Anda di halaman 1dari 38

RESPONSI

DEMAM BERDARAH DENGUE

Pembimbing :

dr. Budi Muliantoro. A, Sp.A

Disusun Oleh :

Intan Malafina A.T

Intan Siti Khoiriyah

Irawati Timur

Istna Aisyatul Afiyah

Itsna Amrina Yusro

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HANG TUAH SURABAYA

RSAL DR RAMELAN SURABAYA

2019
LEMBAR PENGESAHAN

Judul responsi “Demam Berdarah Dengue” telah diperiksa dan disetujui


sebagai salah satu tugas dalam rangka menyelesaikan studi kepaniteraan
Dokter Muda di bagian Ilmu Kesehatan Anak Rumkital DR. Ramelan
Surabaya.

Mengetahui,

Dosen Pembimbing

Dr. Budi Muliantoro. A,Sp. A


BAB 1

LAPORAN KASUS

1. SUBYEKTIF
IDENTITAS PASIEN
Nama : An. MS

Tanggal Lahir / Umur : 21 Februari 2007 / 12 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Petemon, Surabaya

MRS : 22/04/2019

Tanggal Periksa : 23/04/2019

ANAMNESIS UMUM

a) Keluhan Utama
Demam
b) Keluhan Tambahan
Mual, muntah, nyeri kepala, batuk, diare, mimisan, gusi berdarah
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSAL DR. RAMELAN pada tanggal 22
April 2019 pukul 20.50 dengan keluhan demam sejak 4 hari SMRS,
demam mendadak tinggi yang terus-menerus, siang dan malam
demamnya dirasakan sama, disertai dengan keringat dingin,
demam hingga 39,5oC, tidak disertai kejang dan tidak menggigil dan
tidak sesak nafas dan juga batuk. Demam hanya turun sedikit saat
diberi obat penurun panas, tetapi kemudian demam naik kembali.
Saat ini pasien juga mengeluh adanya lemah badan dan sedikit
pusing.
Selain itu pasien juga mengeluh sakit kepala, pegal-pegal,
sakit pada otot badan dan sendi dirasakan pasien namun tidak
begitu hebat, serta batuk tidak disertai dengan dahak yang terjadi
hampir bersamaan dengan demam, pasien mengatakan nafsu
makan nya menurun,pasien tidak mengeluh sakit perut. Selain itu
pasien juga merasa mual bersamaan dengan demam, muntah
bercampur dengan makanan dan hanya sekali dihari yang sama
saat pasien dibawa ke IGD. Sehari saat timbuh panas, timbul bitnik-
bintik merah di kulit yang tidak terasa gatal pada kaki.Orang tua
pasien mengatakan pasien sempat mimisan 1 kali dan gusinya
berdarah satu hari sebelum dibawa ke IGD. Darah berwarna segar,
tidak ada riwayat kepala terkena benturan serta mengorek-ngorek
hidung. Pasien mengatakan sebelum dibawa ke IGD sudah BAB
sebanyak 3 kali, sehari sebelumnya pasien mengatakan BAB lebih
dari 6 kali cair,berwarna hitam, tidak berlendir ,tidak ada ampas.
BAK tidak ada keluhan.

d) Riwayat Penyakit Dahulu


 Pasien belum pernah menderita sakit seperti ini sebelumnya.
 Asma (-)
 Kejang demam (-)

e) Riwayat Penyakit Keluarga


 Asma (-)
 Kejang demam (-)
 DM (-)
 HT (-)
f) Riwayat Penggunaan Obat
 Paracetamol

g) Riwayat penyakit sosial


 Di lingkungan sekitar pasien terdapat beberapa tetangga
yang terkena demam berdarah

h) Riwayat Alergi
 Obat (-)
 Makanan (-)

i) Riwayat Imunisasi
 Lengkap sesuai usia
ANAMNESIS KHUSUS
A. Anamnesis Keluarga
Ibu dan ayah dalam keadaan sehat, tidak ada riwayat penyakit
lain, tidak ada yang demam atau batuk lama, ayah tidak merokok.

B. Anamnesis Antenatal
Saat hamil, Ibu ANC di rumah sakit dan dokter. Tidak ada
penyakit selama hamil. Tidak konsumsi obat atau jamu.

C. .Anamnesis Natal
Lahir cukup bulan, 9 bulan, dengan lahir spontan, BBL 3100
gram.

D. Anamnesis Neonatal
Anak mengonsumsi ASI hingga umur 1 tahun, sisanya berupa
kombinasi dengan makanan lain seperti susu formula hingga
sekarang.

E. Anamnesis Imunisasi
BCG (+), DTP (+), Hep B (+), Polio (+), Hib (+), MMR (+), Campak (+)
F. Review of System
 Umum
 Lemas (+)
 Demam (+)
 Kepala
 Rambut mudah rontok (-)
 Mata
 Konjungtiva merah (-)
 Sekret (-)
 Icterus (-)
 Anemia (-)
 Mulut
 Koplik’s spot (-)
 Gusi berdarah (+)
 Sistem Pendengaran
 Pendengaran menurun (-)
 Nyeri telinga (-)
 Alat bantu dengar (-)
 Sistem Pernapasan
 Batuk (+)
 Sesak nafas (-)
 Dyspneu on Effort (-)

 Sistem Cardiovascular
 Nyeri dada (-)
 Berdebar (-)
 Edema tungkai (-)
 Sistem Pencernaan
 Mual (-)
 Muntah (-)
 Nafsu makan turun (+)
 BAB cair (+) berwarna hitam (+) ampas (-)
 konstipasi (-)
 Sistem Urogenital
 BAK (N)
 Nyeri pinggang (-)
 Hematuria (-)
 Sistem Saraf
 Kesemutan (-)
 Hematologi
 Ptekiae (+)
 Mimisan (+)
 Hematemesis (-)
 Melena (+)
 Gusi berdarah (+)

OBYEKTIF
PEMERIKSAAN FISIK
Saat pemeriksaan di Ruang P-5 RSAL Dr. Ramelan tanggal 23 April 2019 yang
lalu, didapatkan keadaan umum penderita :
1. Keadaan umum
a. Keadaan umum : Tampak sakit sedang
b. Kesadaran : Compos mentis
c. GCS : 4-5-6
d. Gizi : Status Gizi Baik
Panjang Badan : 150 cm
Berat badan : 78 kg
e. Anemia/Icterus/Cyanosis/Dyspneu : -/-/-/-
2. Vital sign
a. Nadi : 100x / min, regular
b. Respiration rate : 20x / min, reguler
c. Suhu tubuh : 37,70c, axillar
d. Tekanan darah : 100/80 mmHg
3. Kepala
a. Rambut : Hitam
b. Alis : Simetris
c. Mata :Palpebra : Edema (-/-)
Conjungvita : Anemis (-/-)
Sclera : Ikterus (-/-)
Pupil : Bulat isokor
Reflekcahaya (+/+)
Lensa : Keruh (-/-)
Mata cowong : (-/-)
d. Telinga : Daun telinga : Simetris
Pendengaran : Tidak dievaluasi
Sekret : Tidak ada
e. Hidung : Bentuk simetris
Deviasi septum nasi (-)
Polip (-)
Sekret (-)
f. Mulut : Sianosis bibir (-)
Gusi berdarah (-)
Papil atropi (-)
Lidah kotor (-)
Tonsil T1/T1, faring hiperemi (-)
Makula-papula eritem (-)
4. Leher
Kaku kuduk (-)
Pembesaran KGB (-)
Pembesaran thyroid (-)
Deviasi trakea (-)
5. Thorax
Normochest,
a. Pulmo
Inspeksi : Gerak nafas simetris
Retraksi intercostalis (-)
ICS normal
Palpasi : Gerak nafas simetris

Depan

Simetris Simetris
Simetris Simetris
Simetris Simetris

Belakang

Simetris Simetris
Simetris Simetris
Simetris Simetris

Perkusi

Depan

Sonor Sonor
Sonor Sonor
Sonor Sonor

Belakang
Sonor Sonor
Sonor Sonor
Sonor Sonor

Auskultasi

Suara nafas dasar

Depan

Vesikular vesikular
Vesikular vesikular
Vesikular vesikular

Belakang

Vesikular vesikular
Vesikular vesikular
Vesikular vesikular

Suara tambahan

Wheezing

Depan

- -
- -
- -
Belakang

- -
- -
- -

Ronkhi

Depan

- -
- -
- -

Belakang

- -
- -
- -

b. Cor

Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat

Palpasi : Iktus cordis teraba di MCL IV sinistra

Perkusi :

Batas jantung kanan atas : ICS V Parasternal dextra


Batas jantung kanan bawah : ICS VII Parasternal dextra

Batas jantung kiri atas : ICS V Midclavicularline sinistra

Batas jantung kiri bawah : ICS VII Midclavicularline sinistra

Auskultasi : S1 S2 tunggal, regular,

gallop (-), murmur (-)

6. Abdomen
Inspeksi : Flat, Simetris
Auskultasi : Bising usus (+), 5x/menit
Palpasi : Soepel
Nyeri tekan :-
Hepar : tidak teraba pembesaran
Lien : tidak teraba pembesaran
Renal : tidak teraba pembesaran
Turgor kulit : normal
Perkusi : Tympani

7. Urogenital
Tidak ada kelainan

8. Ekstremitas
Ekstremitas atas Ekstremitas bawah
Akral hangat : -/- Akral hangat : -/-
Edema : -/- Edema: -/-

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium tangal 22 April 2019

Jumlah Leukosit 3,98 x 10^3/uL 


Jumlah Eritrosit 5,62 x 10^6/uL
Hb 14,9 g/dL
Hematokrit 43 %
Jumlah Trombosit 67 x 10^3/uL 
MCV 76,9 fl
MCH 26,5 pg

Laboratorium tangal 23 April 2019

Jumlah Leukosit 4,79 x 10^3/uL


Jumlah Eritrosit 5,60 x 10^6/uL
Hb 14,8 g/dL
Hematokrit 41,9 %
Jumlah Trombosit 63 10^3/uL 
MCV 74,8 fl 
MCH 26,4 pg 

RESUME

Seorang anak laki-laki usia 12 tahun masuk ke IGD RSAL dr.Ramelan


pada tanggal 22 April 2019 dengan keluhan :

 Demam sejak 4 hari SMRS


 Nyeri perut, mual, nafsu makan turun, sakit kepala,pegal-
pegal, sakit pada otot badan dan sendi, batuk, muntah
bercampur dengan makanan.
 Timbul bitnik-bintik merah pada kaki tidak gatal.
 Mimisan 1x dan gusi berdarah SMRS, darah berwarna
segar.
 Buang air besar 6x SMRS cair, berwarna hitam.
 Buang air kecil dalam batas normal.
Pada pemeriksaan fisik,
1. vital sign dalam batas normal kecuali suhu tubuh yaitu 37,7ᵒC
2. kepala leher dalam batas normal
3. thoraks
 jantung dalam batas normal
 pulmo dalam batas normal
4. abdomen dalam batas normal
5. ekstremitas dan genitalia dalam batas normal
6. review of system yang lain dalam batas normal.
Pada Pemeriksaan Penunjang menunjukkan hasil Ruple Leede positif, dan
dari Lab ditemukan trombositopenia dan leukopenia.

1.1 ASSESMENT

Diagnosis Kerja : Demam berdarah Dengue grade III


Differential Diagnosa : Demam berdarah Dengue grade III

1.4 PLANNING
Planning diagnosa :
 Tes IgM dan IgG anti dengue pada hari ke >5 untuk diagnose etiologis
secara pasti
 Tes Fungsi hati dan Foto thorax bila ditemukan perburukan klinis yang
mengarah ke komplikasi

Planning terapi :
Non medikamentosa :
 Menilai dan memonitor penyakit
 Edukasi pasien dan orang tua
Medikamentosa :
 Infus RL 2000 cc/24 jam
 Injeksi Antrain 3x 500 mg
Planning Monitoring :

 Tanda-tanda vital
 Keluhan pasien
 Keadaan umum, tanda pendarahan, tanda syok
 DL(HCT, Leukosit, trombosit)
 Pemantauan cairan yang masuk dan keluar
Planning Edukasi :

 Menjelaskan tentang penyakit yang dialami pasien dan keluarga bahwa


penyakit ini merupakan penyakit menular yang disebabkan virus dengue
yang berkaitan dengan sanitasi lingkungan.
 Menjelaskan pengobatan penyakit keluarga pasien harus dilakukan tepat
waktu dan teratur untuk mencegah komplikasi.
 Menjelaskan pasien harus mengonsumsi makanan yang bergizi, cairan yang
masuk cukup dan istirahat yang cukup untuk meningkatkan imunitas tubuh.
 Menjelaskan tentang komplikasi yang mungkin terjadi, dan jelaskan
mengenai tanda-tanda bahaya(warning sign).
Komplikasi yang mungkin terjadi :

Dehidrasi, kejang demam, pendarahan, asidosis, efusi, ascites, liver


and cardiac involvement

Prognosis :

Dubia ad bonam

FOLLOW UP
25 april 2019

S: Demam sudah turun, batuk masih ada, sudah tidak mual, masih
pusing, sudah tidak lemas, makan minum mulai membaik, BAB dalam
batas normal, BAK dalam batas normal

O: Keadaan umum : Baik


Kesadaran/ GCS : compos mentis / 4-5-6
Nadi : 110x/menit, reguler
Suhu : 36 ˚C
RR : 20x/menit

Kepala / Leher : Anemis/Ikterik/Cyanosis/Dypsnea: - /- /- /-


Hidung : Pernapasan cuping hidung (-)

Mulut : Pembesaran tonsil (-), faring hiperemia (-),


koplik spot (-), lidah kotor (-), makula papula
eritem (-), vesikel (-)
Leher : pembesaran KGB (-), deviasi trakea (-)
Thorax :
Cor
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba dalam batas normal
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : S1 S2 tunggal regular, murmur (-), gallop (-)
Pulmo
Inspeksi : Normochest, retraksi intercostal (-)
Palpasi : Gerak nafas simetris
Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler di kedua lapangan paru, wheezing
(-/-), Rhonki pada kedua lapangan paru (-/-)
Abdomen
Inspeksi : Flat, simetris
Auskultasi : Bising usus normal
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), pembesaran hepar (-)
pembesaran lien (-) pembesaran renal (-), turgor kulit
normal
Perkusi : Timpani

Ekstremitas

Akral hangat Edema

- - - -

- - - -

Turgor kulit elastik, CRT < 2 detik

Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium tangal 25 April 2019


Jumlah Leukosit 7,67 10^3/uL
Jumlah Eritrosit 5,20 10^6/uL
Hb 13,5 g/dL
Hematokrit 40,0 %
Jumlah Trombosit 113 10^3/uL
MCV 76,9 fl 
MCH 25,8 pg

A: Demam Berdarah Dengue


P:

Planning terapi :
Non medikamentosa :
 Menilai dan memonitor penyakit
 Edukasi pasien dan orang tua
Medikamentosa :
 Infus RL 1250 cc/24 jam
 Injeksi Antrain 3 x 400 mg
 Ambroxol 3x ½ tab
 B com 1x1 tab
Planning Monitoring :

 Tanda-tanda vital
 Keluhan pasien
 Keadaan umum, tanda pendarahan, tanda syok
 DL(HCT, Leukosit, trombosit)
 Pemantauan cairan yang masuk dan keluar

Prognosis : Baik
LAMPIRAN
Status Gizi Pasien

Anak laki-laki, 12 tahun. BB= 78 kg. PB = 150 cm


BBI =
Status Gizi =
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Demam Berdarah Dengue (DBD)

2.1 Definisi
Demam berdarah dengue atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah
penyakit yang disebabkan oleh virus berbahaya karena dapat menyebabkan
penderita meninggal dalam waktu yang sangat singkat. Gejala klinis DBD berupa
demam tinggi yang berlangsung terus-menerus selama 2-7 hari. Tanda dan gejala
perdarahan yang biasanya didahului dengan terlihatnya tanda khas berupa bintik-
bintik merah (petechia) pada badan penderita bahkan penderita dapat mengalami
syok dan meninggal (Sutanto, 2015)

Deman Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh


infeksi virus dengue melalui gigitan nyamuk Aedes terutama Aedes aegypti.
Demam dengue merupakan penyakit akibat nyamuk yang berkembang paling
pesat di dunia. Menurut Word Health Organization (WHO) hingga tahun 2007
DBD telah terjadi di 65 negara dengan laporan rata-rata kasus 925.896 per tahun.
Negara beriklim tropis dan subtropis beresiko tinggi terhadap penularan virus
tersebut. Hal ini dikaitkan dengan kenaikan temperatur yang tinggi dan perubahan
musim hujan dan kemarau disinyalir menjadi faktor resiko penularan virus
dengue. (KEMENKES, 2011)

Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit demam akut yang


disebabkan oleh virus dengue serta memenuhi kriteria WHO untuk Manifestasi
simptomatik infeksi virus dengue adalah sebagai berikut : (WHO,2009)

1. Demam tidak terdiferensiasi


2. Demam dengue (dengan atau tanpa perdarahan): demam akut selama 2-
7 hari, ditandai dengan 2 atau lebih manifestasi klinis (nyeri kepala, nyeri
retroorbital, mialgia/atralgia, ruam kulit, manifestasi perdarahan [petekie
atau uji bendung positif], leukopenia) dan pemeriksaan serologi dengue
positif atau ditemukan pasien yang sudah dikonfirmasi menderita demam
dengue/ DBD pada lokasi dan waktu yang sama.
3. DBD (dengan atau tanpa renjatan)

2.2 Etiologi
Virus dengue merupakan bagian dari famili Flaviviridae.
Keempat serotipe virus dengue yang disebut DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan
DEN-4 dapat dibedakan dengan metodologi serologi. Infeksi pada
manusia oleh salah satu serotipe menghasilkan imunitas sepanjang
hidup terhadap infeksi ulang oleh serotipe yang sama, tetapi hanya
menjadi perlindungan sementara dan parsial terhadap serotipe yang lain
(Soedarmo, 2012).

Virus-virus dengue menunjukkan banyak karakteristik yang sama


dengan flavivirus lain, mempunyai genom RNA rantai tunggal yang
dikelilingi oleh nukleotida ikosahedral dan terbungkus oleh selaput lipid.
Virionnya mempunyai panjang kira-kira 11 kb (kilobases), dan urutan
genom lengkap dikenal untuk mengisolasi keempat serotipe, mengkode
nukleokapsid atau protein inti (C), protein yang berkaitan dengan
membrane (M), dan protein pembungkus (E) dan tujuh gen protein
nonstruktural (NS) (WHO 2009).

2.3 Patofisiologi

Patofisiologi demam dengue (dengue fever/ DF) dimulai dari gigitan


nyamuk Aedes sp. Manusia adalah inang (host) utama terhadap virus
dengue. Nyamuk Aedes sp akan terinfeksi virus dengue apabila menggigit
seseorang yang sedang mengalami viremia virus tersebut, kemudian dalam
kelenjar liur nyamuk virus dengue akan bereplikasi yang berlangsung selama
8─12 hari. Namun, proses replikasi ini tidak memengaruhi keberlangsungan
hidup nyamuk. Kemudian, serangga ini akan mentransmisikan virus dengue
jika dengan segera menggigit manusia lainnya. (Whitehorn, 2010)
Orang yang digigit oleh nyamuk Aedes sp yang membawa virus
dengue, akan berstatus infeksius selama 6─7 hari. Virus dengue akan masuk
ke dalam peredaran darah orang yang digigitnya bersama saliva nyamuk, lalu
virus akan menginvasi leukosit dan bereplikasi. Leukosit akan merespon
adanya viremia dengan mengeluarkan protein cytokines dan interferon, yang
bertanggung jawab terhadap timbulnya gejala-gejala seperti demam, flu-like
symptoms, dan nyeri otot. (WHO, 2011)
Masa inkubasi biasanya 4─7 hari, dengan kisaran 3─14 hari. Bila
replikasi virus bertambah banyak, virus dapat masuk ke dalam organ hati dan
sum-sum tulang. Sel-sel stroma pada sum-sum tulang yang terkena infeksi
virus akan rusak sehingga mengakibatkan menurunnya jumlah trombosit
yang diproduksi. Kekurangan trombosit ini akan mengganggu proses
pembekuan darah dan meningkatkan risiko perdarahan, sehingga DF
berlanjut menjadi DHF. Gejala perdarahan mulai tampak pada hari ke-3 atau
ke-5 berupa petekie, purpura, ekimosis, hematemesis dan melena. (Gould,
2008)
Replikasi virus yang terjadi pada hati, akan menyebabkan pembesaran
hati dan nyeri tekan, namun jarang dijumpai adanya ikterus. Bila penyakit ini
berlanjut, terjadi pelepasan zat anafilatoksin, histamin, dan serotonin, serta
aktivasi sistem kalikrein yang meningkatkan permeabilitas dinding kapiler.
Kemudian akan diikuti terjadinya ektravasasi cairan intravaskular ke kedalam
jaringan ekstravaskular. Akibatnya, volume darah akan turun, disertai
penurunan tekanan darah, dan penurunan suplai oksigen ke organ dan
jaringan. Pada keadaan inilah akral tubuh akan terasa dingin disebabkan
peredaran darah dan oksigen yang berkurang, karena peredaran darah ke
organ-organ vital tubuh lebih diutamakan. (Sudulagunta, 2016))
Ektravasasi yang berlanjut akan menyebabkan hemokonsentrasi,
hipoproteinemia, efusi dan renjatan. Pada keadaan ini, penderita memasuki
fase DSS. (Kemenkes, 2016)

2.4 Diagnosa

Penegakan diagnose didapat melalui anamnesa, pemeriksaan fisik,


dan pemeriksaan penunjang. Riwayat penyakit juga dperhatikan, seperti
kapan mulai demam, tipe demam, asupan makanan, diare, gangguan
kesadaran, jumlah bak, dan adanya orang disekitar pasien yang mengalami
keluhan serupa. (Achmadi, 2010)
Pemeriksaan fisik mulai kesadaran, tanda-tanda vital, status hidrasi,
hemodinamik, hingga tanda-tanda syok dinin seperti tachypnea, kusmaul.
Kemudian apakah ditemukan pembesaran hepar / asites/ keluhan lain. Ruam
atau petekie juga dapat menunjang. Bila tidak ditemukan dapat dibantu
dengan dilakukan uji tornikuet. (Achmadi, 2010)

2.5 Pemeriksaan Penunjang


Selain pemeriksaan fisik, pemeriksaan lab juga diperlukan. Pada
pemeriksaan darah dengan laboratorium dapat ditemukan hematocrit yang
tinggi (< 50 %) sebagai tanda kebocoran plasma dengan hitung trombosit
yang cenderung rendah. (Achmadi, 2010)

Beberapa pemeriksaan lain yang dapat dilakukan seperti isolasi virus,


deteksi antigen atau RNA virus. IgM biasanya dapat dideteksi mulai hari ke 5
onset demam dan terus meningkat hingga minggu ke 3. (Achmadi, 2010)

Pemeriksaan terkini yang dikembangkan adalah pemeriksaan Antigen


protein NS-1 Dengue (Ag NS-1) dapat dilakukan pada hari pertama hingga
hari ke Sembilan (hari 1-9) onset demam, sehingga penegakan diagnosa
terlaksana lebih cepat. (Achmadi, 2010)

2.6 Penatalaksanaan
Dasar penatalaksanaan penderita DBD adalah pengganti cairan yang
hilang sebagai akibat dari kerusakan dinding kapiler yang menimbulkan
peninggian permeabilitas sehingga mengakibatkan kebocoran plasma. Selain
itu, perlu juga diberikan obat penurun panas (Rampengan, 2007).
Secara umum Demam Berdarah Dengue (DBD) dibagi 4 derajat, terapi
yang biasa dilakukan, yaitu :
a. Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue (DBD) Tanpa Syok
1. Penggantian volume cairan pada DBD
Dasar patogenesis DBD adalah perembesan plasma yang terjadi pada
fase penurunan suhu sehingga dasar pengobatannya adalah
penggantian volume plasma yang hilang. Penggantian cairan awal
dihitung untuk 2–3 jam pertama, sedangkan pada kasus syok lebih sering
sekitar 30–60 menit. Tetesan 24–48 jam berikutnya harus selalu
disesuaikan dengan tanda vital, kadar hematokrit dan jumlah volume urin.
Apabila terdapat kenaikan hemokonsentrasi 20% atau lebih maka
komposisi jenis cairan yang diberikan harus sama dengan plasma.
Volume dan komposisi cairan yang diperlukan sesuai seperti cairan
dehidrasi untuk diare ringan sampai sedang yaitu cairan rumatan
ditambah defisit 6% (5-8%) seperti tertera tabel 2 di bawah ini.

Tabel Kebutuhan cairan pada dehidrasi ringan-sedang

Pemilihan jenis dan volume cairan yang diperlukan tergantung dari


umur dan berat badan pasien serta derajat kehilangan plasma sesuai dengan
derajat hemokonsentrasi yang terjadi. Pada anak gemuk, kebutuhan cairan
disesuaikan dengan berat badan ideal untuk anak umur yang sama.
Kebutuhan cairan rumatan dapat diperhitungkan dari tabel 3 berikut ini:

Tabel Kebutuhan cairan rumatan

Dengan melihat keterangan tabel diatas dapat diperhitungkan


misalnya jika anak dengan berat badan 40 kg maka cairan rumatan yang
diberikan adalah sebanyak 2300 ml dan jumlah cairan rumatan ini
diperhitungkan untuk 24 jam. Oleh karena kecepatan perembesan plasma
tidak konstan (perembesan plasma terjadi lebih cepat pada saat suhu turun),
volume cairan pengganti harus disesuaikan dengan kecepatan dan
kehilangan plasma, yang dapat diketahui dari pemantauan kadar hematokrit
(Rampengan, 2007).

2. Antipiretikum

Antipiretikum yang diberikan ialah parasetamol, tidak disarankan


diberikan golongan salisilat karena dapat menyebabkan bertambahnya
pendarahan (Rampengan, 2007). Dosis parasetamol dapat dikelompokkan
menurut umur tiap kali pemberian yang ditampilkan pada tabel 4 berikut ini :

Tabel Dosis parasetamol menurut kelompok umur pada tiap kali


pemberian

3. Antikonvulsan
Apabila timbul kejang – kejang diatasi dengan pemberian antikonvulsan.
a. Diazepam: diberikan dengan dosis 0,5 mg/KgBB/kali secara intravena
dan dapat diulang apabila diperlukan.
b. Phenobarbital: diberikan dengan dosis, pada anak berumur lebih dari
satu tahun diberikan luminal 75 mg dan dibawah satu tahun 50 mg
secara intramuscular. Bila dalam waktu 15 menit kejang tidak berhenti
dapat diulangi dengan dosis 3mg/Kg BB secara intramuskular
(Anonim, 1985).

4. Pengamatan Penderita
Pengamatan penderita dilakukan terhadap tanda–tanda dini syok.
Pengamatan ini meliputi: keadaan umum, denyut nadi, tekanan darah, suhu,
pernafasan, dan monitoring Hb, Hct dan trombosit (Anonim, 1985).

Algoritma Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue


Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue (DBD) dapat dijelaskan
dalam algoritme yang disajikan pada gambar 1, 2 dan 3 berikut ini:

Gambar Algoritma tatalaksana kasus penderita DBD

(Hadinegoro, 2002)
Gambar Algoritma tatalaksana kasus DBD derajat I dan derajat II
tanpa peningkatan hematokrit (Hadinegoro, 2002)
Gambar Algoritma tatalaksana kasus DBD derajat I dengan
peningkatan Hct ≥ 20%(Hadinegoro, 2002)
Gambar Algoritma tatalaksana DBD Derajat III dan IV

(Hadinegoro, 2002)

2.7 Diagnosis Banding


a. Pada awal perjalanan penyakit, diagnosis banding mencakup infeksi
bakteri, virus, atau penyakit protozoa seperti demam tifoid, campak,
influenza, hepatitis chikungunya, malaria. Adanya trombositopenia
yang jelas disertai hemokonsentrasi dapat membedakan antara DBD
dengan penyakit lain.

b. DBD harus dibedakan pada deman chikungunya (DC). Pada DC


biasanya seluruh anggota keluarga dapat terserang dan penularannya
mirip dengan influenza. Bila dibandingkan dengan DBD, DC
memperlihatkan serangan demam mendadak, masa demam lebih
pendek, suhu tubuh tinggi, hampir selalu disertai ruam makulopapular,
injeksi kojungtiva dan lebih sering dijumpai nyeri sendi. Proporsi uji
tourniquet positif, petekie dan epistaksis hampir sama dengan DBD.
Pada DC tidak ditemukan perdarahan gastrointestinal dan syok.

c. Perdarahan seperti petekie dan ekimosis ditemukan pada beberapa


penyakit infeksi, misalnya sepsis, meningitis meningkokus. Pada
sepsis, anak sejak semula kelihatan sakit berat, demam naik turun,
dan ditemukan tanda-tanda infeksi. Disamping itu jelas terdapat
leukositosis disertai dominasi sel polimorfonuklear (pergeseran ke kiri
pada hitung jenis). Pemeriksaan laju endap darah (LED) dapat
dipergunakan untuk membedakan infeksi bakteri dengan virus. Pada
meningitis meningkokokus jelas terdapat rangsangan meningeal dan
kelainan pada pemeriksaan cairan serebrospinalis.
d. Idiopatic Thrombocytopenic Purpura (ITP) sulit dibedakan dengan DBD
derajat II, oleh karena didapatkan demam disertai perdarahan di bawah
kulit. Pada hari-hari pertama, diagnosis ITP sulit dibedakan dendgan
penyakit DBD, tetapi pada ITP demam cepat menghilang, tidak dijumpai
hemokonsentrasi, dan pada fase penyembuhan DBD jumlah trombosit
lebih cepat kembali normal daripada ITP. Perdarahan dapat juga terjadi
pada leukemia atau anemia aplastik. Pada leukemia demam tidak teratur,
kelenjar limfe dapat teraba dan anak sangat anemis. Pemeriksaan darah
tepi dan sumsum tulang akan memperjelas diagnosis leukemia. Pada
anemia aplastik anak sangat anemik, demam timbul karena infeksi
sekunder (Hadinegoro, 2011)

2.8 Komplikasi dan Penatalaksanaan Komplikasi

a. Ensefalopati dengue dapat terjadi pada DBD dengan maupun tanpa


syok.
Ensefalopati dengue dapat terjadi pada DBD dengan maupun
tanpa syok, cenderung terjadi edema otak dan alkalosis, maka bila syok
teratasi cairan diganti dengan cairan yang tidak mengandung HCO3-,
dan jumlah cairan harus segera dikurangi. Larutan laktar ringer dekstrosa
segera ditukar dengan larutan Nacl (0,9%) : glukosa (5%) = 3:1. untuk
mengurangi edema otak diberikan kortikosteroid, tetapi bila terdapat
perdarahan saluran cerna sebaiknya kortikosteroid tidak diberikan. Bila
terdapat disfungsi hati, maka diberikan vitamin K intravena 3-10 mg
selama 3 hari, kadar gula darah diusahakan >60 mg/dl, mencegah
terjadinya peningkatan tekanan intrakranial dengan mengurangi jumlah
cairan (bila perlu diberikan diuretik), koreksi asidosis dan elektrolit.
Perawatan jalan nafas dengan pemberiaan oksigen yang adekuat. Untuk
mengurangi produksi amoniak dapat diberikan neomisin dan laktulosa.
Pada DBD ensefalopati mudah terjadi infeksi bakteri sekunder, makaa
untuk mencegah dapat diberikan antibiotik profilaksis (kombinasi
ampisilin 100 mg/kgbb/hari + kloramfenikol 75 mg/kgbb/hari). Usahakan
tidak memberikan obat-obat yang tidak diperlukan (misalnya antasid, anti
muntah) untuk mengurangi beban detoksifikasi obat dalam hati (Novie
Homenta, 2011).

b. Kelainan Ginjal
Kelainan ginjal akibat syok yang berkepanjangan dapat terjadi gagal
ginjal akut. Dalam keadaan syok harus yakin benar bahwa penggantian
volume intravascular telah benar-benar terpenuhi dengan baik. Apabila
diuresis belum mencukupi 2 ml/kgbb/jam, sedangkan cairan yang
diberikan sudah sesuai kebutuhan, maka selanjutnya furosemid 1
mg/kgbb dapat diberikan. Pemantauan tetap dilakukan untuk jumlah
diuresis, kadar ureum, dan kreatinin. Tetapi apabila diuresis tetap belum
mencukupi, pada umumnya syok juga belum dapat dikoreksi dengan
baik, maka pemasangan CVP (central venous pressure) perlu dilakukan
untuk pedoman pemberian cairan selanjutnya (Novie Homenta, 2011).

c. Edema paru
Edema paru adalah komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat
pemberian cairan yang berlebihan. Pemberian cairan pada hari sakit
ketiga sampai kelima sesuai panduan yang diberikan, biasanya tidak
akan menyebabkan edema paru oleh karena perembesan plasma masih
terjadi. Tetapi pada saat terjadi reabsorbsi plasma dari ruang
ekstravaskular, apabila cairan diberikan berlebih (kesalahan terjadi bila
hanya melihat penurunan hemoglobin dan hematokrit tanpa
memperhatikan hari sakit), pasien akan mengalami distress pernafasan,
disertai sembab pada kelopak mata, dan ditunjang dengan gambaran
edem paru pada foto roentgen dada. Gambaran edem paru harus
dibedakan dengan perdarahan paru (Novie Homenta, 2011).
2.9 Pencegahan

Pencegahan yang dilakukan adalah dengan cara Pengendalian vektor


virus dengue. Pengendalian vektor bertujuan (Purnomo, 2010) :

1. Mengurangi populasi vektor serendah – rendahnya sehingga tidak


berarti lagi sebagai penular penyakit.
2. Menghindarkan terjadi kontak antara vektor dan manusia.
Cara efektif untuk pengendalian vektor adalah dengan
penatalaksanaan lingkungan yang termasuk perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan dan pemantauan aktivitas untuk modifikasi faktor-faktor
lingkungan dengan suatu pandangan untuk mencegah perkembangan vektor
dan kontak manusia-vektor-patogen. Pengendalian vektor dapat berupa
(Purnomo, 2010):

1. Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)


a. Melakukan metode 4 M (menguras, Menutup dan
Menyingkirkan, dan monitor tempat perindukan nyamuk)
minimal 1 x seminggu bagi tiap keluarga,
b. 100% tempat penampungan air sukar dikuras diberi abate tiap 3
bulan
c. ABJ (angka bebas jentik) diharapkan mencapai 95%
2. Foging Focus dan Foging Masal
a. Foging fokus dilakukan 2 siklus dengan radius 200 m dengan
selang waktu 1 minggu
b. Foging masal dilakukan 2 siklus diseluruh wilayah suspek KLB
dalam jangka waktu 1 bulan
c. Obat yang dipakai : Malation 96EC atau Fendona 30EC dengan
menggunakan Swing Fog
3. Penyelidikan Epidemiologi
a. Dilakukan petugas puskesmas yang terlatih dalam waktu 3x24
jam setelah menerima laporan kasus
b. Hasil dicatat sebagai dasar tindak lanjut penanggulangan kasus
4. Penyuluhan perorangan/kelompok untuk meningkatkan kesadaran
masyarakat.
5. Kemitraan untuk sosialisasi penanggulangan DBD.

Kewajiban pelaporan kasus dalam tempo 24 jam ke Dinas Kesehatan


tingkat II/Puskesmas tempat tinggal pasien merupakan keharusan yang
sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan 560 tahun 1989 dengan tujuan
kemungkinan terjadinya penularan lebih lanjut, penyakit DBD dapat dicegah
dan ditanggulangi sedini mungkin. Dengan adanya laporan kasus pada
Puskesmas/ Dinas Kesehatan tingkat II yang bersangkutan, dapat dengan
segera melakukan penyelidika epidemiologi di sekitar tempat tinggal kasus
untuk melihat kemungkinan resiko penularan (Soedarmo, 2012).

Apabila dari hasil penyelidikan epidemiologi diperoleh data adanya


resiko penularan DBD, maka pihak terkait akan melakukan langkah – langkah
upaya penanggulangan berupa : foging fokus dan abatisasi selektif. Tujuan
abatisasi adalah membunuh larva dengan butir – butir abate sand granule
(SG) 1 % pada tempat penyimpanan air dengan dosis ppm (part per milion)
yaitu : 10 gram meter 100 liter air. Selain itu dapat dilakukan dengan
menggalakkan masyarakat untuk melakukan kerja bakti dalan
pemberantasan sarang nyamuk (Soedarmo, 2012).
2.10 Prognosis
Renjatan yang terjadi pada saat demam, prognosisnya buruk. Dengan
sifatnya yang self-limiting disease, angka kematian (mortality rate) DF kurang
dari 1%. Angka kematian untuk kasus DHF yang tertangani medis adalah 2-5
%. Bila DHF tidak diobati, angka kematiannya meningkat sampai 50%.
Penderita yang sembuh biasanya tanpa sekuele dan tubuhnya akan
membuat imunitas terhadap serotipe virus yang menjangkitinya. (Singhi,
2007)
DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, Umar Fahmi. 2010. BULETIN JENDELA EPIDEMIOLOGI. Pusat Data dan
Surveilans Epidemiologi Kementerian Kesehatan RI. ISSN – 2087 – 1546.
Vol 2.

Hadinegoro, S.Sri Rezeki, Pitfalls and Pearls.(2002). Diagnosis dan Tata Laksana
Demam Berdarah Dengue, dalam: Current Management of Pediatrics
Problem. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. Hal 63-72

Kemenkes RI., 2011. Modul pengendalian demam berdarah dengue. Jakarta:


Direktorat Jendral pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Demam Berdarah Biasanya Mulai


Meningkat di Januari. 2016 16 December 2016]; Available from:
http://www.depkes.go.id/article/view/15011700003/demam-berdarah-
biasanya-mulai-meningkat-di-januari.html.

Martina, B.E., P. Koraka, and A.D. Osterhaus, Dengue virus pathogenesis: an


integrated view. Clin Microbiol Rev, 2009. 22(4): p. 564-81.

Purnomo, S. Gede. 2010. Pengendalian Vektor DBD. Denpasar : Program Studi Ilmu
Kesehatan Masyarakat Universitas Udayana.

Rampengan. T.H. (2007). Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak. Penerbit Buku
Kedokteran. EGC.

Singhi, S., N. Kissoon, and A. Bansal, Dengue and dengue hemorrhagic fever:
management issues in an intensive care unit. J Pediatr (Rio J), 2007. 83(2
Suppl): p. S22-35.

Soedarmo, S.S.P., Garna, H. & Hadinegoro, S.R., 2012, Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Anak : Infeksi & penyakit tropis, edisi II. Jakarta: IDAI, hlm 338-345
Sudulagunta, S.R., et al., Dengue shock syndrome. Oxford Medical Case Reports,
2016. 2016(11).

Suhendro, dkk. 2009. Demam berdarah dengue.dalam buku ilmu penyakit dalam.
Badan penerbit FKUI. Jakarta.

Sutanto, I. 2015. Buku ajar parasitologi kedokteran (ke empat ed.). (I. Sutanto,
penyunting) Jakarta: Badan penerbit FK UI.

WHO, Regional Office for South East Asia (2011). Comprehensive Guidelines for
Prevention and Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever:
Revised and expanded edition. SEARO Technical Publication Series No. 60.
India

World Health Organization. DENGUE Guidelines for diagnosis, treatment, prevention


and control. New Edition 2009.

WHO, 2009. Dengue guideline for diagnosis, treatment, prevention and control.
2009.hlm.3-4:14-6:25-8:33-41.

Whitehorn, J. and J. Farrar, Dengue. British Medical Bulletin, 2010. 95(1): p.161-
173.

WHO. Comprehensive Guideline for Prevention and Control of Dengue and Dengue
Hemmorhagic Fever, Revised and Expanded Edition. 2011; Available from:
http://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/204894/B4751.pdf?
sequence=1 Gould, E.A. and T. Solomon, Pathogenic flaviviruses. Lancet,
2008. 371(9611): p. 500-9.

WHO. Weekly epidemiological record. 2016; Available from:


http://www.who.int/wer/2016/wer9130.pdf?ua=1.

Anda mungkin juga menyukai