Makalah BK - Dot
Makalah BK - Dot
MAKALAH
disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah bimbingan dan konseling
yang dibimbing oleh:
Eka Sakti Yudha M.Pd
Oleh:
Kelas Biologi A 2018
Kelompok 6
Annisa Nurfauziah (1806372)
Dewi Siti Andiyani (1806247)
Rahmat Agus Prasetyo (1805947)
Riana Fauzi Nurlatifah (1806159)
Salsabila Hanifa Rusyda (1702098)
Tsalasatun Nurunnisa (1803918)
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya
penyusunan makalah teknik-teknik dasar pemahaman individu. Makalah ini
disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah bingbingan dan konseling
yang dibimbing oleh Eka Sakti Yudha, M.Pd.
Makalah ini berisi tentang pendalaman dari pengumpulan data yang
meliputi aspek-aspek yang perlu dipahami dan teknik pemahamannya.
Terimakasih kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini
terutama kepada bapak Eka Sakti Yudha, M.Pd. selaku dosen pengampu mata
kuliah bimbingan dan konseling.
Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua
kalangan terutama dalam pemahaman tentang teknik-teknik dasar pemahaman
ndividu.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................6
3.1 Simpulan.........................................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................31
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
1.3 Tujuan Penulisan Makalah
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan yang ingin
dicapai yaitu untuk menjelaskan materi mengenai:
1. Menganalisis bagaimana persiapan konseling yang baik.
2. Menganalisis apa saja teknik dalam hubungan antara konselor dan
konseling.
3. Menganalisis apa saja masalah-masalah khusus tentang hubungan yang
dihadapi konselor.
4. Menganalisis bagaimana teknik-tenik dalam interpretasi.
5. Menganalisis bagaimana cara penggunaan nasihat yang baik.
6. Menganalisis bagaimana cara penggunaan tes yang baik.
5
BAB II
PEMBAHASAN
optimal, mandiri serta dapat merencanakan masa depan yang lebih baik
untuk mencapai kesejahteraan hidup.
Untuk itu ada lima hal yang harus dilakukan oleh konselor dalam
memulai proses konseling, yaitu:
1. Membentuk Kesiapan untuk Konseling
Kesiapan adalah hal yang penting yang harus ada ketika individu
akan melakukan suatu hal. Berhasil atau tidaknya suatu pekerjaan
tergantung pada kesiapan dari seseorang tersebut. Begitu pula dalam
6
Bimbingan dan Konseling, salah satu faktor penentu berhasil atau
tidaknya pelaksanaan layanan konseling, tergantung pada kesiapan
konselor itu sendiri. Seorang konselor dikatakan telah siap untuk
melaksanakan layanan Bimbingan dan Konseling, apabila ia telah
memiliki pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap, dan
minat. Fakta yang diperoleh bahwa konselor memiliki pemahaman
yang cukup dan sikap yang baik.
2. Metode Penyiapan Klien
Kesiapan klien untuk konseling ini ditentukan oleh berbagai faktor,
yaitu: (1) motivasi untuk memperoleh bantuan, (2) pengetahuan
konseling tentang klien, (3) kecakapan intelektual, (4) tingkat tilikan
terhadap masalah dan dirinya sendiri, (5) harapan – harapan terhadap
peranan konselor, (6) sistem pertahanan dirinya.
Untuk mencapai kesiapan klien dalam konseling, dapat ditempuh
metoda – metoda sebagai berikut; Menurut Hikmawati (2011: 34) hal
yang harus disiapkan sebelum melaksanakan layanan konseling
perorangan adalah mengidentifikasi klien, mengatur waktu pertemuan,
menyiapkan kelengkapan administrasi, mempersiapkan tempat
pelaksanaan layanan, dan mempersiapkan teknik penyelenggaraan
layanan.
3. Riwayat Kasus
Riwayat kasus (case history) adalah suatu kumpulan informasi
yang sistematis tentang kehidupan klien sekarang dan masa lalu.
Riwayat kasus ini sangat penting artinya sebagai salah satu metoa
suatu proses konseling.
Bentuk – bentuk riwayat kasus, riwayat kasus yang dapat dibuat
dalam berbagai bentuk, yaitu:
a. Riwayat konseling psikoterapeutik, yang memusatkan kepada
masalah – masalah psikoterapeutik dan diperoleh melalui
wawancara konseling.
b. Catatan kumulatif (cummulatif record), yaitu sistem catatan
tentang berbagai apek yang menggambarkan perkembangan
seseorang.
c. Biografi dan autobiografi.
d. Tulisan – tulisan yang dibuat kasus sebagai dokumen pribadi.
e. Grafik waktu tentang kehidupan kasus.
7
Langkah-Langkah Penelitian
8
atau kesatuan sosial secara jelas, sehingga rnernudahkan
pembaca untuk mernahami seluruh informasi penting. Laporan
diharapkan dapat membawa pembaca ke dalam situasi kasus
kehiclupan seseorang atau kelompik.
4. Psikodiagnosis
Menurut kamus psikologi, psikodiagnosis adalah studi mengenai
kepribadian lewat penafsiran terhadap tanda – tanda tingkah laku, cara
berjalan, gerak isyarat, sikap dan penampilan wajah,dst.
Menurut Corey, Corey dan Callanan (1988 : 118) ada perbedaan
jenis diagnosis yaitu medical diagnosis dan psychodiagnosis (atau
psychological diagnosis). Medical diagnosis adalah proses-proses
pengkajian simtom-simtom fisik, penyimpulan sebab-sebab gangguan
atau penyakit fisik, penetapan beberapa jenis kategori yang sesuai
dengan pola suatu penyakit dan penentuan treatment yang tepat.
Psycgodiagnosis atau Psychological diagnosis adalah suatu istilah
umum yang berkenaan dengan proses-proses pengidentifikasian suatu
problem emosional atau problem tingkah laku, dan pembuatan suatu
statemen tentang status klien saat ini.
Dalam proses psycgodiagnosis juga tercakup identifikasi
kemungkinan sebab-sebab kesulitan tingkah laku, problem psikologis
dan gangguan-gangguan emosional seseorang, dan akhirnya
memberikan arah bagi teknik-teknik terapi yang tepat agar secara
efektif sesuai dengan problem yang telah diidentifikasi beserta
perkiraan-perkiraan perubahan ke arah keberhasilan pemecahan
masalah.
Argumentasi Kelompok yang Menolak Diagnosis Kelompok
kontra diagnosis memandang psikodiagnosis sebagai sesuatu yang
tidak perlu atau bahkan berbahaya. Pada umumnya konselor atau
terapis yang berorientasi pada relasi (relationship oriented) atau
berorientasi eksistensial menolak psikodiagnosis. Argumentasi-
argumentasi yang dimunculkan adalah:
a. Diagnosis dilakukan oleh seorang ahli yang mengobservasi tingkah
laku dan pengalaman seseorang dari sudut pandang eksternal,
9
tanpa mereferensikan kepada klien tentang apa yang konselor
diagnostikan.
b. Kategori-kategori diagnostik dapat merampas keunikan-keunikan
yang dimiliki oleh klien.
c. Diagnosis dapat mengarahkan orang / klien pada penerimaan atas
self-fulfilling prophecies atau pada keputusasaan terhadap kondisi
mereka.
d. Diagnosis dapat mempersempit visi konselor dengan mendorong
konselor untuk mencari tingkah laku yang cocok / tepat dengan
kategori sakit tertentu.
e. Tempat yang paling menguntungkan bagi pemahaman orang lain
adalah melalui dunia subyektif orang tersebut, bukan melalui suatu
sistem klasifikasi yang umum.
f. Terdapat beberapa bayaha potensial yang implisit dalam
prosesproses pereduksian manusia pada kategori-kategori
diagnostik.
Argumentasi para ahli dan praktisi yang mendukung penggunaan
prosedur - prosedur diagnostik dalam konseling secara umum
berpendapat bahwa tiap-tiap prosedur memungkinkan konselor untuk
memperoleh pemahaman yang cukup tentang tingkah laku klien pada
masa kini dan masa lalu, guna mengembangkan / merancang rencana
treatmen yang tepat.
Mendukung pemanfaatan diagnosis dalam konseling, Goldenberg
dalam Corey, Corey dan Callanan (1988 : 119) menyatakan ada enam
manfaat psikodiagnostik yang secara umum dijelaskan oleh mereka
yang mendukung penggunaan diagnostik dalam konseling:
a. Tiap label diagnostik mencakup suatu rentangan yang luas dari
karakteristik-karakteristik tingkah laku, dan hal ini memungkinkan
konselor mengko-munikasikan makna-makna umum secara efektif.
b. Diagnosis memfasilitasi pemilihan bentuk terapi yang paling
cocok.
c. Suatu penjelasan diagnostik tentang faktor-faktor penyebab yang
terdapat dalam problem klien dapat mengurangi symtom-symtom
klien.
d. Diagnosis bermanfaat dalam memprediksi penyebab dan
akibatakibat dari gangguan yang dialami oleh seorang klien.
10
e. Diagnosis menyediakan suatu frame work penelitian keefektifan
berbagai pendekatan treatmen.
f. Klasifikasi-klasifikasi diagnostik memfasilitasi tiap-tiap
penyelenggaraan tugas sebagai pengumpulan data statistik yang
berkenaan dengan kejadian gangguan-gangguan tertentu dan tipe-
tipe layanan-layanan psikologis yang tersedia dalam masyarakat.
5. Penggunaan Tes dalam Psikodiagnosis
Penggunaan tes dalam psikodiagnosis dimaksudkan unruk
memperoleh data kepribadian klien melalui sampel perilaku dalam
situasi yang berstandar, sehingga diperoleh data terapeutik.
Penggunaan tes psikodiagnosis, berfungsi untuk:
a. Menyeleksi data yang diperlukan bagi konseling
b. Meramalkan keberhasilan konseling
c. Memperoleh informasi yang lebih terperinci
d. Merumuskan diagnosis yang lebih tepat
11
standar, sehingga mengurangi bias yang mungkin muncul selama
proses pemeriksaan berlangsung. Respon yang diberikan diubah
dalam bentuk skor dan dibuat analisis kuantitatif. Skor yang
didapat kemudian diinterpretasi sesuai dengan norma yang ada.
2.2 Teknik-teknik hubungan
Setelah melakukan tahap persiapan maka tahap selanjutnya adalah
wawancara. Hubungan antara konselor dan konseling adalah salah satu
proses inti dalam terapi. Oleh karena itu, sudah seharusnya konselor
menguasai beberapa jenis teknik untuk menciptakan hubungan yang baik
dengan konseling. Berikut ini merupakan teknik-teknik dalam hubungan
antara konselor dan konseling:
1. Teknik Rapport
Teknik rapport mempunyai makna sebagai suatu kondisi saling
memahami dan mengenal tujuan bersama. Tujuan utama teknik rapport
ini adalah untuk menjembatani hubungan antara konselor dan klien.
Pada tahap ini, konselor harus membangun hubungan yang akrab
dengan konseli sehingga tercipta situasi yang aman dan nyaman bagi
konseling. Terjadinya hubungan akrab ini ditandai dengan adanya rasa
saling mempercayai. Berikut merupakan teknik yang dapat digunakan
untuk mencapai rapport, antara lain:
a. Pemberian salam yang menyenangkan
b. Topik pembicaraan yang sesuai
c. Ruangan yang menyenangkan
d. Sikap yang ditandai dengan kehangatan emosi, realisasi, tujuan
bersama, menjamin kerahasiaan. Kesadaran terhadap hakikat klien
secara ilmiah. (Surya, 2003)
2. Refleksi perasaan
Refleksi perasaan merupakam suatu usaha konselor untuk
menyatakan dalam bentuk kata-kata segar dan sikap yang esensial
(perlu). Refleksi ini merupakan teknik penengah yang bermanfaat
untuk digunakan setelah hubungan permulaan dibuat dan sebelum
pemberian informasi dan tahap interpretasi dimulai, Perasaan yang
diekspresikan dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu positif,
negatif dan ambivalen (Surya,2003)
Adapun manfaat refleksi perasaan dalam proses konseling adalah:
a. Membantu indivisu untuk merasa dipahami secara mendalam
b. Klien merasa bahwa perasaan menyebabkan tingkah laku
12
c. Memusatkan evaluasi pada klien
d. Memberi kekuatan untuk memilih
e. Memperjelas cara berfikir klien
f. Menguji kedalaman motif-motif klien.
3. Teknik Penerimaan
Dalam tahap ini, konselor sebisa mungkin melakukan perilaku
nonverbal yang membuat konseli (klien) merasa diterima dalam proses
konseling ini. Perilaku nonverbal ini menunjukkan keadaan emosi atau
perasaan sesorang. Ada tiga unsur di dalam teknik penerimaan ini,
diantaranya:
a. Ekspresi air muka
b. Tekanan suara
c. Jarak dan perawakan (Surya, 2003)
4. Teknik Menstrukturkan
Teknik structuring atau menstrukturan adalah proses penetapan
oleh konselor tentang hakekat, batas-batas dan tujuan proses konseling
pada umumnya, dan hubungan tertentu pada khususnya. Struktur
konseling mempunyai dua unsur yaitu pertama, unsur implisit dimana
peranan konselor secara umum diketagui klien, dan yang kedua, yaitu
struktur formal berupa pernyataan konselor untuk menjelaskan dan
membatasi proses konseling. Berdasarkan pembatasan dan potensi
proses konseling, ada lima macam struktur yaitu:
a. Batas-batas waktu (Time limit)
Dalam proses ini, konselor harus memberikan batas waktu agar
konseli dapat menceritakan masalahnya dengan jelas dan efektif
meski dalam waktu yang singkat.
b. Batas-batas tindakan (Action limit)
Pembatasan tindakan ini biasanya mengacu pada batas-batas
tindakan yang boleh ataupun yang tidak boleh dilakukan. Dalam
menceritakan masalahnya, terkadang konseli melampiaskan
emosinya melalui tindakan yang dapat menyakiti dirinya seperti
memukul dirinya sendiri. Konselor harus memberi Batasan
tindakan agar konseli tidak bertindak macam-macam selama
berlangsungnya proses konseling.
c. Batas-batas peranan konselor (Role limit)
Banyak orang yang beranggapan bahwa konselor merupakan orang
yang dapat menyelesaikan masalah. Pada Batasan ini konselor
harus menjelaskan kepada konseli bahwa tugas seorang konselor
13
adalah membantu konseli dalam memahami masalahnya hingga
memperoleh solusinya.
d. Batas-batas proses atau prosedur
Batasan ini biasanya
e. Strukturing dalam nilai proses (Surya,2003)
5. Diam sebagai suatu teknik
Dalam suatu proses konseling, keaadaan diam (tidak bersuara)
dapat merupakan suatu teknik hubungan konseling (Surya,2003,
hlm,131) Diam dapat mempunyai berbagai makna antara lain:
a. Penolakan atau kebingungan klien
b. Klien atau konselor telah mencapai akhir suatu ide atau semata-
mata ragu ,emgatakan apa selanjutnya
c. Kebingungan yang didorong oleh kecemasan atau kebencian
d. Klien mengalami perasaan sakit dan tidak siap untuk bicara
e. Klien mengharapkan sesuatu dari konselor
f. Klien sedang memukirkan atau merenungkan apa yang dikatakan
g. Klien baru menyadari kembali dari ekspresi emosional sebelumnya
Adanya keadaan diam dari pihak konselor, mempunyai manfaat
bagi proses konseling yaitu:
a. Mendorong klien untuk bicara
b. Membantu klien untuk lebih memahami dirinya
c. Setelah diam, klien dapat mengikuti ekspresi yang membawa klien
berfikir dan bangkit dengan tilikan yang mendalam
d. Mengurangi kecepatan interview (Surya, 2003)
6. Teknik-teknik Memimpin
Penggunaan istilah memimpin dalam proses konseling mempunyai
dua arti. Pertama, menunjukkan keadaan dimana konselor berada di
depan atau di samping pikiran klien. Kedua, keadaan dimana konselor
mengarahkan pemikiran klien kepada penerimaan perkataan konselor.
Teknik ini bertujuan agar pembicaraan konseli terstruktur atau tidak
menyimpang dari masalah yang sedang dibicarakan. Untuk
menggunakan “memimpin” sebagai teknik hubungan hendaknya
memperhatikan hal-hal berikut
a. Memimpin hanya sepanjang klien dapat memberikan toleransi
sesuai dengan kecakapan dan pemahamannya
b. Memimpin dari topik ke topik
c. Memulai proses konseling dengan sedikir memimpin (Surya,2003)
7. Memberikan Jaminan
Hakekat memberikan jaminan ini adalah semacam pemberian
ganjaran di masa yang akan datang. Metode ini dapat mendongkrakkan
14
kepercayaan diri klien, mengurangi rasa cemas, dan memperkuat pola-
pola tingkah laku baru. Pemberian jaminan ini dapat dilakukan dengan
teknik pernyataan persetujuan, prediksi hasil, pasca-diksi hasil, kondisi
wawancara, jaminan factual, dan mengembalikan pertahanan diri.
8. Keterampilan Mengakhiri
Sesuai dengan waktu yang telah ditentukan, keterampilan
mengakhiri wawancara konseling merupakan teknik hubungan dalam
proses konseling. Mengakhiri wawancara, dapat dilakukan dengan cara
:
a. Mengatakan bahwa waktu sudah habis
b. Merangkum isi pembicaraan
c. Menunjukkan kepada pertemuan yang akan datang
d. Berdiri
e. Isyarat gerak tangan
f. Menunjukkan catatan-catatan singkat
g. Memberikan tugas-tugas tertentu (Surya,2003)
2.3 Masalah-masalah khusus tentang hubungan
Didalam proses konseling terdapat kondisi yang membantu dan
menghambat proses konseling yaitu:
1. Transference (Perpindahan)
Istilah transference (pemindahan) dalam pengertian yang luas
menunjukan pertanyaan perasaan klien terhadap konselor, apakah
berupa reaksi rasional kepada pribadi konselor atau proyeksi yang
tidak sadar dari sikap-sikap dan streteotipe sebelumnya. Secara
psikoanalisa pemindahan merupakan satu proses dimana sikap klien
sebelumnya ditanyakan kepada orang lain atau secara tidak sadar
diproyeksi kepada konselor.(S.Willis, 2007).
Transference (pemindahan) mengacu kepada perasaan apapun yang
dinyatakan atau dirasakan klien (cinta, benci, marah, ketergantungan)
terhadap konselor, baik berupa reaksi rasional terhadap kepribadian
konselor atau pun proyeksi terhadap tingkah laku awal dan sikap-sikap
selanjutnya konselor. Penyebab terjadinya transference (pemindahan)
adalah konselor mampu memahami klien lebih dari klien memahami
diri mereka sendiri dan dikarenakan konselor mampu bersifat ramah
dan secara emosional bersifat hangat. Jenis transference ; positif
(proyeksi perasaan bersifat kasih sayang, cinta, ketergantungan) dan
15
negative (proyeksi rasa pemusuhan dan penyerangan). (S. Willis,
2007).
Sumber transference (perpindahan) perasaan itu berasal dari:
a. Pengalaman-pengalaman masa lalu klien yang mengalami kegagalan
dalam perkembangan yang diistilahkan Gestal dengan situasi yang tak
terselesaikan, klien membawa berbagai alat manipulasi lingkungan,
tetapi cenderung kurang memiliki dukungan dari diri sendiri yang
merupakan suatu kualitas penting untuk bertahan.
b. Klien merasa takut akan penolakan dan ketidakpercayaan, hal ini
merupakan bentuk perlawanan, sehingga klien manipulasi konselornya
dengan memakai topeng seolah-olah dia orang yang baik.
c. Fungsi transference (perpindahan): membantu hubungan dengan
memberikan kesempatan kepada klien untuk mengekspresikan
perasaan yang menyimpang, mempromosikan atau meningkatkan rasa
percaya diri klien, membuat klien menjadi sadar tentang pentingnya
dan asal dari perasaan ini pada kehidupan mereka di masa sekarang
melalui intepretasi perasaan tersebut.
16
b. Menolak kehadiran kecemasan.
c. Menjadi simpatik dan empatik berlebihan.
d. Mengabaikan perasaan klien.
e. Tidak mampu mengidentifikasi perasaan klien.
f. Membuka kecenderungan berargumentasi dengan klien.
g. Kepedulian yang berlebihan.
h. Bekerja terlalu keras dan melelahkan.
i. Perasaan terpaksa dan kewajiban terhadap klien.
j. Perasaan menilai klien baik/tidak baik. (Munro, 1979).
Konselor dapat mengatasi perasaan counter transference
(pemindahan balik) ini dengan cara sebagai berikut:
a. Membatasi sumber perasaan pemindahan balik.
b. Meminta bantuan kepada ahli lain.
c. Mendiskusikan dengan klien.
d. Menyadari diri sendiri.
e. Rujukan kepada konseling atau terapi kelompok. (Munro, 1979).
3. Resistensi (Penolakan)
"resistensi/ penolakan" resistensi/ penolakan terjadi ketika tujuan
klien berlawananan dengan tujuan konseling sehingga klien tidak ingin
menyelesaikan masalah klien. Hal ini dapat menghambat penyelesaian
masalah yang ada dalam diri klien. (Munro, 1979).
Pada umumnya konselor melihat resistensi sebagi suatu hal yang
berlawanan dengan kemajuan dalam pemecahan masalah dan oleh
karena itu konselor harus berusaha menguranginya sebanyak mungkin.
Namun, konselor melihat resistensi sebagai suatu gejala yang penting
untuk dianalisa secara intensif. Dengan demikian pada dasarnya
resistensi merupakan gejala normal dalam proses konseling. (Munro,
1979).
Sumber munculnya resistensi dapat diklasifikasikan menjadi dua
jenis yaitu resistensi internal dan resistensi yang bersifat eksternal.
17
Resistensi internal datang dari kepribadian klien sendiri, dan resistensi
eksternal timbul sebagai hasil konseling misalnya pengaruh teknik
yang digunakan oleh konselor atau sikap kontratransparasi konselor.
Fungsi positif dari resistensi dalam proses konseling adalah:
a. Memberikan indikasi kemajuan wawancara pada umumnya dan
dasar untuk rumusan diagnostik dan prognostic.
b. Memberikan informasi kepada konselor, bahwa ada struktur
pertahanan dari klien, sehingga konselor harus mempertimbangkan
proses selanjutnya.
c. Sebagai mekanisme protektif (perlindungan dari ancaman) bagi
diri klien melalui sistem pertahanannya. (Munro, 1979).
Menurut Bugental (1952) dalam Brammer dan Shostrom (1982)
mengemukakan lima tingkatan intensitas gejala resistensi mulai dari
yang paling rendah sampai ke paling tinggi intensitasnya yaitu:
a. Bersikap lamban (lagging)
Klien menghindari tanggung jawab, responya tidak bersemangat,
distractible, dan lebih ke arah intelektualisasi daripada konten
emosi
b. Kaku (inertia)
Menjawab dengan kata-kata pendek, tidak memperhatikan
pengarahan konselor dan tampak lelah.
c. Tentatif resistensi
Termasuk indikasi bahwa klien tidak mau melanjutkan ketegangan
fisik, menahan rasa marah, perasaan berdosa, cemas.
d. Resistensi sebenarnya
Menunjukkan intensifikasi tentatf seperti diam, menanyakan
kompetensi konselor, atau mempergunakan kata-kata kasar.
e. Penolakan.
Tindakan klien sangat ekstrim misalnya dengan mengakhiri
konseling, melawan konselor. (Munro, 1979).
18
b. Menggunakan teknik adaptasi minor, yaitu melakukan tindakan
mengurangi resistensi dengan cara mengurangi pengaruh
emosional, mengubah langkah (mengurangi bertanya, mengeser
postur lebih rileks), menggunakan humor, dan memberikan
dorongan dan penerimaan.
c. Mengarahkan kembali isi wawancara pada hal-hal yang dapat
mengurangi resistensi
d. Teknik penanganan langsung dengan cara: interpretasi resistensi,
refleksi perasaan resistensi, teknik referal, dan ancaman. (Munro,
1979).
19
1. Lapisan perilaku anorganis, seperti peristiwa jatuh baik pada
makhluk hidup maupun mati, yang keduanya tunduk pada hukum
alam berupa gaya tarik bumi atau gravitasi.
2. Lapisan vegetatif atau nabati, tentang segala proses terdapat dalam
tubuh untuk memelihara kehidupan jasmani, pertukaran zat-zat
dalam tubuh dari alam sekitar, seperti air, makanan dll.
3. Perilaku animal atau hewani, yaitu lapisan yang sifatnya berupa
dorongan yang bersifat instinktifatau naluriah, misalnya nafsu
makan, nafsu dalam hubungan seks, dll.
4. Perilaku human/insani atau manusiawi, yaitu lapisan perilaku yang
hanya dimiliki manusia. Lapisan ini meliputi potensi-potensi
manusiawi, yaitu:
a. Adanya kemauan yang dapat menguasai hawa nafsu, sehingga
manusia dapat menunda perbuatannya.
b. Adanya kesadaran intelektual, sehingga manusia dapat
mengembangkan ilmunya, memecahkan persoalan-persoalan
dengan kemampuan logikanya dan kritisme.
c. Adanya kesadaran diri, yaitu kemampuan menyadari terhadap
sifat-sifat yang ada pada dirinya, menilai diri dan
mengembangkan diri.
d. Manusia sebagai makhluk sosial, dapat mengatur hidupnya
dengan orang lain, seperti berkomunikasi, menjalin
persahabatan hingga perkawinan.
e. manusia mempunyai bahasa simbolis, dimana hanya manusia
saja yang mengeti baik tertulis maupun tidak.
f. Maupun dapat menyadari nilai-nilai kesusilaan, kebenaran,
yang memungkinkan ia dapat dididik menjadi manusia susila.
5. Lapisan mutlak (absolut). Lapisan ini manusia dapat menghayati
kehidupan beragama dan religius, sehingga dapat berkomunikasi
dengan Tuhan dan dapat menghayati nilai-nilai kehidupan manusia
yang tertinggo, yaitu kehidupan ketuhanan dan nilai-nilai agama.
Dalam dimensi pendidikan lebih menggarap tentang aspek
kognitif yang banyak dilakukan di sekolah. Sedangkan afektif dan
religius, dan kepribadian yang utuh dan kata hati, lebih banyak
dilakukan di keluarga.
2.4 Pengertian Interprestasi
20
Interpretasi adalah suatu proses untuk menyederhanakan ide-ide
atau issu-issu yang rumit dan kemudian membaginya dengan masyarakat
awam/umum. Suatu interpretasi yang baikadalah suatu interpretasi yang
dapat membangun hubungan antara audiens dengan obyekinterpretasi.
Apabila dilakukan secara efektif, interpretasi dapat digunakan untuk
meyakinkanorang lain, dapat mendorong orang lain untuk merubah cara
berpikir dan tingkah laku mereka.Interpretasi adalah pelayanan kepada
kelompok sasaran yang datang ke taman-taman, hutan,tempat-tempat yang
dilindungi dan rekreasi yang lain, karena kelompok sasaran selain
inginbersantai atau mencari inspirasi juga mempunyai keinginan untuk
mempelajari tentang alam,atau kebudayaan. Sumberdaya alam yang ingin
dilihat dapat berupa proses geologis, satwa,tumbuhan, kominitas ekologis,
atau sejarah manusia.Interpretasi adalah suatu mata rantai komunikasi
antara pengunjung dan sumberdaya yangada (Sharpe, 1982). Sedangkan
Tilden (1957) yang disebut juga Bapak Interpretasi menyatakanbahwa
Interpretasi lingkungan adalah suatu aktivitas pendidikan untuk
mengungkapkan artidan hubungan antara obyek alami dengan kelompok
sasaran, dengan pengalaman tanganpertama, dan dengan penggambaran
media (ilustrasi) secara sederhana.Harold Walin (dalam Sharpe, 1982),
Kepala Taman Metropolitan Cleveland, mengatakanbahwa “Interpretasi
adalah suatu cara pelayanan untuk membantu kelompok sasaran
supayatergugah rasa sensitifnya dalam merasakan keindahan alam,
kekomplekannya, variasinya danhubungan lingkungan, rasa kagum dan
mempunyai keingintahuan. Hal itu semua akanmembantu kelompok
sasaran untuk merasakan lingkungan sebagai rumahnya dan
dapatmengembangkan persepsinya.Kita sering mempertanyakan apa
sebenarnya perbedaan antara informasi, pendidikanlingkungan dengan
interpretasi.Informasi adalah sesuatu yang disampaikan kepada kelompok
sasaran atau kelompok sasaranseperti keadaan aslinya yaitu misalnya suatu
fakta, gambar-gambar dan tanggal-tanggal.Sebagai contoh, buku panduan
satwa memberikan informasi mengenai jenis satwa, danbiasanya tidak ada
interpertasinya. Interpretasi terdiri dari informasi. Interpretasi bukanlahapa
21
yang anda sampaikan pada kelompok sasaran akan tetapi bagaimana cara
andamenyampaikan informasi tersebut kepada kelompok sasaran.
Pendidikan lingkungan (baik itu dalam pendidikan formal atau non
formal) dapatdisampaikan melalui pendekatan instruksional atau dengan
menggunakan pendekataninterpretive. Suatu hal yang harus diingat bahwa
interpretasi merupakan proses komunikasi. Jika proses dalam
menyampaikan informasi mengenai lingkungan berjalan dengan
baiksehingga berguna bagi kelompok sasaran maka “pendidikan”
lingkungan akan terjadi.“pendidikan” akan terjadi apabila kelompok
sasaran:
1. Menerima pesan yang disampaikan
2. Memahami pesan yang disampaikan
3. Mengingat pesan yang disampaikan
4. Ada kemungkinan untuk menggunakan informasi tersebut.
22
merasakan obyek-obyek intrepretasi yang dipergunakan dan biasanya
dengantahap pelaksanaan sebagai berikut:
1. Informasi
Kelompok sasaran akan mendapatkan informasi tentang obyek
yang akan dikunjungi.
2. Rencana kegiatan
Pelaksanaan program akan dijelaskan pada suatu pusat
pengunjungatau dikenal juga dengan nama pusat informasi, jadi
kelompok sasaran sudah lebihdulu mengetahui program
interpretasi yang dipilih dan garis besar rencana perjalanannya
3. Penyampaian uraian-uraian
Dilakukan oleh interpreter pada saat melaksanakan program
interpretasinya.Dengan adanya kontak antara kelompok sasaran
dengan penginterpretasi maka adasuatu komunikasi langsung, dan
disini peran seorang penginterpretasi sangat besaruntuk dapat
mengungkapkan secara menarik semua potensi dalam suatu
kawasan.Seorang penginterpretasi yang baik harus dapat membuat
suasana yang santaisehingga kelompok sasaran akan dapat bebas
bertanya ataupun dapat mengutarakankeluhan-keluhannya.
Contoh Interprestasi Secara Langsung:
Tamasya keliling atau berjalan-jalan dengan interpreter wisata
Diskusi dengan interpreter tanpa demonstrasi
B. Secara Tidak Langsung
Adalah kegiatan interpretasi yang dilaksanakan dengan menggunakan
alat bantu dalam memperkenalkan obyek interpretasi. Interpretasi
disajikan dalam suatu program slide, video, film, rangkaian gambar-
gambar dan sebagainya. Program interpretasi secara tidak langsung ini
juga harus dibuat menarik dan betul-betul dapat mewakili potensi alam
yang ada di tempat tersebut
Contoh Interprestasi Tidak Langsung:
1. Interprestasi Ulangan
2. Interprestasi Film
Hal-Hal Yang Harus Diperhatikan Dalam Interprestasi Agar Hasil
Baik:
1. Menentukan Ide Atau Topik serta Tujuan Yang Jelas
2. Menyiapkan Data-Data Yang Kompetibel
3. Memilih Sasaran penyampaian (masyarakat) yang sesuai dengan
topic bahasan
23
Reaksi Setelah terjadi Proses Interprestasi Oleh klien:
24
4. Berikan pandangan-pandangan yang mampu menggugah kesadaran
sang klien.
Manfaat Nasihat:
Nasihat dari orang lain merupakan kontrol sosial pada saat kita terlena
dan tidak mampu melakukan introspeksi (muhasabah).
Mengingatkan diri sendiri untuk konsekuen (jika kita sebagai pemberi
nasihat)
Selalu menjaga kebersihan hati dan pikiran dari niat dan rencana kotor/
tercela.
Terjalinnya persatuan dan persaudaraan antara pemerintah dan semua
lapisan masyarakat.
Tes dan Observasi dalam Konseling
25
2. Penjajagan terhadap alasan klien menginginkan tes dan pengalaman
klien dalam tes-tes yang pernah dialaminya.
3. Perlu pengaturan pertememuan interprestasi tes agar klien siap untuk
menerima informasi
4. Arti skor tes harus dibuat secepatnya dalam dskusi
5. Kerangka acuan hasil tes harusnya dibuat dengan jelas
6. Hasail tes harus diberikan kepada klien
7. Hasil Tes harus selalu terjabarkan
8. Konselor hendaknya bersika netral
9. Konselor hendaknya memberikan interprestasi secara berarti dan jelas
10. Hasil tes harus memberikan prediksi dengan tepat
11. Dalam tahap interprestasi tes, perlu adanya pastisipasi dan evaluasi
dari klien
12. Interprestasi skor yang rendah kepada klien normal hendaknya
dilakukan dengan hati hati
26
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
1. Dalam persipan untuk konseling yang baik ada lima hal yang harus
diperhatikan, yaitu membentuk kesiapan, metode penyiapan klien,
riwayat klien, psikodiagnosis, dan penggunaan tes dalam
psikodiagnosisi.
27
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kehutanan. 1995. Buku Panduan Latihan Interpretasi Taman
Nasional. Proyek Taman Nasional Ujung Kulon kerjasama Pemerintah
Indonesia dan Selandia Baru Tahap II,1993 – 1995.
Direktorat Taman Nasional dan Hutan Wisata, DItjen PHPA. 1988.
Munro, C.A dkk. 1979. Konseling: Suatu Pendekatan Berdasarkan Keterampilan
(terjemahan Erman Amti). Jakarta: Ghalia Indonesia.
Muntasib, E.K.S.H. 1998. Interpreteran (Interpretasi Lingkungan). JKSH
FAHUTAN IPB.
Tanpa Nama. Tanpa Tahun. Pedoman Interpretasi Taman Nasional. Proyek
Pembangunan Taman Nasional dan Hutan Wisata Pusat: Bogor.
S. Willis, Sofyan. 2007. Konseling Individual-teori dan praktek. Bandung:
Alfabeta.
Sharpe, G.W. 1982. Interpreting the Environment (2nd edition). John Wiley &
Sons, Inc.
Surya, M. 2003. Psikologi Konseling. Jakarta: C.V. Pustaka Bani Quraisy.
Suwarjo. 2009. Redefinisi Diagnostik dalam Konseling. Jurnal isu profesi
konseling. Hal 73-76.
Tilden, F. 1957. Interpreting Our Heritage Chapel Hill. The University of North
Carolina Press: New York.
28