Anda di halaman 1dari 172

PEMBUKAAN WILAYAH HUTAN DAN

KETEKNIKAN KEHUTANAN

FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2009
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan Rahmat

dan Hidayah-Nya sehingga tugas dan amanah untuk melaksanakan penyusunan Buku

Pengantar Sosiologi Kehutanan dapat tersusun.

Tugas dan amanah tersebut tidak mungkin terlaksana dengan baik tanpa

bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu melalui kesempatan ini, kami

menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Dekan Fakultas Kehutanan, pembantu Dekan Bidang Akademik dan

Kemahasiswaan, serta Pembantu Dekan Bidang keuangan dan administrasi yang

telah memfasilitasi pembiayaan pembuata buku ini.

2. Staf Dosen Kehutanan yang telah memberikan sumbangan perbaikan dalam

proses pembuata buku ajar ini

Makassar, September 2009

Penulis
DAFTAR ISI
Halaman

I. RUANG LINGKUP KETEKNIKAN DAN PWH DAN PERANANNYA DALAM


PENGELOLAAN HUTAN ................................................................................... 1
A. Filosofi, Konsep dan Tujuan PWH .................................................................. 1
1. Filosofi ......................................................................................................... 1
2. Konsep/Strategi PWH .................................................................................. 1
3. Tujuan PWH ................................................................................................ 2
B. Peranan dan Fungsi Ganda PWH ................................................................... 2
1. Peranan PWH .............................................................................................. 2
2. Fungsi Ganda PWH ..................................................................................... 3

II. HUBUNGAN PWH, PENATAAN HUTAN DAN SISTEM PEMANENAN KAYU .. 4

III. KLASIFIKASI SISTEM JARINGAN JALAN ........................................................ 6

- Pengertian Jalan Hutan ..................................................................................... 6


- Perencanaan dan Pembuatan Jalan Hutan ...................................................... 8
- Parameter yang Mempengaruhi Keadaan Ekonomi dan Teknik dari Pembuatan
Jalan di Daerah Tropis....................................................................................... 18
A. Iklim .............................................................................................................. 18
B. Keadaan Wilayah (Terrain) dan Tanah (Soil) ............................................... 19

IV. PARAMETER PENILAIAN KELAYAKAN PWH YANG OPTIMAL KERAPATAN


DAN STANDAR JALAN OPTIMAL ..................................................................... 22

- Kerapatan Jalan Optimal ................................................................................... 22


- Standar Jalan Ekonomis ................................................................................... 25
- Spesifikasi Kelas Fungsional Jalan Hutan......................................................... 26
- Spesifikasi Kelas Kualitas Jalan Hutan ............................................................. 27
- Tahapan Perencanaan PWH ............................................................................ 33

V. PERENCANAAN TRACE JALAN ....................................................................... 38

- Tikungan / Belokan (Curve) ............................................................................... 38

VI. APLIKASI PENGETAHUAN MEKANIKA TANAH DALAM PEMBUATAN


JALAN HUTAN .................................................................................................... 52
A. Tegakan Hutan dan Pohon – Pohon ....................................................... 52
B. Teknik Pembuatan Jalan pada Tanah dengan Daya Dukung Rendah .... 52
1. Letak Jaringan Jalan Hutan............................................................... 52
2. Penebangan dan Operasi Pembersihan ........................................... 54
3. Penggusuran Tanah dan Pembentukan Lapisan Dasar ................... 54
4. Kerikil / Batuan Pemberian ................................................................ 55

VIII. PERKERASAN JALAN HUTAN .......................................................................... 56

A. Sejarah Perkerasan Jalan ............................................................................... 56


B. Jenis Konstruksi Perkerasan ........................................................................... 58
C. Kriteria Konstruksi Perkerasan Luntur ............................................................. 59
D. Jenis dan Fungsi Lapisan Perkerasan ............................................................ 60

IX. PENGETAHUAN DASAR BANGUNAN AIR ....................................................... 91

- Sistem Drainase Jalan ...................................................................................... 91


- Sekat air (water-bar), drainase dan bak penampung ..................................... 91
- Gorong-gorong (sub-base Culverts) ............................................................... 92
- Drainase Jalan................................................................................................ 93

XI. ANGGARAN DAN PEMBORONGAN .................................................................. 117

A. Orang-orang yang mempunyai peranan penting dalam pembuatan atau pekerja


bangunan ........................................................................................................ 117
B. Perencanaan ................................................................................................... 119
C. Beberapa peraturan pelaksanaan pekerjaan .................................................. 125

XII. MENYUSUN ANGGARAN BIAYA ....................................................................... 166

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 168

 
BAB I. RUANG LINGKUP KETEKNIKAN DAN PWH DAN
PERANANNYA DALAM PENGELOLAAN HUTAN

Forest Engineering adalah aplikasi teknologi keteknikan ke dalam suatu


system vegetasi, tanah, air dan kehidupan liar untuk menjamin pemamfaatan
hutanyang sepenuhnya bagi manusia. Forest Engineering mencakup
pemanenan kayu, ergonomic dan pembukaan wilayah hutan. Pengertian
keteknikan hutan perlu dikemukakan disini, karena banyak orang menganggap
keteknikan hutan itu adalah pembuatan jalan atau bangunan-bangunan hutan
atau pembukaan wilayah hutan.

A. FILOSOFI, KONSEP DAN TUJUAN PWH

1. Filosofi PWH

Filososfi PWH adalah menciptkan kondisi yang baik agar persyaratan-


persyaratan pengelolaan hutan yang lestari terwujud. “Tanpa PWH yang baik,
pengelolaan hutan yang lestari mustahil dapat dicapai.

2. Konsep/Strategi PWH

Konsep PWH adalah perpaduan teknik, ekonomis dan ekologis dari


pembukaan dasar wilayah hutan, pembukaan tegakan dan system penanaman,
pemeliharaan, penjarangan dan pemanenan akhir.
Dengan konsep/strategi PWH tersebut, maka didalam perencanaan dan
pelaksanaan PWH harus memperhatikan tujuan dan pemamfaatan
pembangunan sarana dan prasarana PWH. Misalnya dalam pembangunan jalan
hutan untuk keperluan reboisasi hutan yang rusak, tujuan PWH-nya adalah untuk
penanaman dan pemeliharaan hutan serta pengangkutan pekerja dan bahan-
bahan keluar masuk hutan. Jadi pemanfaatan jalan tersebut pada umumnya
untuk lalulintas kendaraan ringan, sehingga tidak perlu dibangun jaringan jalan
yang intensif dan standar jalan yang tinggi.


 
3. Tujuan PWH

Tujuan PWH adalah untuk mempermudah penataan hutan, tindakan-


tindakan pembinaan hutan (penanaman, pemeliharaan, penjarangan,
pencegahan terhadap gangguan hutan) dan pemanenan hasil hutan terutama
penyadaran dan pengangkutan kayu.
Tujuan PWH yang hanya untuk mengekploitasi hutan alam semurah dan
secepat mungkin yang banyak dilakukan sebelumnya, pada saat ini sudah tidak
dapat di toteril lagi, karena sangat merusak lingkungan dan tidak dapat menjamin
pengelolaan hutan yang lestari. Ciri-ciri tujuan PWH yang hanya untuk
mengeksploitasi hutan adalah sebagai berikut:
¾ Tujuan mengeluarkan kayu dari hutan semurah mungkin.
¾ PWH yang dirancang hanya untuk tindakan jangka pendek yaitu pada waktu
akan diadakan eksploitasi hutan dan prasarana yang dibangun pada
umumnya berkualitas rendah.
¾ Setelah eksploitasi hutan selesai, prasarana PWH yang sudah dibangun tidak
dipelihara lagi atau ditinggalkan begitu saja.

B. PERANAN DAN FUNGSI GANDA PWH

1. Peranan PWH

Kelestarian hutan akan tercapai, bila dalam pengelolaan alam maupun


hutan buatan (Hutan Tanaman Industri/HTI) dapat dilakukan usaha yang intensif
terhadap kegiatan penataan hutan, pemanenan hasil hutan dan pembinaan
hutan (yang meliputi penanaman, pemeliharaan dan penjarangan dan
perlindungan hutan). Agar usaha tersebut dapat dilakukan dengan baik, maka
sarana dan prasarana yang tersedia harus dapat menjamin kelancaran dan
kemudahan pelaksanaan kegiatan-kegiatan tersebut di atas sehingga tidaklah
berlebihan bila dikatakan bahwa hutan alam maupun hutan buatan tidak akan
dapat diusahakan secara lestari, tanpa sebelumnya dipenuhi persyaratan
pembukaan wilayah hutan (PWH) yang memadai. Hal ini mengingat pembukaan
wilayah hutan (PWH) secara keseluruhan merupakan persyaratan utama bagi


 
kelancaran perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan dalam produksi hutan
dan PWH bertugas menciptakan kondisi yang lebih baik dalam pengelolaan
hutan serta meningkatkan fungsi sosial dan ekonomi dari hutan.

2. Fungsi Ganda PWH

Fungsi PWH tidak hanya untuk memanen kayu dari hutan, tetapi PWH
mempunyai fungsi ganda, yaitu:
1. Mempermudah penatanan hutan.
2. Mempermudah pengangkutan pekerja, peralatan dan bahan-bahan keluar
masuk hutan.
3. Mempermudah kegiatan pembinaan hutan.
4. Mempermudah kegiatan pemanenan hasil hutan (penebangan, penyaradan,
pengumpulan, pengangkutan dan penimbunan).
5. Mempermudah pengawasan hutan.
6. Mempermudah perlindungan hutan (terhadap kenakaran, serangan hama
dan penyakit hutan).
7. memungkinkan hutan sebagai tempat rekreasi yang mudah dicapai.
8. Di daerah yang terisolasi/terpencil, PWH dapat merupakan bagian yang
penting dari infrastruktur daerah tersebut, bahkan dapat merupakan pionir
pengembangan wilayah.
Untuk dapat memenuhi fungsi ganda PWH, maka PWH harus diusahakan
sebaik mungkin. PWH yang baik adalah PWH yang dapat melayani semua
bagian hutan secara merata dan tidak menyebabkan kerusakan lingkungan yang
besar.


 
BAB II. HUBUNGAN PWH, PENATAAN HUTAN DAN SISTEM
PEMANENAN KAYU

Hubungan PWH, Penataan Hutan dan Sistem Pemanenan Kayu adalah


sebagai berikut:
1. Berdasarkan rencana jaringan jalan dan batas-batas alam yang ada,dapat
disusun pembagian hutan dan blok hutan.
2. Tiap blok hutan dipisahkan secara jelas dalam penataan. Dimana batas alam,
jalan utama, jalan cabang dan batas buatan dapat digunakan sebagai batas
antar blok.
3. Blok hutan dibagi menjadi petak-petak yang akan menjadi unit kesatuan
managemen dan administrasi terkecil.
4. Disamping jalan cabang yang akan berfungsi menjadi batas blok hutan, jalan
cabang juga dapat dibuat setelah memperhitungkan kebutuhannya (teknis
dan ekonomis) dalam pembukaan wilayah dalam blok hutan tersebut. Dalam
hal bila di dalam blok hutan masih diperlukan adanya jalan cabang, maka
jalan cabang ini diupayakan membelah blok hutan menjadi beberapa petak.
5. Pengangkutan kayu,material dan karyawan, serta tindakan-tindakan
silvikultur membutuhkan jalan ranting yang membuka petak-petak. Jalan
ranting yang dimaksud adalah jalan yang menghubungkan titik-titik pusat
petak menuju ke jalan cabang jalan utama.
6. Pada waktu perencanaan PWH, maka pola jaringan jalan yang direncanakan
harus sesuai dengan system-sistem pemanenan kayu yang akan
dipergunakan. Hal ini terutama menyangkut konsentrasi arah pengangkutan
kayu dan subsistem penyaradan kerapatan dan kapasitas jalan utama dan
jalan cabang.
7. Pal batas hutan dapat difungsikan juga sebagai pal hm jalan atau sebaliknya.
Pal ini dapat berupa beton/kayu ulin yang dipancangkan di sebelah kiri dan
kanan jalan dan berisi nomor hm (dari base camp) dan kode nomor blok
hutan yang bersangkutan. Jarak antara pal ini 100 meter.


 
8. Batas antar petak dalam tiap blok dapat berupa jalan cabang yang sebagian
dibuat atas pertimbangan teknis dan ekonomis kegiatan pembinaan hutan.
Pal batas petak inipun dapat dimaamfaatkan sebagai pal hm jalan cabang
yang bersangkutan atau sebaliknya.
Berdasarkan uraian di atas,maka kerjasama yang erat antara bidang
PWH, Penataan Hutan dan Pemanenan Kayu sangat diperlukan, sehingga
pengelolaan hutan dapat dilaksanakan denga efisien.


 
BAB III. KLASIFIKASI SISTEM JARINGAN JALAN

A. Pengertian Jalan Hutan

Operasi di bidang kehutanan adalah merupakan kegiatan yang sangat


kompleks, hal ini memerlukan perencanaan yang matang dan banyak keputusan
harus diambil sebelum kegiatan yang dimaksud dilaksanakan. Perencanaan
jangka panjang harus dikembangkan jauh sebelum kegiatan dimulai,
pengetahuan tentang hasil inventarisasi dari sumber hutannya, keadaan
topografi, kondisi tanah dan lain sebagainya.
Perencanaan ini harus menggaris bawahi tentang lokasi dari jaringan
jalan hutan termasuk jalan cabang yang dipertimbangkan sesuai dengan system
logging yang akan diselenggarakan atau system lain yang diterapkan pada
pemungutan hasil hutan.
Yang dimaksud “Jalan Hutan” pada tulisan ini, adalah jalan yang dibangun
di hutan untuk melayani tumbuhan hutan dan pemungutannya dikemudian hari.
Banyak telah dipublikasikan tentang desain, konstruksi dan pemeliharaan dari
jalan umum/highway, tetapi sangat sedikit diketahui tentang jalan hutan dalam
hubungannya dengan pemungutan hasil hutan yang harus dilayaninya, tentang
kondisinya sehingga dapat memuaskan pekerjaan yang bersangkutan.
Operasi di bidang kehutanan termasuk juga pemungutan di hutan alam,
penghutanan kembali dari areal bekas tebangan atau juga penghijauan di areal
non hutan atau penanaman di hutan buatan (man made forest).
Manajer operasi seyogyanya harus memilih antara tebang habis atau
tebang pilih, terkecuali jika dibatasi oleh peraturan pemerintah atau
pertimbangan ekonomi. Ia harus dapat memutuskan pilihan penggunaan alat
atau mesin yang digunakan pada penebangan dan transportasi log ke samping
jalan, ukuran dari mesin yang digunakan sehingga dapat menentukan standar
jalan yang sesuai.
Tulisan ini memberikan petunjuk bagi para rimbawan dalam hal memilih
standar jalan, kerapatan ataupun jarak satu sama lain disesuaikan dengan
system logging yang akan dikembangkan sehingga dapat menghasilkan suatu


 
pilihan dalam menentukan biaya terendah dari angkutan hasil hutan; kendatipun
operasi itu dilaksanakan di hutan alam, hutan buatan, daerah temperate atau
tropic. Tetapi, tulisan ini tidak menyajikan permasalahan yang menyangkut jalan
dengan dilapisi aspal atau semen, juga tidak untuk daerah yang sangat curam
yang hanya dapat dilakukan dengan system kabel. Disini perhatian ditujukan
kepada jalan sarad (cukup curam) yang menggunakan skidder atau forwarder
untuk memindahkan kayu dari tempat tebangan ke pinggir jalan dengan
kelerangan tidak boleh lebih dari 50 persen. Penyaradan cara ini akan lebih
murah dibanding system kabel pada daerah yang keduanya bisa dikembangkan.
Pembuatan jalan hutan hendaknya ditinjau dari segi ekonomi dalam
hubungannya dengan kesulitan tentang kelerangan dan temporarinya
penggunaan jalan ini. Utamanya, diluar persoalan, dapat diberikan pelindung
pada jalan ini dengan penutupan oleh aspal atau ter atau semen yang sudah
pasti memerlukan biaya sangat besar. Oleh karenanya perencanaan pembuatan
jalan hutan tidak sama metodanya dengan pembuatan jalan umum yang
terkadang memakai metoda yang memerlukan biaya sangat tinggi, tetapi juga
tidak sama sekali mengesampingkan metoda itu. Jalan hutan memerlukan
keahlian khusus dan pengetahuan yang masak dari daerah yang
bersangkutandari seorang rimbawan. Keberhasilan suatu eksploitasi sangat
tergangtung kepada biaya pembangunan jalan hutan dan banyaknya jaringan
jalan itu untuk melayani angkutan log.
Perhatian ditujukan atas dasar percobaan di hutan daerah Afrika Barat,
untuk menaksir seekonomis mungkin pembuatan jalan hutan. Terdapat lima
bagian yang perlu dipertimbangkan:
1. Manfaat jalan hutan, penggunaannya, bentuk permukaannya dan bentuk
melintangnya.
2. Manfaat pembuatan jalan hutan dengan cara pemadatan tanah, jenis
tanahnya dan komposisi lapisan dasarnya.
3. Penetapan arah jalan.
4. Proses pembangunan jalan: pembersihan wilayah, pengolahan tanah,
pemadatan, kemiringan, drainase dan pemeliharaan.


 
5. Masalah pemilihan alat kerja dan pemeliharaannya.

B. Perencanaan dan Pembuatan Jalan Hutan


Tidak seperti halnya jalan yang dipergunakan untuk umum jalan hutan
hanya melayani sedikit keperluan. Terdapat lima pokok ciri khusus dari fungsi
jalan hutan: lalu lintas sedikit, kebanyakan lalu lintas satu arah, kadang-kadang
digunakan untuk menghela kayu, jarang mempunyai daerah perpapasan kalau
jaln itu digunakan dua arah, lalu lintas dengan truk yang panjang dan berat. Ciri
spesifik diatas dapat diuraikan lebih lanjut sebagai berikut:
1. Lalu lintas pada jalan hutan senantiasa terbatas dalam hal jumlah, terbatas
pada kendaraan yang berhubungan dengan kegiatan hutan. Pada hutan
dengan tanpa pemeliharaan yang dieksploitasi secara serempak, seperti
halnya hutan daerah tropic, transportasi hanya berlaku pada waktu yang
singkat, tapi bisa juga beersifat musiman pada daerah hutan yang
mempunyai pemeliharaan secara sistematis. Para ahli kehutanan, pimpinan
ataupun bidang penebangan mempertimbangkan antara pembangunan jalan
hutan dengan volume tegakan yang akan diambil, hal ini dipengaruhi oleh
mudah tidaknya daerah hutan ini dimasuki dengan arus permintaan dari jenis
kayu komersil. Pembuat jalan akan mempertimbangkan ongkos pembuatan
seminimal mungkin sehubungan dengan kompromi antara kondisi wilayahnya
dan keperluan dari penggunaan jalan itu. Di satu pihak membangun jalan
dengan nilai sangat rendah mengimbangi tebangan yang sangat terbatas, di
pihak lain dapat membangun jalan sangat mahal sehingga tidak terdapat titik
pertemuan denga potensi hutan yang akan dilayani jalan tersebut.
Pembangunan jalan juga mesti mempetimbangkan kondisi ekonomi pada
masa itu.
2. Kebanyakan transportasi berlaku satu arah, pergi dari daerah tebangan
menuju ke consumer atau ke tempat penumpukan atau menuju ke tempat
industry atau ke sawmill. Biasanya tempat landing terletak di tepi sungai atau
danau, atau juga tepi jalan raya atau jalan rel kereta api pemakai kayu, ke
banyak sawmill, merupakan kelompok penerima hasil hutan. Jadi, bentuk


 
jalan hutan sewajarnya kalau mempunyai perbedaan denagn jalan yang
arahnya menuju ke hutan, karena kendaraan kembali ke hutan dalam
keadaan kosong, sehingga dapat saja jalan itu tanjakannya lebih tajam
disbanding dengan jalan yang dilalui kendaraan bermuatan.
3. Jalan hutan merupakan penghubung pokok dengan kendaraan ringan untuk
perhubungan dan dengan kendaraan bermuatan log yang panjang dan berat.
Kendaraan penghubung dipergunakan untuk angkutan orang/pegawai atau
buruh merupakan kendaraan ringan seperti jip atau kendaraan bepergian
lainnya. Kendaraan jenis ini dapat pergi kemanapun sepanjang jalan itu
dapat dilalui truk. Sedangkan truk angkutan berupa truk panjang yang
disesuaikan denga desain jalan hutannya. Kendaraan ini berjalan lambat,
kendaraannya berat, kadang-kadang merupakan kesatuan dari dua atau tiga
peralatan seperti trailer, kadang-kadang mempunyai sambungan sampai tiga
di belakangnya. Seperti pada masa ini, ada sebuah truk dengan 150 Hp
dengan semi trailer sepanjang 15 meter, pajang keseluruhan hamper 20
meter dengan bobot 30-35 ton. Kendaraan ini mampu melewati tikungan
yang agak tajam dan tanjakan yang lebih curam dibandingkan kendaraan
lainnya.
4. Jumlah perjalanan melewati main road tak akan pernah berlimpah kendatipun
sepanjang ada kegiatan. Sebanyak 20 kendaraan tiap hari pada dua arah
sudah merupakan jumlah yang banyak. Pada keadaan memaksa perlu juga
dibuat untuk 30 kendaraan. Siklus kendaraan tidak saling tergantung satu
sama lain, sehingga tidak menjadi persoalan kendatipun banyak kendaraan
lalu. Lebih dari itu perlu dipertimbangkan factor keselamatan pada titik-titik
tertentu, misalnya tikungan terlindung , perpapasan dijembatan, perbukitan
atau gunungan. Kesimpulan jalan hanya untuk jalur single sudah cukup.
5. Jalan hutan akan digunakan untuk angkutan kayu yang dipungut dari daerah
bersangkutan. Ini senantiasa merupakan penghubung yang dibuat sedekat
mungkin dengan daerah tebangan, sehingga dapat mereduksi jarak angkut.
Rute terpendek tidak selalu dipilih tanpa memandang hal biaya. Jika jarak
lebih pendek hanya dapat dibuat dengan biaya yang tinggi pada


 
pembuatannya, lebih baik dibuat yang agak panjang dengan biaya yang lebih
rendah.
Masalah di atas menyuguhkan ketentuan khas bagi jalan hutan, yaitu:
a. Semua pengeluaran yang terlalu tinggi untuk konstruksi sebaiknya
diabaikan dalam rangka menekan biaya lebih ekonomis lagi disesuaikan
dengan keperluan sekarang.
b. Patokan maksimum tanjakan kearah hutan dapat saja agak berlebih dari
turunannya (bermuatan). Misalnya 12 dan 6 persen tergantung keadaan
lapangan.
c. Gradien yang dipilih untuk rute naik atau turun hendaknya semudah
mungkin untuk angkutan log.
d. Umumnya, jalan hutan dibuat satu jalur dengan pelebaran khusus pada
tikungan dan puncak bukit.
e. Ditinjau dari segi eksploitasi secara keseluruhan, akan lebih ekonomis
belkan-belokan yang panjang disbanding dengan yang lebih pendek,
kendaraan akan dapat lebih cepat.
Pada pengusahaan hasil hutan,setiap jalan atau bagian jalan, tidak
mempunyai aturan main yang sungguh-sungguh, juga tidak didasarkan kepada
kesamaan arus lalu lintas. Sifat dari tiap bagian jalan tergantung kepada fungsi
dari jalan tersebut, yaitu melayani konsesi hutan khususnya dalam hal
eksploitasi.
Objek dari pekerjaan eksploitasi adalah pemindahan kayu hasil tebangan
ke tempat-tempat khusus atau tempat pelegoan, terkadang juga melayani
kegiatan lain di bidang kehutanan. Log yang terdekat, dihela ke tempat landing
atau semacam depot yang dapat dilalui oleh truk. Setiap tempat landing
dihubungkan oleh jalan tebang yang akan mengangkut kayu kemudian ke jalan
yang lebih besar, sampai ke tempat pelegoan berupa jalan umum atau sungai
atau jalan rel permanen.
Log merupakan barang yang besar dan berat,merencanakan suatu
system pemungutan hasil hutannya merupakan usaha yang komplek, banyak
factor harus dipertimbangkan: karakter fisik kelerengan, tegakan hutannya, iklim,

10 
 
manajemen dan perencanaan silvikulturnya, produksinya, keadaan buruh,
mesin/logging dan metoda pengukuran produksinya. sebahagian factor diatas
harus diketahui sebelum operasi dimulai.
Pemilihan suatu system pemungutan, dapat dikatakan dipengaruhi oleh
volume kayu, panjang kayu atau berdasarkan keperluan dari penggergajian atau
pabrik lain. Suatu ketika boleh jadi terdapat pesanan yang kuat untuk standar
ukuran yang seragam, hal ini bukan hanya karena untuk memenuhi kebutuhan
penggergajian, tetapi melainkan juga karena paling efisien untuk angkutan jarak
jauh, atau juga karena, disesuaikan mesin yang ada, ukuran tersebut yang
diperlukan. Terdapat beberapa perbedaan metoda dari klasifikasi pemungutan
hasil hutan. Hal itu boleh jadi diklasifikasikan berdasarkan pemotongan atau
panjang log yang sedang dipungut dan sedang diangkut dari tempat tebangan ke
pinggir jalan, ini bisa berupa:
a. Seluruh pohon (the full tree system).
b. Pohon ukuran panjang (the tree length system).
c. Kayu ukuran pendek (the short wood system).
salah satu atau semua system diatas, dilayani oleh bervariasi alat angkut baik
berat maupun ukurannya. Jalan hutan hendaknya dibuat berdasar variasi
tersebut berkaitan dengan pemungutan hasil hutannya, sedangkan untuk
keperluan rekreasi dan perlindungan satwa liar,merupakan keperluan sekunder.
Standar jalan hutan hendaknya seragan disesuaikan dengan pertimbangan
ekonomi, khusus tentang jaringannya.
sebagai gambaran dari jaringan jalan hutan dengan kegiatannya, marilah
kita tinjau suatu hutan yang akan dieksploitasi secara seragam, keadaan
kelerengan tanah dan keadaan pasar missal mampu melayani hasil eksploitasi
sebanyak 10 m3 per hektar. Jika jarak maksimun angkutan pendek adalah 1 Km
setiap seksi pada jalan ini akan menerima log dari areal terpisah 1000 m, jadi
setiap seksi padajarak 1 Km tadi akan melayani 2x1 Km atau berarti 200 hektar,
berarti pula 10x200 = 2000 m3 yang akan dikerjakan. Setiap waktu jalan akan
bertambah 1 Km,volume yang akan dilayanipun akan naik dengan 2000 m3.
Demikianlah seterusnya, jalan hutan tahun demi tahun akan berkembang yang

11 
 
kian lama kian jauh meninggalkan jalan pertamanya. Perkembangan jalan hutan
tersebut sebagai contoh dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 1: Langkah-langkah ekspansi jalan hutan.
I,II,III = langkah-langkah areal tebangan.
a = jalan umum (public road)
b = jalan masuk (acces road)
c = perkampungan penduduk
d = jalan induk (main forest road)
e = areal penebangan hutan
Dari gambar diatas, terlihat bahwa sesuai dengan perkembangan kegiatan
penebangan, maka yang semula dijadikan jalan utama (main road), sehubungan
dengan berpindahnya wilayah tebangan kearah dalam, maka main road itu
berubah menjadi jalan umum karena terdapat pemukiman penduduk disebelah
dalamnya. Dengan itu, maka sebaiknya, jalan utama (main road) dibuat dengan
perencanaan kearah itu.
Jalan untuk keperluan eksploitasi, secara umum dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:
- Jalan Utama (main roads)
- Jalan cabang /anak jalan (secondary roads)
- Jalan ranting (feeder roads/brand roads)
Dengan demikian rumit dan kompleksnya permasalahan jalan hutan,
maka secara prinsip perencanaannya perlu memperhatikan: Perencanaan
jaringan jalan hutan hanya boleh dibuat oleh ahli kehutanan yang betul-betul
berpengalaman dan qualified; Hubungan baik dengan orang yang betul-betul
mengetahui keadaan wilayah dimana jalan hutan akan dibuat. Tidak ada lagi
tempat lain dihutan manakala perencanaan jalan itu salah, jangan harap jalan
yang dibuat ituakan permanen. Janganlah terlalu banyak kerja kantornya saja.
Klasifikasi jaringan jalan hutan tersebut diatas, lebih lanjut dapat diuraikan
sebagai berikut:
1. Access Roads: Keperluan utama dari access roads, sesuai dengan namanya,
adalah menyelenggarakan jalan masuk ke hutan, melayani transport

12 
 
penduduk/buruh dari kampong ke tempat tebangan atau kegiatan hutan lain,
atau juga untuk transportasi kayu bulat dari hutan ke tempat processing atau
terminal. Merupakan penghubung antara jalan umum (public road) dengan
kegiatan kehutanan. Oleh pentingnya jalan ini, hendaknya jalan ini memiliki
lebar 9 – 12 meter. Dengan adanya ukuran jalan tersebut operasi kehutanan
hendaknya menghasilkan log lebihdari 100.000 m3 per tahun yang akan
diangkut di jalan ini. Biaya pembuatan jalan ini bisa mencapai 10 – 15 US$
per meter, bahkan bisa lebih pada daerah ekstrim kondisinya. (RUDOLF
HEINRICH, Roma, 1974).
2. Main Roads: Dia melayani transportasi kayu ke suatu titik temu dengan jalan
umum (access) dan melayani seluruh kegiatan pada konsesi. Setiap kegiatan
sehubungan dengan penebangan diselenggarakan sepanjag jalan ini yang
merupakan tulang punggung dari kegiatan konsesi. Volume kayu yang
diekstraksi dapat bervariasi dari beberapa ribu sampai beberapa ratus ribu
meter kubik. Jalan ini mesti tetap baik sampai beberapa, kadang-kadang, 20
tahun dan mesti dapat dipakai sepanjang tahun, termasuk di musim hujan.
Panjang jalan ini tergantung kepada situasi geografis dan keperluan landing,
ia akan dapat mencapai 50 Km bahkan lebih. Yangmenjadi permasalahan
utama adalah tentang jalur dan pembuatan jalan ini, merupakan masalah
kompleks. Seringkali jalan ini tidak bertemu dengan jaringan jalan umum.
Penentuan jalurnya perlu dicoba dahulu sebelum penebangan dimulai. Itulah
sebabnya, diperlukan standard yang lebih tinggi dari engineeringnya dan
system drainase. Lebar jalan termasuk bahu (shoulders) bisa 10 meter
dengan jalan dukungnya (carriageway) 8 meter. Maksimum tanjakan tidak
lebih dari 6 % sedang dari arah berlawanan tidak lebih dari 8 %. Pada
keadaan yang ekstrim kadang dijumpai sampai 35 %. Sebaiknya permukaan
jalan dilapisi bahan waterproof dan pada tanjakan curam terkadang
diperlukan semacam tanggul. Melintang jalan untuk mengurangi
kemungkinan tergelincir pada saat mengemudi turun di musin hujan. Pada
jalan yang licin perlu diberi pelapis batuan demikian juga pada daerah yang

13 
 
sangat lemah untuk memperoleh daya dukung yang lebih baik. Biaya
pembuatan jalan ini mencapai 5 – 10 US$ per meter, bahkan bisa lebih.
3. Secondary Roads: Dia merupakan penghubung antara main road dengan
tempat kegiatan/eksploitasi, hanya dipergunakan secara temporer, melayani
kayu hasil tebangan satu atau dua musim saja, itulah sebabnya, pengerasan
dengan batuan umumnya tidak diperlukan. Biasanya, sepanjang musim
hujan, kegiatan transportasi dihentikan. Selesai kegiatan operasi, jalan ini
ditinggalkan dan tidak ada pemeliharaan lebih lanjut, walaupun terkadang
masih dipergunakan untuk mengangkut peralatan, camping dan lain
sebagainya. Oleh karenanya, diharapkan jalan ini dapat tahan paling tidak
satu kali musin hujan. Lebar jalan termasuk bahu (shoulders) 6 – 8 meter.
Biaya pembuatan jalan ini berkisar antara 1 – 7 US$ per meter.
4. Skidding Roads: Jalan ini dipergunakan hanya oleh traktor ban karet atau
crawler untuk kegiatan penyaradan. Lebar jalan 3,5 – 4,5 meter dengan
formasinya cukup dibuat oleh traktor (crawler) saja. Biasanya memiliki
kelerengan/tanjakan lebih dari 25 % sehingga sering timbul problem erosi.
Selesai termin kegiatan operasi,jalan ini berubah jadi alur-alur sebagai akibat
dari erosi parit (gully erosion).
5. Skidding Trails: ini hanya merupakan penghubung antara tempat pohon
ditebang ke skidding road. Tidak ada perlakuan terhadap tanah, semak
belukar hanya cukup ditebas secara sederhana dengan chainsaw atau
bahkan hanya didorong oleh blade traktor. Lebarnya sesuai dengan lebar
pisau traktor saja. Di beberapa Negara di jalan ini kadang dioperasikan
traktor ban karet, sehingga akibatnya, setiap 6 bulan atau satu tahun harus
diganti ban.
Untuk setiap jalur jalan, profil dan irisan melintangnya perlu terlebih
dahulu direncankan, sifat-sifat khusus yang harus ditentukan antara lain: Peta
dari jaringan jalan, profil longitudinalnya, bentuk irisan melintangnya yang
member petunjuk tentang kedudukan tanjakan/turunan, penimbunan dan galian,
tikungan dsb.

14 
 
Jalan hutan, sebagaimana halnya jalan umum yang permukaan
diperkeras, merupakan struktur engineering; yang terdiri dari dua bagian:
Lapisan bawah (subgrade) dan lapisan lantai (pavement).
Gambar 6. Bentuk normal profil melintang tubuh jalan.
a = Carriageway f = Formation
b = Berm g = Roadway
c = Ditch/cutting h = Road reserve
d = Embankment I = Natural ground level
e = Catchwater drain
Keterangan:
a. Carriageway adalah bagian jalan yang berfungsi mendukung lalu lintas
kendaraan, dibuat sebaik mungkin.
b. Berm adalah pelebaran tambahan, biasanya juga diperkeras hanya
tidak sebaik carriageway, ini diperlukan untuk melindungi carriageway
dari erosi, kadang dipergunakan untuk meminggir kendaraan tatkala
berpapasan. Lebarnya, antara 1.00 – 1.50 meter.
c. Parit, ini diperlukan untuk mengalirkan air yang jatuh di jalan sehingga
air tersebut tidak lama tergenang di jalan.
d. Embankment merupakan tambak hasil timbunan yang melindungi
badan jalan dari erosi, biasanya cukup ditanami rumput pelindung top
soil.
e. Catchwater drain adalah semcam parit diperuntukkan sebagai
penahan derasnya aliran air dari atas yang niscaya akan menimpa
tubuh jalan.
f. Formation adalah menyatakan bahwa tubuh jalan yang berfungsi
menyelenggarakan lalu lintas adalah pada bagian ini, selebihnya
hanya merupakan pelengkap dari persyaratan adanya jalan tersebut.
g. Roadway menyatakan bentuk seluruh badan jalan secara keseluruhan
termasuk perangkat pelengkapnya, semua bagian tanah yang
mengalami perlakuan untuk keperluan jalan.

15 
 
h. Road reserve merupakan lahan terbuka yang diperuntukkan bagi jalan,
termasuk didalamnya adalah tebangan cahaya, yaitu penebangan
pohon-pohon di kiri kanan tubuh jalan agar jalan mendapat cahaya
penuh, sehingga cepat mengering setelah hujan turun.
i. Ini merupakan lahan yang biasanya tanahnya tidak mengalami
perlakuan sehubungan dengan pembuatan jalan melainkan cukup
dibebaskan dari pohon-pohon untuk memberikan kebebasan
permukaan jalan mendapatkan cahaya matahari secukupnya.
Lahan jalan (road reserve) dapat melebar hanya jika pada daerah yang
baik atau keadaan mengijinkan. Setiap profil melintang jalan harus merupakan
kombinasi dari tiga unsur berikut: ditetapkan drainase yang baik, terpelihara
kestabilan lalu lintas dan memungkinkan kendaraan berppasan atau mendahului
kendaraan dimukanya.
Profile Melintang dari Carriageway
Permukaan cembung dari jalan senantiasa diperlukan untuk kestabilan
dari carriageway, memungkinkan hujan mengalir ke sampingnya. Suatu lapisan
penutup tahan air seperti semen atau aspal adalah terlalu mahal ditinjau dari
segi ekonomi bagi jalan hutan, walaupun kadang-kadang juga dipakai yaitu untuk
daerah utama saja. Penentuan kemiringan permukaan jalan juga harus
merupakan kompromi antara miring sekali agar air cepat mengalir dan kurang
miring, agar tidak menyebabkan erosi parit (gully erosion). Hal demikian,
dikehendaki agar kedalaman permukaan parit seragam sehingga pengerusan
lapisan tanah oleh aliran air dapat seminium mungkin.
Kecembungan jalan yang efektif adalah dengan kemiringan antara 3
sampai 5 persen, sebaiknya dibuat makin keluar dari pusat jalan makin miring.
Berikut disajikan table kemiringan dari pusat jalan kearah luar dari jalan yang
kearah luar dari jalan yang berbeda lebarnya.

16 
 
Tabel 1. Kemiringan dari pusat jaln menuju pinggir dari carriageway (dalam
meter)
Lebar Jalan Lereng Samping

3% 5%

3.50 0.05 0.09

4.00 0.06 0.10

4.50 0.07 0.11

Hendaknya dicatat bahwa pembuatan kemiringan pinggir harus


diperhitungkan sehingga menjamin kelancaran lalu lintas bagi kendaraan dengan
ban dobel atau trailer.
Lebar dari Tubuh Utama Jalan (Carriageway)
Merencanakan lebar carriageway dipengaruhi oleh jumlah kendaraan
yang berpapasan pada jalan ini. Pada sebahagian hal, dimana hanya terdapat
satu egiatan eksploitasi yang berkepentingan dengan kendaraan lalu lintas saat
kerja suatu konsesi.
Daya dukung jalan berpengaruh terhadap biaya konstruksinya dan
terhadap net cost dari eksploitasi, lebar jalan mesti disesuaikan kepada
kemampuan menerima beban berat dari truk yang akan membawa pengaruh
kepada kelancaran lalu lintas. Terpikirkan suatu ketika bahwa diperlukan
membuat jalan dua jalur untuk memungkinkan berpapasan truk angkutan log. Ini
mempermudah berpapasan atau mendahului kendaraan dimukanyaasal
kendaraan yang lebih ringan mau minggir ke bagian berm (shoulder),
membiarkan kendaraan yang lebih berat lalu dengan aman. Bila kendaraan yang
lebih ringan akan mendahului logging truk, saatnya harus pada jalan yang
normal dan masuk sedikit ke daerah berm, hal ini tidak meninbulkan
kekhawatiran seandainya daya dukung dariberm cukup baik.
Untuk jalan satu jalur, setiap kendaraan hendaknya dijaga tetap berada
pada bagian yang seharusnya, prioritas diberikan kepada kendaraan bermuatan
, dalam hal lebar jalan 3,5 meter termasuk berm masih mampu menampung
kendaraan 20-30 setiap hari.

17 
 
Jalan yang lebar selalu menarik pengemudi untuk berjalan sangat cepat,
hal ini menyebabkan kecelakaan. Sebagai bahan perbandingan , hasil
percobaan menunjukkan bahwa pada jalan modern dan ramai, lebar dari setiap
jalur sekurangnya 3,5 meter yang memungkinkan lalu lintas minimum sekitar 200
kendaraan setiap jam. Untuk memungkinkan tambahan lalu lintas seperti di atas,
pada jalan eksploitasi juga diperlukan 4.0 meter diantara dua bermnya.
Parit (Ditch)
Parit di kiri kanan jalan dapat berbentuk trapezium atau segitiga. Parit
bentuk trapezium dibuat biasanya oleh excavator (gambar 7a), sedang parit
bentuk segitiga (gambar 7b) dibuat oleh pisau/blade dari traktor yang dimiringkan
(Gambar 8a). Parit-parit ini diperuntukkan menampung dan mengalirkan air dari
jalan sehingga tidak menggenangi tubuh jalan, jalan menjadi cepat kering.

C. Parameter yang Mempengaruhi Keadaan Ekonomi dan Teknik dari


Pembuatan Jalan Di Daerah Tropis
1. Iklim
a. Curah Hujan
Di daerah hutan tropis pembuatan jalan dan operasi kehutanan seringkali
terhambat oleh adanya hujan lebat. Rata-rata curah HUJAN sekitar 200-4000
mm per tahun. Curah hujan,maksimum tahunan betapapun boleh jadi lebih tinggi
dari angka diatas seperti misalnya, dari catatan curah hujan di ekuador, sri lanka
dan Columbia (daerah pantai), menunjukkan 5000-10000 mm per tahun.
Penyebarannya boleh jadi sepanjang tahun atau terkonsentrasi pada satu atau
dua periode (musim hujan). Sepanjang musim hujan pembangunan jalan hutan
dan kegiatan logging biasanya berhenti. Di daerah tropis umumnya terhitung
150-180 hari kerja per tahun. Apa akibatnya seandainya intensitas kerja harus
melewati masa hujan aetiap tahun, misalnya, alangkah baiknya bila dapat
melampaui jam yang berturutan dari curah hujan sebesar 150-300 mm. Itulah
sebabnya perluasan dan kecepatan kerja pada saat permulaan jalan kering
merupakan hal yang istimewa dan penting. Berikut, dikemukakan lebar tebangan
cahaya untuk peringatan jalan dari berbagai klas :

18 
 
Tabel 2. Lebar tebangan cahaya pada khas jalan berbeda
Road Standard Clearing width in meter

Acces road 30 – 60

Main forest road 25 – 30

Secondary forest road 18 – 24

Suat drainase yang efisien dengan parit, saluran air, sekat air (tanggul),
gorong-gorong, dapat melindungi jalan dari erosi. Teristimewa di daerah terjal,
pelapisan jalan yang baik dari permukaan jalan, saluran atau sekat air dapat
membatasi timbulnya erosi permukaan yang disebabkan genangan air hujan
dengan menekan lajunya aliran air dan memcegah penambahan air dari tempat
lain.

b. Temperatur dan Kelembaban

Di daerah tropis dan subtropics masalah temperature dan kelembaban


relative keduanya cukup tinggi dan konstan sepanjang tahun. Rata-rata
temperature berkisar antara 25-30 derajat C dan kelembaban relative
dapat setinggi 70-90 %. Dalam hubungannya dengan tenaga kerja, hendaknya
dicatat bahwa oleh sebab tetapnya ketinggian temperature dan kelembaban,
prestasi kerja menjadi bukan main rendahnya disbanding dengan daerah
temperate. Hal ini terjadi mungkin dengan adanya pengeringan (keringat) berat
badan, denyut jantung akan naik sekitar 10 denyutan dari temperature badan
naik sekitar 0,2o C (AXELSON,O. Heat Stress in Forest Work, FAO,Rome 1974).
Itulah sebabnya, pekerja memerlukan air bukan hanya pada saat makan tetapi
senantiasa sepanjang hari. Kebutuhan garam selain garam yang terdapat pada
makanan, perlu ditambah 0,1 % dimasukkan pada minuman sehari-hari. Pekerja
harus minum 5-6 liter atau lebih setiap hari kerjanya.

2. Keadaan Wilayah (Terrain) dan Tanah (Soil)

19 
 
Biaya pembuatan jalan meningkat tajam oleh adanya pengaruh lapangan
(terrain), khususnya pada wilayah yang mudah ambruk dan jurang yang
berkesinambungan. Perhatian khusus hendaknya diberikan kepada penstabilan
wilayah manakala akan meletakkan jalan di tempat itu (masalah tanah slip, tanah
longsor). Kerap kali di daerah tropis basah, di hutan hanya terdiri dari tanah liat
(clay) atau laterit, yang diartikan bahwa daya dukung tanah (bearing capacity)
sangat rendah. Dalam rangka menciptakan jalan dapat dilalui sepanjang tahun,
lapisan sub-base jalan hendaknya diberi batuan. Kerapkali material yang
dibutuhkan untuk keperluan itu bisa diperoleh pada dasar sungai.
Pada saat jalur jalan sudah disurvei, lokasi dan tampak batuan yang
diperlukan untuk pengerasan, hendaknya sudah ditaksir untuk main-roads
kedalam lapisan batuan sekitar 20-30 cm hendaklah dicukupi dan kadang-
kadang dapat juga lebih tipis dari itu.
Prof. Sundberg (Logging and Log Transport in Tropical High Forest, FAO,
Rome, 1974); mengembangkan suatu bentuk formula untuk biaya pembuatan
jalan yang didasari oleh pengalaman di negara sedang berkembang,
memasukkan permasalahan lapangan ke dalam perhitungan. Rumus ini
diterapkan sebagai kompromi dari biaya-biaya pematokan, penebangan,
penebasan, membentuk permukaan jalan, penggusuran dan macam-macam
pekerjaan lain. Hal ini dapat diterapkan dimana tidak ada data lokal yang dapat
di pakai,betapapun hal ini dapat saja direvisi sedikit-sedikit sebagai hasil
percobaan lebih lanjut. rumusnya adalah sebagai berikut :

230 17 660 30
= direct cost in US$ per Km for road standard (super vision and overhead
cost excluded).
= the inclination in percent of the major slope of hillsides.
= the road standard, which includes the following values.
0 – for trails for wheeled skidders and jeeps

20 
 
1 – for secondary feeder roads
2 – for primary feeder roads
3 – for main ang access roads
contoh : biaya langsung untuk pembuatan main road pada kelerengan 30
%, diestimasikan sebagai berikut :
230 17 30 660 3 30 30 3 5420 $

21 
 
BAB IV. PARAMETER PENILAIAN KELAYAKAN PWH YANG
OPTIMAL

A. KERAPATAN DAN STANDAR JALAN OPTIMAL

1. Kerapatan Jalan Optimal

Kerapatan jalan adalah panjang yang ada di suatu wilayah, yang


dinyatakan dalam satuan meter per hektar.
Meningkatnya kerapatan jalan akan menaikkan beban biaya pembuatan
dan pemeliharaan jalan, tetapi akan menurunkan biaya kegiatan kehutanan
lainnya dan meningkatkan produksi hutan (pertumbuhan riap). Dari segi
ekonomis, kerapatan jalan akan optimal apabial biaya penyaradan sama
besarnya dengan biaya pembuatan dan pemeliharaan jalan. Besarnya kerapatan
jalan optimal setiap wilayah tidak selalu sama. Hal ini tergantung dari parameter
sebagai berikut:
1. Keadaan Topografi, jenis tanah dan mikrotopografi.
2. Jenis alat yang dipakai untuk menyarad dan mengangkut kayu.
3. Potensi tegakan (m3/ha atau m3/ha/tahun).
4. Biaya pembuatan jalan.
5. Biaya pemeliharaan jalan.
Berikut ini dikemukakan beberapa rumus kerapatan jalan optimal:
1. Rumus Bends (1970)
Dopt = a/s
D = Kerapatan jalan (m/ha).
S = Jarak sarad rata-rata dalam km.
a = Faktor efsiensi jalan, yang bervariasi sebagai berikut:
5 – 6 untuk daerah datar sampai andai
6 – 7 untuk daerah bergelombang
7 – 9 untuk daerah curam
2. Rumus FAO (1974) dalam buku Manual Logging And Log Transport.

22 
 
.
a. Dopt=
√ . /

D = Kerapatan jalan (m/ha).


k = Faktor koreksi jaringan jalan hutan, bervariasi = 1.00 – 0.71
R = Biaya pembuatan dan pemeliharaan jalan (Rp/km).
L = Muatan rata-rata alat penyarad (m3/trip).
q = Volume kayu yang dipanen per ha (m3/ha).
c = Biaya operasi penyaradan per m3 tiap-tiap menit (Rp/menit).
t = Waktu rata-rata untuk menyarad per m3 tiap-tiap round trip (.menit/trip).
p= Faktor koreksi jalan sarad, bervariasi : 0 -0,5

b. 50 √

Dopt = Kerapatan jalan optimal (m/ha).


C = Biaya variable penyaradan (Rp/m3/km).
T = Faktor koreksi jalan sarad.
R = Biaya pembuatan dan pemeliharaan jalan (Rp/km).
Q = Volume kayu yang dipanen (m3/ha).
V = Faktor koreksi jaringan jalan.

3. Rumus Elias (1978)


a. Jalan yang dibangun standar teknisnya sama.
Dopt = (m/ha)
√ . / . . .

b. Jalan yang dibangun ada dua jenis (jalan utama dan jalan cabang)
(1)
Dopt = √ . / .
(m/ha)

(2)
, . . . .
Dn opt = (m/ha)
.

N = Volume kayu yang dapat dikeluarkan (m3/ha/th)


C = Biaya penyaradan (Rp/m3/km pp)
R = Biaya pembuatan jalan (Rp/hm)

23 
 
Rh = Biaya pembuatan jalan utama (Rp/hm)
Rm = Biaya pembuatan jalan cabang (Rp/hm)
p = Biaya pemeliharaan jalan (Rp/hm/th)
ph = Biaya pemeliharaan jalan utama (rp/hm/th)
pm = Biaya pemeliharaan jalan cabang (Rp/hm/th)
Dopt = Kerapatan jalan optimal (m/ha)
Dn opt = Kerapatan jalan utama optimal (m/ha)
Dm opt = Kerapatan jalan cabang optimal (m/ha)
Tcorr = Faktor koreksi jarak penyaradan
Vcorr = Faktor koreksi jaringan jalan
r = Faktor rentabilitas investasi jalan

Faktor koreksi jarak penyaradan dan factor koreksi jaringan jalan sering
dipergunakan menjadi factor koreksi PWH, yang diberi symbol KG.
KG = Vcorr . Tcorr
SEGEBADEN (1964) di swedia, BACKMUND (1966) di Jerman Barat,
SAMSET (1975) di Norwegia dan ABEGG (1978) di Swiss, telah menghitung
factor koreksi jaringan jalan (Vcorr), jalan sarad (Tcorr) dan nilai KG, dimana hasil
perhitungan tersebut dapat disampaikan sebagai berikut:
SEGEBADEN : Vcorr = 1,30; Tcorr = 1,35; KG = 1,75
BACKMUD : Vcorr = 1,38; Tcorr = 1,41; KG = 1,95
ABEGG : Vcorr = 1,25; Tcorr = 1,44; KG = 1,80
SAMSET : - ; - ; KG = 2,46-3,30

FAO (1974) menyarankan agar di dalam pemanenan dan pengangkutan


kayu di Negara berkembang dipergunakan nilai KG sebagai berikut:
Di daerah datar dan bergelombang : KG = 1,6 – 2,0
Di daerah sedang dan berbukit : KG = 2,0 – 2,8
Di daerah pegunungan dan curam : KG = 2,8 – 3,6
Di daerah pegunungan dan sangat curam : KG > 3,6

24 
 
Menurut Arifin, s dan R.S Suparto (1980) yang telah mengadakan
penelitian factor koreksi jalan dan jalan sarad di 6 KPH di JAwa, factor KG di
hutan jati di JAwa adalah sebagai berikut:
Di daerah datar (lereng 0-50) : KG = 1,454 – 2,869
0
Di daerah landai (lereng 5-15 ) : KG = 1,472 – 2,905
Di daerah curam (lereng > 150) : KG = 1,501 - 2,960
Di daerah pegunungan dan sangat curam : KG >3,6

2. Standar Jalan ekonomis

Salah satu alat yang dapat dipakai dalam rangka menyediakan informasi
standar jalan ekonomis untuk pemilihan standar jalan adalah “Break-Even-
Concepts”. Prinsip yang dipakai adalah biaya minimum dapat tercapai apabila
biaya pembuatan dan pemeliharaan jalan seimbang. Dalam hal ini factor
dominan yang diperhitungkan adalah kecepatan pengangkutan, tipe alat
pengangkut, muatan, jumlah (volume) kayu yang diangkut, biaya pembuatan dan
pemeliharaan jalan serta masa pakai jalan tersebut.
Rumus “Break-Even-Point” (BEP) standar jalan ekonomis yang dimaksud
adalah sebagai berikut:

. .
V (mb/th)

dimana:
V = Volume angkutan yang melewati jalan tersebut tahun (m3/th).
Rt = Biaya pembuatan jalan klas lebih tinggi (Rp/hm).
Rr = Biaya pembuatan jalan khas lebih rendah (Rp/hm).
, ,
r r , rt = Faktor rehabilitasi =
,

Tt = Biaya pengangkutan di jalan klas lebih tinggi (Rp/m3/hm).


Tr = Biaya pengangkutan di jalan klas lebih rendah (Rp/m3/hm).
Pr = Biaya pemeliharaan jalan dari klas jalan yang lebih rendah ( Rp/hm/th).
Pt = Biaya pemeliharaan jalan dari klas jalan yang lebih tinggi (Rp/hm/th).
Di dalam aplikasinya rumus tersebut di atas sangat mudah dipakai.

25 
 
Contohnya:
Komponen Biaya Alternatif Standar Jalan

Jalan Standar Rendah (r) Jalan Standar Tinggi (r)

Biaya pembuatan jalan Rp. 700.000/hm Rp. 1.000.000


(R)
Rp. 60.000/hm/th Rp 45.000/hm/th
Biaya pemeliharaan jalan
(P) 20 tahun 20 tahun

Masa pakai jalan (n) 6% 6%

Bunga investasi (l) 0,087185 0.087185

Faktor rentabilitas (r) Rp. 7,-/m3/hm Rp. 5,-/m3/hm

Biaya pengangkutan 7.500 m3/th 7.500 m3/th

Kayu yang diangkut

. . . . . , .
V= (m3/th)

= 5,578 m3/th
Berdasarkan perhitungan tersebut diketahui, bila volume pengangkutan
kayu lewat jalan tersebut sebesar 5,578 m3/th, maka biaya total pengangkutan
kayu adalah sama untuk kedua alternative dari hutan sebesar 7.500 m3/th. Jadi,
dalam hal ini standar jalan yang ekonomis adalah jalan dengan standar lebih
tinggi (R = Rp.1.000.000,-/hm).

3. Spesifikasi Kelas Fungsional Jalan Hutan

Jalan hutan dapat diklasifikasikan menurut fungsinya di dalam jaringan


jalan menjadi 3 jenis jalan hutan, yaitu:
(1) Jalan Utama
(2) Jalan Cabang dan ranting
(3) Jalan sarad

26 
 
Namun, menurut FAO (1974) fungsi jalan hutan dibedakan dua kategori,
yaitu “Acces Road” dan “Feeder Road”. “Acces Road” mempunyai satu fungsi,
yaitu fungsi “length wise”, jadi tidak ada ekstraksi kayu dari kanan kirinya.
“Feeder Road” sebaliknya mempunyai dua fungsi, yaitu “length wise” dan “cross
wise”, dengan tujuan utama menembus hutan mempersingkat jarak sarad.
Selain jalan utama, jalan cabang dan jalan sarad, di Indonesia juga
dikenal jalan koridor. Jalan koridor adalah jalan di luar areal HPH, yang
fungsinya menghubungkan areal HPH tersebut ke jalan umum atau tempat
tujuan pengangkutan kayu. Jalan koridor umumnya merupakan jalan yang
diperkeras, mempunyai kualitas tinggi dan dipelihara. jalan utama melayani
kebutuhan kegiatan pengusahaan hutan secara umum dan menghubungkan
wilayah hutan dengan jalan koridor atau jalan umum, serta berfungsi
menampung arus angkutan dari jalan cabang. Jalan utama biasanya diperkeras
dan berkualitas tinggi serta dipelihara secara rutin.
Jalan cabang dan jalan ranting melayani kegiatan pada areal yang
terbatas, yakni menghubungkan daerah/tegakan hutan dalam blok dan petak
dengan jalan utama. Jalan cabang kadang-kadang diperkeras, kadang tidak
diperkeras. Jalan ini dipelihara secara periodic. Jalan sarad melayani keperluan
menyarad kayu dari tempat tunggak di jalan angkutan atau landing. Jalan ini
menghubungkan tempat tumbuh pohon individu dengan jalan angkutan atau
landing. Jalan ini berkualitas rendah.

4. Spesifikasi Kelas Kualitas Jalan Hutan

Pada umumnya untuk membedakan kelas kualitas jalan dipakai standar


jalan, yang ditunjukkan oleh spesifikasi jalan sebagai berikut:
¾ Jumalah jalur lalulintas.
¾ Lebar badan jalan.
¾ Lebar permukaan jalan yang diperkeras.
¾ Lereng memanjang jalan.
¾ Beban/kapasitas jalan.
¾ Kecepatan kendaraan yang diijinkan bagi kendaraan bermuatan.

27 
 
¾ Dapat dipakai sepanjan tahun atau hanya pada musim kemarau.
Suatu klasifikasi kualitas jalan yang paling sederhana berdasarkan
standar bangunan ialah menurut kategori dapat dilalui oleh truk (jalan angkutan)
dan dapat dilalui oleh traktor (jalan sarad).
Salah satu contoh klasifikasi jalan bedasarkan kualitas jalan yang
dipergunakan di jerman dapat dilihat pada Tabel 3 sebagai berikut:
Tabel 3. Klasifikasi Kelas Jalan Berdasarkan Kualitas Jalan
Spesifikasi Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV

1. Dapat dilalui Truk Truk Truk Traktor

2. Dapat dipakai Sepanjang Sepanjang Sepanjang Hanya pada


tahun tahun tahun musim
kemarau
3. Jumlah jalur
4. Lebar 2
permukaan 1
1 1
yang
diperkeras 7m
5. Lebar badan -
jalan 9m 3,5 m 3m
6. Radius 2,5 – 3,0 m
740 m 5 m 5m
belokan
-
7. Lereng 720 m 720 m
memanjang
jalan ≥ 2 % dan ≤
6% < 20 %
≥ 2 % dan ≤ ≥ 2 % dan ≤
10 % 10 %

Jalan kelas I dan II umumnya merupakan jalan utama atau “Access Road”
sedangkan jalan kelas III merupakan jalan cabang atau “Feeder Road” dan jalan
kelas IV merupakan jalan sarad.
Di jawa dikenal klasifikasi jalan hutan jati yang disusun berdasarkan
pertimbangn factor-faktor teknis dan ekonomis dengan mengklasifikasikan kelas
dan fungsi jalan hutan jati menurut jumlah volume angkutan yang akan melewati

28 
 
jalan tersebut per tahun (lihat Tabel 4). Klasifikasi kelas jalan hutan jati tersebut
kemudian dirinci lebih lanjut berdasarkan jari-jari minimum pada berbagai persen
tanjakan searah dengan arah angkutan kendaraan bermuatan. Di dalam
prakteknya di hutan jati, pada umumnya jalan hutan yang dibangun termasuk
kelas C III. Jalan tersebut di lingkungan Perum Perhutani digolongkan atas:
¾ Jalan diperkeras penuh
¾ Jalan tapak roda dan
¾ Jalan tanpa perkerasan.
Selain itu dikenal pula jalan sogokan yaitu jenis jalan yang dibangun
sementara untuk melancarkan pengangkutan/agar supaya truk dapat masuk ke
tempat memuat kayu.

29 
 
Tabel 4. Standar Kelas Jalan Hutan Jati Perum Perhutani
Kelas jalan Jumlah angkutan Fungsi jalan Spesifikasi
per tahun (m3)
A ≥ 2.300.000 Jalan utama a. Kecepatan : 50 km/jam
b. Jari-jari minimum : 65 m
c. Tanjakan maksimum : 2 %
d. Turunan maksimum : 2 %
e. Lebar jalan : 5,50 m
f. Lebar berm di kanan kiri : 1,50 m
g. Pelebaran belokan spesifikasi :
1,30 m

a. Kecepatan : 40 km/jam
b. Jari-jari minimum : 40 m
c. Tanjakan maksimum : 6 %
d. Turunan maksimum : 10 %
e. Lebar jalan : 3,50 m
B 10.000 – 30.000 Jalan
f. Lebar berm di kanan kiri : 1,50 m
cabang
g. Pelebaran belokan : 1,60 m

a. Kecepatan : 25 km/jam
b. Jari-jari minimum : 16 m
c. Tajakan maksimum : 8 %
d. Turunan maksimum : 12 %
e. Lebar jalan : 3,00 m
f. Lebar berm di kanan kiri : 1,50 m
g. Pelebaran belokan : 1,80 m

Jalan
C 10.000 ranting

Di hutan alam di luar jawa, klasifikasi kelas-kelas jalan hutan berdasarkan


kualitas jalan dapat dilihat dalam buku Pedoman Tebang Pilih Tanaman
Indonesia (1990), khususnya dibagian petunjuk teknis Pembukaan Wilayah
HUtan. Spesifikasi jalan hutan yang ditetapkan untuk jalan induk dan jalan
cabang adalah sebagai berikut:

30 
 
a. Jalan induk dengan perkerasan:
1) Umur : Permanen
2) Sifat : Segala cuaca

3) Lebar jalan berikut batu : 12 m


4) Lebar permukaan yang diperkirakan :6–8m
5) Tebal pengerasan : 20 – 50 m
6) Tanjakan menguntungkan maksimum : 10 %
7) Tanjakan merugikan maksimum :8%
8) Jari-jari belokan minimum : 50 – 60 m
9) Kapasitas muatan maksimum : 60 ton
b. Jalan induk tanpa pengerasan:
1) Umur : 5 tahun
2) Sifat : Musim kering
3) Lebar jalan berikut bahu : 12 m
4) Tanjakan menguntungkan maksimum : 10 %
5) Tanjakan merugikan maksimum :8%
6) Jari-jari belokan minimum : 50 – 60 m
7) Kapasitas muatan maksimum : 60 ton

c. Jalan cabang dengan perkerasan:


1) Umur : 3 tahun
2) sifat : Segala cuaca
3) Lebar jalan berikut bahu :8m
4) Lebar permukaan yang diperkeras :4m
5) Tebal pengerasan : 10 – 20 m
6) Tanjakan menguntungkan maksimum : 12 %
7) Tanjakan merugikan maksimum : 10 %
8) Jari-jari belokan minimum : 50 m
9) Kapasitas muatan maksimum : 60 ton

31 
 
d. Jalan cabang tanpa perkerasan:
1) Umur : 1 tahun
2) sifat : musim kering
3) Lebar jalan berikut bahu :8m
4) Tanjakan menguntungkan maksimum : 12 %
5) Tanjakan merugikan maksimum : 10 %
6) Jari-jari belokan minimum : 50 m
7) Kapasitas muatan maksimum : 60 ton
Dalam rangka pengelolaan hutan lestari yang permanen, jalan-jalan hutan
yang dibangun untuk kegiatan-kegiatan sepanjang daur atau siklus hendaknya
jalan-jalan huatn yang bersifat permanen, yang masa hidupnya cukup panjang.
Jalan-jalan hutan tersebut tidak perlu terlalu lebar, tetapi lebih diutamakan
kualitas. Untuk pembukaan wilayah hutan di areal hutan alam produksi dluar
jawa, standar jalan utama dan jalan cabang yang cukup baik dapat dilihat pad
Tabel 5.

Tabel 5. Standar Jalan Utama dan Jalan Cabang


Spesifikasi Jalan utama Jalan cabang/Jalan
ranting
¾ Lebar “ Road Right of 20 – 30 m 20 – 25 m
Way”
¾ Bentuk badan jalan Punggung penyu Punggung penyu
¾ Jumlah jalur 2 1
¾ Lebar badan jalan 10 m 8m
¾ Lebar bahu jalan 1m 1m
¾ Lebar lintasan jalan
yang diperkeras 8m 6m
¾ Tebal perkerasan 20 – 40 cm 20 cm
¾ Tanjakan maksimum +8, -10 +10, -12 %
¾ Radius belokan 50 m 25 m
minimum

32 
 
B. Tahapan Perencanaan PWH

Uraian teknik perencanaan pembukaan wilayah hutan (PWH) berikut ini


cukup sederhana (hanya ada 6 tahap). Namun dituntut masukan data/informasi
yang akurat dan mendetail serta kerja yang sistematis (syarat utama). Teknik
perencanaan PWH ini terutama dianjurkan pada pengusahaan hutan lestari
intensif (seperti hutan tanaman industry, hutan tanaman, timber estate). Di jawa
dapat diterapkan di hutan jati dan hutan rimba. Mengingat luas pengusahaan
hutan Jawa dan kesulitan mendapat data yang akurat dan mendetail, maka
kemungkinan aplikasi tahapan perencanaan PWH tersebut masih merupakan
tanda tanya besar.
Tahapan perencanaan ini berdasarkan perpaduan aspek ekonomis, teknis
dan ekologis, yang membedakan dari cara perencanaan PWH yang selama ini
dipergunakan. Dari segi teknis, PWH ditentukan oleh persyaratan lapangan dan
kepadatan lalu lintas, yang selanjutnya akan menentukan keadaan pemilihan alat
PWH (jalan, lori, penyaradan dengan ski line system kabel, helicopter, sapi, dan
lain-lain). Dari segi ekonomis, PWH ditentukan oleh biaya dan volume kayu yang
akan dikeluarkan dari hutan. Sebagai contoh: bila PWH dengan jalan, maka
PWH tersebut ditentukan oleh biaya pembuatan jalan dan pemeliharaan jalan
serta volume kayu yang akan diangkut melalui jalan tersebut. Dalam hubungan
tersebut diusahakan standard an kerapatan jalan yang ekonomis, yang
mendatangkan mamfaat /keuntungan bersih maksimal. Dari segi ekologis, PWH
harus menghindari daerah-daerah yang keadaan ekologis, PWH harus
menghindari daerah-daerah yang keadaan ekologisnya labil, daerah yang
dilindungi, daerah rawan erosi, penggalian dan penimbunan tanah yang banyak
dan tidak seimbang dan kerusakan pemandangan
Tahapan perencanaan PWH ini mengikuti skema berikut:

33 
 
1  Pengumpulan  2 Pembatasan satuan 
data/informasi penting  wilayah perencanaan 

3 Peletakan titik‐titik 
(zona) kardinal

4 Perencanaan 
alternative koridor 
PWH 

5 Penggambaran 
alternative 
rencana jaringan 
jalan 

6  Pemilihan 
alternative PWH 
yang optimal 

Tahap 1 : Pengumpulan data/informasi penting


Data/informasi terpenting meliputi :
¾ Peta keadaan hutan, skala 1 : 10.000, 1 : 20.000
¾ Hasil Inventarisasi dan perencanaan pengusahaan hutan.
¾ Peta Topografi, skala 1 : 10.000, 1 : 20.000
¾ Klasifikasi lapangan.
¾ Peta keadaan/situasi tempat.
¾ Peta geologi.
¾ Peta tanah.
¾ Peta keadaan jaringan jalan (PWH) status quo.
¾ Keadaan ekologi (rencana peruntukan fungsi hutan).
¾ Potret udara.

34 
 
¾ Peraturan-peraturan PWH (misalnya standar teknik pembuatan jalan).
¾ Biaya eksploitasi hutan dan harga kayu.

Tahap 2 : Pembatasan satuan wilayah perencanaan.


Satuan wilayah perencanaan berarti suatu wilayah hutan, dimana
perencanaan jaringan jalannya tidak tergantung dari wilayah yang berada di
sekitarnya.
Pada umumnya satuan wilayah perencanaan dibatasi oleh:
¾ Sungai.
¾ Topografi yang curam (gunung, lembah).
¾ Tata guna lahan (lahan pertanian, lahan hutan dan lain-lain).
¾ Lalu lintas umum (jalan, jalan rel)
¾ Status pemilihan hutan.
Pembatasan wilayah satuan perencanaan mula-mula dilakukan di atas
peta berdasarkan informasi yang ada, kemudian diadakan pengecekan dan
pembetulan-pembetulan di lapangan.

Tahap 3 : Peletakan titik-titik cardinal


Berdasarkan informasi yang ada dan studi peta serta pengenalan
lapangan yang intensif, dilakukan peletakan titik-titik (zone) cardinal, yang
dibedakan atas:
¾ Daerah yang harus dibuka (prioritas pertama) dan daerah yang dapat dibuka
(prioritas kedua) = titik-titik (zone) cardinal positif.
¾ Daerah yang harus dihindari (prioritas pertama) dan daerah yang bila
dimungkinkan sebaiknya dihindari (prioritas kedua) = titik-titik (zone) cardinal
negative.
Titik-titik cardinal positif dapat berupa:
¾ Tempat hubungan dengan jalan umum atau jalan hutan yang ada.
¾ Dari segi teknis daerah tersebut menguntungkan untuk pembuatan jalan.
¾ Dekat dengan bahan-bahan untuk pembuatan jalan.
¾ Tempat yang strategis untuk membangun jembatan.

35 
 
¾ Tempat yang strategis untuk melihat kesekelilingnya.
Titik-titik (zone) cardinal negative berupa:
¾ Daerah tidak produksi.
¾ Daerah rawa, tanah lembek (paya).
¾ Daerah yang dilindungi.
¾ Daerah milik orang lain.
Semua titik-titik cardinal digambarkan di atas peta, tidak perduli titik-titik
tersebut relevan atau tidak dengan perencanaan PWH. Karena yang menjadi
tujuan peletakan titik-titik cardinal ini adalah mempermudah langkah perencanan
lebih lanjut dari segi teknis, ekonomis, silvikultur dan ekologis.

Tahap 4 : Perencanaan alternative koridor PWH


Setelah peletakan titik-titik cardinal selesai, perencanaan koridor PWH
dapat dimulai. Koridor PWH didapatkan dengan menghubungkan titik-titik
cardinal positif yang berdekatan sedemikian rupa, sehingga titik-titik cardinal
positif dilewati (dimamfaatkan), sedangkan titik-titik (zone) cardinal negative
dihindari.
Pada daerah curam dianjurkan antara dua titik-titik cardinal positif yang
berjauhan dilletakkan titik-titik antara, yang nanti akan mempermudah pencarian
trase jalan.
Perencanaan koridor PWH ini pertama-tama dilakukan di atas peta,
kemudian dikoreksi dan diuji kemungkinan realitasinya di lapangan. Lebar
koridor dapat berkisar antara 50 – 100 m.
Tahap 5 : Penggambaran alternative rencana jaringan jalan
Pencarian trase jalan di dalam koridor dilakukan dengan memperhatikan
peraturan teknis pembuatan jalan (misalnya tanjakan tidak boleh lebih besar dari
15 % dan diameter belokan minimum di tanah datar 50 m dan di daerah
pegunungan 20 m dan lain-lain). Setelah penggambaran di peta selesai,
diteruskan dengan pengecekan, pembetulan dan pemancangan trase jalan di
lapangan.

36 
 
Tahap 6 : Pemilihan alternative PWH yang optimal
Pemilihan alternative pwh yang optimal dapat dilakukan berdasarkan
skema sebagai berikut:

Sistem tujuan PWH  Tujuan‐tujuan  Tujuan‐tujuan non 


Moneter  moneter 

Perencanaan  Alternatif‐alternatif 
Alternatif  A1     A2    A3 A4 A5 

Pemberian Nilai  Perbandingan Alternatif 
Alternatif‐alternatif 
Perhitungan  Analisi Nilai 
PWH 
Biaya Investasi  Mamfaat 

Pengambilan  Perbandingan Nilai Kriteria‐
Keputusan  kriteria Pemutus 

37 
 
BAB V. PERENCANAAN TRACE JALAN

A. Tikungan/Belokan (Curve)

Rute jalan hutan sebahagian besar biasanya mengikuti keadaan


daerahnya, menelusuri sejajar kelerengannya,jadi boleh dikatakan tergantung
keadaan/bentuk kelerengannya. Tetapi, seperti diketahui bahwa kelerengan
hutan itu tidak selalu bersambungan, maka untuk mengikuti terus kelerengan
hutan itu tidak selalu bersambungan, maka untuk mengikuti terus kelerengan
tersebut tentu akan mengakibatkan jalan sangat panjang dan akhirnya, tidak
ekonomis. Dengan dasar pemikiran ini, dipandang perlu sekali-sekali, jalan itu
melintasi baik lembah ataupun puncak bukit, apabila ternyata hal ini
menyebabkan jalan terlalu terjal, maka pada lembah yang dilalui perlu
dilaksanakan pengurungan yang bahan urugannya diperoleh dari puncak bukit
yang dipotong/digali karena terlalu tinggi. Seandainya, galian dan urugan ini
senantiasa dilaksanakan manakala jalan akan melewati daerah yang sukar,
maka logikanya biaya pembuatan jalan akan lebih murah karena jalan
cenderungnya lurus; makin pendek jalan dibuat, makin murah biaya
pembuatannya. Tetapi, tentu saja tidak demikian halnya; ada suatu daerah yang
sangat sukar untuk diurug (misal rawa) dan ada pula yang sangat sukar digali (
misal gunung batu), maka ditempat inilah perlu dibuat belokan menghindarkan
daerah “jelek” tersebut.
Sopir/pengemudi, mempunyai kecenderungan menjalankan
kendaraannya sangat cepat pada jalan yang lurus dan baik, ada pula
kecenderungan mengantuk apabila mengemudi secara monoton, tentu saja
kedua hal diatas mengundang kemungkinan terjadi kecelakaan yang bukan saja
membahayakan diri pengemudi itu sendiri juga dapat membahayakan orang
lain/kendaraan lain. Dengan pertimbangan kedua hal tersebut, maka
belokan/tikungan dapat diartikan juga berfungsi sebagai tempat memperlambat

38 
 
kendaraan dan tempat “kejutan” untuk menarik perhatian sopir sehingga dapat
menghilangkan kantuknya.
Tikungan, merupakan suatu busur lingkaran untuk menghilangkan
tajamnya sudut pertemuan antara dua garis lurus. Titik pertemuan antara dua
garis lurus di lapangan, ada yang bisa dicapai dan ada yang tidak. Titik yang bisa
dicapai dilapangan sangat mempermudah pembuatan busur lingkaran
tikungannya karena dengan membagi dua sama besar sudut yang terbentuk dan
menarik garis baginya, pada garis inilah terletak titik pusat lingkaran dengan jari-
jari yang sangat bervariasi besarnya. Titik temu yang tidak dapat dicapai di
langan, ini terjadi karena keadaan wilayahnya, misalnya terdapat rawa luas atau
bukit yang sukar didaki. Tergantung kepada kondisi tempat dimana tikungan
harus dibuat dan tajamnya sudut yang terbentuk oleh perpotongan dua garis
lurus tadi, maka secara garis besar tikungan dapat dibedakan menjadi dua
macam:
¾ Tikungan di dalam; manakala busur lingkaran menyingggung dua garis lurus
pembentuk tikungan itu.
¾ Tikungan di luar; terbentuk manakala kondisi tempat itu tidak mengijinkan
dibuat tikungan dalam atau ternyata kalaupun bisa, jari-jari (radius-R)nya
terlalu kecil.
Pembuatan tikungan/belokan (curve) harus direncanakan sesuai dengan
keperluan pemakai tikungan tersebut, yaitu menjamin keselamatannya. Terdapat
tiga masalah yang perlu diperhatikan pada saat menikung:
a. Kestabilan kendaraan pada saat menikung.
b. Jarak pandang di tikungan.
c. Kemampuan kendaraan/pengemudi menghadapi tikungan.

39 
 
Gambar 20. Tikungan dengan titik temu bisa dicapai.
Gambar 21. Tikungan dengan titik temu tidak dapat dicapai.
Selain perlu mempertimbangkan ke tiga factor tersebut diatas, perlu
dipertimbangkan pula keadaan yang memaksa pada suatu tikungan dibuat
tanajkan atau turunan,maka disini, selain gaya sentrifugal yang bekerja, juga
gaya grafitasi, yang mempengaruhi kestabilan kendaraan.
Gambar 22. Tikunga di dalam. Titik P3,P4 dst. Merupakan titk potong dua garis
lurus (intersection point- IP), B = permulaan tikungan, E = akhir tikungan.
Gambar 23. Tikungan di luar, untuk menghindarkan tajamnya tikungan
Untuk menghindarkan terlalu terjalnya jalan hutan, maka diambil
kebijaksanaan, jalan dibuat mengikuti/menyusuri garis kontur (gambar 24).
Walaupun konsekuensinya banyak tikungan harus dibuat.
Gambar 24. Jaringan jalan hutan mengikuti garis kontur, jalan relative datar.
Kestabilan kendaraan pada saat menikung: Pada gerakan menikung,
kendaraan tunduk kepada pengaruh gaya sentrifugal. Kestabilannya dicerminkan
oleh tetap tinggalnya kendaraan tersebut diatas jalan tanpa slip. Setiap
pengemudi mempunyai pengalaman bahwa ada kecenderungan kendaraan
tergelincir keluar ketika kendaraannya berlari kencang pada tikungan tajam.
Kecenderungan ini makin besar dengan semakin kecilnya radius tikungan dan
licinnya jalan. Untuk mengatasi masalah ini, untuk menambah kestabilan
kendaraan, pada setiap lingkungan diberikan ketinggian yang berbeda, bagian
yang lebih rendah (miring) terletak di bagian dalam tikungan dan diberikan
tambahan ketinggian atau tambak di sisi luarnya. Pada kecepatan rendah, radius
minimum dari tikungan sama besar dengan jari-jari terluar kendaraan ketika
menikung. untuk kendaraan yang panjang seperti truk, trailer dan semacamnya,
radius ini antara 15 dan 20 meter. Tetapi untuk menghindarkan pengereman
yang tiba-tiba dari kendaraan yang berat hendaknya radius minimum ini jauh
lebih besar dari jari-jari lingkaran luar kendaraan tersebut. Panjang radius ini
merupakan kompromi dari dua hal: Radius yang pendek mengakibatkan
kesulitan bagi kendaraan yang bersangkutan, sedang radius yang panjang
memerlukan biaya yang lebih tinggi dalam hal pembuatannya. namun demikian,

40 
 
secara umum kiranya dapat diberikan gambaran dari keperluan panjang radius,
seperti berikut:
Radius normal meter Radius minimum

Pada daerah yang hampir rata 100 40


pada daerah yang tidak rata 40 20
Radius kurang dari 300 meter, tikungan perlu diberi tanggul di sebelah
tepi luarnya. Hendaknya dimiringkan kearah dalam tikungan, makin kecil
radiusnya, makin miring tikungannya terutama pada jalan yang licin.

Jarak Pandang
Setiap pengemudi tahu, bahwa terdapat kehilangan waktu yang sangat
prinsip pada waktu menikung, akibat harus memperhatikan situasi di muka lalu
memperlambat kendaraan bahkan kadang-kadang harus berhenti. Kehilangan
waktu ini bervariasi antara ½ - 2 detik. Jarak dari tempat dimana pengemudi
dapat melihat keadaan di sebelah muka sebelum terlindung tikungan, disebut
Sight Distance. Setelah mengetahui keadaan di muka bumi dan ternyata
dianggap perlu untuk berhenti demi keselamatannya atau keselamatan
kendaraan lawannya, maka tempat berhenti ini disebut Stopping Distance.
Dari hasil penelitian, ditinjau dari segi keamanan lalu lintas, maka
ditentukan bahwa sight distance jaraknya dua kali lipat stopping distance. Ini
diperoleh berdasarkan pertimbangan/kompromi: ketinggian pandang pengemudi
diatas tanah/rintangan, kecepatan kendaraan tatkala menikung, daya cengkeram
permukaan jalan terhadap roda/ban dan bilamana perlu untuk menambah jarak
pandang, khusunya pada tikungan dengan radius kecil, menghilangkan
ketinggian rintangan itu (lihat Gambar 25). Rintangan itu seringkali berupa
vegetasi atau tonjolan. Menghilangkan tonjolan atau menebas vegetasi tersebut,
tidak perlu sampai serat carriageway, cukup member kemungkinan kepada
pengemudi diatas kendaraannya, bebas memandang ke muka, katakana
ketinggiannya, 1 – 1,25 meter diatas pusat carriageway, ini dinamakn Berm of
Visibility. Jarak pandang (sight distance) minimum harus memenuhi/berlaku

41 
 
kendatipun pada tikungan dengan radius kecil dan atau kendaraan berjalan
lambat.
Tabel berikut menggambarkan jarak pandang yang diperlukan pada kecepatan
kendaraan maksimum:
Tabel 2. Jarak Sight Distance pada kecepatan maksimum.

Permasalahan, baru terasa manakala kendaraan berpapasan, karena lalu


lintas di jalan hutan relative sedikit, maka ada kecenderungan, berlari cukup
kencang sementara menikung, pada hal tikungan terhalang bukit yang sukar
umtuk diadakan pemotongan. Pada bagian ini lebih baik dibuat dua jalur lalu
lintas yang dipisahkan dengan pemasangan tonggak-tonggak setinggi 1 – 1,5
meter dengan diameter 8 – 15 meter cm. (gambar 26).
Gambar 25. Visibility of Berm (tanda panah) pada tikungan tajam.
Gambar 26. Irisan melintang jalan pada puncak bukit, dengan tonggak-tonggak
pemisah jalur di tikungan. Tanda panah pada kiri atas menyatakan permukaan
tanah asal.
Gambar 27. Jalan lalu lintas dua jalur pada tikungan dengan ketinggian/elevasi
yang berbeda.
Apabila ternyata untuk menyelenggarakan pemotongan bukit itu terlalu
berat, missal berbatu, untuk menambah jarak pandang dapat dipasang cermin
cembung besar (curve mirror) pada tikungan sebelah luar, sehingga pengemudi
dapat melihat bebas kemuka.
Kalau keadaan lapangan memerlukan tikungan dengan radius yang kecil
(kurang dari 50 meter) di suatu lereng yang curam,lebih dari 80 %, untuk bagian
jalan termasuk daerah galian dan urugan, terkadang lebih mudah dan lebih
murah membangun jalan dua jalur disbanding satu jalur untuk jarak yang sama,
selain itu juga akan lebih baik dalam hal drainase (Gambar 27).
Kendaraan gandengan seperti logging truk dengan semi trailer, mendapat
kesukaran dalam menghadapi tikungan dengan radius kecil. Ketika arah roda
depan berpindah, maka ternyata roda belakang terlempar ke samping jalur
semula. Kendaraan, pada saat menikung, mengambil tempat lebih lebar dari

42 
 
lebar kendaraannya sendiri. Sehubungan denga itu, kiranya dianggap perlu
merencanakan membuat pelebaran pada samping kiri kanan jalan di tikungan,
atau cukup hanya sebelah dalam tikungan saja. Pelebaran tikungan ini makin
mengecil sesuai dengan makin jauhnya jalan meninggalkan tikungan (lihat
gambar 28). Tabel berikut,memberikan gambarn tentang
pelebaran tikungan yang bervariasi sesuai dengan perbedaan besarnya jari-jari
tikungan.
Tabel 3. Perencanaan Penambahan Lebar pada Tikungan.

Namun demikian, ada beberapa daerah khusus dimana tikungan tidak


diperkenankan walaupun sebenarnya didaerah itu menghendakinya, seperti
misalnya,di tempat pengurungan, arti kata tempat tersebut sangat lemah
kondisinya dan pada persimpangan/pertemuan dengan main roads.
Demikian pula apabila suatu saat ternyata jalan harus melintasi sungai,
pada lintasan ini, kendatipun jalan perlu menikung untuk beberapa saat harus
lurus (Gambar 29).
Gambar 28. Pelebaran bertahap pada tikungan.
Gambar 29. Tikungan ketika menghampiri jembatan.
Pembuatan Belokan/Tikungan
Seperti telah diuraikan terdahulu, bahwa tikungan adalah merupakan
“pengumpulan” dudut belok sebagai hasil pertemuan dua garis (jalan) lurus.
Belokan ini terbentuk dari busur lingkaran yang ditarik melalui garis bagi sudut
tersebut. Dengan adanya belokan ini perpindahan arah kendaraan dari satu arah
ke arah lainnya dapat berjalan lancer, tidak terpatah. Secara umum, bentuk
belokan kiranya dapat digambarkan seperti berikut:
Dari busur lingkaran ini akan ditentukan titik-titik dengan jumlah yang cukup,
hingga letak busur itu di lapangan dapat dilihat dengan jelas.
Di lapangan harus ditentukan lebih dahulu dengan piket, dua garis yang
lurus yang dihubungkan dengan busur lingkaran misalnya garis-garis AB dan
CD, selanjutnya harus diketahui pula jari-jari R lingkaran yang bersangkutan.

43 
 
Lebih dahulu akan ditentukan letak titik-titik utama busur lingkaran yang
terdiri:
a. Titik-titik awal dan akhir busur lingkaran yang terletak pada dua garis AB dan
CD, titik-titik ini dinamakan titik Tangent T1 dan T2 , merupakan titik singgung
garis AB dan CD pada lingkaran.
b. Titik tengah M dari busur T1 T2.
c. Titik P sebagai pusat lingkaran dan titik S sebagai titik potong garis AB dan
CD.
Titik-titik lain pada busur lingkaran yang diperlukan untuk menentukan
letak busur lingkaran di lapangan, dinamakan titik-titik detail belokan. Titik P
tidak dinyatakan di lapangan karena itu tidak dapat digunakan. Untuk dapat
menentukan titik-titik yang terletak diatas busur lingkaran cukuplah bila telah
diketahui dua garis AB dan CD yang dinyatakan oleh piket-piket A, B, C, D, dan
jari-jari R busur lingkaran yang dikehendaki, karena jari-jari R ditentukan pada
jalan untuk hubungannya dengan kecepatan kendaraan pada saat membelok,
demikian pula R untuk saluran air dapat mempengaruhi kecepatan derasnya air
(lihat pipa pertamina).
Titik-titik Tangent T1 dan T2 ditentukan dengan jaraknya dari titik S.
Karena sudut T1 SP = ½α, maka sudut T1 PS = ½β = 90ο - ½α, maka ST1 = ST2 =
R tg ½β.
Titik tengah M dapat ditentukan dengan melalui perhitungan jarak:
½
Sm = SP – PM = -r=r
½ ½
¼ ¼
=r X = r tg½β tg¼β
½ ¼

Selanjutnya buatlah di garis SP sejarak SM sebesar r tg½β tg¼β, maka didapat


tempat titik M.
Sebagai control, titik M dapat juga dicari dengan cara sebagai berikut:
Proyeksikan titik M pada garis SA dan SC, yaitu M1 dan M2; maka SM1= SM2 =
SM sin ½β dan MM1 = MM2 = T1N = PT1 – PN = r – r cos ½β = r(1 – cos ½β) = 2r
sin2¼β

44 
 
Buatlah pada garis SA dan SC jarak-jarak SM1 = SM2 = SM sin½β; maka didapat
tempat M1 dan M2 garis tegak lurus pada SA dan SC sepanjang M1M yang sama
dengan M2M = 2r sin2¼β, maka didapat titik M, yang apabila dihimpitkan dengan
titik M yang terdahulu, akan berimpit.
Contoh soal:
Dua buah garis membentuk sudut α sebesar 112ο 42’ 36”, harus dibuat
belokan dengan jari-jari r = 180 m. Tentukan titik-titik utama belokan tersebut.
Sudut α = 112ο 42’ 36”, maka ½α = 56ο 21’ 18”
Sudut β = 360ο – (180ο + <α) = 67ο 17’ 24”
½β = 33ο 38’ 42” dan ¼β = 16ο 49’ 21”’
berdasarkan rumus: ST1 = ST2 = r tg½β = 180 tg 33ο 38’ 42”
untuk mempermudah memperoleh nilai tangent dari sudut tersebut, dibantu
dengan daftar logaritma:
log ST1 = log ST2 = log 180 + log tg 33ο38’42”
= 2,25.527 + (9,82.317 – 10 )
=2,07.844
maka ST₁ = ST₂ = 119,795 m
Buatlah dari titik S jarak 119.795 m pada garis SA dan SC, maka
didapat titik-titik T₁ dan T₂.
Dengan menggunakan rumus r tg½β tg¼β :
SM = r tg½β tg¼β
= 180 tg 33ο 38’ 42” tg 16ο 49’ 21” ; diperoleh:
log 180 = 2,25 . 527
log tg 33ο 38’ 42” = 9,82 . 317 – 10
log tg 16ο 49’ 21” = 9,48 . 051 – 10
log SM = 1,55 . 895
jadi, SM = 36,220 m
Buatlah pada garis SP jarak 36,220 m, maka didapatlah titik tengah M dari
belokan.

45 
 
Cara lain untuk menentukan titik-titik tikungan sehingga membentuk suatu
busur tikungan adalah dengan membuat/membagi absis sama besar; misalnya
panjang potongan absis tersebut = a. (lihat gambar berikut):
maka koordinat titik-titik detail diperoleh sbb:
Titik 1; x1 = a
y1 = r – =r-√
Titik 2; x2 = 2a
y2 = r – =r-√ 4
Titik 3; x3 = 3a
y3 = r – =r-√ 9
Titik 4; x4 =4a
y4 = r – =r-√ 16
Namun demikian, dengan cara diatas titik detail pada busur belokan makin lama
makin membesar, sehingga tidak beraturan, oleh karenanya, pekerjaan yang
sama perlu diulang missal setelah titik ke lima.
Contoh:
Misal r = 180 m dan a = 10 m
maka titik 1; x1 = 10
y1 = 180 – √180 10 = 0,279
titik 2; x2 = 20
y2 = 180 - √180 20 = 1,112
titik 3; x3 = 30
y3 = 180 – √180 30 = 2,316
dan seterusnya.
Cara lain adalah cara termudah dengan catatan, lokasi yang akan dibuat
tikungan,datar atau mudah dicapai, yaitu dengan cara membuat beberapa sudut
di pusat tikungan, kemudian menarik r yang sama panjang berputar mengelilingi
pusat lingkaran atau tikungan tersebut.

46 
 
Membuat Tikungan
Seperti telah diuraikan terdahulu, bahwa tikungan adalah merupakan
“penumpulan” sudut belok sebagai hasil pertemuan dua garis (jalan) lurus.
Belokan ini terbentuk dari busur lingkaran yang ditarik melalui garis bagi sudut
tersebut. Tergantung kepada ketajaman sudut yang terbentuk dan tergantung
kepada kondisi tempat dimana akan dibuat tikungan,maka besar jari-jari tikungan
pun sangat bervariasi. Secara garis besar dapat dibedakan, jari-jari (radius – R)
besar apabila nilainya lebih dari 50 meter dan R kecil bila kurang dari 50 meter.
Untuk menetukan besarnya R pada suatu titik temu dua garis lurus yang
terjadi, DOMON, S. SUPARMAN (1990) mengemukakan suatu rumus:

R=
.

dimana, R = jari-jari (radius)


V = kecepatan kendaraan dalam m/detik
f = koefisien gesekan roda dengan permukaan jalan
g = gravitasi m/d2
Diasumsikan, untuk kecepatan kendaraan 50 – 100 Km/jam, maka f adalah 0,16
, sedang untuk kecepatan 100 Km/jam adalah 0,14. Sudut apit yang terbentuk,
dapat diukur dengan theodolit atau kompas, sedang jaraknya,dapat diukur denga
pita ukur.
BAMBANG PRANGGODO (1976), mengemukakan bahwa R ditetapkan
sama dengan R minimum atau lebih besar sesuai dengan keadaan lapangannya.
Selanjutnya, dikemukakan rumus: (gambar 30).
AM = R tg ½α dan
AT = R (sec ½α – 1)
Dengan didapatnya sudut A (diukur di lapangan),maka AM, AP dan AT dapat
diperoleh. sudut α = 180ο <A
Apabila memungkinkan, buatlah R sebesar-besarnya, makin kecilnya R
disesuaikan dengan makin sulitnya kondisi lapangan. R yang besar akan
memudahkan transportasi angkutan.
Gambar 30. Sket sudut belokan yang dapat dicapai di lapangan.

47 
 
Gambar 31. Sket sudut belokan yang tidak dapat dicapai di lapangan.
Pada suatu belokan dimana titik temu antara dua garis lurus (jalan) tidak
dapat dicapai, maka R tidak bisa ditentukan berdasarkan perkiraan di lapangan.
Untuk itu,disajikan rumus sebagai berikut: (lihat Gambar 31).
R=
½ ½

Apabila diperoleh R<Rmin , maka pemilihan titik E dan atau penarikan garis
DF melalui titik E harus diulang kembali sampai didapatkan R≥Rmin . Apabila ada
keyakinan bahwa R yang lebih besar sesuai dengan keadaan lapangan, R
tersebut dapat dipakai. Sudut D dan F begitu juga garis DF diukur dengan
cermat.
Dengan pengukuran kedua sudut tadi dapat diperoleh sudut α dan sudut
β. Selanjutnya R dapat dihitung. Denga rumus DM = DE = R tg½β dan FE = FP
= R tg½α diperoleh titik –titik M dan P. Untuk mencari titik T digunakan rumus
berikut:
KM = R sin ½ (α+β) dan
KT = R {1 – cos ½(α+β)}
Gambar 32. Mencari titik antara di lapangan
Dari titik M diukur 5 m untuk R 100 m dan 10 m untuk R 100 m kearah titik
A. Tarik gerak lurus AB sepanjang 25/R, (untuk titik antar 5 m, dan 50/R untuk
titik C tarik garis tegak lurus CD sehingga CD = AB. Maka apabila MB dan BD
dan seterusnya, dihubungkan, akan terbentuk arcus-arcus dari suatu lingkungan,
diluar itu, akan terbentuk busur lingkaran yang dicari.
Gambar 33. Membuat tikungan dengan metode baru
Merencanakan Pembuatan Tikungan dengan Metode Baru
Sama dengan uraian terdahulu, dengan metoda baru ini, penetapan besar
R (jari-jari) didasarkan kepada kondisi daerah, yaitu dengan mengestimit atau
memperkirakan. Demikian pula dalam hal ini menentukan panjang TL dan ES
(lihat Gambar 33) yaitu sebagai berikut:
TL = R cos½α R = TL tg ½α
ES = R (cosec ½α – 1)

48 
 

CL =

Keterangan: sudut α adalah sudut IA (intersecting Angle)


Sebagai hasil percobaan dan perhitungan yang dilakukan berulang-ulang
dan teliti, maka untuk menghindarkan pemakaian rumus berulang-ulang yan
tentu saja akan banyak menyita waktu pada pekerjaan di lapangan, maka
dengan memamfaatkan data berupa hasil ukur di lapangan sudut IA dan
perkiraan R, maka dibuatlah Tabel Tikungan seperti dapat dilihat pada lampiran.
Pengukuran pendahuluan di lapangan, sama halnya dengan pengukuran
untuk keperluan pemetaan. Mengukur jarak (lapangan) dengan pita ukur,
mengukur azimuth dengan kompas dan mengukur kelerangan dengan
clinometers, atau ketiganya dapat diukur sekaligus dengan alat ukur yang
disebut BTM (Boussole Trance Montagne) atau semacamnya.
Data hasil pengukuran, dicantumkan pada Buku Kerja yang bentuknya seperti
table berikut:
Tabel 4. Contoh Buku Kerja
Dari table diatas, untuk keperluan pengisiannya, dapat diterangkan lebih
lanjut seperti berikut:
Kolom No…, diisi dengan angka 1, 2, 3, …..dst. Merupakan nomor patok/tongkat
sementara di lapangan, dapat dibuat dari cabang pohon dengan diameter lebih
kurang 3 cm. Setinggi 50 cm. Sebelah puncaknya dicat kuning untuk
memudahkan ditemui seandainya ahrus kembali sekali lagi ke lapangan.
Kolom Azimuth, didisi dengan data hasil ukur sudut datar yang merupakan arah
garis/jalan, jadi bukan besar sudut yang diapit oleh dua garis garis lurus. Sudut
arah ini harus senantiasa diacu oleh arah Utara dari kompas/theodolith.
Kolom Jarak Lapangan; jarak yang diperoleh sebagai hasil pengukuran dengan
pita meteran/alat ukur lain, antara dua titik, mengikuti keadaan/bentuk lapangan.
Kolom Kelerangan; diisi dengan besar sudut yang terbentuk antara garis jarak
lapangan dengan garis horizontal, sudut yang berhadapan dengan garis Beda-
tinggi, ini bisa positif (tanjakan) bisa negative (turunan), pengukurannya dapat
dengan clinometers dapat pula dengan theodolith dan pengukur level lain.

49 
 
Kolom jarak datar; diisi, sebenarnya, bukan di lapangan, karena memerlukan
perhitungan lain atau memerlukan bantuan kalkulator.
Jarak datar ini diperlukan untuk penggambaran peta dari daerah yang
bersangkutan. Garis b menyatakan beda-tinggi.
Kolom R; diisi dari hasil estimasi panjang R di lapangan disesuaikan keadaan
dan keperluannya, nilainya langsung dalam bentuk jarak datar.
Sebagai hasil ukur jarak lapangan, antara No. 1, No. 2, No. 3, dan
seterusnya, bukan tidak mungkin apabila digambarkan di atas kertas,merupakan
serangkaian garis-garis patah yang dapat dirata-ratakan menjadi satu garis lurus
dengan konsekuensi ada galian dan urugan.
Apabila data dari Tabel. 4. sudah “dimasak”, dengan didukung oleh Tabel
Tikungan (terlampir) yang kemudian dimasukkan ke dalam Tabel 5. Berikut, peta
jalan hutan sudah dapat digambarkan dan diserahkan kepada pemberi
pekerjaan.

Tabel 5. Buku Kerja (hasil pengukuran)

Dari tabel diatas, selanjutnya dapat ditransformasikan ke dalam table 6.


Dengan bantuan Tabel Tikungan (terlampir) table tersebut dapat diisi komponen-
komponen yang diperlukannya. Data dari Tabel 6, dapat digambar petanya
dengan bantuan garisan, busur derajat dan jangka (kompas).
Tabel 6. Data hasil pengukuran di lapangan (lihat lampiran)

Keterangan dari Tabel 6:


IP = Intersecting Point; merupakan titik potong antara dua garis lurus, garis
mana merupakan garis rata-rata dari beberapa garis hasil ukur di
lapangan. Pada IP ini kelak akan dibuat tikungan.
BP = Beginning Point; merupakan titik awal dari pengukuran, titik ini biasanya
terletak di tepi jalan umum/access road atau di tepi sungai yang sudah
diketahui koordinatnya.

50 
 
No = Diisi dengan setiap titik yang dijumpai dipeta/lapangan tanpa
menghiraukan No. pada Tabel 5 atau Tabel 4.
SD = Single Distance; jarak antara titik-titik dipeta/lapangan. Jangan disamakan
dengan jarak hasil ukur seperti pada Tabel 5.
TD = Total Distance; merupakan jumlah jarak dari SD pada setiap titik yang
dijumpai.
DA = Direct Angle; sebenarnya nilainya sama dengan nilai dari azimuth (Tabel
5) tetapi disini merupakan arah dari garis/jalan yang sudah dirata-ratakan.
IA = Intersecting Angle; merupakan besar sudut tikungan, nilainya dapat
diperoleh dari: IA = 180ο – Ѳ (Gambar 33).
R = Radius; adalah jari-jari tikungan pada titik-titik IP.
ES = External Secant; Jarak antara IP dengan pertengahan busur tikungan
(MC), diperoleh dari table tikungan (EC), nilainya diperoleh dari table
terlampir, untuk menetukan titik MC di lapangan (garis kosong luar).
CL = Curve Length; panjang busur tikungan, yaitu jarak antara BC melalui MC
samapi di EC.
EP = End Point; adalah merupakan titik akhir dari pengukuran.
0= Merupakan titik pusat dari tikungan.
MC = Middle of Curve

51 
 
BAB VI. APLIKASI PENGETAHUAN MEKANIKA TANAH DALAM
PEMBUATAN JALAN HUTAN

A. Tegakan Hutan dan Pohon-Pohon


Umumnya hutan tropis-darat dipenuhi oleh beberapa ratus species
tumbuhan yang berbeda. Dibeberapa Negara hanya sedikit species yang
dipungut pada saat ini sesuai dengan species utama yang komersil.
Misalnya di Nigeria dan Ghana, sekitar 30-50 species yang dianggap
komersil pada tahun 1973. Dengan rata-rata volume 15-35 m3 dari kayu bulat per
hektar (tanpa kulit). Rata-rata volume dari setiap pohon yang dipungut sekitar
10 m3 (tanpa kulit), maka setiap hektar hanya 1-3 pohon saja. Ukuran yang besar
dari log dan banyaknya pohon yang dipungut merupakan factor penentu
ekonomis pada penentuan letak jalan, design dan kerapatan jaringan jalan.
Dapat diasumsikan, suatu jaringan jalan dengan kerapatan 15 m per
hektar dan total kayu yang dipungut 30 m3 per hektar, biaya pembuatan jalan
untuk setiap meter kubik kayu terhitung ekivalen dengan biaya pembuatan jalan
sepanjang 0,5 m.

B. Teknik Pembuatan Jalan pada Tanah dengan Daya Dukung Rendah

Di suatu wilayah yang tanahnya hanya terdiri dari lempung (silt), liat (clay)
atau tanah organisasi (organic soils), dengan jumlah curah hujan yang tinggi,
diperlukan teknik khusus dari pembuatan jalan dalam rangka menjamin
kontinuita angkutan log dan pembukaan wilayah hutan.

1. Letak Jaringan Jalan Hutan

Di daerah berbukit-bukit dan lapangan curam, hendaknya di bangun jalan


paunggung (ridge roads), seandainya memungkinkan,atau jaln hendaknya
dibangun pada lereng tebing.Khususnya pada wilayah dengan kondisi yang sulit,
ketentuan dari kerapatan jaringan jalan, adalah paling penting.Kerapatan
jaringan jalan sangat tergantung kepada jarak rata-rata pengolahan (system
pengolahan,yang diterapkan, ekonomi yang optimum dari pengolahan dengan

52 
 
menggunakan traktor ban baja, traktor ban karet, logging dengan cable-crane,
dsb).
VON SEGEBADEN (1974), mengembangkan suatu bentuk formula untuk
menggambar kerapatan optimum dari jalan dengan menerangkan suatu factor
koreksi untuk keadaan lapangan. Misal, rata-rata kegiatan pengolahn sejauh 600
meter pada daerah berbukit formula berikut kiranya dapat diterapkan untuk
menentukan kerapatan jalan :
, dimana

= kerapatan jaringan jalan (meter per Ha)


= jarak sarad rata-rata (Km)
= konstanta yang terdiri
4 – 5 untuk daerah datar dan tidak rata
5 – 7 untuk wilayah berbukit
7 – 9 untuk daerah yang curam
9 atau lebih untuk daerah sangat curam.
Dengan formula tersebut, permasalahan diatas dapat diperoleh :
----------- 10
,

jadi, = 10 m/Ha.
Letak umum dari jaringan jalan hutan, boleh direncanakan dengan melalui
potret udara atau peta dengan garis kontur. Apabila hal ini tidak memungkinkan,
dengan bantuan pemandangan keadaan topografi hasil survai, dapat pula
dilaksanakan. Dari hasil survai tersebut, tempat khusus dari keadaan lapangan,
misalnya : bentuk wilayah, tanah, aliran arus air, daerah bercadas/batu, erapatan
tegakan dan data lain yang diperlukan untuk menghasilkan lokasi optimum dari
jalan. Sesuai dengan perolehan informasi ini poros dari rute jalan hendaknya
digambar pada peta dan setelah disurvai lagi, jalur jalan yang paling tepat dapat
ditentukan.
Umumnya, jalur jalan disurvai dengan menggunakan abney-level atau
meridian clinometers, di beberapa perusahaan , survai dilakukan dengan alat
kelerengan (misal theodolith). Untuk mensurvai 1 Km yang dilakukan oleh

53 
 
seorang surveyor, seorang ahli topografi, seorang forester dan dua orang
pembantu, diperlukan 8,3 man-days.

2. Penebangan dan Operasi Pembersihan

Pada suatu wilayah dengan daya dukung tanah sangat rendah, setelah
penebangan pohon sepanjang jalur jalan, pembersihan dan pembuangan
tonggak dapat dilakukan dengan menggunakan crawler-tractor berukuran 65 Hp
atau kadang yang lebih ringan dan tenaga lebih kecil. Biasanya,lebar minimum
pembersihan dapat 18 meter. Untuk pembersihan sepanjang 1 Km dengan
kampak dan parang 15 man-days yang dilaksanakan oleh lima orang.

3. Penggusuran Tanah dan Pembentukan Lapisan Dasar

Tergantung kepada jumlah tanah yang digusur, penggusuran tanah


dengan menggunakan traktor berukuran 65 Hp. Diperlukan 10 – 20 hari untuk
setiap kilometer pembuatan lapisan dasar jalan. Di atas lapisan yang telah
disiapkan tadi, diletakkan beberapa kayu bulat dengan diameter tengah rata-rata
10 cm, dengan panjang 4 meter, sebagai alas pada posisi memanjang arah jalan
dan lapisan ke dua diletakkan tegak lurus pertama. Log yang diameter
tengahnya lebih besar, dikupas dengan kampak dan kemudian diangkut dan
disusun dengan tangan, dengan jarak sejauh 5 meter dengan lebar 4 meter,
dapat dikerjakan oleh satu man-day (gambar 5).
Selain menggunakan log pada lapisan dasar dengan daya dukung tanah
yang rendah, salah satu yang juga dapat digunakan adalah semacam lapisan
yang tidak bergelombang, khususnya untuk menjamin tidak terjadinya
pencampuran lapisan dasar dengan lumpur, tanah liat atau tanah yang berdaya
dukung rendah.
Di pasaran terdapat beberapa macam bahab tersebut : Linz PP non
woven fabric yang bertipe TS300, panjang 250 meter dan lebar 2,40 m atau 125
m x 4,60 m atau tipe TS400 dengan panjang 160 m, lebar 2,50 atau 80 m x 4,80
m (gambar 6).

54 
 
Bahannya, benar-benar tahan terhadap karat, diartikan tidak berbahaya
pada pencemaran air tanah, sangat tahan lama dipakai dan tidak mudah sobek
(tergantung dari tipenya, dengan kekuatan 40 – 60 kp dapat lebih tahan lama
80 %). Bahan ini mudah direkat dengan menggunakan kompor gas yang dapat
menghaluskan permukaan dengan menginjaknya menuju kearah
penggulungnya atau juga dapat dijahit dengan mesin jahit portable. Dengan dua
orang bekerja bersama dapat dikerjakan setiap jam orang (man-hour) sepanjang
75 meter. Kurang lebih 1500 m2 dapat tertutup oleh tiap jam orang. Misalnya,
lebar jalan 4 meter dapat dikerjakan oleh setiap man-hour sepanjang 370 meter.

4. Kerikil/Batuan Pemberian

Setelah bidang dasar dilapisi denga log atau lapisan berupa non-woven
fabric, selanjutnya dilapisi oleh batuan atau kerikil. Di Negara sedang
berkembang, penebaran batuan dengan tangan manusia kerapkali dilakukan
dengan pertimbangan factor ekonomi. Tetapi betapapun terakhir kalinya tetap
diperlukan mesin grader untuk menggilasnya. Penggilas ringan atau bulldozer
dipergunakan untuk memadatkan material pengerasan tadi langsung pada saat
dump truck menurunkan batuan yang berjalan sambil mundur pada jalan yang
baru saja dilapisi (gambar 7).

55 
 
BAB VIII. PERKERASAN JALAN HUTAN

A. Sejarah Perkerasan Jalan

Sejarah perkerasan jalan dimulai bersamaan dengan sejarah umat


manusia itu sendiri yang selalu berhasrat untuk mencarikebutuhan hidup dan
berkomunikasi dengan sesame. Dengan demikian perkembangan jalan saling
berkaitan dengan perkembangan umat manusia. Perkembangan teknik jalan
seiring dengan berkembangnya teknologi yang ditemukan umat manusia.
Pada awalnya jalan hanyalah berupa jejak manusia yang mencari
kebutuhan hidup ataupun sumber air. setelah manusia mulai hidup berkelompok
jejak-jejak itu berubah menjadi jalan setapak. Dengan mulai dipergunakannya
hewan-hewan sebagai alat transportasi, jalan mulai dibuat rata. Jalan yang
diperkeras pertama kali ditemukan di Mesopotania berkaitan dengan
ditemukannya roda sekitar 3500 tahun sebelum masehi.
Konstruksi perkerasan jalan berkembang pesat pada zaman keemasan
Romawi. Pada saat itu telah mulai dibangun jalan-jalan yang terdiri dari
beberapa lapis perkerasan. Perkembangan konstruksi perkerasan jalan seakan
terhenti dengan mundurnya kekuasaan Romawi sampai awal abad ke 18. Pada
saat itu beberapa ahli dari Perancis, Skotlandia menemukan system-sistem
konstruksi perkerasan jalan yang sebagian sampai saat ini masih umum
digunakan di Indonesia maupun di Negara-negara lain di dunia.
John Louden Mac Adam (1756-1836), orang skotlandia memperkenalkan
konstruksi perkerasan yang terdiri dari batu pecah atau batu kali, pori-pori
diatasnya ditutup dengan batu yang lebih kecil/halus. Jenis perkerasan ini
terkenal dengan nama perkerasan Mac Adam. Untuk memberikan lapisan yang
kedap air, maka di atas lapisan Mac Adam diberi lapisan aus yang menggunakan
aspal sebagai bahan pengikat dan ditaburi pasir kasar.
Perkerasan Mac Adam
Gambar 1.1

56 
 
Pierre Marie Jerome Tresaguet (1716-1796) dari Perancis
mengembangkan system lapisan batu pecah yang dilengkapi dengan drainase,
kemiringan melintang serta mulai menggunakan pondasi batu.
Thomas Telford (1757-1834) dari Skotlandia membangun jalan mirip
dengan apa yang dilaksanakan Tresaguet. Konstruksi perkerasannya terdiri dari
batu pecah berukuran 15/20 sampai 25/30 yang disusun tegak. Batu-batu kecil
diletakkan diatasnya untuk menutup pori-pori yang ada dan memberikan
permukaan yang rata. Sistem ini terkenal dengan nama system Telford. Jalan-
jalan di Indonesia yang dibuat pada jaman dahulu sebagian besar merupakan
system jalan Telford, walaupun diatasnya telah diberikan lapisan aus dengan
pengikat aspal.
Perkerasan jalan dengan menggunakan aspal sebagai bahan pengikat
telah ditemukan pertama kali di Babylon pada 625 tahun Masehi, tetapi
perkerasan jenis ii tidak berkembang sampai ditemukannya kendaraan bermotor
bensin oleh Gottlieb Daimler dan Karl Benz pada tahun 1880. Muali tahun 1920
sampai sekarang teknologi konstruksi perkerasan dengan menggunakan aspal
sebagai bahan pengikat maju pesat. Konstruksi perkerasan mengunakan semen
sebagai bahan pengikat telah ditemukan pada tahun 1828 di London, tetapi
sama halnya dengan perkerasan menggunakan aspal, perkerasan ini mulai
berkembang pesat sejak awal tahun 1900 an.
Catatan tentang jalan di Indonesia tak banyak dapat ditemukan.
Pembangunan jalan yang tercatat dalam sejarah bangsa Indonesia adalah
pembangunan jalan pos pada zaman pemerintahan Daendels, yang dibangun
dari Anyer di Banten sampai Banyuwangi di Jawa Timur, membentang
sepanjang pulau Jawa. Pembangunan tersebut dilakukan dengan kerja paksa
pada akhir abad ke 18. Tujuan pembangunan pada saat itu terutama untuk
kepentingan strategi. Dimasa “tanaman paksa” untuk memudahkan
pengangkutan hasil tanaman, dibangun juga jalan-jalan yang merupakan cabang
dari jalan pos terdahulu.
Di luar pulau Jawa pembangunan jalan hamper tidak berarti, kecuali di
sekitar daerah tanaman paksa di Sumatera Tengah dan Utara. Awal tahun 1970

57 
 
Indonesia mulai membangun jalan-jalan dengan klasifikasi yang lebih baik, hal ini
ditandai dengan diresmikannya jalan tol pertama pada tanggal 9 Maret 1978
sepanjang 53.0 km, yang menghubungkan kota Jakarta – Bogor – Ciawi dan
terkenal dengan nama Jalan Tol Jagorawi.

B. Jenis Konstruksi Perkerasan

Berdasarkan bahan pengikatnya kntruksi perkerasan jalan dapat


dibedakan atas :
a. Konstruksi perkerasan lentur (flexible pavement), yaitu perkerasan yang
menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Lapisan-lapisan perkerasannya
bersifat memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar.
b. Konstruksi perkerasan kaku (rigid pavement), yaitu perkerasan yang
menggunakan semen (portland cement) sebgai bahan pengikat. Pelat beton
dengan atau tanpa tulangan diletakkan diatas tanah dasar dengan atau tanpa
lapis pondasi bawah. Beban lalu lintas sebagian besar dipikul oleh pelat
beton.
c. Konstruksi perkerasan komposit (composite pavement), yaitu perkerasan
kaku yang dikombinasikan dengan perkerasan lentur dapat berupa
perkerasan lentur diatas perkerasan kaku, atau perkerasan kaku di atas
perkerasan lentur.
Perbedaan utama antara perkerasan kaku dan perkerasan lentur diberikan pada
Tabel di bawah ini.
Perkerasan Lentur Perkerasan Kaku
1 Bahan pengikat Aspal Semen
2 Repetisi beban Timbul rutting (lendutan pada Timbul retak-retak pada
jalur roda) permukaan
3 Penurunan dasar Jalan bergelombang Bersifat sebagai balok di
(mengikuti tanah dasar) atas perletakan
4 Perubahan Modulus kelakuan berubah. Modulus kekakuan tidak
temperature Timbul tegangan dalam yang berubah .
kecil. Timbul tegangan dalam
yang besar

58 
 
C. Kriteria Konstruksi Perkerasan Lentur

Guna dapat memberikan rasa aman dan nyaman kepada si pemakai


jalan, maka konstruksi perkerasan jalan haruslah memenuhi syarat-syarat
tertentu yang dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok yaitu:
SYARAT-SYARAT BERLALU LINTAS
Kontruksi perkerasan jalan lentur dipandang dari keamanan dan kenyamanan
berlalu lintas haruslah memnuhi syarat-syarat sbb:
a. Permukaan yang rata, tidak bergelombang, tidak melendut dan tidak
berlubang.
b. Permukaan cukup kaku, sehingga tidak mudah berubah bentuk akibat beban
yang bekerja di atasnya.
c. Permukaan cukup kesat, memberikan gesekan yangbaik antara ban dan
permukaan jalan sehingga tak mudah selip.
d. Permukaan tidak mengkilap, tidak silau jika kena sinar matahari.
SYARAT-SYARAT KEKUATAN/STRUKTURAL
Konstruksi perkerasan jalan dipandang dari segi kemampuan memikul dan
menyebarkan beban, haruslah memenuhi syarat-syarat:
a. Ketebalan yang cukup sehingga mampu menyebarkan beban/muatan lalu
lintas ke tanah dasar.
b. Kedap terhadap air, sehingga air tidak mudah meresap ke lapisan
dibawahnya.
c. Permukaan mudah mengalirkan air, sehingga air hujan yang jatuh di
atasnyadapat cepat dialirkan.
d. Kekakuan untuk memikul beban yang bekerja tanpa menimbulkan deformasi
yang berarti.
Untuk dapat memenuhi hal-hal tersebut di atas, perencanaan dan pelaksanaan
konstruksi perkerasan lentur jalan haruslah mencakup:
1. Perencanaan tebal masing-masing lapisan perkerasan.
Dengan memperhatikan daya dukung tanah dasar, beban lalu lintas yang
akan dipikulnya, keadaan lingkungan, jenis lapisan yang dipilih, dapatlah

59 
 
ditentukan tebal masing-masing lapisan berdasarkan beberapa metode yang
ada.
2. Analisa campuran bahan.
Dengan memperhatikan mutu dan jumlah bahan setempat yang tersedia,
direncanakanlah suatu susunan campuran tertentu sehingga terpenuhi
spesifikasi dari jenis lapisan yang dipilih.
3. Pengawasan pelaksanaan pekerjaan.
Perencanaan tebal perkerasan yang baik, susunan campuran yang
memenuhi syarat, belumlah dapat menjamin dihasilkannya lapisan
perkerasan yang memenuhi apa yang diinginkan jika tidak dilakukan
pengawasan pelaksanaan yang cermat mulai dari tahap penyiapan lokasi dan
material sampai tahp pencampuran atau penghamparan dan akhirnya pada
tahap penadatan dan pemeliharaan.
Disamping itu tak dapat dilupakan system pemelihraan yang terencana dan tepat
selama umur pelayanan, termasuk di dalamnya system drainase jalan tersebut.

D. JENIS DAN FUNGSI LAPISAN PERKERASAN

Konstruksi perkerasan lentur terdiri dari lapisan-lapisan yang diletakkan


diatas tanah dasar yang telah dipadatkan. Lapisan-lapisan tersebut berfungsi
untuk menerima beban lalu lintas dan menyebarnya ke lapisan di bawahnya.
Pada gambar 2.1 terlihat bahwa beban kendaraan dilimpahkan
keperkerasan jalan melalui bidang kontak roda berupa beban terbagi rata Po.
Beban tersebut diterima oleh lapisan permukaan dan disebarkan ke tanah dasar
menjadi P1 yang lebih kecil dari daya dukung tanah dasar.
Penyebaran beban roda melalui lapisan perkerasan jalan (Gambar 2.1)
Konstruksi perkerasan jalan:
1. Lapisan permukaan (surface course)
2. Lapisan pondasi atas (base course)
3. Lapisan pondasi bawah (subbase course)
4. Lapisan tanah dasar (subgrade)

60 
 
Lapisan permukaan (surface course)

Lapisan pondsi atas (base course)

Lapisan pondasi bawah (subbase course)

lapisan tanah dasar (subgrade)


Susunan lapis konstruksi perkerasan lentur (Gambar 2.2)

Beban lalu lintas yang bekerja di atas konstruksi perkerasan dapat dibedakan
atas:
1. Muatan kendaraan berupa gaya vertical
2. Gaya rem kendaraan berupa gaya horizontal
3. Pukulan roda kendaraa berupa getaran-getaran
Karena sifat penyebaran gaya maka muatan yang diterima oleh masing-masing
lapisan berbeda dan semakin ke bawah semakin kecil.
Lapisan permukaan harus mampu menerima seluruh jenis gaya yang bekerja,
lapisan pondasi atas menerima gaya vertical dan getaran, sedangkan tanah
dasar dianggap hanya menerima gaya vertical saja.
Oleh karena itu terdapat perbedaan syarat-syarat yang ahrus dipenuhi oleh
masing-masing lapisan.

1. Lapisan Permukaan (Surface Course)

Lapisan yang terletak paling atas disebut lapis permukaan dan berfungsi
sebagai:
a. Lapis perkeresan penahan beban roda,lapisan mempunyai stabilitas tinggi
untuk menahan beban roda selama masa pelayanan.
b. Lapis kedap air, sehingga air hujan yang jatuh di atasnya tidak meresap
ke lapisan di bawahnya dan melemahkan lapisan-lapisan tersebut.

61 
 
c. Lapis aus (wearing course), lapisan yang langsung menderita gesekan
akibat rem kendaraan sehingga mudah menjadi aus.
d. lapis yang menyebarkan beban ke lapisan bawah, sehingga dapat dipikul
oleh lapisan lain ynag mempunyai daya dukung yang lebih jelek.
Guna dapat memenuhi fungsi tersebut di atas, pada umumnya lapisan
permukaan dibuat dengan menggunakan bahan pengikat aspal sehingga
menghasilkan lapisan yang kedap air dengan stabilitas yang tinggi dan daya
tahan yang lama.
Jenis lapis permukaan yang umumdipergunakan di Indonesia antara lain:
1. Lapisan bersifat nonstructural, berfungsi sebagai lapisan aus dan kedap air
antara lain:
a. Burtu (laburan aspal satu Lapis), merupakan lapis penutup yang terdiri
dari lapisan aspal yang ditaburi dengan satu lapis aggregate bergradasi
seragam, dengan tebal maksimum 2 cm (19).
b. Burda (laburan aspal dua lapis),merupakan lapis penutup yang terdiri dari
lapisan aspal ditaburi aggregate yang dikerjakan dua kali secara
berturutan dengan tebal maksimum 3,5 cm (24).
c. Latasir (lapis tipis aspal pasir), merupakan lapis penutup yang terdiri dari
lapisan aspal dan pasir alam bergradasi menerus dicampur, dihampar dan
dipadatkan pada suhu tertentu dengan tebal padat 1-2 cm (17).
d. Buras (laburan aspal), merupakan lapis penutup terdiri dari lapisan aspal
taburan pasir dengan ukuran butir maksimum 3/8 inch (18).
e. Latasbum (lapis tipis asbuton murni), merupakan lapis penutup yang
terdiri dari campuran asbuton dan bahan pelunak dengan perbandingan
tertentu yang dicampur secara dingin dengan tebal padat maksimum 1 cm
(21).
f. Lataston (lapis tipis aspal beton), dikenal dengan nama hot roll sheet
(HRS), merupakan lapis penutup yang terdiri dari campuran antara
agregat bergradasi timpang, mineral pengisi (filter) dan aspal keras
dengan perbandingan tertentu, yang dicampur dan dipadatkan dalam
keadaan panas. Tebal padat antara 2,5 – 3 cm (22).

62 
 
Jenis lapisan permukaan tersebut di atas walaupun bersifat non structural, dapat
menambah daya tahan perkeresan terhadap penurunan mutu, sehingga secara
keseluruhan menambah masa pelayanan dari konstruksi perkeresan ini terutama
digunakan untuk pemeliharaan jalan.
2. Lapisan bersifat structural, berfungsi sebagai lapisan yang menahan dan
menyebarkan beban roda.
a. Penetrasi Macadam (Lapen), merupakan lapis perkerasan yang terdiri dari
agregat pokok dan agregat pengunci bergradasi terbuka dan seragam
yang diikat oleh aspal dengan cara disemprotkan di atasnya dan
dipadatkan lapis demi lapis. Di atas lapen ini biasanya diberi laburan
aspal dengan agregat penutup (16). Tebal lapisan dapat bervariasi dari 4-
10 cm.
b. Lasbutag merupakan suatu lapisan pada konstruksi jalan yang terdiri dari
campuran antara agregat, asbuton dan bahan pelunak yang diaduk,
dihampar dan dipadatkan secara dingin (20). Tebalpadat tiap lapisan
antara 3 – 5 cm.
c. Laston (lapis aspal beton), merupakan suatu lapisan pada knstruksi jalan
yang terdiri dari campuran aspal keras dan agregat yang mempunyai
gradasi menerus dicampur, dihampar dan dipadatkan pada suhu tertentu.

2. Lapisan Pondasi Atas (Base Course)

Lapisan perkeresan yang terletak diantara lapis pondasi bawah dan lapis
permukaan dinamakan lapis pondasi atas (base course).
Fungsi lapisan pondasi atas ini antara lain sebagai:
a. Bagian perkeresan yang menahan gaya lintang dari beban roda dan
menyebarkan beban ke lapisan di bawahnya.
b. Lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah
c. Bantalan terhadap lapisan permukaan
Material yang akan digunakan untuk lapis pondasi atas adalah material yang
cukup kuat. Untuk lapis pondasi atas tanpa bahan pengikat umumnya

63 
 
menggunakan material dengan CBR > 50% dan Plastisidas Indeks (PI) < 4%.
Bahan-bahan alam seperti : batu pecah, kerikil pecah, stabilitas tanah dengan
semen dan kapur dapat digunakan sebagai lapis pondasi atas.
Jenis lapis pondasi atas yang umum diperguakan di Indonesia antara lain:
1. Agregat bergradasi baik dapat dibagi atas:
batu pecah kelas A
batu pecah kelas B
batu pecah kelas C
Batu pecah kelas A mempunyai gradasi yang lebih kasar dari batu pecah
kelas B, batu pecah kelas B lebih kasar dari pada batu pecah kelas C.
Kriteria dari masing-masing jenis lapisan di atas dapat diperoleh pada
spesifikasi yang diberikan.
Sebagai contoh diberikan persyaratan gradasi dari lapisan pondasi atas kelas
B (14):
Lapis pondasi kelas B terdiri dari campuran kerikil dan kerikil pecah atau batu
pecah dengan berat jenis yang seragam, dengan pasir, lanau atau lempung
dengan persyaratan di bawah ini:
ASTM standard sieve Persentase berat butir yang lewat
1½” 100
1” 60 -100
3 55 – 85
4
No. 4 35 – 60
No. 10 25 – 50
No. 40 15 – 30
No. 20 08 – 15
Partikel yang mempunyai diameter kurang dari 0,02 mm harus tidak 3 % dari
berat total contoh bahan yang diuji.
2. Pondasi Macadam
3. Pondasi Telford
4. Penetrasi Macadam (Lapen).
5. Aspal beton pondasi (Asphalt Concrete Base/ Asphalt Treated Base).
64 
 
6. Stabilisasi yangterdiri dari:
a. Stabilisasi agregat dengan semen (Cement Treated Base)
b. Stabilisasi agregat dengan kapur (Lime Treated Base)
c. Stabilisasi agregat dengan aspal (Asphalt Treated Base).

3. Lapisan Pondasi Bawah (Subbase Course)

Lapisan perkeresan yang terletak antara lapis pondasi atas dan tanah
dasar dinamakan lapis pondasi bawah (subbase).
Lapis pondasi bawah ini berfungsi sebagai:
a. Bagian dari konstruksi perkerasan untuk menyebarkan beban roda ke
tanah dasar. Lapisan ini harus cukup kuat, mempunyai CBR 20% dan
Plastisidas Indeks (PI) ≤ 10%.
b. Effisiensi penggunaan material. Material pondasi bawah relative murah
dibandingkan dengan lapisan perkeresan diatasnya.
c. Mengurangi tebal lapisan di atasnya yang lebih mahal.
d. Lapis peresapan, agar air tanah tidak berkumpul di pondasi.
e. Lapisan pertama, agar pekerjaan dapat berjalan lancar. Hal ini
sehubungan dengan kondisi lapangan yang memaksa harus segera
menutup tanah dasar dari pengaruh cuaca atau lemahnya daya dukung
tanah dasar menahan roda-roda lat besar.
f. Lapisan untuk mencegah partikel-partikel halusdari tanah dasar naik ke
lapis pondasi atas. Untuk itu lapisan pondasi bawah haruslah memenuhi
syarat filter yaitu:

dimana:
D15 = diameter butir pada keadaan banyaknya persen yang lolos = 15%
D85 = diameter butir pada keadaan banyaknya persen yang lolos = 85%

65 
 
Jenis lapisan pondasi bawah yang umum dipergunakan di Indonesia antara lain :
1. Agregat bergradasi baik, dibedakan atas:
a. Sirtu/Pitrun kelas A
b. Sirtu/Pitrun kelas B
c. Sirtu/Pitrun kelas C
Sirtu kelas a bergradasi lebih kasar dari sirtu kelas B, yang masing-masing
dapat dilihat pada spesifikasi yang diberikan.
2. Stabilisasi
a. Stabilisasi agregat dengan semen (Cement Treated Subbase)
b. Stabilisasi agregat dengan kapur (Lime Treated Subbase)
c. Stabilisasi tanah dengan semen (Soil Cement Stabilization)
d. Stabilisasi tanah dengan kapur (Soil Lime Stabilization)

d. Lapisan Tanah Dasar (Subgrade)

Lapisan tanah setebal 50-100 cm di atas mana akan diletakkan lapisan


pondasi bawah dinamakan lapisan tanah dasar. Lapisan tanah dasar dapat
berupa tanah asli yang dipadatkan jika tanah aslinya baik, tanah yang
didatangkan dari tempat lain dan dipadatkan atau tanah yang distabilisasi
dengan kapur atau bahan lainnya. Pemadatan yang baik diperoleh jika dilakukan
pada kadar air optimum dan diusahakan kadar air tersebut konstan selama umur
rencana. hal ini dapat dicapai dengan pelengkapan drainase yang memenuhi
syarat.
Ditinjau dari muka tanah asli, maka lapisan tanah dasar dibedakan atas:
a. Lapisan tanah dasar, tanah galian
b. Lapisan tanah dasar, tanah timbunan
c. Lapisan tanah dasar, tanah asli
Janis tanah dasar ditinjau dari muka tanah asli
Gambar2.3.
Sebelum diletakkan lapisan-lapisan lainnya, tanah dasar dipadatkan terlebih
dahulu sehingga tercapai kestabilan yang tinggi terhadap perubahan volume.

66 
 
Kekuatan dan keawetan konstruksi perkeresan jalan sangat ditentukan oleh sifat-
sifat daya dukung tanah dasar. Masalah-masalah yang sering ditemui
menyangkut tanah dasar adalah:
1. Perubahan bentuk tetap dari jenis tanah tertentu akibat beban lalu lintas.
Perubahan bentuk yang besar akan mengakibatkan jalan tersebut rusak.
Tanah-tanah dengan plastisitas tinggi cenderung untuk mengalami hal
tersebut. Lapisan-lapisan tanah lunak yang terdapat di bawah tanah dasar
harus diperhatikan. Daya dukung tanah dasar ynag ditunjukkan oleh nilai
CBRnya dapar merupakan indikasi dari perubahan bentuk yang dapatterjadi.
2. Sifat mengembang dan menyusut dari tanah tertentu akibat perubahan kadar
air. Hal ini dapat diurangi dengan memadatkan tanah pada kadar air optimum
sehingga mencapai kepadatan tertentu sehingga perubahan volume yang
mungkin terjadi dapat dikurangi. Kondisi drainase yang baik dapat menjaga
kemungkinan berubahnya kadar air pada lapisan tanah dasar.
3. Daya dukung tanah dasar yang tidak merata pad adaerah dengan macam
tanah yang sangat berbeda. Penelitian yang seksama atas jenis dan sifat
tanah dasar sepanjang jalan dapat mengurangi akibat tidak meratanya daya
dukung tanah dasar. Perencanaan tebal perkeresan dapat dibuat berbeda-
beda dengan membagi jalan menjadi segmen-segmen berdasarkan sifat
tanah yang berlainan.
4. Daya dukung yang tidak merata akibat pelaksanaan yang kurang baik. Hal ini
akan lebih elek pada tanah dasar dari jenis tanah berbutir kasar dengan
adanya tanbahan pemadatan akibat pembebanan lali lintas ataupun akibat
berat tanah dasar itu sendiri (pada tanah dasar tanah timbunan). Hal ini dapat
diatasi dengan melakukan pengawasan yang baik pada saat pelaksanaan
pekerjaan tanah dasar.
5. Perbedaan penurunan (differential settlement) akibat terdapanya lapisan-
lapisan tanah lunak di bawah tanah dasar akan mengakibatkan terjadinya
perubahan bentuk tetap. Hal ini dapat diatasi dengan melakukan penyelidikan
tanah dengan teliti. Pemeriksaan dengan menggunakan alat bor dapat

67 
 
memberikan gambaran yang jelas tentang lapisan tanah dibawa lapis tanah
dasar.
6. Kondisi geologist dari lokasi jalan perlu dipelajari denga teliti, jika ada
kemungkinan lokasi jalan berada pada daerah patahan.

E. Contoh Teknik Konstruksi Jalan Bhutan

Semua tahapan proses pembangunan jalan yang akan dijelaskan secara


rinci untuk kedua teknik konstruksi sebagai ditemukan di situs konstruksi saat
melaksanakan pekerjaan dan waktu studi dan konstruksi berbeda dibandingkan
kegiatan di Chapters 5,1-5,6. Jalan template Terminologi yang digunakan di
seluruh laporan yang diberikan dalam Gambar 4.

68 
 
Gambar 4. Jalan template (FAO, 1998)

1. Kliring dari pembangunan wilayah


Sebelum kliring dari pembangunan daerah, desain informasi harus
dipindahkan dari rencana ke tanah. Dalam kedua jalan meninjau proyek-proyek
di bawah garis grade metode, sering disebut sebagai "nol metode-baris", yang
bekerja untuk pas jalan ke alam daerah semaksimal mungkin. Sukses baris

69 
 
sendiri merupakan persimpangan antara subgrade dari jalan dan lereng. Metode
ini dapat dijelaskan sebagai langkah demi langkah prosedur untuk pemasangan
lokasi sesuai dengan yang diberikan longitudinal lereng langsung di daerah
dengan tangan-diadakan clinometer.
Metode sederhana seperti itu tidak boleh kurang memadai dengan
perencanaan sebagai keterampilan dan pengalaman yang diperlukan untuk
mencari jalan yang paling cocok alignment, baik dari lingkungan ekonomi dan
sudut pandang (Sedlak, 1985b).
Untuk menghindari kehilangan jalan deretan di lapangan jika saham
menjadi hilang, yang sering terjadi jika banyak waktu elapses antara staking dan
konstruksi, dengan nilai baris yang sesuai diproyeksikan ke bawah pohon di luar
batas kliring. Pohon ini sudah ditandai di jalan centreline interval 30 sampai 40 m
dengan minyak cat merah. Dengan cara ini sukses baris dapat kembali terletak
tepat dengan bantuan sebuah clinometer meskipun semua saham yang hilang
(Roetzer, 1995).
Selain itu, yang ditandai "kelas baris-pohon" yang berharga berupa
bantuan kepada operator mesin untuk mengikuti selama konstruksi (Roetzer,
1995). Hal ini ditandai pohon yang berguna untuk konstruksi jalan di daerah
terpencil dari dekat di mana Bhutan pengawasan proses pembangunan yang
sedang berjalan tidak dapat memastikan.
Operator mana yang akrab dengan konstruksi jalan di daerah
pegunungan dan hutan berdiri kondisi baik, ditandai grade baris-pohon di luar
batas kliring kadang-kadang digunakan sebagai satu-satunya pedoman untuk
konstruksi jalan mechanized. Dengan cara ini dari lokasi jalan di bidang ini
disebut sebagai "tingkat-metode nol" dan membantu meningkatkan produktivitas
fixing lokasi baris di tanah lapang tanpa bantuan.
Setelah sukses baris telah ditandai untuk total panjang jalan proyek,
kliring dari pembangunan wilayah oleh pemotongan pohon-pohon di batas kliring
(lihat Figur 4) dilakukan untuk bagian dari jalan yang akan dibangun diasumsikan
sebelum memulai pada musim hujan. Secara umum, kegiatan konstruksi jalan
dibatalkan dari Juni sampai September curah hujan selama musim hujan. Winter

70 
 
kondisi juga memaksa penskorsan kegiatan di sebagian besar bagian dari
bhutan.
Meskipun dimodifikasi panjang metode biasanya dianjurkan bila kayu
akan diambil oleh penggali (FAO, 1998), pohon-pohon yang telah dipotong
menjadi panjang pemotongan di situs jalan di kedua proyek tersebut berada
dalam pemeriksaan. Hal ini disebabkan oleh berat berat luas berdaun-pohon di
hutan alam di wilayah proyek. Petunjuk jelas grading dan ketersediaan kaset
untuk mengukur tebangan Crews akan meningkatkan pemulihan menilai sangat
kayu.

2. Konstruksi jalan oleh penggali dan buldoser

Langkah utama yang ramah lingkungan terhadap konstruksi jalan adalah


praktek pengenalan hydraulic excavators konstruksi jalan di hutan. Di Austria,
misalnya, penggunaan excavators tidak hanya diganti bulldozers konstruksi jalan
di hutan di daerah perbukitan tetapi juga meningkatkan kualitas jalan sambil
mengurangi dampak lingkungan ini kompleks rekayasa struktur. Tajam di daerah
mereka gunakan adalah satu-satunya pilihan untuk membuat konstruksi jalan
bahkan layak (FAO, 1998).
Teknik konstruksi jalan oleh hidrolik penggali terdiri dari lima berikut dinyatakan
berbeda tahapan berikut:
i. log dari pembangunan daerah;
ii. tanah dari pembangunan daerah;
iii. excavating untuk mengisi pondasi dasar;
iv. mengisi lereng konstruksi;
v. subgrade memotong dan membentuk.
Beberapa operator akan mengikuti pesanan yang dinyatakan di atas dan
mengatur kegiatan dalam satu urutan. Orang lain yang berubah dan campuran
tugas beresiko makam bahan organik di isi. Mereka juga risiko kegagalan untuk
memisahkan bahan-bahan lokal excavated mengambil rekening diantisipasi
mereka gunakan dalam membangun yang mengisi lapisan. Bahkan jika terlatih
dengan baik dan profesional berpengalaman operator berikut nya pribadi optimal

71 
 
urutan kegiatan konstruksi, tahap pertama di jalan konstruksi akan selalu log dari
pembangunan daerah.

Photo 10. Log dari


pembangunan
daerah dengan
menggerakkan
penggali belakang
dan baik oleh
balancing log
diletakkan pada
ember atau
melampirkan log
dengan rantai ke
penggali dari ember

Tutup pengawasan harus menjamin pelaksanaan proyek sesuai dengan


rencana dan praktek-praktek yang terbaik konstruksi yang diikuti. Secara khusus,
jalan lerengan harus sering dicek untuk memastikan bahwa nilai baris diikuti
sejak saham menandai baris grade akan obliterated selama pemindahan tanah.
Kurangnya pengawasan Mei mudah mengakibatkan nekat menghancurkan
pekerjaan konstruksi yang bermanfaat bahkan efek yang paling hati-hati memilih
jalan lokasi hutan oleh insinyur seperti yang terlihat di jalan Korila proyek. Di

72 
 
sana, yang operator buldoser meninggalkan tanda garis kelas dan mengikuti rute
yang paling nyaman dengan mempertimbangkan kondisi konstruksi untuk
meningkatkan kinerja karyanya.
Lima berbeda fase konstruksi jalan oleh penggali memberikan langkah
demi langkah perbandingan dari dua teknik konstruksi sebagai diterapkan di
jalan Kharungla dan Korila ekstensi. Adalah penting bahwa beberapa
kekurangan dari konstruksi jalan oleh buldoser tidak dapat dianggap melekat fitur
teknik ini tetapi miskin praktek konstruksi.

Gambar 5a. Jalan konstruksi teknik oleh penggali (seimbang konstruksi jalan)

73 
 
Gambar 5b. Jalan konstruksi teknik oleh buldoser (full bench konstruksi jalan)

Berbeda dibandingkan lima tahapan konstruksi jalan oleh penggali dan


buldoser

Excavator Penggali Bulldozer Buldoser

i) Log dari pembangunan


wilayah

Log yang diambil atau dilakukan di Log yang mendorong ke


pinggir jalan untuk pembangunan samping secara manual
daerah penyimpanan dengan sebelum memulai konstruksi
menggerakkan penggali baik jalan atau dengan cara yang
mundur hanya oleh balancing log buldoser's blade selama
diletakkan pada ember atau operasi. Log yang dihapus
melampirkan log dengan rantai ke sering terkubur oleh penggalian

74 
 
penggali dari ember. materi dan karenanya tidak
tersedia untuk pemanfaatan.

ii) tanah dari pembangunan


wilayah

Kayu dan residu organik tanah Kayu dan residu organik tanah
telah dihapus dari pembangunan yang mendorong ke samping
daerah dan menyebar di lereng oleh buldoser. Dalam kasus
mengisi dibentuk sebelumnya jalan seimbang bagian ini berarti
bekerja selama siklus. Stumps, bahwa bahan organik sering
pohon dan tumbuhan lainnya dicampur ke dalam isi yang tidak
puing yang ditempatkan oleh rata pemukiman dan
operator di bagian dasar lereng meningkatkan potensi untuk
mengisi formulir untuk penyaring mengisi kegagalan sebagai
jendela. Tambahan lebar antara bahan organik membusuk.
konstruksi dan batas hutan tepi Penuh benched jalan di bagian
memastikan puing yang samping materi yang
didepositkan di luar bidang dilemparkan ke bawah dan
konstruksi untuk mencegah disia-siakan.
pencampuran dari bahan organik
yang menjadi dasar isi (Gambar
5a).

iii) Excavating untuk mengisi


pondasi dasar

Pada kaki yang diantisipasi Pada awal Kharungla situs yang


mengisi lereng dasar dari sekitar 1 telah dibangun jalan. Namun,
m dan lebar 1,5 m hingga awal jalan ini tidak dapat
ketinggian untuk mengisi yayasan dianggap sebagai benar mengisi
(FAO, 1998) akan biasanya akan pondasi karena penempatan
excavated (Gambar 5a). Karena tidak mengisi bahan compaction

75 
 
kondisi tanah dicirikan oleh dan tidak memuaskan. Bahan
kurangnya bahan dan kompak organik yang sering dicampur ke
boulders diperlukan untuk dalam struktur jalan akan rusak
membangun pondasi yang kuat, dan tidak rata akan
awal jalan itu diperlukan untuk mengakibatkan pemukiman dan
memberikan dasar yang kuat meningkatkan potensi
untuk mengisi. kegagalan.

iv) Isi konstruksi lereng

Fitur utama dari konstruksi jalan The subgrade yang dapat


oleh penggali seimbang adalah dicapai oleh buldoser
bagian di mana memotong jalan kelihatannya cukup baik pada
korok adalah dimasukkan ke awalnya sekilas tetapi di bagian
dalam isi yang perlu dibangun di jalan dimana jalan tersebut tidak
atas lapisan kompak baik untuk sepenuhnya didirikan oleh
mengembangkan kekuatan karena mahkamah konstruksi,
harus mendukung lalu lintas. pemukiman utama di subgrade
Sesuai materi yang telah dapat diharapkan sebagai akibat
menyebar dengan ember penggali dari kekurangan dan
dari pada dasar untuk membentuk dekomposisi dari compaction
sebuah 30 sampai 50 cm lapisan bahan organik dicampur ke
yang akan kompak oleh beberapa dalam struktur selama
penggali lolos sebelum ditutup konstruksi jalan operasi.
oleh lapisan berikutnya kurang
bahan kasar.

v) Subgrade memotong dan


membentuk

Salah satu penggali terakhir Akhir smoothening dari


adalah kegiatan untuk mengisi subgrade dilakukan dengan cara
lubang kecil pada lapisan paling yang buldoser's blade. Dengan

76 
 
atas isi sementara lapisan terus cara ini, lubang kecil yang diisi
mendapat kompak melalui tetapi, tidak seperti penggali
penggali lolos. Akhirnya konstruksi, bukan oleh
smoothened dan kompak oleh penempatan bahan sesuai
para penggali dari ember, sebuah ukuran dan bebas dari sampah
firma subgrade akan dicapai. organik. Cut membentuk dengan
Sealing lapisan kerikil atau bahan buldoser dapat digambarkan
yang serupa tidak dapat sebagai hasil yang tidak
diterapkan pada subgrade kasar memuaskan seperti memotong
seperti itu hanya cocok korok tidak lereng terlalu tajam dan paling
tersedia di situs konstruksi. tak baik untuk revegetation
Namun, akhir membentuk dari tanpa tindakan lebih lanjut.
potong terakhir adalah kegiatan Potensi erosi sangat meningkat.
yang dilakukan oleh penggali. Bukit selokan yang harus
Selokan di bukit, biasanya dibangun secara manual setelah
dibangun oleh penggali, ini dibuat surfacing tradisional di jalan
setelah selesai dari penggali (untuk rinciannya lihat Bab 5,5).
pekerjaan oleh dua buruh
dilengkapi dengan sekop dan
cangkul.

Beberapa pengamatan yang dilakukan ketika melaksanakan studi waktu


dan bekerja di Korila ekstensi situs yang dianggap miskin fitur konstruksi praktek
yang dinyatakan di bawah ini. Mereka tidak melekat fitur buldoser konstruksi dan
tidak tercakup dalam teknik di atas keterangan mengenai proses konstruksi.

77 
 
Foto 11. Bahan organik
dicampur ke dalam
mengisi jika tidak jelas
terpisah dalam tanah
pemecatan oleh
buldoser

78 
 
Foto 12. Karena kondisi tanah
dicirikan oleh
kurangnya bahan dan
kompak boulders
diperlukan untuk
membangun pondasi
yang kuat, sebuah
jalan telah menjadi
awal yang diperlukan
di situs Kharungla
konstruksi untuk
menyediakan dasar
yang kuat untuk
mengisi - satu yang
terus-menerus dapat
melihat isi konstruksi

Foto 13. Kayu residu organik


dan tanah biasanya
dicampur ke dalam
mengisi buldoser
konstruksi yang tidak
rata pemukiman dan
meningkatkan potensi
untuk mengisi
kegagalan sebagai

79 
 
bahan organik
decomposes

Foto 14. Salah satu latihan


terakhir oleh penggali
adalah untuk
memenuhi lubang
kecil di lapisan paling
atas isi sementara
lapisan terus
mendapat kompak
melalui penggali
lolos. Akhirnya
smoothened dan
kompak oleh para
penggali dari ember,
sebuah firma
subgrade akan
dicapai

80 
 
Foto 15. Final smoothening
dari subgrade
dilakukan dengan
cara yang buldoser's
blade. Dengan cara
ini, lubang yang
sering diisi oleh
material yang tidak
sesuai ukuran dan
dicampur dengan
sampah organik

81 
 
Foto 16. Trees sering
mendorong bawah
oleh buldoser saat
circumventing
kendala yang
meningkat kliring
yang sangat lebar di
beberapa bagian
jalan

Alasan miskin
Fitur Jalan Observasi
praktek
• Jalan lokasi Ditandai grade baris Rute yang paling
belum diikuti nyaman favouring
kerja kinerja tinggi
telah dipilih oleh
operator buldoser
• Jalan lerengan Gradients terlalu Cara paling nyaman
dangkal (0-2%) telah dipilih untuk
menghindari
kebutuhan transportasi
massal longitudinal
• Subgrade lebar 3,9-4,8 m bukan 5,0 m Penghapusan stumps
sebagaimana dan dihindari oleh
ditentukan dalam boulders telah

82 
 
rencana proyek mengurangi lebar jalan
• Kliring lebar Peningkatan kliring
Pohon yang
lebar mendorong oleh
buldoser saat
circumventing
hambatan
Dinyatakan di atas-pengamatan serius membahayakan perbandingan
kerja performances ditemukan pada saat studi untuk kedua teknik konstruksi.
Bahkan untuk bagian-bagian jalan yang diperiksa di bawah bagian samping
dimana lereng agak mirip, 60-65 persen untuk buldoser dan 65-70 persen untuk
penggali, yang menilai buldoser produksi yang tinggi sekitar dua kali lipat dalam
penggali konstruksi (untuk rinciannya lihat Bab 8,1 ) tidak dapat dianggap umum
yang diperlukan sejak menemukan jalan yang tidak memenuhi standar di tempat
perpanjangan Korila buldoser telah bekerja.

Transportasi massal

Sebuah keuntungan dari konstruksi jalan oleh penggali hidrolik adalah


konstruksi jalan yang seimbang dengan excavated bahan dimasukkan ke dalam
struktur jalan dapat dilakukan pada lereng curam sedangkan pada konstruksi
jalan penuh oleh bulldozers bench teknik konstruksi harus diterapkan.
Operasi jarak transportasi massal di longitudinal oleh penggali dengan
jarak hingga 70 m yang ditemukan di studi di Austria (FAO, 1998). Jarak ini
dianggap dapat diterima pada proyek jalan di mana sedikit gerakan massa
diperlukan dan karenanya mahal penggunaan dump truck yang dapat dihindari.
Sebaliknya, walaupun akhir hauling dari kelebihan bahan unquestioned
ramah lingkungan dalam praktek konstruksi jalan, sisi casting kelebihan bahan
bahkan sangat tajam di daerah itu ditemukan praktek umum yang akan di
bangku penuh konstruksi oleh buldoser pada Korila jalan proyek.

83 
 
Foto 17. Side tuangan
kelebihan bahan
bahkan sangat tajam
di daerah itu
ditemukan menjadi
praktek umum di
bangku konstruksi
penuh oleh buldoser
pada Korila
perpanjangan proyek

Transportasi massal oleh dump truk tidak terjadi selama studi dan tidak
dianggap penting di bagian bawah jalan diperiksa.

3. Surfacing dan membentuk

Sekali jalan subgrade telah dibangun dan culverts telah dibentuk, jalan
biasanya boleh melewati seluruh surfacing sebelum musim hujan terjadi pada
musim berikutnya konstruksi.
Kharungla dalam proyek itu adalah jalan yang direncanakan permukiman
di jalan subgrade akan diisi dengan kerikil kasar. Well-kerikil dinilai akan
diterapkan pada permukaan berjalan oleh dump truk hauling dari lokal quarries.
Memadatkan, dan terakhir membentuk smoothing akan dilakukan oleh para

84 
 
penggali daripada oleh murid dan mesin penggiling, karena sekarang tidak
tersedia untuk digunakan dalam konstruksi jalan hutan di Bhutan.

Foto 20. Reasonable hasil -


Memadatkan, dan
terakhir
membentuk
smoothing akan
dilakukan oleh
para penggali
daripada oleh
murid dan mesin
penggiling, karena
sekarang tidak
tersedia untuk
digunakan dalam
konstruksi jalan
hutan di Bhutan

85 
 
Foto 21. Penggunaan
crushers batu
kerikil cocok untuk
menyediakan
bahan-bahan tidak
boleh dibatasi
untuk publik
konstruksi jalan

Sebaliknya, untuk perpanjangan Korila tradisional jalan surfacing dengan


batu diletakkan dalam posisi tegak lurus (lihat Foto 22) akan diterapkan. Cocok
batu di sepanjang jalan koridor yang quarried dengan tangan dan alat-alat
berbentuk dan berukuran sesuai untuk mereka gunakan dalam surfacing
diantisipasi. Secara manual diangkut dari hutan berdiri, yang telah rocks piled
sepanjang jalan koridor. Setelah jalan itu dibangun, batu-batu yang telah diambil
secara manual ke dump truk dan dikirim ke bagian jalan yang diperlukan untuk
surfacing.

86 
 
Foto 22. Batu di sepanjang
jalan koridor yang
memisahkan
dengan tangan
menjadi alat batu
sesuai dalam
bentuk dan ukuran
untuk mereka
gunakan dalam
diantisipasi
surfacing

4. Perlindungan lereng dan stabilisasi

Kharungla dalam proyek jalan satu-satunya perlindungan lereng dan stabilisasi


amati langkah-langkah yang telah dilakukan di setiap siklus bekerja seperti yang
melekat fitur teknik konstruksi jalan yang benar oleh penggali. Ini adalah
langkah-langkah berikut ini di situs konstruksi sedang dikaji:
• akhirnya berbentuk, smoothed dan kompak memotong dan mengisi lereng
diproduksi dalam setiap siklus bekerja memastikan bahan yang longgar
telah dihapus dari lereng permukaan yang lain akan telah terkena erosi
(Foto 23).

87 
 
• mengisi sebuah lereng penutup, yang diberikan langsung erosi, yang
terus diberikan selama tahap tanah dari pembangunan di daerah masing-
masing bekerja dari siklus proses konstruksi jalan (Foto 24);

Foto 23. Memadatkan yang


terakhir setelah
mengisi dan
membentuk
smoothening
adalah ukuran
penting untuk
memastikan
bahwa bahan
longgar akan
dihapus dari
lereng permukaan
yang lain akan
telah terkena erosi

88 
 
Foto 24. Mengisi lereng
penutup untuk
mengendalikan
erosi terus dibuat
selama tahap
tanah dari
pembangunan di
daerah masing-
masing dari siklus
pekerjaan
konstruksi jalan
oleh penggali

Sebaliknya, konstruksi seperti buldoser diaplikasikan dalam perpanjangan


Korila tidak bahkan ini menyediakan standar minimum perlindungan dan
stabilisasi lereng. Longgar, unconsolidated samping melemparkan materi dan
perlindungan permukaan terkena erosi adalah fitur konstruksi jalan oleh buldoser
konstruksi di situs bersama dengan merendam luka paling tak baik untuk alam
atau buatan manusia revegetation. Satu-satunya ukuran dilakukan dalam proyek
ini Korila manual penghapusan overhanging lantai vegetasi dan pohon stumps di
atas tepi yang dipotong seperti telah disebutkan dalam Bab 5.2.
Dari spektrum yang luas dari bioengineering tindakan, mulai dari yang
sederhana penyemaian prosedur oleh tangan, mulching, dll, untuk
89 
 
menggabungkan penggunaan mempertahankan struktur dan tanaman hidup,
tidak ada langkah-langkah yang telah dilakukan untuk menstabilkan lereng dan
untuk mencegah terkena erosi dari permukaan. Ini benar baik pada proyek jalan
Kharungla dan Korila perpanjangan proyek.
Mempekerjakan bioengineering metode tidak hanya akan mencegah erosi
yang lebih baik dan memastikan campuran menjadi pemandangannya tapi juga
memberikan manfaat tambahan kepada draining efek dari struktur memasukkan
tanaman hidup (Litzka dan Haslehner, 1995).

90 
 
BAB IX. PENGETAHUAN DASAR BANGUNAN AIR

A. Sistem Drainase Jalan

Curah hujan yang lebat kecuali pada waktu yang singkat, seringkali
merupakan masalah uatama bagi pengikisan permukaan jalan atau juga bagi
dasar jalan, teristimewa bagi jalan yang melintang kanal atau jalur arus air.
Problem erosi yang hebat pada kanal dan dasar arus air di daerah cekungan
yang lebar yang dapat membahayakan konstruksi jalan, dapat meningkat
bahayanya pada saat curah hujan lebih dari 25 mm per jam.

B. Sekat air (water-bar), drainase dan Bak penampung.

Pada daerah yang curam, sekat air (water bar) dibuat pada permukaan
jalan melintang menuju lereng lembah, yang dapat mengelirkan air di permukaan
jalan sebelum terjadi pencucian partikel tanah oleh aliran air di permukaan jalan.
Sekat air ini dapat dibuat dari baja, tembok, kayu/papan, kayu bulat atau hanya
galian tanah saja. Kedua tipe terakhir (kayu bulat dan hanya digali), kerapkali
dipakai di daerah hutan tropis. Sekat air diperlukan khususnya pada jalan yang
memiliki kelerengan lebih dari 5 % dan pada jalan tanpa pelapisan (camber).
Dalam hal kepentingan agar sekat air ini dapat bersih dengan sendirinya, ini
memerlukan aliran air, maka hendaknya sekat air ini diletakkan di atas jalan
dengan kemiringan 6-7 % (Gambar 2).
Efektifitas dari sekat air ini tergantung kepada jarak/spacing dan cara
mengerjakan pembersihan (pembersihan dari butiran tanah, daun-daunan,
ranting-ranting dan sebagainya) dalm rangka menjaga agar tetap berfungsi
sepanjang waktu.
Di hutan yang terletak di daerah aliran sungai dengan kelerengan yang
curam dan memiliki curah hujan tinggi, SESSION (1974) mengemukakan, jarak
antara water-bar, yang dinyatakan dalam meter, diturunkan dari bentuk:
800/persen dari kelerengan, betapapun di wilayah yang memiliki curah hujan
lebat dan kubangan air (catchment area) yang besar, jarak spacing yang lebih

91 
 
pendek (20-40 m) diperlukan khusunya pada jalan dengan kelerengan 9 % atau
lebih.
Suatu hal yang tidak menguntungkan dari jalan yang memiliki water-bar
adalah pada saat pelaksanaan pemeliharaan jalan dengan menggunakan
peralatan mekanis untuk pembentukan kembali pemukaan jalan (reshaping)
dengan grader, sangat sulit, itulah sebabnya sepanjang kecuraman jalan
mengijinkan suatu lapisan yang permukaan yang wajar (3-5 %) hendaknya
dibuat sehingga memungkinkan air mengalir menyusuri permukaan jalan dengan
tidak menimbulkan erosi dari permukaan jalan. Dalam hal yang memaksa pada
wilayah yang curam, di atas permukaan jalan. Dalam hal yang memaksa pada
wilayah yang curam, diatas permukaan jalan dengan kelerengan 10 %,
diperlukan jarak saluran 10 – 30 meter untuk menghindarkan penambahan air
pada daerah permukaan, sedangkan dapat jalan dengan kelerengan 7 %,
saluran dapat diletakkan pada jarak 50 – 70 meter satu sama lain atau boleh
lebih, panjang saluran boleh bervariasi antara 1 – 20 meter yang dapat dibuat
oleh tangan atau peralatan mekanis.
Sepanjang jalan, saluran samping (ditch) boleh dibuat dengan
mempertimbangkan dapat mengumpulkan air dari permukaan jalan dan dari
daerah sekelilingnya, air akan disalurkan kemudian oleh gorong-gorong, bawah
jalan (sub-base culvert) dan saluran atau semacam bak penampungan (drain
pits).

C. Gorong-gorong (sub-base Culverts)

Untuk aliran arus musiman dan aliran yang lebih kecil, gorong-gorong
boleh dibuat untuk membiarkan aliran air alami melewatinya. Kerapkali di jalan
hutan yang tidak begitu penting, culvert ini dibuat dari kayu, tetapi untuk
memperoleh hal yang lebih permanen, dapat dibuat dari pipa beton.
Model yang paling sederhana dari bentuk sub-case culvert adalah terbuat
dari log yang bolong, dianggap cukup untuk main atau secondary feeder road.
Biaya pembuatan dari model ini sekitar 30 - 40 US$. Model lain dari culvert kayu
yang sederhana adalah terbuat dari tiga batang log dengan masing-masing

92 
 
diameter 50 – 100 cm. Dua log diletakkan sebagai dasar sedang log ketiga
diletakkan diatasnya.
Selain model itu dapat pula sebagai pengganti log ketiga, dibuat dari
lembaran papan yang dipakukan diatas dua log dasar tadi. Kadang-kadang pula
terbuat dari kotak kayu saja, hal mana bisa menjadi lebih mahal pembuatannya.
Umumnya, culvert yang terbuat dari kayu keras dantahan lama, dapat
tahan 5 – 6 tahun, sedang yang terbuat dari kayu dengan memakai zat kimia
bahan pengawet, dapat tahan sampai 10 tahun. Biaya dari culvert yang terbuat
dari kayu dibandingkan dengan culvert yang terbuat dari kayu dibandingkan
dengan culvert yang terbuat dari beton, hanya memerlukan 10 – 40 % nya saja.
Untuk meletakkan culvert di jalan cukup 3 – 8 manday saja. Tergantung pada
cuaca, culvert dibangun pada jalan yang baru dibuat atau pada jalan yang sudah
ada sebelumnya.
Contoh pembuatan Gorong-gorong dan drainase jalan

D. Drainase jalan

Hutan yang penting untuk jalan yang menyediakan akses ke hutan untuk
menerapkan praktek-praktek pengelolaan hutan berkelanjutan dan pemantauan
untuk tujuan sementara sering benefiting masyarakat setempat pada saat yang
sama.
Beberapa langkah-langkah yang ramah lingkungan hutan rekayasa
praktek memberikan memuaskan dan akibatnya air drainase untuk mencegah
erosi yang dianggap baik sesuai serta dapat dicapai untuk proyek jalan di daerah
terpencil di Bhutan, yang dibandingkan dengan apa yang ditemukan di jalan dan
Kharungla perpanjangan proyek Korila .
Tabel berikut berisi beberapa item dengan konstruksi yang memuaskan
lingkungan tujuan diukur. Tercapai hasil yang memuaskan bahkan di daerah
terpencil di Bhutan.

93 
 
Langkah-langkah untuk Korila
Kharungla jalan
memuaskan air drainase perpanjangan

• Jalan pas semaksimal Dicapai Penyimpangan yang


mungkin ke daerah ditandai dari grade
baris

• Jalan lebar harus dibatasi ke Dicapai Lebar jalan kurang


minimum mutlak bagi dari yang ditetapkan
keselamatan dan diantisipasi dalam rencana
menggunakan proyek

• Gangguan permukaan tanah Dicapai


Tinggi gangguan
dan terkena erosi harus
oleh luas
diminimalkan oleh
penggunaan penuh
keseimbangan luka dan
bench konstruksi
mengisi

• Gradients jalan harus Dicapai


Gradients terlalu
bervariasi untuk mengurangi
dangkal (0-2%)
aliran terkonsentrasi pada
untuk benar jalan
permukaan jalan dan drainase
drainase
di fasilitas

• Kerikil harus diterapkan pada Direncanakan


Cara tradisional
permukaan berjalan untuk
surfacing akan
memberikan yang lebih tahan
diterapkan (Bab 5,5)
cuaca sealing permukaan

• Ditch gradients harus Dibangun secara Dibangun secara


disesuaikan dengan kondisi manual ditches manual ditches bukit
tanah tertentu di situs bukit yang yang ditemukan
konstruksi untuk menjaga ditemukan tidak tidak memuaskan
dikumpulkan air pindah ke memuaskan dalam dalam ukuran,
culverts dan untuk mencegah ukuran, bentuk dan bentuk dan lereng
endapan endapan dan erosi lereng
parit

• Jalan drainase fitur ini harus Akan dicapai jika Perawatan harus
dirancang dan spasi agar rekomendasi dalam diambil sebagai jalan
drainase puncak arus dari rencana proyek lokasi di lapangan
permukaan tidak akan melebihi yang diikuti telah diubah
kapasitas masing-masing
fasilitas drainase

• Prafabrik culverts pipa baja Prafabrik culverts Prafabrik culverts


akan diinstal dalam preferensi baja yang tidak baja yang tidak
untuk disampaikan sebagai tersedia untuk tersedia untuk
pipa beton yang kedua sementara sementara
beresiko runtuh di bawah
beban yang berat hauling

94 
 
selama periode melemah dan
akibatnya jalan kekuatan untuk
menghambat atau memblokir
air drainase

• Culverts harus dilindungi dari Akan dicapai jika Akan dicapai jika
plugging dengan rekomendasi dalam rekomendasi dalam
menggunakan endapan basins rencana proyek rencana proyek yang
menangkap dan puing racks di yang diikuti (Foto diikuti
mana diperlukan dan air itu 18)
harus dicegah eroding dan
saluran air yang undercutting
oleh rock inlets yg berlapis
baja

• Outlet yang akan culverts yg Tidak akan tercapai Tidak akan tercapai
berlapis baja dengan rock karena pipa yang karena pipa yang
boulders untuk mencegah digunakan adalah digunakan adalah
munculnya air dari eroding terlalu pendek dan terlalu pendek dan
lereng yang mengisi tempat air karena itu karena itu keluarnya
tidak akan dilepaskan ke keluarnya ke isi ke isi
daerah yang stabil

Foto 18. Culverts harus


dilindungi dari
plugging dengan
menggunakan
endapan basins

95 
 
menangkap dan /
atau
perlindungan
masuk - yang
kedua dibangun
secara manual di
situs Kharungla
konstruksi

Foto 19. Masing-masing


fasilitas drainase
akan diteliti
secara berkala
dan khususnya
setelah hujan
badai, setelah log
in dan / atau
kegiatan hauling
untuk kebutuhan
pemeliharaan -
khususnya
culverts untuk
menghindari
kegagalan
karena plugging
oleh puing

96 
 
Signifikan keuntungan konstruksi jalan di atas oleh penggali buldoser konstruksi
adalah kenyataan bahwa fasilitas drainase dan erosi fitur baik akan diberikan
oleh penggali dalam setiap satu siklus kerja yang terus-menerus jalan proses
konstruksi atau dapat dengan mudah dibentuk oleh alat penggali setiap saat
diperlukan tanpa perlu tambahan untuk mesin. Ini adalah sebagian keuntungan
offset sejak bukit selokan ini dibuat secara manual di Kharungla jalan setelah
proyek selesai dari penggali konstruksi.
Seperti disarankan dalam Almas dkk. (1993), selokan gradients harus berkisar
antara 2 hingga 8 persen, hanya cukup tajam untuk menjaga dikumpulkan air
bergerak tanpa membawa sedimen berlebihan. Gradients steeper dari 8 persen
dapat dengan mudah menghasilkan terlalu banyak momentum yang
dikumpulkan dan membawa air dari endapan dan sampah untuk jarak panjang,
sedangkan gradients yang terlalu dangkal mengakibatkan silting dari ditches.
Individu drainase fasilitas untuk diteliti secara berkala, khususnya, setelah hujan
badai, setelah login, dan setelah hauling kegiatan untuk segera memulai
diperlukan pemeliharaan dan perbaikan berfungsi. Perhatian harus dibayar untuk
culverts khususnya untuk menghindari kegagalan karena plugging oleh puing
dan endapan.

E. JEMBATAN
1. Definisi
Jembatan adalah suatu bangunan konstruksi diatas sungai yang digunakan
sebagai prasarana lalulintas darat.
2. Kriteria Sistem
Lingkup jembatan dalam proyek ini adalah jembatan yang melengkapi
sisitem lalulintas ekonomi dan transportasi masyarakat desa, yaitu :
ƒ Jembatan pada jalan desa yang menghubungkan desa dengan desa lain
atau kota sebagai prasarana perhubungan ekonomi dan komunikasi
desa;

97 
 
ƒ Jembatan pada jalan desa yang menghubungkan perkampungan
dengan pusat pemerintahan desa atau pusat kegiatan ekonomi/pasar
desa.
ƒ Jembatan pada jalan desa yang menghubungkan perkampungan
dengan pusat kegiatan produksi, seperti : pertanian, perkebunan, dll.
3. Teknologi dan Jenis Konstruksi
Perencanaan teknis dilaksanakan oleh Konsultan Pendamping, dibantu
Kepala Pelaksana (mandor) dan alternative desain sesuai dengan
kebutuhan masyarakat.
Pelaksanaan dan pemeliharaan dilakukan oleh masyarakat desa itu sendiri
dengan bahan bangunan diutamakan dari bahan yang ada/mudah diperoleh
di daerah tersebut.
4. Jenis Konstruksi
Kriteria jenis konstruksi yang disarankan dalam proyek ini adalah :
ƒ Jembatan untuk lalulintas orang dan kendaraan roda dua dengan
konstruksi dari bambu atau kayu.
ƒ Jembatan untuk lalulintas kendaraan beroda empat dengan beban
ringan 3,5 ton, yaitu jembatan kayu dan jembatan kayu dengan
gelagar besi.
ALTERNATIF PILIHAN KONSTRUKSI JEMBATAN
Jenis Konstruksi Fungsi Pemakaian Ukuran Konstruksi
Jembatan Bambu Pejalan kaki & roda dua
Lebar maks. = 2,0 meter
Panjang maks = 10,0
meter
Jembatan Gantung Pejalan kaki & roda dua Lebar maks. = 1,5 meter
Panjang maks = 60,0
meter
Jembatan Kayu Kendaraan roda empat Lebar maks. = 3,5 meter
beban ringan Panjang maks = 6,0 meter
Jembatan Kayu Kendaraan roda empat Lebar maks. = 4,5 meter
dengan Gelagar Besi beban ringan Panjang maks = 15,0
meter
Catatan : Gunakan bentang dengan kelipatan 3 meter untuk jembatan gelagar
kayu, dan 5 meter bila menggunakan gelagar profil baja.

98 
 
Jembatan konstruksi beton dengan gelagar beton dan lantai plat beton
dapat digunakan bila keadaan mengijinkan.
a. Gambar Perencanaan
Gambar dibuat di kertas A3 yang terdiri dari :
- Gambar Tata Letak
- Gambar denah dan potongan
- Gambar detail konstruksi
Gambar dapat dilakukan dengan sket dengan syarat dapat dibaca dan
dimengerti mandor, dengan ukuran dalam cm.
b. Perhitungan Volume Pekerjaan
Dibuat dengan berdasar gambar yang sudah selesai dan disetujui dalan
MAD berupa Daftar Kebutuhan Bahan, pada blangko yang telah tersedia.
c. Perhitungan Kebutuhan Hari Orang Kerja (HOK)
Pelaksanaan pembangunan dilakukan oleh masyarakat setempat dengan
menitikberatkan pada masyarakat miskin, dan perlu kesepatakan
penggunaan tenaga kerja dan kebutuhan HOK untuk menyelesaikannya.
Kebutuhan tenaga terampil minimal 2 orang tukang kayu.
d. Perhitungan Rencana Anggaran Biaya
RAB (Rencana Anggaran Biaya) dibuat berdasar hasil perhitungan volume
pekerjaan dan kebutuhan Hari Orang Kerja serta hasil suvei harga bahan.
Rencana anggaran biaya ini harus disetujui oleh Ketua Umum LKMD,
Konsultan Pendamping, dan Pimpro yang harus bisa dimengerti oleh
pelaksana lapangan (mandor)

F. JEMBATAN BAMBU
1. Perencanaan Teknis
a. Survei Lokasi
Hal-hal yang harus diperhatikan dalan survey lokasi :
- kondisi situasi penampang sungai yang dilewati jalan atau rencana jalan.
- Rencana posisi jembatan
- Pengukuran lebar sungai untuk mengetahui rencana bentang jembatan

99 
 
- Data tinggi air maksimum / tinggi air banjir yang pernah terjadi yang
didapat dari penduduk setempat dan di control dengan data yang ada di
Dinas Pengairan setempat.
- Survei harga material yang tersedia dan material yang harus dibeli dari
luar desa.
b. Kriteria Desain
Alternatif pemilihan desain konstruksi, setelah diperoleh bentang yang
dibutuhkan :
- Jembatan bambo tipe Dua Perletakan, untuk batang maksimum 5,0
meter
- Jembatan bambo tipe Sokongan, untuk bentang maksimum 10,0 meter
Tinggi jagaan (clearance) minimum 1,0 meter dari tinggi muka air banjir.
Pengikat struktur bamboo digunakan tali ijuk dengan diameter minimum 8
mm
2. Teknis Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan pembangunan, yaitu sebagai berikut :
a. Pembersihan lokasi
b. Persiapan material
c. Pekerjaan konstruksi jembatan
d. Pembersihan dan pemulihan lokasi
a. Pembersihan Lokasi
Pembersihan dilakukan dengan cangkul, sabit, dsb pada lokasi yang akan
digunakan untuk jembatan dan telah ditentukan sebelumnya agar bersih
dari pohon-pohonan, akar-akaran, dan tonggak-tonggak.
Amankan lahan yang akan digunakan dengan pagar agar tidak terganggu
oleh orang dan binatang.
b. Persiapan Material
Bambu yang digunakan untuk konstruksi jembatan harus cukup tua dengan
kualitas baik, lurus dan panjang, diantaranya jenis bambu gombong,
bambu tali, dan bambu betung,. Bambu ini memiliki kekuatan, keuletan, dan
keawetan yang baik, atau jenis lain dengan persyaratan antara lain :

100 
 
- Bambu harus berumur tua, berwarna kuning jernih, hitam atau hijau tua,
berbintik putih pada pangkalnya, berserat padat dengan permukaan
mengkilat, buku-bukunya tidak boleh pecah.
- Pelupuh dan barang anyaman bambu seperti dan lain-lain harus terbuat
dari bambu yang terndam dengan baik, tahan lama dan terbuat dari jenis
bambu dengan garis tengah minimum 4 cm dan harus terbuat dari kulit
bambu.
- Bambu untuk tiang atau cerucuk stabilitas tanah, harus dari jenis yang
tahan lama dengan garis tengah minimum 8 cm.
c. Pemasangan Konstruksi Jembatan.
1) Pemasangan Kepala Jembatan
Pemasangan kepala jembatan ditandai dengan patok yang dipasang
dengan tinggi yang menggambarkan tinggi jembatan yang akan
dibangun.
- Ratakan tanah disekitar perletakan untuk kepala jembatan
- Letakkan dua batang bambu ke arah melintang dengan panjang
sesuai lebar jembatan dengan diameter bambu ± 10 -14 cm dan
diperkuat dengan 3 buah pasak bambu pada setiap batang bambu
tersebut.
- Pancangkan dikedua sisi bamboo perletakan masing-masing 5
batang dengan panjang ± 1,50 meter dan jarak bersih antara batang
30 cm.
- Pemancangan dengan palu tangan, berat 8-10 kg, bila tanah asli
cukup keras, pemancangan dihentikan saat bambu susah masuk.

2) Pemasangan Gelagar Memanjang


Bambu dipasang arah memanjang dengan bantuan perancah selebar
1,5 meter. Pengikatan dilakukan dengan menggunakan tali ijuk atau
kawat dengan jarak antar ikatan 2 meter. Perkuatan tambahan untuk
ikatan gelagar memanjang dengan mengikat dengan besi beton
diameter maksimal 6 mm.

101 
 
3) Membuat Tiang Sokongan
Tiang sokongan terdiri dari dua batang bambu yang diikat satu sama lain
dengan ijuk atau kawat.
- Pancangkan tiang sokongan pada kedua tebing sungai dengan
kedalaman 2,5 meter.
- Hubungkan bagian atas kedua sokongan pada masing-masing sisi
tebing dengan tali ijuk/kawat.
- Pasang batang mendatar (panjang 3 meter / sesuaikan dengan lebar
jembatan + 30 cm) pada puncak sokongan dengan tali ijuk/kawat.
4) Pemasangan Batang Tegak
- Batang tegak terdiri dari dua batang bambu yang terpisah.
- Kedua batang tegak dilubangi ± 8 cm pada bagian sebelah atas
batang mendatar, kedalam lubang tersebut dimasukkan pasak
batang bambu ukuran 8 cm, antara batang tegak diperkuat dengan
ikatan silang dari ijuk/kawat. Batang tegak diperkuat dengan ikatan
silang dari ijuk.
Catatan : Satu lubang untuk pasak dibuat tepat di bawah buku
bambu.
- Hubungan seperti diatas dilakukan juga pada batang yang dipasang
di bawah lantai jembatan dengan lubang pasak diletakkan di atas
buku bambu.
5) Pemasangan Lantai
Pasang anyaman bambu dilantai jembatan dengan cara mengikatnya
pada besi pengikat gelagar memanjang.
6) Pemasangan Tiang Sandaran
Pasang tiang sandaran setinggi satu meter dari lantai jembatan dengan
cara mengikatkan pada batang tegak dengan menggunakan tali ijuk,
dengan jarak tiang 1 meter.
Hubungkan bambu dari tiang pada bagian atas dan diikat satu sama
lain.

102 
 
G. JEMBAT
G TAN GANT
TUNG
1. Perenc
canaan Tek
knis
a. Survei Lokasi
Hal-hall yang perlu diperhattikan dalam
m pelaksanaan surveii sama den
ngan
yang te
ertulis pada
a jembatan
n bambu. ( Secara um
mum pelakksanaan su
urvey
lokasi sama
s untukk pembangu
unan jemba
atan jenis apa
a saja)
b. Kriteria
a Desain
Alterna
atif pemiliha
an desain konstruksi
k d materia
dari al bambu se
etelah diperroleh
bentang yang dib
butuhkan, ukuran
u leba
ar 1,5 mete
er dan panjang maksim
mum
60 metter.

Bentang H f Ø seling Ø kabell ∆ff


(m) (m) (m
m) P
Pengaku Utama (m)
15 3,0 1,5 3/8” 1/2” 0,31
20 3,5 2
2,0 1/2” 5/8” 0,42
25 4,0 2
2,5 1/2” 5/8” 0,5
52
30 5,0 3
3,0 1/2” 3/4” 0,62
35 6,0 3
3,5 5/8” 3/4” 0,73
40 7,0 4
4,0 5/8” 7/8” 83
0,8
45 7,5 4
4,5 5/8” 7/8” 0,9
94
50 8,0 5
5,0 3/4” 1” 1,04
55 9,0 5
5,5 3/4” 1 1/8” 1,15
60 10,0 6
6,0 3/4” 1 1/4” 1,25

103 
 
2. Tahap Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan pembangunan, yaitu sebagai berikut :
a. Pembersihan lokasi
b. Persiapan material
c. Pekerjaan konstruksi jembatan
d. Pembersihan dan pemulihan lokasi
a. Pembersihan Lokasi
Pembersihan dilakukan sama dengan jembatan bambu.
b. Persiapan Material
Material yang disiapkan sebelum pelaksanaan pembangunan yaitu :
- Tiang utama (Pylon), dibuat di bengkel besi. Pelaksanaan di lapangan
hanya tinggal merakit dan menyetel pada lantai pondasi.
- Klem, kabel sling, besi penggantung, warfel, dll jumlahnya tergantung
kebutuhan, jadi ditentukan pada saat perencanaan.
- Kayu balok, papan, paku untuk lantai jembatan.
- Batu belah, pasir dan semen unutk pondasi.
c. Pemasangan Konstruksi Jembatan
1) Penentuan as jembatan dengan menggunakan patok kayu, ketinggian
jembatan ditentukan pada patok tersebut. Usahakan jembatan berdiri
pada posisi datar.
2) Gali pondasi untuk dudukan pylon dan pondasi angker.

104 
 
3) Buat pasangan batu kali untuk pondasi pylon dan blok angker dengan
campuran 1 semen : 3 pasir, angker untuk landasan pylon, kabel dan
untuk pengaku harus dipasang dengan benar.

4) Pasang tiang pylon yang sudah dibuat di luar lokasi, kemudian baut
pada hubungan antara tiang pylon dan pondasi dikencangkan.
Pengaku dari besi siku dipasang melintang pada ujungatas pylon
dengan baut.
5) Pasang kabel dengan menghubungkan dua blok angker di kedua tepi
sungai melalui kedua puncak (rol) pylon yang dilewati. Sambungan
kabel dan blok angker harus menggunakan warfel.
6) Pasang besi penggantung dan gelagar melintang dimulai dari bagian
(segmen I) yang paling dekat dengan Pylon.

105 
 
7) Pemasangan bangian II dan seterusnya, sama dengan pemasangan
bagian I. Untuk kelancaran kerja, antara 2 gelagar melintang dipasang
lantai sementara. (dari bambu/papan/balok kayu).
8) Pasang kabel seling (pengaku) di bawah gelagar.
9) Pasang gelagar memanjang yang menumpu pada gelagar melintang.
Penyambungan gelagar-gelagar memanjang tidak boleh dalam satu
garis (harus seling-seling).
10) Pasang lantai jembatan

H. JEMBATAN KAYU DAN JEMBATAN GELAGAR BESI


1. Perencanaan Teknis
a. Survei Lokasi
Semua kegiatan survei untuk pembangunan jembatan pada umumnya
sama dengan penjelasan sebelumnya
b. Kriteria Desain
Jembatan desa difungsikan untuk prasaranan penghubung lalu lintas
kendaraan ringan dengan volume rendah

1. Ketentuan Tinggi Jagaan (ruang bebas dibawah jembatan / clearance)


Kondisi Sifat Aliran Tinggi Jagaan dari Muka Air Banjir
Sungai (MAB)
Irigasi Tenang 0.50 meter
Dataran Tenang 0.60 meter
Deras
1.00 meter
Perbukitan Tenang
1.0 meter
Deras
1.50 meter

106 
 
2. Konstruksi Bangunan Atas
a. Bentang Jembatan
Bentang jembatan < 6 m dengan gelagar kayu
Bentang jembatan 6 s/d 15 meter dengan gelagar besi
b. Konstruksi jembatan gelagar kayu
Konstruksi jembatan gelagar kayu dengan dua perletakan
- Kayu yang digunakan minimal kayu klas kuat II (kruing, meranti
merah, rasamala, atau menggunakan bahan lokal)
- Lantai menggunakan kayu 6/20 cm
- Baut dan paku untuk sambungan struktur kayu.
Berikut Tabel Dimensi Gelagar Kayu untuk Jembatan Beban
Ringan
Bentang Penampang Panjang Balok Ukuran Balok Lebar
Bersih Balok (mm) Jembatan (m)
2.5 3 4.5
Jumlah Balok
s/d 3,0 m Persegi 3,0 m 255 × 150 3 4 6
panjang + 50 cm 215 × 215
Persegi 255
bundar
s/d 4,5 m Persegi 4,5 m 300 × 150 3 4 6
panjang + 50 cm 240 × 240
Persegi 300
bundar
s/d 6,0 m Persegi 6,0 m 300 × 200 3 4 6
panjang + 50 cm 280 × 280
Persegi 400
bundar

c. Konstruksi Jembatan Gelagar Besi


Konstruksi jembatan gelagar besi dengan dua perletakan system
simple beam
i. Besi profil yang digunakan I profil
ii. Lantai dengan balok kayu 6/20 cm
iii. Baut dan paku untuk menghubungkan elemen struktur besi dan
kayu

107 
 
Tabel Dimensi Gelagar Kayu untuk Jembatan Beban Ringan
Lebar
Berat
Bentang Penampang Tinggi (H) Lebar Jembatan (m)
per m’
Bersih Gelagar (m) (mm) Leher
(mm) 2.5 3 4.5
(kg)

Jumlah Balok
3 3,5 200 90 78
4 4,5 200 90 105
5 5,5 230 102 166
6 6,5 260 113 250
7 7,5 280 119 333
3 4 6
8 8,5 300 125 430
9 9,5 320 131 545
10 10,5 360 143 757
11 11,5 380 149 918
12 12,5 400 155 1100
3 13,5 425 163 1340
14 14,5 425 163 1442
15 15,5 450 170 1725
16 16,5 475 178 2040

3. Pembebanan Jembatan
Pembebanan pada jmebtan untuk lalu lintas ringan
- Beban merata 300 kg/cm2
- Beban kendaraan ringan : poros depan 1,5 ton
Poros belakang 3,5 ton
4. Konstruksi Bangunan Bawah
Konstruksi bangunan bawah jembatan terdiri dari kepala jembatan
dengan pondasi langsung.
a. Pondasi langsung tipe pasangan batu kali.
b. Pondsi langsung tipe balok kayu
c. Pondasi tiang pancang kayu untuk tanah jelek

108 
 
5. Kontruksi Tiang Pancang
Konstruksi ini digunakan untuk bangunan bawah jembatan yang
lokasinya berada di tanah jelek, sehingga kayu yang dugunakan harus
terbuat dari kayu klas kuat I
- Ukuran balok kayu persegi 15 × 15 cm s/d 30 × 30 cm
- Ukuran balok gelondong / bulat diameter 24 cm s/d 34 cm
kedalaman pancang yang disyaratkan untuk pondasi ini minimal 3 meter
dan maksimum 6 meter.
Pemancangan dilakukan dengan menggunakan palu pemukul yang
pemukulannya
W ×H
R=
6 S × 15
Dimana : R = Pembebanan aman (kg)
W = berat palu (kg)
H = tinggi jatuh palu dikurangi 2 kali tinggi balik palu (cm)
S = tinggi penurunan (cm)

109 
 
Tekn
nik Pemanc
cangan Tia
ang Pancan
ng Kayu

I. Jembatan
n Kayu Dengan Gela
agar Kayu

1. TEKNIIS PELAKS
SANAAN
Tahap pelaksanaa
an pemban
ngunan, yaittu sebagai berikut :
mbersihan lokasi
a. Pem l
b. Perrsiapan matterial
c. Pek
kerjaan kon
nstruksi jem
mbatan
d. Pem
mbersihan dan
d pemulihan lokasi
a. Pembe
ersihan Lokasi
Pembe
ersihan loka
asi secara garis besa
ar sama de
engan pembersihan lo
okasi
untuk pembangun
p nan jembata
an pada um
mumnya.
b. Persiapan Materiial
Jembattan Kayu
- Kay
yu balok 15
5/30 atau 30/30
3 atau kayu gelon
ndong diam
meter 24 s//d 40
cm

110 
 
- Papan kayu dimensi 8/25 cm
- Kayu kaso/usuk 5/7
- Besi strip tebal 4 mm × lebar 50 mm
- Paku, tali sabut
- Sirtu (40% pasir dan 60% batu)
- Batu kali
- Meterial lainnya sesuai dengan gambar rencana
Jembatan Kayu Gelagar Besi
- Kayu balok 30/15 atau 30/30 atau kayu gelondongan (kayu dolken)
besar diameter 24 s/d 40 cm
- Besi profil I sesuai dengan ukuran untuk jembatan gelagar besi
- Papan kayu tebal 8/25
- Besi siku L 40. 60. 5 ; L. 70. 700. 7 ; L 90. 150. 10
- Besi strip tebal 4 mm × lebar 50 mm
- Paku dan mur baut
- Sirtu (40% pasir dan 60 5 batu)
- Batu kali
- Material lainnya sesuai dengan gambar rencana
c. Pemasangan Konstruksi Jembatan
1. Penentuan as jembatan
Gunakan patok kayu dengan ketinggian jembatan sesuai dengan tinggi
patok, yang kemudian tarik benang pada patok tersebut.
2. Pembuatan pondasi jembatan dan kepala jembatan.

Pondasi langsung tipe batu kali untuk tanah yang kurang baik.
- tentukan rencana ukuran pondasi batu kali
- gali tanah hingga kedalaman yang ditentukan, atau sampai tanah keras.
- hamparkan pasir urug setebal 10 cm dan padatkan.
- Pasang pondasi batu kali dengan speci 1 semen : 3 pasir, sesuai
dengan rencana ukuran pondasi.

111 
 
- Tempatkan balok kayu dimensi 30 × 30 cm sebagai tumpuan, diangkur
dengan besi beton Ø12 mm, yang ditanam ke pondasi panjang 75 cm,
setiap 50 cm.

Tipe Pondasi Batu Kali Untuk Tanah Kurang Baik


Pondasi langsung Tipe Balok kayu untuk tanah stabil dan tanah keras.
- Gali tanah sedalam 50 cm, lebar 150 cm
- Tempatkan balok kayu persegi atau bulat, panjang 5 m ke arah
melintang dengan jarak bersih 30 cm antar batang, sebagai pondasi
lapis pertama.
- Tempatkan balok kayu persegi atau bulat, panjang 1,5 m diatas lapis
pertama sebagai pondasi lapis kedua. Jarak as ke as balok lapis kedua
100 cm dengan takikan 5 cm.
- Tempatkan balok kayu persegi atau bulat untuk lapis ketiga dengan
susunan sama dengan lapisan pertama.
- Tempatkan balok kayu persegi atau bulat untuk lapis ketiga dengan
susunan sama dengan lapisan kedua.
- Tempatkan satu balok sebagai tumpuan gelagar jembatan pada bagian
tengah pondasi, untuk balok bulat bagian atasnya diratakan setebal 5
cm.
- Isi bagian kosong pada bagian belakang antara balok dengan batu
kerikil 2 -3 cm yang dipadatkan lapis demi lapis.

112 
 
Catatan : Untuk pondasi langsung tipe balok kayu susunan yang digunakan
sama dengan jarak antar balok 30 cm

Pondasi Tiang Pancang Kayu untuik tanah kurang baik.


Kedalaman pancang kayu untuk tanah kurang baik.
- Pancangkan 6 batang kayu ukuran 30 × 30 cm yang ujung-nya telah
diruncingkan pada posisi as jembatan, yang dipukul dengan palu beton
berat 100 kg ukuran 30 × 30 × 50 cm, dengan tinggi jatuh 50 – 100 cm.
- Penghentian pemancanggan apabila pada 10 kali pukulan terakhir,
dengan tinggi jatuh 100 cm, jumlah penurunan kumulatif 5 m.
- Penyambungan tiang pancang denagn cara memotong kedua bagian
tiang kemudian diklem dengan plat besi 3 cm × 3 mm dan diikat dengan
kawat Ø 3 mm
- Di atas tiang pancang dipasang balok kayu ukuran 30 × 30 cm yang
menghubungkan dua tiang pancang dengan cara diklem dengan plat
atau menggunakan paku pengapit dari besi beton Ø 16 mm.
- Pasang balok kayu sbagai tumpuan gelagar antara dua kepala tiang
pancang, panjang 3,5 meter atau sesuai lebar rencana jembatan dan
pasang kayu pengapit pada setiap tiang pancang.
3. Pemasangan gelagar jembatan dan lantai jembatan

113 
 
a. Gelagar kayu
Pemasangan gelagar balok dilakukan setelah kegiatan pondasi dan
kepala jembatan, pemasangan gelagar diatas balok tumpuan. Klem
gelagar jembatan ke balok tumpu dengan pondasi.
Pasang lantai jembatan dari kayu 8/25 dan pakukan ke gelagar
jembatan.
Pada bagian lintasan roda dipasang papan 4/30 sepanjang jembatan.
b. Gelagar Besi
Gelagar besi tidak memerlukan balok tumpu, gelagar dipasang diatas
pondasi
Pasang lantai jembatan dari kayu 8/25, yang diikat dengan 2 baut
sekrup Ø 10 mm dan plat pengapit ke gelagar jembatan.
Dibagian lintasan roda kendaraan dipasang papan 4/30 sepanjang
jembatan.
4. Pemasangan sandaran pengaman (tiang sandaran/hand railing)
Tiang sandaran dari kaso 5/7 dengan cara pasangnya yaitu
memakukannya pada balok tepi.

J. JEMBATAN BETON
Untuk desain dan konstrusi jembatan beton konsultan pendamping dapat
menggunakan Standar Bina Marga / KIMPRASWIL untuk jalan kabupaten.

114 
 
Keuntungan dan kerugian penggunaan jembatan beton dibanding jembatan
kayu atau jembatan gelagar besi, antara lain:

Keuntungan
- Masa pakainya lebih lama
- Kebutuhan untuk pemeliharaan seharusnya/relatif lebih ringan
- Harga tidak jauh berbeda dengan jembatan kayu, dan lebih murah
daripada gelagar besi
- Dapat dibangun di tempat yang tidaj ada kayu dan pengangkutan gelagar
besi sangat sulit/relatif mahal
- Masyarakat mendapatkan ketrampilan baru, yaitu cara menggunakan
bahan beton yang notabene sangat dipengaruhi oleh tingkat dan kualitas
pemahaman struktur beton dan cara pengerjaannya.
Kerugian
- Perlu ketrampilan khusus dalam desain
- Perlu pengawasan yang tenaga trampil yang dapat mengawasi tanpa
meninggalkan lokasi bangunan
- Perlu perhatian khusus untuk menjamin kualitas pekerjaan
- Sangat peka terhadap penurunan tanah (settlement)/ turunnya pondasi,
maka perlu pondasi yang terjamin kuat
- Lebih sulit pemeliharaan bila ada kerusakan
- Kerusakan lebih sulit dideteksi sampai dengan jembatan ambruk, maka
lebih berbahaya
- Bila dibuat lebar dan panjang, proporsi biayanya sangat besar, dan
proporsi dana untuk bahan lebih tinggi dibanding proporsi untuk tenaga
kerja
- Tanpa pengawasan yang ketat, resiko kegagalan cukup besar
- Ketrampilan untuk membangun jembatan beton tidak dapat diterapkan
oleh masyarakat sendiri pada masa pasca proyek, karena sangat
bergantung pada konsultan dan pemngawas. Mereka tidak mendapatkan
ketrampilan yang dapat diterapkan pada kebutuhan lain-lain.

115 
 
Persyaratan untuk Jembatan Beton
Karena masalah-masalah yang telah diuraikan diatas, maka perlu beberapa
pembatasan dan persyaratan untuk jembatan beton, sebagai berikut :
1. Ukuran bentang dibatasi yaitu 6 meter. Untuk bentang lebih panjang
harus mendapatkan persetujuan dari konsultan inti dan Pimpro
berdasarkan hasil dan temuan di lapangan, dan hal ini perlu didukung
dengan alasan yang sangat kuat
2. Desainer harus sudah berpengalaman dalam pembuatan jembatan
beton
3. Harus tersedia tenaga pengawas lapangan yang sudah berpengalaman
dengan pembuatan struktur yang sama. Orang tersebut harus siap
bekerja di tempat jembatan selama pelaksanaan jembatan, dan tidak
boleh merangkap pengawas lokasi proyek lain.
4. Pondasi harus jelas kuat dan stabil, yang dapat diperiksa melalui tes pit
atau pengeboran (soil auger). Jembatan beton tidak diijinkan pada
lokasi yang mempunyai sifat tanah kurang stabil dan daya tahan
lemah. Jembatan beton untuk lokasi dengan tanah kurang baik
memerlukan suatu penelitian yang cukup mahal, termasuk test
laboratorium tanah, dengan pondasi yang rumit dan mahal. Harganya
sudah tidak memenuhi persyaratan yang ada pada pedoman
operasional program.

116 
 
BAB. XI. Anggaran dan Pemborongan

A. Orang-Orang yang Mempunyai Peranan Penting dalam Pembuatan atau


Pekerja Bangunan.

Sebelum kita mempelajari bagaimana menyusun suatu rencana anggaran


biaya ada baiknya terlebih dahulu mengetahui siapa-siapa orang-orang yang
mengambil bagian dalam pelaksanaan pekerjaan bangunan itu.

Pengertian:

Yang dimaksud dengan Rencana dan Anggaran ini ialah merencanakan


sesuatu bangunan dalam bentuk dan faedah dalam penggunaannya, beserta
besar biaya yang diperlukan dan susunan-susunan pelaksana dalam bidang
Administrasi maupun pelaksana kerja dalam bidang Teknik. Dalam pelaksanaan
ini terdapat beberapa nama-nama pejabat yang memegang peranan penting
yang berhubungan dengan pelaksanaan pembuatan-pembuatan bangunan tadi.
Pejabat-pejabat itu adalah :
¾ PRINCIPAL atau orang yang member pekerjaan (Bouw-heer).
¾ PENASEHAT atau ADVISER.
¾ DIREKSI atau PENGAWAS/PENGURUS.
¾ PEMBORONG atau ANNEMER
¾ PELAKSANA atau UITVOEDER.
PRINCIPAL:
Bila seseorang atau jawatan ingin membuat bangunan, maka orang
tersebut menyampaikan keinginannya kepada ahli bangunan dan menyerahkan
agar dapat direncanakan bangunan yang diingini itu beserta biaya yang
diperlukan. Orang ini dinamakan Principal/Pemberi Pekerjaan.
PENASEHAT:
Sebagaimana tersebut diatas, ahli-ahli bangunan yang menerima
pekerjaan dari Principal pada umumnya tenaga-tenaga teknik yang dipimpin oleh
seorang Arsitek atau Insinyur. Dalam hal ini disebut Penasehat atau Perencana.

117 
 
Dalam pekerjaannya, arsitel akan menyalurkan keinginan-keinginan
Principal dengan mengindahkan ilmu keteknikan, keindahan maupun mamfaat
penggunaannya bangunan yang dimaksud. Pada umumnya Arsitek
mengemukakan bentuk beserta rencana biaya sementara yang diingini oleh
Principal. Dimana kemungkinan Principal memberikan juga pendapatnya yang
dapat disesuaikan denga rencana yang disajikan oleh Arsitek tadi. Sesudah
mendapat kata sepakat, maka Arsitek melanjutkan semua pekerjaan hingga
bangunan yang akan dibuat dapat dilaksanakan.
Hubungan Principal dengan Arsitek adalah berdasarkan kepercayaan dan
Principal memiliki Arsitek yang disukainya , karena Arsitek-Arsitek satu dengan
yang lainnya tidak boleh kongkuren dalanm honorarium.
D I R E K S I atau P E N G A W A S :
Dalam melaksanakan pekerjaan, Pemborong perlu diawasi kerjanya. Ini
dilakukan oleh seseorang atau lebih yang disebut Direksi/Pengawas, yang
mempunyai staff pekerja ahli dibidangnya masing-masing. Biasanya sering
terjadi dilakukan oleh si perencana/arsitek itu sendiri. Bangunan kepunyaan
Pemerintah sebagai pengawas adalah dari Dinas Pekerjaan Umum atau orang
yang ditunjuk oleh Dinas itu.
P E M B O R O N G atau A N N E M E R :
Adapun yang melaksanakannya berdirinya bangunan adalah Pemborong,
dimana dengan kerjanya mendapatkan keuntungan. Adakalanya Arsitek
(Penasehat) melaksanakan sendiri bangunan tersebut dan dalam hal demikian
dapat dilakukan sebagai berikut:
a. Principal menyerahkan pekerjaan merencana dan melaksanakan pada
seorang Arsitek, dengan memberikan honorarium.
b. Principal menyerahkan pekerjaan tersebut dalam a). dimana arsitek tidak
mendapatkan honorarium, tetapi dengan kerjanya mendapatkan
keuntungan,maka arsitek ini dinamakan Arsitek Annemer
Direksi/Pengawas.
P E L AK S A N A atau U I T V O E D E R :

118 
 
Pelaksana atau Uitvoeder adalah seorang tekhnisi yang bertanggung
jawab atas pelaksanaan pekerjaan atau terlaksananya pekerjaan. Dia ditunjuk
oleh seorang pemborong atau setiap saat berada ditempat pekerjaan, karena
dalam beberapa hal pemborong sering berhalangan. Penunjukannya harus diberi
tahu kepada Direksi, disertai penjelasan identitas dirinya, seperti pendidikan,
pengalaman, umur, dll, Karena direksi dapat menolak pelaksanaan dianggapnya
tak memenuhi syarat.

B. PERENCANAAN

Apa dan bagaimana yang dinamakan Perencaan itu?. Untuk


memahaminya pelajarilah hal-hal yang dianggap penting dibawah ini:
Apabila seoarng Arsitek mendapat pekerjaan untuk merencanakan sesuatu
bangunan, ia segera melakukan tindakan-tindakan sebagai berikut:
1. Mengetahui tujuan bangunan itu;
2. Melihat letak pekarangan (tempat) bangunan itu;
3. Mengetahui syarat-syarat bangunan dari Instansi Pemerintah yang
bersangkutan;
4. Melihat keadaan tanah;
5. Syarat-syarat Arsitektur yang dikehendaki;
6. Besar dan perlengkapan bangunan;
7. Uang yang tersedia;
8. Situasi terhadap keadaan disekitarnya;
Jika hal-hal tersebut telahdapat diketahui,maka dimulai dengan “Rencana
Persiapan” (sementara), terdiri dari gambar-gambar denah tampang muka dan
penampang-penampang yang perlu, dari gambar “perspektif” jika dianggap perlu.
Rencana biaya ditaksir dengan perhitungan kasar dan bila hal ini telah dapat
persesuaian dan kata sepakat dengan Principal , maka dimulai dengan gambar-
gambar Bestak.Principal disebut juga Bouw-heer.
BESTEK & GAMBAR BESTEK
Bestek (rencana kerja ) ialah uraian yang sejeles-jelasnya tentang
pelaksanaan bangunan, yaitu terdiri dari:
119 
 
1. Keterangan tentang bangunan;
2. Keterangan tentang melaksanakan bagian bangunan tersebut;
3. Keterangan mengenai tata usaha (Administrasi);
Tergantung pada macam dan besarnya bangunan , bestek-bestek dari pada
bestek dan sering bestek merupakan sebuah buku yang tebal. Dengan adanya
bestek dan gambar bestek-bestek, maka pemborong dapat membayangkan
bentuk dan macam bangunan yang diinginkan oleh Principal atau Bouw-heer
dan bagaimana untuk melaksanakannya.
GAMBAR-GAMBAR BESTEK TERDIRI DARI :
1. Gambar rencana bangunan dengan skala 1 : 100 ialah
a. Denah;
b. Pandangan muka dan samping;
c. Potongan melintang dan membujur;
d. Rencana atap;
e. Rencana pondasi;
2. Gambar-gambar penjelasan dengan skala 1 : 5 dan 1 : 10 bagi konstruksi-
konstruksi yang sulit, misalnya sambungan-sambungan Begesting dan
sambungan-sambungan baja yang lengkap dengan ukuran-ukurannya.
Gambar-gambar bestek harus sesuai benar dengan keterangan dalam
bestek, karena jika tidak akan dapat menjadikan “perselisihan” antara Direksi
dengan Pemborong.
PENGERTIAN PELELANGAN:
Jika semua persiapan-persiapan untuk dapat melaksanakan pembikinan
bangunan telah selesai, maka Principal atau diwakili oleh Direksi menawarkan
pekerjaan tersebut kepada Pemborong-pemborong dengan cara pelelangan.
Pelelangan ini akan member kesempatan kepada beberapa pemborong
mengadakan penawaran biaya pekerjaan itu secara tertulis. Dan belu tentu
tawaran yang “rendah’ yang harus diterima, tetapi dengan segala pertimbangan
baru dapat ditentukan penawaran yang mana yang diterima.
Untuk melakukan pelelangan garis besarnya ada 2 (dua) cara, yaitu :
1. Pelelangan Umum;

120 
 
2. Pelelangan undangan/dibawah tangan.
Pemborong yang ditunjuk pada hakekatnya tidak termasuk lelangan, karena hal-
hal yang berlaku, misalnya bangunan yang harganya sejuta, direksi dapat
menunjuk sebuah atau seorang Pemborong yang dianggap cakap tanpa tender.
Lelang Umum, biasanya diumumkan lewat iklan-iklan atau siaran-siaran lainnya.
Lelang Undangan, hanya diundang beberapa Pemborong yang dianggap bonafit.
Pelelangan disini disebut juga TENDER.
Penawaran yang sebaik-baiknya hendaklah para Pemborong memperoleh
Bestek dan Gambar Bestek serta mengikuti aanwijzing yang dilakukan pada
kantor atau tempat pekerjaan.
Surat “Kontrak” segera dibuat, setelah lelangan dimenangkan oleh salah
seorang penawar/pemborong. Surat perjanjian ini dibuat rangkap 2 (dua) diatas
kertas bermaterai, yang satu untuk pemborong dan yang lainnya untuk Direksi.
Penawaran pemborong pada waktu yang telah ditentukan dimasukkan dalam
bestek surat tadi tersampul dengan rapid an diberi alamat. TETAPI ALAMAT SI
PENGIRIM TIDAK BOLEH DITULIS DILUAR SAMPUL.
Alamat sipengirim dapat diketahui pada surat penawaran didalamnya. Hal
ini penting utnuk menghindari agar jangan sampai ada sangkaan yang tidak
diingini.
Penjelasan-penjelasan Pasal-pasal yang mungkin ada dalam Perencanaan
dan Syarat-syarat :
Lihat contoh-contoh yang tertera dibelakang Bab ini.
Pasal 1: Pemberitaan Umum, dapat dibagi dalam beberapa bagian menurut
keperluannya, misalnya:
1. Gambar-gambar bangunan;
2. Petunjuk-petunjuk pekerjaan;
3. Keterangan pekerjaan;
4. Pelelangan;
5. Penyerahan bestek dan gambar bestek;
6. Principal (pemberi pekerjaan);
7. Direksi dan sebagainya.

121 
 
ad. 1. Gambar-gambar Bangunan
Di dalam bagian ini terdapat jumlah dari pada gambar bestek serta
gambar penjelasan (detail) yang diperlukan untuk pembuatan
anggaran. Pemborong dapat juga membikin gambar-gamabr lukisan
(sketsa), sebagai pertolongan memudahkan lancarnya pekerjaan.
ad. 2. Petunjuk-petunjuk Pekerjaan
Bagaimana telitinya bestek itu, ada-ada saja pertanyaan yang
dikemukakan oleh pemborong. Kepada pemborong ditunjuk dimana letak
pekerjaan yang akan dilakukan atau dilaksanakan.
ad. 3. Keterangan-keterangan Pekerjaan
Pada waktu yang telah ditentukan, maka pemborong diizinkan datang
kepada Direksi untuk meminta keterangan-keterangan yang diperlukan,
sebelum petunjuk-petunjuk ini diberikan.
ad. 4. Pelelangan
Pelelangan yan dilakukan di Indonesia diatur dengan undang-undang
pemerintah (lihat contoh-contoh dan pasal-pasal yang mengatur
pelelangan).
ad. 5. Penyerahan bestek dan gambar bestek :
Bila pekerjaan bangunan itu bersifat “RAHASIA”, misalnya pekerjaan
Angkatan Bersenjata, maka pemborong-pemborong yang tidak berhasil
dalam pelelangan harus mengembalikan bestek dan gambar bestek itu
sudah rusak, dengan mendapat pembayaran kembali tertentu. Hal
demikian harus diutarakan sebelum pelelangan. Biasanya bangunan-
bangunan untuk keperluan Angkatan Bersenjata yang bersifat “rahasia’
dilaksanakan oleh Angkatan Bersenjata itu sendiri dengan ahli-ahli dalam
lingkungannya, seperti Staff Zipur,dll. Ini demikian keamanan Negara.
ad. 6. Principal/Bouw-heer (Pemberi Pekerjaan) :
Pemberi pekerjaan dapat berasal dari Pemerintah yang diwakili oleh
Dinas Pekerjaan Umum atau dapat juga berasal dari Swasta/Partikelir
yang diwakili oleh Penasehat (Adviser) atas nama orang yang membiayai
pekerjaan itu. Orang semacam ini biasa disebut Principal atau Bouw-heer.

122 
 
ad. 7. Direksi
Di dalam bestek akan dijelaskan siapakah yang akan bertindak sebagai
direksi. Direksi itu adalah sebuah badan yang bertugas setiap hari untuk
mengawasi atas berlangsungnya pekerjaan itu. Direksi dapat Kepala
Dinas Pekerjaan Umum, Arsitek, atau salah satu pegawai yang
ditunjuknya.
Pasal II : Peraturan Tentang Pelaksanaan
Didalamnya ditetapkan dengan jelas, cara pelaksanaan pekerjaan
itu dengan urutan-urutannya dari “awal” sampai “akhir” atau
“selesai”, seperti mulai dari pembersihan lapangan pekerjaan,
hingga pada pekerjaan terakhir, ialah pembersihan segala sesuatu
baik dalam bangunan itu sendiri.
Pasal III : Peraturan Tentang Bahan-bahn Yang Dipakai :
Penasehat atau Direksi dalam membuat “isi bestek” harus
memikirkan tentang bahan-bahan ini. Berdasarkan pengalamannya
serta pengetahuannya yang dapat diambil dari sekitar tempat,
dimana pekerjaan itu akan dilaksanakan.
Misalnya pemakain pasir dalam rangka pembuatan beton,
disebutkan pasir yang bersih dan tajam dan diambil dari mana.
Untuk pasangan beton dipakai pasir dari mana pula baiknya,
sedangkan untuk pasir pengisi dipakai pasir yang didatangkan dari
mana.
Untuk memilih dan merancang bahan-bahan tadi, pembuat bestek
dapat berpedoman. Misalnya kepada buku-buku :
1. Peraturan Beton Indonesia 1971.
(De Gewaspend Beton Voorschriften disingkat G.B.V).
2. Peraturan Kontruksi Kayu Indonesia (P.K.K.I).
3. Peraturan Umum Untuk Besi.
(Algemeene Voorschriften Voor yzer, disingkat A.V.Y).
4. Peraturan Umum Pemasangan Aliran Listrik.

123 
 
(Algemeene Voorschriften Voor Electrische
Sterkstroominstallatie).
5. Peraturan Muatan Indonesia 1970 dan lain-lain peraturan yang
dianggap perlu.

Pasal IV : Peraturan-peraturan Pembukuan (Administrasi) :


Menerangkan segala peraturan-peraturan mengenai “Pembukuan”
dan “ Umum” yang terdiri dari pada anak-anaka pasal ialah :
1. Pelaksanaan;
2. Pelelangan;
3. Direksi;
4. Biaya Pemeriksaan;
5. Jaminan;
6. Kuasa Pemborong;
7. Pelaksana;
8. Tempat tinggal/kantor pemborong, wakilnya dan atau
pelaksana;
9. Rencana Pekerjaan;
10. kewajiban Direksi;
11. Kewajiban Pemborong;
12. Buku Harian;
13. Laporan Pekerjaan;
14. Tata tertib dalam pekerjaan, melaksanakan peraturan-
peraturan;
15. Usaha keamanan;
16. Pengujian/Pemeriksaan bahan-bahan;
17. Pemberian Gambar;
18. Pemberian Jam Kerja;
19. Mutu + (peil) dan garis-garis penting;
20. Pengukuran, pematokan dll;
21. Kemiringan tanah;

124 
 
22. Ukuran-ukuran;
23. Anggaran biaya;
24. Pembongkaran;
25. Pekerjaan yang kurang baik;
26. Memperpanjang batas waktu pekerjaan;
27. Denda karena melebihi batas waktu pekerjaan;
28. Menyimpang dari rencana (menambah atau mengurangi
pekerjaan);
29. Kerugian akibat malapetaka atau kurang sempurna rencana;
30. Pembayaran;
31. Kematian si Pemborong, dll;
32. Pembatalan perjanjian;
33. Penyelesaian pekerjaan;
C. BEBERAPA PERATURAN PELAKSANAAN PEKERJAAN

C.1. Pelaksana (uitvoeder), adalah seorang kuasa yang ditunjuk oleh


Pemborong. Ia dipercayakan untuk melaksanakan pekerjaan
setiap harinya. Ia bertanggung jawab atas lancarnya pekerjaan.
Pelaksana biasanya seorang Opseter Teknik. Penunjukan ini harus
diberi tahu kepada Direksi secara tertulis.
C.2 Kewajiban Pemborong
Pemborong Harus mentaati, semua peraturan yang berhubungan
dengan penyelenggaraan bangunan, kelalaian akan hal tersebut
menjadi tanggung jawab pemborong yang bersangkutan.
C.3 Tidak Lancarnya Pekerjaan
Telah diberitahukan dalam peraturan bahwa apabila pemborong
melakukan sesuatu yang bertentangan dengan bestek atautidak
sanggup menjalankan pekerjaan,maka direksi setelah member
peringatan, berhak atas biaya pemborong melanjutkan pekerjaan
atau menunjuk yang lain untuk menyelesaikannya. Pemborong
tidak mendapat penggantian kerugian dalam hal diatas dalam
bentuk apapun.
125 
 
C.4 Penjagaan
Pemborong harus mengadakan penjagaan seperlunya pada tempat
pekerjaan. Dengan pertimbangan direksi kalau perlu dilingkungan
pekerjaan diberi pagar yang tertutup.
C.5 Bangsal dan Tempat Pekerjaan
Pemborong harus mengadakan /menyediakan bangsal-bangsal
dan tempat kerja yang cukup. Dan pula tempat kerja direksi harus
diadakan.
C.6 Gambar-gambar Bestek
Pemborong harus membuat sendiri gambar-gambar penjelasan
(detail) yang diperlukan dan gambar kerja dari kotak cetakan
(besketing) beton bertulang.Gambar-gambar itu diperiksa dan
dibubuhi tanda tangan oleh direksi.Kecuali ada persetujuan oleh
direksi, maka tidak boleh mengadakan perubahan.
Bila dianggap perlu diambil “pemotretan” dari tiap termijn
pekerjaan yang sedang dibangun itu guna bukti yang nyata, bila
terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, misalnya terjadi bencana alam
dsb.
C.7 Kesejahteraan Pegawai/Pekerja:
Pemborongan harus memberikan jaminan sesuai dengan
peraturan perburuhan.Jam kerja dan lembut harus disesuaikan
pula dengan peraturan tersebut.
C.8 Rencana Kerja:
Pelaksanaan (uitvoeder) atas nama pemborong segara mambuat
rencana kerja (Word Schedule). Rencana kerja ini merupakan
suatu grafik, di mana dijelaskan tentang “urutan” pekerjaan dan
waktu penyelesaianya yang talah ditentukan. Dijelaskan juga cara
pelaksaannya serta alat yang dipakai.
C.9 Biaya Pengawasan:
Bila pekerjaan kepunyaan pemerintah, maka biaya untuk
pengawasan dipikul oleh Negara.

126 
 
C.10 Permulaan Pekerjaan :
Setelah diadakan penandatanganan surat “kontrak” (perjanjian
pekerjaan) maka pekerjaan dianggap telah dimulai, atau pula atas
persetujuan kedua belah pihak menentukan mulai pekerjaan itu.
C.11 Penyerahan Pekerjaan :
Ditentukan pula bahwa penyerahan bangunan pekerjaan harus
dilakukan dalam waktu hari, kecuali ada perubahan penambahan.
C.12 Pemeliharaan Sesudah Penyerahan :
Dalam waktu hari, segala kerusakan dan kekurangan harus
diselesaikan oleh pemborong. Apabila pemborong tidak dapat
memperbaikinya, maka pemeliharaan tersebut dilaksanakan oleh
Direksi atas biaya pemborong. Biaya tadi dapat diambil dari termin
terakhir.
C.13 Kerugian Akibat Bencana Alam atau Kesalahan Rencana :
Bila pemborong mengalami kerugian akibat bencana alam yang
diluar kekuasaannya (kesalahannya) misalnya terjadi gempa bumi,
banjir yang luar biasa, kebakaran dan sebagainya.., dimana
pemborong tidak berdaya, tetapiia berusaha untuk memperkecil
segala bahaya itu, maka kepadanya akan diberikan penggantian.
Pemborong juga bebas dari segala kerugian oleh kurang tepatnya
rencana (konstruksi) yang terdapat dalam bestek dan gambar
bestek.
C.14 Penunjukan/Keterangan/Penjelasan :
Pada
hari…………….,tgl……………bulan……………..19……jam……….
WIB, akan diberikan petunjuk yang perlu secukupnya oleh
Kepala……………alamt kantor……………………Didalam hal ini
akan dijelaskan daerah/tempat dimana bangunan akan didirikan.

Contoh 1. spesifikasi teknis kegiatan keteknikan dalam pelelangan

127 
 
SPESIFIKASI TEKNIS
Keterangan:
Spesifikasi teknis disusun oleh panitia pengadaan berdasarkan jenis
pekerjaan yang akan dilelangkan, dengan ketentuan :
1. Tidak mengarah kepada merek/produk tertentu, tidak
menutupkemungkinan digunakannya produk dalam negeri;
2. Semaksimal mungkin diupayakan menggunakan standar nasional;
3. Metoda pelaksanaan harus logis, realistik dan dapat dilaksanakan;
4. Jadual waktu pelaksanaan harus sesuai dengan metodapelaksanaan;
5. Harus mencantumkan macam, jenis, kapasitas dan jumlahperalatan utama
minimal yang diperlukan dalam pelaksanaanpekerjaaan;
6. Harus mencantumkan syarat-syarat bahan yang dipergunakandalam
pelaksanaan pekerjaan;
7. Harus mencantumkan syarat-syarat pengujian bahan dan hasilproduk;
8. Harus mencantumkan kriteria kinerja produk (output performance)yang
diinginkan;
9. Harus mencantumkan tata cara pengukuran dan tata carapembayaran.
D. Contoh Bentuk Isi Tender pekerjaan keteknikan Kehutanan

Peserta Tender harus membaca dan mempelajari seluruh gambar kerja, rencana
kerja dan syarat ini dengan seksama untuk memahami benar-benar maksud dan
isi dokumen tersebut secara keseluruhan maupun setiap bagian. Tidak ada
gugatan yang akan dipertimbangkan jika gugatan itu disebabkan karena peserta
tidak membaca, tidak memahami, tidak memenuhi petunjuk , ketentuan dalam
gambar, atau pernyataan kesalah-pahaman apapun mengenai arti dari isi
dokumen ini.

BAGIAN I.
PEKERJAAN PERSIAPAN
SEKSI 1.1
PERSYARATAN UMUM

128 
 
RINGKASAN PEKERJAAN
1.1.1 URAIAN BERBAGAI PEKERJAAN YANG TERMASUK DALAM
SPESIFIKASI INI
Ruang lingkup pekerjaan meliputi semua atau salah satu yang berikut ini :
1. Perbaikan jalan dan penambahan jalan ditempat yang ditunjukkan pada
gambar rencana atau yang diberi tanda dilapangan termasuk
rekonstruksi dan perbaikan lapisan beton cor yang dirasakan perlu.
2. Pelapisan ulang (overlay) atau pembuatan kembali lapisan kedap
permukaan lapisan beton cor, termasuk semua pekerjaan penyiapan
permukaan atau perataan yang diperlukan.
3. Pelebaran lapisan beton cor dan pemindahan alinyemen yang ringan,
termasuk pembersihan lapangan dan penyediaan pondasi bahu jalan
yang baru seperti yang ditunjukkan pada gambar rencana kerja dan
sebagaimana yang diminta oleh Direksi Teknis di lapangan.
4. Rekonstruksi perkerasan termasuk membentuk kembali dan
membangun pondasi batu kali serta urugan tanah/urugan pasir dan
memasang lapisan permukaan beton cor yang baru yang sesuai
dengan Dokumen Kontrak.
5. Perbaikan struktur yang berat maupun yang ringan untuk struktur jalan
lainnya yang sesuai dengan Dokumen Kontrak, dan menurut
pertimbangan Direksi Teknis di lapangan.
SEKSI 1.2
PELAKSANAAN PEKERJAAN
1.2.1. UMUM
1. Uraian
Untuk menjamin kualitas, ukuran-ukuran dan kinerja pekerjaan yang
benar, kontraktor harus menyediakan Staf Teknis. Staf Teknis tersebut
jika dan bilamana diminta harus mengatur pekerjaan
lapangan,melakukan pengujian lapangan untuk pengendalian mutu
bahan-bahan dan kecakapan kerja, mengendalikan dan

129 
 
mengkoordinasikan tenaga kerja Kontraktor dan memelihara catatan-
catatan serta dokumentasi proyek.
2. Pemeriksaan Lapangan
Sebelum pematokan dan pengukuran dilapangan (setting cut),
Kontraktor harus mempelajari gambar rencana kerja dan bersama-sama
dengan Direksi Teknis mengadakan pemeriksaan ke lokasi proyek, dan
khususnya mengukur/memasang lebar jalan, daerah milik jalan,
sinyalemen untuk setiap pelebaran atau rekonstruksi drainase tepi jalan
dan gorong-gorong, serta melakukan satu pemeriksaan tersebut diatas
harus dicatat pada shop drawings. Shop Drawings ini harus diserahkan
dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sesudah Surat Perintah Kerja ditanda
tangani, serta kepada Direksi Teknis untuk persetujuannya.
3. Patok-patok kilometer dan patok stasiun harus diperiksa dan
dipindahkan bila diperlukan.
4. Pada lokasi dimana pelebaran harus dilaksanakan, potongan melintang
asli harus direkam dan dijadikan acuan.
5. Pada daerah-daerah pelapisan dimana satu pekerjaan perataan
dan/atau lapis permukaan harus dibangun, satu profil memanjang
sepanjang sumbu jalan harus diukur, serta penampang melintang
diambil pada internal tertentu untuk menentukan kelandaian dan
kemiringan melintang, dan untuk menentukan pengukuran ketebalan
serta lebarnya konstruksi baru.
6. Setelah Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK) dikeluarkan, maka izin
bangunan, bea pungutan resmi, dan izin lainnya akan diurus dan
pembiayaannya akan ditanggung oleh Kontraktor (Nilai kontrak sudah
termasuk biaya umum, pajak-pajak (PPn/PPh), keuntungan, IMB 1%
dari nilai kontrak dan bea pungutan resmi lainnya).
1.2.2 PENGENDALIAN MUTU BAHAN DAN KECAKAPAN KERJA
1. Semua bahan yang dipasok harus sesuai dengan spesifikasi dan harus
disetujui oleh Direksi Teknis. Sertifikat Ujian Pabrik pembuat harus
diserahkan untuk semua item-item yang dibuat pabrik termasuk aspal,

130 
 
semen, kapur, baja konstruksi dan kayu. Kontaktor harus menyediakan
contoh-contoh semua bahan-bahan yang diperlukan untuk pengujian
dan mendapatkan persetujuan sebelum digunakan dilapangan dan
bilamana Direksi Teknis meminta demikian, sertifikasi harus disediakan
atau pengujian-pengujian dilaksanakan untuk menjamin kualitas sesuai.
Sesuai tabel jadwal Frekwensi Minimum Pengujian Pengendalian Mutu
Dalam Prakonstruksi.
2. Semua kecakapan kerja harus memenuhi uraian persyaratan spesifikasi
dokumen kontrak dan harus dilaksanakan sampai memuaskan
Pengelola Teknis. Bahan harus diuji dilapangan atau di laboratorium
selama konstruksi dan PHO sesuai jadwal pengujian minimum yang
tercantum dalam jadwal Frekwensi Minimum. Pengujian Pengendalian
Mutu atas permintaan Direksi Teknis dan Kontraktor harus membantu
serta menyediakan peralatan dan tenaga untuk pemeriksaan, pengujian
dan pengukuran.
3. Disain campuran untuk beton cor, pasangan pondasi dan stabilitas
tanah harus disiapkan dan diuji sesuai dengan spesifikasi dan tidak ada
campuran, boleh digunakan pada pekerjaan-pekerjaan proyek terkecuali
ia memenuhi persyaratan spesifikasi dan memuaskan Direksi Teknis.
4. Hasil semua pengujian termasuk pemeriksaan kualitas bahan
dilapangan dan disain campuran harus direkam dengan baik dan
dilaporkan kepada Direksi Teknis.

1.2.3. PENGELOLA LAPANGAN DAN KONTRAKTOR


1. Kontraktor harus menunjuk seorang pemimpin lapangan untuk
mengarahkan dan mengatur pekerjaan sesuai dengan Dokumen
Kontrak, termasuk pengoorganisasian tenaga dan peralatan Kontraktor
serta bertanggung jawab bagi pengadaan bahan-bahan yang sesuai
dengan persyaratan Dokumen Kontrak. Pimpinan lapangan harus
memiliki pengalaman lapangan paling sedikit selama 10 (sepuluh) tahun
pada pekerjaan proyek dan harus Tenaga Ahli bidang Sipil yang

131 
 
mampu. Untuk perbaikan-perbaikan ringan dan pekerjaan pemeliharaan,
persyaratan ini tidak diharuskan dan tergantung kepada persetujuan
tertulis dari Pejabat Pembuat Komitmen.
2. Kontraktor harus menyediakan layanan seorang Pelaksanan Lapangan
yang mampu dan berpengalaman untuk mengendalikan pekerjaan
lapangan dalam Dokumen Kontrak, termasuk pengawsan lapangan,
kualitas dan kecakapan kerja, sesuai dengan syarat-syarat Dokumen
Kontrak.
1.2.4 PENGENDALIAN LINGKUNGAN
1. Kontraktor harus menjamin bahwa akan diberikan perhatian yang penuh
terhadap pengendalian pengaruh lingkungan dan bahwa semua
syaratsyarat disain dan persyaratan spesifikasi yang berhubungan
dengan polusi lingkungan dan perlindungan lahan serta lintasan air
disekitarnya akan ditaati.
2. Kontraktor tidak boleh menggunakan kendaraan-kendaraan yang
memancarkaan suara sangat keras (gaduh), dan didalam daerah
permukiman suara peredam kebisingan harus dipasang serta dipelihara
selalu dalam kondisi baik pada semua peralatan dengan motor yang
dibawah pengendalian kontraktor.
3. Kontraktor harus juga menghindari penggunaan peralatan berat atau
peralatan berisik dalam daerah-daerah tertentu sampai larut malam atau
dalam daerah-daerah rawan seperti dekat rumah sakit.
4. Untuk mencegah polusi debu selama musim kering, Kontraktor harus
melakukan penyiraman secara teratur terhadap jalan angkutan tanah
atau jalan angkutan kerikil dan harus menutupi truk angkutan dengan
terpal.
1.2.5 PEMATOKAN DAN PEMASANGAN PEKERJAAN DI LAPANGAN
1. Alinyamen jalan yang ada beserta patok kilometer yang dipasang secara
benar akan dijadikan sebagai acuan untuk pematokan dan pemasangan
pekerjaan-pekerjaan proyek. Bilamana tidak ada patok kilometer yang

132 
 
ditemukan, patok-patok yang ditandai atau patok-patok referensi akan
didirikan oleh Direksi Teknis sebelum dimulainya pekerjaan.
2. Jika dianggap perlu oleh Pengelola Teknis, kontraktor harus
mengadakan survei secara cermat dan memasang patok beton (Bench
Marks) pada lokasi yang tetap sepanjang proyek untuk memungkinkan
disain, survei perkerasan, atau pematokan dan pemasangan pekerjaan
yang harus dibuat, dan juga untuk maksud sebagai referensi dimasa
depan.
3. Kontraktor harus memasang patok-patok konstruksi untuk membuat
garis dan kelandaian pembetulan ujung perkerasan, lebar bahu jalan,
ketinggian perkerasan, drainase samping dan gorong-gorong, sesuai
dengan gambar-gambar proyek menurut perintah Direksi Teknis.
Persetujuan Direksi Teknis atas garis dan ketinggian tersebut akan
diperoleh sebelum pelaksanaan pekerjaan konstruksi berikut sesuatu
modifikasi (perubahan) yang mungkin diperlukan oleh Direksi Teknis
yang harus dilaksanakan tanpa penundaan.
4. Untuk pekerjaan-pekerjaan yang berkaitan dengan pelebaran dan
pembangunan jalan baru, penampang melintang harus diambil pada
setiap jarak 25 meter, atau satu jarak lain yang dianggap perlu oleh
Direksi Teknik, digunakan sebagai satu dasar untuk perhitungaan
volume pekerjaan yang dilaksanakan. Penampang melintang tersebut
harus digambar pada profil dengan skala dan ukuran tertentu oleh
Direksi Teknis, serta garis-garis dan permukaan penyelesaian yang
diusulkan harus ditunjukkan. Gambar-gambar profil asli beserta tiga
fotocopy harus diserahkan kepada Direksi Teknik untuk mendapatkan
persetujuan dan tanda tangan, serta untuk suatu pengesahan yang
diperlukan. Yang Asli dan satu fotocopi akan ditahan oleh Direksi Teknis
dan dua copy yang sudah ditanda tangani dikembalikan kepada
Kontraktor.
5. Pekerjaan-pekerjaan jembatan harus ditata dilapangan dibawah
pengendalian dan pengaturan penuh oleh Direksi Teknis, serta dalam

133 
 
satu kesesuaian yang tinggi terhadap gambar-gambar dan spesifikasi.
Setiap koreksi atau perubahan dalam alinyemen atau ketinggian harus
atas dasar penyelidikan serta pengujian lapangan lebih lanjut dan harus
dilaksanakan sebagaimana yang diperlukan di bawah pengawasan
Direksi Teknis.
6. Jika diharuskan demikian oleh Direksi Teknis, kontraktor harus
menyediakan semua instrumen yang diperlukan, personil, tenaga dan
bahan yang diminta untuk pemeriksaan pematokan dilapangan atau
pekerjaan lapangan yang relevan.
1.2.6 PENGUKURAN DAN PEMBAYARAN
Semua biaya untuk pekerjaan didalam bab ini akan dimasukkan dalam
harga satuan yang bersangkutan dalam daftar penawaran yang akan
disediakan untuk semua alat, tenaga dan bahan-bahan yang diperlukan.
Tidak akan ada pembayaran terpisah untuk pekerjaan-pekerjaan yang
dimasukkan dalam bab ini.
SEKSI 1.3
STANDAR RUJUKAN
1.3.1 PENGUKURAN DAN PEMBAYARAN
1. Peraturan-peraturan dan standar yang dijadikan acuan dalam Dokumen
Kontrak akan menetapkan persyaratan kualitas untuk berbagai jenis
pekerjaan yang harus diselenggarakan beserta cara-cara yang
digunakan untuk pengujian-pengujian yang memenuhi
persyaratanpersyaratan.
2. Kontraktor harus bertanggung jawab untuk penyedia bahan-bahan dan
kecepatan kerja yang diperlukan untuk memenuhi atau melampaui
peraturan-peraturan khusus atau standar-standar yang dinyatakan
demikian dalam spesifikasi-spesifikasi atau yang dikehendaki oleh
Direksi Teknis.
13.2 JAMINAN KUALITAS
a. Selama pengadaan Kontraktor harus bertanggungjawab untuk
melakukan pengujian dan pemeriksaan semua bahan-bahan yang

134 
 
diperlukan dalam pekerjaan, dan menentukan bahwa bahan-bahan
tersebut harus memenuhi persyaratan yang telah ditentukan.
b. Selama pelaksanaan Direksi teknis mempunyai wewenang untuk
menolak bahan-bahan dan pekerjaan-pekerjaan yang tidak memenuhi
persyaratan minimum yang ditentukan tanpa kompensasi bagi
kontraktor.
c. Tanggung Jawab Kontraktor Adalah tanggung jawab kontraktor untuk
melengkapi bukti yang diperlukan mengenai bahan-bahan, kecakapan
kerja atau keduaduanya sebagaimana yang diminta oleh Direksi
Teknis atau yang ditentukan dalam Dokumen Kontrak yang memenuhi
atau melebihi yang ditentukan dalam standar-standar yang diminta.
Bukti-bukti tersebut harus dalam bentuk yang dimintakan oleh Direksi
Teknis secara tertulis, dan harus termasuk satu copy hasil-hasil
pengujian yang resmi.
d. Standar-standar Standar-standar yang dipakai menjadi acuan
termasuk,namun tidak terbatas pada standar yang dicantumkan
dibawah:
i. BUKU-BUKU PETUNJUK PELAKSANAAN BINA MARGA
ii. ii. STANDAR INDUSTRIMINDONESIA (SII)
iii. PERSYARATAN UMUM BAHAN BANGUNAN DI INDONESIA
iv. (PUBI-1982)
v. PERATURAN BETON BERTULANG INDONESIA(NI2-1971)
vi. AASHTO = AMERICAN ASSOCIATE OF STATE HIGHWAY AND
vii. TRANSPORTATION OFFICIAL (BAGIAN 1 DAN 2)
viii. ASTM = AMERICAN SOCIETY FOR TESTING AND MATERIALS
ix. BS = BRITISH STANDART INSTITUTION
x. MPBJ = MANUAL PEMERIKSAAN BAHAN JALAN
SEKSI 1.4
BAHAN-BAHAN PENYIMPANAN
1.4.1 UMUM
1. Uraian

135 
 
Bahan-bahan yang digunakan dakam pekerjaan harus memenuhi
persyaratan berikut :
a. Mematuhi standar dan spesifikasi teknis yang digunakan.
b. Untuk kekuatan ukuran, buatan, tipe dan kualitas harus seperti yang
ditentukan pada gambar rencana atau spesifikasi-spesifikasi lain
yang dikeluarkan atau yang disetujui secara tertulis oleh Direksi
Teknis.
c. Semua produksi harus baru, atau dalam kasus tanah, pasir dan
agregat harus diperoleh dari suatu sumber yang disetujui.
2. Penyerahan
a. Sebelum mengeluarkan suaru pesanan atau sebelum perubahan
suatu daerah galian untuk suatu bahan. Kontraktor harus
menyerahkan kepada Direksi Teknis contoh-contoh bahan untuk
mendapatkan persetujuan. Contoh tersebut harus disertai informasi
mengenai sumber, lokasi sumber, dan setiap klarifikasi lain yang
diperlukan oleh Direksi Teknik untuk memenuhi
persyaratanpersyaratan spesifikasi.
b. Kontraktor harus menyelenggarakan, menempatkan, memperoleh
dan memproses bahan-bahan alam yang sesuai dengan spesifikasi
spesifikasi ini serta harus memberitahu Direksi Teknis paling sedikit
30 (tiga puluh) hari sebelumnya atau suatu jangka waktu lain yang
dinyatakan oleh Direksi Teknis secra tertulis bahwa bahan tersebut
dapat digunakan dalam pekerjaan. Laporan ini berisi semua
informasi yang diperlukan. Persetujuan sebuah sumber tidak berarti
bahwa semua bahan-bahan dalam sumber tersebut disetujui.
c. Dalam kasus bahan – bahan aspal, semen , baja dan kayu
struktural serta bahan-bahan buatan pabrik lainnya. Sertifikat uji
pabrik pembuat diperlukan sebelum persetujuan dari Direksi Teknis
diberikan. Direksi Teknis memberikan persetujuan ini secara tertulis.
1.4.2. SUMBER BAHAN –BAHAN
1. Sumber-sumber

136 
 
a. Lokasi sumber bahan yang mungkin dapat digunakan yang
diperlihatkan dalam dokumen-dokumen atau yang diberikan oleh
Direksi Teknis, disediakan sebagai satu petunjuk saja. Adalah
tanggung jawab kontraktor untuk mmengadakan identifikasi dan
memeriksa kecocokan semua sumber-sumber bahan yang
diperlukan untuk mendapatkan persetujuan Direksi Teknis.
b. Sumber bahan tidak boleh dipilih dari sumber alam dilindungi, hutan
lindung, atau dalam daerah yang mudah terjadi longsoran atau
erosi.
c. Kontraktor akan menentukan berapa banyak peralatan dan
pekerjaan yang diperlukan untuk produksi bahan-bahan tersebut
memenuhi spesifikasi ini. Direksi Teknis akan menolak atau
menerima bahan-bahan dari sumber-sumber bahan atas dasar
persyaratan kualitas yang ditentukan dalam Dokumen Kontrak.
d. Tidak boleh ada kegiatan pada lokasi sumber bahan yang akan
menimbulkan erosi atau longsoran tanah, hilangnya tanah produktif
atau secara lain berpengaruh negatiif dengan daerah sekelilingnya.
2. Pemesanan Bahan
a. Pemesanan bahan-bahan akan dilakukan jika Direksi Teknis telah
memberikan persetujuan untuk menggunakannya. Bahan-bahan
tidak boleh digunakan untuk maksud-maksud lain dari pada yang
telah disetujui oleh Direksi Teknis.
b. Jika kualitas atau gradasi bahan tersebut tidak sesuai dengan
kualitas yang telah disetujui Direksi Teknis, maka Direksi Teknis
dapat menolak bahan tersebut dan minta diganti.
1.4.3. PENYIMPANAN BAHAN
1. Umum
a. Bahan-bahan harus disimpan dalam cara sedemikian rupa sehingga
bahan-bahan tersebut tidak rusak dan kualitasnya dilindungi, dan
sedemikian sehingga bahan tersebut selalu siap digunakan serta
dengan mudah dapat diperiksa oleh Direksi Teknis.

137 
 
b. Penyimpanan di atas hak millik pribadi hanya akan diizinkan jika
telah diperbolehkan secara tertulis oleh pemilik atau penyewa yang
diberi kuasa.
c. Tempat penyimpanan harus bersih dan bebas dari sampah dan air,
bebas pengaliran air dan kalau perlu ditinggikan. Bahan-bahan tidak
boleh bercampur dengan tanah dasar, dan bila diperlukan satu
lapisan alas dasar pelindung harus disediakan. Tempat
penyimpangan berisi semen, kapur dan bahan-bahan sejenis harus
dilindungi sepantasnya dari hujan dan banjir.
2. Penumpukan Agregat, Kerikil dan Pasir
a. Agregat batu, kerikil dan pasir harus ditumpuk dalam satu cara yang
disetujui sedemikian sehingga tidak ada segresi serta menjamin
gradasi yang memadai. Tinggi tumpukan maksimum adalah lima
meter.
b. Masing-masing jenis berbagai agregat harus ditumpuk secara
terpisah atau dipisahkan denngan partisi kayu.
c. Penempatann tumpukan material dan peralatan, harus ditempat
tempat yang memadai serta tidak boleh menimbulkan kemacetan
lalu lintas dan membendung lintasan air.
d. Kontraktor harus melaksanakan penyiraman yang teratur pada
jalan-jalan angkutan, daerah lalu lintas berat lainnya serta
penumpukkan material lainnya, khususnya selama musim kering.
3. Penanganan dan Penyimpanan Semen
a. Perlu diberikan perhatian sewaktu pengangkutan semen ketempat
pekerjaan supaya semen tidak menjadi basah dan kantong semen
menjadi rusak.
b. Dilapangan semen tersebut harus disimpan didalam gudang yang
kedap air, dengan penumpukkan yang rapi dan secara sistimatis
menurut jatuh temponya, sehingga penggunaan semen dapat diatur
serta tidak berada terlalu lama dalam penyimpanan.

138 
 
c. Biasanya jangka waktu akhir penyimpanan semen untuk konstruksi
beton tidak boleh lebih dari 3 (tiga) bulan. Direksi Teknis secara
teratur akan memeriksa semen yang disimpan dilapangan dan tidak
akan mengijinkan setiap semen digunakan bila didapati dalam
kondisi telah mengeras.
4. Bahan-bahan yang Ditumpuk di Pinggir Jalan Direksi Teknis akan
memberikan petunjuk mengenai lokasi yang tepat untuk menumpuk
bahan-bahan di pinggir jalan dan semua tempat yang di pilih harus
keras tanah dengan drainase yang baik, rata dan kering serta sama
sekali tidak boleh melampaui batas jalan tersebut dimana bahan-bahan
tersebut dapat menimbulkan bahaya atau kemacetan lalu lintas.
Tempat penumpukan harus dibersihkan dari semak-semak dan sampah
dan bila perlu tanah tersebut di ratakan dengan motor grader. Agregat
dan kerikil harus ditumpuk secara rapi menurut ukuran mal, dengan
sumbu memanjang tumpukan tersebut biasanya sejajar dengan garis
tengah jalan.
1.4.4 PENGUKURAN DAN PEMBAYARAN
1. Royalty (Keuntungan)
Semua biaya untuk kompensasi bagi pemilik lahan atau sumber bahan,
misalnya sewa royalty (pajak) daan biaya-biaya sejenis akan
dimasukkan dalam harga satuan bagi bahan-bahan yang bersangkutan
serta tidak ada pembayaran terpisah kepada Kontraktor untuk biaya
biaya ini.
2. Pekerjaan-pekerjaan Lapangan untuk Sumber Bahan
a. Kontraktor akan menyelenggarakan semua pengaturan untuk
membuka sumber bahan kecuali diperintahkan lain oleh Direksi
Teknis secara tertulis.
b. Semua biaya yang diperlukan untuk pembukaan sumber-sumber
bahan seperti pembongkaran tanah selimut dan tanah bagian atas
serta menimbun kembali lapangan tersebut setelah galian

139 
 
diselesaikan harus dimasukkan dalam harga satuan dan tidak ada
pembayaran terpisah bagi pekerjaan ini.
SEKSI 1.5
PROSEDUR PERUBAHAN PEKERJAAN
1.5.1 UMUM
1. Uraian
Perubahan-perubahan pekerjaan dapat dirintis oleh Pejabat Pembuat
Komitmen (atau Direksi Teknik jika dikuasakan demikian oleh Pejabat
Pembuat Komitmen untuk bertindak atas namanya) atau oleh
kontraktor dan akan disetujui dengan cara satu Perintah Perubahan
yang ditanda tangani oleh kedua belah pihak. Jika dasar pembayaran
ditentukan dalam satu perintaah perubahan menimbulkan satu
perubahan dalam Struktur Hargaa Satuan Item Pembayaran atau suatu
perubahan dalam Besarnya Kontrak.Perintaah Perubahan tersebut
akan dirundingkan dan dirumuskan dalam suatu addendum.
2. Perintah Perubahan daan Addenda Harus memenuhi hal-hal berikut :
a. Perintah Perubahan
Sebuah perintah tertulis yang dikeluarkan oleh Pejabat Pembuat
Komitmen yang diparaf oleh kontraktor menunjukkan penerimanya
atas perubahan pekerjaan atau Dokumen Kontrak dan
persetujuannya atas dasar penyesuaiannya pembayaran dan waktu
, jika ada untuk pelaksanaan perubahan pekerjaan tersebut Perintah
perubahan harus ditertibkan dalam satu formulir standar dan akan
mencakup semua instruksi yang dikeluarkan oleh Pejabat Pembuat
Komitmen yang akan menimbulkan suatu perubahan data Dokumen
Kontrak atau instruksi-instruksi sebelumnya yang dikeluarkan oleh
Pejabat Pembuat Komitmen.
b. Addenda
Suatu persetujuan tertulis antara Pemilik (Emplayer) dan Kontraktor
merumuskan satu perubahan dalam pekerjaan atau Dokumen
Kontrak yang telah menghasilkan satu perubahan dalam susunan

140 
 
Harga Satuan Item Pembayaran atau satu perubahan yang
diharapkan dalam besarnya kontrak dan telah dituding sebelumnya
serta disetujui dibawah satu Perintah Perubahan. Addenda juga
akan dibuat pada bagian penutup Kontrak dan untuk semua
perubahan-perubahan kontraktual tersebut terjadi untuk struktur
harga atau Besarnya Kontrak.
3. Penyerahan-penyerahan
a. Kontraktor akan menunjuk wakil perusahaan secara tertulis yang
diberi kuasa untuk menerima perubahan dalam pekerjaan dan yang
bertanggung jawab untuk memberitahukan karyawan-karyawan
kontraktor lainnya mengenai otoritas perubahan-perubahan
tersebut.
b. Pejabat Pembuat Komitmen akan menunjuk secara tertulis pejabat
yang diberi kuasa untuk mengadministrasikan prosedur perubahan
atas nama Pemberi Tugas.
c. Kontraktor akan membentuk setiap pengajuan untuk usulan lump
sum, dan untuk setiap Harga Satuan yang tidak ditentukan
sebelumnya dengan data pembuktian yang cukup untuk
memungkinkan Direksi Teknis mengevaluasi usulan tersebut.
1.5.2 PROSEDUR AWAL
1. Pejabat Pembuat Komitmen dapat mengawali ‘Perintah Perubahan”
(Change Order) dengan menyampaikan kepada kontraktor satu
pemberitahuan tertulis yang berisikan:
a. Satu uraian terinci mengenai perubahan yang diusulkan dan
lokasinya dalam proyek tersebut.
b. Kelengkapan atau gambar-gambar dan spesifikasi-spesifikasi yang
dirubah dengan merinci perubahan yang diusulkan.
c. Jangka waktu yang direncanakan untuk mengerjakan perubahan
yang diusulkan tersebut.
d. Apakah perubahan yang diusulkan tersebut dapat dilaksanakan di
bawah struktur Harga Satuan Item Pembayaran yang ada maupun

141 
 
suatu harga satuan atau lump sum tambahan yang diperlukan harus
disetujui dan dirumuskan dalam suatu addendum. Suatu
pengumuman demikian adalah hanya satu pemberitahuan saja dan
tidak merupakan satu perintah untuk melaksanakan
perubahanperubahan tersebut atau untuk menghentikan pekerjaan
yang sedang maju.
2. Kontraktor dapat meminta satu perintah perubahan dengan
mengajukan satu pemberitahuan tertulis kepada Direksi Teknis, berisi:
a. Uraian perubahan yang diajukan.
b. Pernyataan atasan untuk membuat usulan perubahan. Pernyataan
pengaruh pada jadwal pelaksanaan, jika ada.
c. Pernyataan pengaruh yang pada pekerjaan-pekerjaan
subkontraktor yang terpisah, jika ada.
d. Perincian apakah semua atau sebagian usulan perubahan harus
e. dilakukan dibawah struktur Harga satuan Item Pembayaran yang
ada beserta dengan suatu harga satuan tambahan atau Lump sum
yang dipertimbangkan mungkin perlu disetujui.
1.5.3 PELAKSANAAN “PERINTAH PERUBAHAN” (CHANGE ORDER)
1. Isi masalah dalam “Perintah Perubahan” berdasarkan pada :
a. Permintaan Pejabat Pembuat Komitmen dan penerimaan
kontraktor yang disetujui bersama, atau :
b. Permohonan Kontraktor untuk satu perubahan yang diterima oleh
Pejabat Pembuat Komitmen.
2. Pejabat Pembuat Komitmen akan mempersiapkan “ Perintah
Perubahan” tersebut dan menyediakan satu nomor “Perintah
Perubahan”.
3. Perintah perubahan tersebuut akan menguraikan perubahan dalam
pekerjaan-pekerjaan, penambahan maupun penghapusan, dengan
lampiran revisi Dokumen Kontrak yang diperlukan untuk menetapkan
perincian perubahan.

142 
 
4. “Perintah Perubahan” tersebut akan menetapkan dasar pembayaran
dan suatu penyesuaian waktu yang diperlukan, sebagai akibat adanya
perubahan, dan dimana perlu akan menunjukan setiap tambahan
harga satuan ataupun jumlah yang telah dirundingkan diantara
pemimpin proyek dan kontraktor yang perlu dirumuskan dalam satu
addendum.
5. Pejabat Pembuat Komitmen akan menandatangani dan menetapkan
tanggal “Perintah Perubahan” sebagai otoritas bagi kontraktor untuk
melaksanakan perubahan tersebut.
6. Kontraktor akan menandatangani dan memberi tanggal “Perintah
Perubahan” untuk menyatakan persetujuan dengan rincian di
dalamnya.

1.5.4 PELAKSANAAN ADDENDUM


1. Isi masalah satu Addendum berdasarkan :
a. Permintaan Pejabat Pembuat Komitmen dan jawaban kontraktor.
b. Permohonan kontraktor untuk perubahan yang direkomendasikan
dan disetujui oleh Pejabat Pembuat Komitmen.
2. Pejabat Pembuat Komitmen akan menyiapkan addendum tersebut.
3. Addendum tersebut akan menguraikan setiap perubahan kontraktual
perubahan teknik maupun perubahan volume dalam pekerjaan
tambahan maupun penghapusan beserta revisi dokumen kontrak
untuk menetapkan perincian perubahan dimaksud.
4. Addendum tersebut akan menyediakan satu perhitungan ringkas
setiap tambahan atau penyesuaian harga satuan item pembayaran
beserta satu perubahan jumlah kontrak atau penyesuaian dalam
jangka waktu kontrak.
5. Pejabat Pembuat Komitmen dan Kontraktor akan menandatangani
Addendum tersebut dan melampirkannya dalam Dokumen Kontrak.
SEKSI 1.6
DOKUMEN REKAMAN PROYEK

143 
 
1.6.1 UMUM
1. Kontraktor akan menyimpan satu rekaman pekerjaan kontrak atau
akan menyelesaikaan rekaman semua perubahan pekerjaan dalam
kontrak sejak dimulai sampai selesainya pekerjaan proyek.
2. Penyerahan-penyerahan
a. Kontraktor akan menyerahkan kepada Direksi Teknis untuk
persetujuan rekaman proyek tersebut kontraktor yang dilaksanakan
pada hari ke 25 tiap-tiap bulan atau tanggal lain menurut perintah
b. Pejabat Pembuat Komitmen : Kontraktor akan menyerahkan
kepada Direksi Teknis untuk mendapatkan persetujuannya
Dokumen Rekaman Proyek Akhir (final) pada waktu permohonan
untuk Sertifikat penyelesaian utama dilengkapi dengan catatan-
catatan berikut :
• Nomor dan jadwal proyek.
• Nama dan Alamat Kontraktor.
• Nomor dan judul masing-masing dokumen rekaman.
• Sertifikat bahwa masing-masing dokumen yang diserahkan
adalah lengkap dan akurat.
• Tanda tangan Kontraktor atau waktunya yang diberi kuasa.
1.6.2 DOKUMEN REKAMAN PROYEK
1. Perangkat Dokumen Proyek.
Dengan memenangkan kontrak, Kontraktor akan mendapatkkan
seperangkat lengkap semua Dokumen dari Pejabat Pembuat
Komitmen tanpa beban biaya yang berkaitan dengan kontrak.
Dokumen tersebut akan mmeliputi :
• Persyaratan Umum Kontrak.
• Persyaratan Khusus Kontrak.
• Gambar Rencana Kontrak.
• Spesifikasi Teknis.
• Addenda.
• Modifikasi –modifikasi lain terhadap kontrak (jika perlu).

144 
 
2. Penyimpanan Dokumen
Dokumen proyek tersebut harus disimpan didalam kantor lapangan
dalam satu file dan rak dan kontraktor harus menjaga serta
melindunginya dari kerusakkan dan hilang sampai pekerjaan selesai,
serta harus memasukkan data rekaman tersebut kepada Dokumen
Rekaman Proyek Akhir (final). Dokumen rekaman (pencatatan)
tersebut tidak boleh digunakan untuk tujuan pelaksanaan dan
dokumen itu harus dapat diperoleh setiap waktu untuk pemeriksaan
oleh Direksi Teknis.

SEKSI, 1.7

PEKERJAAN HARIAN

1.7.1 UMUM

1. Uraian
Pekerjaan ini terdiri dari kegiatan-kegiatan kerja tertentu yang semula tidak
diketahui lebih atau tidak disediakan pada Daftar Penawaran, tetapi
ternyata selama pelaksanaan menjadi jelas diperlukan agar pelaksanaan
dan penyelesaian proyek memuaskan dan dapat diukur dengan baik dalam
hal biaya-biaya, tenaga kerja, peralatan dan bahanbahan. Pekerjaan yang
harus dilaksanakan di bawah “Pekerjaan harian” dapat termasuk segala
sesuatu yang diperintahkan atau dikuasakan oleh Direksi Teknis dan dapat
meliputi stabilisasi, pengujiaan (testing), perbaikan dan lapis perkerasan
yang ada, konstruksi lapisan ulang, struktur atau pekerjaan-pekerjaan
lainnya.

2. Penyerahan

Sebelum memesan material untuk “Pekerjaan harian” Kontraktor harus


menyerahkan kepada Direksi Teknis penawaran-penawaran, untuk diminta
persetujuannya, dan sesudah pemesanan material. Kontraktor harus

145 
 
memberikan kepada Direksi Teknis tanda terima atau kwitansi pembayaran
lainnya yang diperlukan untuk membuktikan jumlah yang dibayar.
Pada akhir dari setiap hari kerja, Kontraktor harus menyerahkan suatu
catatan tertulis mengenai banyaknya jam kerja untuk tenaga kerja dan
peralatan serta volume semua bahan yang digunakan atas dasar suatu
Pekerjaan Harian dan harus memperoleh tandatangan Direksi Teknis pada
laporan ini, yang menyatakan bahwa Direksi Teknis telah menyetujui
mengenai item pembayaran dan kuantitas yang diajukan.

1.7.2 BAHAN-BAHAN DAN PERALATAN


1. Bahan-bahan
Semua bahan yang digunakan atas dasar Pekerjaan Harian harus
memenuhi persyaratan mutu dan keandalan yang diberikan pada bab –
bab yang terkait ada Spesifikasi ini. Untuk bahan-bahan yang tidak
ditetapkan secara terinci dimanapun pada Spesifikasi ini, maka mutu
material harus seperti yang diperintahkan atau disetujui oleh Direksi
Teknis.

2. Peralatan
Peralatan-peralatan yang digunakan atas dasar Pekerjaan Harian harus
memenuhi ketentuan-ketentuan dari Bab-bab yang terkait pada
Spesifikasi ini dan harus disetujui untuk digunakan oleh Direksi Teknis
sebelum pekerjaan dimulai.

1.7.3 PELAKSANAAN PEKERJAAN HARIAN


1. Pengesahan Pekerjaan Harian
a. Pekerjaan Harian dapat diminta secara tertulis oleh kontraktor atau
diperintahkan oleh Direksi Teknis. Pada kedua hal tersebut, pekerjaan
tidak boleh dimulai, sampai Direksi Teknis mengeluarkan secara
tertulis suatu otorisasi kerja harian.

146 
 
b. Otorisasi ini akan menguraikan mengenai luas dan staf pekerjaan yang
diperlukan dengan lampiran-lampiran gambar atau Dokumen Kontrak
yang diperbaiki untuk menentukan rincian pekerjaan, dan akan
menunjukkan cara untuk menentukan setiap perubahan jumlah
besarnya kontrak dan setiap perubahan dalam jangka waktu kontrak
jika ada.
b. Direksi Teknis akan menandatangani dan membubuhi tanggal pada
otorisasi pekerjaan harian sebagai pemberian wewenang atau izin
kepada kontraktor.

2. Pelaksanaan Pekerjaan harian

Operasi Pekejaan Harian harus dilaksanakan sesuai dengan


ketentuanketentuan
dari Bab-bab yang terkait pada spesifikasi ini yang menentukan
penempatan bahan-bahan, finishing pekerjaan-pekerjaan, pengujian dan
mutu pekerjaan, pemeliharaan pekerjaan serta perbaikan setiap pekerjaan
yang tidak memuaskan. Dalam hal ini pekerjaan yang diperlukan harus
dilaksanakan atas dasar Pekerjaan Harian yang tidak ditentukan
dimanapun pada spesifikasi ini,
maka pekerjaan harus dilaksanakan sebagaimana diperintahkan dan
disetujui oleh Direksi teknis.

3. Claim (Tagihan) Pekerjaan Harian


a. Pada selesainya Pekerjaan Harian, Kontraktor harus menyerahkan
daftar perhitungan beserta data pendukung untuk mendukung setiap
tagihan pekerjaan harian atas dasar Swakelola, bahan-bahan dan
waktu termasuk semua catatan harian yang disetujui oleh Direksi
Teknis ditambah keterangan tambahan seperti:
1) Nama Direksi Teknis yang memerintahkan bekerja, dan tanggal
perintah tersebut.

147 
 
2) Tanggal dan waktu pekerjaan dilaksanakan beserta daftar
tenagayang dipekerjakan.
3) Ringkasan mengenai jam-jam kerja yang digunakan, untuksemua
tenaga kerja pada Pekerjaan Harian.
4) Ringkasan mengenai jam-jam yang digunakan untuk
semuaperalatan Konstruksi pada Pekerjaan Harian.
5) Apabila dapat dipakai, invoice dan tanda terima untuk
setiapmaterial, produk atau jasa-jasa yang digunakan dalam
pekerjaanyang disahkan dengan “Perintah Perubahan”.
b. Konsultan akan memeriksa dan menyatakan bahwa tagihan. Pekerjaan
Harian dan Kontraktor sebagai bagian dari permintaan pengajuan
Sertifikat Pembayaran Bulanan sesuai dengan artikelartikel yang
terkait Persyaratan Umum Kontrak mengenai Sertifikasi (Pengesahan)
dan Pembayaran.

1.7.4 CARA PENGUKURAN DAN PEMBAYARAN PEKERJAAN HARIAN

1. Pengukuran Dan Pembayaran Bahan-Bahan


a. Material yang diukur untuk pembayaran harus jumlah bahan-bahan
yang sebenarnya dimasukkan pada Pekerjaan Harian yang
dibuktikan dengan tagihan (invoice) dan levaransir dan
laporanlaporan
b. Pekerjaan Harian yang telah disetujui. Untuk material yang
digunakan pada Pekerjaan Harian, pembayaran haruslah sesuai
harga netto yang dibayarkan oleh Kontraktor untuk material yang
dikirim ke lapangan, sebagaimana yang diperkuat dengan surat
tagihan dari levaransir yang mana harganya ditambah 15%.
Pembayaran semacam itu harus dianggap sebagai kompensasi
penuh untuk penyediaan material, termasuk harga harga berikut ini:
1) Pengadaan dan pengiriman ke lapangan.
2) Penerimaan di lapangan, pembongkaran, pemeriksaan,
penyimpanan, perlindungan dan penanganan secara umum.

148 
 
3) Yang terbuang.
4) Biaya-biaya administrasi dan akuntansi dan semua
biayaoverhead lainnya yang berhubungan.
5) Keuntungan.
c. Pembayaran semua material yang dimasukkan dalam Pekerjaan
harian harus dibuat dari jumlah sementara yang dimasukkan untuk
item pembayaran “Material untuk Pekerjaan Harian” yang tercatat
pada Daftar Penawaran.
2. Pengukuran dan Pembayaran Tenaga Kerja Pengukuran tenaga kerja
untuk pembayaran di bawah “Pekerjaan Harian” harus dibuat berdasar
jam kerja sebenarnya yang dijamin pada Harga Satuan untuk macam-
macam kategori tenaga kerja yang dimasukkan pada Daftar
Penawaran, yang harga dan pembayarannya harus merupakan
kompensasi penuh untuk biaya-biaya berikut ini:
a. Upah tenaga kerja, pajak, bonus, asuransi, uang cuti, perumahan,
fasilitas kesejahteraan, biaya pengobatan, uang saku lainnya yang
menjadi haknya dan semua biaya-biaya lainnya yang ditetapkan
pada “Peraturan Tenaga Kerja di Indonesia: Pedoman untuk
Investor asing” (Perundang-undangan Tenaga Kerja di Indonesia),
yang diterbitkan oleh Biro Hukum Departemen Tenaga Kerja.
b. Pemakaian dan Pemeliharaan perkakas manual.
c. Biaya transportasi ke dan dari lapangan pekerjaan yang harus
dilaksanakan.
d. Semua biaya administrasi dan akuntansi yang berkaitan,
pengawasan (tidak termasuk mandor) dan semua biaya tambahan
lainnya serta biaya overhead yang diperlukan untuk mobilisasi
tenaga kerja di lokasi pekerjaan.
e. Keuntungan.
3. Pengukuran Peralatan
Pengukuran peralatan untuk pembayaran menurut dasar Pekerjaan
Harian, baik yang disewa atau kepunyaan Kontraktor, harus dibuat

149 
 
berdasarkan jam kerja sebenarnya yang sah dan peralatan pada Harga
Satuan untuk bermacam-macam kategori dari peralatan yang
dimasukkan pada Daftar Penawaran, yang harga dan pembayarannya
akan merupakan kompensasi penuh untuk biaya-biaya berikut ini:
a. Sopir, operator dan pembantu, yang harus termasuk semua biaya
yang ditunjukkan diatas untuk tenaga kerja.
b. Penyimpanan bahan bakar dan kebutuhan-kebutuhan lainnya.
c. Overhauls, perbaikan dan pergantian.
d. Waktu idle (tidak bekerja) dan waktu perjalanan di lapangan.
e. Biaya-biaya pendirian perusahaan, biaya-biaya akuntansi kantor
pusat dan kantor lapangan dan semua biaya overhead lainnya.
f. Biaya pengangkutan ke dan dari lapangan.
g. Keuntungan.
BAGIAN II
PEKERJAAN TANAH
SEKSI 2.1
GALIAN TANAH
2.1.1 UMUM

(1) Uraian
Pekerjaan ini meliputi suatu galian tanah, yang digunakan sebagai landasan
pondasi konstruksi jalan dengan kemiringan melintang yang benar sebelum
dipasang suatu lapisan yang baru pada suatu permukaan jalan.
(2) Toleransi Ukuran
(a) Tebal galian tanah sesuai dengan gambar rencana kerja, dan kedalaman
galian yang telah ditentukan dalam spesifikasi teknis sebagaimana yang
diperintahkan oleh Direksi Teknis. Kedalalaman rata-rata yang ditetapkan
pada gambar rencana kerja adalah berdasarkan pemeriksaan visual
yang diberikan sebagai perkiraan tebal rata- rata yang diperlukan.
(3). Cara Pengukuran Pekerjaan
(a) Volume galian tanah yang digali akan diukur untuk pembayaran sebagai
jumlah meter kubik terpasang dan dapat diterima oleh Direksi Teknis,
150 
 
dihitung sebagai bagian penggalian yang diukur pada garis sumbu dikali
dengan lebar rata-rata dan tebal rata-rata yang diukur dan disetujui
bersama antara kontraktor dan direksi teknis.
(b) Volume yang dibayar merupakan jumlah meter kubik tanah yang
dipasang dan disesuaikan dengan gambar spesifikasi, atau seperti yang
diperintahkan oleh Direksi Teknik dilapangan, yang digali dan diterima
oleh Direksi Teknik. Perhitungan volume harus atas dasar kedalaman
dan lebar galian tanahu yang diperlukan, sebagaimana yang ditunjukkan
dalam gambar atau seperti yang disesuaikan oleh “Perintah Perubahan”,
dikalikan dengan panjang sebenarnya yang dipasang. Setiap
penyimpangan dalam bentuk dan kedalaman galian tanah tidak boleh
melebihi toleransi ukuran yang ditentukan dibawah Sub Bab 2.1.1(2).

2.1.2 Dasar Pembayaran

Volume yang ditentukan sebagaimana yang diberikan di atas dibayar


persatuan pengukuran pada harga yang dimasukkan dalam daftar
penawaran untuk item pembayaran yang tercantum di bawah, harga dan
pembayaran tersebut merupakan kompensasi penuh untuk semua
pekerjaan dan biaya –biaya yang diperlukan dalam penyelesaian
pekerjaan galian tanah yang diminta sebagaimana diuraikan sebelumnya
dalam bab ini.
Mata Pembayaran Uraian Satuan
Pengukuran
2.1 Galian tanah Meter Kubik

SEKSI 2.2
URUGAN TANAH
2.2.1 UMUM

(1) Uraian
Pekerjaan ini meliputi suatu lapisan urugan tanah yang padat dan tahan
lama, terdiri dari tanah pilihan yang digunakan sebagai lapisan dasar
untuk memperbaiki tanah asli dan pengurugan badan jalan dengan

151 
 
kemiringan melintang yang benar sebelum dipasang suatu lapisan yang
baru pada suatu permukaan jalan.
(2) Toleransi Ukuran
(a) Tebal urugan tanah urugan 15 cm, dan ketebalan yang harus
dipasang harus padat dan rata dengan alat pemadat, pengurugan
harus dilakukan lapis demi lapis dengan ketebalan 20 cm sesuai
dengan ketinggian yang diatur dilapangan serta sebagaimana yang
diperintahkan oleh Direksi Teknis. Tebal rata-rata yang ditetapkan
pada gambar rencana kerja adalah berdasarkan pemeriksaan
visual yang diberikan sebagai perkiraan tebal rata- rata yang
diperlukan.
(b) Bila diuji dengan satu mal punggung jalan atau batang lurus 3 m,
variasi permukaan urugan tanah tidak boleh melebihi 10 mm pada
setiap titik tingkat dan ketinggian yang telah ditetapkan.
(3) Contoh Bahan
Kontraktor harus menyerahkan contoh bahan berikut kepada Direktur
Teknis pada paling sedikit 14 (empat belas) hari sebelum pekerjaan
dimulai.
- Contoh bahan tanah yang diserahkan harus bersih dan tidak
mengandung banyak humus atau kotoran sampah organik.
- Material harus tetap kering agar mudah dalam pelaksanaan
pekerjaan dan terhindar dari unsur kotoran organik.
(4) Pembatasan Cuaca
Urugan tanah yang akan dipasang hanya dibawah kondisi cuaca baik
dan panas, permukaan jalan yang akan diurug harus dalam keadaan
kering dan bersih dari unsur kotoran sampah organik.
(5) Pengendalian Lalu Lintas
(a) Pengendalian lalu lintas harus dilaksanakan oleh kontraktor sesuai
dengan Syarat-Syarat Umum Kontrak dan samppai disetujui oleh
Direksi Teknis, serta tindakan-tindakan pencegahan yang memadai

152 
 
harus diambil untuk mengarahkan dan mengendalikan lalu lintas
selama pelaksanaan pekerjaan.
(b) Harus dibuatkan penyediaan untuk pekerjaan yang harus
dilaksanakan dengan pelaksanaan separuh lebar jalan, terkecuali
disediakan satu jalan pengalihan yang sesuai dan mendapatkan
persetujuan Direksi Teknis.
(c) Tidak ada lalu lintas yang dijinkan diatas permukaan jalan yang baru
selesai sampai urugan tanah tersebut dipadatkan benar-benar
sehingga memuaskan Direksi Teknis. Kecepatan lalu lintas diatas
permukaan terpasang memuaskan Direksi Teknis. Kecepatan lalu
lintas diatas permukaan terpasang yang baru tersebut harus
dibatasi sampai 15 Km/jam untuk paling sedikit selama 48 jam
setelah penyelesaian. Kontraktor harus bertanggung jawab atas
semua akibat lalu lintas yang diijinkan lewat, sementara pekerjaan
jalan sedang berlangsung.
(d) Perbaikan Pekerjaan yang tidak memuaskan. Urugan tanah harus
diselesaikan sesuai dengan persyaratan spesifikasi teknis. Luas
urugan tanah Perata yang tidak sesuai dengan persyaratan-
persyaratan ini dan yang dianggap tidak memuaskan Direksi Teknis
harus diperbaiki dengan cara menyingkirkan dan mengganti,
menambah satu lapisan tambahan dan/atau dengan suatu tindakan
lain yang dianggap perlu oleh Direksi Teknis.

2.2.2 Bahan – Bahan

(1) Persyaratan Umum


(a) Semua bahan yang diperlukan harus sudah siap/tersedia dilokasi
pekerjaan dan aman.
(b) Cari tempat penumpukkan yang agak luas agar bisa menumpuk
material urugan tanah.
(c) Kualitas urugan tanah harus disesuaikan dengan spesifikasi teknis
yang ada telah disyaratkan dalam Dokumen Kontrak.

153 
 
2.2.3 Pelaksanaan pekerjaan

(a) Pekerjaan ini memerlukan lahan yang agak luas agar bisa
menempatkan material urugan tanah dalam satu area pekerjaan.
(a) Jenis peralatan yang harus digunakan sesuai dengan daftar
peralatan yang telah disetujui oleh Direksi teknis. Pada umumnya
peralatan yang dipilih untuk pengurugan tanah menggunakan
peralatan manual atau tenaga manusia untuk meratakan urugan
tanah. Pengurugan tanah dan penyebaran dilakukan dengan
menggunakan garuk, sekup dan gerobak dorong.
(b) Peralatan untuk penghampar urugan tanah. Sebuah alat yang
sederhana untuk lapisan tanah sebelum tanah dihampar dan
dipadatkan dengan mesin pemadat.
2. Penyiapan lapangan.
Urugan tanah lama harus dibersihkan dan diratakan dari bahan-bahan
lepas dan lunak, seperti akar-akar, rumput-rumput harus dihilangkan
serta setiap kerusakan pada perkerasan karena lubang-lubang, bagian
amblas pinggiran runtuh dan cacat pada permukaan harus dibetulkan
dan diperbaiki. Sebelum memasang urugan tanah, permukaan lama
harus kering dan dibersihkan dari semua batu lepas serta bahan-bahan
organik lainnya harus disingkirkan terlebih dahulu sesuai dengan
spesifikasi teknis yang telah ditentukan, terkecuali diperintahkan oleh
Direksi Teknis.
3. Prosedur Pemadatan
(a) Tahap awal pemadatan dan pemadatan final akan dikerjakan
semuanya dengan alat pemadat manual/stamper menggunakan
tenaga kerja.
(b) Kecepatan alat pemadat manual/stamper tidak boleh melebihi
ketentuan yang ada dalam spesifikasi teknis. Dan serta selalu
lambat untuk menghindari pergeseran campuran urugan tanah.
Garis pemadatan tidak boleh terlalu berubah atau arah pemadatan

154 
 
terbalik secara tiba-tiba, yang akan menimbulkan penggeseran
campuran.
(c) Pemadatan akan dimulai secara memanjang pada sambungan dan
dari pinggiran pada sebuah luar yang akan berlangsung sejajar
dengan sumbu jalan menuju bagian tengah pengurugan, pemadatan
dimulai pada sisi rendah bergerak menuju sisi yang lebih tinggi.
Lintasan berikutnya dari alat pemadat manual/stamper dan lintasan
tidak boleh berhenti pada titik-titik ditempat satu meter dari titik
ujung lintasan-lintasan sebelumnya.
(d) Bila memadat sambungan memanjang, alat pemadat
manual/stamper, pemadat pertama-tama harus bergerak pada jalan
yang sudah dilewati sebelumnya demikian hingga tidak melebihi dari
15 cm roda kemudi jalan/lewat diatas pinggiran pengurugan yang
dipadatkan. Alat pemadat manual harus terus menerus sepanjang
jalur ini menggeser posisinya sedikit demi sedikit menyilang
sambungan tersebut dengan lintasan berikutnya, sampai diperoleh
satu sambungan yang dipadatkan rapi secara menyeluruh.
(e) Pemadatan akan bergerak maju secara terus menerus sebagaimana
yang diperlukan untuk mendapatkan pemadatan yang seragam
selama waktu bahwasanya campuran urugan tanah tersebut dapat
dikerjakan dan sampai semua tanda-tanda bekas alat pemadat
manual/stamfer dan tidak teratur lainya dihilangkan. Untuk
mencegah menempelnya campuran pada alat pemadat
manual/stamfer, alas bagian bawah alat tersebut harus dijaga selalu
basah.
4. Penyelesaian
(a). Alat berat dan mesin gilas tidak diizinkan berdiri diatas permukaan
yang baru selesai dan sampai permukaan tersebut merata secara
menyeluruh.

155 
 
(b). Permukaan lapisan urugan tanah pemadatan harus halus dan rata
pada punggung jalan dan pada tingkat yang ditetapkan dalam
toleransi yang ditentukan.
(c). Sementara permukaan tersebut sedang dipadatkan dan
diselesaikan kontraktor harus memperbaiki pinggiran-pinggiran
dalam garis secara rapi.
(d). Setiap bahan-bahan yang lebih harus dipotong harus setelah
penggilasan final dan dibuat kontraktor sehingga disetujui oleh
Direksi Teknik.
5. Cara Pengukuran Pekerjaan
(a) Volume urugan tanah yang dihamparkan dan dipadatkan akan
diukur untuk pembayaran sebagai jumlah meter kubik terpasang
dan dapat diterima oleh Direksi Teknis, dihitung sebagai bagian
pengurugan yang diukur pada garis sumbu dikali dengan lebar
rata-rata dan tebal rata-rata yang diukur dan disetujui bersama
antara kontraktor dan direksi teknis.
(b) Volume yang dibayar merupakan jumlah meter kubik urugan tanah
yang dipasang dan disesuaikan dengan gambar spesifikasi, atau
seperti yang diperintahkan oleh Direksi Teknik dilapangan, yang
dipadatkan dan diterima oleh Direksi Teknik. Perhitungan volume
harus atas dasar ketebalan dan lebar urugan sirtu yang diperlukan,
sebagaimana yang ditunjukkan dalam gambar atau seperti yang
disesuaikan oleh “Perintah Perubahan”, dikalikan dengan panjang
sebenarnya yang dipasang. Setiap penyimpangan dalam bentuk
dan ketebalan urugan tanah tidak boleh melebihi toleransi ukuran
yang ditentukan dibawah Sub Bab 2.1.1(2).

2.2.4 Dasar Pembayaran

Volume yang ditentukan sebagaimana yang diberikan di atas dibayar


persatuan pengukuran pada harga yang dimasukkan dalam daftar
penawaran untuk item pembayaran yang tercantum di bawah, harga dan

156 
 
pembayaran tersebut merupakan kompensasi penuh untuk semua
pekerjaan dan biaya –biaya yang diperlukan dalam penyelesaian
pekerjaan urugan tanah yang diminta sebagaimana diuraikan sebelumnya
dalam bab ini.
MATA PEMBAYARAN URAIAN SATUAN
PENGUKURAN
2.2 Urugan tanah Meter Kubik

SEKSI 2.3
PEMADATAN TANAH
2.3.1 UMUM

1. Prosedur Pemadatan
(a) Tahap awal pemadatan dan pemadatan final akan dikerjakan
semuanya dengan alat pemadat manual/stamper. Alat pemadat
manual/stamper akan beroperasi dengan menggunakan tenaga
manual kemudi sedekat mungkin ke paver.
(b) Kecepatan alat pemadat manual/stamper tidak boleh melebihi
ketentuan yang ada dalam spesifikasi teknis. Dan serta selalu
lambat untuk menghindari pergeseran campuran urugan pasir. Garis
pemadatan tidak boleh terlalu berubah atau arah pemadatan terbalik
secara tiba-tiba, yang akan menimbulkan penggeseran campuran.
(c) Pemadatan akan dimulai secara memanjang pada sambungan dan
dari pinggiran pada sebuah luar yang akan berlangsung sejajar
dengan sumbu jalan menuju bagian tengah pengurugan, pemadatan
dimulai pada sisi rendah bergerak menuju sisi yang lebih tinggi.
Lintasan berikutnya dari alat pemadat manual/stamper dan lintasan
tidak boleh berhenti pada titik-titik ditempat satu meter dari titik
ujung lintasan-lintasan sebelumnya.
(d) Bila memadat sambungan memanjang, alat pemadat
manual/stamper, pemadat pertama-tama harus bergerak pada jalan
yang sudah dilewati sebelumnya demikian hingga tidak melebihi dari

157 
 
15 cm roda kemudi jalan/lewat diatas pinggiran pengurugan yang
dipadatkan. Alat pemadat manual harus terus menerus sepanjang
jalur ini menggeser posisinya sedikit demi sedikit menyilang
sambungan tersebut dengan lintasan berikutnya, sampai diperoleh
satu sambungan yang dipadatkan rapi secara menyeluruh.
(e) Pemadatan akan bergerak maju secara terus menerus sebagaimana
yang diperlukan untuk mendapatkan pemadatan yang seragam
selama waktu bahwasanya campuran urugan tanah tersebut dapat
dikerjakan dan sampai semua tanda-tanda bekas alat pemadat
manual/stamfer dan tidak teratur lainya dihilangkan. Untuk
mencegah menempelnya campuran pada alat pemadat
manual/stamfer, alas bagian bawah alat tersebut harus dijaga selalu
basah.
2. Penyelesaian
(a) Alat berat dan mesin gilas tidak diizinkan berdiri diatas permukaan
yang baru selesai dan sampai permukaan tersebut merata secara
menyeluruh.
b) Permukaan lapisan urugan tanahr pemadatan harus halus dan rata
pada punggung jalan dan pada tingkat yang ditetapkan dalam
toleransi yang ditentukan.
c) Sementara permukaan tersebut sedang dipadatkan dan diselesaikan
kontraktor harus memperbaiki pinggiran-pinggiran dalam garis
secara rapi.
d) Setiap bahan-bahan yang lebih harus dipotong harus setelah
penggilasan final dan dibuat kontraktor sehingga disetujui oleh
Direksi Teknik.
3. Cara Pengukuran Pekerjaan
(a) Volume pemadatan tanah yang dihamparkan dan dipadatkan akan
diukur untuk pembayaran sebagai jumlah meter kubik terpasang
dan dapat diterima oleh Direksi Teknis, dihitung sebagai bagian
pengurugan yang diukur pada garis sumbu dikali dengan lebar rata

158 
 
rata dan tebal rata-rata yang diukur dan disetujui bersama antara
kontraktor dan direksi teknis.
(b) Volume yang dibayar merupakan jumlah meter kubik pemadatan
tanah yang dipasang dan disesuaikan dengan gambar spesifikasi,
atau seperti yang diperintahkan oleh Direksi Teknik dilapangan,
yang dipadatkan dan diterima oleh Direksi Teknik. Perhitungan
volume harus atas dasar ketebalan dan lebar pemadatan tanah
yang diperlukan, sebagaimana yang ditunjukkan dalam gambar atau
seperti yang disesuaikan oleh “Perintah Perubahan”, dikalikan
dengan panjang sebenarnya yang dipasang. Setiap penyimpangan
dalam bentuk dan ketebalan urugan pasir tidak boleh melebihi
toleransi ukuran yang ditentukan dibawah Sub Bab 2.1.1(2).

2.3.2 Dasar Pembayaran

Volume yang ditentukan sebagaimana yang diberikan di atas dibayar


persatuan pengukuran pada harga yang dimasukkan dalam daftar
penawaran untuk item pembayaran yang tercantum di bawah, harga dan
pembayaran tersebut merupakan kompensasi penuh untuk semua
pekerjaan dan biaya –biaya yang diperlukan dalam penyelesaian
pekerjaan urugan pasir yang diminta sebagaimana diuraikan sebelumnya
dalam bab ini.
Mata Uraian Satuan
Pembayaran Pengukuran
2.3 Pemadatan Tanah Meter Kubik

159 
 
BAB III
PEKERJAAN PASANGAN
SEKSI 3.1
PASANGAN AANSTAMPING (BATU KOSONGAN)
3.1.1. UMUM

(1). Uraian
Pekerjaan ini meliputi pembuatan pondasi pasangan batu gunung
baru, terdiri dari pasangan batu gunung, digunakan sebagai
pekerjaan landasan utama utama untuk pembuatan pondasi
pasangan batu gunung yang baru.
(2). Toleransi Ukuran
(a). Ketebalan, lebar dan tinggi pasangan batu kosongan seperti yang
ditunjukkan pada gambar rencana sesuai dengan spesifikasi yang
tercantum dan ditentukan, terkecuali dinyatakan lain secara
tertulis.
(b). Permukaan masing-masing pasangan batu gunung pada setiap
pasangan harus rata, lurus dan siku tidak boleh berbeda dari
permukaan normal.
(c). Lebar dan tinggi galian tanah sesuai dengan gambar
rencanakerja, dan lebar galian yang harus digali harus diatur
dilapangan serta sebagaimana yang diperintahkan oleh Direksi
Teknis. Lebar dan tinggi rata-rata yang ditetapkan pada gambar
rencana kerja adalah berdasarkan pemeriksaan visual yang
diberikan sebagai perkiraan tebal rata- rata yang diperlukan.
(3). Pelaksanaan Pekerjaan
Sebelum pasangan batu kosongan dipasang, terlebih dahulu tanah
dasar digali sedalam galian yang telah ditentukan dalam gambar
rencana kerja. Mula-mula harus dibentuk mal sesuai dengan ukuran
pondasi seuai dengan penampang melintang yang telah
direncanakan. Pembentukkan mal dimaksudkan untuk
mempermudah pemasangan pasangan batu gunung dilapangan.
160 
 
(4). Contoh-contoh Bahan
Contoh-contoh bahan yang digunakan, seperti batu gunung untuk
pekerjaan pasangan batu kosongan diperiksa dan disetujui Direksi
Teknis sebelum pekerjaan dimulai.
(5). Perbaikan Pekerjaan yang tidak memuaskan
Setiap bagian pekerjaan yang menunjukkan ketidakteraturan atau
cacat-cacat dikarenakan jeleknya penanganan atau gagalnya
kontraktor untuk mematuhi persyaratan spesifikasi teknis, harus
diperbaiki oleh kontraktor sampai memuaskan Direksi Teknis tanpa
ada biaya tambahan.

3.1.2. Bahan – bahan

(1). Batu gunung dengan bahan terpilih untuk pasangan batu kosongan
yang digunakan sebagai bahan dasar pondasi pasangan batu gunung
dari bahan yang berkualitas baik dan disetujui oleh Direksi Teknis.

3.1.3. Pelaksanaan pekerjaan

(1). Penyiapan lapangan.


(2). Lokasi pasangan batu kosongan yang akan dibersihkan dari segala
kotoran dan tumbuhan yang mengganggu pekerjaan.
(3). Peninggian badan jalan dengan menggunakan bahan pasir urug
sehingga mencapai peil yang ditetapkan.
(4). Semua pekerjaan diatas ukuran, jarak dan bahan dipergunakan sesuai
gambar terlampir dan menurut petunjuk direksi teknis.

161 
 
3.1.4. Cara Pengukuran dan Pembayaran

Tidak ada persyaratan yang dibuat untuk pengukuran dan pembayaran


pemasangan pasangan batu gunung dibawah bab ini. Akan tetapi
pekerjaan Membuat Pasangan Pasangan Batu Gunung harus diukur dan
dibayar dalam satuan meter kubik.
MATA URAIAN SATUAN
PEMBAYARAN PENGUKURAN
3.1 Pasangan Batu
Kosongan Meter Kubik

SEKSI 3.2

PONDASI PASANGAN BATU GUNUNG

3.2.1. UMUM

(1) Uraian
Pekerjaan ini meliputi pembuatan pondasi pasangan batu gunung
baru, terdiri dari pasangan batu gunung, digunakan sebagai
pekerjaan utama untuk perbaikan dan pembuatan pondasi pasangan
batu gunung yang baru.
(2) Toleransi Ukuran
(a) Ketebalan, lebar dan tinggi pasangan batu gunung seperti yang
ditunjukkan pada gambar rencana sesuai dengan spesifikasi yang
tercantum dan ditentukan, terkecuali dinyatakan lain secara
tertulis.
(b) Permukaan masing-masing pasangan batu gunung pada setiap
pasangan harus rata, lurus dan siku tidak boleh berbeda dari
perm ukaan normal.
(c) Lebar dan tinggi galian tanah sesuai dengan gambar rencana
kerja, dan lebar galian yang harus digali harus diatur dilapangan
serta sebagaimana yang diperintahkan oleh Direksi Teknis. Lebar

162 
 
dan tinggi rata-rata yang ditetapkan pada gambar rencana kerja
adalah berdasarkan pemeriksaan visual yang diberikan sebagai
perkiraan tebal rata- rata yang diperlukan.
(d) Adonan untk pasangan batu gunung terdiri dari semen Portland
(PC) dicampur dengan agregat halus atau pasir halus dalam satu
perbandingan 1 semen dan 3 agregat/pasir, terkecuali ditentukan
lain oleh Direksi Teknis.

(3) Pelaksanaan Pekerjaan


Sebelum pasangan batu gunung dipasang, terlebih dahulu tanah
dasar digali sedalam galian yang telah ditentukan dalam gambar
rencana kerja. Mula-mula harus dibentuk mal sesuai dengan ukuran
pondasi seuai dengan penampang melintang yang telah
direncanakan. Pembentukkan mal dimaksudkan untuk mempermudah
pemasangan pasangan batu gunung dilapangan.
(4) Contoh-contoh Bahan
Contoh-contoh bahan yang digunakan, seperti batu gunung termasuk
semen, dan pasir untuk pekerjaan pasangan batu harus diperiksa dan
disetujui Direksi Teknis sebelum pekerjaan dimulai.
(5) Perbaikan Pekerjaan yang tidak memuaskan
Setiap bagian pekerjaan yang menunjukkan ketidakteraturan atau
cacat-cacat dikarenakan jeleknya penanganan atau gagalnya
kontraktor untuk mematuhi persyaratan spesifikasi teknis, harus
diperbaiki oleh kontraktor sampai memuaskan Direksi Teknis tanpa
ada biaya tambahan.

3.2.2. Bahan – bahan

(1) Batu gunung dengan bahan terpilih untuk pasangan batu yang
digunakan sebagai bahan dasar dan perbaikan bagian di sisi siring
pasangan batu dari semen, pasir atau bahan berbutir bergradasi baik
yang disetujui lainnya dengan ukuran pasir halus.

163 
 
(2) Bahan pengisi dan pengikat Adonan (mortar) Adonan terdiri dari
semen Portland (PC) dicampur dengan agregat halus atau pasir halus
dalam satu perbandingan 1 semen, dan 4 agregat/pasir terkecuali
ditentukan lain oleh Direksi Teknis.

3.2.3. Pelaksanaan pekerjaan

(1) Penyiapan lapangan.


(2) Lokasi pasangan batu yang akan dibersihkan dari segala kotoran dan
tumbuhan yang mengganggu pekerjaan.
(3) Peninggian badan jalan dengan menggunakan bahan pasir urug
sehingga mencapai peil yang ditetapkan.
(4) Pasangan batu kali sebagai siring badan jalan dari bahan batu gunung
dengan campuran 1 : 4 dipasang rata dan rapi pada sisi kiri kanan
jalan setapak.
(5). Sebagai pengikat antara batu kali (pasangan) diisi dengan camp. 1 : 4
dan pada celah batu gunung dengan rapi dan rata sebagai lapisan
pengikat dan pengisi.
(6). Semua pekerjaan diatas ukuran, jarak dan bahan dipergunakan
sesuai gambar terlampir dan menurut petunjuk direksi teknis.

3.2.4. Cara Pengukuran dan Pembayaran

Tidak ada persyaratan yang dibuat untuk pengukuran dan pembayaran


pemasangan pasangan batu gunung dibawah bab ini. Akan tetapi
pekerjaan Membuat Pasangan Pasangan Batu Gunung harus diukur dan
dibayar dalam satuan meter kubik.
MATA URAIAN SATUAN
PEMBAYARAN PENGUKURAN
3.2 Pasangan Batu Meter Kubik
Gunung

164 
 
BAGIAN IV

PENUTUP

4.1. Meskipun dalam Rencana Kerja dan Syarat-syarat ( RKS ) ini pada uraian
pekerjaan dan uraian bahan-bahan tidak dinyatakan kata-kata yang harus
disediakan oleh Pemborong dan tidak disebutkan dalam penjelasan
pekerjaan pembangunan ini, perkataan tersebut diatas tetap dianggap ada
dan dimuat dalam RKS ini.
4.2. Pekerjaan yang nyata-nyata menjadi bagian dari pekerjaan pembangunan
ini, tetapi tidak diuraikan atau dimuat dalam RKS ini, tetapi diselenggarakan
dan diselesaikan oleh pemborong, harus dianggap seakan – akan
pekerjaan itu diuraikan dan dimuat dalam RKS ini, untuk menuju
kepenyerahan yang lengkap dan sempurna menurut pertimbangan direksi.

165 
 
BAB XII. MENYUSUN ANGGARAN BIAYA

A. P e n d a h u l u a n :

Setelah kita memahami apa-apa yang dilakukan oleh orang yang ingin
mendirikan suatu bangunan, dan siapa-siapa yang tersangkut didalamnya
seperti di terangkan terdahulu, maka marilah kita mempelajari apa-apa pula yang
harus dilakukan dan apa pula yang harus diketahui, agar kita dapat menyusun
suatu anggaran, anggaran mana merupakan harga dari bangunan yang kita buat
itu.
Pada dasarnya anggaran biaya ini merupakan bagian terpenting dalam
menyelenggarakan pembuatan bangunan itu. Membuat anggaran biaya berarti
menaksir atau mengira-ngirakan harga dari suatu barang, bangunan atau benda
yang akan dibuat dengan teliti dan secermat mungkin.
Anggaran biaya ini dapat atau dilakukan dalam 2 cara :
A. Anggaran Biaya Sangat Teliti;
B. Anggaran Biaya Sementara atau Taksiran Kasar.
Sebuah buku standar yaitu buku “Analisa” dan empat factor dibutuhkan :
Keempat factor itu adalah :
harga bahan-bahan setempat
harga upah pekerja/tukang setempat
keamanan ditempat pekerjaan
transport material ketempat pekerjaan.
Dari Buku Analisa akan menghasilkan hanya HARGA SATUAN BANGUNAN.
Untuk lebih jelasnya dapat kita berikan skema sperti berikut :

166 
 
Daftar Upah 

Daftar Analisa 

Daftar Harga  Anggaran 
Bahan 
Jumlah Tiap  Anggaran   
Jenis Pekerjaan  biaya teliti 
Biaya tak terduga, 
ongkos, rencana, 
pajak.

Didalam daftar anggaran itu disusun banyaknya tiap bagian-bagian dari


pekerjaan itu sebagaimana disebutkan dalam Bestek, berturut-turut mengenai
penjelasan tentang bagian-bagian itu. Bila mana jumalh satuan didapat
(misalnya isi dalm M3 dan luas M2), kemudian jumlah ini dikalikan dengan harga
satuan dari tiap-tiap macam dari pekerjaan itu. Selanjutnya jumlah semua
bagian-bagian itu adalah anggaran biaya abngunan itu.
Biaya yang sederhana :
Uraian Banyaknya Analisa Harga Jumlah Jumlah
Pekerjaan bahan a. Jumlah a x b axb harga

Pembersihan m3/m2 Taksir


Galian tanah
Pondasi
Pasangan bata
Pekerjaan beton
Pelesteran
Pekerjaan atap
Pekerjaan lantai
Pekerjaan langit2
Pekerjaan
mengecat
Pekerjaan
gantungan
Pekerjaan lain-lain

167 
 
DAFTAR PUSTAKA

Himpunan Alumni Fakultas kehutanan IPB Komisariat Daerah Sumatera Barat,


1997. Proceeding Seminar Paradigma Pembangunan Kehutanan Abad 21.
Bukittinggi.

Mukomoko, J.A., 1978. Dasar Penyusunan Anggaran Biaya Bangunan.


Penerbit C.V. Kurnia Esa, Jakarta.

Sukirman, Silvia, 1999. Dasar – Dasar Perencanaan Geometrik Jalan.


Penerbit Nova, Bandung.

Sukirman, Silvia, 1999. Perkerasan Lentur Jalan Raya. Penerbit Nova,


Bandung.

Sutanto, 2006. Pedoman Drainase Jalan Raya. Penerbit Universitas Indonesia


Press, Jakarta.

Wibowo, Sony Sulaksono, dkk., 2001. Pengantar Rekayasa Jalan. Sub Jurusan
Rekayasa Transportasi Jurusan Teknik Sipil Institut Teknologi Bandung,
Bandung.

168 
 

Anda mungkin juga menyukai