Anda di halaman 1dari 15

FILSAFAT, AGAMA, ETIKA, DAN HUKUM

Tugas Mata Kuliah


Etika Bisnis dan Profesi

Oleh :

Nadiya Az Zahra
180810301239

Program Studi Akuntansi


Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Jember
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Filsafat merupakan suatu perenungan atau pemikiran secara mendalam


terhadap sesuatu hal yang telah kita lihat dengan indera penglihatan, kita rasakan
dengan indera perasa, kita cium dengan indera penciuman ataupun kita dengar
dengan indera pendengaran samapai pada dasar atau hakikat dari pada sesuatu hal
tersebut. Louis O Kattsoff (1992 : 03) mengatakan, bahwa filsafat bertujuan untuk
mengumpulkan pengetahuan manusia sebanyak mungkin, mengajukan kritik dan
menilai pengetahuan ini, menemukan hakikatnya, dan menerbitkan serta mengatur
semuanya itu di dalam bentuk yang sistematis. Katanya lebih lanjut, filsafat membawa
kita pada pemahaman dan pemahaman membawa kita kepada tindakan yang lebih
layak.
Filsafat dan agama baru dapat dirasakan faedahnya dalam kehidupan manusia
apabila merefelesikanya dalam diri manusia. Menurut Prof.Nasioen,SH mengatakan
bahwa “Filsafat yagn sejati haruslah berdasarkan kepada agama, apabila filsafat tidak
beradasarkan agama, dan hanya semata-mata berdasarkan atas akal pikiran saja,
maka filsafat tersebut tidak akan memuat kebenaran objektif. Karena yang
memberikan pandangan dan putusan adalah akal pikiran.

Kemudian filsafat dengan etika, etika adalah bagian dari filsafat, sebagai ilmu etika
mencari kebenaran dan sebagai filsafat yang mencari keterangan benar sedalam-
dalamnya. Sebagai tugas tertentu bagi etika, mencari ukuran baik buruknya bagi
tingkah laku manusia. Dengan demikian dalam makalah ini maka akan dijelaskan apa
itu filsafat, agama, etika, dan bagaimana hubungan agama , etika dan nilai.

BAB II
PEMBAHASAN

1
2.1 Hakikat Filsafat
Filsafat berasal dari dua kata yunani, philo dan shopia. Philo berarti cinta,
sedangkan shopia berarti bijaksana. Dengan demikian, philoshopia berarti cinta
terhadap kebijaksanaan (Fuad Farid ismail dan Abdul Hamid Mutawalli, 2005)..
Karakteristik utama berfikir filsafat, yaitu:
1. Sifatnya yang menyeluruh, artinya mempertanyakan hakikat keberadaan dan
kebenaran tengtang keberadaan itu sendiri sebagai satu kesatuan secara
keseluruhan, bukan dari perspektif bidang per bidang.
2. Sifat yang mendasar berarti bahwa filsafat tidak begitu saja percaya bahwa ilmu
itu adalah benar.
3. Sifat spekulatif, artinya filsafat selalu ingin mencari jawab bukan saja pada hal
yang sudah diketahui, tetapi juga segala sesuatu yang belum diketahui.

Theo huijbers (dalam Abdulkadir Muhammad,2006) menjelaskan filsafat sebagai


kegiatan intelektual yang metodis, sistematis, dan secara reflektif menangkap makna
hakiki keseluruhan yang ada. Objek filsafat bersifat universal dan mencakup segala
sesuatu yang dialami manusia. Selanjunya Abdulkadir Muhammad menjelaskan
filsafat dengan melihat unsur-unsurnya sebagai berikut:
a. Kegiatan intelektual (pemikiran).
b. Mencari makna yang hakiki (interpretasi).
c. Segala fakta dan gejala (objek).
d. Dengan cara refleksi, metodis, dan sistematis (metode)
e. Untuk kebahagiaan manusia (tujuan).
Untuk mengetahui perbedaan filsafat dengan ilmu pengetahuan, atau untuk
membedakan suatu cabang ilmu dengan cabang ilmu lainnya, dapat dilihat dari tiga
aspek, yaitu: (a) objek yang dikaji (ontologis), (b) prosedur/metode untuk
mengkajinya (epistemologis), dan (c) tujuan penggunaan filsafat/ilmu itu sendiri
(aksiologi).

Tabel 1.1
Perbedaan filsafat dengan ilmu

No. Aspek Filsafat Ilmu

2
1. Ontologis Segala sesuatu yang Segala sesuatu yg bersifat fisik
bersifat fisik dan non fisik, dan yg dapat direkam melalui
baik yang dapat direkam indra.
melalui indra maupun yang
tidak.

2. Epistemologis Pendekatan yang bersifat Pendekatan ilmiah,


Menggunakan dua pendekatan
reflektif atau rasional
deduktif dan deduktif secara
deduktif
saling melengkapi.

3. Aksiologis Sangat abstrak, bermanfaat Saling konkret, langsung dapat


tetapi tidak secara langsung dimanfaatkan bagi kepentingan
bagi umat manusia umat manusia.

2.2 Hakikat Agama


Untuk memperoleh pemahaman tentang agama, dibawah ini dikutip beberapa
pengertian dan definisi tentang agama.
1. Agus M. Harjana (2005) mengutip pengertian agama dari Ensiklopedi Indonesia
karangan Hassan Shadily. Agama berasal dari bahasa Sanskerta: a berarti tidak,
gam berarti pergi, dan a berarti bersifat atau keadaan. Jadi istilah agama berarti:
tidak pergi, tetap, lestari, kekal, dan tidak berubah. Dengan demikian, agama
adalah pegangan bagi manusia untuk mencapai hidup kekal
2. Fuad Farid Ismail dan Abdul Hamid Mutawalli (2003) menjelaskan bahwa agama
adalah satu bentuk ketetapan ilahi yang mengarahkan mereka yang berakal
dengan pilihan mereka sendiri terhadap ketetapan Ilahi tersebut kepada kebaikan
hidup didunia dan kebahagiaan hidup di akhirat.
3. Abdulkadir Muhammad (2006) memberikan dua rumusan agama, yaitu:
a. Menyangkut hubungan antara manusia dengan suatu kekuasaan luar yang lain
dan lebih dari pada apa yang di alami oleh manusia.
b. Apa yang diisyariatkan Allah dengan perantara para nabi-Nya, berupa perintah
dan larangan serta petunjuk untuk kebaikan manusia di dunia dan akhirat.

Dari beberapa difinisi di atas, dapat dirinci rumusan agama berdasarkan unsur-
unsur penting sebagai berikut:
1. Hubungan manusia dengan sesuatu yang tak terbatas, yang trasendental, yang
ilahi-Tuhan Yang Maha Esa.

3
2. Berisi pedoman tingkah laku (dalam bentuk larangan dan perintah), nilai, norma
yang diwahyukan langsung oleh ilahi melalui nabi.
3. Untuk kebahagiaan hidup manusia didunia dan hidup kekal di akhirat.

Unsur-unsur utama dalam agama sebagai berikut:


1. Kitab suci.
2. Kitab suci yang ditulis oleh Nabi berdasarkan wahyu dari Tuhan.
3. Ada suatu lembaga yang membina, menuntun umat manusia, dan menafsirkan
kitab suci bagi kepentingan umatnya.
4. Setiap agama berisi ajaran dan pedoman tentang:
a. Tatwa, dogma, doktrin, atau filsafat tentang ketuhanan.
b. Susila, moral, atau etika.
c. Ritual, upacara, atau tata cara beribadah
d. Tujuan agama

2.3 Hakikat Etika


Berikut beberapa pengertian dari etika, yaitu:
1. Ada dua pengertian etika; sebagai praksis dan sebagai refleksi. Sebagai praksis,
etika berarti nilai dan norma moral yang dipraktikkan atau justru tidak dipraktikkan,
walaupun seharusnya dipraktikkan. Etika sebagai praktis sama artinya dengan
moral atau moralitas, yaitu apa yang harus dilakukan, tidak boleh dilakukan, dan
sebagainya. Etika sebagai refleksi adalah pemikiran moral (Bertens, 2001)
2. Etika secara etimologis dapat diartikan sebagai ilmu tentang apa yang biasa
dilakukan, atau ilmu tentang adat kebiasaan yang berkenaan dengan hidup yang
baik dan yang buruk (Kanter, 2001).
3. Istilah lain dari etika adalah susila. Susila artinya kebiasaan atau tingkah laku
perbuatan manusia yang baik, etika sebagai ilmu disebut tata susila, yaitu
mempelajari tata nilai, tentang baik dan buruknya suatu perbuatan, apa yang harus
dikerjakan atau dihindari sehingga tercipta hubungan yang baik diantara sesame
manusia (Suhardana, 2006).
4. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan (1988), etika dirumuskan dalam pengertian sebagai berikut:
a. Ilmu tentang apa yang baik dan buruk, dan tentang hak dan kewajiban
moral (akhlak);
b. Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak;
c. Nilai mengenai besar dan salah yang dianut suatu golongan atau
masyarakat.

Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa ternyata etika mempunyai banyak arti.
Namun demikian, setidaknya arti etika dapat dilihat dari dua hal berikut:

4
a. Etika sebagai praksis, sama dengan moral atau moralitas yang berarti adat istiadat,
kebiasaan, nilai-nilai, norma-norma yang berlaku dalam kelompok atau masyarakat.
b. Etika sebagai ilmu atau tata susila adalah pemikiran atau penilaian moral. Etika
sebagai pemikiran moral bisa saja mencapai taraf ilmiah bila proses penalaran
terhadap moralitas tersebut bersifat kritis, metodis dan sistemis. Dalam taraf ini ilmu
etika dapat saja mencoba merumuskan suatu teori, konsep, asas atau prinsip
tentang perilaku manusia yang dianggap baik atau tidak baik, mengapa menjadi baik
itu sangat bermanfaat, dan sebagainya.

2.4 Hakikat Nilai


Untuk memahami pengertian nilai secara lebih mendalam, dibawah ini dikutip
beberapa definisi tentang nilai:
1. Doni Koesoema A. (2007) mendefinisikan nilai sebagai kualitas suatu hal yang
menjadikan hal itu dapat disukai, diinginkan, berguna, dan dihargai sehingga dapat
menjadi semacam objek bagi kepentingan tertentu.
2. Fuad Farid Ismail dan Abdul Hamid Mutawalli (2003) mendefinisikan nilai sebagai
standar atau ukuran (norma) yang kita gunakan untuk mengukur segala sesuatu.
Selanjutnya dikatakan bahwa, ada bermacam-macam hukum nilai sesuai dengan
jenis nilai tersebut yaitu:
a. Nilai material, adalah nilai yang berkaitan dengan ukuran harta pada diri kita.
b. Nilai kesehatan, adalah nilai yang mengungkapkan tentang signifikansi
kesehatan dalam pandangan kita.
c. Nilai ideal, adalah nilai yang mengungkapkan tentang kedudukan keadilan dan
kesetiaan dalam hati kita.
d. Nilai sosiologis, adalah nilai yang menunjukkan signifikan kesuksesan dalam
kehidupan praktis.
3. Sorokin dalam Capra (2002) mengungkapkan tiga sistem nilai dasar yang
melandasi semua manifestasi suatu kebudayaan, yaitu nilai, indriawi, ideasional,
dan idealistis.

5
a. Sistem nilai indriawi, sistem ini berpendapat bahwa semua nilai etika bersifat
relatif dan bahwa persepsi indriawi merupakan satu-satunya sumber
pengetahuan dan kebenaran.
b. Sistem nilai ideasional, sistem ini percaya pada nilai-nilai etika absolute dan
standar keadilan, kebenaran, serta keindahan yang supramanusiawi.
c. Sistem nilai idealistis, sistem ini merupakan perpaduan harmonis dan seimbang
antara kedua nilai eksterm indriawi dan ideasional.
4. Max scheller dalam bukunya yang berjudul Der Formalisme in der Ethik und die
Materiale Wertethik (dalam Suseno, 2006). Esensi dari pendapat max scheller
sekitar persoalan nilai dapat dirangkum sebagai berikut:

a. Kewajiban bukanlah unsur primer, melainkan mengikuti apa yang bernilai.


b. Nilai-nilai itu bersifat material (berisi, lawan dari formal) dan apriori.
c. Harus dibedakan dengan tajam antara nilai-nilai itu sendiri (warte, values) dan apa
yang bernilai/ realitas bernilai (gutter, goods). Seperti warna merah yang muncul
pada sebuah realitas berwarna; ada dinding merah, baju merah, dan sebagainnya.
Begitu juga nilai yang muncul pada suatu benda, perbuatan, atau orang, misalnya:
hutan indah, perbuatan mulia, orang jujur.
d. Cara menangkap nilai bukan dengan pikiran, melainkan dengan suatu perasaan
intensional (tidak dibatasi dengan perasaan fisik atau emosional, melainkan
dengan keterbukaan hati atau budi).
e. Ada empat gugus nilai mandiri dan jelas berbeda antara satu dengan lainnya,
yaitu:
1. Gugus nilai-nilai sekitar yang enak dan yang tidak enak.
2. Gugus nilai-nilai vital sekitar yang luhur dan yang hina.
3. Gugus nilai-nilai rohani
4. Gugus nilai-nilai tertinggi sekitar yang kudus dan yang profane yang dihayati
manusia dalam pengalaman religious.
f. Pada gugus ketiga (nilai-nilai rohani) dan gugus keempat (sekitar nilai-nilai yang
kudus), keduanya mempunyai cirri khas yaitu tidak mempunyai acuan apa pun
pada perasaan fisik di sekitar tubuh kita. Adapun tiga macam nilai rohani, yaitu:
nilai estetik, nilai yang benar dan tidak benar, dan nilai pengertian kebenaran
murni.
g. Corak kepribadian, baik orang per orang maupun sebuah komunitas, akan
ditentukan oleh: nilai mana yang dominan.

Dari penjelasan tentang nilai tersebut, dapat disimpulkan tiga hal, yaitu:
a. Nilai selalu dikaitkan dengan sesuatu (benda, orang, hal)

6
b. Ada bermacam-macam (gugus) nilai selain nilai uang (ekonomis) yang sudah
cukup dikenal.
c. Gugus nilai itu membentuk semacam hierarki dari yang terendah sampai dengan
yang tertinggi.

2.5 Hubungan Agama, Etika, Dan Nilai


Semua agama melalui kitab sucinya masing-masing mengajarkan tentang tiga hal
pokok, yaitu:
1. Hakikat Tuhan.
2. Etika, tata susila.
3. Ritual, tata cara beribadat.
Jelas sekali bahwa antara agama dan etika tidak dapat dipisahkan dan tidak ada
agama yang tidak mengajarkan etika atau moralitas. Kualitas keimanan seseorang
ditentukan bukan saja oleh kualitas peribadatan (kualitas hubungan manusia dengan
manusia lain dalam masyarakat dan dengan alam). Dapat dikatakan bahwa nilai
ibadah menjadi sia-sia tanpa dilandasi oleh nilai-nilai moral.

2.6 Hukum, Etika, Dan Etiket


Hukum, etika, dan etiket merupakan istilah yang sangat berdekatan dengan
mempunyai arti yang hampir sama walaupun terdapat juga perbedaan.

7
2.7 Paradigma Manusia Utuh
Sebelum membahas model paradigma pembangunan manusia seutuhnya, perlu
terlebih dahulu dipahami pengertiaan beberapa konsep dan hubungan antar berbagai
konsep penting yang terkait dengan pembangunan manusia seutuhnya, antara lain:
karakter, kepribadian, kecerdasan, etika, gelombang otak, tujuan hidup, agama, dan
meditasi atau zikir.

2.7.1 Karakter dan kepribadian


Definisi tentang karakter dapat dirangkum sebagai berikut:
a. Karakter adalah kompetensi yang harus dimiliki oleh seseorang. Kompetensi ini
mencakup pengembangan secara seimbang dan utuh ketiga lapisan, yaitu:
fisik, pikiran dan jiwa.
b. Karakter meneentukan keberhasilan seseorang
c. Karakter dapat diubah, dibentuk, dipelajari melalui pendidikan dan pelatihan
tiada henti serta, melalui pengalaman hidup.
d. Tingkat keberhasilan seseoran gditentukan oleh tingkat kecocokan karakter
yang dimilikinya dengan tuntutan kenyataan.
Karakter adalah sisi kepribadian yang didapat dari pengalaman, pendidikan, dan
lingkungan sehingga bisa dikatakan bahwa karakter adalah bagian dari kepribadian.

2.7.2 Kecerdasan, karakter, dan etika


wahyuni nafis melalui pemahamannya atas ajaran tradisional islam dan di inspirasi
oleh beberapa pemikiran Stephen R. Covey, ia menyebut tiga jenis kecerdasan
dengan tiga golongan etika yang di jelaskan dalam tabel berikut:
Tabel 1.3
Etika dan Karakter
3 Golongan Etika Karakter Utama
1. Teo Etika 9. Takwa (Pasrah diri)
Saling Ketergantungan 8. Ikhlas (Tulus)
Masalah aku dengan Tuhan 7. Tawakal (Tahan uji)
2. Sosio Etika 6. Silaturahmi (tali kasih)
Ketergantungan 5. Amanah (Integritas)
Masalah aku dengan orang lain 4. Husnuzan (baik sangka)
3. Psiko Etika 3. Tawaduk
Kemandirian 2. Syukur
Masalah aku dengan aku 1. Sabar

Tabel 1.4
Hubungan kecerdasaan, karakter, sel dan etika :

8
Empat kecerdasan Sepuluh sifat karakter sel chopra Etika nafis
covery

PQ  Efisiensi (setiap sel menerima Psiko Etika


energi untuk mempertahahnkan
hidup)

IQ  Kesadaran(kemampuanberadaptasi) Psiko Etika


 Keabadian(meneruskan penetahuan
dan talenta kepada sel-sel generasi
berikutnya)

EQ  Penerimaan (menerima kehadiran Sosio Etika


dan ketergantungan dengan sel-sel
lain)
 Memberi (membantu integrasi sel-
sel lainya)
 Pembentukan ikatan

SQ  Maksud yang lebih tinggi Teo Etika


 Kesatuan
 Kreatifitas
 Keberadaan

2.7.3 Karakter Dan Paradigma Pribadi Utuh


Covery telah mengingatkan bahwa untuk membangun manusia berkarakter, di
perlukan pengembangan kompetensi secara utuh dan seimbang terhadap empat
kemampuan manusia yaitu : tubuh (PQ), intelektual (IQ), hati (EQ), dan jiwa (SQ).
Sedangkan Cloud (2007) mengatakan bahwa kunci pembangunan karakter adalah
integritas. Pemahaman atas integritas tidak sekedar berarti jujur atau mempunyai
prinsip moral, tetapi terkandung juga pengertian: utuh dan tidak terbagi, menyatu,
berkonsentrasi kukuh, serta mempunyai konsistensi.

2.7.4 Karakter Dan Proses Transformasi Kesadaran Spirirtual


Belum banyak ilmu pengetahuan dan teknologi yang mampu mengkaji ranah spritual
melalui pendekatan rasional atau ilmiah. Ilmu psikologi mencoba memasuki ranah
kejiwaan, namun dalam perkembanganya ilmu ini justru membatasi kajianya hanya
pada lapisan pikiran (mental atau emotional) dan tidak ada upaya untuk masuk lebih

9
dalam ke ranah roh (kesadaran spritual atau transdental). Sementara ajaran agama
yang seharusnya dapat di jadikan panduan dan pengembangan atau olahan batin,
dalam perjalananya sering kali pengajaranya lebih bersifat indoktrinasi, sekedar
menjalankan praktik berbagai ritul, serta kurang mengedepankan pendekatan melalui
proses nalar, pengalaman, dan pengalaman langsung melalui refleksi diri. Akibatnya,
ajaran agama yang mulia itu tidak mampu memberikan pencerahan kepada umatnya.

2.7.5 Pikiran, Meditiasi, dan Gelombang otak


Olah pikir (brainware management) adalah suatu konsep dan keterampilan untuk
mengatur gelombang otak manusia yang paling sesuai dengan aktifitasnya sehingga
mencapai hasil optimal (Sentanu, 2007). Otak akan memancarkan gelombang sesuai
dengan tingkat keadaan pikiran atau kejiwaan seseorang. Gelombang otak dapat di
golongkan ke dalam empat golongaan sebagai berikut:

Tabel 1.5
Empat Katagori Gelombang Otak

Nama Ciri-ciri

Beta (14-100 Hz) Kognitif, analisis, logika, otak kiri,


konsentrasi, prasangka, pikiran sadar,
aktif, cemas, was-was, khawatir, stress,
dan lain-lain.

Alpha (8-13,9 Hz) Khusyuk, relaksasi, moditatif, focus-


alartness, superlearning, akses naluri
bawah sadar, ikhlas nyaman, tenang,
dan lain-lain.

Theta (4-7,9 Hz) Sanagant khusyuk, deep mediation ,


mimpi, intuisi, nurani bawah sadar,
ikhlas, kreatif, dan lain-lain.

10
Delta (0,1-3,9 Hz) Tidur lelap, non physical state, nurani
bawah sadar kolektif, tidak ada pikiran
dan perasaan, celluler regeneration,
HGH.

Ketika pikiran berada dalam keadaan sadar (aktif), berarti pikiran sedang berada
dalam gelombang beta. Dalam gelombang ini, pikiran sangat aktif sehingga akan
memaksa otak untuk mengeluarkan hormon kortisol dan norepinephirin yang
menyebabkan timbulnya rasa cemas, khawatir, gelisah dan sejenisnya. Oleh karena
itu, pikiran harus selalu di latih untuk memasuki gelombang alpha Untuk membangun
karakter positif, seperti: tenang, sabar, nyaman, ikhlas, bahagia dan sejenisnya.

2.7.6 Model Pembangunan Manusia Utuh


Berdasarkan konsep yang telah di jelaskan sebelumnya dapat dibuat dua model
tentang hakikat keberadaan manusia.
 Gambaran 1.1 Model hakikat manusia tidak utuh, menjelaskan Menjelaskan suatu
model hakikat manusia yang di landasi dengan paradigma tidak utuh (paradigma
materialisme) sehingga menimbulkan berbagai permasalahan yang memunculkan
ketidakbahagian. Pada model ini, tujuan manusia hanya mengejar kekayaan,
kesenangan, dan kekuasaan duniawi. Kecerdasaan yang dikembangkan hanya IQ
dan kesehatan fisik sehingga praktis kurang atau bahkan lupa mengembangkan
EQ dan SQ.
Gambar 1.1
Model Hakikat Manusia Tidak Utuh
(Paradigma Materialisme)

KAYA / TIDAK KARAKTER


BAHAGIA
NEGATIF

MAKANAN PQ SEHAT
ENAK OLAH
(FISIK)
RAGA

IPTEK IQ TINGGI EGO TINGGI

11
EQ SOMBONG

RENDAH GELISAH
EQ DAN SQ BENCI
TIDAK DI
KEMBANGKAN
SQ TIDAK
PERCAYA
RENDAH TUHAN

 Gambar 1.2 Model hakikat manusia utuh (paradigm manusia utuh), Menjelaskan
Model yang di kembangkan untuk kembali pada paradigma tentang manusia
secara seutuhnya. Karakter positif hanya dapat di kembangkan melalui
pengembangan hakikat manusia secara utuh. Dalam pengembangan manusia
secara utuh, perlu dikembangkan juga secara seimbang kecerdasan emosional
dan spritual di samping kecerdasaan intelektual dan kesehatan fisik.

Gambar 1.2
Model Hakikat Manusia Tidak Utuh
(Paradigma Manusia Utuh)

Kebahagian KARAKTER

NEGATIF

12
PQ SEHAT

(FISIK)
MAKANAN
ENAK OLAH
RAGA

IQ TINGGI PSIKO ETIKA


IPTEK
MEDITIASI Sosio etika
Berilmu, sabar,
ZIKIR, EQ syukur
Silaturahmi,baik
RETRET sangka, amanah
TINGGI

SQ TEO ETIKA
AGAMA
TINGGI Takwa ikhlas
tawakal

BAB III
KESIMPULAN

1. Karakteristik utama berfikir filsafat adalah sifatnya yang menyeluruh, sangat


mendasar, dan spekulatif
2. Agama adalah pegangan atau pedoman bagi manusia untuk mencapai hidup
kekal.
3. Arti etika dapat dilihat dari dua hal yaitu:
a. Etika sebagai praksis, sama dengan moral atau moralitas yang berarti adat
istiadat, kebiasaan, nilai-nilai, norma-norma yang berlaku dalam kelompok
atau masyarakat.
b. Etika sebagai ilmu atau tata susila adalah pemikiran atau penilaian moral.
Etika sebagai pemikiran moral bisa saja mencapai taraf ilmiah bila proses
penalaran terhadap moralitas tersebut bersifat kritis, metodis dan sistemis.
4. Agama dan etika tidak dapat dipisahkan dan tidak ada agama yang tidak
mengajarkan etika atau moralitas. Kualitas keimanan seseorang ditentukan
bukan saja oleh kualitas peribadatan (kualitas hubungan manusia dengan

13
manusia lain dalam masyarakat dan dengan alam). Dapat dikatakan bahwa
nilai ibadah menjadi sia-sia tanpa dilandasi oleh nilai-nilai moral.

DAFTAR PUSTAKA

Agoes, Sukrisno. 2014. Etika Bisnis dan Profesi Tantangan Membangun Manusia
Seutuhnya Edisi Revisi. Jakarta Salemba Empat.
http://kumpulan-kumpulan-makalah.blogspot.com/2016/03/makalah-filsafat-hukum-
menurut-azhar.html
https://jalius12.wordpress.com/2014/03/01/hubungan-agama-dengan-filsafat/

14

Anda mungkin juga menyukai