Abstrak
Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan efek inklusi DDN (deep
dry needling = jarum kering dalam) pada otot bahu spastik pada program
rehabilitasi spastisitas, sensitivitas nyeri tekanan, dan ROM bahu pada subyek
yang pernah menderita stroke.
Metode: Percobaan acak, double-blind, crossover, berulang, terkontrol dilakukan.
Dua puluh pasien yang telah menderita stroke secara acak menerima hanya
rehabilitasi atau rehabilitasi dengan DDN pada muskulus trapezius superior,
infraspinatus, subskapularis, dan pektoralis mayor pada bahu spastik. Subyek
menerima kedua intervensi yang dipisah paling sedikit 15 hari. Tiap intervensi
dilakukan sekali dalam satu pekan dalam tiga pekan. Ambang spastisitas
(Modified Ashworth Scale), nyeri tekan pada muskulus deltoideus dan
infraspinatus dan sendi zygoapofisial C5-C6, dan ROM bahu satu pekan sebelum
dan satu pekan setelah tiap intervensi oleh penilai blinded.
Hasil: Penurunan spastisitas hampir sama pada kedua kondisi untuk muskulus
trapezius superior, pektoralis mayor, dan subskapularis. Sejumlah besar individu
yang menerima DDN menunjukkan penurunan spastisitas pada muskulus
infraspinatus. Analisis kovarian menunjukkan bahwa semua ambang nyeri
tekanan, abduksi bahu, dan rotas eksternal bahu meningkat secara signifikan
setelah intervensi DDN (p<0.05). Fleksi baju menunjukkan perubahan yang sama
setelah kedua kondisi.
Kesimpulan: Hasil kami menyarankan bahwa inklusi DDN pada program
rehabilitasi multimodal efektif untuk menurunkan sensitivitas tekanan lokal dan
meningkatkan ROM bhu pada individu yang pernah menderita stroke; namun,
kami tidak mengobservasi perbedaan signifikan pada spastisitas otot.
METODE
Desain
Penelitian acak, double-blinded, crossover, berulang, dan terkontrol dilakukan.
Protokol penelitian disetujui oleh komite penelitian manusia pada Hospital Beata
Maria Ana, Spanyol (URJC-HBMA), dan semua subyek menandatangani
persetujuan sebelum berpartisipasi pada penelitian.
Partisipan
Subyek konsekutif yang menderita stroke diskrining untuk kriteria dari Januari
2014 sampai Maret 2015. Untuk diinklusikan, partisipan harus menemui kriteria:
(1) stroke unilateral pertama, (2) hemiplegia akibat stroke, (3) usia antara 40 dan
65 tahun, (4) adanya hipertonisitas ekstremitas atas, dan (5) ROM bahu terbatas.
Mereka dieksklusikan jika: (1) stroke rekuren; (2) terapi sebelumnya dengan blok
saraf dan/atau injeksi titik motorik dengan agen neurolitik untuk spastisitas; (3)
terapi sebelumnya dengan BTX-A dalam 6 bulan sebelum penelitian; (4) defisit
kognitif berat; (5) penyakit neurologis berat atau progresif, misalnya kondisi
jantung, hipertensi tidak stabil, atau fraktur atau implant pada ekstremitas bawah;
(6) ketakutan dengan jarum; atau (7) kontraindikasi DDN, misalnya,
antikoagulan, infeksi, perdarahan, atau psikotik.
ROM Bahu
Goniometer universal digunakan untuk menilai ROM bahu partisipan. Karena
pasien dengan stroke dapat menunjukkan kesulitan untuk mempertahankan
ekstremitas atas sendiri, klinisi membantu semua gerakan. Semua penilaian
dilakukan mengikuti petunjuk internasional. Goniometer universal telah
menunjukkan reliabilitas intrarater (koefisien korelasi intraklas, 0.91—0.99) jika
tanda anatomi konsisten digunakan. Pada umumnya, diterima bahwa perubahan
6—11 derajat dibutuhkan untuk mempertimbangkan bahwa perubahan telah
terjadi pada perhitungan goniometric bahu.
ROM bahu dinilai pada fleksi, abduksi, dan rotasi eksternal. Tiga peniaian
tiap gerakan direkam, dan rerata dikalkulasi untuk analisis data.
Intervensi Rehabilitasi
Partisipan menerima kedua intervensi 3 sesi, satu per minggu, program
rehabilitasi bukti terbaik untuk spastisitas pada pasien dengan stroke. Ulasan
Cochrane menyimpulkan tidak ada pendekatan rehabilitasi yang lebih efektif
untuk mempromosikan kesembuhan fungsi dan mobilitas setelah stroke. Beberapa
intervensi, misalnya, training lengan unilateral, terapi Bobath, training kekuatan,
training repetitif, peregangan otot, dan posisi, dapat efektif untuk meningkatkan
fungsi pada pasien tersebut. Kemudian, semua partisipan menerima training
lengan unilateral berfokus pada menurunkan tonus otot (Gambar 1), posisi pasif
bahu (Gambar 2), dan olahraga training repetitif (Gambar 3). Sesi memiliki durasi
kira-kira 45 menit.
Protokol Penelitian
Tiap subyek menerima kedua program intervensi yang dipisah paling tidak 15 hari
sebagai periode pencucian. Tiap intervensi diaplikasikan sekali tiap minggu pada
3 minggu. Perkiraan panjang tiap sesi adalah 45 menit. Tiap program intervensi,
partisipan menerima 1 kondisi terapi (eksperimental atau komparatif), dengan
acak. Penilai blinded terhadap intervensi mengalokasi hasil 1 minggu sebelum dan
1 minggu setelah tiap program intervensi.
Partisipan diacak menerima rehabilitasi sendiri (komparatif) atau
rehabilitasi dikombinasikan dengan DDN (eksperimental). Alokasi dilakukan
menggunakan randomisasi dilakukan oleh komputer membuat tabel sebelum
dimulai pengambilan data dengan peneliti eksternal yang tidak berhubungan
dengen penelitian. Individu dan kartu indeks berangka dengan acak dibuat. Kartu
indeks dilipat dan diletakkan pada amplop opak. Terapis kedua, blinded untuk
temuan hasil, membuka amplop dan melakukan terapi tergantung dari kelompok
untuk program intervensi pertama.
Analisis Statistik
Data dianalisis dengan SPSS versi 18.9. Rerata, deviasi standar atau 95% CI
dihitung untuk tiap variabel. Uji Kolmogorov-Smirnov menunjukkan distribusi
normal data. T-test Independent Student untuk data kontinyu dan X2 untuk
independen untuk data kategorikal digunakan untuk menilai perbedaan pada hasil
sebelum tiap intervensi: eksperimental atau komparatif. Uji X2 campuran (uji
McNemar-Bowker) diaplikasikan untuk menganalisis perubahan pada MMAS
antara kedua kondisi sebelumd an setelah intervensi. Sebuah analisis 2 x 2
campuran berulang dari kovarian (ANCOVA) dengan waktu (sebelum, setelah)
sebagai faktor dalam subyek, intervensi (eksperimental, komparatif) sebagai
faktor antara subyek, dan nilai ambang bawah dan jenis kelamin sebagai kovariat
digunakan untuk menentukan efek intervensi pada PPT pada otot deltoid dan
infraspinatus, dan ROM. ANCOVA dilakukan untuk tiap variabel dependen. 2 x 2
x 2 ANCOVA campuran dengan waktu dan sisi (homolateral atau kontralateral)
sebagai faktor dalam subyek, intervensi sebagai faktor antar subyek, dan nilai
ambang bawah dan jenis kelamin sebagai kovariat digunakan untuk menilai efek
PPT pada sendi zigoapofiseal C5-C6. Hipotesis adalah kelompok * waktu
interaksi. P value < 0.5 dikatakan signifikan secara statistik.
HASIL
Dua-puluh-lima pasien konsekutif yang menderita stroke diskrining untuk kriteria.
Dua-puluh (rerata + usia deviasi standar, 58 + 2 tahun; 45% wanita) memenuhi
kriteria, bersedia untuk berpartisipasi, dan diinklusikan pada penelitian. Alasan
tidak memenuhi kriteria ditemukan pada Gambar 5 yang memberikan diagram
alur rekrutmen pasien. Sebelas pasien (55%) memiliki sisi kiri yang terkena,
dimana sisanya 9 (45%) sisi kanan. Waktu rerata kejadian stroke adalah 6.0 + 0.7
bulan. Gambaran ambang bawah antara intervensi kedua hampir sama untuk
semua variabel (Tabel 1).
Diskusi
Percobaan crossover acak terbaru menemukan bahwa inklusi DDN pada program
rehabilitasi multimodal efektif untuk menurunkan sensitivitas nyeri tekanan lokal
dan meningkatkan ROM bahu pada subyek yang menderita stroke; namun, kami
tidak mengobservasi perubahan signifikan pada spastisitas otot.
Pada penelitian terbaru, kami mengobservasi individu yang menderita
stroke menunjukkan penurunan signifikan spastisitas pada kedua kondisi; namun,
inklusi DDN tidak menginduksi penurunan lebih lanjut pada spastisitas pada
muskulatur bahu. Hasil tersebut tidak sama dengan yang sebelumnya diobservasi
dengan akupungtur pada ekstremitas atas atau dengan DDN pada ekstremitas
bawah. Diskrepansi pada penelitian dapat berhubugnan dengan area yang
menerima intervensi, misalnya akupungtur efektif untuk menurunkan spastisitas
pada pergelangan tangan, siku, dan lutut, namun tidak ada data pada bahu yang
dilaporkan, dan Salom-Moreno dkk. menemukan perubahan pada spastisitas
setelah sesi tunggal DDN pada otot tungkai spastik. Perbedaan utama penelitian
ini dengan penelitian sebelumnya adalah kami memasukkan DDN
dikombinasikan dengan program rehabilitasi multimodal dan tidak menjadi
intervensi tersendiri. Fakta bahwa kami tidak menemukan perbedaan signifikan
antara intervensi tidak berarti bahwa DDN tidak efektif untuk menurunkan
spastisitas pada otot bahu karena kedua intervensi menginduksi penurunan sejenis
pada tonus otot.
Mekanisme termasuk perubahan spastisitas setelah aplikasi DDN masih
belum diketahui, namun beberapa hipotesis telah didiskusikan pada artikel
sebelumnya. Karena spastisitas dapat menyebabkan perubahan structural dan
kontraktur pada jaringan otot dan peningkatan kekakuan pada otot spastik, masih
mungkin bahwa DDN membantu untuk menginduksi peregangan lokal dari
struktur sitoskeletal kontraktur dan reduksi overlap antara filament aktin dan
myosin otot. Hipotesis ini mendukung fakta bahwa DDN menurunkan kekakuan
otot dan kemudian menurunkan resistensi otot untuk pergerakan pasif. Hipotesis
lain adalah DDN dapat memodulasi aktivitas motoneuron dan memodifikasi
transmisi sinaps dari aferen otot ke motorneuron spinalis dengan mekanisme
refleks berbeda, dan menurunkan eksitabilitas refleks spinalis yang berhubungand
egnan spastisitas otot. Pada penelitian terbaru, inklusi DDN pada program
rehabilitasi tidak secara signifikan menurunkan spastisitas otot, walaupun hasil
lainnya meningkat.
Kami menemukan bahwa inklusi DDN pada program rehabilitasi
menurunkan sensitivitas nyeri tekanan pada subyek yang menderista stroke karena
peningkatan signifikan pada PPT diobservasi; namun, perubahan ini kecil pada
sendi C5-C6. Penurunan signifikan pada sensitivitas tekanan mendukung efek
antinosiseptif segmental DDN. Kemudian, hasil kami mengonfirmasi hipotesis ini
karena peningkatan PPT diobservasi pada muskulatur bahu yang menerima DDN.
Mekanisme fisiologis untuk efek hipoalgesik DDN masih tidak diketahui, dan
proses segmental dan sentral telah dipikirkan. Salom-Moreno dkk. menemukan
perubahan luas sensitivitas nyeri tekanan setelah pemberian tunggal DDN pada
pasien yang menderita stroke, menyarankan efek sentral. Kami tidak bisa
menentukan efek hipoalgesik inklusi DDN pada program rehabiltiasi karena kami
tidak menilai tekanan luas sensitivitas nyeri. Memungkinkan bahwa inklusi DDN
pada manajemen individu yang menderita stroke dapat memodulasi mekanisme
sensitisasi sentral yang diobservasi pada pasien tersebut dan emncegah
pembentukan nyeri post-stroke.
Akhirnya, inklusi DDN pada rehabilitasi menginduksi peningkatan
signifikan pada abduksi bahu dan rotask eksternal pada individu yang menderita
stroke. Peningkatan ini pada ROM bahu aktif dapat berhubungan dengan
penurunan tekanan otot dengan DDN, namun masih harus diteliti lebih lanjut.
Pada mekanisme, peningkatan ROM bahu dapat membantu pasien pada akivitas
sehari-hari. Peningkatan fungsi lengan diikuti dengan penurunan spastisitas atau
tonus otot dapat didapatkan melalui kesimpulan metaanalisis bahwa penurunan
spastisitas dapat diterjemahkan menjadi manfaat fungsional lengan spastik pada
pasien yang menderita stroke.
Batasan
Walaupun hasil percobaan crossover acak menjanjikan, batasan potensial harus
dikenali. Pertama, kami mendapatkan hasil jangka panjang. Kami tidak tahu jika
perubahan yang diobservasi berlangsung untuk durasi lebih lama. Hal ini penting
pada individu yang menderita stroke karena pasien tersebut memiliki kondisi
kronis. Fakta bahwa perubahan signifikan yang telah diobservasi mendukung
penelitian lebih lanjut pada area ini. Kedua, penggunaan MMAS untuk menilai
spastisitas otot masih diperdebatkan karena dikatakan hasil subyektif dan terdapat
masalah mengenai validitas dan reliabilitas. MMAS merupakan hasil yang paling
sering digunakan pada praktis klinis dan penelitian pada kondisi neurologis.
Ketiga, kamit idak memasukkan skala untuk menilai performa motorik, misalnya
Fugl-Meyer Assessment, untuk menentukan perubahan fungsional setelah
pemberian DDN. Keempat, klniisi yang sama mengaplikasi DDN pada semua
pasien pada penelitian kami, yang menurunkan generalisabilitas seluruhnya.
Kelima, kami mengaplikasikan DDN untuk 3 sesi. Percobaan yang akan datang
harus menmasukkan sesi terapi yang lebih banyak dengan jumlah klinisi yang
lebih besar dan periode follow up yang lebih lama. Akhirnya, ukuran sampel
dapat terlihat kecil, dan ukuran sampel lebih besar sekarang dibutuhkan untuk
mengonfirmasi hasil kami; namun, fakta bahwa hasil signifikan yang diobservasi
menyarankan sampel lebih besar tidak akan mengubah arah hasil.
Kesimpulan
Hasil penelitian ini menyarankan bahwa inklusi DDN pada program rehabilitasi
dari subyek yang menderita stroke efektif untuk menurunkan sensitivitas nyeri
tekanan lokal dan meningkatkan ROM bahu pada subyek. Namun, inklusi DDN
tidak dapat menginduksi perbedaan signifikan pada spastisitas otot. Penelitian
lebih lanjut dengan ukuran sampel yang lebih besar dan follow-up lebih lama
harus dilakukan.