yang dapat meningkatkan atau mengurangi perilaku
bermanfaat, tetapi tidak cukup (Saraffino,E.P, 2012 : 108).

2
B. Tipe-tipe punishment

1. physical ( aversive) punisher


Segala jenis hukuman yang mengikuti perilaku yang mengaktifkan reseptor sakit
atau reseptor rasa lain yang menimbulkan rasa tidak nyaman
2. Reprimands
Stimulus vergal negatif yang kuat, misalnya“ tidak” “itu buruk” dapat juga
mengandung tahapan kasar dan genggaman kasar.
3. Timeout (penyisihansesaat)
Memindahkan sumber pengukuhan untuk sementara waktu tertentu, bila perilaku
sasaran yang akan dihilangkan muncul =>kesempatan mendapatkan pengukuhan
ditiadakan sementara waktu.
4. Response cost (denda)
Penarikan kembali sejumlah pengukuhan yang telah diberikan untuk suatu
perilaku sasaran. (Kazdin, A. E, 1994).

C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Efektivitas Hukuman

Ada lima faktor yang perlu dicermati karena sangat memengaruhi efektifitas
hukuman memehaminya akan membuat anda lebih efektif menjalankan program.

1. Kondisi-kondisi bagi Respons Alternatif yang Diinginkan.


Untuk menurunkan respon yang tidak diinginkan, umumnya dianggap maksimal
efektif jika disertai dengan meningkatkan sejumlah respon alternatif diinginkan
yang akan menandingi perilaku tak diinginkan yang akan dihilangkan (Thompson,
Iwata, Conners & Roscoe, 1999 dikutip dalam buku Martin, G., & Pear, Joseph,
2015).
2. Penyebab Perilaku Tak Diinginkan.
Untuk memaksimalkan peluang bagi munculnya perilaku alternatif yang
diinginkan, siapa pun yang mengupayakan prosedur penghukuman mestinya juga
meminimkan penyebab-penyebab perilaku yang tidak diinginkan. Ini
mengimplikasikan dua hal:
a. Kita harus mencoba untuk mengidentifikasi dan menghilangkan perilaku yang
tidak diinginkan.
b. Kita harus mengidentifikasidan menghilangkan penguat yang ada yang
mempertahankan perilaku tak diinginkan.

3
Penting untuk menekankan bahwa penghukum mungkin tidak begitu
dibutuhkan untuk menghilangkan atau menurunkan perilaku yang tidak
diinginkan. Meminimkan sebab-sebab perilaku tak diinginkan sembari
memaksimalkan kondisi-kondisi bagi perilaku alternatif yang diinginkan dapat
menyebabkan perilaku yang diinginkan bersaing sangat kuat dengan perilaku
tak diinginkan sehingga bisa banyak direduksi atau dihilangkan sepenuhnya
tanpa menggunakan hukuman.
3. Stimulus Penghukum
Jika penghukum digunakan, penting untuk memastikan bahwa
penghukumnya efektif. Secara umum, semakin sering atau kuat stimulus
penghukumannya, semakin efektif ia menurunkan perilaku yang tidak diinginkan.
Namun, yang diperlukan agar intensitas penghukum efektif bergantung pada
keberhasilannya meminimkan sebab-sebab perilaku tak diinginkan sembari
memaksimalkan kondisi-kondisi bagi perilaku alternatif yang diinginkan. Bahkan,
penghukuman ringan seperti teguran, dapat efektif jika penguat bagi perilaku tak
diinginkan ditahan sebentar setelah perilaku muncul, dan jika perilaku alternatif
yang diinginkan diperkuat dengansebuah penguat yang sangat kuat.
Thompson dkk 1999 dikutip dalam buku Martin, G., & Pear, Joseph, (2015)
contohnya, mengevaluasikan efek-efek teguran dan pembatasan manual singkat
sebagai penghukum ringan yang kontingen terhadap perilaku melukai diri 4
individu yang diagnosis menderita disabilitas perkembangan. Di semua kasus,
penghukum-penghukum ringan menghasilkan tekanan respons lebih besar ketika
akses ke penguat bagi perilaku alternatif yang diinginkan (yaitu memanipulasi
barang-barang hobi mereka diwaktu luang) disediakan.
4. Anteseden (termasuk aturan verbal) bagi penghukuman.
Saat menjelaskan penguatan positif dan pemunahan, tambahan aturan-aturan bagi
prosedur penghukuman sering kali terbukti efektif untuk menurunkan perilaku tak
diinginkan dan meningkatkan perilaku alternatif yang diinginkanlebih cepat
(Bierman, Miller &Stabb, 1987 dikutip dalam buku Martin, G., & Pear, Joseph,
2015).

4
5. Memberikan Hukuman.
Untuk meningkatkan efektivitas hukuman saat diberikan, beberapa panduan berikut
mestinya diikuti:
a. Hukuman mestinya diberikan segera, mengikuti perilaku yang tidak diinginkan.
Jika hukuman ditunda, perilakuyang diinginkan mungkin muncul sebelum
hukuman sempat digunakan, dan perilaku ini akan turut tertekan lebih besar
daripada perilaku yang tidak diinginkan. Contoh klasiknya, seorang istri yang
meminta suaminya pulang kerja lebih awal untuk menghukum anak-anak
mereka yang sudah bersikap tidak baik hari itu di sekolah. Permintaan seperti
ini mengakitbatkan kerusakan ganda.
b. Hukuman mestinya diberikan mengikuti setiap kemunculan perilaku tak
diinginkan.
Hukuman sesekali tidak seefektif hukuman langsung menyusul kemunculan
perilaku tak diinginkan. Jika pemodifikasikan perilaku tidak mampu mendeteksi
komponen-kompenan perilaku yang akan dihukum, mereka harus memiliki
keraguan tentang nilai dari pengimplementasikan prosedur hukuman karena 2
alasan. Pertama, kejadian-kejadian di mana seorang pemodifikasi perilaku tidak
mampu mendeteksi kasus-kasus perilaku tak diinginkan kemungkinan besar
karena perilaku tersebut sudah diperkuat secara positif sehingga
mempertahankan kekuatannya. Kedua, prosedur penghukuman memiliki efek-
efek samping negatif sehingga tidak etis jika sampai mengimplementasikan
sebuah prosedur yang tidak efektif ketika prosedur tersebut memiliki efek-efek
samping yang negatif.
c. Pemberian hukuman mestinya tidak dipasangkan dengan penguatan positif.
Persyaratan ini sering kali menyajikan kesulitan-kesulitan ketika hukuman
diberika orang dewasa dan individu yang dihukummenerima perhatian kecil
saja dari orang dewasa. Jika seorang anak sudah menerima banyak perhatian
penuh cinta dari orang dewasa selama periode sebelum munculnya perilaku tak
diinginkan, dan orang dewasa segera menyajikan teguran verbal kuat mengikuti
perilku tersebut, maka teguran verbal ini berfungsi sebagai hukuman.
d. Siapa pun yang melakukan penghukuman mestinya tetap tenang saat
melakukannya.

5
Kemarahan dan frustasi pada pihak yang memberikan hukuman dapat
menguatkan perilaku tak diinginkan atau mengubah secara tidak tepat
konsistensi dan intensitas penghukum. Pendekatan tenang dan berfokus ke fakta
membantu memastikan bahwa program penghukuman akan diikuti secara
konsisten dan tepat. Fokus program juga menjadi jelas bagi penerima hukuman
bahwa prosedur diberikan tanpa kemarahan atau karena alasan-alasan lain yang
tidak relevan. (Martin, G., & Pear, J. 2015 : 336-342).

1. Immediacy / Kesegeraan
Ketika stimulus menghukum segera mengikuti suatu perilaku, atau ketika
kehilangan penguat terjadi segera setelah perilaku, perilaku tersebut cenderung
melemah. Artinya, agar hukuman menjadi paling efektif, konsekuensinya harus
segera mengikuti perilakunya. Ketika penundaan antara perilaku dan
konsekuensinya meningkat, efektivitas konsekuensi sebagai punisher (penghukum)
menurun.
Untuk menggambarkan hal ini, pertimbangkan apa yang akan terjadi jika
stimulus menghukum terjadi beberapa saat setelah perilaku terjadi. Seorang siswa
membuat komentar sarkastik di kelas dan guru segera memberinya tatapan marah.
Akibatnya, siswa cenderung membuat komentar sarkastik di kelas. Jika guru
memberi siswa pandangan marah 30 menit setelah siswa membuat komentar
sarkastik, tampilan tidak akan berfungsi sebagai penghukum untuk perilaku
membuat komentar sarkastik. Sebagai gantinya, tampang marah guru mungkin akan
berfungsi sebagai penghukum untuk perilaku apa pun yang telah dilakukan siswa
segera sebelum melihatnya.
2. Contingency / Kemungkinan
Agar hukuman menjadi paling efektif, stimulus hukuman harus terjadi setiap
kali perilaku itu terjadi. Kami akan mengatakan bahwa konsekuensi hukuman
bergantung pada perilaku ketika punisher (penghukum) mengikuti perilaku setiap
kali perilaku terjadi dan penghukum tidak terjadi ketika perilaku tidak terjadi.
Punisher (penghukum) kemungkinan besar akan melemahkan suatu perilaku ketika
itu bergantung pada perilaku tersebut. Ini berarti bahwa hukuman kurang efektif
ketika diterapkan secara tidak konsisten — yaitu, ketika punisher (penghukum)
hanya mengikuti beberapa kejadian dari perilaku atau ketika punisher (penghukum)
6
disajikan dengan tidak adanya perilaku. Jika jadwal penguatan terus berlaku untuk
perilaku, dan hukuman diterapkan tidak konsisten, beberapa kejadian perilaku dapat
diikuti oleh punisher (penghukum) dan beberapa kejadian perilaku dapat diikuti
oleh penguat. Dalam hal ini, perilaku dipengaruhi oleh jadwal penguatan intermiten
pada saat yang sama yang menghasilkan jadwal hukuman intermiten. Ketika jadwal
penguatan secara bersamaan bersaing dengan hukuman, efek hukuman cenderung
berkurang.
Jika tikus lapar menekan bar di ruang percobaan dan menerima pelet
makanan, tikus akan terus menekan bar. Namun, jika hukuman diterapkan dan tikus
menerima sengatan listrik setiap kali menekan bilah, perilaku menekan bilah akan
berhenti. Sekarang anggaplah bahwa tikus terus menerima makanan untuk menekan
bar dan menerima kejutan hanya sesekali ketika menekan bar. Dalam hal ini,
stimulus hukuman tidak akan efektif karena diterapkan secara tidak konsisten atau
sebentar-sebentar. Efek dari stimulus menghukum dalam kasus ini tergantung pada
besarnya stimulus (seberapa kuat kejutan itu), seberapa sering ia mengikuti
perilaku, dan besarnya operasi pembentukan makanan (seberapa lapar tikus itu).
3. Motivating Operations / Memotivasi Operasi
Sama seperti membangun operasi (establishing operations) (EO) dan
operasi penghapusan (abolishing operations) (AO) dapat mempengaruhi efektivitas
penguat, mereka juga memengaruhi efektivitas para penghukum. Operasi pendirian
adalah peristiwa atau kondisi yang membuat konsekuensi lebih efektif sebagai
punisher (atau penguat). Operasi penghapusan adalah peristiwa atau kondisi yang
membuat konsekuensi kurang efektif sebagai punisher (atau penguat). Dalam kasus
hukuman negatif, perampasan adalah suatu EO membuat kehilangan penguat
menjadi lebih efektif sebagai penghukum dan kekenyangan adalah AO yang
membuat hilangnya penguat menjadi kurang efektif sebagai penghukum. Misalnya,
memberi tahu seorang anak yang bertingkah aneh di meja makan bahwa pencuci
mulut akan diambil akan: a) menjadi penghukum yang lebih efektif jika anak belum
makan makanan penutup apa pun dan masih lapar (EO), b) menjadi kurang efektif
punisher jika anak sudah memiliki dua atau tiga porsi makanan penutup dan tidak
lagi lapar (AO). Kehilangan uang tunjangan karena perilaku buruk akan: a) menjadi
penghukum yang lebih efektif jika anak tidak memiliki uang lain dan berencana

7
untuk membeli mainan dengan uang tunjangan (EO), b) menjadi penghukum yang
kurang efektif jika anak baru saja menerima uang dari sumber lain (AO).
Dalam kasus hukuman positif, peristiwa atau kondisi apa pun yang
meningkatkan keengganan dari peristiwa stimulus menjadikan peristiwa itu sebagai
punisher yang lebih efektif (EO), sedangkan peristiwa yang meminimalkan
keengganan dari peristiwa stimulus membuatnya kurang efektif sebagai punisher
(AO) . Misalnya, beberapa obat (mis., Morfin) meminimalkan efektivitas stimulus
yang menyakitkan sebagai penghukum. Obat-obatan lain (mis., Alkohol) dapat
mengurangi efektivitas rangsangan sosial (mis., Penolakan teman sebaya) sebagai
penghukum.
Ini adalah contoh dari AO karena dalam setiap kasus obat yang dibuat
punishers kurang efektif. Instruksi atau aturan dapat meningkatkan efektivitas
rangsangan tertentu sebagai penghukum. Misalnya, seorang tukang kayu memberi
tahu muridnya bahwa ketika gergaji listrik mulai bergetar, itu dapat merusak gergaji
atau merusak bilahnya. Sebagai hasil dari instruksi ini, getaran dari gergaji listrik
ditetapkan sebagai punisher. Perilaku yang menghasilkan getaran (mis.,
Menggergaji pada sudut, mendorong terlalu keras pada gergaji) melemah.
Ini adalah contoh dari EO karena instruksi membuat kehadiran getaran lebih
permusuhan atau lebih efektif sebagai penghukum karena menggunakan gergaji
yang salah. Selain itu, menggunakan gergaji dengan benar menghindari getaran dan
perilaku ini diperkuat melalui penguatan negatif.(Miltenberger, R.G, 2012 : 114-
116).

8
Factors That Influence the Effectiveness of Punishment
Kesegeraan Stimulus lebih efektif sebagai penghukum ketika
disajikan segera setelah perilaku.
Kemungkinan Stimulus lebih efektif sebagai penghukum ketika
disajikan bergantung pada perilaku.
Memotivasi operasi Beberapa kejadian sebelumnya membuat stimulus
lebih efektif sebagai penghukum pada waktu tertentu
(EO). Beberapa peristiwa membuat stimulus menjadi
penghukum yang kurang efektif pada waktu tertentu
(AO).
Perbedaan dan besarnya Penghukum bervariasi dari orang ke orang. Secara
individu umum, stimulus permusuhan yang lebih intens adalah
penghukum yang lebih efektif.

4. Individual Differences / Perbedaan Individual dan Magnitude / kwantitas dari


Punisher.
Keefektivan pemberian punisher (penghukum) akan berbeda pada setiap
individu . keefektivan punisher juga di tentukan oleh kwantitas punisher-nya.
Contoh: digigit nyamuk adalah sesuatu yang dinilai sebagai stimulus yang sedikit
tidak menyenangkan untuk punishment karena nyamuk menggigit kaki, dan
merindukan memakai celana panjang pada situasi ini diperkuat secara negatif
(negatively reinforced) untuk menghindari gigitan nyamuk. Contoh lainnya, sebagai
pembanding, adalah sakit yang sangat dirasakan akibat sengatan lebah merupakan
punishment bagi kebanyakan orang. Orang akan menghentikan perilaku yang akan
mengakibatkannya disengat lebah dan meningkatkan perilaku mereka yang dapat
menghindarkan mereka dari sengatan lebah. Karena disengat lebah lebih
menyakitkan bila dibandingkan dengan digigit nyamuk, maka sengatan lebah
menjadi lebih efektif sebagai punisher.

D. Modifikasi Perilaku dan Program Punishment

Modifikasi perilaku melibatkan pengaplikasian secara sistematis prinsip-


prinsip dan teknik-teknik pembelajaran untuk menilai dan memperbaiki perilaku
yang terlihat maupun tersembunyi demi meningkatkan fungsi sehari-hari mereka
(Martin, Gerry & Pear Joseph. 2015 : 336 –342).

9
Modifikasi perilaku dan program punishment dalam jurnal “Penerapan
Reward dan Punishment untuk Meningkatkan Perilaku Rutin Minum Obat pada
Pasien Skizofrenia” kami simpulkan, bahwasanya program punishment tersebut
menggunakan prinsip-prinsip operant condisioning. Menurut Skinner, Jika
kemunculan sebuah operan diikuti oleh penyajian sebuah stimulus yang
menguatkan, maka kekuatannya akan bertambah sehingga perilaku akan
bertahan secara konsisten. Dalam kasus ini, hadiah (Reward) adalah penguatan
positif untuk menjaga agar klien tetap minum obat. Sedangkan punishment sebagai
penguatan negatif ketika klien tidak minum obat. Punishment diberikan sebagai
hukuman namun tidak bertujuan untuk meningkatkan perilaku.

Dalam hasil jurnal Galuh Dwinta Sari dengan judul “Penerapan Reward dan
Punishment untuk Meningkatkan Perilaku Rutin Minum Obat pada Pasien
Skizofrenia” Hasil dari pemberian intervensi berupa teknik reward dan punishment
pada klien menunjukkan adanya perubahan atau perbaikan perilaku yang konsisten
dan bertahan seperti yang diharapkan. Klien pernah mengatakan bahwa ia tidak
suka kalau makannya dibatasi. Sehingga selama proses intervensi klien tidak
pernah mendapatkan hukuman karena ia selalu minum obat secara rutin. Klien juga
mengatakan bahwa ia senang mendapatkan waktu untuk bercerita setiap harinya.
Reward selalu diberikan ketika klien sudah meminum semua obatnya dalam
sehari. Selama seminggu pelaksanaan intervensi, klien meminta sendiri
obatnya kepada ibunya, ia juga menanyakan tentang jadwal kontrol ke RSJ
kepada adiknya. Sebelumnya, klien tidak pernah mau minum obat walaupun sudah
dipaksa ibunya, obatnya selalu dibuang dikamar mandi, ia juga tidak pernah
mau diajak untuk kontrol ke rumah sakit. Teknik reward dan punishment yang
sering pula disebut dengan istilah reinforcement merupakan salah satu bentuk
aplikasi dari pendekatan behavior, yang bertujuan untuk modifikasi perilaku.
Reward adalah penerapan operant conditioning dengan memberikan hadiah secara
langsung dengan tujuan untuk meningkatkan perilaku. Reward dapat berupa apa
saja asalkan dapat memberikan perasaan senang, puas dan membahagiakan. Reward
dan punishment merupakan sebuah sistem reinforcement untuk perilaku yang
dikelola dan diubah, seseorang harus dihadiahi atau diberikan penguat
untukmeningkatkan atau mengurangi perilaku yang diinginkan. Pada kasus ini
penangangan berfokus pada perilaku klien yang tidak rutin minum obat akibat
kurangnya kepedulian dan penguatan dari keluarga/caregivernya. Perilaku rutin
minum obat sangat diperlukan pada pasien skizofrenia terutama mereka yang
bergantung pada orang terdekatnya namun sering merasa tidak diperhatikan.
Reward yang diberikan yaitu berupa waktu untuk bercerita bersama (sharing)
sangat disukai oleh klien. Hal-hal yang menurut kebanyakan orang merupakan hal
biasa, namun sangat berarti bagi klien. Sehingga intervensi yang diberikan
memberikan pemahaman pada klien bahwa ketika ia selalu minum obat, maka ibu
dan adiknya akan selalu meluangkan waktu untuknya, hal ini akan tertanam pada

10
dirinya sehingga perilaku rutin minum obat akan terjaga. Penerapan reward dan
punishment berpengaruh besar pada perubahan perilaku pasien skizofrenia. Hal
ini didukung oleh hasil penelitian Dowd & Barch (2012) yang menyebutkan bahwa
otak merespon reward dengan baik pada individu yang mengalami skizofrenia
kronis. Reward yang diberikan khususnya dari caregiver sangat berpengaruh
besar dalam kesembuhan klien, caregiver yang baik dan dpat diandalkan
merupakan salah satu hal yang sangat dibutuhkan pasien skizofrenia. Hal ini
didukung oleh penelitian yang menyebutkan bahwa pengalaman positif yang
didapatkan dari berinteraksi dengan orang lain dapat memberikan perasaaan
menyenangkan bagi pasien maupun caregiver tersebut.

pada program punishment modifikasi perilaku akan terjadi. Salah satu


keuntungan utama menggunakan teknik hukuman terletak pada hasil cepat yang
dicapai dalam menekan perilaku yang tidak diinginkan. Keuntungan lain dalam
menggunakan hukuman adalah efek samping positif yang kadang-kadang
dihasilkannya dalam perilaku yang tidak ditargetkan, jadi dalam penerapan
punishment ini akan dapat memodifikasi perilaku seseorang.

E. Kesalahan dalam Penerapan Punishment

Pada modifikasi perilaku, punishment diartikan sebagai sebuah teknik yang


memiliki maksud spesifik. Saat analisis behavior berbicara mengenai punishment,
mereka menunjuk sebuah proses dimana konsekuensi dari sebuah tingkah laku
dapat menghasilkan penurunan kejadian tingkah laku dikemudian hari. Hal ini
sangat berbeda dengan pemikiran kebanyakan orang mengenai makna dari
punishment. Dalam pemakai yang umum, punishment dapat berarti banyak hal,
kebanyakan dari pengertian tersebut tidak menyenangkan.

Banyak orang mengartikan punishment sebagai kejahatan pada orang


lain.orang yang tidak familiar dengan definisi punishment sebagai sebuah teknik,
akan percaya bahwa penggunaan punishment dalam modifikasi perilaku adalah
salah dan berbahaya. Pengertian yang salah dalam penggunaan teknik punishment
sebagai perbuatan yang kejam dan jahat pada proses modifikasi perilaku adalah
salah karena penggunaan punishment dalam sebuah terapi memiliki tujuan spesifik
yang bertujuan untuk mencapai target perilaku. (Martin & Pear, 2003 dalam
Sari,G.D, 2016)

F. Panduan dalam Penerapan Punishment yang Efektif


Aturan-aturan bagi pengguaan efektif hukuman mungkin leih banyak
dilanggar jika dibandingkan dengan prinsip-prinsip dan prosedur-prosedur
modifikasi perilaku lainnya. Karena itulah, kepastian dan ketelitian ekstra
dibutuhkan ketika anda ingin merancang sebuah hubungan. Kondisi-kondisi dimana
hukuman di aplikasikan harus dinyatakan dengan jelas, ditulis dengan jelasnya, dan

11
diikuti secara konsisten. Berikut ini 7 aturan yang dasar mengaplikasikan hukuman
secara efektif :
1. Pengambilan data
Disemua program yang melibatkan hukuman, setiap data harus diambil degan
hati-hati dan akurat agar efek program maksimal dan efek samping yang
membahayakan dapat dihindarkan.
2. Menyeleksi respons
Penghukuman paling efektif untuk jenis perilaku tertentu seperti melompat ke
kursi contohnya, dari pada kategori umum perilaku seperti merusak perabot.
3. Memaksimalkan kondisi-kondisi bagi respons alternatif yang diinginkan
a. Menyeleksi perilaku alternatif yang diinginkan yang mampu menandingi
perilaku yang dihukum agar perilaku alternatif ini bisa diperkuat seiring
perilaku tak diinginkan dilemahkan. Jika memugkinkan pilihlah perilaku
yang akan bisa dipertahankan dilingkungan almiah setelah anda meghentikan
program ini natinya.
b. Sediakan dorongan-dorongan kuat untuk meningkatkan perilaku alternatif
yang diingikan yang hendak dimuculkan.
c. Perkuat perilaku alternatif yang diinginkan dengan sebuah penguat
berdasarkan jadwal yang tepat.
4. Minimkan sebab-musabab respons yang akan dihukum
a. Cobalah untuk mengidentifikasi dan menghilangkan sebanyak mungkin SD
bagi perilaku tak diinginkan di awal sebelum memulai program latihan.
b. Cobalah untuk menghilangkan semua penguat apapun yang ada bagi perilaku
tak diinginkan tersebut.
5. Menyeleksi penghukum yang efektif
a. Pilihlah hukuman yang efektif yang bisa disajikan langsung mengikuti
perilaku tak diinginkan.
b. Hukuman sebaiknya tidak dipasangkan pemberiannya dengan penguatan
positif yang mengikuti perilaku tak diinginkan.
c. Pilihlah hukuman yang adapat diberikan langsung mengikuti perilaku tak
diinginkan kapanpun dan dimanapun.
6. Disajikan Sdp dengan jelas
a. Beri tahukan pembelajaran rencana yang akan anda lakukan sebelum
pelatihan dimulai.
b. Berikan “peringatan” atau pengingat yang jelas (contohnya, “ tunggu ayah
dan ibu sebelum pulang dari bekerja”).
7. Berikan hukuman
a. Sajikan hukuman langsung mengikuti perilaku yang akan ditirukan :
Jangan pernah ditunda. Jika harus terjadi penundaan karena sebab-sebab
tertentu, jangan berikan hukuman.
b. Sajikan hukuman untuk setiap kemunculan perilaku tak diinginkan. Jangan
berikan hukuman untuk perilaku lain yag tidak direncanakan sebelumnya.
12
c. Jangan pernah memasangkan hukuman (bagi perilaku tak diinginkan)
dengan penguat (bagi perilaku tersebut). Pembelajaran dapat mengalami
kebingungan dan cenderung memilih untuk menafsirkan bahwa perilakunya
didukung bahkan meski mucul penghukuman.
d. Berikan hukuman dengan tenang dan merujuk ke fakta ini akan membuat
anda fokus ke persoalan, dan bukan melakukan hukuman dengan emosi
(marah, benci) atau meluaskan konteks isunya (merembetkan masalah
kemana-mana). (Martin & Pear, 2003 dalam Sari,G.D, 2016 : 354-356)

G. Perbedaan (Time-out, Response Cost, Extinction)


a. Time-out
Periode time-out bisa sangat singkat, berlangsung beberapa menit,
bukan berjam-jam atau berhari-hari. Periode dari 1 hingga 15 menit biasanya
efektif dalam menekan perilaku. Satu studi membandingkan efek hukuman dari
tiga periode waktu habis: 1, 15, dan 30 menit (White, Nielsen, & Johnson, 1972
dalam Saraffino,E.P, 2012 : 110-112). Prosedur time-out diterapkan dengan
individu-individu di sebuah lembaga retardasi mental untuk mengurangi perilaku
menyimpang mereka, seperti agresi dan amukan. Hasil menunjukkan bahwa
semua periode habis. Mengurangi perilaku menyimpang, tetapi panjang 15 dan
30 menit menguranginya dan sama-sama efektif. Secara umum, periode time-out
harus sesingkat mungkin sambil tetap mengurangi perilaku target secara nyata.
Kadang-kadang satu atau dua menit saja sudah cukup.

Brantner dan Doherty (1983) dalam Saraffino,E.P, 2012 : (110-112)


telah menggambarkan tiga tipe atau level time-out. Level yang paling membatasi
disebut isolasi waktu habis: Target orang dikeluarkan dari lingkungan yang
relatif memperkuat dan ditempatkan di lingkungan yang terpisah, secara
substansial kurang menguat. Dikirim ke kamar Anda akan menjadi contoh waktu
istirahat isolasi jika lingkungan itu kurang menguat. Beberapa sekolah atau
institusi telah mendirikan 'ruang time-out' khusus di mana individu dikirim atau
dibawa ketika mereka bertingkah buruk (Barton, Guess, Garcia, & Baer, 1970
dalam Saraffino,E.P, 2012). Tetapi menggunakan waktu istirahat isolasi dapat
memiliki kerugian dan tidak dianjurkan dalam beberapa kasus. Misalnya,
individu yang mungkin membahayakan diri sendiri jika dibiarkan tanpa
pengawasan mungkin memerlukan anggota staf untuk memantau perilaku
mereka secara terpisah. Dan mengisolasi anak-anak yang cacat perkembangan
dapat memberi mereka kesempatan untuk melakukan stimulasi diri atau perilaku
melukai diri sendiri yang tidak diinginkan dan berbahaya.Dalam batas waktu
pengecualian, individu sasaran dihilangkan dari peluang untuk penguatan tanpa
mengisolasi mereka - misalnya, dengan memindahkan orang ke bagian terpisah
dari lingkungan yang sama dan tidak memungkinkan mereka untuk
berpartisipasi dalam kegiatan penguatan yang sedang berlangsung.

Hukuman time-out nampaknya efektif dalam mengurangi perilaku yang


tidak diinginkan dan mungkin merupakan alternatif yang sangat baik untuk
menghukum tipe lain, terutama yang menerapkan rangsangan permusuhan fisik
13
(Brantner & Doherty, 1983). Metode time-out eksklusi dan eksklusi tampaknya
sama efektifnya dengan prosedur time-out isolasi dalam kebanyakan situasi,
sementara memiliki lebih sedikit kerugian. Hukuman time-out kemungkinan
paling efektif dalam menekan perilaku jika jumlah penguatan di lingkungan asli
jauh lebih besar daripada di lingkungan time-out (Solnick, Rincover, & Peterson,
1977; Van Houten, 1983 dalam Saraffino,E.P, 2012).
b. Response Cost(Biaya Tanggapan)
Kehilangan uang sebagai akibat perilaku buruk adalah contoh dari jenis
hukuman yang disebut biaya respons, prosedur hukuman negatif di mana
perilaku mengakibatkan orang tersebut kehilangan barang atau hak istimewa
yang dihargai.
Begolli, 2005; Van Houten, 1983 dalam Saraffino,E.P, 2012 : (110-
112)Meskipun orang tersebut biasanya sudah memiliki barang atau hak istimewa
tersebut, mungkin setelah menerimanya sebagai penguat untuk perilaku
sebelumnya, itu juga bisa menjadi sesuatu yang telah ia peroleh tetapi belum
diterima. Biaya respons dalam kehidupan sehari-hari sering kali melibatkan
harus membayar uang — misalnya, sebagai denda karena membayar pajak
penghasilan, menulis cek yang memantul, atau mengembalikan buku
perpustakaan terlambat. Tetapi biaya respons dapat menghilangkan hal-hal
selain uang, seperti rekaman musik favorit atau pakaian, atau hak istimewa yang
biasanya dimiliki orang tersebut, seperti menggunakan ponsel atau internet.
Tentu saja, prosedur biaya respons dilakukan hanya ketika perilaku target yang
tidak diinginkan telah dilakukan. Intervensi telah menggunakan hukuman biaya
respons dalam berbagai pengaturan, biasanya sebagai denda dalam bentuk uang
atau token. Salah satu contoh berasal dari pengobatan penyalahgunaan alkohol
pada pria dalam terapi perilaku (Miller, 1972 dalam Saraffino,E.P, 2012 : 110-
113).
c. Extinction
Cara untuk mengurangi perilaku yang tidak diinginkan dengan
menghilangkan reinforcement yag mengikuti perilaku yang tidak diingikan.
Extinction :
1. Sebuah perilaku yang telah dikuatkan sebelumnya.
2. Perilaku terhenti terjadi pada perilaku selanjutnya.
3. Tidak ada hasil dalam waktu yang lama dalam penguatan.

14
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pada modifikasi perilaku, punishment diartikan sebagai sebuah teknik yang
memiliki maksud spesifik. Saat analisis behavior berbicara mengenai punishment,
mereka menunjuk sebuah proses dimana konsekuensi dari sebuah tingkah laku
dapat menghasilkan penurunan kejadian tingkah laku dikemudian hari.
Punishment juga memiliki prinsip, tipe, dan juga faktor. Salah satu faktor
yang mempengaruhi efektifitas punishment adalah kondisi-kondisi bagi respons
alternatif yang diinginka dan juga adanya motivasi operasi. Punishment juga
mempunyai batasan waktu untuk diberhentikan yaitu Time-out dan juga biaya
tanggapan atau Response Cost.
B. Saran
Dalam melakukan progran punishment sebaiknya mengikuti peraturan yang
ada. Dalam penggunaan punishment juga ada efek samping yang negatif dalam
mengubah perilaku. Sebaiknya untuk mengubah atau memodifikasi perilaku
tersebut menggunakan penguatan yang positif.
Pada materi punishment ini masih banyak kekurangan dalam mencari
referensi, dan untuk pembaca sebaiknya menambah lagi referensi agar lebih
menambah wawasan sert dapat lebih jelas menerina materi tersebut.
C. Lampiran
Jurnal : Penerapan Reward dan Punishment Untuk Meningkatkan Perilaku
Rutin Minum Obat pada pasien Skizofrenia.

15
DAFTAR PUSTAKA

Kazdin, A.E. (1994). Behavior Modification In Applied Setting. California : Brooksi Coce
Publishing Company.

Martin, G & Pear, Joseph. (2003). Behavior Modification What It Is And How To Do It.
Seven Edition. New Jersey : Prentice Hall. Inc.

Martin, G & Pear, Joseph. (2015). Modifikasi Perilaku : Makna dan Penerapan. Edisi
kesepuluh. Terjemahan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Miltenberger, R.G. (2012). Behavior Modification. Canada: Nelson Education.

Sarafino, E.D. (2012). Applied Behavior Analysis : Principles and Procedures for
Modifying Behavior. New Jersey : The College.

Sari, G.D. (2016). Penerapan Reward dan Punishment Untuk Meningkatkan Perilaku Rutin
Minum Obat pada pasien Skizofrenia. Psychology & Humanity. 19-20.
2

Anda mungkin juga menyukai