Case Report DM Hipoglikemi ND DR Asna SP PD
Case Report DM Hipoglikemi ND DR Asna SP PD
OLEH:
ANNISAA RIZQIYANA, S.Ked
J 500090056
PEMBIMBING:
dr. Asna Rosida, Sp. PD
OLEH:
ANNISAA RIZQIYANA ,S.Ked
J500090056
Pembimbing:
dr.Asna Rosida., Sp.PD ( )
dipresentasikan dihadapan:
dr.Asna Rosida., Sp.PD ( )
A. ANAMNESIS
1. Identitas pasien
a. Nama : Ny. S
b. Jenis kelamin : Perempuan
c. Umur : 44 tahun
d. Alamat : Sukorejo
e. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
f. Status perkawinan : Menikah
g. Agama : Islam
h. Suku : Jawa
i. Tanggal masuk RS : 20 September 2013
j. Tanggal pemeriksaan : 22 September 2013
2. Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan lemas.
5. Riwayat Pribadi
a. Riwayat merokok : disangkal
b. Konsumsi minum kopi : disangkal
c. Konsumsi konsumsi alkohol : disangkal
d. Konsumsi obat : disangkal
e. Konsumsi jamu : didapatkan (jamu serbuk racikan)
f. Konsumsi minuman energi : disangkal
6. Riwayat Keluarga
a. Riwayat hipertensi : disangkal
b. Riwayat sakit jantung : disangkal
c. Riwayat stroke : disangkal
d. Riwayat diabetes mellitus : disangkal
e. Riwayat asma : disangkal
f. Riwayat atopi : disangkal
g. Riwayat sakit serupa : disangkal
B. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum : Baik
a. Kesadaran : Compos Mentis (GCS E4V5M6)
b. Vital signs :
Tekanan darah : 160/80 mmHg (berbaring, lengan kanan).
Nadi : 80 x/ menit, isi & tegangan cukup, irama
reguler.
Respiratory rate : 24 x/ menit, tipe thoracoabdominal
Suhu : 36º C per aksiler
2. Pemeriksaan fisik :
a. Kulit
Ikterik (-), petechiae (-), purpura (-), ekimosis (-), acne (-), turgor
kulit menurun (-), hiperpigmentasi (-), bekas garukan (-), kulit
kering (-), kulit hiperemis (-), sikatrik bekas operasi (-).
b. Kepala
Bentuk mesocephal, rambut warna hitam, mudah rontok (-), luka
(-).
c. Mata
Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), exoftalmus (-/-),
perdarahan subkonjungtiva (-/-), pupil isokor dengan diameter
(3/3) mm, reflek cahaya (+/+) normal, oedem palpebra (-/-),
nistagmus (-/-).
d. Hidung
Nafas cuping hidung (-), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-).
e. Telinga
Deformitas (-/-), darah (-/-), sekret (-/-), tinitus (-/-).
f. Mulut
Sianosis (-), gusi berdarah (-), kering (-), stomatitis (-), pucat (-),
lidah tifoid (-), papil lidah atropi (-), luka pada sudut bibir (-).
g. Leher
JVP R+0 cm, trakea di tengah, simetris, pembesaran tiroid (-),
nyeri tekan (-), pembesaran kelenjar getah bening (-).
h. Thorax
1) Pulmo
a) Inspeksi : Kelainan bentuk (-), simetris, tidak ada
ketinggalan gerak kedua sisi paru, retraksi otot-otot nafas
tidak ditemukan, spider nevi (-).
b) Palpasi :
Ketinggalan gerak:
Anterior : - - Posterior : - -
- - - -
- - - -
Fremitus:
Anterior : N N Posterior : N N
N N N N
N N N N
Perkusi
Anterior : S S Posterior : S S
S S S S
S S S S
Auskultasi
Anterior : V V Posterior : V V
V V V V
V V V V
72 x 4,9
-Amlodipin
1x10mg
G. FOLLOW UP
Tanggal Keluhan Vital sign Terapi
Pasien berada di bangsal mawar
22-9-13 S= mual, muntah 2x pasca HD, TD 160/100 Infus PZ 12 tpm
nggliyeng, nggreges, sesek, kejang N 84 Inj Ranitidin 2x1 ampul
2x (malam & subuh), gelisah & S 36 Inj Metoclopramid 3x1amp
tdk bisa tidur RR 18 Furosemid ½-0-0
O= abdomen: shifting dullness (+) Captopril 3x25 mg
A= dyspepsia, asites, hipertensi,
DM, CKD stage 5
23-9-13 S= Kejang 1x pd malam hari, stiap TD 180/90 Infus PZ 12 tpm + meylon
kejang tdk sadar, kedua kaki terasa N 88 drip
berat S 36,2 Inj ranitidin 2x1 ampul
O= GDA: 210 mg/dl Rr 16 Inj sotatic 3x1 amp
A= Konvulsi, DM tipe 2, CKD Captopril 3x25 mg
stage 5, HT GDA pagi
TINJAUAN PUSTAKA
II.I.I Definisi
II.I.IV. PATOFISIOLOGI
Glukosa
HATI SEL
PANKREAS
II.I.VI. DIAGNOSIS
II.I.VII. PENATALAKSANAAN
1. Edukasi
- Perjalanan penyakit DM
- Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM
- Penyulit DM dan risikonya
- Intervensi farmakologis dan non-farmakologis serta target
perawatan
-Interaksi antara asupan makanan, aktifitas fisik, dan obat
hipoglikemik oral atau insulin serta obat-obatan lain
Continous
Latihan harus berkesinambungan dan dilakukan terus-
menerus tanpa henti. Contoh : bila dipilih jogging 30 menit, maka
selama 30 menit pasien melakukan jogging tanpa istirahat.
Rytmical
Latihan olah raga harus dipilih yang berirama, yaitu otot-
otot berkontraksi dan berelaksasi secara teratur.
Interval
Latihan dilakukan selang-seling antara gerak cepat dan
lambat. Contoh : jalan cepat diselingi dengan jalan lambat, dsb.
Progressive
Latihan dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan dari
intensitas ringan sampai hingga mencapai 30-60 menit.
Sasaran Heart Rate = 75-85 % dari Maksimum
Heart Rate
Endurance
Latihan daya tahan untuk meningkatkan kemampuan
kardiorespirasi, seperti jalan (jalan santai/cepat, sesuai umur),
jogging, berenang dan bersepeda.
4. Terapi Farmakologis
1. Komplikasi akut
a. Hipoglikemia
b. Koma Lakto-Asidosis
c. Ketoasidosis Diabetik-Koma Diabetik
d. Koma Hiperosmoler Non-Ketotik (K. HONK)
2. Komplikasi kronis
Komplikasi kronis, pada rambut, telinga, mata, mulut, jantung, paru,
tractus urogenitalis, kaki, saraf, kulit (dari rambut sampai ujung kaki)
(Tjokropawiro et al, 2007).
Hipoglikemi
Berkurangnya Berkurangnya
respons simpatis respons epinefrin
Hipoglikemia berulang
1. Anamnesis:
a. Penggunaan preparat insulin atau obat hipoglikemik oral: dosis
terakhir, waktu pemakaian terakhir, perubahan dosis.
b. Waktu makan terakhir, jumlah asupan gizi.
c. Riwayat jenis pengobatan dan sebelumnya.
d. Lama menderita DM, komplikasi DM Penyakit penyerta: ginjal,
hati, dll.
e. Penggunaan obat sistemik lainnya: penghambat adrenergic 𝛽, dll.
2. Pemeriksaan fisik: pucat, diaphoresis, tekanan darah, frekuensi denyut
jantung, penurunan kesadaran, deficit neurologic fokal transien.
3. Pemeriksaan penunjang:
Kadar glukosa darah (GD), tes fungsi ginjal, tes fungsi hati, c-peptide.
Trias Whipple untuk hipoglikemia secara umum:
a. Gejala konsisten dengan hipoglikemia
b. Kadar glukosa plasma rendah
c. Gejala mereda setelah kadar glukosa plasma meningkat (Setyohadi
et al, 2012).
1. Non-Farmakologik
Penatalaksanaan utama pada hipoglikemia adalah
mengatasi hipoglikemia dan mencari penyebabnya, penilaian
keadaan pasien yang meliputi keadaan umum pasien, tingkat
kesadaran, tanda vital (tekanan darah, frekuensi pernafasan,
frekuensi nadi, dan suhu), pengukuran konsentrasi glukosa darah,
pemasangan jalur intravena, riwayat penggunaan insulin dan obat
antidiabetik oral (waktu dan jumlah yang diberikan) dan penilaian
riwayat nutrisi yang diberikan kepada pasien serta tatalaksana
sesuai dengan alur pengelolaan hipoglikemi harus segera
dilakukan. Terapi insulin atau obat antidiabetik lainnya yang
menyebabkan hipoglikemia segera dihentikan.
Jika pasien masih sadar dapat diterapi menggunakan
sumber karbohidrat oral, pilihlah jenis terapi yang tepat, atau
menggunakan terapi yang paling sederhana yaitu menggunakan
larutan glukosa murni 20-30 gram. Bila pasien mengalami
kesulitan menelan dan keadaan tidak terlalu gawat, pemberian
made atau gel glukosa lewat mukosa rongga mulut (buccal) dapat
dicoba (Waspadji, 2002).
2. Farmakologik
Jika pasien tidak sadar atau tidak dapat mengkonsumsi
apapun melalui oral (nil per os-NPO), jalur intravena harus
terpasang. Pemberian 50 cc dekstrosa 40% secara bolus merupakan
terapi awal yang dianjurkan. Terapi ini diteruskan setiap 10-20
menit jika pasien belum sadar sampai pasien sadar. Selain itu
diberikan cairan dekstrosa 10% per infuse 6 jam per kolf untuk
mempertahankan glukosa darah dalam nilai normal atau di atas
normal disertai pemantauan glukosa darah. Apabila pasien tetap
tidak sadar tetapi glukosa sudah dalam batas normal, maka
dilakukan pemberian hidrokortison 100 mg per 4 jam selama 12
jam atau deksametason 10 mg iv bolus, dilanjutkan 2 mg tiap 6 jam
dan manitol iv 1,5-2 g/kgBB setiap 6-8 jam. Selanjutnya cari
penyebab lain dari hipoglikemia. Untuk menghindari hipoglikemia
berulang, setiap selesai menatalaksana pasien DM dengan
hipoglikemia, perlu dilakukan pencarian penyebab timbulnya
hipoglikemia, atasi penyebab tersebut, dan jika terdapat indikasi,
dapat dilakukan evaluasi dosis dan waktu pemberian insulin atau
obat antidiabetik oral. Selain itu perlu diperhatikan jumlah dan
waktu pemberian nutrisi dan olahraga pada pasien (Waspadji,
2002).
2. Proteinuri
Terjadi bila terjadi kehilangan albumin dalam urine lebih dari 300
mg/hari. Keadaan ini dikenal sebagai makroalbuminuria atau nefropati
overt.
1. Derajat 1 (Hiperfiltrasi)
Pasien mengalami peningkatan LFG sampai 40% dan terjadi
pembesaran ginjal
Besar kliren kreatinin >150 ml/menit/1,732 m2
2. Derajat II (The Silent Stage)
Terjadi perubahan struktur ginjal tapi LFG masih tinggi
Besar kliren kreatinin >150 ml/menit/1,732 m2
3. Derajat III (Mikroalbuminuria)
Tahap awal nefropati yang nyata, terjadi penebalan membrane
basalis, LFG masih tinggi, tekanan darah meningkat
Besar kliren kreatinin >150 ml/menit/1,732 m2
4. Derajat IV (Makroalbuminuria)
Pasien mengalami proteinuria nyata dengan LFG turun dari
normal dan tekanan darah meningkat
Dibagi dalam dua stadium berdasar besar kliren kreatinin:
o Ringan : Kliren kreatinin sebesar 160 ml/menit/1,732 m2
o Berat : Kliren kreatinin sebesar 130 ml/menit/1,732 m2
5. Derajat V (Uremia)
Terjadi gagal ginjal, syndrome uremik dan membutuhkan terapi
hemodialisis
Besar kliren kreatinin <15 ml/menit/1,732 m2 .11
PATOFISIOLOGI
EVALUASI
72 x kreatinin serum
TERAPI
Selain itu, pasien juga mengeluh mual muntah, dan nafsu makannya akhir-
akhir ini menurun. Asupan nutrisi yang tidak adekuat ditambah dengan penigkatan
sekresi insulin akan menurunkan ketersediaan glukosa vaskuler. Apabila
konsentrasi glukosa darah menurun melewati batas bawah konsentrasi normal,
hormone-hormon kontraregulasi akan dilepaskan. Dalam hal ini, glukagon yang
diproduksi oleh sel 𝛼 pankreas berperanan penting sebagai pertahanan utama
terahadap hipoglikemia. Selanjutnya epinefrin, kortisol dan hormone pertumbuhan
juga berperan meningkatkan produksi dan mengurangi penggunaan glukosa.
Glucagon dan epinefrin merupakan dua hormone yang disekresi pada kejadian
hipoglikemia akut. Glucagon hanya bekerja di hati. glucagon mula-mula
meningkatkan glikogenolisis dan kemudian glukoneogenesis. Epinefrin selain
meningkatkan glikogenolisis dan glukoneogenesis di hati juga menyebabkan
lipolisis di jaringan lemak serta glikogenolisis dan proteolisis di otot. Namun,
pada kasus ini pasien sudah memiliki riwayat DM sejak 13 tahun yang lalu
dimana pada psien DM yang sudah lama sering dijumpai respons simpatoadrenal
yang berkurang. Berkurangnya respon simpatoadrenal akan mengurangi respons
simpatis dan epinefrin yang dapat menyebabkan terjadinya hipoglikemia. Selain
itu salah satu komplikasi dari hemodialisa adalah hipoksemia, dimana pada
keadaan ini akan terjadi penurunan suplai oksigen ke jaringan dan otak yang dapat
menyebabkan penurunan kesaadaran (Purnamasari and Arsana, 2012). Untuk
keluhan yang dialami pasien seperti lemas, keringat dingin, gemetar, sampai
mengalami penurunan kesadaran mengarah ke hipoglikemia stadium simpatis.
Keluhan sesak yang dialami pasien setelah meminum banyak air putih
berkaitan dengan keseimbangan cairan pada pasien ini. Pada pasien nefropati
diabetik terjadi kebocoran protein sehingga akan menurunkan tekanan osmotic
sel. Penurunan tekanan osmotik ini akan menyebabkan ekstravasasi cairan dari
intrasel ke ekstravaskuler sehingga akan menimbulkan manifestasi seperti asites,
dan edem paru. Pada pasien ini ditemukan adanya shifting dullness (+) yang
menandakan adanya asites. Asites dan pemasukan cairan yang berlebih ini akan
membatasi ruang gerak paru ketika bernafas, sehingga paru tidak dapat
mengembang secara sempurna dan akhirnya terjadi dyspnea.
Pada pasien ini didapatkan kadar LDL 191 dan kolesterol total sebanyak
271 mg/dl yang menandakan telah terjadi dislipidemia. Dislipidemia merupakan
salah satu faktor resiko terjadinya plak aterosklerosis pada daerah subintimal
pembuluh darah yang selanjutnya akan menyebabkan terjadinya sindrom koroner
akut.
Gustaviani Reno. 2007. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Mellitus, dalam: Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam 4th. Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: 1857-9.
Subekti I. 2004. Neuropati Diabetik, dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: Hal
217-23.
Sudoyo Aru.W, dkk. 2006. Ilmu Penyakit Dalam. Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
Suwitra K. 2007. Penyakit Ginjal Kronik, dalam: Ilmu Penyakit Dalam. Balai
Penerbit FKUI. Jakarta: 570.
Suyono S. 2007. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu, dalam: Ilmu
Penyakit Dalam. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta: Hal 7-14