Pada Anak
Dr.dr. Susyana Tamin, Sp. THT-KL(K)
Divisi Endoskopi Bronkoesofagologi, Departemen Telinga Hidung Tenggorok-Kepala Leher,
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
Abstrak
Abstract
Pendahuluan
Kemampuan makan dan menelan pada anak bersifat dinamis sejalan dengan pertumbuhan dan
kematangan struktur anatomi yang berperan dalam proses menelan. Kesulitan makan (feeding
difficulties) diartikan sebagai kesulitan proses memindahkan makanan dan minuman dari alat
makan dan kesulitan menelan diartikan sebagai gangguan pada proses transportasi makanan
atau minuman dari mulut hingga lambung. Insiden feeding difficulties dan disfagia pada anak
meningkat dalam dua puluh tahun terakhir. Hal ini disebabkan oleh peningkatan angka
bertahan hidup anak yang lahir prematur, berat badan lahir rendah dan anak dengan kondisi
medis yang kompleks. Insiden feeding difficulties diperkirakan terjadi pada 25-45 % anak yang
sedang tumbuh dan lebih dari 80 % terjadi pada anak cacat perkembangan. Disfagia pada anak
dapat merupakan masalah tersendiri ataupun bagian dari suatu penyakit yang mendasari.1,2
Adanya feeding difficulties dan disfagia harus segera diikuti dengan penentuan penyebab dan
penegakkan diagnosis medis yang mendasari keluhan tersebut. Pemeriksaan fisik meliputi
pemeriksaan fisik umum dan anatomi (hidung, rongga mulut, hipofaring, dan laring) dan
oromotor. Salah satu pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis
adalah pemeriksaan menelan dengan endoskopi serat lentur (FEES/ Flexible Endoscopic
Evalution of Swallowing). Evaluasi diawali dengan observasi dari fisiologi menelan serta
koordinasi dalam proses menelan, kemudian dilakukan identifikasi temuan abnormal pada
proses menelan. Parameter yang digunakan untuk menilai gangguan fungsi menelan
diantaranya adalah residu, standing secretion, preswallowing leakage, penetrasi, dan aspirasi.
3,4
Kekerapan
Prevalensi terjadinya feeding difficulties pada anak normal berkisar 25-45 % dan 33-88 % pada
anak dengan kelainan perkembangan.5 Data yang didapatkan dari poliklinik THT Divisi
Endoskopi – Bronkoesofagologi RS Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, menunjukkan
sebanyak 72 anak yang dikonsulkan atau dirujuk dengan kecurigaan disfagia pada periode
Januari 2015 sampai Desember 2015. Setelah dilakukan pemeriksaan FEES, didapatkan 47
disfagia neurogenik, 7 disfagia mekanik, dan 18 feeding difficulties.
Fisiologi Menelan
Menelan merupakan suatu mekanisme transportasi cairan atau zat padat dari rongga mulut,
faring, esofagus, hingga ke lambung. Proses menelan terbagi menjadi 3 fase, yaitu fase oral,
fase faring, dan fase esofagus.6,7
1. Fase oral
Fase oral terbagi menjadi fase persiapan oral dan fase transportasi oral. Fase oral
berlangsung secara sadar, kecuali pada bayi baru lahir, dimana fase oral digantikan
dengan refleks menghisap (sucking reflex) yang dikendalikan oleh batang otak. Pada
fase persiapan oral terjadi proses pengunyahan dan bercampurnya makanan dengan
saliva, sehingga terbentuk bolus. Saat proses mengunyah, terjadi koordinasi antara
bibir, lidah, mandibula, gigi geligi, palatum mole, dan otot bukal. Fase transportasi oral
merupakan fase pemindahan bolus makanan yang dibentuk pada fase persiapan oral
dari mulut hingga ke faring. Pada awalnya, bolus makanan ditempatkan di bagian
tengah lidah, kemudian rongga faring akan terbuka karena adanya elevasi palatum mole
dan penurunan bagian posterior lidah, selanjutnya bolus akan terdorong ke posterior
(faring) dan terjadi gerakan elevasi lidah yang simultan dari anterior ke posterior.
Gerakan-gerakan ini akan memicu refleks faring bersamaan dengan masuknya bolus ke
faring. Fase ini membutuhkan katupan bibir (lip seal) untuk mencegah makanan masuk
di antara mandibula dan bukal.
2. Fase faring
Fase faring dimulai ketika bolus makanan menyentuh arkus faring anterior (arkus
palatoglosus) yang menginisiasi refleks menelan. Saat bolus menyentuh pilar tonsil,
maka bolus akan bergerak ke hipofaring, kemudian terjadi elevasi palatum, adduksi pita
suara, dan transportasi makanan ke sfingter esofagus atas (SEA) oleh pangkal lidah dan
otot faring. Koordinasi pergerakan laring ke atas dan ke depan, relaksasi introitus
esofagus, dan dorongan otot-otot faring ke inferior menyebabkan bolus turun ke bawah
dan masuk ke esofagus servikal.
3. Fase esofagus
Fase esofagus berlangsung tanpa disadari atau secara refleks. Fase ini dimulai saat
relaksasi m. krikofaring, diikuti oleh gelombang peristaltik primer akibat kontraksi otot
longitudinal dan otot sirkuler dinding esofagus bagian proksimal. Gelombang ini
bergerak terus secara teratur hingga menuju distal esofagus.6,7
Gambar 1 Fase-Fase Menelan. A: Fase Oral, B-C: Fase Faring, D-F: Fase Esofagus.6
Perilaku makan pada bayi baru lahir diawali oleh suatu refleks yang merupakan respons
fisiologis dari sensasi lapar. Refleks primitif pada bayi baru lahir di antaranya adalah
menggenggam, menggigit, menghisap, dan muntah. Refleks-refleks tersebut, kecuali refleks
muntah yang akan terus ada seumur hidup, akan menghilang pada usia 3-5 bulan. Apabila
refleks primitif terus ada, maka perkembangan progresif dari perilaku makan dapat terlambat
atau bahkan terhambat. Anak dengan penyakit tertentu atau cacat umumnya mengalami
keterlambatan perilaku makan.8
Disfagia adalah adanya gangguan pada salah satu atau lebih dari fase menelan. Disfagia dapat
dibagi menjadi 3 tipe berdasarkan lokasi fase menelan yang terganggu, yaitu disfagia fase oral,
disfagia fase faring, dan disfagia fase esofagus. Disfagia dapat pula dibagi menjadi 2 tipe
berdasarkan penyebab, yaitu disfagia neurogenik dan disfagia mekanik. Tanda dan gejala
disfagia secara umum pada anak ialah postur tubuh kaku dan melengkung saat diberi makan,
menolak makanan atau cairan, menolak pemberian tekstur makanan tertentu (hanya mau bubur
atau sereal), waktu makan yang lama, dan makanan sering dilepeh atau dimuntahkan. 5,9
Tanda dan gejala disfagia fase oral ialah kesulitan mengunyah, kesulitan minum ASI,
hipersalivasi, dan makanan/minuman keluar dari mulut dan hidung, sedangkan tanda dan gejala
disfagia fase faring ialah batuk atau muntah saat diberi makan, kesulitan koordinasi antara
bernapas dengan makan atau minum, tubuh bertambah kaku selama makan, gargling, suara
serak/ terdengar berat. Adanya pneumonia atau infeksi paru berulang, dan berat badan kurang
dapat menjadi kecurigaan terjadinya kesulitan menelan pada anak. 5,9
Kelainan neurologis yang paling banyak menyebabkan disfagia orofaring pada anak adalah
palsi serebral. Kesulitan menelan dapat terjadi pada semua jenis palsi serebral, namun yang
paling berisiko adalah tipe spastik quadriplegik. Kelainan jantung, paru, dan laring juga dapat
menyebabkan disfagia pada anak, diantaranya penyakit jantung kongenital, displasia
bronkopulmoner, penyakit paru restriktif, paresis atau paralisis plika vokalis, asma,
laringomalasia, dan trakeostomi.10
Tabel 1. Kelainan yang dapat mengakibatkan gangguan makan pada bayi dan anak. 11
Dari anamnesis didapatkan gejala umum bayi atau anak dengan disfagia yaitu postur tubuh saat
makan yang terganggu, hanya makan makanan tertentu, lebih menyukai cairan yang lebih
kental, dan makan lebih dari 30 menit. Pada bayi atau anak dengan disfagia fase oral
menunjukkan gejala tidak mau menetek, drooling, dan makanan atau saliva terkumpul di pipi.
Pada disfagia faring menunjukkan gejala tersedak/tercekik saat makan, berusaha keras untuk
menelan, batuk saat makan, henti napas sekejap saat makan, henti napas sekejap saat di
pertengahan menyusu, suara serak, suara sengau, makanan keluar dari hidung, muntah saat
makan, dan terdengar seperti banyak lendir di tenggorok.1,2,5
Pada pemeriksaan fisik umum dilakukan pemeriksaan keadaan umum, tanda-tanda vital seperti
frekuensi pernapasan, frekuensi denyut jantung, pemeriksaan suara napas dan jantung
tambahan. Pemeriksaan fisik pada anak dengan kesulitan menelan meliputi pemeriksaan fisik
umum, wajah (hipoplasia mandibula), rongga mulut, rongga hidung sampai dengan
pemeriksaan saraf kranial. Selain itu, penting juga menilai fungsi oromotor selama pemberian
cairan atau makanan termasuk refleks oral, struktur dan koordinasi pergerakan bibir, palatum
mole, dan rahang, sensasi oral, fungsi laring, kontrol sekresi oral (drooling). Pada pemeriksaan
rongga hidung dilakukan pemeriksaan lesi obstruktif pada hidung seperti polip hidung atau
benda asing.9
Pada kondisi tertentu dilakukan pemeriksaan penunjang dengan menggunakan alat seperti
Videofluoroscopic Swallow Study (VFSS) disertai Flexible Endoscopic Evaluation of
Swallowing (FEES). Beberapa indikasi untuk pemeriksaan tambahan diantaranya adalah
apabila berdasarkan riwayat dan observasi fungsi oromotor dan proses makan didapatkan
kesulitan fase faring atau mempunyai risiko terjadinya aspirasi, pneumonia, atau penyakit paru
kronis, suara seperti berkumur, napas stridor saat istirahat atau selama makan, dan penentuan
manajemen tata laksana fungsi menelan untuk fase oral, faring, dan esofagus.12
Flexible Endoscopic Evaluation of Swallowing (FEES)
Pada evaluasi fungsi menelan pada anak, konsistensi makanan yang diberikan harus
disesuaikan dengan perkembangan anak. Pada bayi dievaluasi siklus isap-telan-napas selama
disusui atau minum dengan botol. Pada anak yang perkembangannya telah siap menerima
makanan dengan konsistensi semipadat dan padat, maka dapat diberikan makanan padat
dengan sendok. Posisi anak saat evaluasi fungsi menelan bergantung pada ukuran dan kondisi
medis anak. Bayi di bawah usia 6 bulan umumnya membutuhkan penyangga kepala, leher, dan
tulang belakang. Bila memungkinkan dilakukan observasi menelan pada posisi makan tertentu.
13
Evaluasi diawali dengan observasi dari fisiologi serta koordinasi dalam proses menelan,
diantaranya pengatupan bibir, gerakan mandibula, dan efisiensi dari proses mengunyah.
Selanjutnya diamati waktu yang dibutuhkan lidah untuk mendorong bolus ke faring,
pergerakan dan kontrol lidah, pengangkatan dasar lidah, penutupan velofaring, waktu
transportasi bolus dari fase oral ke fase faring, kontraksi otot-otot faring, proteksi jalan napas,
gerakan hiolaring, pembukaan SEA, ada tidaknya hipertrofi adenoid, dan gerakan bolus
melewati sepertiga atas esofagus.13
Parameter yang digunakan untuk menilai gangguan fungsi menelan diantaranya adalah residu,
standing secretion, preswallowing leakage, penetrasi, dan aspirasi. Residu ialah terdapatnya
sisa makanan di hipofaring setelah proses menelan selesai. Semakin tinggi viskositas bolus
maka semakin tinggi kemungkinan terjadinya residu. Preswallowing leakage ialah makanan
langsung melewati pangkal lidah dan mencapai sinus piriformis tanpa adanya proses persiapan
oral sebelum inisiasi proses menelan. Hal tersebut disebabkan oleh adanya gangguan motorik
dan sensorik pada lidah dan palatum, sehingga bolus makanan baik padat maupun cair dapat
mencapai valekula sebelum gerakan menelan dimulai. Penetrasi adalah masuknya bolus
makanan ke vestibulum laring namun tidak melewati pita suara. Aspirasi adalah masuknya
material hingga melewati pita suara dan trakea. Penetrasi dan aspirasi terjadi lebih sering pada
konsistensi cair.14
Tatalaksana Disfagia Pada Anak
Penatalaksanaan disfagia pada bayi dan anak terdiri atas (1) memodifikasi tekstur makanan
menjadi lebih lunak maupun cair, (2) mengoptimalkan posisi pada saat menelan untuk
mencegah aspirasi, (3) mengubah posisi kepala dan badan agar saluran napas terlindungi
dengan baik, (4) pengaturan suhu makanan, volume, konsistensi makanan dan cairan, (5)
latihan atau stimulasi oral untuk meningkatkan kekuatan motorik dan koordinasi serta, (6)
mengadaptasi peralatan makan misal variasi ukuran sendok, bentuk dot, dan laju alir cairan
pada botol susu. Berdasarkan hasil pemeriksaan FEES, disusun strategi makan, modifikasi diet,
dan penerapan teknik menelan yang sesuai sehingga terjadi perbaikan asupan makanan. 7,15
Disfagia pada anak dan bayi memerlukan kerjasama tim multidisiplin untuk tatalaksana yang
optimal. Tim ini terdiri dari: dokter, dietisien, psikolog dan, terapi wicara.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kakodkar K, Schroeder JW. Pediatric Dysphagia. In: Pine HS, ed. Pediatric Otolaryngology.
Virginia: Thieme Medical Publishers, 2013:p.969-77.
2. Lefton-Greif MA. Pediatric Dysphagia. In: Kraft GH, ed. Physical Medicine and Rehabilitation.
Clinics of North America. Washington: Saunders Ltd. 2008:p.837-51.
3. Hawdon JM, Beauregard N, Slattery J, Kennedy G. Identification of neonates at risk for developing
feeding problems in infancy. Dev Med Child Neurol 2000; 42:235-9.
4. Sitton M, Arvedson J, Visotcky A, Braun N, Kerschner J, Tarima S, et al. Fiberoptic Endoscopic
Evaluation of Swallowing in Children: Feeding outcomes related to diagnostic groups and
endoscopic findings. Ijpoel 2011;75:1024-31.
5. Burklow KA, Phelps AN, Schultz JR, McConnell K, Rudolph C. Classifying complex pediatric
feeding disorders. J Pediatr Gastroenterol Nutr 1998;27:143-4.
6. Johnson A. Deglutition. In: Kerr AG, ed. Scott-Brown’s Otolaryngology Basic Science. Great
Britain: Reed Educational and Professional Publishing Ltd, 1997:p.1-16.
7. Prasse JE, Kikano GE. An Overview of Pediatric Dysphagia. Clinical Pediatrics, 2009;48:247-51.
8. Tutor JD, Gosa MM. Dysphagia and aspiration in children. Pediatr Pulmonol. 2012;47:321-37.
9. Wahyuni LK. Anatomi fungsional dan fisiologi proses menelan. In: Wahyuni LK, Sungkar E,
penyunting. Tatalaksana Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi: Kesulitan makan pada anak. Jakarta:
Perdosri, 2014: h. 16-39.
10.Calis EAC, Veugelers R, Sheppard JJ, Tibboel D, Evenhuis HM, Penning C. Dysphagia in children
with severe generalized cerebral palsy and intellectual disability. Dev Med Chid Neurol
2008;50:625-30.
11.Dodrill P, Gosa MM. Pediatric dysphagia: physiology, assessment, and management. Ann Nutr
Metab, 2015;66(suppl 5):24-31.
12.Arvedson JC. Assessment of pediatric dysphagia and feeding disorder: clinical and instrumental
approaches. Dev Dis Resch Rev 2008; 14:118-27.
13. Wolf. Feeding and swallowing disorders (dysphagia) in children. 2014; Available from:
http://www.asha.org/public/speech/swallowing/Feeding-and-Swallowing-Disorders-in-Children/
14.Ulualp S, Brown A, Sanghavi R, Sanchez YR. Assessment of laryngopharyngeal sensation in
children with dysphagia. Laryngoscope 2013;123:2291-5.
15.Steele CM, Alsanei WA, Ayanikalath S, Barbon CE, Chen J, Cichero JA, et al. The influence of
food texture and liquid consistency modification on swallowing physiology and function: a
systematic review. Dysphagia 2015;30:2-26.