Diajukan sebagai salah satu tugas mata kuliah Teori & Teknik Konseling yang diampu oleh
Ibu Amherstia Pasca Rina, S.Psi., M.Psi., Psikolog
Disusun Oleh:
Kelompok IV
Kami panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayah-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah
Modifikasi Perilaku tanpa ada halangan suatu apapun. Adapun tujuan dari penyusunan
makalah ini agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami Prosedur Untuk Meningkatkan
Perilaku yang Diinginkan Dan Menurunkan Perilaku yang Tidak Diinginkan.
Dalam menyelesaikan makalah ini, kami tidak lepas dari bantuan berbagai pihak.
Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Amherstia Pasca Rina, S.Psi., M.Psi., Psikolog selaku dosen mata kuliah
Modifikasi Perilaku.
2. Teman-teman di kelompok empat dalam mata kuliah Modifikasi Perilaku.
Kami telah berusaha menyusun makalah ini dengan sebaik-baiknya agar bermanfaat
bagi para pembaca. Kami selaku penyusun masih menyadari bahwa kami masih banyak
kelemahan dalam menyusun tugas ini. Oleh karena itu, kami mohon saran dan kritik yang
membangun dari semua pihak dalam memperbaiki tugas selanjutnya.
Penyusun
ii | P a g e
DAFTAR ISI
iii | P a g e
A. Applying Extinction
1) Pengertian
Extinction merupakan sebuah teknik modifikasi perilaku untuk mengatasi
perilaku bermasalah dengan cara menghapus atau menghilangkan penguat dari
perilaku tersebut agar frekuensinya dapat berkurang dan menghilang. Bab ini akan
menjelaskan bagaimana penerapan extinction untuk menghilangkan perilaku yang
bermasalah.
Menghilangkan penguat
Extinction melibatkan penghapusan penguat di setiap perilaku bermasalah.
Sejumlah pertimbangan yang perlu dilakukan agar dapat berhasil dalam
menerapkan prosedur extinction adalah sebagai berikut :
Melakukan identifikasi penguat
Sebelum menerapkan prosedur extinction, sebaiknya harus mengidentifikasi
penguat apa yang membuat perilaku bermasalah itu muncul. Jika tidak melakukan
identifikasi dengan tepat akan terjadi kegagalan dalam penerapan prosedur
extinction.
Menghapus penguat
Setelah melakukan identifikasi penguat, maka langkah selanjutnya adalah
mengkondisikan apakah orang yang terlibat dalam prosedur extinction ini (orang
tua, guru, klien, perawat, dan sebagainya) dapat mengontrol penguat. Jika orang
yang ikut serta tidak dapat melakukannya, maka prosedur extinction ini tidak akan
berhasil.
Apakah prosedur extinction ini aman?
Sebelum memutuskan untuk menerapkan prosedur extinction, sangat penting untuk
menentukan apakah prosedur ini dapat membahayakan orang yang memiliki
perilaku bermasalah itu sendiri atau orang lain di lingkungan sekitarnya.
Dapatkah ledakan extinction di tolerir?
Penerapan prosedur extinction sering disertai dengan ledakan extinction, di mana
perilaku meningkat dalam frekuensi, durasi, atau intensitas, serta perilaku baru atau
respons emosional dapat muncul (Goh & Iwata, 1994; Lerman, Iwata, & Wallace,
1999; Vollmer et al., 1998). Sebelum memutuskan untuk menggunakan extinction,
harus mengantisipasi ledakan extinction dan memastikan bahwa orang-orang yang
terlibat dalam prosedur ini dapat mentolerir peningkatan perilaku.
- Dapatkah pemeliharan secara konsistensi?
Orang yang terlibat dalam prosedur extinction ini harus konsisten dalam
menghilangkan penguat yang dapat menguatkan perilaku bermasalah yang terjadi.
2|Page
Jika perilaku bermasalah itu mendapatkan penguat lagi maka prosedur extinction
akan gagal.
3|Page
diimplementasikan secara konsisten oleh semua orang yang terlibat dalam prosedur
ini dan harus diimplementasikan dalam semua keadaan di mana perubahan
perilaku diharapkan. Untuk mempromosikan pemeliharaan perubahan perilaku
yang terjadi, maka penting untuk menerapkan prosedur extinction setiap kali
perilaku bermasalah terjadi lagi.
4|Page
4) Penerapan Applying Extinction
Willy adalah seorang pria berusia 54 tahun dengan keterbelakangan mental
ringan. Baru-baru ini dia pindah ke sebuah panti karena orangtuanya sudah tidak
mampu untuk merawatnya lagi. Willy menghabiskan seluruh hidupnya bersama
dengan orangtuanya sebelum pindah ke panti. Di panti, Willy menunjukkan
perilaku yang bermasalah, dia selalu saja mendebat perkataan staf saat diminta
untuk melakukan tugas-tugas pelatihan seperti memasak, membersihkan, mencuci
atau keterampilan untuk hidup mandiri lainnya. Wawancara penilaian fungsional
dan pengamatan program ABC (Antecedence-Behavior- Consequence)
menghasilkan informasi sebagai berikut, pencetus dari perilaku Willy adalah
seorang staf wanita yang meminta Willy untuk melakukan tugas-tugas pelatihan,
jika yang meminta tersebut adalah staf pria, Willy tidak menunjukkan adanya
perilaku bermasalah. Perilaku yang ditunjukkan Willy ketika staf wanita yang
memintanya adalah dengan menolaknya dan mengatakan “itu pekerjaan wanita”,
“seorang wanitalah yang harus mengerjakan itu”, atau “itu bukan pekerjaan pria”.
Perilaku tersebut berlangsung selama 15 menit tetapi pada akhirnya Willy akan
tetap menyelsaikan tugasnya. Konsekuensi dari perilaku Willy adalah staf wanita
yang meminta Willy akan berdebat dengan Willy dengan mengatakan bahwa dia
tidak boleh mengatakan hal-hal seperti itu dan meyakinkan Willy bahwa laki-laki
juga harus melakukan tugas-tugas mandiri seperti ini juga. Staf wanita yang
berdebat dengan Willy sering terlihat kesal dengan komentar seksis yang Willy
katakan dan akan berdebat sampai Willy melakukan tugas-tugas yang dimintanya.
Dari informasi yang sudah didapat, penilaian mengarah pada sebuah hipotesis
bahwa anggota staf wanita yang meminta Willy untuk mengerjakan tugas-tugas
pelatihan akan memberikan respon berupa berdebat, menjelaskan dan reaksi
emosional saat Willy menolaknya serta berkomentar seksis padanya akan menjadi
penguat bagi perilaku Willy tersebut. Penguatan negatif seperti melarikan diri dari
tugas sepertinya tidak terlalu berperan karena pada akhirnya Willy akan
menyelesaikan tugas-tugasnya itu.
Staf ingin mengurangi frekuensi komentar seksis Willy dan penolakan untuk
menyelesaikan tugasnya. Hasil penilaian fungsional menyarankan bahwa untuk
mengurangi perilaku yang bermasalah, anggota staf wanita harus menghilangkan
perhatian mereka setelah perilaku yang bermasalah itu muncul. Pengelola panti
5|Page
mengadakan pertemuan dengan seluruh staf untuk mengajari mereka cara
menggunakan extinction untuk mengurangi perilaku Willy.
Pertama, dia memberi tahu staf tentang hasil penilaian fungsional bahwa
perhatian anggota staf wanita tampaknya memperkuat perilaku yang bermasalah.
Pengelola tersebut kemudian mengatakan kepada stafnya bahwa mereka harus
menghilangkan penguat agar perilaku bermasalah dapat berkurang. Dia memberi
stafnya instruksi seperti berikut: "Setiap kali Anda meminta Willy untuk
menyelesaikan tugas dan dia menolak atau membuat komentar seksis, jangan
ulangi permintaan itu dan jangan menanggapi Willy dengan cara apa pun. Jangan
berdebat dengannya. Jangan mencoba membujuknya melakukan tugasnya. Jangan
mencoba menjelaskan kepadanya bahwa ucapan seksisnya itu tidak dapat diterima.
Jangan tunjukkan Willy segala macam reaksi emosional. Jangan membuat wajah
yang terlihat kecewa atau kesal. Cukup berjalan pergi dan melakukan kegiatan lain
ketika Willy menunjukkan perilaku yang bermasalah. ”
Setelah memberikan instruksi untuk penggunaan extinction, pengelola panti
mencontohkan penggunaan extinction untuk stafnya. Dia meminta Willy menolak
permintaan dan membuat komentar seksis, dan sebagai tanggapan, dia pergi begitu
saja dan tidak menanggapi perilaku bermasalah Willy. Selanjutnya, ia memainkan
peran sebagai Willy dan meminta setiap anggota staf berlatih menggunakan
prosedur extinction sebagai tanggapan terhadap perilaku bermasalah Willy. Setelah
setiap anggota staf telah menunjukkan penggunaan extinction dalam demonstrasi
role play dengan variasi yang berbeda dari perilaku bermasalah Willy, pengelola
panti menginstruksikan stafnya untuk menggunakan prosedur dengan Willy setiap
kali dia menunjukkan perilaku yang bermasalah dalam menanggapi permintaan
staf wanita. Dia memperingatkan staf bahwa mereka semua harus menggunakan
prosedur extinction secara konsisten, dengan harus mengabaikan komentar seksis
Willy, tidak peduli seberapa mengecewakan komentar tersebut. Dia menekankan
bahwa jika hanya satu orang yang terus menanggapi perilaku bermasalah Willy
dengan perhatian, Willy akan terus menunjukkan perilaku yang bermasalah dan
prosedur extinction tidak akan berhasil. Dia juga memperingatkan anggota stafnya
bahwa ada kemungkinan perilaku Willy akan semakin parah ketika mereka mulai
menggunakan extinction. Penolakannya mungkin menjadi lebih keras atau lebih
lama, dan dia mungkin membuat komentar yang lebih mengecewakan. Staf harus
siap untuk ledakan extinction ini dan terus mengabaikan perilaku Willy.
6|Page
Dalam kaitannya dengan prosedur extinction ini, pengelola panti
menginstruksikan anggota stafnya untuk memuji Willy segera setelah dia
mengerjakan tugas yang mereka minta. Dia mengatakan kepada stafnya bahwa
mereka harus memperkuat perilaku kooperatif Willy dengan perhatian mereka,
sehingga perilaku ini akan meningkat saat perilaku bermasalahnya berkurang.
Karena Willy tidak akan menerima perhatian anggota staf karena menolak
mengerjakan tugasnya dan membuat komentar seksis, sangat penting bagi Willy
untuk menerima perhatian anggota staf saat dia bersikap kooperatif.
Untuk mempromosikan generalisasi perubahan perilaku, pengelola panti
menekankan bahwa semua staf harus menggunakan prosedur extinction (dan
prosedur penguatan) setiap saat dan dalam semua situasi dengan Willy. Hal ini
berarti bahwa semua staf baru dan staf pengganti harus dilatih untuk menggunakan
prosedur ini. Selanjutnya, dia mengadakan pertemuan dengan orang tua Willy dan
meminta bantuan mereka ketika Willy pulang kerumah pada akhir pekan. Karena
dia tidak ingin perilaku itu diperkuat pada akhir pekan, dia meminta orangtua
Willy untuk melakukan salah satu dari dua hal. Mereka bisa menahan diri untuk
tidak meminta Willy melakukan tugas apa pun ketika dia ada di rumah, atau
mereka bisa menggunakan prosedur extinction dengan cara yang sama seperti yang
digunakan staf. Dengan tidak meminta Willy untuk melakukan tugas apa pun,
mereka akan menggunakan prosedur kontrol stimulus di mana mereka
menghilangkan pemicu dari perilaku yang bermasalah itu muncul sehingga
perilaku tersebut tidak akan terjadi. Willy tidak bisa menolak untuk melakukan
tugas jika dia tidak pernah diminta untuk melakukannya, karena ibu Willy selalu
melakukan segalanya untuk Willy sebelumnya, dia paling nyaman dengan pilihan
ini.
Anggota staf mengumpulkan data tentang berapa kali Willy menolak untuk
menyelesaikan tugas dan mendapati bahwa penolakannya menurun seiring waktu
setelah prosedur extinction dilaksanakan. Willy akan menolak sesekali, tetapi staf
tidak memperkuat perilaku tersebut dan penolakan tidak berlangsung lama. Paling
sering, Willy menyelesaikan tugas yang diminta staf begitu mereka memintanya.
7|Page
B. Differential Reinforcement
Pengertian Differential Reinforcement (Penguatan Differensial)
Differential reinforcement adalah prosedur yang digunakan untuk
meningkatkan terjadinya perilaku yang diinginkan dan mengurangi perilaku yang
tidak diinginkan. diiferential reinforcement melibatkan penerapan reinforcement
dan extinction yang. Ada 3 jenis differential reinforcement, yaitu :
a) DRA (Differential Reinforcement of Alternative Behavior)
b) DRO (Differential Reinforcement of Other Behavior)
c) DRL (Differential Reinforcement of Low Rates of Responding)
c. Identifikasi Penguat
DRA bertujuan untuk menguatkan perilaku yang diinginkan dan menahan
penguatan untuk perilaku yang tidak diinginkan. Sebab itu, pentingnya
mengidentifikasi penguat apa yang akan dilakukan atau digunakan karena akan
berbeda perlakuan untuk satu orang dengan orang yang lainnya.
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengidentifikasi penguat,
yaitu:
Menggunakan penguat yang mempertahankan perilaku yang tidak
diinginkan. Contohnya, ketika perawat memberikan perhatian yang akan
memperkuat perilaku mengeluh (perilaku yang tidak diinginkan) lalu perawat
bisa menggunakan perhatiannya untuk memperkuat pembicaraan yang lebih
positif daripada mengeluh.
9|Page
Melakukan observasi dan mencatat kegiatan atau hal-hal yang menarik bagi
individu yang ingin kita ubah perilakunya. Contohnya, bermain game,
shopping, dll.
Bertanya langsung kepada orang yang bersangkutan
Mencoba berbagai stimulus yang berbeda dan lihat mana yang berfungsi
sebagai penguat atau yang disebut dengan Preference Assessment :
- Single Stimulus Assessment : stimulus dihadirkan satu per satu secara
bergantian dan lihat apakah individu tersebut mendekati stimulus yang
diberikan.
- Paired Stimulus Assessment : dua stimulus dihadirkan dalam waktu yang
bersamaan dan lihat stimulus mana yang dipilih
- Multiple Stimulus Assessment : lebih dari dua stimulus dihadirkan dalam
waktu yang bersamaan kemudian terapis dapat mencatat stimulus mana yang
didekati oleh individu tersebut.
10 | P a g e
e. Hilangkan Perilaku yang Tidak Diinginkan
Anda harus mengidentifikasi dan menghilangkan penguatan untuk perilaku
yang tidak diinginkan. Jika penguat untuk perilaku yang tidak diinginkan tidak
dapat dihilangkan sepenuhnya, itu setidaknya harus diminimalkan sehingga kontras
antara penguatan perilaku yang diinginkan dan yang tidak diinginkan
dimaksimalkan.
11 | P a g e
Kelemahan DRA
Hasil dari penggunaan prosedur ini tidak bisa dicapai dengan cepat
Penguat akan digunakan diluar situasi yang diinginkan secara terus menerus
dan akan membuat penguat tidak lagi efektif.
Penerapan DRA
Ny. Williams telah berada di panti jompo selama sekitar satu tahun, tetapi bagi
para perawatnya terasa seperti lama sekali. Kapan pun Ny. Williams menemui
seorang perawat, ia akan mulai mengeluh tentang makanan, kamarnya, pasien-
pasien lain, kebisingan, atau radang sendi. Para perawat selalu mendengarkan
dengan sopan dan berusaha menghibur Ny. Williams ketika dia mengeluh.
Tampaknya selama setahun terakhir keluhannya semakin memburuk, sampai-
sampai dia jarang mengatakan sesuatu yang positif lagi. Ketika dia pertama kali
datang ke panti jompo, Ny. Williams mengatakan banyak hal baik, dia memuji
orang, dan dia jarang mengeluh. Para perawat berharap mereka bisa membuat Ny.
Williams seperti dulu lagi, jadi mereka berkonsultasi dengan seorang psikolog
perilaku untuk menentukan apakah ada yang bisa mereka lakukan.
Psikolog memberi tahu para perawat bahwa mereka dapat membantu Ny.
Williams mengubah perilakunya dengan mengubah cara mereka berinteraksi
dengannya. Para perawat diperintahkan untuk melakukan tiga hal. Pertama, setiap
kali mereka melihat Ny. Williams, mereka harus mengatakan sesuatu yang positif
kepadanya sesegera mungkin. Kedua, kapanpun Ny. Williams sendiri mengatakan
sesuatu yang positif, perawat harus menghentikan apa yang dia lakukan, tersenyum
pada Ny. Williams, dan secara aktif mendengarkannya dan memperhatikan apa
yang dia katakan. Perawat harus terus mendengarkan dan memperhatikannya
selama dia terus mengatakan hal-hal positif. (Tentu saja, perawat dapat mulai
bekerja lagi dan terus memperhatikan Ny. Williams saat dia sedang bekerja.)
Ketiga, setiap kali Ny. Williams mulai mengeluh, perawat harus membiarkannya
dan meninggalkan ruangan atau menjadi sangat sibuk untuk mendengarkan
keluhan itu. Segera setelah Ny. Williams berhenti mengeluh dan mengatakan
sesuatu yang positif, perawat kembali berhenti bekerja dan memperhatikannya.
Semua perawat secara konsisten menerapkan program ini dan, dalam beberapa
minggu, Ny. Williams mengatakan banyak hal positif kepada perawat dan sangat
12 | P a g e
jarang mengeluh. Dia tampak lebih bahagia, dan para perawat senang bekerja
dengannya lagi.
Prosedur perilaku yang biasa digunakan perawat untuk membuat Ny. Williams
mengatakan lebih banyak hal positif dan lebih sedikit mengeluh adalah DRA.
Setelah mendengarkan para perawat menjelaskan masalahnya dan mengamati Ny.
Williams selama beberapa waktu, psikolog berhipotesis bahwa Ny. Williams sering
mengeluh karena para perawat secara tidak sengaja memperkuat perilaku
mengeluhnya. Ketika Ny. Williams mengeluh, mereka mendengarkan dengan
penuh perhatian, mengatakan hal-hal yang menghiburnya, dan menghabiskan lebih
banyak waktu dengannya. Psikolog memutuskan bahwa perawat harus
meningkatkan perhatian mereka ketika Ny. Williams mengatakan hal-hal positif
untuk memperkuat perilaku ini. Selain itu, para perawat harus memastikan bahwa
Ny. Williams tidak mendapatkan perhatian mereka ketika dia mengeluh.
13 | P a g e
interval 8 menit bilamana siswa tersebut tidak menampilkan talking-out
behavior.
DRO dapat digunakan dengan data produk permanen (Cooper,et.al.,
2007:479) . Misalnya, guru memberi bintang pada setiap tugas yang
berhasil dikerjakan oleh siswa dengan benar dan tepat waktu.
14 | P a g e
Hilangkan penguat untuk perilaku yang bermasalah dan berikan penguat
untuk waktu dimana tidak adanya perilaku bermasalah.
Pada tahap ini Anda harus mengeliminasi penguat pada saat perilaku
yang bermasalah terjadi dan memberikan penguat ketika perilaku
bermasalah tidak terjadi.
Penerapan DRO
Sara adalah seorang gadis berusia 3 tahun yang menghabiskan setiap harinya
di sebuah tempat penitipan anak karena orang tuanya sibuk bekerja. Selama di
penitipan, Sara tidur siang selama satu jam setiap sore dan mengisap ibu jarinya
hampir sepanjang waktu tidur siang. Para peneliti menggunakan prosedur
penguatan diferensial untuk mengurangi durasi mengisap ibu jari selama waktu
tidur siang. Karena Sara suka dibacakan sebuah cerita sebelum tidur siang,
mereka menggunakan bacaan tersebut sebagai penguat. Dalam prosedur ini,
perawat Sara duduk di sebelah Sara pada waktu tidur siang dan membacakannya
setiap kali dia tidak mengisap ibu jari. Penguatan diberikan ketika perilaku yang
bermasalah tidak terjadi. Setiap kali Sara memasukkan ibu jarinya ke mulut,
perawat Sara akan berhenti membacakan cerita. Karena reseptor bergantung pada
tidak adanya perilaku mengisap ibu jari, lamanya waktu tanpa mengisap ibu jari
meningkat sampai tidak ada lagi perilaku mengisap ibu jari selama waktu tidur
siang. Prosedur ini efektif dilakukan pada dua anak lain yang mengisap ibu jari
mereka. Hal tersebut diterapkan oleh ibu mereka di rumah sebelum tidur.
15 | P a g e
3) DRL (Differential Reinforcement of Low Rates Responding)
DRL merupakan pemberian penguatan secara terjadwal (schedule of
reinforcement) yang bertujuan untuk mengurangi tingkat kemunculan tingkah–laku
yang tidak diinginkan bila tingkah-laku tersebut sering muncul (Cooper, et.al., 2007:
480).
Contohnya, ketika seorang siswa mengangkat tangannya untuk menjawab
pertanyaan pada setiap menit. Mengangkat tangan bukan perilaku yang bermasalah,
hanya saja itu terlalu sering dan membuat siswa lain tidak memiliki kesempatan
untuk ikut berpartisipasi. Seorang guru tidak ingin menghilangkan perilaku ini
(mengangkat tangan), tetapi dia hanya ingin menurunkan tingkat perilaku. Untuk
menggunakan DRL, guru memberitahu kepada semua siswanya bahwa ketika ia
mengangkat tangan 3 kali maka ia diizinkan untuk membaca pertama kali dalam
kelompok. Tetapi, jika siswa mengangkat tangan lebih dari 3 kali maka ia akan
membaca pada urutan terakhir di kelompok tersebut. Dalam hal ini, guru bisa
mencatat perilaku siswa atau membuat tanda di papan tulis bahwa siswa yang sudah
mengangkat tangannya sebanyak 3 kali maka ia tidak boleh mengangkat tangannya
lagi.
Ada 2 variasi dalam menggunakan DRL, yaitu :
A. Full-session DRL: reinforcement yang diberikan lebih sedikit dari jumlah
respon yang terjadi dalam satu periode waktu. Contoh: siswa yang diminta
angkat tangan tidak lebih dari 3 kali dalam satu hari waktu belajar maka akan
mendapatkan reinforce jika berhasil melakukannya.
B. Spaced-Responding DRL: respon terjadi setelah interval waktu tertentu,
kemudian diberikan reinforce (penguat).
16 | P a g e
menggunakan Spaced-responding DRL, kamu harus mengatakan kepada klien
berapa lama kamu mengharapkan perilaku itu muncul dalam satu interval waktu.
Penerapan DRL
Dalam DRL, penguat disampaikan ketika tingkat perilaku masalah menurun
ke tingkat kriteria. Dalam prosedur DRL, Anda tidak memperkuat ketiadaan
perilaku, seperti dalam prosedur DRO; alih-alih, Anda memperkuat tingkat perilaku
bermasalah yang lebih rendah. Prosedur DRL digunakan ketika tingkat rendah dari
perilaku bermasalah dapat ditoleransi atau ketika perilaku menjadi masalah hanya
karena tingkat tinggi. Ada seorang siswa di kelas dua, mengangkat tangannya untuk
menjawab pertanyaan setiap beberapa menit. Mengangkat tangannya bukan
termasuk masalah perilaku kecuali adanya fakta bahwa itu terjadi terlalu sering dan
siswa lain tidak mendapatkan kesempatan untuk berpartisipasi. Guru tidak ingin
menghilangkan perilaku tersebut; dia hanya ingin menurunkan tingkat perilakunya.
DRL akan menjadi prosedur yang ideal untuk digunakan dalam kasus ini. Untuk
menggunakan DRL, guru akan memberi tahu siswa tersebut bahwa gurunya ingin
dia mengangkat tangan hanya tiga kali perperiode kelas, dan jika dia melakukannya,
dia akan diizinkan untuk membaca pertama kali dalam kelompok membaca di
kemudian hari. (Guru tahu bahwa hal ini adalah penguat untuk siswa tersebut). Jika
dia mengangkat tangannya lebih dari tiga kali dalam periode kelas, dia akan
membaca yang terakhir dalam kelompok membaca pada hari itu. Guru membuat
prosedur DRL lebih efektif lagi dengan menyuruh siswa tersebut untuk mencatat
waktu dia mengangkat tangannya di selembar kertas di atas mejanya. Ketika dia
mencatat perilaku itu untuk ketiga kalinya, dia tahu dia tidak harus mengangkat
17 | P a g e
tangannya lagi. Atau, guru dapat membuat tanda di papan tulis setiap kali siswa
tersebut mengangkat tangannya, siswa akan melihat tanda tersebut dipapan tulis dan
ketika dia melihat sudah ada tiga tanda dipapan tulis maka siswa tersebut akan tahu
bahwa dia tidak harus mengangkat tangannya lagi.
18 | P a g e
Mengajak temannya untuk belajar bersama juga merupakan stimulus
yang mengisyaratkan Mawar untuk belajar.
Ketika mempertimbangkan untuk menggunakan prosedur antecedent
control untuk meningkatkan perilaku tertentu, tanyakan pada klien keadaan
atau stimulus apa yang bisa memunculkan perilaku yang diharapkan seperti
contoh di atas.
19 | P a g e
sedikit upaya yang dibutuhkan untuk melakukannya, dibandingkan bila
membutuhkan upaya lebih banyak.
Sebagai contoh pada kasus Mawar:
Mawar selalu membawa buku catatan dan modulnya di dalam tas,
sehingga ia bisa belajar sewaktu-waktu saat ada jadwal kelas yang kosong.
Dengan selalu membawa bukunya, upaya yang dibutuhkan Mawar untuk
belajar menjadi lebih sedikit. Dibandingkan dengan kondisi yang
mengharuskan Mawar untuk kembali dulu ke asrama mengambil buku
catatannya.
20 | P a g e
perilaku tersebut. Ini tidak selalu berhasil, tetapi dalam beberapa kasus, ini
adalah strategi yang berguna.
Contoh kasus:
Noah sedang menjalankan program diet dan hanya makan makanan
yang sehat, tanpa junk food. Untuk menghilangkan perilaku membeli junk
food atau makanan ringan yang tidak sehat saat sedang berbelanja di mall,
Noah memutuskan untuk makan dulu sebelum pergi. Karena perut sudah
merasa kenyang, Noah tidak membeli junk food atau makanan ringan yang
tidak sehat. Dari kasus ini dapat dilihat bahwa Noah memperlemah
kemungkinan terbentuknya perilaku yang tidak diharapkan (membeli junk
food) dengan cara membuat dirinya kenyang sebelum pergi ke mall.
21 | P a g e
Kelemahan:
Membutuhkan waktu yang lama sampai terjadi perubahan perilaku
Membutuhkan komitmen yang kuat dari klien dalam penerapannya
22 | P a g e
D. Using Punishment: Time Out dan Response Cost
Prosedur Time Out
1) Pengertian Teknik Time Out
Time-out adalah salah satu teknik mengubah perilaku bermasalah anak
berbasis pada hukumandengan cara menempatkan anak dalam lingkungan
yang terbatas tetapi tetap dalam pantauan untuk menurunkan perilaku
menyimpang. Time-out digunakan untuk menurunkan frekuensi perilaku
bermasalah (Wolf, McLaughlin & Williams, 2006). Time-out adalah jenis
hukuman negatif untuk menghilangkan penguatan positif yang diterima anak
setiap kali melakukan perilaku maladaptif. Hal itu dilakukan dengan harapan
anak tidak lagi melakukan perilaku salah tersebut karena ia mendapatkan hal
positif tetapi sebaliknya hukuman (Erford, 2010). Teknik ini banyak digunakan
oleh guru di sekolah dan orangtua di rumah. Beberapa kasus, time-out efektif
membantu anak berkebutuhan khusus, anak tantrum, perilaku sosial yang
salah, suka berteriak-teriak (yelling), anak agresif (Wolf, McLaughlin & Williams,
2006).
Exclusionary Time-Out.
Time-out tipe ini mengasingkan anak ke satu tempat yang tidak
memungkinkan anak tersebut berinteraksi sosial, tetapi masih dalam
ruangan yang sama agar tetap dapat diobservasi.
Contoh, seorang siswa SD karena ribut dan mengganggu temannya
diberikan time-outdengan cara menyuruh dia duduk di pojok
menghadap tembok sampai batas waktu yang ditentukan.
23 | P a g e
Non-seclusionary time-out.
Time-out tipe ini menempatkan anak di lingkungan yang
berbeda dengan lingkungan anak di mana dia menunjukkan
perilakubermasalahnya tetapi masih di dalam satu ruangan yang sama.
Contohnya, seorang anak TK mengganggu temannya yang satu
meja dengan dia. Anak tersebut kemudian dikenai time-out dengan
memindahkan ke meja lain.
Tipe time-out ini dibagi menjadi tiga bentuk: contigent observation,
removal of stimulus conditions, dan ignoring (Wolf, Mclaugh&
Williams, 2006; Costenbader & Reading-Brown, 1995; Harris, 1985).
24 | P a g e
melakukan perilaku yang tidak diharapkan. Hukuman dalam bentuk time-
outharus konsisten diberikan kepada anak setiap kali anak tersebut
melakukan perilaku bermasalah. Agar menjadi efektif, pemberian time-
outtidak diberikan bersamaan dengan pemberian penguatan.
Langkah keempat, komunikasikan prosedur time-out kepada anak
sebelumnya. Anak harus mendapatkan informasi yang jelas dan lengkap
tentang program ini agar anak mampu terlibat penuh. Anak juga harus
diinformasikan frase-frase yang digunakan dalam time-out.
Langkah kelima, penerapan hukuman dilakukan dengan aturan yang
jelas. Anak harus mengetahui aturan main dari time-out. Sangat baik jika
penerapan time-out disertai dengan pencatatan.
25 | P a g e
Prosedur Response Cost
1) Pengertian Response Cost (Biaya Respon)
Response Cost adalah teknik hukuman yang melibatkan hilangnya token, poin,
atau hak istimewa setelah terjadinya beberapa perilaku yang tidak pantas atau
kegagalan untuk memenuhi beberapa tujuan tertentu. Response Cost dapat
digunakan sebagai komponen program penguatan positif, seperti token economy.
Prosedur response cost digunakan secara luas oleh pemerintah, lembaga
penegak hukum, dan lembaga lainnya. Pemerintah jarang menggunakan penguatan
positif untuk mengendalikan perilaku warga mereka. Jika Anda tidak membayar
pajak, Anda akan didenda. Jika melanggar lalu lintas, Anda akan ditilang dan
membayar denda. Jika Anda mengembalikan buku terlambat ke perpustakaan,
Anda didenda.
26 | P a g e
terlibat dalam perilaku yang mengganggu di kelas langsung kehilangan poin nilai
dari gurunya. Namun ada juga yang tertunda, misalnya Anda dapat membayar
tilang setelah melanggar lalu lintas minggu depan. Seorang anak kehilangan
kesempatan untuk mengikuti kegiatan berenang bersama teman-temannya bulan
depan, karena perilaku bermasalah yang dilakukannya hari ini.
27 | P a g e
4) Penerapan Response Cost
Contoh 1:
Martin tergesa-gesa untuk menyelesaikan belanja agar dia bisa pulang tepat
waktu untuk pertandingan bola. Dia berhenti di depan toko dan parkir di tempat
parkir yang diperuntukkan bagi para penyandang cacat. Tidak ada tempat parkir
lain yang dekat, dan dia beralasan bahwa dia akan berada di toko hanya beberapa
menit. Martin membeli barang yang dia butuhkan dan berlari keluar pintu. Ketika
sampai di mobil, ia melihat surat tilang dan ia harus membayar sebesar Rp100,000.
Sesudah insiden itu, Martin tidak pernah lagi parkir sembarangan.
Contoh 2:
Jake dan Jeremy, saudara lelaki berusia 7 dan 8 tahun, sering bertengkar satu
sama lain. Mereka berdebat tentang siapa yang harus duluan bermain, saling
berteriak ketika ada yang mempunyai mainan yang diinginkan, dan bertengkar
memperebutkan remote TV. Orang tua mereka memutuskan untuk
mengimplementasikan program untuk mengurangi frekuensi pertengkaran.
Keduanya mendapat uang saku Rp 25,000 setiap hari Sabtu. Orang tua mengatakan
kepada mereka bahwa mereka akan kehilangan Rp 1000 dari uang saku mereka
setiap kali mereka bertengkar satu sama lain. Orang tua mendefinisikan
pertengkaran seperti berdebat keras, berteriak, menjerit, menangis, atau konfrontasi
fisik seperti mendorong, memukul, atau bergulat. Orang tua mereka memasang
grafik di papan pengumuman di dapur. Bagan itu memiliki nama Jake dan nama
Jeremy, dengan tulisan Rp 1000 sebanyak 25 baris di bawah masing-masing nama.
Untuk setiap perkelahian, orang tua menempatkan tanda X di tulisan Rp 1000 di
bawah nama bocah yang sedang bertarung. Setiap kali orang tua melihat atau
mendengar perkelahian, orang tua dengan tenang berjalan ke arah mereka dan
berkata, “Kamu kehilangan Rp 1000 karena berkelahi. saya menyarankan Anda
berhenti berkelahi agar Anda tidak kehilangan lebih banyak uang.” Orang tua
kemudian berjalan ke arah bagan dan dicoret Rp 1000. Selain itu, orang tua
mengajari mereka cara memecahkan masalah dan kompromi ketika mereka
memiliki perselisihan. Orang tua memuji setiap kali melihat mereka terlibat dalam
pemecahan masalah atau kompromi. Dalam beberapa minggu, Jake dan Jeremy
berkelahi jauh lebih jarang dan jarang kehilangan jatah uang saku mereka.
28 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
29 | P a g e