Anda di halaman 1dari 14

REFERAT

SINDROM PIRIFORMIS

Pembimbing :
dr. Hadi Kurniawan, Sp. KFR

Disusun Oleh :
Adrianus Kevin
11.2016.098

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF


PERIODE 20 NOVEMBER 2017 – 23 DESEMBER 2017
RUMAH SAKIT PANTI WILASA “Dr. CIPTO”
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
SEMARANG

1
A. DEFINISI
Piriformis berasal dari 2 kata “pirum” yang berarti buah pir dan
“forma” yang artinya bentuk. Menurut Kirschner JS dkk sindrom
piriformis adalah suatu kondisi neuromuskuler yang ditandai oleh
gabungan gejala yang mencakup nyeri pinggul dan nyeri pantat. Rasa sakit
sering ke bawah bagian belakang kaki, kadang-kadang ke kaki medial
sehingga kondisi ini akan menimbulkan nyeri dimulai dari pantat dan
berjalan lurus kebawah pada area paha.1
Berdasarkan pendapat para ahli sindrom piriformis merupakan
suatu kondisi yang disebabkan oleh kondisi abnormal otot piriformis
berupa nyeri atau hipostesia di area pantat dan paha bagian posterior,
dengan sesekali menjalar sampai ke tungkai bawah jika mengenai pada
nervus sciatic.2
Pendapat lain mengatakan Piriformis syndrome adalah gangguan
neuromuskular yang terjadi karena saraf sciatica (nervus ischiadicus)
terkompresi atau teriritasi oleh otot piriformis sehingga menimbulkan
nyeri, kesemutan, pada area bokong sampai perjalanan saraf sciatica.
Sekitar 15% dari populasi kasus sciatica (ischialgia) adalah sindroma
piriformis.1

B. ANATOMI

Gambar Proyeksi kerangka tubuh dan N. Ischiadiscus di atas permukaan daerah


bokong regio gluteus tampak belakang2

2
Gambar persarafan nervus ischiadiscus dan otot piriformis
a. Myologi
M. Piriformis, Origo : Os sacrum Fasia pelvis, Insertion : Bertendon pada
ujung trokhanter major, Persarafan : N. Ischiadikus, Fungsi : Abduksi hip,
dan eksorotasi. Otot piriformis berasal pada permukaan anterior sakrum,
biasanya di tingkat vertebra S2 melalui S4, di atau dekat sacroiliac pada
kapsul sendi. Otot menempel pada aspek medial superior dari trokanter
major besar melalui tendon bulat pada banyak orang, otot ini bergabung
dengan tendon obturator internus dan otot Gemelli.2,3
b. Neurologi
Serabut saraf yang keluar dari vertebralumbal 4 – 5 dan sakral 1–3. N.
Ischiadicus meninggalkan pelvis melalui foramen ischiadikus major turun
diantara trochantor mayor os femur dan tuberositas ischiadikus di
sepanjang permukaan posterior paha ke ruang poplitea dimana serabut
saraf ini berakhir dan bercabang menjadi n. Tibialis dan n. peroneus
commuis.2,3
Otot piriformis dipersarafi oleh saraf tulang belakang S1 dan S2-
dan kadang-kadang juga oleh L5. Pada sebanyak 96% dari populasi, saraf
sciatic keluar dari foramen sciatic yang lebih besar dalam sepanjang
permukaan inferior otot piriformis. Sebanyak 22% dari populasi, saraf
sciatic menembus otot piriformis, membagi otot piriformis, atau keduanya,
sebagai predisposisi individu dengan piriformis sindrom. Saraf sciatic
dapat melewati sepenuhnya melalui otot perut, atau saraf dapat dibagi

3
dengan satu cabang (Biasanya bagian fibula) menusuk otot dan lainnya
cabang (biasanya bagian tibia) berjalan inferior atau superior sepanjang
otot.2,3

Keterangan: (A) saraf sciatica keluar foramen sciatica yang lebih besar pada
permukaan inferior otot piriformis; pemisahan saraf sciatik saat melewati otot
piriformis dengan cabang lewat tibialis (B) inferior atau (C) superior; (D) seluruh
saraf sciatic melewati otot perut; (E) saraf sciatic keluar foramen sciatic lebih
besar sepanjang permukaan superior dari otot piriformis.3,5

C. EPIDEMIOLOGI
Sekitar 70% - 80% populasi di dunia mengalami nyeri pinggang
pada suatu waktu selama masa kehidupannya, dan diantaranya terdapat
subkelompok pasien yang mengalami nyeri pinggang sekaligus nyeri
sciatic. Salah satu diagnosis yang dapat ditegakkan berdasarkan evaluasi
pada pasien sciatic adalah sindrome piriformis. Sekitar 15% dari populasi
kasus sciatic (ischialgia) adalah sindrom piriformis. Sedikitnya sekitar 6%
- 8% dari 750 penderita nyeri pinggang bawah akibat sindrom piriformis.7
Sindrom piriformis lebih sering terjadi pada wanita daripada pria,
kemungkinan karena faktor biomekanik yang berhubungan dengan sudut
otot quadriceps femoris lebih lebar pada tulang coxae perempuan.8

4
D. ETIOLOGI
Berdasarkan penyebabnya sindrom piriformis dapat dibagi atas
penyebab primer dan sekunder. Penyebab primer terjadi akibat kompresi
saraf langsung akibat trauma atau faktor intrinsik musculus piriformis,
termasuk variasi anomali anatomi otot, hipertrofi otot, inflamasi kronik
otot dan perubahan sekunder akibat trauma semacam perlengketan.
Penyebab sekunder disebabkan oleh adanya faktor yang menginisiasi
munculnya gejala klinis dari proses penyakit seperti, macrotrauma,
microtrauma, efek massa yang iskemik, dan adanya iskemik lokal.
Diantara pasien-pasien sindrom piiformis terdapat sedikitnya 15% kasus
yang memiliki penyebab primer.2,6,8
Piriformis syndrome paling sering disebabkan oleh makrotrauma
pada daerah bokong dan mikrotrauma akibat dari overuse dari otot
piriformis seperti berjalan atau berlari jarak jauh dan terlalu lama atau
karena adanya kompresi langsung karena trauma akibat duduk diatas
permukaan yang keras terus-menerus.2
Maggs (2010) berpendapat bahwa salah satu penyebab sindrom
piriformis adalah akibat overuse injury, otot piriformis sangat rentan untuk
terjadi cedera berulang akibat gerakan (repetitive motion injury/RMI).
RMI terjadi apabila otot bekerja diluar kemampuannya, atau tidak diberi
cukup waktu untuk fase recovery, akibatnya otot menjadi memendek.1

E. PATOGENESIS
Sindrom piriformis primer menunjukkan kelainan dalam pada otot
piriformis, seperti nyeri myofasial, pyomyositis dan ossificans myositis
sekunder yang menimbulkan hal seperti trauma langsung pada sciatic
notch dan bagian gluteal. Trauma ini dapat terjadi akibat duduk terlalu
lama, prolonged and combined hip flexion, adduksi dan rotasi dalam, serta
beberapa aktivitas olahraga berlebihan. Pengendara sepeda yang naik
sepeda dalam jangka waktu lama, pemain tenis yang terus-menerus
memutar pinggulnya ke dalam dengan servis overhead dan penari balet

5
yang terus menerus memutar ke luar pinggulnya. Nyeri dapat terjadi
karena adanya inflamasi dan edema pada otot dan fascia sekitarnya, yang
akhirnya menyebabkan compressive neuropati.9
Sindrom piriformis sekunder mengarah pada kasus-kasus lain
dimana gejala nyeri bokong dan linu panggul tergantung pada lokasi
patologi yang berkaitan dengan struktur saraf sciatic dan otot piriformis
sebagai penyebab kompresi saraf sciatic. Penyebab sindrom piriformis
sekunder mencakup lesi atau struktur yang disebabkan oleh “pelvic outlet
syndrome” seperti tumor panggul, endometriosis dan aneurisma atau
malformasi arteri.9
Perubahan biomekanik gaya berjalan sebagai penyebab hipertrofi
musculus piriformis dan inflamasi kronik, yang memunculkan sindrom
piriformis. Dalam proses melangkah, saat fase berdiri otot piriformis
teregang sejalan dengan beban panggul yang dipertahankan dalam posisi
rotasi internal. Saat panggul memasuki fase ayun (swing phase), musculus
piriformis berkontraksi dan membantu rotasi eksternal. Musculus
piriformis tetap dalam kondisi teregang selama melangkah dan cenderung
lebih hipertrofi dibanding otot lain disekitarnya. Setiap abnormalitas
proses melangkah melibatkan panggul dengan posisi internal atau adduksi
yang meningkat dapat semakin meregangkan musculus piriformis. Trauma
tumpul dapat menyebabkan hematom dan fibrosis di antara nervus
ischiadiscus dan otot-otot rotator eksternal.

F. DIAGNOSIS
Tidak ada tanda atau gejala patologi, ataupun tes laboratorium dan
tes imaging yang dapat dengan tegas mendiagnosa sindrom piriformis.
Robinson menandai 6 gejala dan tanda yang digunakan sampai sekarang:9
1. Riwayat trauma pada gluteus dan sacroiliaca
2. Nyeri tekan pada regio sacroiliaca joint, foramen ischiadiscus major
(greater sciatic notch) dan otot piriformis yang sering menjalar ke
pinggul

6
3. Eksaserbasi akut nyeri pada saat membungkuk atau mengangkat dan
mereda selama ekstremitas yang terkena ditarik
4. Teraba sausaged-shape mass pada otot piriformis selama eksaserbasi
akut
5. Tanda Lasègue positif
6. Berdasarkan durasi gejala, atropi gluteal.

ANAMNESIS
a. Gejala:3,9
- Nyeri meningkat dengan duduk, berdiri, atau berbaring lebih lama
dari 15 sampai 20 menit.
- Nyeri dan/atau paresthesia menyebar dari sakrum melalui daerah
gluteal dan turun ke aspek posterior paha, biasanya berhenti di atas
lutut.
- Nyeri membaik dengan ambulasi dan memburuk apabila tanpa
gerakan
- Nyeri ketika bangkit dari posisi duduk atau jongkok
- Perubahan posisi tidak menghilangkan rasa sakit sepenuhnya
- Nyari sacroiliaca kontralateral
- Kesulitan berjalan (misalnya, gaya berjalan antalgic, kaki turun)
- Mati rasa pada kaki
- Kelemahan ekstremitas bawah ipsilateral
- Sakit kepala
- Nyeri leher
- Nyeri abdomen, pelvis, dan inguinal
- Dispareunia pada wanita
- Nyeri saat buang air besar
b. Tanda-tanda klinis3,9
- Nyeri tekan atau tidak nyaman di daerah sendi sacroiliaca, greater
sciatic notch dan otot piriformis
- Nyeri tekan atau tidak nyaman di atas piriformis otot

7
- Teraba massa di bokong ipsilateral
- Tarikan pada anggota badan yang terkena sehingga memodulasi
nyeri
- Kelemahan asimetris pada anggota badan yang terkena
- Tanda piriformis positif
- Tanda Lasègue positif
- Tanda Freiberg positif
- Tanda Pace (fleksi, adduksi, dan hasil tes rotasi internal) positif
- Hasil uji Beatty positif
- Rotasi media terbatas pada ekstremitas bawah ipsilateral
- Kaki ipsilateral menjadi pendek
- Atrofi gluteal (pada kasus kronis)
- Rotasi sacral persistent ke sisi kontralateral dengan rotasi lumbal.

PEMERIKSAAN FISIK
Beberapa uji klinis dapat digunakan untuk membantu dalam
diagnosis sindrom piriformis. Tes ini berguna untuk memperjelas klinis,
meskipun tidak ada tes tunggal khusus untuk sindrom piriformis.3,9
1. Tanda Lasègue
Tanda Lasègue terlokalisasi sakit ketika tekanan pada otot piriformis
dan tendon, terutama ketika pinggul yang tertekuk pada sudut 90
derajat dan lutut diluruskan 180.
2. Tes FAIR
Melakukan fleksi, abduksi dan internal rotasi pada pinggul, hasil
positif jika dirasakan nyeri.

8
3. Tanda Freiberg
Melakukan rotasi pasif ke dalam oleh pinggul dan dirasakan nyeri
pada bokong.

4. Manuver Pace
Nyeri bokong dengan adanya tahanan abduksi dari kaki yang
dimanuver ketika posisi duduk.
5. Manuver Beatty
Pasien diposisikan lateral dekubitus pada sisi yang tidak saki, nyeri
pada bokong dirasakan pada ekstrimitas yang sakit ketika pasien
melakukan abduksi secara aktif pada pinggul yang mengalami nyeri
dan menahan lutut beberapa inci dari meja pemeriksaan.

9
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnosis klinis sindrom piriformis adalah dengan magnetic resonance
imaging (MRI) dan computed tomography (CT-scan) sebagai alternatif
utama untuk melihat adanya gangguan penyakit lain yang masih saling
berhubungan. Hanya sedikit kasus yang dilaporkan mengenai hipertropi
dari otot piriformis pada CT-scan ataupun MRI. Pada CT scan dapat
menunjukkan adanya massa besar sisi anterior pada otot piriformis dan CT
scan dapat digunakan sebagai identifikasi stenosis spinal atau perubahan
artritis. Pada MRI dapat ditemukan penyebab lain low back pain seperti
heniasi diskus, tumor spinal atau abses, selain itu pada otot piriformis
dapat muncul pembesaran berupa pelebaran pada T1 atau T2.
Elektromyografi dapat menunjukkan perubahan neurologi atau otot. Pada
sindrom piriformis, EMG terlihat normal pada gluteus minimus, gluteus
medius dan fascia latae tensor, sedangkan keadaan abnormal ditemukan
pada gluteus maximus dan otot piriformis.10

G. DIAGNOSIS BANDING
Sindrom piriformis dapat serupa dengan kondisi lain atau mungkin
sebuah kondisi komorbid yang dipertimbangkan sebagai diagnosis
banding. Riwayat neurologis yang lengkap dan penilaian fisik pada pasien
sangat penting untuk diagnosis yang akurat, mencakup trauma pada
bokong dan adanya perubahan usus dan kandung kemih. penilaian fisik
harus meliputi:3,11
1. Pemeriksaan struktural dengan fokus pada daerah lumbal, pelvis dan
sacrum serta kaki.
2. Tes diagnostik sebelumnya
3. Penilaian kekuatan refleks dan sensorik deep-tendon.
Anamnesis, pemeriksaan fisik dan radiologis dapat digunakan
untuk menyingkirkan radikulopati lumbosakral, disc degeneratif, fraktur
kompresi dan stenosis spinal. Pada radikulopati biasanya disertai dengan

10
kelemahan kedua otot bahkan atrofi bagian proksimal dan distal.
Sebaliknya, pasien dengan sindrom piriformis menunjukkan kelemahan
bahkan atrofi hanya dibagian distal. Sacroilitis, disfungsi sacroiliaca joint
dan disfungsi somatik dari sacrum dianggap sebagai kemungkinan
penyebab atau efek dari sindrom piriformis dan dapat ditentukan dengan
pemeriksaan menyeluruh osteopatic dan pengujian radiografi. CT, MRI dan
USG dapat digunakan untuk menyingkirkan penyebab dari gastrointestinal atau
panggul, seperti kanker colon, endometriosis dan interstitial cystitis. Otot
obturator internus sebagai rotator eksternal pada pinggul, diduga memberikan
kontribusi pada neuritis sciatica. Selain itu, otot obturator internus yang menimpa
saraf sciatic, karena sejajar dengan otot piriformis.
Sindrom piriformis dapat "menyamar" sebagai disfungsi somatik
lainnya yang umum, seperti intervertebral discitis, lumbar radiculopathy,
primary sacral dysfunction, sacroiliitis, sciatica, dan trochanteric bursitis.

H. TATALAKSANA
Terapi konservatif adalah tatalaksana awal paling efektif, lebih dari
79% pasien dengan sindrom piriformis memiliki pengurangan gejala
dengan penggunaan non steroid anti-inflamasi disease (NSAID), muscle
relaxan, terapi es dan istirahat.3,9
1. Farmakologi
a. NSAID dan acetaminofen sebagai pilihan pertama dalam
menangani low back pain karena dapat mempengaruhi
penurunan mediator inflamasi lokal, nyeri dan spasme.
Penggunaan 1 minggu dilaporkan dapat mengurangi gejala nyeri.
b. Selain itu penggunaan muscle relaxan untuk pasien sindrom
piriformis. Pasien menggunakan relaksan hampir lima kali
mengalami perbaikan gejala dalam 14 hari. Efek samping dalam
penggunaan muscle relaxant adalah mulut kering, mengantuk
dan pusing.

11
c. Beberapa penelitian telah meneliti peran analgesik narkotik
dalam mengatasi nyeri akut maupun kronis meskipun lebih
digunakan pada kondisi nyeri kronis. Pengunaannya hanya
dalam jangka waktu pendek, karena dapat memicu
ketergantungan. Efek samping dapat berupa konstipasi,
gastrointestinal upset dan sedasi.
d. Injeksi lokal steroid dapat digunakan sebagai antiiflamasi,
meskipun penggunaannya berhati-hati pada pasien tertentu.
Infeksi merupakan komplikasi paling umum pengobatan invasif
ini. Injeksi dapat dilakukan disekitar pinggul. Dekat 1 cm dari
caudal dan 2 cm lateral batas bawah dari sendi sacroiliaca.
Injeksi epidural caudal dari steroid yang akan menggenangi akar
saraf sakrum bagian bawah. Injeksi dari toksin botulinum tipe B
(12.500 U) juga telah dilaporkan penggunaannya.

e. Perawatan lain dapat berupa prolotherapy (yaitu sclerotherapy,


terapi rekonstruksi ligamen). Jenis terapi ini berupa injeksi untuk
pada origin atau insersio ligamen atau tendo untuk memperkuat
kelemahan atau kerusakan dari jaringan ikat yang telah terjadi.
Komplikasi paling sering berupa infeksi.
2. Terapi Fisik3,9
Pasien dengan sindrom piriformis dapat diobati dengan terapi fisik
yang melibatkan berbagai latihan gerak dan teknik stretching. Dapat

12
dilakukan setiap hari dengan waktu hanya beberapa menit saja. Tujuan
terapi fisik adalah mengurangi gejala melalui meningkatkan gerakan
dan kekuatan kelompok otot. Peningkatan kekuatan otot adduktor pada
pinggul telah terbukti bermanfaat bagi pasien sindrom piriformis.
Selain itu, penggunaan cold therapy, heat therapy, injeksi BTX-A dan
USG.
3. Bedah
Tujuan operasi adalah mengurangi ketegangan dan memastikan tidak
ada serat otot yang mengkompresi saraf sciatic. Pencegahan trauma
berulang terbukti efektif dalam mengurangi resiko terjadinya
kekambuhan sindrom piriformis.

I. PROGNOSIS
Sebagian besar pasien dengan sindrom piriformis memiliki
progress baik setelah dilakukan injeksi lokal trigger-point. Kekambuhan
jarang terjadi setelah 6 minggu terapi. Setelah bedah, pasien dengan
piriformis sindrom dapat kembali lagi beraktivitas rata-rata dalam 2-3
bulan.12

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Kirschner JS, Foye PM, Cole JL. Piriformis syndrome, diagnosis and
treatment. Muscle Nerve. 2009;40(1):10-18. doi:10.1002/mus.21318.
2. Boyajian, L.A; McClain, R.L; Coleman, M.K; dan Thomas, P.P. 2007.Riview
Article : Diagnosis and Management of Piriformis Syndrome : An Osteopathic
3. R.Putz, P. Pabst. Atlas anatomi manusia sobotta. Edisi 21. Jakarta: EGC.
2000.
4. Lori AB, Rance LM, Michele KC, Pamela PT. Diagnosis and management of
piriformis syndrome: an osteopathic approach. JAOA: Review Article. 2008;
108(11);657-664.
5. Williams PL, Warwick R. Gray’s anatomy. 40th ed. Philadelphia, Pa: WB
Saunders Co; 2008.
6. Papadopoulos EC, Khan SN. Piriformis syndrome and low back pain: a new
classification and review of the literature. Orthop Clin North Am. 2004;35:65-
71.
7. Fishman LM, Schaefer MP. The piriformis syndrome is underdiagnosed.
Muscle Nerve. 2003;28:646-649.
8. Foster MR. Piriformis syndrome. Orthopedics. 2002;25:821-825.
9. Pace JB, Nagle D. Piriformis syndrome. West J Med. 1976;124:435-439.
10. Deer TR, Leong MS, Buvanendran A. Comprehensive treatment of chronic
pain by medical interventioanl and integrative approaches. USA: The
american academy of pain medicine textbook. 2013.
11. Emidicine.medscape.com/article/87545-overview diakses pada 5 Juni 2015.
12. Benzon HT, Katz JA, Benzon HA, Iqbal MS. Piriformis syndrome: anatomic
considerations, a new injection technique, and a review of the literature.
Anesthesiology. 2003;98:1442-1448.
13. Meknas K, Christensen A, Johansen O. The internal obturator muscle may
cause sciatic pain. Pain. 2003;104:375-380.

14

Anda mungkin juga menyukai