Anda di halaman 1dari 16

TRADISI NYADRAN SEBAGAI WUJUD PELESTARIAN

NILAI GOTONG-ROYONG PARA PETANI DI DAM BAGONG


KELURAHANNGANTRU KECAMATAN TRENGGALEK
KABUPATEN TRENGGALEK

NYADRAN TRADITION AS THE FORM OF FARMERS MUTUAL


ASSISTANCE VALUE PRESERVATION AT BAGONG
WEIR NGANTRU SUB DISTRICT TRENGGALEK DISTRICT
TRENGGALEK REGENCY

Tahes Ike Nurjana, Suwarno Winarno, Yuniastuti


Universitas Negeri Malang
Email: Zhen_diyana@yahoo.com

ABSTRAK: Penelitian ini bertujuan mendiskripsikan cara


melestarikan nilai gotong-royong masyarakat khususnya petani di
Kelurahan Ngantru. Untuk mencapai tujuan tersebut peneliti
menggunakan pendekatan kualitatif dengan mengumpulkaan data dari
informan. Hasil dari penelitian ini menyatakan: (1) latar belakang dari
upacara tradisi nyadran di Dam Bagong Kelurahan Ngantru berawal
dari perjuangan Adipati Menak Sopal untuk menyebarkan Agama
Islam di wilayah Trenggalek dengan membangun Dam Bagong karena
mayoritas penduduk bermata pencaharian sebagai petani; (2) dalam
pelaksanaan upacara tradisi nyadran ada beberapa ritual yang harus
dilakukan dan beberapa perlengkapan yang harus dipersiapkan; (3)
hakikat gotong-royong dalam pelaksanaan tradisi nyadran ini yaitu
mempererat tali silaturahmi antar warga masyarakat Kelurahan
Ngantru khususnya masyarakat Kecamatan Trenggalek dan
Kecamatan Pogalan; (4) persepsi masyarakat Kelurahan Ngantru,
Kabupaten Trenggalek terhadap upacara tradisi nyadran di Dam
Bagong yaitu mayoritas masyarakat setuju dengan adanya upacara
tradisi nyadran di Dam Bagong terutama dalam melestarikan hidup
bergotong-royong; (5) perspektif tradisi nyadran bagi masyarakat di
masa depan yaitu masyarakat akan tetap memperingati upacara tradisi
nyadran di Dam Bagong Kelurahan Ngantru sebagai rasa syukur
kepada Allah SWT atas perjuangan Adipati Menak Sopal.

Kata Kunci: Tradisi nyadran, pelestarian, gotong-royong

ABSTRACT: This research is aims to describe how to reserve the


communal work values among people especially the farmers at
Ngantru Sub District. The researcher uses qualitative approach to
achieve the purpose of the research by collecting data from
informants. The results of this study shows that: (1) the background of
Nyadran Tradition at Bagong Weir, Ngantru District comes from
Adipati Menak Sopal’s hassle to spread Islam Religion at Trenggalek
Area by building Bagong Weir since almost all of the citizens are
farmers; (2) there are many rituals and equipments that have to be
prepared to hold Nyadran Tradition; (3) the essence of mutual
assistance in Nyadran Tradition is to lighten the brotherhood between
people especially those who come from Ngantru Sub District
Trenggalek District and Pogalan District; (4) the perception of
Ngantru Sub District, Trenggalek District society of Nyadran
Tradition is almost all of the society agree with the holding of
Nyadran Tradition at Bagong Weir to reserve the communal work
values among people especially the farmers ; (5) Nyadran Tradition
prospective for society in the future is the society will always
solemnize the Nyadran Tradition at Bagong Weir Ngantru Sub
District as thankfulness of Adipati Menak Sopal’s hassle.
Key Words: Nyadran traditition, preservation, mutual assistance

Latar Belakang
Trenggalek merupakan kabupaten kecil, indah dan menarik. Banyak obyek
yang bersifat khas daerah. Kabupaten yang kaya potensi wisata menarik yang
dapat menjadi pilihan untuk dikunjungi, baik wisata alam maupun wisata budaya.
Salah satu budaya yang terus dilestarikan oleh warga Trenggalek adalah Upacara
Adat bersih Dam Bagong atau lebih dikenal dengan sebutan Tradisi Nyadran di
Dam Bagong. Upacara adat merupakan salah satu bagian dari adat kebiasaan yang
ada di masyarakat, yaitu bentuk pelaksanaan upacara adat yang di dalamnya
terdapat nilai budaya yang tinggi dan banyak memberikan inspirasi bagi kekayaan
budaya daerah yang dapat menambah keanekaragaman kebudayaan nasional.
Upacara tersebut mengajarkan kepada manusia sebagai manusia berbudaya untuk
ikut bertanggung jawab menjaga kelestarian alam seisinya, ikut meningkatkan
harkat dan martabat manusia.
Nyadran merupakan tradisi dari daerah Trenggalek yang biasanya
diperingati pada Jum’at Kliwon bulan Selo atau bulan jawa. Nyadran biasanya
dilakukan di daerah Bagong yaitu tepatnya Dam Bagong dan dihadiri ribuan
orang dari Trenggalek sendiri maupun dari luar Trenggalek. Dam Bagong adalah
dam pembagi aliran sungai Bagong yang biasa digunakan untuk mengairi
persawahan di Kota Trenggalek. Pertama kali Dam Bagong dibangun oleh Adipati
Menak Sopal yang juga merupakan pendiri cikal bakal kota Trenggalek.
Ritual upacara Nyadran diawali dengan tahlilan di samping makam
Adipati Menak Sopal, dilanjutkan dengan ziarah makam yang diikuti oleh para
pejabat daerah dan warga masyarakat. Sementara itu, di halaman sekitar komplek
pemakaman disajikan hiburan tarian jaranan. Tarian kepahlawanan khas
Trenggalek ini disajikan dengan penuh semangat, diiringi gamelan yang dinamis
dan menghentak serta nyanyian dari pesinden yang jelita. Tarian ini sangat
digemari karena identik dengan tarian magis yang bernuansa mistis. Tak jarang,
para penari jaranan kesurupan saat menyajikan tarian ini.
Acara puncak yang paling ditunggu dalam ritual nyadran adalah
pelemparan tumbal kepala kerbau atau larung. Dalam upacara Nyadran Dam
Bagong ini dikorbankan seekor kerbau yang kemudian disembelih dan kepala,
kulit beserta tulang-tulangnya dilempar ke sungai lalu diperebutkan oleh warga
masyarakat sekitar. Tujuan ritual nyadran ini sebagai tolak balak, tidak hanya
sebagai tolak balak upacara ini juga sebagai simbol agar kehidupan warga
Trenggalek gemah ripah loh jinawi. Biasanya beberapa pemuda telah bersiap-siap
di dalam sungai dengan bertelanjang dada untuk memperebutkan kepala kerbau
yang dilarung. Sorak sorai kegirangan dan rona kegembiraan terpampang di wajah
mereka dan wajah para penonton, kala kepala kerbau dan tulang-belulangnya
berhasil diketemukan. Ada anggapan bahwa dengan mendapatkan kepala kerbau,
mereka akan memperoleh berkah dalam hidupnya. Rangkaian upacara nyadran
ditutup dengan pagelaran wayang kulit.
Dengan penyelenggaraan upacara yang serba lengkap menurut tradisi akan
memberikan kemantapan batin kepada pelakunya dalam mengagungkan berkat,
rahmat dan perlindunganNya. Hal ini diharapkan pula terjadi dengan
dilaksanakannya upacara Tradi Nyadran di Dam Bagong Kelurahan Ngantru,
Kecamatan Trenggalek, Kabupaten Trenggalek. Bagi masyarakat yang hidup
dipedesaan, adat atau istiadat merupakan sesuatu yang melibatkan setiap orang di
dalam setiap kegiatannya dan dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga wajar
apabila melahirkan kebersamaan dan pola tingkah laku dalam masyarakat yang
bersangkutan. Adapun pelaksanaan tradisi upacara adat “Nyadran” ini oleh
masyarakat Kelurahan Ngantru, sebagai ungkapkan rasa syukur kepada Tuhan
Yang Maha Esa sekaligus sebagai upaya untuk mengenang jasa Adipati Menak
Sopal yang telah berjuang untuk kepentingan dan kesejahteraan masyarakat
Trenggalek yang mayoritas sebagai petani. Dalam upacara tradisi nyadran
diperlukan kerjasama atau gotong-royong warga masyarakat sekitar Kelurahan
Ngantru.
Gotong-royong adalah sekumpulan orang yang bekerja sukarela untuk
menyelesaikan suatu pekerjaan yang mereka anggap merupakan kepentingan
bersama dan kepentingan umum. Dalam pelaksanaan kegiatan upacara tradisi
nyadran peran serta masyarakat sangatlah diperlukan demi kelancaran acara
tersebut. Khususnya para petani di daerah tersebut yang mengairi sawahnya dari
Dam Bagong. Mereka bergotong-royong dalam mempersiapkan perlengkapan apa
saja yang dibutuhkan saat memperingati upacara tradisi nyadran. Dengan
bergotong-royong ini pula masyarakat bisa lebih akrab antara masyarakat yang
satu dengan yang lainnya sekaligus mempererat tali silaturahmi antar masyarakat.
Oleh karena itu, peneliti mengangkat judul “Tradisi Nyadran Sebagai Wujud
Pelestarian Nilai Gotong-royong Para Petani Di Dam Bagong Kelurahan
Ngantru Kecamatan Trenggalek Kabupaten Trenggalek”.

METODE
Dalam penelitian ini pendekatan yang dilakukan oleh peneliti adalah
melalui pendekatan kualitatif. Artinya data yang dikumpulkan bukan berupa
angka-angka, melainkan data tersebut berasal dari naskah wawancara, catatan
lapangan, dokumen pribadi, catatan memo, dan dokumen resmi lainnya.
Pendekatan kualitatif ini digunakan untuk menggambarkan data empirik tentang
nilai gotong ryong para petani melalui tradidi nyadran di Dam Bagong yang ada
di Kelurahan Ngantru Kecamatan Trenggalek Kabupaten Trenggalek.
Untuk mendapatkan data-data yang valid dan obyektif tehadap apa yang
diteliti maka kehadiran peneliti dilapangan dalam penelitian kualitatif mutlak
diperlukan. Kehadiran peneliti di Kelurahan Ngantru dilakukan secara bertahap
yaitu tahap pra lapangan yaitu dengan melakukan penjajakan terlebih dahulu di
Kelurahan Ngantru Kabupaten Trenggalek untuk mengetahui gambaran umum
lokasi penelitian . Tahap pelaksanaan di lapangan dengan mengurus segala
perijinan dan perlengkapan lain yang dibutuhkan dalam penelitian.
Lokasi yang digunakan sebagai tempat penelitian ini, terletak di Dam
Bagong Kelurahan Ngantru Kecamatan Trenggalek Kabupaten Trenggalek.
Peneliti tertarik melakukan penelitian mengenai tradisi nyadran sebagai wujud
pelestarian nilai gotong-royong para petani di Dam Bagong ini karena dengan
adanya tradisi nyadran nilai gotong-royong dapat dilestarikan.
Sumber data dari penelitian ini adalah (1) Informan: para petani dan
beberapa tokoh masyarakat yang ikut serta dalam peringatan tradisi nyadran di
Dam Bagong, (2) dokumentasi: foto peringatan tradisi nyadran maupun arsip yang
yang diperoleh dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Trenggalek.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif. Dalam
metode penelitian kualitatif, lazimnya data dikumpulkan dengan beberapa teknik
pengumpulan data kualitatif, yaitu; 1). observasi, Dengan teknik observasi,
peneliti bisa melihat secara langsung yang sedang diteliti. Kondisi ini tentunya
memudahkan peneliti untuk memperoleh data yang akurat.2). wawancara, Dalam
penelitian ini peneliti melakukan wawancara kepada Kepala Kelurahan Ngantru,
juru kunci Makam Bagong, petani dan beberapa tokoh masyarakat mengenai tata
cara tradisi nyadran, hakikat gotong-royong dalam kegiatan nyadran, serta
prospektif tradisi nyadran bagi masyarakat di masa depan. 3). Dokumentasi.
Dalam penelitian tentang nilai gotong-royong yang dilakukan masyarakat
Kelurahan Ngantru khususnya para petani dalam kegiatan tradisi nyadran di Dam
Bagong ini peneliti menggunakan dokumen resmi dari Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan Kabupaten Trenggalek untuk melengkapi data yang diperoleh dari
hasil observasi dan wawancara.
Kegiatan analisis data dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu: (1)
Reduksi data. Kegiatan ini dilakukan dengan mengumpulkan semua data yang
diperoleh di lapangan (data mentah) berupa hasil wawancara para subjek
penelitian dan pengamatan secara langsung di Kelurahan Ngantru Kabupaten
Trenggalek dalam memperoleh data. Data atau informasi tersebut dipilah,
dirangkum dan disusun secara sistematis sehingga memudahkan peneliti dalam
mencari data; (2) Penyajian data. Setelah data terkumpul dan diklasifikasikan
menurut kodenya, kemudian disajikan dalam bentuk teks narasi atau uraian yang
menyerupai cerita. Bentuk narasi tersebut dimulai dari langkah awal penelitian
sampai peneliti mengakhiri kegiatan penelitiannya; (3) Menarik kesimpulan.
HASIL
Berdasarkan data yang diperoleh, dianalisis, dan dipaparkan, terdapat hasil
penelitian ini sesuai dengan fokus penelitian yang ingin dicapai. temuan berikut
adalah (1) latar belakang tradisi nyadran di Dam Bagong Kelurahan Ngantru
Kabupaten Trenggalek Tradisi nyadran di Dam Bagong ini berawal dari kisah
Adipati Menak Sopal yang berjuang membangun Dam Bagong di Kelurahan
Ngantru. Namun dalam pelaksanaannya bukan gajah putih lagi yang dijadikan
tumbal atau dilarung tetapi diganti dengan kerbau. Karena saat ini sudah tidak ada
lagi gajah putih; (2) bentuk ritual atau tata cara tradisi nyadran di Dam Bagong
Kelurahan Ngantru, Kecamatan Trenggalek, Kabupaten Trenggalek mempunyai
unsur-unsur upacara yang sama dengan upacara keagamaan pada umumnya; (3)
gotong-royong sangat dibutuhkan saat peringatan tradisi nyadran karena dengan
bergotong-royong bisa meningkatkan rasa kebersamaan antar warga dan
mempererat tali silaturahmi antar warga; (4) mayoritas warga masyarakat
menganggap nyadran ini sebagai rasa syukur kepada Allah SWT. Selain itu, juga
sebagai rasa terima kasih kepada Adipati Menak Sopal karena telah membangun
Dam Bagong, yang sangan bermanfaat bagi masyarakat. karena dengan adanya
dam itu para petani di Kelurahan Trenggalek dan Kelurahan Pogalan dapat
mengairi sawahnya; (5) Berdasarkan prospektif masyarakat yang sampai
kapanpun tradisi nyadran di Dam Bagong Kelurahan Ngantru akan tetap
diperingati. Karena sudah menjadi kebudayaan dan icon pariwisata Kabupaten
Trenggalek.

PEMBAHASAN
Latar Belakang Tradisi Nyadran di Dam Bagong Kelurahan Ngantru
Kabupaten Trenggalek
Menurut R. Linton (dalam Elly, 2011:27-28), mengatakan bahwa
Kebudayaan dapat dipandang sebagai konfigurasi tingkah laku yang dipelajari dan
hasil tingkah laku yang dipelajari, dimana unsur pembentuknya didukung dan
diteruskan oleh anggota masyarakat lainnya.
Berdasarkan hasil penelitian dan wawancara kepada tokoh masyarakat
Kelurahan Ngantru bahwa peringatan tradisi nyadran di Dam Bagong tidak
terlepaskan dari memperingati dan mengenang Adipati Menak Sopal. Barang kali
mirip dengan memperingati HUT Kemerdekaan Republik Indonesia juga
mengenang Bung Karno dan Bung Hatta, sebagai para Pahlawan Nasional.
Adipati Menak Sopal adalah seorang ulama yang berdakwah menyiarkan Agama
Islam di wilayah Trenggalek, mulai dari lereng Gunung Wilis sebelah selatan
sampai pantai selatan Samudra Indonesia, mulai dari perbatasan Sawo Ponorogo
sampai Ngrowo-Boyolangu. Sehingga secara kuntitas penduduk Trenggalek
beragama Islam seluruhnya. Tidak lagi ada pura, kuil, candi menyembah Hindu-
Budha yang baru dibangun (berdiri). Yang ada hanyalah Langgar
(Surau/Musholla), Masjid dan Pondok Pesantren.
Adipati Menak Sopal juga sebagai pahlawan pertanian di Kabupaten
Trenggalek. Karena beliau telah membangun Dam Bagong yang terletak di
Kelurahan Ngantru. Dam Bagong ini sangat bermanfaat bagi para petani di
Kabupaten Trenggalek dan Kabupaten Pogalan karena dengan adanya dam
tersebut mereka dapat mengairi sawahnya. Sehingga sangat pantas apabila jasa
Adipati Menak Sopal itu diperingati setiap tahunnya oleh segenap lapisan
masyarakat mulai dari pejabat dan rakyatnya khususnya para petani di Kabupaten
Trenggalek dan Kabupaten Pogalan.
Tradisi nyadran di Dam Bagong ini berawal dari kisah Adipati Menak
Sopal yang berjuang membangun Dam Bagong di Kelurahan Ngantru. Sahibul
Hikayat yang mengatakan bahwa ada seseorang yang berasal dari Mataram yang
bertugas mengatur daerah di Timur Ponorogo yang sekarang disebut daerah
Trenggalek atau biasa disingkat Ki Ageng Galek. Dahulu kala Ki Ageng Galek
ditugasi untuk mengasuh seorang putri dari Majapahit yaitu Amisayu. Dinamakan
Amisayu karena meskipun ayu atau cantik, sayangnya kaki putri tersebut
berpenyakit dan berbau amis atau busuk.
Saat itu Ki Ageng Galek merasa bingung bagaimana cara mengobati kaki
Putri Amisayu tersebut. Lalu Ki Ageng Galek menyuruh Dewi Amisayu untuk
mandi di Sungai Bagongan yang terletak di Kelurahan Ngantru. Pada saat mandi
di sungai tersebut tiba-tiba munculah Buaya Putih yang berubah wujud menjadi
manusia yang sangat tampan yang bernama Menak Sraba. Kemudian Menak
Sraba mengobati luka di kaki Dewi Amisayu dengan cara menjilati. Akhirnya
penyakit di kaki Dewi Amisayu bisa sembuh dan Menak Sraba kemudian
menikah dengan Dewi Amisayu.
Tidak lama setelah menikah Dewi Amisayu hamil dan melahirkan seorang
anak laki-laki yang diberi nama Menak Sopal sesuai dengan pesan Menak Sraba.
Setelah Menak Sopal tumbuh dewasa kemudian dia bertanya kepada ibunya yaitu
Dewi Amisayu siapa ayahnya yang sebenarnya. Dengan terpaksa Dewi Amisayu
member tahu siapa ayahnya yang sebenarnya adalah buaya putih penjaga Kedung
Bagongan. Ketika mengetahui siapa ayahnya Menak Sopal meminta izin kepada
ibunya utuk menemui ayah kandungnya. Akhirnya Menak Sopal bertemu dengan
ayah kandungnya yaitu Menak Sraba di Demak Bintara. Disana Menak Sopal
diajari dan dididik mengenai ajaran Agama Islam.
Sepulang dari tempat ayahnya Menak Sopal berusaha untuk menyebarkan
Agama Islam di Trenggalek. Karena pada saat itu mayoritas penduduk sebagai
petani maka Menak Sopal berkeinginan membangun tanggul air atau dam yang
bisa mengairi sawah mereka. Dalam pembangunan tanggul itu Menak Sopal
dibantu warga masyarakat namun pembangunan tanggul itu selalu gagal. Lalu
Menak Sopal meminta petunjuk kepada ayahnya bagaimana caranya agar tanggul
air itu bisa berhasil dibangun. Menak Sraba (ayah Menak Sopal) memberikan
petunjuk supaya ditumbali kepala Gajah Putih.
Menak Sopal mengikuti saran dari ayahnya lalu menyembelih Gajah Putih
yang kepalanya dimasukkan ke dalam Sungai Bagongan dan dagingnya dibagikan
kepada warga yang ikut bergotong-royong. Setelah diberi tumbal Gajah Putih
akhirnya tanggul air bisa berhasil dibuat dan sekarang lebih dikenal dengan
sebutan Dam Bagong. Dari hasil perjuangan Menak Sopal tersebut akhirnya
sawah para petani bisa dialiri air dan hasil panen mereka meningkat. Sejak saat itu
warga Trenggalek memeluk Agama Islam.
Dalam upacara tradisi nyadran terdapat unsur mistis dan unsur fungsional.
Unsur mistis itu saat Dam Bagong meminta tumbal gajah putih agar pembuatan
dam dapat terwujud dan dapat mengairi sawah para petani. Sedangkan unsur
fungsional terlihat dari tujuan uapacara tradisi nyadran di Dam Bagong yaitu
bersyukur kepada Allah SWT dan menghargai perjuangan Adipati Menak Sopal
karena sudah membangun Dam Bagong yang mengairi sawah para petani
sehinggan pendapatan petani semakin meningkat. Selain itu, agar terhindar dari
berbagai macam bahaya atau bencana.
Dari uraian di atas peneliti berkesimpulan bahwa berkat perjuangan
Menak Sopal tersebut maka setiap tahun sekali di bulan Selo selalu diperingati
upacara tradisi nyadran di Dam Bagong sebagai rasa syukur warga Trenggalek.
Namun dalam pelaksanaannya bukan gajah putih lagi yang dijadikan tumbal atau
dilarung tetapi diganti dengan kerbau. Karena saat ini sudah tidak ada lagi gajah
putih.
Bentuk Ritual Atau Tata Cara Tradisi Nyadran di Dam Bagong Kelurahan
Ngantru Kabupaten Trenggalek
Berdasarkan hasil penelitian yang ditemukan nyadran bagong tidak sama
dengan Upacara Sembonyoan, walaupun namanya nyadran tetapi sasarannya
jelas. Bukan untuk makhluk halus tetapi untuk memperingati atas keberhasilan
Adipati Menak Sopal membangun Dam Bagong untuk yang pertama kalinya.
Pelaksanaan tradisi nyadran di Dam Bagong Kelurahan Ngantru itu dilaksanakan
setiap tahun sekali. Biasanya tradisi nyadran itu dilaksanakan pada hari Jum’at
Kliwon di bulan Selo. Tradisi ini merupakan warisan nenek moyang yang tetap
diperingati sampai sekarang ini.
Berdasarkan hasil wawancara dalam peringatan upacara tradisi nyadran di
Dam Bagong Kelurahan Ngantru masyarakat harus bergotong-royong dalam
mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan saat pelaksanaan upacara tradisi
nyadran tersebut. Karena dalam pelaksanaan upacara tradisi nyadran tersebut
banyak sekali perlengkapan yang harus dipersiapkan. Misalnya saja, sebelum
pelaksanaan upacara tersebut masyarakat bergotong-royong membersihkan tempat
atau makam yang akan digunakan untuk memperingati nyadran di Dam Bagong
serta membuat panggung dan mendirikan terop.
Masyarakatlah yang mempersiapkan perlengkapan yang akan dijadikan
sebagai perlengkapan nyadran dan ruwatan saat pelaksanaan upacara nyadran di
Dam Bagong Kelurahan Ngantru. Karena banyak sekali bahan atau perlengkapan
yang digunakan untuk sesaji dan ruwatan tersebut. Semua perlengkapan yang
diperlukan untuk sesaji dan ruwatan itu harus lengkap atau dalam bahasa Jawa
“Pepak”.
Kegiatan yang dilakukan dalam pelaksanaan upacara tradisi nyadran di
Dam Bagong Kelurahan Ngantru antara lain sebagai berikut:
1) Penyembelihan kerbau (berkorban) yang dilakukan di dekat Dam Bagong
yang bertujuan agar tidak terjadi banjir bandang lagi.
2) Bersesaji yang biasanya dilakukan oleh dalang ketika ruwatan. Banyak sekali
perlengkapan yang digunakan untuk membuat sesaji misalnya saja, kembang
telon, mule metri dan lain-lain.
3) Berdoa bersama saat melakukan sekarang di makam Adipati Menak Sopal
sebagai penghormatan dan menghargai jasa-jasanya.
4) Berprosesi terlihat saat bapak bupati dan masyarakat berjalan dari makam
Adipati Menak Sopal menuju Dam Bagong yang akan melemparkan kepala,
kaki, kulit serta tulang kerbau ke dalam Dam Bagong.
5) Makan bersama yang dilakukan oleh para undangan dan masyarakat setelah
acara larung selesai. Mereka semua makan daging kerbau yang sudah
dimasak.
6) Ruwatan Wayang Kulit semalam suntuk yang bertujuan untuk keselamatan
masyarakat Kabupaten Trenggalek demi menghindari bahaya dan bencana
yang tidak diinginkan serta agar Dam Bagong tetap bisa mengairi sawah-
sawah penduduk sehingga tetap bermanfaat.
Wayangan merupakan suatu akulturasi budaya yang sejak zaman kewalian
(abad 14 oleh para wali) dijadikan sebagai hiburan dan alat dakwah. Selain itu,
juga mampu menyampaikan pesan etis yang bermanfaat berupa pendidikan moral,
keutamaan hidup pribadi dan masyarakat.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam upacara nyadran sesuai dengan
pendapat Depdikbud (1994:20), bahwa dalam suatu sistem upacara yang
kompleks mengandung berbagai unsur yang terpenting antara lain sebagai berikut:
1) Sesaji
Pada banyak upacara bersaji, orang memberi makanan yang oleh manusia
dianggap lezat, seolah-olah dewa-dewa atau roh itu mempunyai kegemaran
yang sama dengan manusia.
2) Berdoa
Biasanya doa bersama diiringi dengan gerak dan sikap-sikap tubuh yang
dasarnya merupakan gerak dan sikap menghormati dan merendahkan diri
terhadap para leluhurnya, para dewa atau terhadap Tuhan. di dalam berdoa,
arah muka atau kiblat merupakan suatu unsur yang amat penting dalam
konsep religi. Dalam berdoa, ada pula suatu unsur yaitu kepercayaan bahwa
kata-kata yang diucapkan itu mempunyai kekuatan gaib dan sering kali kata
yang diucapkan itu dalam suatu bahasa yang tidak dipahami masyarakat,
karena bahasa yang digunakan bahasa kuno. Tetapi justru itulah rupanya yang
memberikan susunan gaib dan keramat kepada doa itu.
3) Makan bersama
Makan bersama juga merupakan suatu unsur perbuatan yang amat penting
dalam upacara adat. dasar pemikiran di belakang perbuatan itu adalah untuk
mencari hubungan dengan dewa-dewa, dengan cara mengundang dewa-dewa
pada suatu pertemuan makan bersama. Perbuatan makan bersama terdapat
dalam banyak upacara keagamaan di dunia, baik sebagai bagian dari upacara-
upacara maupun sebagai upacara itu sendiri.
4) Berprosesi atau berpawai
Pada saat berprosesi sering dibawa benda-benda keramat seperti lambing,
bendera, dengan maksud supaya kesaktian yang memancar dari benda-benda
itu bisa memberi pengaruh pada keadaan sekitar tempat tinggal manusia dan
terutama pada tempat-tempat yang dilalui prosesi atau pawai itu. Prosesi
sering juga dimaksudkan untuk mengusir makhluk halus, hantu dan segala
kekuatan yang menyebabkan penyakit serta bencana dari sekitar tempat
tinggal manusia. Hal ini dilakukan tidak dengan benda sakti, tetapi dengan
cara menakuti makhluk halus tadi dengan cara prosesi tersebut.
Menurut Abdul Hamid Wilis (2007:104) ada beberapa niatan yang benar
saat melakukan upacara tradisi nyadara misalnya saja sebagai berikut:
a. Ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT. (Tasyakuran atau syukuran) atas
keberhasilan pembangunan Dam Bagong yang sangat besar manfaatnya bagi
penduduk atau rakyat Trenggalek baik yang lama oleh Adipati Menak Sopal
dan penggantinya, walaupun yang baru dibangun oleh Pemerintahan Hindia
Belanda secara permanen.
b. Mengenang tokoh pelaku Adipati Menak Sopal, Ki Ageng Galek, Rara
Amiswati, Ki Demang Surohandoko dan lain-lain, untuk didoa’kan semoga
diterima amalnya dan diampuni dosa-dosanya.
c. Semua lillahi ta’ala untuk Allah SWT, tidak untuk makhluk halus (jin,
syaitan, dan sebagainya).
Sesuai dengan uraian di atas maka peneliti menarik kesimpulan bahwa
upacara tradisi nyadran di Dam Bagong Kelurahan Ngantru, Kecamatan
Trenggalek, Kabupaten Trenggalek mempunyai unsur-unsur upacara yang sama
dengan upacara keagamaan pada umumnya.
Hakikat Gotong-royong Dalam Tradisi Nyadran di Dam Bagong Kelurahan
Ngantru Kabupaten Trenggalek
Manusia tidak dapat memenuhi kebetuhan hidupnya sendiri tanpa bantuan
orang lain. Oleh karena itu manusia disebut sebagai makhluk sosial.
Berdasarkan hasil penelitian dan hasil wawancara dalam pelaksanaan
upacara tradisi nyadran di Dam Bagong masyarakat Trenggalek Keluraham
Ngantru khususnya para petani bergotong-royong agar pekerjaan yang dilakukan
bisa cepet selesai. Sistem tolong menolong yang dalam bahasa Jawa biasanya
disebut “Sambatan” (Sambat=Minta tolong), atau dalam bahasa Jerman disebut
bitabeit (bitten=minta), dan secara umum oleh orang Indonesia disebut gotong-
royong. Dalam gotong-royong ini masyarakat tidak memikirkan kompensasi,
dalam masyarakat jawa gotong-royong seperti ini tidak hanya terjadi di bidang
pertanian saja, namun juga dalam kegiatan pembangunan rumah, upacara adat,
dan upacara kematian.
Jiwa atau semangat gotong-royong itu dapat kita artikan sebagai perasaan
rela terhadap sesama warga masyarakat. Dalam masyarakat seperti ini, kebutuhan
umum akan dinilai lebih tinggi dari pada kebutuhan pribadi, sehingga bekerja
bakti untuk umum dinilai sebagai suatu kegiatan yang terpuji dan mulia. Hal ini
sama halnya dengan yang dilakukan oleh masyarakat Kelurahan Ngantru
Kabupaten Trenggalek saat memperinganti upacara tradisi nyadran di Dam
Bagong. Dalam bergotong-royong tidak terlihat pebedaan antara warga yang
berkecukupan dengan warga yang kurang mampu.
Peneliti berkesimpulan bahwa masyarakat sangat kompak pada saat
menyiapkan kebutuhan dan perlengkapan yang digunakan saat peringatan upacara
tradisi nyadran. Dengan bergotong-royong bisa meningkatkan rasa kebersamaan
antar warga dan mempererat tali silaturahmi antar warga. Selain itu, bisa saling
kenal antara warga yang satu dengan warga yang lain yang awalnya belum pernah
kenal.
Persepsi Masyarakat Tentang Tradisi Nyadran di Dam Bagong Kelurahan
Ngantru Kabupaten Trenggalek
Dari hasil wawancara yang telah peneliti dapatkan bahwa kegiatan tradisi
nyadran di Dam Bagong Kelurahan Ngantru yang dilaksanakan oleh masyarakat
khususnya para petani terdapat pendapat yang berbeda-beda antara warga yang
satu dengan warga lainnya. Karena ada yang menganggap tadisi nyadran ini
sebagai tindakan yang berbau musyrik menurut Agama Islam.
Nama nyadran disini sangat besar pengaruhnya bagi masyarakat karena
orang cenderung menganggap bahwa nyadran Bagong adalah ritual Agama Hindu
sehingga bagi orang yang memeluk Agama Islam haram dan musyrik jika
melakukannya. Padahal nyadran disini sebagai rasa syukur kepada Allah SWT
serta menghargai perjuangan Adipati Menak Sopal atas keberhasilannya
membangun Dam Bagong. Oleh karena itu, kata “Nyadran Bagong” diganti
dengan “Peringatan Dam Bagong” dan mensosialisasikan kepada masyarakat agar
tidak salah persepsi.
Berdasarkan persepsi masyarakat peneliti berkesimpulan bahwa mayoritas
warga masyarakat menganggap nyadran ini sebagai rasa syukur kepada Allah
SWT. Selain itu, juga sebagai rasa terima kasih kepada Adipati Menak Sopal
karena telah membangun Dam Bagong, yang sangan bermanfaat bagi masyarakat.
karena dengan adanya dam itu para petani di Kelurahan Trenggalek dan
Kelurahan Pogalan dapat mengairi sawahnya.
Prospektif Mengenai Tradisi Nyadran di Dam Bagong Kelurahan Ngantru
Bagi Masyarakat di Masa Depan
Prospektif masyarakat ke depan mengenai tradisi nyadran di Dam bagong
Kelurahan Ngantru, hasil temuan yang peneliti dapatkan saat penelitian yaitu
tradisi ini akan tetap dijaga dan dilestarikan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan tokoh masyarakat konon ceritanya
dulu tradisi nyandran ini pernah tidak diperingaati terus pada tanggal 21 April
2006 di Trenggalek terjadi banjir bandang. Terus pada saat itu ada salah satu
warga yang bermimpi kalau tradisi nyadran tersebut tidak diperingati akan terjadi
banjir bandang yang lebih besar dari itu. Setelah mengetahui itu semua lalu tradisi
tersebut diperingati dengan menyembelih 4 (empat) kerbau karena sudah empat
tahun tradisi tersebut tidak diperingati oleh masyarakat Kabupaten Trenggalek.
Berdasarkan prospektif masyarakat yang telah dikemukakan maka peneliti
berkesimpulan bahwa sampai kapanpun tradisi nyadran di Dam Bagong
Kelurahan Ngantru akan tetap diperingati. Karena sudah menjadi kebudayaan dan
icon pariwisata Kabupaten Trenggalek.

PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan penelitian yang telah peneliti lakukan di Kelurahan Ngantru,
Kecamatan Trenggalek, Kabupaten Trenggalek dapat peneliti simpulkan sebagai
berikut: (1) nyadran adalah salah satu tradisi yang ada di Kelurahan Ngantru,
Kecamatan Trenggalek, Kabupaten Trenggalek. Tradisi ini berawal dari
perjuangan Adipati Menak Sopal yang sudah berjuang membangun Dam Bagong.
Dalam membangun dam tersebut Adipati Menak Sopal bergotong-royong dengan
warga masyarakat. (2) dalam pelaksanaan upacara tradisi nyadran di Dam Bagong
Kelurahan Ngantru ini membutuhkan beberapa perlengkapan yang digunakan
dalam upacara. (3) tujuan dari upacara tradisi nyadran ini adalah sebagai
ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT dan mengahargai perjuangan Adipati
Menak Sopal karena sudah berhasil membangung Dam Bagong yang sangat
bermanfaat bagi para petani di Kecamatan Trenggalek dan Kecamatan Pogalan.
Adipati Menak Sopal juga disebut sebagai “Pahlawan Pertanian”.
(4) dalam upacara tradisi nyadran ini gotong-royong antar warga sangat penting..
Dengan bergotong-royong juga bisa mempererat tali silaturahmi antara warga
Kecamatan Trenggalek dan Kecamatan Pogalan. (5) persepsi masyarakat terhadap
upacara tradisi nyadran memang berbeda-beda. Namun, mayoritas masyarakat
Kelurahan Ngantru masih mendukung dan mempercayai adanya upacra tradisi
nyadran. Karena peringatan upacara ini dipercaya bisa menghindarkan masyarakat
dari berbagai macam bencana. (6) prospektif masyarakat terhadapat tradisi
nyadran di Dam Bagong Kelurahan Ngantru sampai kapanpun akan tetap
diperingati setelah kejadian yang terjadi pada 21 April 2006. Pada saat itu di
Trenggalek terjadi banjir bandang, ada yang mengatakan hal itu terjadi karena
tradisi nyaran itu tidak diperingati. Selain itu, karena upacara tradisi nyadran
sudah menjadi kebudayaan dan icon pariwisata di Kabupaten Trenggalek.

Saran
Berdasarkan hasil penelitian dapat dikemukakan saran sebagai berikut. (1)
upacara tradisi nyadran di Dam Bagong Kelurahan Ngantru, Kecamatan
Trenggalek, Kabupaten trenggalek harus tetap diperingati dan dilestarikan karena
sudah menjadi kebudayaan dan icon pariwisata Kabupaten Trenggalek; (2) dalam
pelaksanakan upacara tradisi nyadran ini harus sesuai dengan tata cara yang sudah
ditetapkan dan tidak merubah inti dari upacara tersebut. Karena upacara tradisi
nyadran di Dam Bagong ini merupakan kebudayaan lama dan asli dari Kelurahan
Ngantru Kabupaten Trenggalek. Sehingga dapat digunakan sebagai pendukung
kebudayaan daerah; (3) memberikan sosialisasi kepada masyarakat khususnya
warga Kabupaten Trenggalek mengenai upacara tradisi nyadran di Dam Bagong.
Hal itu bertujuan agar masyarakat tidak salah persepsi tentang upacara tersebut;
(4) sebaiknya dalam peringatan upacara tradisi nyadran di Dam Bagong
Kelurahan Ngantru ini ditambah dengan kegiatan sosial. misalnya saja,
mengumpulkan dan membagikan sembako kepada masyarakat yang
membutuhkan. Dengan begitu bisa membantu masyarakat yang kurang mampu
serta bisa mensejahterakan kemakmuran masyarakat Kabupaten Trenggalek
khuususnya Kelurahan Ngantru tempat dimana upacra tersebut dilaksanakan.

DAFTAR RUJUKAN
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: Rineka Cipta.
Depdikbud. 1994. Fungsi Upacara Tradisional Bagi Masyarakat Pendukungnya
Masa Kini. Jakarta: Depdikbud.
Elly, Kama, A. dan Ridwan.2011. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta:
Kencana.
Fajarmufti. 2012. Gotong-royong Sebuah Nilai Kearifan, (online),
(http://fajarmufti.blogspot.com/2012/03/12/ gotong-royong-sebuah-nilai-
kearifan.html), diakses 22 April 2012.
Koentjaraningrat.1981.Kebudaayaan Jawa. Jakarta: Balai Pustaka.
Koentjaraningrat. 1998. Pengeantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Koentjaraningrat. 2000. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.
Moleong, Lexy J. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Soelaeman, Munandar. 1987. Ilmu Budaya Dasar. Bandung: Rosda Offset.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung:
Alfabeta.
Tim Sejarah Kabupaten Trenggalek Kerjasama Dengan Tim Konsultan IKIP
Malang. 2012.Sejarah Kabupaten Trenggalek. Trenggalek.
Wilis, Abdul Hamid. 2007. Adipati Minak Sopal Dalam Sejarah dan Legenda
Trenggalek; Muballigh, Adipati Islam Pertama, Pahlawan Pertanian:
Trenggalek.
Winarno & Herimanto. 2010. Ilmu Sosial & Budaya Dasar. Jakata: Bumi Aksara.
Universitas Negeri Malang. 2010. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah: Skripsi,
Tesis, Disertasi, Artikel, Makalah, Laporan Penelitian. Edisi Keempat.
Malang: Penerbit Universitas Negeri Malang.

Anda mungkin juga menyukai