Anda di halaman 1dari 31

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah. SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayah-Nya serta memberikan perlindungan dan kesehatan sehingga kami dapat
menyusun makalah dengan judul “MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN KETO
ASIDOSIS DIABETIKUM”. Dimana makalah ini sebagai salah satu syarat untuk memenuhi
tugas mata kuliah Keperawatan Kritis.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa selama penyusunan makalah ini kami banyak
menemui kesulitan dikarenakan keterbatasan referensi dan keterbatasan penulis sendiri.
Dengan adanya kendala dan keterbatasan yang dimiliki kami maka kami berusaha
semaksimal mungkin untuk menyusun makalah dengan sebaik-baiknya.
Dalam kesempatan ini tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini, sebagai manusia kami menyadari
bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak demi perbaikan yang
lebih baik dimasa yang akan datang.
Demikian makalah yang kami buat, semoga makalah ini bermanfaat bagi kami
khususnya dan bagi pembaca pada umumnya, Amin.

Semarang, April 2019

Penyusun

1
DAFTAR ISI

Kata Pengantar……………………………………………………………………………...1
Daftar Isi……………………………………………………………………………………………...2
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG………………………………………………………………………3
B. RUMUSAN MASALAH…………………………………………………………………..4
C. TUJUAN…………………………………………………………………………………....4
D. MANFAAT…………………………………………………………………………………5
BAB II KONSEP DASAR
A. DEFINISI……………………………………………………………………………………6
B. MANIFESTASI KLINIS……………………………………………………………………6
C. ETIOLOGI…………………………………………………………………………………..7
D. PATOFISIOLOGI SAMPAI TERJADINYA KRITIS………………………………….....8
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG…………………………………………………………10
F. PENATALAKSANAAN DI ICU…………………………………………………………13
G. KOMPLIKASI……………………………………………………………………………..14
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN……………………………………………………………………………..15
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN…………………………………………………………..17
C. INTERVENSI……………………………………………………………………………...17
BAB IV LAMPIRAN JURNAL…………………………………………………………………...20
BAB V PENUTUP
A. KESIMPULAN……………………………………………………………………………30
B. SARAN……………………………………………………………………………………30
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………………...31

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ketoasidosis diabetikum adalah salah satu komplikasi metabolik akut pada diabetes
mellitus dengan perjalanan klinis yang berat dalam angka kematian yang masih cukup
tinggi. Ketoasidosis diabetikum dapat ditemukan baik pada mereka dengan diabetes
melitus tipe 1 dan tipe 2. Tetapi lebih sering pada diabetes melitus tipe 1.
Menurut Komunitas diabetes global akan bersatu lagi di Kongres IDF 2019 di
Busan, Korea pada 2-6 Desember 2019. IDF 2019 menandai kembalinya sambutan ke
wilayah Pasifik Barat IDF setelah Kongres IDF 2013 yang sukses di Melbourne,
Australia. Wilayah ini memiliki populasi terbesar dari semua wilayah IDF dan
merupakan rumah bagi hampir 40% dari semua orang yang hidup dengan diabetes.
China sendiri merupakan jumlah penderita diabetes tertinggi di dunia (114 juta).
Penyebab keprihatinan khusus di wilayah ini adalah populasi besar yang tidak
terdiagnosis, dengan lebih dari satu dari dua orang dengan diabetes di Pasifik Barat
tidak terdiagnosis.
IDF 2019 di Busan akan menyediakan forum unik untuk pertukaran pengetahuan
dan berbagi praktik terbaik dalam pencegahan diabetes, pendidikan dan perawatan.
Hasil dari Kongres akan membantu mendorong kolaborasi, koneksi dan tindakan politik
yang diperlukan untuk menempatkan diabetes di atas agenda kesehatan global dan
meningkatkan kehidupan orang yang hidup dengan diabetes, membantu melindungi
mereka yang berisiko dan mengurangi dampak diabetes pada masyarakat kita .
Busan, kota terpadat kedua di Korea, akan menyelenggarakan program ilmiah yang
terdiri dari delapan aliran yang akan membangun pembelajaran dan pengalaman
Kongres IDF sebelumnya dan terus mengeksplorasi area baru dalam penelitian
diabetes, pendidikan dan kesehatan masyarakat. Tujuan utama termasuk meningkatkan
pemahaman tentang pandemi diabetes global dan memengaruhi pelaksanaan prakarsa
kesehatan untuk meningkatkan kehidupan orang-orang diabetisi dan mereka yang
berisiko. Aliran khusus tentang hidup dengan diabetes akan kembali memberikan peran
penting pada orang yang terkena diabetes dalam pengambilan keputusan dan desain
layanan kesehatan. (https://www.idf.org/news/163:idf-congress-2019.html)

3
Gejala yang paling menonjol pada ketoasidosis adalah hiperglikemia dan ketosis.
Hiperglikemia dalam tubuh akan menyebabkan poliuri dan polidipsi. Sedangkan ketosis
menyebabkan benda-benda keton bertumpuk dalam tubuh, pada sistem respirasi benda
keton menjadi resiko terjadinya gagal nafas. Prognosis dari ketoasidosis diabetik
biasanya buruk, tetapi sebenarnya kematian pada pasien ini bukan disebabkan oleh
sindom hiperosmolarnya sendiri tetapi oleh penyakit yang mendasar atau menyertainya.
Angka kematian masih berkisar 30-50%. Di negara maju dapat dikatakan penyebab
utama kematian adalah infeksi, usia lanjut dan osmolaritas darah yang sangat tinggi. Di
negara maju angka kematian dapat ditekan menjadi sekitar 12%.
Oleh sebab itu penanganan ketoasidosis harus cepat, tepat dan tanggap. Mengingat
masih sedikitnya pemahaman mengenai ketoasidosis diabetik dan prosedur atau
konsensus yang terus berkembang dalam penatalaksanaan ketoasidosis
diabetik. Maka, perlu adanya pembahasan mengenai bagaimana metode tatalaksana
terkini dalam menangani ketoasidosis diabetik.
B. Rumusan Masalah
a. Apa definisi ketoasidosis diabetikum (KAD)?
b. Apaetiologi ketoasidosis diabetikum (KAD)?
c. Apa manifestasi klinisketoasidosis diabetikum (KAD)?
d. Bagaimana patofisiologi dari ketoasidosis diabetikum (KAD)?
e. Apa saja pemeriksaan penunjang klien dengan ketoasidosis diabetikum (KAD)?
f. Bagaimana penatalaksanaan klien dengan ketoasidosis diabetikum (KAD) di ICU?
g. Apa komplikasi dari ketoasidosis diabetikum (KAD)?
h. Bagaimana asuhan keperawatan pasien dengan ketoasidosis diabetikum (KAD)
(pengkajian, diagnosa, intervensi)?
C. Tujuan
a. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat menjelaskan dan melakukan asuhan keperawatan pada klien
dengan ketoasidosis diabetikum (KAD).
b. Tujuan Khusus
a. Mengetahui definisi ketoasidosis diabetikum (KAD)
b. Mengetahui etiologi ketoasidosis diabetikum (KAD)
c. Mengetahui manifestasi klinisketoasidosis diabetikum (KAD)
d. Mengetahui patofisiologi dari ketoasidosis diabetikum (KAD)

4
e. Mengetahuipemeriksaan penunjang klien dengan ketoasidosis diabetikum
(KAD)
f. Mengetahui penatalaksanaan klien dengan ketoasidosis diabetikum (KAD) di
ICU
g. Menegetahui komplikasi dari ketoasidosis diabetikum (KAD)
h. Menjelaskan asuhan keperawatan pasien dengan ketoasidosis diabetikum
(KAD) (pengkajian, diagnosa, intervensi)
D. Manfaat
a. Mendapatkan pengetahuan tentang ketoasidosis diabetikum (KAD).
b. Mendapatkan pengetahuan tentang asuhan keperawatan tentang ketoasidosis
diabetikum (KAD).
c. Dapat menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan ketoasidosis
diabetikum (KAD).

5
BAB II
KONSEP DASAR
A. DEFINISI
Ketoasidosis diabetic (diabetic ketoacidosis) atau KAD adalah keadaan gawat
darurat akibat hiperglikemia di mana terbentuk banyak asam dalam darah. Kata keto
berasal dari ketone, yang merupakan hasil pemecahan lemak oleh tubuh. Sedangkan
acid adalah tanda menumpuknya asam dalam darah karena adanya ketone.
Ketoasidosis diabetik merupakan akibat dari defisiensi berat insulin dan
disertai gangguan metabolisme protein, karbohidrat dan lemak. Keadaan ini terkadang
disebut “akselerasi puasa” dan merupakan gangguan metabolisme yang paling serius
pada diabetes ketergantungan insulin.
Hal ini terjadi akibat sel otot tidak mampu lagi membentuk energi sehingga
dalam keadaan darurat ini tubuh akan memecah lemak dan terbentuklah asam yang
bersifat racun dalam peredaran darah yang disebut keton. KAD ini sering terjadi pada
diabetes tipe 1 akibat suntikan insulin berhenti atau kurang, atau mungkin karena lupa
menyuntik atau tidak menaikkan dosis padahal ada makanan ekstra yang
menyebabakan glukosa darah naik.
Pada infeksi atau stress berat, baik pada diabetes tipe 1 maupun 2, bisa pula
timbul KAD dimana tubuh membentuk hormone adrenalin untuk mengatasi infeksi
dan stress, tetapi bisa berdampak negative karena glukosa darah meningkat (adrenalin
bersifat counterinsulin). Hal ini bisa semakin berat jika pasien tidak mau minum obat
diabetes atau suntik insulin pada saat stress atau infeksi.
(https://www.scribd.com/document/356546832/Pengertian-KAD)

B. MANIFESTASI KLINIS
Keluhan dan gejala KAD timbul akibat adanya keton yang meningkat dalam darah,
antara lain :
1. Napas yang cepat dan dalam (napas kussmaul)
2. Napas bau keton atau aseton (seperti harumnya buah atau sweet, fruity smell)
3. Nafsu makan turun
4. Mual, muntah
5. Demam
6. Nyeri perut

6
7. poliuria, polidipsia,nokturia, berat badan turun, polivagia
8. Capek, lemah
9. Bingung, mengantuk
10. Kesadaran menurun sampai koma.
Di samping itu, sebelumnya ada tanda-tanda hiperglikemia, yaitu rasa haus, banyak
kencing, capek, lemah, luka sulit sembuh, dan lain-lain.
Tanda – tanda hiperglikemia :
1. Rasa lelah
2. Nafsu makan bertambah
3. Rasa haus berlebihan
4. Penglihatan kabur
5. Kulit kering
6. Sering kencing
7. Luka yang sukar sembuh
8. Berat badan menurun

C. ETIOLOGI
Ketoasidosis diabetik dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu akibat hiperglikemia
dan akibat ketosis, yang sering dicetuskan oleh faktor-faktor :
1. Stress fisik dan emosional; respons hormonal terhadap stress mendorong
peningkatan proses katabolik, insulin tidak diberikan atau diberikan dengan dosis
yang dikurangi, ataupun menolak terapi insulin
2. Infeksi
Penurunan kadar insulin dapat diresepkan tidak adekuat atau pasien tidak
menyuntikkan insulin dengan dosis yang cukup. Kesalahan yang menyebabkan dosis
insulin yang harus diberikan berkurang, terjadi pada pasien-pasien yang sakit dan
menganggap jika mereka kurang makan atau menderita muntah-muntah, maka dosis
insulinnya juga harus dikurangi. (karena keadaan sakit khususnya infeksi dapat
meningkatkan kadar glukosa darah, maka pasien tidak perlu menurunkan dosis insulin
yang mengimbangi asupanmakanan yang berkurang ketika sakit dan bahkan mungkin
harus meningkatkan dosis insulinnya).
Penyebab potensial lainnya yang menurunkan kadar insulin mencakup kesalahan
pasien dalam menganspirasi atau menyuntikkan insulin (khususnya pada pasien

7
dengan gangguan penglihatan); sengaja melewati pemberian insulin (khususnya pada
pasien remaja yang menghadapi kesulitan dalam mengatasi diabetes atau aspek
kehidupan yang lain); masalah peralatan (misalnya, penyumbatan selang pompa
insulin).
Keadaan sakit dan infeksi akan menyertai resistensi insulin. Sebagai respons
terhadap stres fisik (atau emosional), terjadi peningkatan kadar hormon-hormon
“stres”—yaitu, glukogon, epinefrin, norepinefrin, kortisol dan hormone pertumbuhan.

D. PATOFISIOLOGI SAMPAI TERJADINYA KRITIS


Diabetes ketoasidosis disebabakan oleh tidak adanya insulin atau tidak
cukupnya jumlah insulin yang nyata, keadaan ini mengakibatkan gangguan pada
metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Ada tiga gambaran kliniks yang penting
pada diabetes ketoasidosis yaitu dehidrasi, kehilangan elektrolit dan asidosis.
Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel akan
berkurang pula. Disamping itu produksi glukosa oleh hati menjadi tidak terkendali.
Kedua faktor ini akan mengakibatkan hipergikemia. Dalam upaya untuk
mnghilangkan glukosa yang berlebihan dari dalam tubuh, ginjal akan mengekresikan
glukosa bersama – sama air dan elektrolit (seperti natrium, dan kalium). Diurisis
osmotik yang ditandai oleh urinasi berlebihan (poliuri) ini kan menyebabkan dehidrasi
dan kehilangan elekrolit. Penderita ketoasidosis yang berat dapat kehilangan kira –
kira 6,5 liter air dan sampai 400 hingga 500 mEg natrium, kalium serta klorida selam
periode waktu 24 jam.
Akibat defisiensi insulin yang lain adalah pemecahan lemak (lipolisis) menjadi
asam – asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas akan diubah menjadi benda
keton oleh hati. Pada ketoasidosis diabetik terajdi produksi benda keton yang
berlebihan sebagai akibat dari kekurangan insulin yang secara normal akan mencegah
timbulnya keadaan tersebut. Benda keton bersifat asam, dan bila bertumpuk dalanm
sirkulasi darah, benda keton akan menimbulkan asidosis metabolik (Brunner and
suddarth, 2002).

8
PATHWAY

9
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Glukosa.
Kadar glukosa dapat bervariasi dari 300 hingga 800 mg/dl. Sebagian pasien
mungkin memperlihatkan kadar gula darah yang lebih rendah dan sebagian
lainnya mungkin memiliki kadar sampai setinggi 1000 mg/dl atau lebih yang
biasanya bergantung pada derajat dehidrasi. Harus disadari bahwa ketoasidosis
diabetik tidak selalu berhubungan dengan kadar glukosa darah. Sebagian pasien
dapat mengalami asidosis berat disertai kadar glukosa yang berkisar dari 100 –
200 mg/dl, sementara sebagian lainnya mungkin tidak memperlihatkan
ketoasidosis diabetikum sekalipun kadar glukosa darahnya mencapai 400-500
mg/dl.
b. Natrium.
Efek hiperglikemia ekstravaskuler bergerak air ke ruang intravaskuler. Untuk
setiap 100 mg / Dl glukosa lebih dari 100 mg / Dl, tingkat natrium serum
diturunkan oleh sekitar 1,6 mEq / L. Bila kadar glukosa turun, tingkat natrium
serum meningkat dengan jumlah yang sesuai.
c. Kalium.
Ini perlu diperiksa sering, sebagai nilai-nilai drop sangat cepat dengan perawatan.
EKG dapat digunakan untuk menilai efek jantung ekstrem di tingkat potasium.
d. Bikarbonat.
Kadar bikarbonat serum adalah rendah, yaitu 0- 15 mEq/L dan Ph yang rendah
(6,8-7,3). Tingkat Pco2 yang rendah ( 10- 30 mmHg) mencerminkan kompensasi
respiratorik (pernapasan kussmaul) terhadap asidosisi metabolik. Akumulasi
badan keton (yang mencetuskan asidosis) dicerminkan oleh hasil pengukuran
keton dalam darah dan urin. Gunakan tingkat ini dalam hubungannya dengan
kesenjangan anion untuk menilai derajat asidosis.
e. Sel darah lengkap (CBC).
Tinggi sel darah putih (WBC) menghitung (> 15 X 109 / L) atau ditandai
pergeseran kiri mungkin menyarankan mendasari infeksi.
f. Gas darah arteri (ABG).
Ph sering <7.3. Vena Ph dapat digunakan untuk mengulang Ph measurements.
Brandenburg dan Dire menemukan bahwa Ph pada tingkat gas darah vena pada

10
pasien dengan KAD adalah lebih rendah dari Ph 0,03 pada ABG. Karena
perbedaan ini relatif dapat diandalkan dan bukan dari signifikansi klinis, hampir
tidak ada alasan untuk melakukan lebih menyakitkan ABG. Akhir CO2 pasang
surut telah dilaporkan sebagai cara untuk menilai asidosis juga.
g. Keton.
Diagnosis memadai ketonuria memerlukan fungsi ginjal. Selain itu, ketonuria
dapat berlangsung lebih lama dari asidosis jaringan yang mendasarinya.
h. β-hidroksibutirat.
Serum atau hidroksibutirat β kapiler dapat digunakan untuk mengikuti respons
terhadap pengobatan. Tingkat yang lebih besar dari 0,5 mmol / L dianggap
normal, dan tingkat dari 3 mmol / L berkorelasi dengan kebutuhan untuk
ketoasidosis diabetik (KAD).
i. Urinalisis (UA)
Cari glikosuria dan urin ketosis. Hal ini digunakan untuk mendeteksi infeksi
saluran kencing yang mendasari.
j. Osmolalitas
Diukur sebagai 2 (Na +) (mEq / L) + glukosa (mg / Dl) / 18 + BUN (mg / Dl) /
2.8. Pasien dengan diabetes ketoasidosis yang berada dalam keadaan koma
biasanya memiliki osmolalitis > 330 mOsm / kg H2O. Jika osmolalitas kurang
dari > 330 mOsm / kg H2O ini, maka pasien jatuh pada kondisi koma.
k. Fosfor
Jika pasien berisiko hipofosfatemia (misalnya, status gizi buruk, alkoholisme
kronis), maka tingkat fosfor serum harus ditentukan.
l. Tingkat BUN meningkat.
Anion gap yang lebih tinggi dari biasanya.
m. Kadar kreatinin
Kenaikan kadar kreatinin, urea nitrogen darah (BUN) dan Hb juga dapat terjadi
pada dehirasi. Setelah terapi rehidrasi dilakukan, kenaikan kadar kreatinin dan
BUN serum yang terus berlanjut akan dijumpai pada pasien yang mengalami
insufisiensi renal.
2. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik ketoasidosis diabetik dilakukan dengan cara:

11
a. Tes toleransi Glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari 200mg/dl).
Biasanya tes ini dianjurkan untuk pasien yang menunjukkan kadar glukosa
meningkat dibawah kondisi stress.
b. Gula darah puasa normal atau diatas normal.
c. Essei hemoglobin glikolisat diatas rentang normal.
d. Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton.
e. Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat menandakan
ketidakadekuatan kontrol glikemik dan peningkatan propensitas pada
terjadinya aterosklerosis.
f. Aseton plasma: Positif secara mencolok
g. As. Lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meningkat
h. Elektrolit: Na normal/menurun; K normal/meningkat semu; F turun
i. Hemoglobin glikosilat: Meningkat 2-4 kali normal
j. Gas Darah Arteri: Ph rendah, penurunan HCO3 (asidosismetabolik)
dengan kompensasi alkalosis respiratorik
k. Trombosit darah: Ht mungkin meningkat, leukositosis, hemokonsentrasi
l. Ureum/creatinin: meningkat/normal
m. Amilase darah: meningkat mengindikasikan pancreatitis akut

12
F. PENATALAKSANAAN DI ICU
Prinsip terapi KAD adalah dengan mengatasi dehidrasi, hiperglikemia, dan
ketidakseimbangan elektrolit, serta mengatasi penyakit penyerta yang ada.
Pengawasan ketat, KU jelek masuk HCU/ICU
Fase I/Gawat :
a. Rehidrasi
1) Berikan cairan isotonik NaCl 0,9% atau RL 2L loading dalam 2 jam pertama, lalu
80 tpm selama 4 jam, lalu 30-50 tpm selama 18 jam (4-6L/24jam)
2) Atasi syok (cairan 20 ml/kg BB/jam)
3) Bila syok teratasi berikan cairan sesuai tingkat dehidrasi
4) Rehidrasi dilakukan bertahap untuk menghindari herniasi batang otak (24 – 48
jam).
5) Bila Gula darah < 200 mg/dl, ganti infus dengan D5%
6) Koreksi hipokalemia (kecepatan max 0,5mEq/kgBB/jam)
7) Monitor keseimbangan cairan
b. Insulin
1) Bolus insulin kerja cepat (RI) 0,1 iu/kgBB (iv/im/sc)
2) Berikan insulin kerja cepat (RI) 0,1/kgBB dalam cairan isotonic
3) Monitor Gula darah tiap jam pada 4 jam pertama, selanjutnya tiap 4 jam sekali
4) Pemberian insulin parenteral diubah ke SC bila : AGD < 15 mEq/L ³250mg%,
Perbaikan hidrasi, Kadar HCO3
Fase II/Maintenance:
1) Cairan maintenance
a. Nacl 0.9% atau D5 atau maltose 10% bergantian
b. Sebelum maltose, berikan insulin reguler 4IU
2) Kalium
Perenteral bila K+ 240 mg/Dl atau badan terasa tidak enak.
3) Saat sakit, makanlah sesuai pengaturan makan sebelumnya. Bila tidak nafsu makan,
boleh makan bubur atau minuman berkalori lain.
4) Minumlah yang cukup untuk mencegah dehidrasi.

13
G. Komplikasi
Komplikasi dari ketoasidoisis diabetikum dapat berupa:
1. Ginjal diabetik ( Nefropati Diabetik )
Nefropati diabetik atau ginjal diabetik dapat dideteksi cukup dini. Bila penderita
mencapai stadium nefropati diabetik, didalam air kencingnya terdapat protein.
Dengan menurunnya fungsi ginjal akan disertai naiknya tekanan darah. Pada kurun
waktu yang lama penderita nefropati diabetik akan berakhir dengan gagal ginjal dan
harus melakukan cuci darah. Selain itu nefropati diabetik bisa menimbulkan gagal
jantung kongesif.
2. Kebutaan ( Retinopati Diabetik )
Kadar glukosa darah yang tinggi bisa menyebabkan sembab pada lensa mata.
Penglihatan menjadi kabur dan dapat berakhir dengan kebutaan.
3. Syaraf ( Neuropati Diabetik )
Neuropati diabetik adalah akibat kerusakan pada saraf. Penderita bisa stres, perasaan
berkurang sehingga apa yang dipegang tidak dapat dirasakan (mati rasa).
4. Kelainan Jantung.
Terganggunya kadar lemak darah adalah satu faktor timbulnya aterosklerosis pada
pembuluh darah jantung. Bila diabetesi mempunyai komplikasi jantung koroner dan
mendapat serangan kematian otot jantung akut, maka serangan tersebut tidak disertai
rasa nyeri. Ini merupakan penyebab kematian mendadak.
5. Hipoglikemia.
Hipoglikemia terjadi bila kadar gula darah sangat rendah. Bila penurunan kadar
glukosa darah terjadi sangat cepat, harus diatasi dengan segera. Keterlambatan dapat
menyebabkan kematian. Gejala yang timbul mulai dari rasa gelisah sampai berupa
koma dan kejang-kejang.
6. Hipertensi.
Karena harus membuang kelebihan glokosa darah melalui air seni, ginjal penderita
diabetes harus bekerja ekstra berat. Selain itu tingkat kekentalan darah pada diabetisi
juga lebih tinggi. Ditambah dengan kerusakan-kerusakan pembuluh kapiler serta
penyempitan yang terjadi, secara otomatis syaraf akan mengirimkan signal ke otak
untuk menambah takanan darah.

14
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Primery Survey
1. Data Subjektif
a. Riwayat Penyakit Pasien

1) Pasien mengeluh sesak.

2) Pasien mengeluh nyeri pada dada (biasanya pada pasien fraktur rusuk dan
sternum).
3) Pasien mengeluh batuk berdarah, berdahak.

4) Pasien mengeluh lemas, lemah.

5) Pasien mengatakan mengalami kecelakaan dan terbentur dan tertusuk di


bagian dada.
b. Riwayat Kesehatan Pasien

1) Riwayat penyakit sebelumnya

2) Riwayat pengobatan sebelumnya

3) Adanya alergi

2. Data Objektif

a. Circulation: nadi menurun, capillary refill kembali > 2 detik, syok hipovolemik.
b. Airways : jalan nafas tersumbat sputum.
c. Breathing: frekuensi nafas cepat, bunyi nafas ronkhi, adanya pergerakan otot
bantu pernafasan.
2. Secondary Survey
1) Eksposure (E)
Adanya kontusio atau jejas pada bagian dada. Adanya penetrasi penyebab trauma
pada dinding dada.
2) Five Intervention / Full set of vital sign (F)
a. Tanda – tanda vital : RR meningkat, HR meningkat, terjadi hipotensi

b. Pulse oksimetri : mungkin terjadi hipoksemia

15
c. Aritmia jantung

d. Pemeriksaan Lab:

1. Gambaran pada hasil X ray yang biasa dijumpai :

a) Kontusio paru : bintik-bintik infiltrate

b) Pneumotoraks : batas pleura yang radiolusen dan tipis, hilangnya batas


paru (sulit mendiagnosa pada foto dengan posisi supinasi).
c) Injury trakeobronkial : penumomediastinum, udara di servikal.

d) Rupture diafragma : herniasi organ abdomen ke dada, kenaikan


hemidiafragma.
e) Terdapat fraktur tulang rusuk, sternum, klavikula, scapula dan dislokasi
sternoklavikular.
2. CT scan dapat ditemukan gambaran hemotoraks, pneumotoraks, kontusi
paru atau laserasi, pneumomediastinum, dan injuri diafragma.
3. Esofagogram dan atau esofagografi dilakukan jika dicurigai injury
esophagus.
4. Broncoskopy untuk terjadi trakeobronkial injury.
5. Echokardiogram akan memperlihatkan gambaran tamponade jantung (pada
umumnya echokariogram digunakan utuk melihat cedera pada katup
jantung)
6. EKG akan memperlihatkan adanya iskemik, aritmia berhubungan dengan
miokardia kontusion atau iskemia yang berhubungan dengan cedera pada
arteri koronaria.
7. Pemeriksaan cardiac enzym kemungkinan meningkat berhubungan dengan
adanya iskemik atau infark yang disebabkan dari hipotensi miokardia
kontusion.
3) Kenyamanan (G) : pengkajian nyeri (PQRST)
Adanya nyeri pada dada yang hebat, seperti tertusuk atau tertekan, terjadi pada
saat bernapas, nyeri menyebar hingga abdomen

16
4) Head to toe (H)

Lakukan pemeriksaan fisik terfokus pada :

a. Daerah kepala dan leher : mukosa pucat, konjungtiva pucat, DVJ (Distensi Vena
Jugularis) – Daerah dada :
b. Inspeksi : penggunaan otot bantu napas, pernapasan Kussmaul, terdapat jejas,
kontusio, penetrasi penyebab trauma pada daerah dada.
c. Palpasi : adanya ketidakseimbangan traktil fremitus, adanya nyeri tekan dan ada jejas
di bagian dada.
d. Perkusi : adanya hipersonor.
e. Auskultasi : suara napas krekels, suara jantung abnormal. Terkadang terjadi
penurunan bising napas.

1. Daerah abdomen : herniasi organ abdomen.

2. Daerah ekstrimitas : pada palpasi ditemukan penurunan nadi femoralis.

B.DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan irama jantung
2) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan posisi tubuh yang menghambat
ekspansi paru
3) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan spasme jalan napas
4) Risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan manajemen medikasi
tidk efektif.

C.INTERVENSI KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI
KEPERAWATAN KRITERIA HASIL (NIC)
(NOC)
1. Penurunan curah Setelah dilakukan tindakan Perawatan jantung:
jantung berhubungan keperawatan selama x 24 1. Secara rutin mengecek
dengan perubahan jam diharapkan klien pasien baik secara fisik dan
irama jantung mampu menstabilkan psikologis sesuai dengan
Definisi: Tanda-tanda Vital dengan kebijakan tiap agen atau

17
Ketidakadekuatan kriteria hasil: penyedia layanan
volume darah yang 1. Denyut jantung apikal 2. Monitor EKG, adakah
dipompa oleh jantung 2. Irama jantung apikal perubahan segemen ST,
untuk memenuhi 3. Tekanan darah sistolik sebagaimana mestinya
kebutuhan metabolik 4. Tekanan darah 3. Monitor status pernafasan
tubuh. diastolik terkait adanya gejala gagal
5. Tekanan nadi jantung
4. Monitor tanda-tanda vital
secara rutin
5. Monitor abdomen jika
terdapat indikasi penurunan
perfusi
2. Ketidakefektifan pola Setelah dilakukan tindakan Managemen jalan nafas :
nafas berhubungan 3x24 jam di harapkan 1. buka jalan nafas dengan
dengan posisi tubuh klien dapat meningkatkan teknik chinlift / jawthrust
yang menghambat status pernafasan : sebagaimana mestinya
ekspansi paru. kepatenan jalan nafas 2. posisikan pasien untuk
Definisi: dengan kriteria hasil : memaksimalkan ventilasi
Inspirasi dan/atau 1. frekuensi pernafasan 3. masukkan alat
ekspirasi yang tidak 2. irama pernafasan nasopharyngeal airway (NPA)
memberi ventilasi 3. kemampuan untuk atau orofaringpharyngeal
adekuat. mengeluarkan secret airway (OPA), sebagaimana
4. suara nafas tambahan mestinya
4. monitor status pernafasan
dan oksigenasi, sebagaimana
mestinya
3. Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan Penghisapan lendir pada jalan
bersihan jalan nafas 3x24 jam di harapkan nafas
berhubungan dengan klien dapat bernafas 1) Tentukan perlunya suction
spasme jalan napas dengan normal dengan mulut atau trakhea
Definisi: kriteria hasil : 2) Auskultasi suara nafas
Ketidakmampuan 1. Bernafas dengan normal sebelum dan sesudah suction
membersihkan sekresi 2. Batuk tidak keluar darah 3) Biarkan pasien tersambung
18
atau obstruksi dari 3. Tidak berdahak ke ventilator selama
saluran nafas untuk prosedur suction jika
mempertahankan menggunakan suction
bersihan jalan nafas tertutup atau jika perangkat
adaptor insuflasi oksigen
sedang digunakan
4) Monitor adanya nyeri

4. Risiko ketidakstabilan Setelah dilakukan tindakan Manajemen hiperglikemia


kadar glukosa darah 3x24 jam di harapkan 1) Monitor kadar glukosa darah

berhubungan dengan klien dapat mengontrol sesuai indikasi


2) Monitor tanda dan gejala
manajemen medikasi keparahan hiperglikemi
hiperglikemi: poliuria,
tidak efektif dengan kriteria hasil :
polidipsi, polifagi, kelemahan,
Definisi: 1. peningkatan urine
letargi, malaise, pandangan
Rentan terhadap variasi output
kabur, atau sakit kepala
kadar glukosa/gula 2. peningkatan kadar 3) Berikan insulin sesuai resep
darah dari rentang glukosa darah 4) Bantu pasien dalam
normal, yang dapat 3. gangguan elektrolit menginterpretasikan kadar
mengganggu kesehatan 4. mulut kering glukosa darah

19
BAB IV
JURNAL KEPERWATAN

Laporan Kasus Jurnal Dokter Keluarga Indonesia, Volume 2. Nomor; I, Mare' 2016

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ketoasidosis Diabetik


Berulang:
Laporan Kasus Berbasis Bukti

Fabianto

"mu Komunifas, Imlonesia, Jakarta. Indonesia


*Div'S' Endokrin

Abstrak

Latar belakang: Ketoasidosis diabetik (KAI)) adalah suam kondisi gawat darurat yang merupakan komplikasi
dari diabetes melitus dengun landa hipcrglikemia, asidosis, dan ketosis. Kejadian KAD herkisar antara 4
hlngga 8 kasus untuk I (NH) pasien diabetes dengan angka kematian sebesar hingga 7%
Tujuan.• Mengetahui faktor-faktor peneelus KAI) bend-ang serra melihar kekuatan hubungan ma-sing-
musing faktor.
Metode.• Penearian literatur melalui database Pubmed, Science Diree!, Proquest. EBSCO dan Google
Scholar, dengan menggunakun kata kunei "recurrent diabetic ketoacidosis "precipitating factor dan "adult "
bersama dengan kata sinonim ataupun kata lain yang berhubungan_ Literatur Yung digunakan memenuhi
kriteria inklusi, berupa studi klinis, ohservasional. review sistematik, dan metaanalisis, serra krireria eksklusi
berupa studi padu hewan dan invitro. Artikel yang terpilih akan dinilai berdasarkan heberapa aspekpada
Guidelines for Etiology Study oleh Center ofEvidence-Bused Medicine, University ofOxford
Hasil.• Hasil pencarian literatur menemukun 3 artikel studi obsenasional. Pada artikel pertama
dilemukan pasien KAD herulang memili/ci fakfor pencetuus berupa ketidakpatuhan penggunaan
insulin (78%), infeksi (16%), penyakit non infcksi (300), dan hal„hal lainnya (3%). Hasil penclitian
kedua yang didapatkan tidak jauh herbeda yaifu 800 pasien tidak patuh dalam penggunaan insulin,
faktor finansial, dan 5% pusien alibat musalah teknis. Artikel kctiga menunjukkan faktor pencetus
paling banyak haik untuk KAI) berulung pada pasien diabetes melirus tip-e I maupun 2 adalah infeksi
dihandingkan dengan ketidakpatuhan menggunakan insulin.
Kesimpulan: co-tike! vang dibutuhkan untuk mcnjawah pertanyaan ini tidak banyak dengan kriteria
tingkat bukti yang czLZ:up rendah. Berdasarkan artilcel yang ada, faktor pencetus tersering KAD
berulang adalah ketidakpatuhan minum Obat dan infeksi.

Background: Diabetic Ketoacidosis is an emergency condition which is one ofdiahcres mellitus complications consisting Of
hyæglycemia. acidosis, andketosissigns. The incidence diabaickeroaeidosi.s isfour to cighr cascs in 1000 diabeticpatients

20
Aim: To know precipitatingfactors and its correlations in recurrent dial-wrie ketoacidosis.
Methods: was from Pubmcd. Science Direct, Proquest, Fu9SC(), und Google Scholar with keywords "recurrent diabetic
ketoacidosis "precipitatingfactor", "adult " and its synonym or 'he Others which were correlate with. The selected articles
had tofulfill inclusion cnterias. which Here clinical study. observational stuuv, systematic review. and metaanalysis; whilst
exlrsion were study that usedanimal and in vitro, The selectedarticles were examined basedon Guidelinesfor Etiologv
Stuåyfrom Center OfEvidence-BascdMedicine. University OfOxford.
Keluargu Volume 2, Nomor: I. Mare*

Resulß: Literature searchfound 3 studies. First articlefoundrhat recurrent diabetic


kctoacidosis ratingfactorsfrom noncompliance—ising insulin (78%), infection (16%), non-
communicable disease (3%),
Secondstudy hudresul!s winch was not significantly different withfirsr article In rhes there •acre 80%paricnrs •which were
noncompliance using insulin, 20?"financialproblem, and 5% patients had technical proble•ns. The lust article showed
mostprecipitatingfaciors ofrecurrenr diabetic keroacidosis, diabercs m&ilitus Ope I and 2, was infection
Conclusion: ()nlyfnv s!udies answered with low evidence level rhis clinical questions. these articles,
mostprecipitar* factors ofrecurrent diabetic ketoacådosis were noncompliance oftreatment and
infection.
terjadinya komphkasi, baik komplikasi
akibat KAI) maupun terapi untuk KAI).
Pendahuluan
Komplikasi akan menambah beban
Kctoasidosis diabetik (KAD) adalah suatu kondisi gawat
penyakit pasien lebih lanjut. KAD yang
darurat yang merupakan komplikasi dari diabetes melitus
berulangjuga akan menambah
dengan tanda hiwglikemia, asidosis, dan ketosis? Berdasarkan
perawatan yang biaya yang
epidemiologi, kejadian KAI) berkisar antara 4 hingga S kasus
harus dikeluarkan.
untuk 1000 pasien diabetes. Angka ini ditunjang dengan angka
KAI) yang Irrulang memillki tRberapa
kematian sebesar hingga 70/0.2 Di Amerika, jumlah perawatan
faktor crncetLLs. seperti ketidakpatuhan dalam penggunaan
inap untuk pasien KAI) mencapai angka lebih dari perawatan per
insulin, infeksi, prnyakit metabolik lainnya, dan beberapa
tahun pada tahun yang meningkat dari tahun 1988.' Jumlah ini
faktor lainnya.4 Faktor-faktor ini yang harus diperhatikan
menyebabkan beban keuangan yang ditanggung semakin besar,
untuk melakukan preventif sekunder pagien KAI). Pada
yaitu mencapai angka 2,4 milyar dollarAmerika. Data
tulisan ini akan i dibahas suatu kasus yang akan dikaji
epidemiologi KAI) terbaru di Indonesia masih belum tersedia_
berdasarkan evidence based medicine tentang kejadian
Namun, KAD menjadi tantangan untuk prngobatan diabetes
KAI) Tujuan dari tulisan ini adalah mengetahui faktor-
melitus di Indonesia.5 Padatahun 20, didapatkanjumlah kasus
faktor pencetus KAD berulang serta melihat kekuatan
dan angka kematian dari ketoasidosis diabetik yang dirangkum
masmg-masing faktor. Dengan demikian diharapkan kontrol
dari beberapa penelitian di RSUPN Cipto Mangunkusumo
terhadap faktor dapat dilakukan_
Jakarta. Penelitian yang dilakukan pada tahun 1998-1999
menunjukkan jumlah klSus sebanyak 37 kasus dalam waktu 12 Ilustrasi Kasus
bulan dengan persentase kematian sebesar 510/0.' Wanita berusia 60 tahun datang ke
KAI) dapat teöadi beberapa kali pada pasien Instalasi Gawat Darurat (IGD) dengan
atau yang disebut sebagai KAD berulang. Kejadian keluhan lemas sejak dua hari yang lalu_
KAI) akan selalu memiliki kemungkinan untuk Lemas tidak diikuti dengan kelemahan

21
pada salah satu Sisi tubuh. Sesak nafas dan kreatinin, Serta hasil urinalisis yang menunjukkan
penurunan kesadaran disangkal oleh pasien. Pasien adanya infeksi. Dengan keluhan dan penemuan ini,
telah terdiagnosis diabetes melitus selama 10 tahun. pasien didiagnosis gagal jantung dekompesata akut
Selama ini, pasien menggunakan Obat dan pneumonia komunitas.
oral (OHO) Irrupa metformin dengan rata-rata gula Pasien didiagnosis utama sebagai ketoasidosis
200 mg/dL pada melitus tipe 2 dengan penyerta gagal
Pasien telah rnengalami keluhan yang sama setahun yang lalu, janüng kronü, pneumonia komunitas, infeksi saluran
dan didiagnosis sebagai ketoasidosis diabetik. Saat pasien kemih, dan kondisi akut pada penyakit ginjal kronik
datang ke IGD dengan keluhan penurunan kesadarax Pada Saat
Pertanyaan Klinis
itu pasien menggunakan insulin selama beberapa bulan,
Problem Pasien dewasa dengan Melitus
kemudian beralih kembali ke OHO dengan alas.an yang tidak Tipe 2.
diketahui. Inlervention. Faklor-faktor pencetus.
Compariso
Beberapa bulan terakhir pasien memiliki keluhan terbangun di n
malam hari karena sesak nafas (Paroxysmal nocturnaldyspnca). Outcome Ketoasidosis
Pertanyaan klinis Apa saja yang dapat menjad.i
Pasien merasakan lebül sesak Saat tidur dibandingkan
faklor pencetus ketoasidosis
berbaring (orthopnca). Pasien tidak pernah memiliki riwayat
pada pasien dewasa deagzz
nyeri dada, penyakit jantung, atau hipertensi sebelumnya. Pada
pemeriksaan fisik, pasien dalam kesadaran somnolen, tekanan
Melitus 2?
venajugularis meningkat (5+2 cmH2()), scrta terdapat ronkhi
basah kasar pada bagian basal dan posterior dari kedua lapang
pencarian literatur dilakukan pada ProQuest,
paru. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan gula darah
EBSCO, Science Direct, dan dengan menggunakan
sewaktu adalah 681 mg/dL. pemanjangan PT dan APTT, kata kunci "recurrent Qroacü%sis", "præipitating
leukositosis, ketosis, hiponatremi, ureum dan factor", dan "adult" dengan kata

22
Dokter Keluarga Indonesia, Volume 2, Nomor: l, Marc' 2016 selama
IO tahun
Table l. Strategi pencarian
terakhir.
Setelah
itu,
artikel
yang
terjaring
dikaji
sinomim ataupun kata lain yang berhubungan (Tabel l). naskah
Pencarian literatur dilanjutkan dengan menginklusi dan lengkapnya berdasarkan kriteria literatur yang
mengekslusi berdasarkan kriteria yang sesuai, kemudian artikel yang terpilih dinilai
ditetapkan seperti dapat dilihat pada berdasarkan aspek pada Guidelines for Eliologv
Gambar 1. Study Oleh Medicine, University ofOxford
Literatur yang digunakan adalah literatur uji klinis,
sysrenarie rc-view, dan studi observasional yang telpublikasi Hasil penearian literatur menemukan 3 artikel

23
dilakukan tanggal S September
studi observasional tentang KAD berulang. Penilaian
validitas telah dilakukan pada tiga artikel ini dan disajikan
pada Tabel

24
2. Validitas pada ketiga Studi tersebut masih dianggap validitas untuk etiologi rendah, karena
valid meskipun betrrapa komponen penilaian tidak penelitian ini dapa: menggzmbarkan
terpenuhi. Hal ini disebabkan oleh Studi observasional Errbedaan demografi pasien KAD dan KAD
yang ada berupa studi potcng lintang dan studi berulang. Hal inilah yang dibutuhkan untuk
deskriptif, sehingga tidak dapat menggambarkan urutan menjawab pert=yaan klinis dengan tidak
waktu pajanan dan kejadian. adanya Studi observasional Iain yang iebih
Kepentingan dan Ernerapan ketiga artikel ini tidak cocok untuk etiologi-
dapat dikaji lebih lanjut dengan perhitungan statistik. Penelitian ini menggunakan 91 pasien KAI)
Hal ini disebabkan oleh kelompok kontrol dari masing- beruizng dari pasien KAD (55,5%) yang terdaftar
masing artikel berbeda- Artikel yang ada tidak pada Juli 2007 hingga Agustus 2010. Penelitian mi
membandingkan KAI) berulang dengan pasien yang membandingkan subyek yang merupakan
memiliki riwayat KAD pada prospektif waktu yang pasienKAD berulang dengan pasien KAD pertama
sama. Artikel yang ada hanya menggunakan pasien kali. Pasien KAI) Eerulang memiliki faktorpencetus
KAD berulang dan pasien KAD pada waktu yang sama bempa ketidakpatuhan penggunaan insulin (78%),
Namun, basil dari kelompok subyek, yaitu pasien infeksi ( 16%), penyakit non infeksi (3%), dan hal-
dengan KAI) berulang dapat digunakan untuk hal Iainnya (3%). Berdasarkan persentasetersebut
menjawab pertanyaan klinis laporan ini. Pengkajian dapatdilihat bahwaketidakpatuhan penggunaan
tentang faktor pencetus dan peran masing-masing faktor insulm merupakan hal yang paling sering
akan dilakukan secara deskriptif_ menimbulkan KAD berulang_
Karakteristik masing-masing artikeltelah dira1Ùun dan Artikel yang kedua adalah artikel dengan desain
disajikan pada Tabel 3. studi deskriptifoleh Lohiya S, er al (2013). Dengan
Artikel studi potong lintang yang dilakukan oleh desain studi deskriptif, beberapa pertanyaan

Randall 19 et al (2011 ) melaporkan tentang faktor memiliki validitas juga dengan jawaban tidak.
pcneetus dari KAD berulang. Artikel ini memillki Namun, penulis tetap menggunakan artikel ini
pertanyaan validitas dengan jawaban tidak atau tidak karena tujuan penelitian yang sama dengan tujuan
tzhu. Penulis tetap menggunakan artikel ini meskipun

25
Tabel 2. pengkajian Validitas, Kepentingan, dan Penerapan Artikel
Validitas Kepen dan
Penerapan

Artikel
2011
al 2013
Alourfi Z, et al 2015
+ Ya - Tidak Tidakjelxs n/a Tidakdapat dihitung
* Berdasarkan Cumtcr of Evidenee-Bascd Mcdicine, University of Oxford, Tingkat bukti deskriptif tidak digolongkan pada
EBM etiologi

Tabel 3. Karakteristik Artikel yang Digunakan

Dukzer Kclumgu Indonesia, Volume 2, Nomor: I, Mare' 2016


ini yaitu melihat faktor-faktor yang mendasari terjadinya KAD berulang. Penclitian ini
dilaksanakan pada dua rumah sakit berbcda dan diambil 40 subyek untuk masing-masing rumah sakit.
Hasil yang didapatkan tidak jauh yaitu pasien tidak patuh dalam penggunaan insulin, 20%
faktor finansial, dan 50/0 pasien akibat masalah teknis. Namun, 200 0 pasien KAI) berulang tersebut
memiliki faktor pencetus kombinasi dari faktor peneetus di atas.
Berdasarkan artikel pertama dan artikel kedua, pembahasan lcbih lanjul alasan ketidakpatuhan
menggunakan insulin dirangkum dalam Tabel 4.

Tabcl 4. Alasan Ketidakptuhan Penggunaan Insulin pada


KAD ng
Studi Alusan
Tidak ada Tidak ada sakit
alasan biay Lain
(Psikologis) khusus

26
Randall,
et
(2011)
Lohi» S,
(2013)' al 400/0 20%
suby•ck memihki alasan

Studi ketiga adalah studi potong lintang yang dilakukan olehAlourfi etal- Mudi inijuga
digunakanmeskipun hanya I dari 8 pa-sien KAD berulang yang memenuhi kriteria laporan ini, yaitu
diabetes melitus tipe 2. Artikel ini menunjukkan basil yang berbeda dengan dua artlkel lainnya, yaitu
faktor pencetus paling banyak haik untuk KAI) berulang pada pasien diabetes melitus tipe 1 maupun
2 adalah infeksi dibandingkan dengan ketidakpatuhan menggunakan insu

Diskusi
ArtLkel yang meneliti tentang faktor pencetus tersering dari KAI) sangatjarang. Artikel yang ada
tidak dapat menilai faktor risiko secara langsung karena bukan studi yang bersifat retrospektif
maupun yang prospektif. Jawaban pertanyaan klinis pada laporan ini menggunakan anikel yang ada
yaitu studi yang menggunakan potong lintang dan tidak membandingkan dengan kelompok kontrol.
Meskipun kekualan bukti cukup kecil, penulis menggunakan artlkel yang ada untak menjawab klinis
laporan ini.
Berdasarkan ketiga artikel di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor pencetus yang paling dominan
untuk membuat pasien menghadapi KAI) berulang adalah ketidakpatuhan insulin.
Ketoasidosis diabetik merupakan suatu kondisi dimana insulin tidak mencukupi kebutuhan metabollk
dan disertai dengan hormon kontra Insulin lainnya, selRrti katekolamin, konisol, dan glukagon. Pada
pasien dengan melitus tipe 2, keadaan KAD dapat terjadi ketika sel b pancreas tidak dapat lagi
menghasilkan insulin setelah terjadinya resistensi insulin yang panjang. Dengan kegagalan organ
penghasil insulin, terapi yang digunakan adalah memberikan insulin pengganti. Dengan demikian,
terapi insulin adalah wajib diberikan kepada pasien paska KAD.
Bcrbagai masalah yang mengakibatkanketidakpatuhan insulin pada keadaan KAD
telah diangkat oleh artikel-artikel yang ada Randall, et al (2011) mendapatkan beberapa alasan
pasien tidak patuh rneruunakan insulin. Tiga puluh empat [Rrsen pasien yang berhenti terapi
insulin tidak memi liki alasan tertentu untuk berhenti.8Alasan inijuga munculpada penelitian
I.ohiya S, etal (2013) dengan angka 400/0 pa-sien tidak dapat mengungkapkan alasan mengapa
berhenti.q Untuk mengetahui secara lebih detil alasan ketidakpatuhan, penulis membuat tabel
pembanding antara studi yang dilakukan Randall, et al dan Lohiya, el al. Studi yang dilakukan
oleh Alourfi Z, et al tidak dikaji karena tidak membahas alasan ketidakpatuhan dalarn penggunaan
insu-

27
Kitabchi AE, al pada tahun 2001 telah mengungkapkan bahwa pencegahan KAD paling utama
adalah mengkontrol defisiensi insulin dengan cara edukasi pasien. Pæsien diedukasi tentang
pengeunaan insulin, manfaat patuh terhadap insulin, hingga hal bersifat teknis, scpefii frckuensi
dan cara penggunaan insulin.'
Alas-an lainnya untuk berhenti menggunakan insulin adalah ketidaktemdiaan dana_ Alasan ini
mungkin sudah tidak dapat lagi digunakan di Indonesia, khususnya pada pasien ini. Indonesia
menggunakan universal coverage, yaitu sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Sesuai
formularium JRN, insulin ditanggung Oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Dengan
demikian, alasan ini tidak dapat lagi mendasari terjadinya KAI) berulang di Indonesia.
Keadaan psikologis juga dapat menjadi alasan pasien berhenti untuk menggunakan insulin. Rasa
lelah untuk terus menggunakan insulin menjadi salah satu faktor pasien menghentikan insulin. Hal
ini dapat diperbaiki dengan edukasi dan psikoterapi pada pasien yang telah lama menggunakan
insulin Randall, a/juga menemukan bahwa pasien yang mengalami KAD berulang memiliki nilai
Parienl Health Questionnaire 9 (PHQ-9) rata-rata yang IRrarti pasien mengalami depresi ringan-
sedang, bahkan 36c o pasien telah mengkonsumsi Obat
Pada ilustrasi kasus yang ada di lam)ran ini, pasien mengganakan insulin hanya beberapa bulan
setelah KAD Errtama terjadi. Kemudian pasien tidak lagi menggunakan insulin dan berubah ke
pengobatan menggunakan Obat hipoglikemia oral (OHO), yaitu metformin. Perubahan insulin ke
OHO sebaiknyatidakdilakukanpadapasienyangmemiliki riwayat KAD.
Faktor pencetus kedua terbanyak adalah infeksi yang terjadi pada pasien_ Berbeda dengan KAD
peltama, KAD berulang menempatkan infeksi pada faktor kedua yang menyebabkan KAD

Kcluarga Volume 2, Nomor: I, Mare'

bemlang_ Infeksi pencetus KAI) dapat benapa infeksi paru, infeksi gastrointestinal, dan infeksi
pada saluran kemih. Pada laporan pasien ini, terjadi infeksi berupa pneumonia komunitas. Infeksi
ini dapat memperlrrat faktor utama pada pasien, yaitu tidak menggunakan insulin untuk
kontrol gula darah.
Review yang dilakukan oleh Trachtenbarg DE dalam American Association Of Family Physician
(AAFP) menjelaskan hal yang dapat dilakukan untuk pencegahan terjadinya KAI). Strategi dalam
pencegahan KAD yang dapat digunakan pada kasus ini adalah edukasi diabetes dan manajemen
Sick-nay. Edukasi diabetes sangatlah penting terutama dalarn hal penggunaan insulin. Pasien
harus mengerti tentang penyakit diabetes dan berbagai komplikasinya, khususnya KAD. Dengan
eduk&si yang cukup baik diharapkan pasien dapat meningkatkan kepatuhan dalam penggunaan
insulin. Pada kasus pasien ini, tidak diketahui denganjelas, apakah pasien sendiri yang mengganti
insulin menjadi OHO atau berdasarkan saran dokter. Oleh sebab itu, pada Saat melakukan rujuk
balik, dilakukan edukasi kepada dokter layanan primer yang akan menerima rujuk balik
pasien inijuga penting, dapat mencegah lepasnya penggunaan insulin pada pasien yang memiliki
28
riwayat KAI). Manajemen Sick-Day adalah suatu strategi yang dilwrikan oleh American Diatrtes
Association (ADA) kepada orang yang memiliki diabetes melitus, baik tipe I maupun tipe 2.
Strategi ini digunakan ketika pasien merasa sakit dan tidak kunjung sembuh dalam beberapa hari.
Pasien wajib konsultasi ke dokterkarena penyakit itulah yang dapat menjadi pencetus ketoasidosis
diabetik.12

Kesimpulan

Artikel yang dibutuhkan untuk menjawab pertanyaan ini tidak banyak, serta memiliki kriteria
tingkat bukti yang cukup rendah_ Berdasarkan artikel yang ada, faktor tersering KAD
berulang adalah ketidakpatuhan minum Obat
dan infeksi. FÆukasi dan komunikasi efektifdibutuhkan untuk mencapai kepatuhan minum Obat
pasien yang merupakan etiologi tersering KAI) berulang. Untuk pengelolaan masalah pasien
dengan KAD berulang ini, kerja sama yang baik antara dokter spesialis penyakit dalam
dan dokter layanan primersehingga dapat tercapai keadaan KAI) pasien yang terkontrol.

Adanya yang mencari faktor risiko terjadinya KAD berulang dengan membandingkan pasien
dengan riwayat KAI) pada suatu waktu tertentu.

Referensi
Goteta W, Budi>æ Pcnatalaksanaan Ketoasidosi5 Diabctik (KAO). J Peny Dalam. 2011;
Tangan TJE„ Kctoasidosis Diabetik DaJam; Sctiati S. Alwi I, SudOyO AW, Setiyohadi B, SY2m AE Buku Ajar llmu
Penyakit Dalam Jilid Edisi kc•6. Jakarta: Interna publishing; 2014. Hal 237S„go.
Centers of Control and Prevention. Thousands) of Hospital Discharges Mth Diabctic Kctoacidosis (DKA) as
First-Lis-ted Diagnosis. United 1988—2009 [internetl. 2014 2014 Oktober disitasi 201S scptcmbcr 151
Tcrsedia di: http://www.cdc_gov/diabctcs/statistics/dlæfirst.' fig
Kitabchi Am Umpiexcz GE, Miles JM, Fisher JN. Hypcrglyccmic crises in adult patients with diabctcs. Diabetes Care.
2009;

P, A, Tahapary DL- Challenges in diabetes management in Indonesia: a litæturc Globalization and 2013; 9•.63.
P. Ketcwidosi5 Diabetik. Simposium Bidang Penyakit Dalam_
Jakarta: Pusat Informasi dan Bagian 11mu Penyakit
Fakultas Kedoktcran
Kitabchi AE. Umpierrez GE, Murphy MB. Barret EJ, RA, Malonc Jl. ct al. Management of hyperglycemic crises in
patients with diabetes. Diabetes Care. 2001;
Begovic J. Hudson M, Smiley D, Peng Pltre N, et diabetic kctoacidOSiS in inner-city minority Diabetes care. 2011;
341891-96.
Lohiya S, Kreisberg R. Lohiya V Recurrent keuyacidosis two community teaching hospitals. Endocrine practice. 2013;

10. Alourfi Homsi H. Precipitating factors, outcome, and recur of diabetic ketoacid05iS at university hospital in
Damascus. Avicenna Journal of Maåicinc. 2015; Trachtcnbarg DE. Diabetic ketoacidosis. AAFp.
1705-14.
12. ADA. Whcn you'rc 201S Juni 5; disitasi 2015 September 20] _ Tersedia http:ffWWW.
diabetes_org/living-with-di c nt- arc/wh05-onyour-hcalth-care•team/when-yculre-sick.html. kepada pasien paska KAD.

29
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Keto Asidosis Diabetikum adalah komplikasi akut diabetes melitus tipe yang ditandai
oleh hiperglikemia, lipolisis, yang tidak terkontrol (dekomposisi lemak), ketogenesis
(produksi keton), keseimbangan nitrogen negatif, deplesi volume vaskuler, hiperkalemia,
dan ketidakseimbangan elektrolit yang lain, serta asidosis metabolik. Akibat defisiensi
insulin absolut dan relatif, terjadi penurunan aptek glukosa oleh sel otot, peningkatan
produksi glukosa oleh hepar, dan terjadi peningkatan metabolisme asam lemak bebas
menjadi keton. Walaupun hiperglikemia, sel tidak mampu menggunakan glukosa sebagai
sumber energi sehingga memerlukan konversi asam lemak dan protein menjadi badan keton
untuk energi
Kebanyakan kasus KAD dicetuskan oleh infeksi umum, antara lain influenza dan
infeksi sakuran kemih.. infeksi tersebut menyebabkan peningkatan kebutuhan metabolik dan
peningkatan kebutuhan insulin. Penyebab umum KAD lainnya adalah kegagalan dalam
mempertahankan insulin yang diresepkan dan/atau regimen diet dan dehidrasi.
B. SARAN
Dengan adanya pembuatan makalah ini semoga dapat bermanfaat bagi para
pembaca dan dapat diterapkan. Sebagai seorang calon perawat, mahasiswa D3
Keperawatan Akper Kesdam IV/Diponegoro diharapkan tanggap serta menguasai
ketrampilan yang menunjang masalah keperawatan kritis pada pasien contohnya pada
kasus Keto Asidosis Diabetikum. Jangan sampai salah menegakkan diagnosa keperawatan
terjadi saat terjun dalam rumah sakit secara langsung.

30
DAFTAR PUSTAKA

1. NANDA Internasional nursing diagnoses : definitions and classification 2018-2020


2. Nursing Outcomes Classification (NOC) pengukuran outcomes kesehatan 2018-2020
3. Nursing Intervention Classification (NIC) penukuran intervensi kesehatan 2018-2020
4. Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8. Jakarta : EGC.
5. Doengoes, Marylin E. 2000. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 3.
Jakarta: EGC.
6. Ramainah, Savitri. 2003. Diabetes. Jakarta : PT. Bhuana Ilmu Populer.
7. Price Sylvia, A. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit. Jilid 2 Edisi 4.
Jakarta : EGC.
8. https://www.idf.org/news/163:idf-congress-2019.ht
9. Stillwell, Susan B. 2011. Pedoman Keperawatan Kritis Edisi 3. Jakarta: EGC.
10. Schneeweiss,Susan., Lalani, Amina. 2012. Kegawatdaruratan Pediatri. Jakarta: EGC

31

Anda mungkin juga menyukai