Tujuan
Kegiatan pembuatan preparat polen dan spora bertujuan agar mahasiswa
mampu:
1. Membuat preparat polen dan spora dengan metode asetolisis
2. Membuat deskripsi spesimen polen dan spora
3. Membandingkan polen berbagai tumbuhan
4. Mengidentifikasi faktor-faktor penunjang pembuatan preparat secara
asetolisis agar memperoleh sediaan yang baik
B. Dasar Teori
Polen atau serbuk sari merupakan bagian bunga yang berupa kantung berisi
gametofit jantan pada tumbuhan berbunga (Anthophyta) baik Gymnospermae
(Pinophyta) maupun Angiospermae (Magnoliophyta), sedangkan spora
biasanya dihasilkan tumbuhan non vaskuler seperti alga, jamur, lumut, serta
tumbuhan vaskuler tingkat rendah lain yaitu tumbuhan lumut (Bryophyta) dan
paku (Pteridophyta). (Nugroho, 2014)
Polen maupun spora dapat diklasifikasikan berdasarkan kenampakan fisik atau
morfologinya. Polen dan spora memiliki struktur, bentuk dan pola yang
kompleks, sehingga dibutuhkan terminologi khusus. Karakter utama polen dan
spora yang digunakan untuk determinasi dan identifikasi adalah unit aperture,
ukuran dan bentuk, dan ornamentasi pada eksin. (Nugroho, 2014)
Unit polen dibedakan atas monad, diad, tetrad, dan polyad. Ada pula polen
yang dilepaskan dari tumbuhan dalam bentuk massulau atau polinia. Polen
tetrad dibedakan ke dalam 5 tipe: tetrahedral, tetragonal, rhomboid, decussata,
dan tetrad silang. (Nugroho, 2014)
Bentuk butir polen dapat dideskripsi menggunakan kenampakan pada
pandangan polar dan pandangan ekuatorial. Pandangan ekuatorial dibedakan 8
bentuk: circular (oval), rhomboidal, apiculate, constricted oval circular,
constricted rectangular, compressed oval, depressed oval, dan rectangular.
Pandangan polar dibedakan menjadi 13 bentuk: circular, semi-angular, inter
semi-angular, angular, inter angular, semi-lobate, inter semi-lobate, lobate,
inter lobate, hexagonal, inter hexagonal, sub-angular, dan inter sub-angular.
(Nugroho, 2014)
Struktur dinding polen dan spora memiliki 2 lapisan dasar, yaitu intine (intin)
dan exine (eksin). Intin atau lapisan tengah langsung berhubungan dengan
sitoplasma, yaitu bagian dalam polen atau spora dna akan hilang setelah polen
atau spora tersebut mati. Intin tersusun dari selulosa dan mempunyai struktur
mirip dengan dinding sel tumbuhan pada umumnya. (Nugroho, 2014)
Eksin merupakan bagian luar butiran dengan permukaan berupa struktur yang
beraneka ragam yang bersifat tahan terhadap daya destruktif, tekanan, suhu,
kondisi asam dan oksidasi alami dalam lapisan batuan, tahan terhadap keadaan
anaerob dan oksidasi selama proses fosilisasi. Lapisan eksin terdiri dari
endeksin (eksin dalam), dan lapisan ekteksin (eksin luar). Ekteksin tersusun
dari 3 lapisan yaitu: tektum (lapisan terluar), kolumela atau bakula berbentuk
tiang kecil yang mendukung tektum, dan lapisan kaki sebagai lapisan paling
dasar. Butiran dengan tektum yang menutupi seluruh permukaan butiran
disebut tektat, jika tidak mempunyai tektum disebut intektat dan butir yang
mempunyai tektum hanya menutupi sebagian kecil permukaan disebut
semitektat. (Nugroho, 2014)
Apertura adalah suatu area tipis pada eksin yang berhubungan dengan
perkecambahan polen. Bentuk butir polen juga terkait erat dengan tipe
aperturanya. Apertura polen dibedakan menjadi 2 tipe, yaitu celah memanjang
disebut colpus/colpi dan berbentuk bulat disebut porus/pori, serta dengan
beberapa variasi apertura antara bentuk colpus dan porus. (Nugroho, 2014)
Pada tumbuhan Pteridophyta maupun Bryophyta, spora tidak memiliki
apertura, namun mempunyai suatu area tipis yang menyerupai apertura pada
spora, yaitu bekas luka tetrad yang disebut laesura yang tampak seperti garis
pada sisi luar. Ada 3 bentuk, yaitu alete, monolete, dan trilete. (Nugroho, 2014)
Tipe ornamentasi eksin polen disusun berdasar ukuran, bentuk, dan susunan
unsur ornamentasi. Ornamentasi merupakan bentuk eksternal eksin tanpa
menunjukkan susunan eksin bagian dalam. Ornamentasi termasuk dalam
komponen eksin yang timbul karena adanya keanekaragaman bentuk morfologi
dari tektum. Beberapa bentuk ornamentasi, yaitu: psilate, verrucate, scabrate,
perforate, foveolate, gemmate, clavate, echinate, regulate, reticulate, baculate,
dan striate. (Nugroho, 2014)
Penerapan studi polen dan spora terutama dalam ilmu palinologi, yang
merupakan ilmu yang mempelajari tentang palinomorf yang saat ini maupun
yang berbentuk fosil, bersama dengan partikel material organik dan kerogen
yang terdapat pada sedimen dan batuan sedimen. Palinomorf secara umum
mencakup 3 subkelompok besar yaitu: sporomorf (polen, spora, dan spora
jamur), zoomorf (foraminifera test lining, chitinizoa, dan scelodont) dan
fitoplankton (dynocysts, meroplankton, Acritarch, Rhodofita, dan
Cyanobakteria). (Nugroho, 2014)
Rekaman polen dan spora merupakan proxy untuk perubahan vegetasi di masa
lalu yang dapat dijadikan indikator variasi iklim. Dapat juga digunakan untuk
menginterpretasikan sejarah perubahan iklim. Polen juga merupakan proxy
yang cocok untuk merekonstruksi perubahan muka laut di lingkungan tropis.
Studi palinologi tidak hanya menganalisis perubahan vegetasi akibat variasi
iklim dan fluktuasi muka laut (sea level) yang terjadi pada periode kuarter, tapi
juga memberikan informasi tentang perubahan tingkat erosi. (Nugroho, 2014)
C. Alat dan Bahan
Siapkan anthera bunga yang telah masak, sehinga pollennya mudah dilepaskan dari kotak sari
Sediakan vial (flacon) dan masukkan ke dalamnya anthera atau bagian tumbuhan yang mengandung
spora. Hendaknya 1 vial untuk 1 jenis bahan, jangan lupa beri label nama bahan yang bersangkutan.
Isi dengan asam cuka glasial sehingga bahan terendam. Biarkan sedikitnya 24 jam. Dalam keadaan
seperti ini bahan dapat disimpan berbulan-bulan sambil menunggu pemrosesan lebih lanjut
b. Tahap pemrosesan
Sediakan campuran asetat anhidrida dan asam sulfat pekat dengan perbandingan 9 : 1
(perhatikan: tuangkan asam sulfat pekat ke asetat anhidrida! Jangan sebaliknya!)
Tuangkan campuran ini ke dalam tabung sentrifuge yang telah berisi pollen/spora (butir 2).
dibuat campuran ini secukupnya saja, jangan terlalu banyak. Cukup untuk kerja 1 hari saja
Panaskan tabung sentrifuge tadi dengan memakai penangas air, mulai suhu kamar sampa
mendidih. Jangan lupa setiap kali dikocok atau diaduk dengan menggunakan batang kaca
Pusing dan buanglah cairannya dan diganti dengan akuades kemudian dikocok. Gantilah aquades ini beberapa
kali, tetapi jangan lupa setiap kali akan membuang aquades pencuci tabung harus dipusing terlebih dahulu
dicek dibawah mikroskop. Bila masih nampak terlalu gelap harus dilakukan bleaching (pengelantangan,
pemutihan) dengan jalan menambahkan ke dalamnya 2 ml asam cuka glasial + 2 – 3 tetes Natrium
Khlorat + 2 – 3 tetes HCl pekat. Waktu yang dibutuhkan untuk bleaching ini kira – kira 30 detik
Dengan menggunakan batang kaca, bahan diambil (dalam keadaan cair karena masih panas; bila perlu
panaskan lagi dalam penangas air) dan diletakkan diatas kaca benda dan segera ditutup dengan kaca penutup
Dalam keadaan masih panas dan cair, pindahkan gliserin jelly yang berisi
pollen/spora ke dalam vial yang bersih dan kering, beri label. Ini dapat disimpan lama
Bila mau membuat sediaan diatas kaca benda, tinggal memanaskan vial ini dengan
penangas air hingga jelly mencair dan dengan menggunakan batang kaca ambil 1 tetes,
letakkan diatas kaca benda yang dipanaskan dan segera ditutup dengan kaca penutup
Bila jelly sudah betul – betul mengeras, dapat menutup tepi kaca penutup dengan balsam kanada
Hasil sediaan akan lebih baik bila jelly berisi pollen/spora yang diletakkan diatas kaca
benda hanya sedikit saja sehingga pada waktu ditutup dengan kaca penutup tidak sampai
memenuhi seluruh kaca penutup, masih tersisa rongga di tepi sekeliling kaca penutup
Bila jelly sudah mengering dan keras, rongga sekeliling tepi kaca
penutup diisi dengan balsam kanada encer dan dibiarkan kering
c. Pembuatan sediaan mikroskopis polen dan spora dengan medium balsam
kanada
Alkohol 70%
Alkohol 80%
Alkohol 96%
Alkohol absolut
Xylol murni 1
Xylol murni 2
Diberi setetes balsam kanada dan ditutup dengan kaca penutup dan diberi label
E. Data Pengamatan
1. Data pengamatan polen
No Gambar pengamatan Gambar literatur Gambar tangan
1
Spora Platicerium
Spora tanduk rusa
Perbesaran 40x10 Sumber:
Keterangan: https://www.cpukforum.co
m/forum/index.php?/topic/5
Bentuk Spora: bersegi
9849-platycerium-from-
tidak beraturan spores/&page=2
Tipe spora: monolete
4
G. Pembahasan
Pewarnaan safranin pada setiap polen cenderung berwarna kuning tua
kecoklatan. Setiap sampel yang terbilas dengan aquades kemudian diberi
safranin sesedikit mungkin, tapi sampel dipastikan terendam. Kecuali pada
sampel polen heliantus, yang dalam pengambilannya polen yang didapat sangat
sedikit (hingga hampir tidak tertinggal endapan pada pembilasan dengan
aquades). Sehingga pada sampel polen heliantus ini di rendam dengan aquades
1 kali saja dan dikurangi sedikit airnya, kemudian ditambahi safranin (tinggi
airnya setengah tabung reaksi), dan larutan berwarna merah muda. Yang
diambil untuk diamati adalah bagian dasar dari larutan tersebut (yang terdapat
serpihan) dengan menggunakan pipet. Hasil warna yang didapatkan pada polen
heliantus juga berwarna kuning kecoklatan, namun lebih gelap.
Permukaan eksin masing-masing telah terdeskripsi diatas.
H. Kesimpulan
1. Salah 1 teknik pembuatan preparat polen dan spora adalah menggunakan
teknik asetolisis
2. Ada berbagai macam deskripsi polen dan spora yang dapat dijadikan salah
1 aspek dalam pencandraan tumbuhan, dan lingkungan habitatnya.
3. Polen pada tumbuhan ada berbagai macam bentuk, ukuran, dan struktur,
yang disesuaikan dengan habitat dimana tumbuhan tersebut hidup.
4. Faktor-faktor penunjang pembuatan preparat polen dan spora secara
asetolisis antara lain: banyaknya bubuk serbuk sari yang didapat, lamanya
perendaman dalam asam asetat glasial, lamanya pemanasan bersama
dengan asam sulfat pekat dan asam asetat anhidrida, pembilasan aquades,
tahapan dealkoholisasi, dan kadar safranin beserta lama perendamannya,
dan permukaan sampel yang terendam safranin.
DAFTAR RUJUKAN
Nugroho, Septriono Hari. 2014. Karakteristik Umum Polen dan Spora Serta
Aplikasinya, Oseana. 39 (3): 7 – 19. (Online),
(http://oseanografi.lipi.go.id/dokumen/os_xxxix_3_2014-2.pdf), diakses 24
Maret 2019.